• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Posyandu 2.2.1 Definisi Posyandu - Analisis Kunjungan Balita Ke Posyandu Di Kecamatan Sei Balai Kabupaten Batu Bara Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Posyandu 2.2.1 Definisi Posyandu - Analisis Kunjungan Balita Ke Posyandu Di Kecamatan Sei Balai Kabupaten Batu Bara Tahun 2012"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Posyandu

2.2.1 Definisi Posyandu

Posyandu merupakan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang

dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam

penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan

memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan

dasar untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi

(Kemenkes RI, 2011b).

Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih tekhnologi dan pelayanan

kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis

dalam mengembangkan sumber daya manusia sejak dini (Runjati, 2011).

Posyandu adalah satu bentuk upaya kesehatan yang bersumber daya

masyarakat yang merupakan wujud nyata peran serta masyarakat dalam

pembangunan kesehatan. Pengembangan posyandu merupakan strategi tepat untuk

melakukan pembinaan kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Depkes RI,

2006).

2.1.2 Tujuan Posyandu

Sejalan dengan perkembangan paradigma pembangunan, telah ditetapkan arah

(2)

Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014 Bidang Kesehatan. Kondisi pembangunan

kesehatan diharapkan telah mampudmewujudkan kesejahteraan masyarakat yang

ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator pembangunan Sumber Daya

Manusia dengan tetap lebih mengutamakan pada upaya preventif, promotif serta

pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam bidang kesehatan. Salah satu bentuk

upaya pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah menumbuhkembangkan

Posyandu.Maka tujuan posyandu disusun sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Menunjang percepatan angka kematian Ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB)

dan angka kematian anak balita (AKABA) di Indonesia melalui upaya

pemberdayaan masyarakat (Kemenkes RI, 2011b)

2. Tujuan Khusus

a. Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelengaraan upaya pelayanan

kesehatan dasar terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan

AKABA.

b. Meningkatnya peran lintas sektor dalam penyelengaraan posyandu terutama

yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA.

c. Meningkatnya cakupan dan jangkauan kemampuan pelayanan kesehatan

dasar terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA

(3)

2.1.3 Manfaat Posyandu A. Bagi Masyarakat

a. Memperoleh kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi dan

pelayanan kesehatan dasar terutama berkaitan dengan penurunan AKI, AKB

dan AKABA

b. Memperoleh layanan secara professional terutama pemecahan masalah

kesehatan terutama terkait kesehatan ibu dan anak

c. Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar terpadu dan

pelayanan dasar sosial setor lain terkait (Kemenkes RI, 2011).

Posyandu memiliki banyak manfaat untuk masyarakat, diantaranya :

1. Mendukung perbaikan perilaku, keadaan gizi dan kesehatan keluarga sehingga :

a. Keluarga menimbang balitanya setiap bulan agar terpantau pertumbuhannya.

b. Bayi 6-11 bulan memperoleh 1 kapsul vitamin A warna biru (100.000 SI)

c. Anak 12-59 bulan memperoleh kapsul vitamin A warna merah (200.000 SI)

setiap enam bulan (Februari dan Agustus)

d. Bayi umur 0-11 bulan memperoleh imunisas memperoleh imunisasi Hepatitis

B 4 kali, BCG 1 kali, Polio 4 Kali, DPT 3 kali dan campak 1 kali

e. Bayi diberi ASI saja sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI Eksklusif )

f. Bayi mulai umur 6 bulan diberikan makanan pendamping ASI.

g. Pemberian ASI dilanjutkan sampai umur dua tahun atau lebih

h. Bayi/ anak yang diare segera berikan :

(4)

- Makanan seperti biasa

- Larutan oralit dan minum air lebih banyak

i. Ibu hamil minum 1 tablet tambah darah setiap hari

j. Ibu hamil mau meriksakan diri secara teratur dan mau melahirkan ditolong

oleh tenaga kesehatan

k. Ibu hamil dan wanita usia subur (WUS) mendapat imunisasi tetanus toxoid

(TT) setelah melalui penapisan TT

l. Setelah melahirkan ibu segera melaksanakan IMD

m. Ibu hamil minum 2 kapsul vitamin A warna merah (200.000 SI)

n. Ibu hamil, ibu nifas dan menyusui makan hidangan bergizi lebih banyak saat

sebelum hamil

o. Keluarga menggunakan garam beryodium setiap kali memasak

p. Keluarga mengkonsumsi pangan/makanan beragam, bergizi dan seimbang

q. Keluarga memanfaatkan pekarangan sebagai warung hidup, meningkatkan

gizi keluarga

Dengan melaksakan perilaku diatas maka diharapkan :

a. Balita naik berat badannya setiap bulan

b. Balita tidak menderita kekurangan gizi

c. Bayi terlindung dari penyakit berbahaya yang dapat dicegah dengan imunisasi

d. Ibu hamil tidak menderita kurang darah

e. Bayi lahir tidak menderita GAKY

(5)

g. WUS tidak menderita kurang energi kronis

h. Masyarakat semakin menyadari pentingnya gizi dan kesehatan

i. Menurunkan jumlah kematian ibu dan balita

2. Mendukung perilaku hidup bersih dan sehat

3. Mendukung pencegahan penyakit yang berbasis lingkungan dan penyakit yang

dapat dicegah dengan imunisasi

4. Mendukung pelayanan keluarga berencana sehingga PUS menjadi peserta KB dan

dapat memilih alat kontrasepsi jangka pendek atau jangka panjang yang cocok

dan tepat penggunaanya.

5. Mendukung pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam penganekaragaman

pangan melalui pemanfataan pekarangan untuk memotivasi kelompok dasa wisma

berperan aktif (Kemenkes RI, 2011a).

B. Bagi Kader, Pengurus Posyandu dan Tokoh Masyarakat

a. Mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang upaya kesehatan yang terkait

dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA.

b. Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat

menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI, AKB dan

AKABA (Kemenkes RI, 2011b).

C. Bagi Puskesmas

a. Optimalisasi fungsi puskesmas sebagai penggerak pembangunan berwawasan

(6)

perseorangan primer dan pusat pelayanan kesehatan kesehatan masyarakat

primer.

b. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah

kesehatan sesuai kondisi setempat.

c. Mendekatkan akses pelayanan kesehatan dasar pada masyarakat.

D. Bagi Sektor Lain

a. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah

kesehatan dan sosial dasar lainnya, terutama terkait dengan penurunan AKI,

AKB dan AKABA sesuai kondisi setempat.

b. Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai

tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing sektor.

2.1.4 Sasaran Pelaksanaan Posyandu

Sasarannya antara lain adalah seluruh masyarakat/keluarga utamanya adalah

bayi baru lahir, balita, ibu hami, ibu menyusui, Pasangan Usia Subur (PUS)

(Kemenkes RI, 2011b).

2.1.5. Persyaratan Pendirian Posyandu

Menurut Runjati (2011) untuk mendirikan Posyandu mempunyai persyaratan

antara lain yaitu :

a. Penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 orang balita.

b. Terdiri dari 120 kepala keluarga.

(7)

d. Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam satu tempat atau

kelompok tidak terlalu jauh.

2.1.6 Lokasi/Letak Posyandu

Menurut Runjati (2011) mempunyai kriteria sebagai berikut yaitu :

a. Berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat.

b. Ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.

c. Dapat merupakan lokal tersendiri.

d. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan dirumah penduduk, balai

rakyat, pos RT/RW atau pos lainnya.

2.1.7 Kegiatan Utama Posyandu

Kegiatan di posyandu seperti yang dijelaskan oleh Kemenkes RI (2011a)

meliputi kegiatan pemantauan tumbuh kembang balita, pelayanan kesehatan ibu dan

anak seperti : imunisasi untuk pencegahan penyakit, penanggulangan diare, pelayanan

KB, penyuluhan dan konseling, rujukan konseling bila diperlukan.

Kegiatan posyandu dilaksanakan oleh kader yang difasilitasi petugas dengan

kegiatan :

a. Persiapan Pelaksanaan Posyandu

1. Menyebarluaskan hari buka posyandu melalui pertemuan warga setempat

(majelis taklim, kebaktian, pertemuan keagamaan lainnya, arisan dan lain

lain)

Kader dapat mengajak sasaran untuk datang ke posyandu dengan bantuan

(8)

ibadah dapat dijadikan sarana untuk menyebarluaskan informasi hari buka

posyandu

2. Mempersiapkan tempat pelaksanaan posyandu

3. Mempersiapkan sarana posyandu

Kebutuhan sarana berupa KMS/Buku KIA, alat timbang (dacin dan sarung).

Pita LILA, obat gizi (kapsul vitamin A, tablet tambah darah, oralit), alat bantu

penyuluhan, buku pencatatan dan pelaporan lainnya.

4. Melakukan pembagian tugas antar kader

Pembagian tugas dilakukan sesuai dengan langkah kegiatan yang dilakukan

seperti pendaftaran, pencatatan, penyuluhan dan pelayanan yang dapat

dilakukan oleh kader.

5. Kader berkoordinasi dengan petugas kesehatan dan petugas lainnya

Kader berkoordinasi dengan petugas kesehatan lainnya terkait dengan sasaran,

tindak lanjut, dari kegiatan posyandu dan rencana kegiatan berikutnya.

6. Mempersiapkan bahan PMT penyuluhan

b. Pelaksanaan Posyandu

1. Pendaftraran

- Pendaftaran balita

- Pendafataran ibu hamil

- Pendaftaran PUS

2. Penimbangan

(9)

- Menimbang balita

- Pengukuran LILA pada ibu hamil dan WUS

3. Pencatatan

- Balita

Pada penimbangan pertama, mengisi kolom identitas yang tersedia pada

KMS/buku KIA, mencantumkan bulan lahir dan bulan penimbangan anak,

hasil penimbangan di catat dan buat garis pertumbuhanan anak, catat

kejadian yang dialami anak daalam KMS dan menyalin semua data dalam

SIP

- Ibu hamil

hasil penimbangan berat badan dan pengukuran LILA ibu hamil dicatat

dalam buku KIA dan register ibu hamil (SIP)

- PUS/WUS

Hasil pengukuran LILA pada WUS dicatat pada register PUS/WUS

4. Penyuluhan

- Penyuluhan pada balita

Penyuluhan pada balita didasarkan pada umur, hasil penimbangan dan

kondisi anak. Balita yang berat badannya tidak naik 2 kali berturut-turut

atau BGM segera dirujuk ke petugas kesehatan

- Penyuluhan pada ibu hamil

- Penyuluhan pada ibu Nifas

(10)

5. Pelayanan kesehatan dan KB

c. Kegiatan Diluar Hari Buka Posyandu

- Kunjungan rumah pada balita yang tidak hadir pada hari posyandu, yang

mengalami gizi kurang dan gizi buruk

- Menggerakkan masyarakat ikut serta dalam kegiatan posyandu termasuk

penggalangan dana

- Memfasilitasi masyarakat memanfaatkan pekarangan untuk meningkatkan

gizi keluarga

- Membantu petugas dalam pendataan, penyuluhan dan peragaan keterampilan

dalam upaya peningkatan peran serta masyarakat.

2.1.8 Sistem Lima Meja

Posyandu mempunyai sistem lima meja yaitu :

a. Meja I

Pada meja I dilakukan pencatatan atau pendaftaran.

b. Meja II

Pada meja II dilakukan penimbangan balita dan ibu hamil.

c. Meja III

Pada meja III dilakukan penerangan dan pendidikan

d. Meja IV

(11)

e. Meja V

Pelayanan kesehatan (pemeriksaan hamil, imunisasi balita, anak dan ibu

hamil, program keluarga berencana dan pemberian tablet besi dan vit.A)

(Runjati, 2011).

2.1.9 Perkembangan Posyandu

Makin banyaknya posyandu mendorong terjadinya variasi tingkat

perkembangan yang beragam. Ada sebagian posyandu yang telah mencapai tingkat

perkembangan yang sangat maju, disisi lain masih banyak posyandu yang tinggal

papan nama saja.

Menurut Runjati (2011) kategorisasi atau stratifikasi posyandu baik dari

pengorganisasian maupun pencapaian dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu :

1. Posyandu Pratama adalah posyandu yang belum mantap yang frekuensi

penimbangan kurang dari 8 kali pertahun, kader aktifnya kurang dari 5 orang,

pencapaian cakupan kurang dari 50%, tidak ada program tambahan, serta

belum ada dana sehat.

2. Posyandu Madya adalah posyandu dengan kegiatan yang lebih teratur,

pelaksanaan kegitan lebih dari 8 kali pertahun dan jumlah kader rata-rata 5

orang atau lebih, pencapaian 5 cakupan program kurang dari 50%, belum

ada program tambahan, serta belum ada dana sehat.

3. Posyandu purnama adalah posyandu dengan frekuensi penimbangan 8 kali

(12)

program lebih dari 50%, sudah ada program tambahan, serta sudah ada dana

sehat kurang dari 50% kepala keluarga.

4. Posyandu mandiri adalah posyandu dengan frekuensi penimbangan lebih

darai 8 kali pertahun dan jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, pencapaian

5 cakupan program lebih dari 50%, sudah ada program tambahan, serta sudah

ada dana sehat lebih dari 50% kepala keluarga.

Dari konsep diatas, dapat disimpulkan beberapa indikator sebagai penentu

jenjang antar strata Posyandu adalah :

1. Jumlah buka Posyandu pertahun.

2. Jumlah kader yang bertugas.

3. Cakupan kegiatan.

4. Program tambahan.

5. Dana sehat/JPKM.

Posyandu akan mencapai strata Posyandu Mandiri sangat tergantung kepada

kemampuan, keterampilan diiringi rasa memiliki serta tanggungjawab kader PKK,

LKMD sebagai pengelola dan masyarakat sebagai pemakai dari pendukung

Posyandu.

2.2Perilaku Kesehatan

Dari aspek biologis perilaku adalah kegiatan atau aktivitas organisme atau

makhluk hidup yang bersangkutan. Perilaku manusia merupakan suatu kegiatan atau

(13)

adalah suatu kegiatan atau aktivitas dari pada manusia itu sendiri seperti berjalan,

berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal seperti

berpikir, berpersepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Skinner (1938),

mengemukakan bahwa perilaku manusia adalah merupakan hasil hubungan antara

rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respon).

Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme)

terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan, serta lingkungan. Dengan kata lain perilaku kesehatan adalah

semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (observable)

maupun yang tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan dengan

pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

Respon atau reaksi manusia dibedakan menjadi dua kelompok yaitu yang

bersifat pasif dan bersifat aktif. Bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap),

bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice). Perilaku terhadap pelayanan

kesehatan adalah respon seseorang terhadap pelayanan kesehatan baik pelayanan

kesehatan yang modern maupun pelayanan kesehatan yang tradisional. Perilaku ini

menyakut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan

obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguna

fasilitas, petugas dan obat-obatan. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh beberapa

(14)

tersebut antara lain; susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar,

lingkungan dan sebagainya (Notoatmadjo, 2010).

2.2.1 Faktor – faktor yang Memengaruhi Perilaku Kesehatan

Green (1980) menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan,

kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu :

a. Faktor perilaku (behavioral causes)

b. Faktor diluar perilaku (non behavioral causes)

Selanjutnya faktor perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu

faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

dan faktor-faktor penguat (reinforcing factors). Faktor-faktor predisposisimencakup

pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan

masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang

dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Hal di

atas dapat berkaitan dengan kunjungan ibu balita ke posyandu pengetahuan dan

kesadaran ibu tersebut tentang pemanfaatan posyandu bagi tumbuh kembang

balitanya, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat

mendorong atau menghambat ibu untuk melakukan kunjungan ke posyandu. Sebagai

contoh perilaku ibu mengunjungi posyandu membawa anak balitanya, akan

dipermudah jika ibu tahu apa manfaat membawa anak ke posyandu. Demikian juga,

perilaku tersebut akan dipermudah jika ibu yang bersangkutan mempunyai sikap yang

(15)

juga dapat mempermudah (positif) atau mempersulit (negatif) terjadinya perilaku

seseorang (Notoatmodjo, 2005).

Faktor-faktor pemungkin mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah,

tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya,

termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit,

Poliklinik, Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, dokter atau bidan praktek swasta dan

sebagainya. Untuk perilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana

pendukung, pada kunjungan ibu balita ke posyandu juga dipengaruhi oleh faktor

pemungkin dimana ibu mungkin enggan melaksanakan kunjungan ke posyandu

karena jarak posyandu yang jauh, atau fasilitas posyandu yang tidak lengkap.

Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya

perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor

pemungkin. Faktor-faktor penguat meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh

masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas

kesehatan dan undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun

pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat,

masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan

dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh dari para tokoh

masyarakat, tokoh agama, para petugas terutama petugas kesehatan. Di samping itu

undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.

(16)

petugas, tokoh masyarakat keaktifan dan dukungan kader, juga diperlukan peraturan

atau perundang-undangan yang mengharuskan ibu balita membawa anaknya ke

posyandu. Menurut Green dan Marshall (2005), yang di kutip Notoatmodjo (2003),

mengatakan Faktor penguat dapat bersifat positif atau negatif, tergantung dari sikap

dan perilaku orang didalam lingkungannya. Sebagai contoh, dalam program

posyandu dimana yang menjadi penguat adalah lurah/kepala desa, petugas

kesehatan/puskesmas, ketua PKK dan kader kesehatan.

Model ini digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Precede Model Lawrence Green (Notoatmodjo, 2010)

Ajzen (1988) dalam Ramadhani (2008) menambahkan konstruk ke dalam

Theory of Planned Behavior (TPB) yaitu kontrol perilaku yang dipersepsi (perceived

behavioral control). Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan

yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu. Dengan kata lain,

dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap

dan norma subjektif semata, tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat

dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya terhadap kontrol tersebut (control Reinforcing factors

Predisposing factors

Enabling factors

(17)

beliefs). Secara lebih lengkap Ajzen (2005) menambahkan faktor latar belakang

individu ke dalam Planned Behavior Theory, sehingga secara skematik Planned

Behavior Theory dilukiskan sebagaimana pada Gambar 2.2 :

Gambar 2.2 Theory of Planned Behavior Ajzen (2006)

Model teoritik dari Teori Planned Behavior (perilaku yang direncanakan)

mengandung berbagai variabel yaitu :

1. Keyakinan Perilaku atau behavioral belief yaitu hal-hal yang diyakini oleh

individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif dan negatif, sikap terhada

perilaku atau kecenderungan untuk bereaksi secara afektif terhadap suatu

perilaku, dalam bentuk suka atau tidak suka pada perilaku tersebut.

2. Keyakinan Normatif (normative beliefs), yang berkaitan langsung dengan

pengaruh lingkungan yang secara tegas dikemukakan oleh Lewin dalam Field

(18)

Menurut Ajzen, faktor lingkungan sosial khususnya orang-orang yang

berpengaruh bagi kehidupan individu (significant others) dapat mempengaruhi

keputusan individu.

3. Norma subjektif (subjective norms) adalah sejauh mana seseorang memiliki

motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan

dilakukannya (normative belief). Kalau individu merasa itu adalah hak pribadinya

untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain

disekitarnya, maka dia akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang

akan dilakukannya. Fishbein & Ajzen (1975) menggunakan istilah motivation to

comply untuk menggambarkan fenomena ini, yaitu apakah individu mematuhi

pandangan orang lain yang berpengaruh dalam hidupnya atau tidak.

4. Keyakinan bahwa suatu perilaku dapat dilaksanakan (control beliefs) diperoleh

dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman melakukan perilaku yang sama

sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh karena melihat orang lain (misalnya

teman, keluarga dekat) melaksanakan perilaku itu sehingga ia memiliki keyakinan

bahwa ia pun akan dapat melaksanakannya. Selain pengetahuan, ketrampilan dan

pengalaman, keyakinan individu mengenai suatu perilaku akan dapat

dilaksanakan ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk melaksanakan

perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya dan memiliki

kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan yang menghambat pelaksanaan

(19)

5. Persepsi kemampuan mengontrol (perceived behavioral control), yaitu keyakinan

(beliefs) bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak pernah melaksanakan

perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan perilaku

itu, kemudian individu melakukan estimasi atas kemampuan dirinya apakah dia

punya kemampuan atau tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan perilaku

itu. Ajzen menamakan kondisi ini dengan “persepsi kemampuan mengontrol”

(perceived behavioral control).

6. Niat untuk melakukan perilaku (intention) adalah kecenderungan seseorang untuk

memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini ditentukan

oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku tertentu dan

sejauh mana kalau dia memilih untuk melakukan perilaku tertentu itu dia

mendapat dukungan dari orang-orang lain yang berpengaruh dalam

kehidupannya.

Menurut Notoatmodjo (2005) perilaku diawali dengan adanya

pengalaman-pengalaman sesorang serta faktor-faktor luar orang tersebut (Lingkungan), baik fisik

dan non fisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui,

dipersepsikan, diyakini dan sebagainya, sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk

(20)

Gambar 2.3 Skema Perilaku

Sumber : Notoatmodjo (2005)

2.2.2 Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Kunjungan Ibu Balita ke Posyandu

1. Pendidikan

Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian dan

mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, jasmani dan rohani yang

berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah dalam rangka

pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Pancasila (Hasibuan, 2005). Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengalihkan

pengetahuan oleh seseorang kepada orang lain (Siagian, 1991)

Hasil studi kuantitatif yang dilakukan Pusat Penyuluhan Kesehatan

Masyarakat Depkes RI dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

yang dikutip oleh Soeryoto (2001), menyatakan faktor pendidikan ibu balita yang

baik akan mendorong ibu-ibu balita untuk membawa anaknya ke posyandu. Pengalaman

Fasilitas

Sosio-budaya

Persepsi

Keyakinan

Keinginan

Motivasi

Niat

Sikap

(21)

2. Pendapatan

Faktor pendapatan atau penghasilan sangat berhubungan erat dengan

kesehatan. Soetjiningsih (2007) menyatakan bahwa pendapatan keluarga yang

memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat

menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder. Dari

Penelitian Wahyuni (1994) didapatkan faktor penghasilan berhubungan dengan

partisipasi ibu balita dalam kegiatan penimbangan di posyandu.

3. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan atau aktivitas utama yang dilakukan secara rutin

sebagai upaya untuk membiayai keluarga serta menunjang kebutuhan rumah tangga.

Salah satu alasan yang paling sering dikemukakan bila ibu tidak membawa balitanya

ke posyandu adalah karena mereka harus bekerja.

Hasil penelitian Raharjo (2003) menyatakan bahwa penggunaan posyandu

terkait dengan status pekerjaan ibu. Status pekerjaan berhubungan ibu berhubungan

dengan kektifan ibu menimbangkan anak di posyandu.

Penelitian Paola (2011) juga menyatakan bahwa pekerjaan ibu mempunyai

pengaruh terhadap partisipasi ibu dalam membawa balitanya untuk melakukan

penimbangan di posyandu.

4. Umur Balita

Hasil penelitian Hartati (2002) faktor yang paling berpengaruh terhadap

kunjungan balita ke posyandu adalah faktor umur balita, umur 12 hingga 35 bulan

(22)

penelitan Rinaldy (2004) di Kabupaten Kepulauan Riau salah faktor yang

berhubungan dengan keikutsertaan ibu balita pada kegiatan di posyandu adalah

faktor umur balital

5. Jumlah Anak

Menurut Bailon (1978) dalam Sambas (2002) menyatakan bahwa Jumlah

keluarga yang melebihi sumber daya suatu keluarga, akan menimbulkan berbagai

masalah diantaranya ketidaktanggapan di dalam mengambil tindakan kesehatan.

Pada penelitian Raharjo (2003) didapat bahwa jumlah tanggungan anak

merupakan faktor yang berhubungan dengan keaktifan ibu menimbangkan anak di

posyandu.

6. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan melakukan penginderaan terhadap

objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2005).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2005) mengungkapkan

bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku di dalam diri orang tersebut terjadi proses

(23)

a. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus.

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran

dan sikapnya terhadap stimulus.

Penelitian Rogers (dalam Notoatmojo, 2005) menyimpulkan bahwa

perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku

baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini yang didasari oleh pengetahuan,

kesadaran dan sikap yang positif (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak

didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif dengan 6 tingkatan yaitu:

a. Tahu (know). Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

(24)

c. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya).

d. Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam

suatu struktur organisasi tersebut.

e. Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian berdasarkan

suatu kriteria yang telah ada.

Berdasarkan penelitian Pamungkas (2008) di Kelurahan Grabag Kabupaten

Magelang terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu balita dengan

kunjungan ibu keposyandu. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Paola (2011)

bahwa pengetahuan ibu mempunyai pengaruh terhadap penimbangan balita di

posyandu, dimana dikatakan sebelumnya bahwa penimbangan balita, merupakan

indikator kunjungan balita ke posyandu.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Hartaty (2006) di Kelurahan Bara-Bara

Makassar dari penelitian tersebut didapat bahwa tidak ada hubungan anatara

(25)

5. Sikap

Beberapa pengertian tentang sikap adalah sebagai berikut: (a) sikap belum

merupakan suatu tindakan nyata, melainkan dapat berupa predisposisi tingkah laku

Allport dalam Notoatmodjo (1993), (b) Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari

kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau

terarah, respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya.

Sikap itu dinamis dan tidak statis.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Allport dalam Notoatmodjo (1993) menjelaskan

bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Fisbein dan Ajzen (1975) dalam Ismail (2008) memberi pengertian bahwa

attitude atau sikap sebagai faktor predisposisi atau faktor yang ada dalam diri

seseorang yang dipelajari untuk memberikan respon dengan cara yang konsisten,

yaitu menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu objek yang

diberikan. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling

dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain.

Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud di dalam

(26)

mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu

tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

Menurut Hartaty (2006) ada hubungan antara sikap ibu dengan kunjungan ibu

balita ke posyandu di Kelurahan Bara-bara Makassar. Penelitian yang dilakukan

Pamungkas (2008) di Kelurahan Grabag Kabupaten Magelang juga terdapat

hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan kunjungan ibu balita ke posyandu.

Pada penelitian Paola (2011) di Puskesmas Bosar Maligas Kabupaten Simalungun

terdapat pengaruh antara sikap dengan partisipasi ibu dalam penimbangan balita di

posyandu.

6. Norma Subjektif

Norma subjektif ditentukan oleh dua hal, yaitu : belief seseorang tentang

reaksi atau pendapat orang lain atau kelompok lain tentang apakah subjek perlu,

harus, atau tidak boleh melakukan suatu perilaku dan motivasi subjek untuk

mengikuti pendapat orang lain tersebut dan motivation to comply berhubungan

dengan kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki individu atau kelomok yang

berpengaruh terhadap subyek yang bersangkutan. Norma subjektif juga diasumsikan

dimiliki sebagai suatu fungsi dari beliefs yang secara spesifik seseorang setuju atau

tidak setuju untuk menampilkan suatu perilaku. Kepercayaan-kepercayaan yang

termasuk dalam norma-norma subjektif disebut juga kepercayaan normatif

(normative beliefs). Seorang individu akan berniat menampilkan suatu perilaku

tertentu jika ia mempersepsi bahwa orang-orang lain yang penting berfikir bahwa ia

(27)

tua, tokoh masyarakat, kader, petugas kesehatan dan sebagainya. Hal ini diketahui

dengan cara menanyai responden untuk menilai apakah orang-orang lain yang

penting tadi cenderung akan setuju atau tidak setuju jika ia menampilkan perilaku

yang dimaksud. Significant others yang mungkin memengaruhi ibu untuk melakukan

kunjungan ke posyandu yaitu :

a. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah suatu persepsi mengenai bantuan berupa perhatian,

penghargaan, informasi nasehat maupun materi yang diterima ibu balita dari anggota

keluarga untuk membawa balitanya pada kunjungan ke posyandu.

Dari penelitian Purnamasari (2010) menyatakan terdapat hubungan antara

dukungan keluarga terhadap kunjungan ibu balita ke posyandu di wilayah kerja

puskesmas keboan, ngusikan jombang.

b. Dukungan Kader

Pelaksana posyandu adalah kader kesehatan. Kader posyandu merupakan

seseorang yang berasal dari anggota masyarakat setempat, bisa membaca dan

menulis huruf latin, berminat menjadi kader, bersedia bekerja sukarela serta memiliki

kemampuan dan waktu luang. Dukungan kader bila dilaksanakan dengan baik akan

meningkatkan cakupan posyandu, peran kader dalam kegiatan posyandu sangat

penting mulai dari persiapan posyandu, pelaksanaan posyandu dan juga

melaksanakan kegiatan di luar posyandu untuk meningkatkan kunjungan ibu ke

(28)

Berdasarkan penelitian Abdul (2010) dukungan dari kader berpengaruh

terhadap partisipasi ibu ke posyandu. Hasil penelitian Sambas (2002) diperoleh

pembinaan memilki hubungan yang bermakna dengan kunjungan ibu balita

keposyandu.

c. Petugas Kesehatan

Setiap program dengan sasaran masyarakat khususnya program posyandu

tidak akan berhasil jika masyarakat tidak mengerti tentang pentingnya posyandu.

Oleh sebab itu sangat diperlukan adanya peran serta dan dukungan dari petugas

kesehatan dalam menunjang keberhasilan tersebut.

Berdasarkan penelitian Abdul (2010) dukungan dari petugas mempunyai

pengaruh terhadap partisipasi ibu dalam membawa balitanya ke posyandu. Hasil

penelitian Sambas (2002) diperoleh Bimbingan petugas memiliki hubungan yang

bermakna dengan kunjungan ibu balita ke posyandu.

d. Dukungan Tokoh Masyarakat

Tokoh masyarakat atau sumber daya manusia (SDM) di masyarakat, yaitu

semua orang yang memiliki pengaruh di masyarakat yang bersifat formal dan non

formal yang merupakan kekuatan besar dan mampu menggerakkan masayarak dalam

tiap pembangunan.

Dukungan dari tokoh masyarakat di posyandu adalah memberi dukungan

kebijakan, sarana, dana penyelenggaraan posyandu, menaungi dan membina kegiatan

posyandu dan menggerakkan masyarakat untuk dapat hadir dan berperan aktif dalam

(29)

7. Percievied Behavioral Control

Ajzen (1985) mendefenisikan percievied behavioral control sebagai suatu

acuan yang menunjukkan adanya kesulitan atau kemudahan yang ditemui seseorang

dalam intensi berperilaku. Acuan atau keyakinan (belief) dapat diakibatkan oleh

pengalaman masa lalu dengan tingkah laku, individu memiliki fasilitas dan waktu

untuk melakukan perilaku itu, tetapi juga di pengaruhi oleh informasi yang tidak

langsung yang diperoleh dengan mengobservasi pengalaman orang yang dikenal.

Orang cenderung tidak akan membentuk suatu intensi yang kuat untuk menampilkan

suatu perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak memiliki sumber atau

kesempatan untuk melakukannya meskipun ia memiliki sikap yang positif dan ia

percaya bahwa orang-orang lain yang penting baginya akan menyetujuinya. PBC

dapat mempengaruhi perilaku secara langsung atau tidak langsung melalui intensi.

Jarak rumah ke posyandu, kelengkapan fasilitas posyandu, kepemilikan KMS dan

jumlah kader yang hadir pada saat hari buka posyandu merupakan sumber yang

dapat menjadi faktor pendukung dan penghambat bagi ibu untuk mempunyai intensi

melakukan kunjungan ke posyandu.

Kemudahan akses ke sarana pelayanan kesehatan berhubungan dengan

beberapa faktor penentu, antara lain jarak tempat tinggal dan waktu tempuh ke sarana

kesehatan termasuk posyandu (Depekes RI, 2008). Jarak yang dimaksud disini adalah

jauh dekatnya jarak dari rumah atau tempat tinggal ke tempat pelayanan kesehatan /

(30)

Dari beberapa hasil penelitan didapatkan bahwa jarak berkontribusi terhadap

kunjungan ibu balita ke posyandu. Berdasarkan hasil penelitian Abdul (2010) di Kota

subussalam menyatakan bahwa jarak mempunyai pengaruh terhadap partisipasi ibu

ke posyandu. Menurut Rinaldy (2004), dalam penelitiannya yang berjudul

“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keikutsertaan Ibu Balita pada Kegiatan Posyandu

di Kabupaten Kepulauan Riau”, salah faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan

ibu balita pada kegiatan di posyandu adalah faktor jarak ke rumah ke posyandu. Dari

hasil penelitian Pinardi (2003) menyatakan bahwa jarak posyandu tidak berhubungan

dengan kehadiran ibu-ibu balita ke posyandu di wilayah puskesmas Lerep Kabupaten

Semarang.

Sebelum pelaksanaan posyandu petugas kesehatan dengan bantuan kader

mempersiapkan perlengkapan dan kebutuhan sarana berupa KMS/Buku KIA, alat

timbang (dacin dan sarung). Pita LILA, obat gizi (kapsul vitamin A, tablet tambah

darah, oralit), alat bantu penyuluhan, buku pencatatan dan pelaporan lainnya.

(Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan data riskesdas Provinsi Sumatera Utara tahun

2007 ada tiga alasan rumah tangga (RT) tidak memanfaatkan pelayanan psoyandu

yaitu layanan tidak lengkap, letak jauh dan tidak ada posyandu dan persentase

terbanyak adalah pada alasan pelayanan tidak lengkap (43,6%).

Bayi yang dibawa ke puskesmas atau posyandu mendapat kartu menuju sehat

atau buku kesehatan ibu dan anak (buku KIA), yang mencatat petumbuhan,

pemberian minum dan makananan, serta imunisasi yang diperoleh. KMS disimpan

(31)

semua ibu meyimpan KMS, disamping tidak semua ibu membawa balitanya ke

posyandu dan diantara yang datang ke tempat pelayananan kesehatan tidak semua

mendapat KMS (Depkes RI, 2008). KMS digunakan sebagai alat penyuluhan gizi

kepada orang tua berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan anaknya (Depkes RI,

2006). Di Sumatera Utara berdasarkan data Riskesdas 2007 ada 32% balita tidak

mempunyai KMS, 48% punya KMS tetapi tidak dapat menunjukkannya dan hanya

18% yang dapat menunjukkannya dan persentase balita yang ibunya dapat

menunjukkan KMS turun seiring naiknya umur anak. Pada penelitian Sambas (2002)

Kepemilikan KMS merupakan variabel yang secara statistik berhubungan bermakna

dengan kunjungan ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Bojongherang Kabupaten

Cianjur.

Menurut Depkes RI (1997) dalam Sambas (2002) jumlah kader aktif adalah

jumlah kader posyandu yang bertugas pada waktu posyandu buka. Dari beberapa

indikator penentu jenjang antar strata posyandu salah satunya adalah jumlah kader.

Kader yang bertugas pada posyandu purnama dan mandiri berjumlah 5 orang yang

bertugas pada meja I sampai meja IV. Posyandu akan mencapai strata posyandu

mandiri sangat tergantung pada kemampuan, keterampilan diiringi rasa memiliki

serta tanggung jawab Kader, PKK, LPM sebagai pengelola mayarakat sebagai

pemakai dari pendukung posyandu (Wahyuningsih, 2009). Berdasarkan penelitain

Pinardi (2003) Bahwa jumlah kader mempunyai hubungan dengan kehadiran ibu-ibu

(32)

8. Intensi (Niat)

Menurut Fisbein dan Ajzen (1975) intensi didefenisikan sebagai dimensi

probabiltas lokasi subjektif seseorang yang menghubungkan antara diri orang tersebut

dengan suatu tindakan tertentu. Intensi perilaku manusia dibentuk oleh tiga

komponen, yaitu : sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control. Sikap

merupakan kumpulan belief dan evaluasi seseorang terhadap belief tersebut.

Sedangkan norma subjektif terdiri dari sejumlah orang yang dianggap penting

(significant others) dalam menganjurkan atau melarang seseorang terhadap intensi

berperilaku dan sejauh mana seseorang mematuhi anjuran dan larangan tersebut.

Sementara perceived behavioral control terdiri dari beberapa kondisi yang

dipersepsikan seseorang sebagai faktor yang mendorong atau menghambat dalam

menampilkan perilaku tertentu.

Berdasarkan penelitian Purnamasari (2010) bahwa niat tidak berhubungan

(33)

2.2 Landasan Teori

Gambar 2.4 Theory of Planned Behavior Ajzen (1991)

2.3 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Attitude Toward The Behavior

Subjective Norms

Perceived Behavior

Control

Intention Behavior

Sikap

Norma Subjektif

Perceived Behavior

Control

Intensi

Gambar

Gambar 2.1 Precede Model Lawrence Green (Notoatmodjo, 2010)
Gambar 2.2 Theory of Planned Behavior Ajzen (2006)
Gambar 2.3  Skema Perilaku
Gambar 2.5  Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Peluang pengembangan potensi wisata kuliner di desa Tongging sangat terbuka karena daerah ini memiliki kearifan lokal baik budaya maupun kuliner dan hal ini juga didukung

Emiten adalah pihak (perusahaan) yang melakukan penawaran umum dengan tujuan untuk memperoleh dana melalui pasar modal.. Sedangkan masyarakat memberikan dana kepada

Sistematika dokumen Renja Kecamatan Semanding Tahun 2021 sebagaimana mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara

Sebuah papan permainan yang dimulai dari petak start dan dilengkapi dengan petak-petak materi, petak masuk rumah sakit, parkir bebas, dana umum dan juga

Sementara untuk tujuan makalah ini adalah merancang Sinkronisasi dan CS pada audio watermarking, menganalisis kualitas audio yang sudah disisipkan watermark dibandingkan

Atas dasar penelitian dan pemeriksaan lanjutan secara seksama terhadap berkas yang diterima Mahkamah Pelayaran dalam Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan (BAPP)

Setelah 4-5 jam dalam pelayarannya kapal mengalami cuaca buruk dan ombak besar, Saksi melaporkan kepada Tersangkut Nakhoda bahwa kapal bocor dan diperintahkan

Dimana apabila menunjukan status tersedia dari sebuah sarana pada suatu tanggal tertentu itu artinya sarana tersebut masih bisa untuk dilakukan pemesanan karena