BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Menejemen Pemeliharaan pabrik
Tanpa adanya sistem pemeliharaan pabrik yang baik, proses
produksi pada suatu pabrik akan terganggu. Jika proses produksi terganggu,
proses-proses lain didalam pabrik itu juga akan menjadi kacau. Proses yang
terganggu itu misalnya, bahan baku yang tertimbun di gudang
penyimpanan, akibatnya proses pengiriman bahan baku baru menjadi
terhambat karena gudang masih penuh. Kemudian pengiriman produk jadi
juga akan terlambat. Bila produk pabrik merupakan bahan baku yang harus
diproses lagi di pabrik lain, tenntunya proses produksi pabrik lain itu juga
akan terhambat.[2]
Salah satu contoh menejemen pemeliharaan pabrik adalah
menejemen workshop, dimana workshop adalah bagian pabrik yang sangat penting untuk memperbaiki mesin – mesin yang rusak atau membuat spare part. Jika workshop tidak berjalan dengan baik maka seluruh pekerjaan di pabrik akan terganggu. Agar workshop dapat berjalan dengan baik harus adanya menejemen terhadap mesin perkakas di dalam workshop tersebut, salah satunya adalah mesin bubut. Dengan mengoptimasi kinerja dari mesin
bubut, suatu workshop dapat berjalan dengan baik sehingga proses produksi suatu pabrik tidak terganggu
2.2 Sistem Menejemen Pemeliharaan
Dalam upaya mendukung produksi, fungsi pemeliharaan harus
mampu memastikan ketersediaan peralatan untuk menghasilkan produk
pada tingkat kuantitas dan kualitas yang dibutuhkan. Dukungan ini juga
harus dilakukan secara aman dan dengan biaya yang efektif (Pintelon dan
(Gelders, 1992). Maintenance Engineering Society of Australia (MESA)
menjabarkan perspektif yang lebih luas dari pemeliharaan dan
mendefinisikan fungsi pemeliharan sebagai rekayasa keputusan dan
tindakan terkait yang diperlukan dan cukup untuk mengoptimalkan
untuk melakukan tindakan tertentu dalam berbagai tingkat kinerja.
Karakteristik kemampuan meliputi fungsi, kapasitas, kecepatan, kualitas,
dan respon. Ruang lingkup menejemen pemeliharaan, oleh karena itu, harus
mencakup setiap tahap dalam siklus hidup sistem teknis (pabrik, mesin,
peralatan dan fasilitas), spesifikasi, akuisisi, perencanaan, operasi, evaluasi
kinerja, perbaikan, dan pembuangan (Murray dan kawan-kawan,1996).
Dalam konteks yang lebih luas, fungsi pemeliharaan juga dikenal sebagai
menejemen aset fisik.[3]
Adapun jenis – jenis menejemen pemeliharaan sebagai berikut :
1. Breakdown Maintenance (BM)
Mengacu pada strategi, di mana perbaikan dilakukan setelah
terjadinya kegagalan peralatan/penghentian atau pada saat terjadinya
penurunan kinerja yang parah (Wireman, 1990a). Strategi pemeliharaan
ini diterapkan secara luas dalam industri manufaktur sebelum tahun
1950. Pada tahap ini, mesin diservis hanya bila diperlukan perbaikan
besar. Konsep ini memiliki kelemahan-kelemahan dengan adanya
penghentian operasi yang tidak direncanakan sebelumnya, kerusakan
yang berulang kali, permasalahan suku cadang, biaya perbaikan tinggi,
waktu tunggu dan trouble shooting yang tinggi (Telang, 1998).[3]
2. Preventive Maintenance (PM)
Konsep ini diperkenalkan dalam tahun 1951, yang menerapkan
pemeriksaan fisik atas peralatan untuk mencegah kerusakan dan
memperpanjang usia layanan peralatan. PM adalah merupakan kegiatan
yang dilakukan setelah jangka waktu tertentu atau lamanya
pengoperasian mesin (Herbaty, 1990). Selama perioda ini, fungsi
pemeliharaan dikembangkan dan kegiatan perawatan berdasarkan waktu
(Time Based Maintenance - TBM) lazim dilakukan (Pai, 1997). PM dilaksanakan berdasarkan perkiraan probabilitas bahwa suatu peralatan
akan mengalami kerusakan atau penurunan kinerja pada interval yang
ditentukan. Pemeliharaan preventif yang dilakukan mencakup
juga dapat dilakukan jika ada tanda-tanda kerusakan ditemukan selama
pelaksanaan PM (Telang, 1998).[3]
3. Predictive Maintenance (PdM)
Pemeliharaan prediktif sering juga disebut sebagai pemeliharaan
berdasarkan kondisi (Condition Based Maintenance - CBM). Dalam strategi ini, tindakan perawatan diambil sebagai tanggapan terhadap
kondisi peralatan tertentu atau ketika peralatan mengalami penurunan
kinerja (Vanzile dan Otis, 1992). Teknik diagnostik yang digunakan
mengukur kondisi fisik peralatan seperti temperatur mesin, kebisingan,
getaran, pelumasan dan korosi (Brook, 1998). Bila satu atau lebih dari
indikator ini mencapai ambang batas yang telah ditentukan, inisiatif
pemeliharaan dilakukan untuk mengembalikan peralatan kepada kondisi
yang diinginkan. Ini berarti bahwa peralatan dikeluarkan dari jalur
produksi hanya jika ada bukti langsung bahwa telah terjadi kemerosotan
kinerja yang nyata. Pemeliharaan prediktif didasarkan pada prinsip yang
sama dengan pemeliharaan preventif meskipun menggunakan kriteria
yang berbeda untuk menentukan kebutuhan pemeliharaan tertentu.
Kelebihan lainnya adalah bahwa kebutuhan untuk melakukan
pemeliharaan hanya terjadi ketika kebutuhan itu nyata, dan bukannya
setelah berlalunya jangka waktu tertentu (Herbaty, 1990).[3]
4. Corrective Maintenance (CM)
Diperkenalkan pada tahun 1957, di mana konsep untuk
menghindari kegagalan peralatan diperluas menjadi peningkatan
keandalan peralatan sehingga kegagalan peralatan dapat dihilangkan
(peningkatan keandalan), dan peralatan dapat dengan mudah dipelihara
(peningkatan kemampuan pemeliharaan peralatan) (Steinbacher dan
Steinbacher, 1993). Perbedaan utama antara pemeliharaan korektif dan
preventif adalah bahwa masalah harus ada sebelum tindakan korektif
diambil (Higgins dan kawan-kawan, 1995). Tujuan dari perawatan
korektif adalah meningkatkan kehandalan peralatan, kemampuan
pemeliharaan, keamanan, kelemahan desain (bahan, bentuk); peralatan
kegagalan, dan bertujuan dicapainya kondisi alat yang bebas
pemeliharaan.[3]
5. MaintenancePrevention (MP)
Diperkenalkan pada tahun 1960-an, MP adalah kegiatan dimana
peralatan dirancang sedemikian rupa sehingga menjadikannya bebas
perawatan dan dicapainya kondisi ideal akhir dari bagaimana semestinya
suatu peralatan dan jalur produksi (Steinbacher dan Steinbacher, 1993).
Dalam perkembangan peralatan baru, inisiatif MP harus dimulai dari
tahap desain dan secara strategis harus bertujuan untuk memastikan
peralatan yang handal, mudah untuk dirawat dan digunakan (user
friendly), sehingga operator dapat dengan mudah melakukan retooling, penyetelan (adjustment), dan menjalankannya (Shirose,1992) . Pencegahan pemeliharaan belajar dari kegagalan peralatan sebelumnya,
produk yang tidak berfungsi, umpan balik dari lini produksi, pelanggan
dan fungsi pemasaran untuk memastikan suatu pengoperasian yang
bebas dari kerumitan baik untuk sistem produksi yang ada maupun yang
akan datang.[3]
6. Reliability Centered Maintenance (RCM)
Diperkenalkan pada tahun 1960-an yang pada awalnya berorientasi
pada perawatan pesawat terbang dan digunakan oleh produsen pesawat
terbang, maskapai penerbangan, dan instansi pemerintah (Dekker, 1996).
RCM dapat didefinisikan sebagai proses, struktur logis untuk
mengembangkan atau mengoptimalkan kebutuhan pemeliharaan dari
suatu sumber daya fisik dalam konteks operasi untuk mewujudkan
keandalan yang melekat, dimana tingkat kehandalan ini dapat dicapai
melalui program pemeliharaan yang efektif. RCM merupakan suatu
proses yang digunakan untuk menentukan kebutuhan pemeliharaan dari
aset fisik apapun dalam konteks operasional dengan mengidentifikasi
fungsi aset, penyebab kegagalan dan dampak dari kegagalan. Untuk
memenuhi tantangan-tantangan ini RCM menerapkan filosofi
Langkah-signifikan, kedua - menentukan fungsi-fungsi utama dan standarstandar
kinerja, ketiga - menentukan kegagalan-kegagalan fungsi yang mungkin
terjadi, keempat - menentukan modus-modus kegagalan yang mungkin
terjadi dan dampak-dampaknya, kelima - memilih taktik perawatan
layak dan efektif, keenam - penjadwalan dan pelaksanaan taktik yang
dipilih, dan ketujuh - mengoptimalkan taktik dan program (Moubray ,
1997). Berbagai alat yang digunakan untuk meningkatkan keefektifan
pemeliharaan meliputi Analisa Mode Kegagalan dan Dampaknya
(Failure Mode and Effect Analysis - FMEA), Analisa Efek Mode Kegagalan dan Kekritisan (Failure Mode Effect and Criticality Analysis
- FMECA), Physical Hazard Analysis (PHA), Fault Tree Analysis
(FTA), Optimalisasi Fungsi Pemeliharaan (Optimizing Maintenance
Function - OMF) dan Hazard & Operability (HAZOP) Analisis.[3]
7. Productive Maintenance (PrM)
Diartikan sebagai pemeliharaan yang paling ekonomis yang
meningkatkan produktivitas peralatan. Tujuan pemeliharaan produktif
adalah untuk meningkatkan produktivitas dari suatu peralatan dengan
mengurangi biaya keseluruhan peralatan sepanjang usia pakainya dari
tahapan desain, fabrikasi, operasi dan pemeliharaan, dan menekan
kerugian yang disebabkan oleh menurunnya kehandalan dan kinerja
peralatan. Karakteristik utama dari filosofi pemeliharaan ini adalah
kehandalan peralatan dan fokus kemampuan-perawatan, disamping
kesadaran atas biaya-biaya kegiatan pemeliharaan. Strategi yang
melibatkan semua kegiatan untuk meningkatkan produktivitas peralatan
dengan melakukan PM, CM dan MP sepanjang siklus hidup peralatan ini
disebut Pemeliharaan Produktif (Wakaru dan Bhadury, 1988).[3]
8. Computerized Maintenance Management System (CMMS)
Komputerisasi sistem menejemen pemeliharaan membantu dalam
mengelola berbagai informasi mengenai tenaga kerja pemeliharaan,
persediaan suku cadang, jadwal perawatan & perbaikan peralatan, dan
riwayat mesin. Sistem ini dapat digunakan untuk merencanakan dan
pengiriman panggilan gangguan, dan untuk mengelola beban kerja
perawatan secara keseluruhan. CMMS juga dapat digunakan untuk
mengotomatisasi fungsi PM, dan untuk membantu mengendalikan
persediaan pemeliharaan dan pembelian bahan. CMMS berpotensi
memperkuat kemampuan pelaporan dan analisa (Hannan dan Keyport,
1991; Singer, 1999). Kemampuan CMMS untuk mengelola informasi
pemeliharaan berkontribusi meningkatkan komunikasi dan kemampuan
pengambilan keputusan dalam fungsi pemeliharaan (Higgins dan
kawan-kawan, 1995). Aksesibilitas informasi dan hubungan komunikasi pada
CMMS meningkatkan komunikasi yang lebih baik mengenai kebutuhan
perbaikan dan prioritas kerja, koordinasi ditingkatkan melalui hubungan
kerja yang lebih erat antara pemeliharaan dan produksi, dan peningkatan
responsivitas pemeliharaan (Dunn dan Johnson, 1991).[3]
9. Total Productive Maintenance (TPM)
TPM adalah filosofi pemeliharaan yang berasal dari Jepang yang
dikembangkan berdasarkan konsep-konsep dan metodologi
Pemeliharaan Produktif. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh
Nippon Denso Co Ltd dari Jepang, sebuah perusahaan pemasok Toyota Motor Company pada tahun 1971. TPM adalah sebuah pendekatan inovatif yang mengoptimalkan keefektifan peralatan, meniadakan
gangguan dan mempromosikan pemeliharaan otonom oleh para operator
dalam kegiatan sehari-hari yang melibatkan keseluruhan pekerja
(Bhadury, 2000). Pendekatan strategis untuk meningkatkan kinerja
kegiatan pemeliharaan adalah dengan cara mengadaptasi dan
mengimplementasikan inisiatif-inisiatif TPM strategis dalam organisasi
manufaktur. TPM lebih mengfokuskan kegiatan pemeliharaan dan
menjadikannya sebagai bagian penting dari bisnis. Inisiatif TPM
diarahkan kepada peningkatan daya saing perusahaan yang dijabarkan
dengan pendekatan terstruktur yang kuat untuk mengubah pola pikir
karyawan sehingga membuat perubahan terlihat nyata dalam budaya
kerja perusahaan. TPM berusaha untuk melibatkan semua tingkat dan
peralatan yang ada dengan mengurangi tingkat kesalahan dan
kecelakaan. TPM adalah inisiatif manufaktur kelas dunia (World Class Manufacturing - WCM) yang bertujuan untuk mengoptimalkan keefektivitasan peralatan pabrik (Shirose, 1995). Dimana departemen
pemeliharaan secara tradisional adalah pusat dari pengelolaan program
pemeliharaan preventif (PM), disisi lain TPM merangkul pekerja dari
semua departemen dan tingkatan, dari pekerja pabrik hingga eksekutif
senior, dalam upaya memastikan pengoperasian peralatan yang
efektif.[3]
2.3 Elemen Dasar Pemesinan
Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi
geometrik suatu produk komponen mesin, salah satu atau beberapa jenis
proses pemesinan harus dipilih sebagai sesuatu proses atau urutan proses
yang digunakan untuk membuat benda kerja. Bagi suatu tingkat proses,
ukuran obyektif ditentukan dan pahat harus membuang sebagian material
benda kerja sampai ukuran obyektif tersebut tercapai. Hal ini dapat
dilaksanakan dengan cara menentukan penampang geram ( sebelum
terpotong). Selain itu, setelah berbagai aspek teknelogi ditinjau, kecepetan
pembuangan geram dapat dipilih supaya waktu pemotongan sesuai dengan
yang dikehendaki. Pekerjaan seperti ini akan ditemui dalam setiap
perencanaan proses pemesinan. Untuk itu perlu dipahami lima elemen dasar
proses pemesinan yaitu : [4] berdasarkan dimensi kerja benda kerja dan/atau pahat serta besaran dari
dipakai untuk menghitung setiap elemen proses pemesinan dapat berlainan.
Pertama – tama akan ditinjau proses pemesinan yang umum di kenal yaitu proses bubut. Ddengan memahami proses bubut dapatlah hal ini dipakai
sebagai acuan/referensi untuk membandingkannya dengan proses
pemesinan yang lain yaitu proses sekrap, proses gurdi, proses freis. Proses
pemesinan yang lain tidak perlu ditinjau karena mereka serupa. Untuk setiap
proses yang ditinjau akan diperkenalkan dua sudut pahat yang penting yaitu
sudut potong utama ( principal cutting edge angle ) dan sudut geram ( rake
angle ). Kedua sudut tesebut berpengaruh antara lain pada penampang geram, gaya pemotongan, serta umur pahat. Dengan memperhatikan dua
sudut ini pada setiap proses pemesinan yang ditinjau dapatlah disimpulkan
bahwa sesungguhnya semua proses pemesinan adalah serupa.[5]
2.4 Mengenal Proses Pemesinan
Proses pemesinan dengan menggunakan prinsip pemotongan
logam dibagi dalam tiga kelompok dasar, yaitu : proses pemotongan dengan
mesin pres, proses pemotongan konvensional dengan mesin perkakas, dan
proses pemotongan non konvensional. Proses pemotongan dengan
menggunakan mesin pres meliputi pengguntingan (shearing), pengepresan
(pressing) dan penarikan (drawing, elongating). Proses pemotongan konvensional dengan mesin perkakas meliputi proses bubut (turning), proses frais (milling), dan sekrap (shaping). Proses pemotongan non konvensional contohnya dengan mesin EDM (Electrical Discharge Machining) dan wire cutting. Proses pemotongan logam ini biasanya disebut proses pemesinan, yang dilakukan dengan cara membuang bagian
benda kerja yang tidak digunakan menjadi beram (chips), sehingga terbentuk benda kerja. Dari semua prinsip pemotongan di atas pada buku ini
akan dibahas tentang proses pemesinan dengan menggunakan mesin
perkakas. Proses pemesinan adalah proses yang paling banyak dilakukan
untuk menghasilkan suatu produk jadi yang berbahan baku logam.
Diperkirakan sekitar 60% sampai 80% dari seluruh proses pembuatan
2.4.1 Klasifikasi Proses Pemesinan
Proses pemesinan dilakukan dengan cara memotong bagian benda kerja yang tidak digunakan dengan menggunakan pahat
(cutting tool), sehingga terbentuk permukaan benda kerja menjadi komponen yang dikehendaki. Pahat yang digunakan pada satu jenis
mesin perkakas akan bergerak dengan gerakan yang relatif tertentu
(berputar atau bergeser) disesuaikan dengan bentuk benda kerja yang
akan dibuat.[5]
.
Gambar 2.1 Beberapa proses pemesinan
Pahat, dapat diklasifikasikan sebagai pahat bermata potong
tunggal (single point cutting tool) dan pahat bermata potong jamak (multiple point cutting tool). Pahat dapat melakukan gerak potong (cutting) dan gerak makan (feeding). Proses pemesinan dapat diklasifikasikan dalam dua klasifikasi besar yaitu proses pemesinan
untuk membentuk benda kerja silindris atau konis dengan benda
kerja/pahat berputar, dan proses pemesinan untuk membentuk benda
kerja permukaan datar tanpa memutar benda kerja. Klasifikasi yang
pertama meliputi proses bubut dan variasi proses yang dilakukan
Gambar 2.2. Proses bubut rata, bubut permukaan, dan bubut tirus
mesin frais (milling machine), mesin gerinda (grinding machine). Klasifikasi kedua meliputi proses sekrap (shaping, planing), proses slot (sloting), proses menggergaji (sawing), dan proses pemotongan roda gigi (gear cutting). Beberapa proses pemesinan tersebut ditampilkan pada Gambar 2.1[4]
2.5 Proses Pembubutan ( Turning )
Proses bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan
bagian-bagian mesin berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan
Mesin Bubut. Bentuk dasarnya dapat didefinisikan sebagai proses
pemesinan permukaan luar benda silindris atau bubut rata :
1. Dengan benda kerja yang berputar
2. Dengan satu pahat bermata potong tunggal (with a single-point cutting tool)
3. Dengan gerakan pahat sejajar terhadap sumbu benda kerja pada jarak
tertentu sehingga akan membuang permukaan luar benda kerja (lihat
Gambar 2.2 no. 1)
Proses bubut permukaan/surface turning ( Gambar 2.2 no.2 ) adalah proses bubut yang identik dengan proses bubut rata ,tetapi arah gerakan
pemakanan tegak lurus terhadap sumbu benda kerja. Proses bubut
bubut rata di atas, hanya jalannya pahat membentuk sudut tertentu terhadap
sumbu benda kerja. Demikian juga proses bubut kontur, dilakukan dengan
cara memvariasi kedalaman potong sehingga menghasilkan bentuk yang
diinginkan.[6]
Walaupun proses bubut secara khusus menggunakan pahat bermata
potong tunggal, tetapi proses bubut bermata potong jamak tetap termasuk
proses bubut juga, karena pada dasarnya setiap pahat bekerja sendiri-sendiri.
Selain itu proses pengaturannya (seting) pahatnya tetap dilakukan satu persatu. Gambar skematis mesin bubut dan bagian-bagiannya dijelaskan
pada gambar 2.3.
2.5.1 Parameter yang Dapat Diatur pada Proses Bubut
Tiga parameter utama pada setiap proses bubut adalah
kecepatan putar spindel (speed), gerak makan (feed) dan kedalaman potong (depth of cut). Faktor yang lain seperti bahan benda kerja dan jenis pahat sebenarnya juga memiliki pengaruh yang cukup besar,
tetapi tiga parameter di atas adalah bagian yang bisa diatur oleh
operator langsung pada mesin bubut.[4]
Kecepatan putar n (speed) selalu dihubungkan dengan spindel (sumbu utama) dan benda kerja. Karena kecepatan putar
diekspresikan sebagai putaran per menit (revolutions per minute, rpm), hal ini menggambarkan kecepatan putarannya. Akan tetapi
(Cutting speed atau V) atau kecepatan benda kerja dilalui oleh pahat/ keliling benda kerja (lihat Gambar 2.4)[4]
Gambar 2.4 Panjang permukaan benda kerja yang dilalui pahat setiap putaran
𝑉 = 1000 … … … ( 2.1 )𝜋𝑑𝑛
Dimana :
V = kecepatan potong; m/menit
d = diameter rata - rata benda kerja ;mm n = putaran benda kerja; putaran/menit
Dengan demikian kecepatan potong ditentukan oleh
diamater benda kerja. Selain kecepatan potong ditentukan oleh
diameter benda kerja faktor bahan benda kerja dan bahan pahat
sangat menentukan harga kecepatan potong. Pada dasarnya pada
waktu proses bubut kecepatan potong ditentukan berdasarkan bahan
benda kerja dan pahat. Harga kecepatan potong sudah tertentu,
misalnya untuk benda kerja Mild Steel dengan pahat dari HSS, kecepatan potongnya antara 20 sampai 30 m/menit.[4]
Gerak makan, f (feed) , adalah jarak yang ditempuh oleh pahat setiap benda kerja berputar satu kali (lihat Gambar 2.4.),
sehingga satuan f adalah mm/putaran. Gerak makan ditentukan
berdasarkan kekuatan mesin, material benda kerja, material pahat,
bentuk pahat, dan terutama kehalusan permukaan yang diinginkan.
f a
f a
Gerak makan biasanya ditentukan dalam hubungannya
dengan kedalaman potong a. Gerak makan tersebut berharga sekitar
1/3 sampai 1/20 a, atau sesuai dengan kehaluasan permukaan yang
dikehendaki.[4]
Kedalaman potong a (depth of cut), adalah tebal bagian benda kerja yang dibuang dari benda kerja, atau jarak antara
permukaan yang dipotong terhadap permukaan yang belum
terpotong (lihat Gambar 2.4). Ketika pahat memotong sedalam a ,
maka diameter benda kerja akan berkurung 2a, karena bagian
permukaan benda kerja yang dipotong ada di dua sisi, akibat dari
benda kerja yang berputar.[4]
Beberapa proses pemesinan selain proses bubut pada
Gambar 2.2 dapat dilakukan juga di mesin bubut proses pemesinan
yang lain, yaitu bubut dalam (internal turning), proses pembuatan Gambar 2.6. Proses pemesinan yang dapat dilakukan pada mesin
lubang dengan mata bor (drilling), proses memperbesar lubang (boring), pembuatan ulir (thread cutting), dan pembuatan alur (grooving/ parting-off). Proses tersebut dilakukan di mesin bubut dengan bantuan peralatan bantu agar proses pemesinan bisa
dilakukan (lihat Gambar 2.6).[4]
2.5.2 Geometri Pahat Bubut
Geometri pahat bubut terutama tergantung pada material
benda kerja dan material pahat. Terminologi standar ditunjukkan
pada Gambar 2.7. Untuk pahat bubut bermata potong tunggal, sudut
pahat yang paling pokok adalah sudut beram (rake angle), sudut bebas (clearance angle), dan sudut sisi potong (cutting edge angle). Sudut-sudut pahat HSS yang diasah dengan menggunakan mesin
gerinda pahat (Tool Grinder Machine).[4]
Sedangkan bila pahat tersebut adalah pahat sisipan yang
dipasang pada tempat pahatnya, geometri pahat dapat dilihat pada
Gambar 2.8. Selain geometri pahat tersebut pahat bubut bisa juga
diidentifikasikan berdasarkan letak sisi potong (cutting edge) yaitu Gambar 2.7. Geometri pahat bubut HSS (Pahat diasah dengan
pahat tangan kanan (Right- hand tools) dan pahat tangan kiri ( Left-hand tools), lihat Gambar 2.9.
Gambar 2.8. Geometri pahat bubut sisipan (insert)
Gambar 2.9. Pahat tangan kanan dan pahat tangan kiri
Pahat bubut di atas apabila digunakan untuk proses
membubut biasanya dipasang pada pemegang pahat (Tool holder). Pemegang pahat tersebut digunakan untuk memegang pahat dari
HSS dengan ujung pahat diusahakan sependek mungkin agar tidak
terjadi getaran pada waktu digunakan untuk membubut (lihat
Gambar 2.10). Selain bentuk pahat seperti di Gambar 2.10, ada juga
Gambar 2.10. Pemegang pahat HSS : (a) pahat alur, (b) pahat dalam, (c) pahat rata kanan, (d) pahat rata kiri, (e) pahat ulir
Pahat berbentuk sisipan tersebut harus dipasang pada
pemegang pahat yang sesuai. Bentuk pahat sisipan sudah
distandarkan oleh ISO. Standar ISO untuk pemegang pahat dapat
dilihat pada Lampiran.[4]
2.5.3 Perencanaan dan Perhitungan Proses Bubut
Elemen dasar proses bubut dapat dihitung dengan menggunakan rumus-rumus dan Gambar 2.12 berikut :
Gambar 2.11. Parameter Pemesinan
a Vf ,
put/min
do dm
lt
χr
Keterangan :
Benda kerja :
do = diameter mula ; mm dm = diameter akhir; mm lt = panjang pemotongan; mm Pahat :
χr = sudut potong utama
Mesin Bubut :
a = kedalaman potong, mm
f = gerak makan; mm/putaran
n = putaran poros utama; putaran/menit
Adapun parameter yang digunakan adalah:
1. Kecepatan potong (Cutting Speed)
Kecepatan potong biasanya dinyatakan dalam isitilah
m/menit, yaitu kecepatan dimana pahat melintasi benda kerja untuk
mendapatkan hasil yang paling baik pada kecepatan yang sesuai.
Kecepatan potong dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: kekerasan
dari bahan yang akan dipotong dan jenis alat potong yang
digunakan. Kecepatan potong harus disesuaikan dengan kecepatan
putaran spindel mesin bubut. Untuk keperluan ini digunakan
persamaan sebagai berikut: [8]
𝑉 = 𝜋. 𝑑. n
1000 … … … . . (2.2)
Dimana: V = Kecepatan Potong (m/menit)
d = Diameter rata - rata benda kerja (mm)
2. Kedalaman Pemotongan (Depth of Cut)
Kedalaman pemotongan adalah dalamnya masuk alat
potong menuju sumbu sumbu benda. Dalam proses pembubutan
depth of cut dapat diukur dengan menggunakan persamaan : [8]
a = (𝑑𝑜− 𝑑2 𝑚) … … … . . (2.3)
Dimana : do = Diameter mula (mm)
Dm = Diameter akhir (mm)
3. Feeding Speed
Feeding Speed adalah kecepatan makan dalam pemesinan mesin bubut (mm/min) [8]
v f = f . n… … … . . (2.4)
Dimana : f = Gerak makan (mm)
n = Putaran poros utama (benda kerja)
4. Material Removal Rate
Material Removal Rate adalah kecepatan penghasilan geram (cm3/min) [8]
Z = f . a . ν… … … . . (2.5)
Dimana : f = Gerak makan (mm)
a = Kedalaman potong (mm)
ν = Kecepatan potong(m/min) 5. Cutting Time
Cutting time adalah waktu pemotongan dalam pemesinan mesin bubut, yang dapat diukur dengan persamaan : [8]
tc = lt / ν f… … … . . (2.6)
Dimana : lt = Panjang permesinan (mm)
Perencanaan proses bubut tidak hanya menghitung elemen
dasar proses bubut, tetapi juga meliputi penentuan/pemilihan
material pahat berdasarkan material benda kerja, pemilihan mesin,
penentuan cara pencekaman, penentuan langkah kerja/ langkah
penyayatan dari awal benda kerja sampai terbentuk benda kerja jadi,
penentuan cara pengukuran dan alat ukur yang digunakan.[9]
2.5.4 Material Pahat
Pahat yang baik harus memiliki sifat-sifat tertentu, sehingga
nantinya dapat menghasilkan produk yang berkualitas baik dan
ekonomis. Kekerasan dan kekuatan dari pahat harus tetap ada pada
temperatur tinggi, sifat ini dinamakan Hot Hardness. Ketangguhan (Toughness) dari pahat diperlukan, sehingga pahat tidak akan pecah atau retak terutama pada saat melakukan pemotongan dengan beban
kejut. Ketahanan aus sangat dibutuhkan yaitu ketahanan pahat
melakukan pemotongan tanda terjadi keausan yang cepat.[4]
Gambar 2.12. (a) Kekerasan dari beberapa macam material pahat sebagi fungsi
dari temperatur, (b) jangkauan sifat material pahat
Penentuan material pahat didasarkan pada jenis material
benda kerja dan kondisi pemotongan (pengasaran, adanya beban
sampai dengan keramik dan intan. Sifat dari beberapa material pahat
ditunjukkan pada .
Material pahat dari baja karbon (baja dengan kandungan
karbon 1,05%) pada saat ini sudah jarang digunakan untuk proses
pemesinan, karena bahan ini tidak tahan panas (melunak pada suhu
300- 500 F). Baja karbon ini sekarang hanya digunakan untuk kikir,
bilah gergaji, dan pahat tangan[4]
Material pahat dari HSS (High Speed Steel) dapat dipilih jenis M atau T. Jenis M berarti pahat HSS yang mengandung unsur
Molibdenum, dan jenis T berarti pahat HSS yang mengandung unsur
Tungsten. Beberapa jenis HSS dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1. Jenis Pahat HSS
Jenis HSS Standart AISI
HSS Konvensional
Molibdenum HSS M1, M2, M7, M10
Tungsten HSS T1, T2
HSS Spesial
Cobald added HSS M33, M36, T4, T5, T6
High Vanadium HSS M3-1, M3-2, M4, T15
High Hardness Co HSS M41, M42, M43, M44, M45, M46
Cast HSS
Powdered HSS
Coated HSS
(Sumber : Widarto, dkk. 2008)
Pahat dari HSS biasanya dipilih jika pada proses pemesinan
sering terjadi beban kejut, atau proses pemesinan yang sering
dilakukan interupsi (terputus-putus). Hal tersebut misalnya
membubut benda segi empat menjadi silinder, membubut bahan
benda kerja hasil proses penuangan, membubut eksentris (proses
Pahat dari karbida dibagi dalam dua kelompok tergantung
penggunaannya. Bila digunakan untuk benda kerja besi tuang yang
tidak liat dinamakan cast iron cutting grade . Pahat jenis ini diberi kode huruf K dan kode warna merah. Apabila digunakan untuk
menyayat baja yang liat dinamakan steel cutting grade. Pahat jenis ini diberi kode huruf P dan kode warna biru. Selain kedua jenis
tersebut ada pahat karbida yang diberi kode huruf M, dan kode
warna kuning. Pahat karbida ini digunakan untuk menyayat berbagai
jenis baja, besi tuang dan non ferro yang mempunyai sifat
ketermesinan yang baik.[4]
2.5.5 Pemilihan mesin
Pertimbangan pemilihan mesin pada proses bubut adalah
berdasarkan dimensi benda kerja yang yang akan dikerjakan. Ketika
memilih mesin perlu dipertimbangkan kapasitas kerja mesin yang
meliputi diameter maksimal benda kerja yang bisa dikerjakan oleh
mesin, dan panjang benda kerja yang bisa dikerjakan. Ukuran mesin
bubut diketahui dari diameter benda kerja maksimal yang bisa
dikerjakan (Swing over the bed), dan panjang meja mesin bubut (Length of the bed). Panjang meja mesin bubut bukan berarti panjang maksimal benda kerja yang dikerjakan diantara dua senter.
Panjang maksimal benda kerja maksimal adalah panjang meja
dikurangi jarak yang digunakan kepala tetap dan kepala lepas.[4]
Beberapa jenis mesin bubut dari mesin bubut manual dengan
satu pahat sampai dengan mesin bubut CNC dapat dipilih untuk
proses pemesinan (Lihat Lampiran 1). Pemilihan mesin bubut yang
digunakan untuk proses pemesinan bisa juga dilakukan dengan cara
memilih mesin yang ada di bengkel (workshop). Dengan pertimbangan awal diameter maksimal benda kerja yang bisa
dikerjakan oleh mesin yang ada.
Setelah langkah pemilihan mesin tersebut di atas, dipilih juga
alat dan cara pencekaman/pemasangan benda kerja (Lihat Gambar
2.14). Pencekaman/pemegangan benda kerja pada mesin bubut bisa
digunakan beberapa cara. Cara yang pertama adalah benda kerja
tidak dicekam, yaitu menggunakan dua senter dan pembawa. Dalam
hal ini, benda kerja harus ada lubang senternya di kedua sisi
(Gambar 2.13). Cara kedua yaitu dengan menggunakan alat
pencekam (Gambar 2.14). Alat pencekam yang bisa digunakan
adalah :
collet, digunakan untuk mencekam benda kerja berbentuk
silindris dengan ukuran sesuai diameter collet. Pencekaman dengan
cara ini tidak akan meninggalkan bekas pada permukaan benda
kerja.
cekam rahang empat (untuk benda kerja tidak silindris) . Alat pencekam ini masing-masing rahangnya bisa diatur
sendiri-sendiri, sehingga mudah dalam mencekam benda kerja yang tidak
silindris.
Cekam rahang tiga (untuk benda silindris). Alat pencekam ini tiga buah rahangnya bergerak bersama-sama menuju sumbu
cekam apabila salah satu rahangnya digerakkan.
Face Plate, digunakan untuk menjepit benda kerja pada suatu permukaan plat dengan baut pengikat yang dipasang pada alur
T.
Pemilihan cara pencekaman tersebut di atas, sangat menentukan
hasil proses bubut. Pemilihan alat pencekam yang tepat akan
tiga ntuk mencekam benda kerja silindris yang relatif panjang,
hendaknya digunakan juga senter jalan yang dipasang pada kepala
lepas, agar benda kerja tidak tertekan
Penggunaan cekam rahang tiga atau cekam rahang empat,
apabila kurang hati-hati, akan menyebabkan permukaan benda kerja
terluka. Hal tersebut terjadi misalnya pada waktu proses bubut
dengan kedalaman potong yang besar, karena gaya pencekaman
tidak mampu menahan beban yang tinggi, sehingga benda kerja
tergelincir atau selip. Hal ini perlu diperhatikan terutama pada waktu
Spindel mesin bubut
collet
Cekam rahang empat
Cekam rahang tiga
Face plate
proses finishing , proses pemotongan ulir, dan proses pembuatan
alur. Beberapa contoh proses bubut, dengan cara pencekaman yang
berbeda-beda [4]
2.5.6 Penentuan langkah kerja
Langkah kerja dalam proses bubut meliputi persiapan bahan
benda kerja, setting mesin, pemasangan pahat, penentuan jenis
pemotongan (bubut lurus, permukaan, profil, alur, ulir), penentuan
kondisi pemotongan, perhitungan waktu pemotongan, dan
pemeriksaan hasil berdasarkan gambar kerja. Hal tersebut dikerjakan
untuk setiap tahap (jenis pahat tertentu).Bahan benda kerja yang
dipilih biasanya sudah ditentukan pada gambar kerja baik material
maupun dimensi awal benda kerja. Seting/ penyiapan mesin
dilakukan dengan cara memeriksa semua eretan mesin, putaran
spindel, posisi kepala lepas, alat pencekam benda kerja,
pemegangan pahat, dan posisi kepala lepas. Usahakan posisi sumbu
kerja kepala tetap (spindel) dengan kepala lepas pada satu garis
untuk pembubutan lurus, sehingga hasil pembubutan tidak tirus.
Gambar 2.15. Beberapa contoh proses bubut dengan cara
Pemasangan pahat dilakukan dengan cara menjepit pahat
pada rumah pahat (tool post). Usahakan bagian pahat yang menonjol tidak terlalu panjang, supaya tidak terjadi getaran pada pahat ketika
proses pemotongan dilakukan. Posisi ujung pahat harus pada sumbu
kerja mesin bubut, atau pada sumbu benda kerja yang dikerjakan.
Posisi ujung pahat yang terlalu rendah tidak direkomendasi, karena
menyebabkan benda kerja terangkat, dan proses pemotongan tidak
efektif (lihat Gambar 2.16)
Pahat bubut bisa dipasang pada tempat pahat tunggal, atau
pada tempat pahat yang berisi empat buah pahat (Quick change indexing square turret) . Apabila pengerjaan pembubutan hanya memerlukan satu macam pahat lebih baik digunakan tempat pahat
tunggal. Apabila pahat yang digunakan dalam proses pemesinan
lebih dari satu, misalnya pahat rata, pahat alur, pahat ulir, maka
sebaiknya digunakan tempat pahat yang bisa dipasang sampai empat
pahat. Pengaturannya sekaligus sebelum proses pembubutan,
sehingga proses penggantian pahat bisa dilakukan dengan cepat
(quick change).[4]
Gambar 2.16. Cara pemasangan pahat bubut : 1) Posisi ujung pahat pada sumbu benda kerja, 2) panjang pahat
2.6Algoritma Genetika 2.6.1 Sejarah
Sejarah perkembangan algoritma genetika (genetic algorithm) berawal pada tahun 1960-an ketika I. Rochenberg dalam
bukunya yang berjudul “Evolution Strategies” mengemukakan
tentang evolusi komputer (computer evolutionary) yang kemudian dikembangkan oleh John Holland pada tahun 1970-an. John Holland
menulis buku tentang algoritma genetika yang berjudul “Adaptation in Natural and Artificial System” yang diterbitkan pada tahun 1975.[10]
Algoritma genetika adalah teknik pencarian heuristic yang
didasarkan pada gagasan evolusi seleksi alam dan genetik. Algoritma
ini memanfaatkan proses seleksi alamiah yang dikenal proses
evolusi. Dalam proses evolusi, individu secara terus – menerus mengalami perubahan gen untuk menyesuaikan dengan
lingkungannya. Hanya individu – individu yang kuat yang mampu bertahan. Proses seleksi alamiah ini melibatkan perubahan gen yang
terjadi pada individu melalui proses perkembangbiakan. Proses
perkembangbiakan ini didasarkan pada analogi struktur genetic dan
prilaku kromosom dalam populasi individu dengan menggunakan
dasar sebagai berikut :[11]
Individu dalam populasi bersaing untuk sumber daya alam dan pasangannya
Mereka yang paling sukses di setiap kompetisi akan menghasilkan keturunan yang lebih baik dari pada individu – individu yang berkinerja buruk
Gen dari individu yang baik akan menyebar ke seluruh populasi sehingga dua orang tua yang baik kadang – kadang akan menghasilkan keturunan yang lebih baik dari orang tuanya
Setiap ada pergantian generasi maka generasi terbaru biasanya lebih cocok dengan lingkungan mereka. Dengan kata lain,
generasi baru ini menyesuaikan dengan keadaan lingkungan nya
2.6.2 Pemasalahan yang Membutuhkan Algoritma Genetika
Untuk dapat memanfaatkan algoritma genetika, kita harus
dapat menyadikan solusi dari masalah yang diberikan ke dalam
kromosom pada algoritma genetika dan membandingkan nilai
fitness-nya. Sebuah representasi algoritma genetika yang efektif dan nilai fitness yang bermakna adalah keberhasilan dalam aplikasi algoritma genetika. Ciri – ciri permasalahan yang membutuhkan algoritma genetika antara lain :[11]
Ruang pencarian sangat besar, kompleks, atau kurang dipahami.
Tidak ada pengetahuan yang memadai untuk menyederhanakan ruang pencarian yang sangat besar menjadi ruang pencarian
yang lebih sempit.
Tidak ada analisis matematis yang bias menangani ketika metode konvensional gagal menyelesaikan masalah yang
dihadapi.
Solusi yang dihasilkan tidak harus optimal, asal sudah memenuhi kriteria sudah bisa diterima.
Membutuhkan solusi real-time, yaitu solusi yang bisa didapatkan dengan cepat sehingga dapat diimplementasi untuk
permasalahan yang mempunyai perubahan yang cepat
Jika suatu permasalahan menggunakan fungsi optimasi yang linear atau tidak linear yang konstrain
2.6.3 Aplikasi Algoritma Genetika
Sejak pertama kali dirintis oleh John Holland, Algoritma
Genetika telah dipelajari, diteliti dan diaplikasikan secara luas pada
berbagai bidang. Algoritma Genetika banyak digunakan pada
masalah praktis yang berfokus pada pencarian parameter-parameter
yang optimal. Namun demikian, algoritma genetika juga dapat
digunakan untuk memecahkan masalah-masalah selain optimasi.
Selama suatu masalah berbentuk adaptasi (alami maupun buatan),
maka dapat diformulasikan dalam terminologi genetika.[12]
Algoritma genetik merupakan teknik search stochastic yang berdasarkan mekanisme seleksi alam dan genetika natural. Pada
algoritma genetika, teknik pencarian dilakukan sekaligus atas
sejumlah solusi yang mungkin dikenal dengan istilah populasi.
Setiap individu di dalam populasi disebut kromosom, yang
merepresentasikan suatu penyelesaian terhadap masalah yang
ditangani. Sebuah kromosom terdiri dari sebuah string yang berisi
berbagai simbol, dan biasanya, tetapi tidak mutlak, string tersebut
berupa sederetan bit-bit biner “0” dan “1”. Sebuah kromosom tumbuh atau berkembang biak melalui berbagai iterasi yang
berulang-ulang, dan disebut sebagai generasi. Pada setiap generasi,
berbagai kromosom yang dihasilkan akan dievaluasi menggunakan
suatu pengukuran fitness. Nilai fitness dari suatu kromosom akan
menunjukkan kualitas dari kromosom dalam populasi tersebut.
Generasi berikutnya dikenal dengan istilah anak (offspring)
terbentuk dari gabungan dua kromosom generasi sekarang yang
bertindak sebagai induk (parent) dengan menggunakan operator
kromosom dapat juga dimodifikasi dengan menggunakan operator
mutasi. Populasi generasi yang baru dibentuk dengan cara
menyeleksi nilai fitness dari kromosom induk (parent) dan nilai
fitness dari kromosom anak (offspring), serta menolak
kromosom-kromosom yang lainnya sehingga ukuran populasi (jumlah
kromosom dalam suatu populasi) konstan. Setelah melalui beberapa
generasi, maka algoritma ini akan konvergen ke kromosom
terbaik.[12]
Secara skematis, siklus algoritma genetika dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.18 Siklus algoritma genetika
2.7 Prosedur Algoritma Genetika
Untuk menggunakan Algoritma genetika, perlu dilakukan prosedur
sebagai berikut:[13]
1. Mendefinisikan individu, dimana individu menyatakan salah satu solusi
(penyelesaian) yang mungkin dari permasalahan yang diangkat.
2. Mendefinisikan nilai fitness, yang merupakan ukuran baik tidaknya sebuah individu atau baik tidaknya solusi yang didapatkan.
Populasi Awal Reproduksi
Crossover & Mutasi Seleksi
Individu
Evaluasi Fitness
3. Menentukan proses pembangkitan populasi awal. Hal ini biasanya
dilakukandengan menggunakan pembangkitan acak seperti random-walk. 4. Menentukan proses seleksi yang akan digunakan.
5. Menentukan proses pindah silang (crossover) dan mutasi gen yang akan digunakan.
2.7.1 Pengertian Individu
Individu merupakan salah satu solusi yang mungkin.
Individu bias dikatakan sama dengan kromosom, yang merupakan
kumpulan gen. Gen ini bisa biner, pecahan (float), dan kombinatorial. Beberapa definisi penting yang perlu diperhatikan
dalam mendefinisikan individu untuk membangun penyelesaian
permasalahan dengan Algoritma genetika adalah sebagai
berikut:[12]
1. Genotype (Gen), adalah sebuah nilai yang menyatakan satuan dasar yang membentuk suatu arti tertentu dalam satu kesatuan
gen yang dinamakan kromosom. Dalam Algoritma genetika,
gen ini bias bernilai biner, float, integer maupun karakter, atau kombinatorial.
2. Allele, adalah nilai dari gen.
3. Kromosom, adalah gabungan gen-gen yang membentuk nilai
tertentu.
4. Individu, adalah suatu nilai atau keadaan yang menyatakan salah
satu solusi yang mungkin dari permasalahan yang diangkat.
5. Populasi, adalah sekumpulan individu yang akan diproses
bersama dalam satu siklus proses evolusi.
6. Generasi, adalah satu siklus proses evolusi atau satu literasi
didalam Algoritma genetika.
Satu gen biasanya akan mewakili satu variabel. Gen dapat
direpresentasikan dalam bentuk bit, bilangan real, daftar aturan,
elemen permutasi, elemen program, atau representasi lainnya yang
dapat diimplementasikan untuk operator genetika. Dengan demikian,
String bit : 10011…
Array bilangan real : 65,65 ; -67,98 ; 77,34 dan seterusnya
Elemen permutasi : E2, E10, E5 dan seterusnya
Daftar aturan : R1, R2, R3 dan seterusnya
Elemen program : pemograman genetika
Struktur lainnya
Gambar 2.19 Ilustrasi representasi penyelesaian permasalahan dalam Algoritma
genetika
Misalnya didalam kasus Travelling Salesman Problem
(TSP). TSP merupakan salah satu ilmu dibidang menejemen untuk
mencari solusi jarak tempuh dan waktu tercepat dari beberapa
kota(W.R. Hamilton, 1832). Individu menyatakan jalur yang
ditempuh, dalam penentuan nilai maksimal dari F(x,y) individu
menyatakan nilai (x,y). Pada gambar 2.20 diilustrasikan dua
kemungkinan jalur yang ditempuh dalam TSP dan bagaimana
Gambar 2.20 Kemungkinan jalur dalam TSP dan representasi dalam individu
2.7.2 Teknik Penyandian (Pengkodean)
Teknik penyandian disini meliputi penyandian gen dari
kromosom. Gen merupakan bagian dari kromosom, dimana satu gen
biasanya akan mewakili satu variabel. Gen dapat direpresentasikan
dalam bentuk string bit, pohon, array bilangan real, daftar aturan,
elemen permutasi, elemen program dan lain-lain.
Contoh dari representasi kromosom antara lain sebagai
berikut :
1. String bit : 10011, 11101, dst
2. Bilangan Real : 65.65, 562.88, dst
3. Elemen Permutasi : E2, E10, dst
4. Daftar Aturan : R1, R2, R3, dst
5. Elemen Program : pemrograman genetika, dst
6. Struktur lainnya
Misalkan ingin dipecahkan masalah estimasi fungsi
produksi Cobb-Dauglas yaitu 𝑦 = 𝛽1𝐿𝛽2𝐾𝛽3 dengan sampel yang
ada untuk L dan K berapa nilai 𝛽1, 𝛽2, 𝛽3 dengan fungsi tujuan
meminimumkan least square atau memaksimumkan fungsi
likelihood. Persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan algoritma
genetika, yaitu ketiga parameter 𝛽1, 𝛽2, 𝛽3 dikodekan dalam
kromosom yang masing-masing berisi sejumlah gen yang
mengkodekan informasi yang disimpan di dalam kromosom.
Misalkan untuk memudahkan digunakan binary encoding dengan
𝛽1, 𝛽2, 𝛽3 dikodekan dengan 4 gen, sehingga diperoleh pengkodean
seperti berikut
Tabel 2.2 Skema Binary Encoding
Parameter 𝛽1 𝛽2 𝛽3
parameter dapat diperoleh dengan menggunakan formula berikut
𝛽 = 𝛼 + 𝛽𝑑𝑒𝑐∗2𝑏 − 𝑎𝑛 − 1
dimana n menyatakan banyaknya bit atau gen (dalam tabel
2.1 , setiap parameter memiliki empat 4 bit dan constraint 0 < 𝛽 <
1 ), sehingga diperoleh:
𝛽2 = 0 + 11 ∗21 − 04− 1 = 0.7333
𝛽2 = 0 + 14 ∗21 − 04− 1 = 0.9333
𝛽3 = 0 + 3 ∗21 − 04− 1 = 0.2
Setelah skema pengkodean ditentukan, algoritma genetika
diinisialisasi untuk sebuah populasi dengan N kromosom. Gen-gen
yang mengisi masing-masing kromosom dibangkitkan secara
random. Masing- masing kromosom akan dikodekan menjadi
individu dengan nilai fitness tertentu, dan kemudian sebuah
populasi baru akan dibentuk dengan menggunakan mekanisme
seleksi alamiah, yaitu memilih individu- individu secara
proporsional terhadap nilai fitnessnya, dan genetika alamiah, yakni
populasi yang disebut generational replacement, artinya, N kromosom dari suatu generasi digantikan sekaligus oleh N
kromosom baru hasil pindah silang dan mutasi.[12]
2.7.3 Prosedur Inisialisasi (Membangkitkan Populasi Awal)
Membangkitkan populasi awal adalah membangkitkan
sejumlah individu secara acak atau melalui prosedur tertentu.
Ukuran populasi tergantung pada masalah yang akan dipecahkan dan
jenis operator genetika yang akan diimplementasikan. Setelah
ukuran populasi ditentukan, kemudian harus dilakukan inisialisasi
terhadap kromosom yang terdapat pada populasi tersebut. Inisialisasi
kromosom dilakukan secara acak, namun demikian harus tetap
memperhatikan domain solusi dan kendala permasalahan yang ada.
Teknik dalam membangkitkan populasi awal ini ada
beberapa macam, diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Random Generator
Inti dari cara ini adalah melibatkan pembangkitan bilangan random
untuk nilai setiap gen sesuai dengan representasi kromosom yang
digunakan. Gen nantinya berisi pembulatan dari bilangan random
yang dibangkitkan sebanyak Nipop (jumlah populasi) x Nbits (jumlah
gen dalam tiap kromosom)
2) Pendekatan tertentu ( memasukan nilai tertentu kedalam gen )
Cara ini adalah dengan memasukan nilai tertentu kedalam gen dari
populasi awal yang dibentuk.
3) Permutasi gen
Salah satu cara dari pembangkitan populasi awal dengan permutasi
gen adalah penggunaan permutasi Josephus dalam permasalahan
kombinatorial seperti travelling salesmen problem (TSP).[12]
2.7.4 Evaluasi Nilai Fitness
Ada tiga langkah dalam proses mengevaluasi nilai fitness
kromosom, yaitu:
2. Mengevaluasi fungsi objektif
3. Mengganti nilai dari fungsi objektif menjadi nilai fitness. Agar
nilai fitness selalu bernilai positif, maka nilai fitness dari setiap
kromosom sama dengan memaksimumkan objektif dikurangi
objektif yang telah dievaluasi untuk setiap kromosom dalam
populasi.
Suatu individu dievaluasi berdasarkan suatu fungsi tertentu
sebagai ukuran performansinya. Di dalam evolusi alam, individu
yang bernilai fitness tinggi yang akan bertahan hidup, sedangkan
individu yang bernilai fitness rendah akan mati. Pada masalah
optimasi dalam tugas ini, solusi yang akan dicari adalah
memaksimumkan sebuah fungsi likelihood dan meminimumkan
least square fungsi produksi Cobb-Dauglas dan fungsi produksi
CES.[12]
2.7.5 Seleksi Orang Tua
Pemilihan dua buah kromosom yang dijadikan induk atau
sebagai orang tua dilakukan secara proporsional sesuai dengan
dengan nilai fitness-nya. Masing-masing individu dalam suatu
wadah seleksi akan menerima probabilitas reproduksi yang
tergantung dari nilai objektif dirinya sendiri terhadap nilai objektif
dari semua individu dalam wadah seleksi tersebut. Nilai fitness
inilah yang nantinya akan digunakan pada tahap seleksi berikutnya.
Terdapat beberapa metode seleksi orang tua, antara lain
sebagai berikut:
1. Rank-based fitness assignment
Pada Rank-based fitness, populasi diurutkan menurut nilai
objektifnya. Nilai fitness dari tiap-tiap individu hanya
tergantung pada posisi individu tersebut dalam urutan, dan
tidak dipengaruhi oleh nilai objektifnya.
2. Roulette wheel selection
Metode seleksi roda roulette ini merupakan metode yang
paling sederhana serta paling banyak digunakan, dan sering
juga dikenal dengan nama stochastic sampling with
dalam suatu segmen garis secara beraturan sedemikian hingga
tiap-tiap segmen individu memiliki ukuran yang sama dengan
dengan ukuran fitnessnya. Sebuah bilangan random akan
dibangkitkan dan individu yang memiliki segmen dalam
kawasan bilangan random tersebut akan diseleksi. Proses ini
diulang hingga diperoleh sejumlah individu yang diharapkan.
Skema dengan seleksi roda roulette ini adalah berdasarkan
fitness scale (skala fitness). Terpilihnya suatu kromosom
dalam populasi untuk dapat berkembang biak sebanding
dengan fitness-nya. Tradeoff antara eksplorasi dan eksploitasi
terjadi jika terdapat satu atau sekelompok kecil kromosom
yang mempunyai fitness yang baik, yaitu mengeksplorasi
bagian-bagian baru dalam ruang pencarian, atau terus
mengeksploitasi informasi yang telah diperoleh.
Kecenderungan kromosom yang baik untuk terpelihara terus
dapat membawa ke hasil optimum lokal atau konvergensi dini
(premature convergence) ke suatu hasil yang bukan optimum
global. Namun demikian, jika semua kromosom dalam
populasi mempunyai fitness yang hampir sama, maka seleksi
ini akan menjadi seleksi yang bersifat acak.
3. Stochastic universal sampling
Stochastic universal sampling memiliki nilai bias nol dan
penyebaran yang minimum. Pada metode ini,
individu-individu dipetakan dalam suatu segmen garis secara berurutan
sedemikian hingga tiap-tiap segmen individu memiliki ukuran
yang sama dengan ukuran fitness-nya seperti halnya pada
seleksi roda roulette, dan diberikan sejumlah pointer sebanyak
individu yang diseleksi di garis tersebut. Andaikan N adalah
jumlah individu, dan posisi pointer pertama diberikan secara
acak pada range [1, 1/N].
4. Seleksi lokal (Local selection)
Pada seleksi lokal setiap individu yang berada di dalam
constraint tertentu disebut dengan nama lingkungan lokal.
Interaksi antar individu hanya dilakukan dalam wilayah
tersebut. Lingkungan tersebut ditetapkan sebagai struktur
dimana populasi tersebut terdistribusi. Lingkungan tersebut
juga dipandang sebagai sekelompok pasangan-pasangan yang
potensial. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah
menyeleksi separuh pertama dari populasi yang berpasangan
secara random, kemudian lingkungan baru tersebut diberikan
pada setiap individu yang terseleksi. Jarak antara individu
dengan struktur tersebut akan sangat menentukan ukuran
lingkungan. Individu yang terdapat dalam lingkungan dengan
ukuran yang lebih kecil, akan lebih terisolasi dibandingkan
dengan individu yang terletak pada lingkungan dengan ukuran
yang lebih besar.
5. Seleksi dengan pemotongan (Truncation selection)
Seleksi dengan pemotongan ini lebih berkesan sebagai seleksi
buatan dan biasanya digunakan oleh populasi yang jumlahnya
sangat besar. Pada metode ini, individu-individu yang terbaik
saja yang akan diseleksi sebagai induk. Parameter yang
digunakan dalam metode ini adalah suatu nilai ambang trunc
sebagai induk yang berkisar antara 50% -10%.
Individu-individu yang ada di bawah nilai ambang ini tidak akan
menghasilkan keturunan.
6. Seleksi dengan turnamen (Tournament selection)
Pada metode seleksi dengan turnamen ini akan ditetapkan
suatu nilai tour untuk individu-individu yang dipilh secara
acak (random) dari suatu populasi. Individu-indiidu yang
terbaik dalam kelompok ini akan diseleksi sebagai induk.
Parameter yang digunakan pada metode ini adalah ukuran tour
yang bernilai antara 2 sampai N (jumlah individu dalam suatu
populasi).
Dari berbagai jenis seleksi tersebut, Umumnya jenis seleksi
pada roda roulette paling sering digunakan, terkadang juga metode
rangking dan turnamen. Yang perlu diperhatikan dalam seleksi
adalah prinsip elitism, yang dilakukan dalam sekali seleksi untuk
update generasi, biasanya digunakan steady-state update. Jadi tujuan
utama dari elitism ini adlah untuk menjaga agar individu-individu
yang bernilai fitness tertinggi tidak hilang selama proses evolusi,
maka perlu dibuat kopiannya.[12]
2.7.6 Rekombinasi
Algoritma genetika merupakan proses pencarian yang
heuristic dan acak sehingga penekanan pemilihan operator yang
digunakan sangat menentukan keberhasilan algoritma genetika
dalam menemukan solusi optimum suatu masalah yang diberikan.
Hal yang harus diperhatikan adalah menghindari terjadinya
konvergensi prematur, dimana dicapai solusi optimum yang belum
waktunya, dalam arti bahwa solusi yang diperoleh adalah hasil
optimum lokal.[12]
Terdapat dua operator genetika untuk melakukan
rekombinasi, yaitu:
1. Rekombinasi bernilai real
(i) Rekombinasi diskrit
Rekombinasi diskrit akan menukar nilai variabel antar
kromosom induk. Misalkan ada 2 individu dengan 3 variabel,
yaitu:
Induk 1 : 12 25 5
Induk 2 : 123 4 34
Untuk tiap-tiap variabel induk yang menyumbangkan
variabelnya ke anak yang dipilih secara random dengan
probabilitas yang sama
sampel 1 : 2 2 1
sampel 2 : 1 2 1
Setelah rekombinasi, kromosom-kromosom baru yang
terbentuk yaitu :
Anak 1 : 123 4 5
Anak 2 : 12 4 5
Rekombinasi diskrit dapat digunakan untuk sembarang variabel
(biner, real, atau simbol).
(ii) Rekombinasi intermediate (menengah)
Rekombinasi intermediate hanya dapat digunakan untuk
variabel real (dan variabel yang bukan biner).
Anak dihasilkan menurut aturan sebagai berikut :
Anak = induk 1 + alpha (induk 2 –induk 1)
Dengan alpha adalah faktor skala yang dipilih secara random
pada interval [-d, 1+d], biasanya d=0,25. Tiap-tiap variabel pada
anak merupakan hasil kombinasi variabel-variabel menurut
aturan di atas dengan nilai alpha dipilih ulang untuk tiap
variabel. Misalkan ada 2 individu dengan 3 variabel, yaitu:
Induk 1 : 12 25 5
Induk 2 : 123 4 34
Misalkan nilai alpha yang terpilih :
sampel 1 : 0,5 1,1 -0,1
sampel 2 : 0,1 0,8 0,5
Setelah rekombinasi, kromosom-kromosom baru yang terbentuk
Anak 1 : 67,5 1,9 2,1
Anak 2 : 23,1 8,2 19,5
(iii) Rekombinasi Garis
Pada dasarnya rekombinasi garis ini hampir sama dengan
rekombinasi menengah, hanya saja nilai alpha untuk semua
variabel adalah sama. Misalkan ada 2 kromosom dengan 3
variabel:
induk1 : 12 25 5
induk2 : 123 4 34
untuk tiap-tiap variabel induk yang menyumbangkan
variabelnya ke anak dipilih secara random dengan probabilitas
yang sama
sample 1 : 0,5
sample 2 : 0,1
setelah rekombinasi kromosom-kromosom baru yang terbentuk
adalah:
anak1: 67,5 14,5 19,5
anak2: 23,1 22,9 7,9
2. Rekombinasi bernilai biner atau penyilangan (Crossover)
Crossover melibatkan dua induk untuk membentuk
kromosom baru. Pindah silang menghasilkan titik baru dalam
ruang pencarian untuk siap diuji. Proses crossover dilakukan
pada setiap individu dengan probabilitas crossover (Pc) yang
ditentukan secara acak dalam rentang (0,1).
Terdapat beberapa metode cross-over, yaitu:
(i) Penyilangan satu titik (single-point Crossover)
Pada penyilangan satu titik, posisi penyilangan k (k=1,2,…,N-1) dengan panjang kromosom (N) diseleksi secara random.
Variabel-variabel ditukar antar kromosom pada titik tersebut
untukmenghasilkan anak. Misalkan ada2 kromosom dengan
panjang 12 :
Induk 1 : 0 1 1 1 0 | 0 1 0 1 1 1 0
Posisi menyilang yang terpilih acak : misalkan setelah bit ke-5.
Setelah dilakukan penyilangan, diperoleh kromosom-kromosom
baru:
Anak 1 : 0 1 1 1 0 | 0 0 0 1 1 0 1
Anak 2 : 1 1 0 1 0 | 0 1 0 1 1 1 0
(ii) Penyilangan dua titik (two-point Crossover)
Penyilangan ini menentukan dua titik secara acak sebagai batas
untuk menukar 2 kromosom induk yang berada diantaranya
untuk menghasilkan 2 individu yang baru. Misalkan ada 2
kromosom dengan panjang kromosom 10
Induk 1 : 110 │ 000 │ 1100 Induk 2 : 100 │ 100 │ 1011
Posisi menyilang yang terpilih acak : misalkan setelah bit ke-3
dan ke-6, maka setelah dilakukan penyilangan diperoleh
kromosom baru :
Anak 1 : 110 │ 100 │ 1100 Anak 2 : 100 │ 000 │ 1011
(iii) Penyilangan banyak titik (multi-point Crossover)
Pada penyilangan ini, jumlah titik posisi penyilangan,
(k=1,2,…,N-1,i=1,2,…,m) dengan panjang kromosom (N) diseleksi secara random dan tidak diperbolehkan ada posisi
yang sama, serta diurutkan naik. Variabel-variabel ditukar
antar kromosom pada titik tersebut untuk menghasilkan anak.
Misalkan ada 2 kromosom dengan panjang 12 :
Induk 1 : 011100101110
Induk 2 : 110100001101
Posisi penyilangan yang terpilih adalah setelah bit ke- 2, 6, dan
10. Setelah penyilangan, diperoleh kromosom-kromosom baru
:
anak 1 : 01 │ 0100 │ 1011 │01 anak 2 : 11 │ 1100 │ 0011 │10
(iv) Penyilangan seragam (uniform Crossover)
Pada penyilangan seragam, setiap lokasi memiliki potensi
sepanjang panjang kromosom secara random yang menunjukan
Setelah penyilangan, diperoleh kromosom-kromosom baru :
anak 1 : 010100001100
anak 2 : 111100101111
(v) Penyilangan dengan permutasi (permutation Crossover)
Dengan teknik permutasi ini, kromosom-kromosom anak
diperoleh dengan cara memilih sub-barisan suautu tour dari
satu induk dengan tetap menjaga urutan dan posisi sejumlah
Dari sini diperoleh hasil pemetaan :
1-4, 8-5, 7-6, 6-7.
Kemudian copy sisa gen di induk-1 ke anak-1 dengan
menggunakan pemetaan yang sudah ada.
Anak 1 : ( 1-4 2 3 │ 1 8 7 6 │ 8-5 9 )
Anak 2 : ( 4 2 3 │ 1 8 7 6 │ 5 9 )
Lakukan hal yang sama untuk anak-2
Secara skematis proses cross-over dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 2.22 Proses Cross-over
2.7.7 Mutasi
Mutasi merupakan proses untuk mengubah nilai dari satu
atau beberapa gen dalam suatu kromosom. Operasi crossover yang
dilakukan pada kromosom dengan tujuan untuk memperoleh
kromosom-kromosom baru sebagai kandidat solusi pada generasi
mendatang dengan fitness yang lebih baik, dan lama-kelamaan
menuju solusi optimum yang diinginkan. Akan tetapi, untuk
mencapai hal ini, penekanan selektif juga memegang peranan yang
start
Induk 1 Induk 2
r = random (0,1)
r =1,2,3, … ukuran populasi Tidak di crossover
Lakukan crossover
< Pc
r = ukuran populasi
finish ya
ya
penting. Jika dalam proses pemilihan kromosom-kromosom
cenderung terus pada kromosom yang memiliki fitness yang tinggi
saja, konvergensi prematur akan sangat mudah terjadi.
Terdapat beberapa jenis mutasi, yaitu:[12]
1. Mutasi dalam pengkodean Biner
Mutasi pada pengkodean biner merupakan operasi yang
sangat sederhana. Proses yang dilakukan adalah menginversi
nilai bit pada posisi tertentu yang dipilih secara acak (atau
menggunakan skema tertentu) pada kromosom, yang disebut
dengan inverse bit.
2. Mutasi dalam pengkodean Permutasi
Proses mutasi yang dilakukan dalam pengkodean biner
dengan mengubah langsung bit-bit pada kromosom tidak dapat
dilakukan pada pengkodean permutasi karena konsistensi urutan
permutasi harus diperhatikan. Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan memilih dua posisi (locus) dari
kromosom dan kemudian nilainya saling dipertukarkan.
3. Mutasi dalam pengkodean nilai
Pada pengkodean nilai hampir sama dengan yang
dilakukan pada pengkodean biner, tetapi yang dilakukan bukan
menginversikan nilai bit, serta penerapannya tergantung pada
jenis nilai yang akan digunakan. Sebagai contoh, untuk nilai riil
proses mutasi dapat dilakukan seperti yang dilakukan pada
pengkodean permutasi, dengan saling mempertukarkan nilai dua
gen pada kromosom. Namun demikian, cara ini tidak menjamin
adanya perbedaan pada populasi sehingga semua kromosom
dapat dengan mudah mempunyai nilai yang sama, dan justru
mempercepat terjadinya konvergensi prematur. Cara lain yang
lebih baik adalah dengan memilih sembarang posisi gen pada
kromosom. Nilai yang ada tersebut kemudian ditambahkan atau
acak. Cara ini juga berlaku untuk pengkodean dengan bilangan
bulat (cara mutasi lain yang relevan juga dapat digunakan).
4. Mutasi dalam pengkodean pohon
Dalam metode ini dapat dilakukan dengan cara mengubah
operator (+, -, *, /) atau nilai yang terkandung pada suatu vertex
pohon yang dipilih, atau dengan memilih dua verteks pohon dan
saling mempertukarkan operator atau nilainya
skematis proses mutasi dapat digambarkan sebagai
berikut
Gambar 2.23 Proses Mutasi
start
Individu
Gen (r) tidak dimutasi Gen (r) dimutasi
< Pm
?
finish ya
ya tidak
r = random (0,1)
r =1,2,3, …(jumlah bit x ukuran populasi
2.7.8 Elitism
Proses seleksi dilakukan secara random sehingga tidak ada
jaminan bahwa suatu indvidu yang bernilai fitness tertinggi akan selalu terpilih. Walaupun individu bernilai fitness tertinggi terpilih, mungkin saja individu tersebut akan rusak (nilai fitnessnya menurun)
karena proses pindah silang. Oleh karena itu, untuk menjaga agar
individu bernilai fitness tertinggi tersebut tidak hilang selama
evolusi, maka perlu dibuat satu atau beberapa kopinya. Prosedur ini
dikenal sebagai elitisme.tetapi didalam optimasi ini elitisme tidak
dipakai karena menggunakan algortima genetika standar.[12]
2.7.9 Evaluasi Tingkat Keseragaman Unsur Kromosom
Generasi terbaik pada dasarnya adalah representasi hasil nilai
optimasi fungsi objektif. Generasi ini akan ditunjukkan dengan
memiliki tingkat keseragaman kromosom yang tinggi untuk semua
populasi yang ada. Jika proses evolusi terus berlangsung dan telah
dibuktikan bahwa secara matematis proses dalam algoritma genetika
akan menghasilkan generasi terbaik yang memiliki fitness yang
tinggi, maka bisa diduga bahwa generasi tersebut akan memiliki
tingkat keseragaman unsur kromosom yang tinggi. Karena hanya
populasi yang memiliki sifat - sifat yang fit dengan objective
function saja yang dapat survive dan berkembang biak. Semakin
tinggi tingkat keseragaman menunjukkan bahwa populasi dalam
suatu generasi memililki sifat serupa, yang ditunjukkan dengan
susunan gen dalam kromosomnya mirip pada seluruh populasi yang
ada.[12]
2.8.Editor Algoritma Genetika di Matlab
Matlab menyediakan toolbox untuk mengelola suatu optimasi dengan menggunakan Algoritma Genetik. Ada dua cara yaitu dengan
menjadi script m-file. Untuk membuka toolbox dapat dilakukan dengan
mengetik “optimtool ‘ga’ “ pada command window. Atau dengan mengklik “ Start – Toolboxes –OptimizationTool ” pada Matlab.[14]