• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pemetaan Ilmu Pengetahuan - Analisis Pemetaan Ilmu Pengetahuan (Knowledge Mapping) Pada Information Research An International Electronic Journal Tahun 2009-2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pemetaan Ilmu Pengetahuan - Analisis Pemetaan Ilmu Pengetahuan (Knowledge Mapping) Pada Information Research An International Electronic Journal Tahun 2009-2011"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pemetaan Ilmu Pengetahuan

Dalam kamus bahasa Indonesia pemetaan atau visualisasi adalah pengungkapan suatu gagasan atau perasaan dengan menggunakan gambar, tulisan, peta, dan grafik. Sementara itu Spasser (1997:78), mengatakan bahwa “peta adalah alat relasi (relational tools) yang menyediakan informasi antar hubungan entitas yang dipetakan.”

Definisi pemetaan yang dirumuskan dalam kamus bahasa Indonesia menekankan ungkapan perasaan dalam bentuk gambar, tulisan, peta, dan grafik. Definisi ini menekankan produk atau output dari peta. Sedangkan Spasser lebih menekankan proses kegiatan pemetaan. Kedua pendapat ini tidak berbeda melainkan saling melengkapi, karena sebuah produk atau output pemetaan dihasilkan melalui proses.

Sehingga dapat dinyatakan bahwa pemetaan merupakan sebuah proses yang memungkinkan seseorang mengenali elemen pengetahuan serta konfigurasi, dinamika, ketergantungan timbal balik dan interaksinya. Pemetaan pengetahuan digunakan untuk keperluan manajemen teknologi, mencakup definisi program penelitian, keputusan menyangkut aktivitas yang berkaitan dengan teknologi, disain, struktur berbasis pengetahuan serta pemrograman pendidikan dan pelatihan. Output dari kegiatan pemetaan adalah gambar, tulisan, peta, dan grafik yang menunjukkan hubungan antar elemen pengetahuan.

(2)

ilmiah dengan menggambarkannya secara tersusun dan terstruktur. Visualisasi ilmu pengetahuan dapat diwujudkan dalam bentuk peta, sehingga muncullah bidang pemetaan ilmu pengetahuan atau knowledge mapping. Pemetaan ilmu pengetahuan dapat dilakukan berdasarkan beberapa cara yang terkait erat dengan subjek dokumen.

Menurut Sulistyo-Basuki (2002:1) bahwa “pemetaan pengetahuan dapat dilakukan dengan bentuk pemetaan kronologis, pemetaan berbasis co-word, pemetaan kognitif dan pemetaan”. Dari pendapat Sulistyo-Basuki tersebut dapat diketahui pemetaan pengetahuan terdiri dari 4 (empat) bentuk yakni kronologis, berbasis co-word, kognitif dan konseptual.

2.2 Sejarah Pemetaan Ilmu Pengetahuan

Sejarah pemetaan ilmu pengetahuan sudah lama dikenal. Namun menurut pencatatan sejarah pemetaan, pertama kali dikenal adalah pemetaan geografis. Pemetaan geografis menghasilkan sebuah peta geografis.

Sebagai contoh, yakni sekitar tahun 30.000 SM dimulai dari peta geografis yang ditarik oleh kartografer kuno yang menggambarkan apa yang mereka tahu, bagaimana ditata dan dimana berada. Seperti yang dipaparkan oleh Stanford (2001:1), yakni :

Knowledge mapping quite simply is any visualization of knowledge beyond textual for the purpose of eliciting, codifying, sharing, using and expanding knowledge. Thus it began as geographical maps drawn by ancient cartographers who depicted what they knew, how it was laid out and where it was located. Actually it could have originated long before that as ancient pictographs found in caves believed to date around 30,000 B.C. show various animals and might have been a way of recording the strategy of the hunt to share with others or to record for later use. One of the oldest maps was found engraved on a silver vase dating from 3,000 B.C.

(3)

Dapat dilihat pada gambar bahwa di dalam air, di antara pohon-pohon dan di sepanjang jalan bahwa ada hewan yang berbeda dengan tanah perburuan yang paling banyak ditampilkan sebagai persimpangan ada di bagian bawah peta. Ini jelas merupakan sarana kodifikasi pengetahuan untuk membantu pemburu dan yang lainnya dalam melacak langkah-langkah kembali ke jarahan terbaik.

Sumber: Stanford (2001:1)

Gambar 1: Peta dari Vas Ditemukan di Makam Maikop

Perkembangan selanjutnya konsep pemetaan berkembang pada militer. Namun konsep pemetaan ini masih merupakan peta geografis. Kegunaannya adalah untuk melihat kekuatan musuh, menunjukkan kemungkinan rute jalan yang berbahaya menuju benteng musuh. Peta militer lebih dari peta geografis karena peta digunakan untuk merencanakan dan menyusun strategi bagaimana mengatasi musuh dan memenangkan perang. Kemudian tentara juga menggunakan peta sebagai alat pertempuran setelah menganalisis dan menyusun suatu strategi perang. Masih di dalam tulisan Stanford (2001:2) menjelaskan bahwa :

(4)

Berdasarkan pendapat Stanford dapat diketahui bahwa salah satu contoh yang paling sempurna dari pemetaan militer untuk tujuan pembekalan adalah peta yang dibuat oleh M. Charles Minard (1781-1870), seorang pensiunan insinyur sipil. Petanya pada tahun 1812 menunjukkan jalan dari barisan, 422.000 pasukan Napoleon meninggalkan Paris untuk mundur dari jajaran yang akan hancur. Pada peta ini Minard menunjukkan suhu dan tantangan lain yang mempengaruhi berkurangnya jumlah pasukan. Visualisasi ini menangkap informasi dalam satu gambar, bukan volume dari teks. Militer melanjutkan penggunaan peta untuk strategi pra-perang dan pasca-perang.

Pada akhir abad kesembilan belas pendidik dan sosiolog mulai menggunakan pemetaan pengetahuan sebagai cara memfasilitasi pembelajaran dan pemahaman kelompok sosial. Sekarang ini beberapa perusahaan mulai melihat hal ini sebagai alat berharga untuk memunculkan pengetahuan tacit dan eksplisit. Sekarang orang lain memanfaatkan pemetaan pengetahuan untuk melacak aliran pengetahuan, strategi peta dan membuat keputusan bijaksana.

Menurut Bahr dan Dansereau dalam Ahlberg (2007 : 2-3) bahwa:

Knowledge mapping was created in the research group of Dansereau in 1970s. In the 1970’s it was however called network. It is related to concept maps, but it has rigidly labelled links. Nowadays, spider maps (spider diagrams) are very popular in UK. The same term is used for many different types of graphic knowledge representation techniques. Forgotten seems to be the history of this term in educational research. The earliest example is probably Hanf who himself uses only term ‘mapping’. Jones & al. named her technique as spider mapping, but they do not refer to Hanf. They present the idea of spider map as their own. The same unethical and unprofessional behaviour is still very common among educationalists.

(5)

tidak etis dan tidak profesional adalah sama dan masih sangat umum dikalangan pendidik.

2.3 Jenis-Jenis Peta Ilmu Pengetahuan

Menurut Hasibuan dan Mustangimah dalam Ristiyono (2008:22), mengemukakan bahwa “pemetaan ilmu pengetahuan yang dikembangkan dalam bidang bibliometrika, antara lain peta journal intercitation, bibliographic

coupling, co-citation, co-word dan co-classification”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pemetaan ilmu pengetahuan dikembangkan dalam bidang bibliometrika, jenis peta ilmu pengetahuan terbagi menjadi 5 (lima) bagian yakni journal intercitation,

bibliographic coupling, co-citation, co-word dan co-classification.

Menurut Jones dalam Journal of Translational Medicine (2011:2), bahwa “Journal inter-citation is the relation established when an article in Journal A

cites an article in Journal B. Analysis of inter-citation patterns reveals how closely journals are related based on the journals cited by articles that they publish”. Berdasarkan pendapat di Jones dapat diketahui bahwa Journal

intercitation (jurnal inter-sitasi) merupakan jurnal kutipan antar jurnal (jurnal

antar-kutipan)”. Jurnal antar-kutipan adalah hubungan yang dibuat saat artikel di Jurnal A mengutip sebuah artikel di Jurnal B. Artikel jurnal A mengutip artikel yang ada di jurnal B maka jurnal A dan jurnal B merupakan jurnal inter-sitasi atau merupakan jurnal kutipan antar jurnal.

Pola jurnal antar-kutipan mengungkapkan seberapa dekat jurnal terkait berdasarkan jurnal yang dikutip oleh artikel yang mereka publikasikan. Jurnal antar-kutipan hanya menunjukkan hubungan antara jurnal tanpa memberikan informasi tentang konten yang sebenarnya.

Menurut Garfield (2001:1-3), bahwa “Bibliographic coupling this reservse

co-citation analisis by asking the questions about the internal citation structure of a document set”, artinya pasangan bibliografi merupakan lanjutan dari analisis

(6)

Menurut Mustangimah (2002:1) bahwa: “Jika 2 (dua) dokumen menyitir paling sedikit satu dokumen yang sama maka dikatakan bahwa kedua dokumen tersebut merupakan pasangan bibliografi (bibliographic coupling)”. Berdasarkan pendapat tersebut terkapling secara bibliografi (bibliographic coupling) adalah suatu dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh dua dokumen yang terbit kemudian, maka apabila pada kedua dokumen tersebut terdapat paling sedikit satu referensi yang sama dapat dikatakan kedua dokumen tersebut terkapling secara bibliografi. Hal ini dapat dilihat pada daftar referensi kedua dokumen tesebut.

Ungern-Sternberg (1995:308) menyatakan bahwa: “Bibliographic coupling

is that two articles which both cite the same previously published article have something in common”. Berdasarkan pernyataan Sara von Ungern-Stenberg

tersebut dapat diketahui bahwa jika 2 (dua) dokumen menyitir paling sedikit satu dokumen yang sama dikatakan bahwa kedua dokumen tersebut terpasang secara bibliografi. Secara praktis hal ini dapat dilihat pada daftar referensi yang terdapat pada kedua dokumen tersebut. Apabila pada kedua dokumen terdapat paling sedikit satu referensi yang sama maka dikatakan kedua dokumen tersebut terpasang secara secara bibliografi. Adapun dokumen yang tercantum secara bersama-sama dalam referensi kedua dokumen tersebut dinamakan pasangan bibliografi.

Menurut Mustangimah (2002:1), bahwa:

Banyaknya dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh dua dokumen yang terbit kemudian disebut frekuensi pasangan bibliografi atau kekuatan pasangan (coupling strength). Semakin banyak jumlah dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh kedua dokumen atau semakin besar frekuensi pasangan bibliografi maka semakin tinggi kekuatan pasangan kedua dokumen tersebut.

(7)

Berdasarkan 4 (empat) pendapat di atas terdapat beberapa persamaan dan perbedaan pendapat. Persamaan yang terdapat pada pendapat-pendapat di atas adalah bahwa pasangan bibliografi terjadi apabila suatu pasangan dokumen paling sedikit memiliki satu referensi yang sama atau suatu pasangan dokumen paling sedikit memiliki satu referensi yang sama. Perbedaan yang terdapat dari pendapat-pendapat di atas adalah pendapat-pendapat Garfield yang lebih menekankan bahwa pasangan bibliografi merupakan lanjuan dari analisis sitasi, pendapat Mustangimah lebih menekankan bahwa pasangan bibliografi terjadi jika 2 (dua) dokumen menyitir paling sedikit satu dokumen yang sama (kedua dokumen tersebut terkapling secara bibliografi). Pendapat Ungern-Sternberg lebih menekankan bahwa pasangan bibliografi secara praktis dapat dilihat dari dapat dilihat pada daftar referensi yang terdapat pada kedua dokumen tersebut dan dokumen yang tercantum secara bersama-sama dalam referensi kedua dokumen tersebut dinamakan pasangan bibliografi. Pendapat Mustangimah juga lebih menekankan bahwa frekuensi pasangan bibliografi (bibliographic coupling) adalah jumlah referensi yang dimiliki bersama oleh pasangan dokumen menunjukkan kekuatan pasangan (coupling strength).

Gambar 2. Pasangan Bibliografi (Biliographic Coupling)

Dari gambar di atas, dokumen 1 dan dokumen 2 merupakan pasangan dokumen yang menjadi objek. Dokumen 1 mempunyai referensi (menyitir) dokumen A, C, D dan E. Dokumen 2 mempunyai referensi (menyitir) dokumen B, C, D, E dan F. Maka dari referensi oleh dokumen 1 dan dokumen 2 ada dua bibliografi yang sama yaitu dokumen C, D dan E. Sehingga dikatakan bahwa dokumen C, D dan E merupakan pasangan bibliografi (bibliographic coupling)

A B C D E F

(8)

atau dokumen 1 dan dokumen 2 terkapling secara bibliografi oleh dokumen C, D dan E. Kekuatan pasangan bibliografi dokumen 1 dan dokumen 2 adalah tiga karena tiga dokumen yang sama dikutipnya.

Ko-sitasi (co-citation) merupakan salah satu metode analisis dalam tinjauan bibliometrika. Mustangimah (2002:2) menyatakan bahwa, “Ko-sitasi adalah dua dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh paling sedikit satu dokumen yang terbit kemudian”. Berdasarkan pernyataan Mustangimah dapat diketahui bahwa kositasi terjadi jika terdapat dua dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh satu atau lebih dokumen yang terbit kemudiannya.

Pasangan kositasi adalah metode yang digunakan untuk menetapkan subjek yang sama antara dua dokumen. Jika dokumen A dan B sama-sama dikutip oleh dokumen lainnya, mereka memiliki hubungan yang lebih kuat. Banyak dokumen-dokumen yang mereka dikutip maka hubungan mereka lebih kuat.

Jika 2 (dua) dokumen disitir secara bersama-sama oleh paling sedikit 1 (satu) dokumen maka dikatakan bahwa kedua dokumen disebut ko-sitasi. Secara praktis suatu pasangan yang terdiri dari dokumen dikatakan ko-sitasi apabila ditemukan paling sedikit satu dokumen yang meyitir pasangan dokumen secara bersama-sama dapat dilihat dari daftar pustaka/ cantuman bibliografi.

Banyaknya dokumen yang menyitir 2 (dua) dokumen sebelumnya secara bersama-sama disebut frekuensi atau kekuatan ko-sitasi. Dua dokumen yang mempunyai kekuatan ko-sitasi yang tinggi apabila semakin banyak dokumen yang terbit kemudian yang menyitir kedua dokumen tersebut. Oleh karena itu, pola ko-sitasi berubah dari waktu ke waktu.

(9)

Ko-sitasi berhubungan dengan bibliographic coupling. Hubungannya dapat digambarkan seperti pada bagan di bawah ini.

Sumber: Mustangimah (2002:2)

Gambar 3. Hubungan antara Pasangan Bibliografi dengan Ko-sitasi

Dari gambar di atas, dokumen 1 dan dokumen 2 merupakan pasangan dokumen yang menjadi objek. Dokumen 1 mempunyai referensi (menyitir) dokumen A, C, D dan E. Dokumen 2 mempunyai referensi (menyitir) dokumen B, C, D, E dan F. Maka dari referensi oleh dokumen 1 dan dokumen 2 ada dua bibliografi yang sama yaitu dokumen C, D dan E. Sehingga dikatakan bahwa dokumen C, D dan E merupakan pasangan bibliografi (bibliographic coupling) atau dokumen 1 dan dokumen 2 terkapling secara bibliografi oleh dokumen C, D dan E. Kekuatan pasangan bibliografi dokumen 1 dan dokumen 2 adalah tiga karena tiga dokumen yang mengutipnya.

Dari gambar 3 di atas, dokumen 1 disitir oleh dokumen P, Q, R, S dan U. Dokumen 2 disitir oleh dokumen P, S dan T. Dari semua sitiran tersebut terlihat bahwa dokumen 1 dan dokumen 2 disitir secara bersama-sama oleh dokumen P dan S. Oleh karena itu, dokumen 1 dan dokumen 2 merupakan kositasi karena sama- sama disitir oleh dokumen P dan S. Adapun kekuatan ko-sitasinya adalah dua karena dua dokumen yang menyitir dokumen 1 dan dokumen 2.

Co-word dilakukan melalui analisis kemunculan istilah yang dipakai

bersama oleh suatu pasangan dokumen dengan melihat kata-kata yang dipakai

P Q R S T U

A B C D E F

(10)

secara bersama oleh suatu dokumen. Menurut Kopesa dalam Ristiyono (2008:13) bahwa:

Kopesa dalam penelitiannya menyajikan pemetaan co-word berdasarkan kata kunci yang dimiliki oleh artikel yang ditelitinya. Dia menggunakan kata kunci dari suatu artikel yang dipasangkan dengan artikel lainnya untuk menentukan co-word. Hasilnya adalah pemetaan co-word yang oleh Kopesa dinamakan technology map.

Analisis co-word didasarkan ada analisis co-occurance dari dua atau lebih kata kunci atau kata-kata yang terdapat dalam teks yang digunakan untuk mengindeks artikel atau dokumen lainnya. Analisis co-word ditujukan untuk menganalisis, pola dan kecenderungan (trend) dari suatu kumpulan dokumen dengan mengukur hubungan kekuatan istilah (term).

Analisis co-word adalah suatu teknik analisis isi dokumen yang efektif dalam pemetaan, kekuatan antara kata kunci dalam data tekstual. Analisis co-word mengurangi ruang dari deskriptor (kata kunci) untuk satu set grafik jaringan yang secara efektif menggambarkan terkuat asosiasi antara descriptor. Teknik ini menggambarkan hubungan antara kata kunci dengan membangun beberapa jaringan yang menyoroti hubungan antara kata kunci, dan dimana hubungan antara jaringan yang mungkin terjadi.

Ko-klasifikasi (co-classification) adalah situasi dua dokumen atau lebih tergabung dalam satu gugus karena notasi klasifikasi yang sama. Ko-klasifikasi digunakan untuk mengumpulkan dokumen yang sama serta menunjukkan bahwa bibliografi secara kuantitatif menunjukkan subjek yang sama dengan judul dokumen. Untuk klasifikasi dapat digunakan sistem klasifikasi UDC dan/ atau DDC. Hasil analisis ko-klasifikasi dituangkan dalam grafik.

Co-classification menggunakan analisis classification yaitu dengan

(11)

2.4 Jenis Metode Pemetaan Ilmu Pengetahuan

Ada beberapa jenis metode pemetaan ilmu pengetahuan, menurut Sulistyo-Basuki (2002:1) bahwa “metode pemetaan ilmu pengetahuan terdiri dari empat yaitu pemetaan kronologis, pemetaan kognitif, pemetaan berbasis co-word dan pemetaan konseptual.”

2.4.1 Pemetaan Kronologis

Refresentasi grafis atau peta terdiri dari simpul yang mewakili peristiwa dan panah atau cabang yang mewakili pengaruh dan kaitan. Pemetaan ini biasanya digunakan untuk kajian historis sains dan teknologi, menelusur sumber pengetahuan yang digunakan masa kini sebagai alat untuk pertimbangan strategi teknologi.

Menurut Sulistyo-Basuki (2002:1), bahwa:

Pemetaan kronologis merupakaan pemetaan yang memberikan urutan kronologis berbagai penemuan dalam bentuk yang berkaitan dengan interdependensi temporer dan logis. Hasilnya adalah representasi berbagai sumbangan pengetahuan yang mengarah teknologi mutakhir (state-of-the-art). Setiap fakta ilmiah individual, dihubungkan dengan pengikutnya sesuai dengan kronologis kejadiannya.

Menurut Suharto (2007:13), “kronologi adalah ilmu untuk menentukan waktu terjadinya tempat dan suatu peristiwa secara tepat berdasarkan urutan waktu. Tujuan kronologi adalah untuk menghindari kerancuan waktu dalam sejarah atau anakronisme”. Maka pemetaan kronologis ialah peta yang isinya menunjukkan urutan waktu terjadinya suatu peristiwa yang secara berurutan, untuk menghindari kerancuan waktu dalam sejarah.

(12)

2.4.2 Pemetaan Kognitif

Defenisi pemetaan kognitif menurut Sulistyo-Basuki (2002:1), bahwa “Pemetaan kognitif merupakan pemetaan yang berisikan metode presentasi pengetahuan personal, kemudian dikembangkan sebagai kerangka kerja pemikiran sistem dan kajian dinamika system”. Pemetaan kognitif merupakan cara pemaparan suatu grafis/ grafik dari seseorang mengenai pemahamannya tentang hubungan kasual antara elemen atau faktor yang mempengaruhi situasi dalam lingkungan tertentu yang kini juga digunakan sebagai alat dalam suatu manajemen.

Menurut Tolman dalam Intraspec (2002:1) bahwa “Cognitive map is the

term used to refer to one's internal representation of the experienced world. Cognitive mapping includes the various processes used to sense, encode, store, decode, and use this information”. Peta kognitif adalah suatu istilah yang digunakan untuk merujuk pada representasi internal seseorang tentang dunia yang berpengalaman. Pemetaan kognitif mencakup berbagai proses yang digunakan untuk merasakan, mengkodekan, menyimpan, membaca kode, dan menggunakan informasi. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa sebuah peta kognitif adalah representasi berpikir seseorang yang mencakup berbagai proses yang digunakan untuk merasakan, mengkodekan, menyimpan, membaca kode serta menggunakan informasi yang ada. Peta kognitif telah dipelajari di berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti psikologi, perencanaan, geografi dan manajemen.

Menurut Downs dan Stea dalam

Cognitive mapping may be defined as a process composed of a series of psychological transformations by which an individual acquires, codes, stores, recalls, and decodes information about the relative locations and attributes of phenomena in their everyday spatial environment.

(13)

dimana isinya terdapat kode, kenangan, panggilan dan informasi yang menerjemahkan tentang lokasi, atribut dari suatu fenomena dalam lingkungan sehari-hari kehidupan seorang individu.

Menurut McGraw-Hill Ryerson dala

In more general terms, a cognitive map may be defined as an overall mental image or representation of the space and layout of a setting, which means that the act of cognitive mapping is the mental structuring process leading to the creation of a cognitive map.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa dalam istilah yang lebih umum peta kognitif dapat didefinisikan sebagai sebuah gambaran mental yang secara keseluruhan atau mewakili dari pengaturan ruang dan tata letak. Gambar tersebut memiliki arti bahwa kegiatan pemetaan kognitif adalah proses penataan jiwa yang mengarah kepembentukan sebuah pemetaan

Dalam kaitannya dengan manajemen teknologi pada setiap tingkat, pemetaan ini menciptakan model situasi masalah. Bila situasi masalahnya kurang rumit, maka kita dapat memulai dengan representasi dampak dan masukan antara sejumlah elemen, dibuat berdasarkan intuisi, tanpa perlu membuat daftar dan tabel dan kemudian membuat graf dengan menambahkan elemen baru atau menambahkan panah. Dengan cara demikian kita dapat melakukan latihan pemodelan mental menyangkut situasi masalah, mengidentifikasi elemen kritis

kognitif.

Menurut Langfield-Smith dan Wirth dalam Sulistyo-Basuki (2002:2) bahwa, “peta kognitif kausal adalah representasi jaringan terarah dari keyakinan seseorang menyangkut domain tertentu pada titik tertentu dalam perjalanan waktu. Simpul dan lengkungan yang digunakan dalam pemetaan menunjukkan keyakinan kausal.”

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa peta kognitif kausal merupakan representasi jaringan terarah dari keyakinan seseorang, terdapat simpul dan lengkungan pada peta untuk menunjukkan keyakinan kausal.

(14)

atau menemukan hubungan kausal yang paling penting. Dalam hal demikian pemetaan kognitif dapat dipandang sebagai alat untuk analisis langsung atau perkiraan tentang setiap masalah dalam manajemen teknologi.

2.4.3 Pemetaan Berbasis Co-word

Metode ini dapat digunakan untuk pemetaan ilmu bilamana kita punya akses pangkalan data publikasi yang besar, dapat diakses sehingga penelusuran kata serta perkiraan dan perulangannya dapat digunakan secara automatic.

Menurut Sulistyo-Basuki (2002:4), “pemetaan berbasis co-word merupakan pemetaan berbasis frekuensi kata yang muncul dalam dokumen (atau judul dan/atau abstraknya)”. Frekuensi kata yang muncul dalam dokumen ini memungkinkan kita menentukan intensitas informasi yang terdapat pada masing-masing subjek suatu dokumen. Intensitas dapat digunakan sebagai indikator penting atau tidaknya bidang tertentu untuk dimunculkan dalam peta. Bila kalkulasi tersebut meliputi densitas relatif dari publikasi dimana terjadi perulangan beberapa istilah atau kata, maka kita dapat menemukan efek penggugusan clustering dan menentukan kedekatannya elemen pengetahuan yang berkaitan. Kedekatan ini diukur dengan frekuensi perulangan istilah atau kata. Semakin dekat subjek, semakin tinggi frekuensi kata.

Jumlah suatu pertumbuhan pengetahuan didasarkan atas jumlah publikasi dan paten yang dihasilkan pada periode tertentu. Melalui cara ini kita dapat memantau dinamika aktivitas penelitian dalam berbagai disiplin ilmu, bidang subjek, perubahan akses yang berpengaruh terhadap domain publik (paten dan publikasi). Data yang sama dapat digunakan untuk memetakan ilmu pengetahuan.

(15)

2.4.4 Pemetaan Konseptual

Metode pemetaan konseptual merupakan metode pemetaan dengan menggunakan konsep-konsep yang akan digambarkan pada sebuah rangkaian-rangkaian suatu pernyataan. Seperti yang dipaparkan oleh Suparno dalam Rulam (2010:1) bahwa:

Peta konsep merupakan suatu bagan skematik untuk menggambarkan suatu pengertian konseptual seseorang dalam suatu rangkaian pernyataan. Peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting, melainkan juga menghubungkan antara konsep-konsep.

Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa peta konsep adalah suatu bagan skematik yang menggambarkan suatu pengertian konseptual seseorang dalam suatu rangkaian pernyataan, namun bukan hanya menggambarkan konsep-konsep melainkan juga menghubungkan antara konsep-konsep tersebut.

Sedangkan menurut Sulistyo-Basuki (2002:3), bahwa “pemetaan konseptual dapat digunakan untuk memaparkan seluruh domain pengetahuan guna mengidentifikasikan bidang yang menarik. Objek pemetaan konseptual dapat berupa disiplin ilmiah atau teknologi atau domain interdisipliner”. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa pemetaan konseptual adalah pemetaan yang memaparkan seluruh domain pengetahuan dan yang merupakan objek untuk melakukan pemetaan secara konseptual ini dapat berupa disiplin ilmiah atau teknologi atau domain interdisipilner.

Ada juga pendapat dari Arends dalam Rulam (2010:1) menjelaskan bahwa “penyajian peta konsep merupakan suatu cara yang baik bagi siswa untuk memahami dan mengingat sejumlah informasi baru. Dengan penyajian peta konsep yang baik maka siswa dapat mengingat suatu materi dengan lebih lama lagi”.

Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa peta konsep adalah alat penyajian sejumlah informasi yang informasi tersebut dapat mudah dipahami dan dapat diingat lebih lama. Hal ini merupakan suatu cara yang baik untuk siswa memahami dan mengingat sejumlah informasi.

Menurut Williams dalam Rulam (2010:1), bahwa:

(16)

Sehingga dalam pelaksanaan proses belajar mengajar dapat meningkatkan daya serap siswa terhadap materi yang diajarkan.

Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa peta konsep adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman konseptual seseorang. Peta konsep dapat digunakan guru untuk membuat suatu program pengajaran yang lebih terarah dan berjenjang, sehingga dalam pelaksanaan proses belajar mengajar daya serap siswa terhadap materi yang diajarkan meningkat.

Berdasarkan ketiga pendapat di atas maka dapat dilihat beberapa persamaan tentang peta konsep. Ketiga pendapat tersebut sama-sama merupakan suatu alat yang merupakan bagan untuk mengetahui pemahaman konseptual seseorang, dapat digunakan guru dalam proses belajar mengajar sehingga siswa mudah mengerti dan memahami materi atau sejumlah informasi yang disampaikan dalam proses belajar mengajar.

Peta konsep (pemetaan konsep) adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi, matematika dan lain-lain. Selain itu, suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan hubungan-hubungan proposisional antara konsep-konsep. Hal inilah yang membedakan belajar bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran tanpa memperlihatkan hubungan antara konsep-konsep.

Menurut Gertner dalam Haryanto (2007:36). “sebuah konsep dapat didefinisikan sebagai setiap unit berpikir, setiap ide yang terbentuk di pikiran kita. Pemetaan konseptual kadang-kadang juga disebut taksonomi. Pemetaan konseptual adalah metode mengatur suatu hirarki dan mengklasifikasi konten”. Hal yang melibatkan dalam pelabelan potongan pengetahuan dan hubungan antara pengetahuan-pengetahuan tersebut. “Seringkali, kata benda digunakan untuk merujuk kepada konsep-konsep” (Roche dalam Haryanto, 2007:36).

(17)

Menurut Sowa dalam Haryanto (2007:36) bahwa:

Hubungan membentuk kelas khusus dari konsep adalah menggambarkan hubungan antara konsep-konsep lainnya. Salah satu hubungan yang paling penting antara konsep-konsep adalah hubungan hirarkis (subsumption), di mana satu konsep (superconcept) lebih umum daripada konsep lain (subconcept).

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa hubungan yang paling penting antara konsep-konsep adalah hubungan hirarki (subsumption), di mana satu konsep (superconcept) lebih umum daripada konsep lain (subconcept).

Menurut Dahar (2001:5) bahwa:

Penggunaan konsep dalam pembelajaran dapat diketahui dengan pertolongan peta konsep. Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep yang berbentuk preposisi-preposisi. Preposisi-preposisi merupakan dua atau lebih konsep-konsep yang dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantik”. Sebagai contoh: ”langit itu biru” mewakili peta konsep sederhana yang membentuk proposisi yang sahih tentang konsep ”langit” dan ”biru”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa peta konsep

adalah suatu gambar (visual), tersusun atas konsep-konsep yang saling berkaitan

sebagai hasil dari pemetaan konsep. Pemetaankonsep disini adalah suatu proses yang

melibatkan identifikasi konsep-konsep tersebut dalam suatu hirarki, mulai dari yang

paling inklusif kemudian yang kurang inklusif setelah itu baru konsep-konsep yang

lebih spesifik. Pemetaan konsep merupakan salah satu cara untuk

mengeksternalisasikan konsep-konsep yang telah diperoleh besertahubungannya.

Melalui peta konsep yang dibuat dapat dilihat suatu keutuhan (unity) dari

bangunan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Dari peta konsep juga dapat

diketahui keluasan dankedalaman pemahaman akan konsep-konsep yang dipelajari.

Untuk membuat peta konsep kita harus mengetahui terlebih dahulu domain pengetahuan dan hubungan antara domain tersebut. Dalam hal demikian ada tiga kategori dasar elemen pengetahuan dalam setiap domain pengetahuan yaitu :

1. Himpunan istilah dan konsep, sebuah kamus, thesaurus dan sebagainya

2. Himpunan pernyataan, informasi dan data deskriptif dan preskriptif, laporan tentang observasi, eksperimen, fakta, peristiwa dan sebagainya

(18)

Kategori tersebut secara fungsional saling berkaitan. Istilah dan konsep digunakan untuk merumuskan pernyataan. Selanjutnya digunakan untuk menciptakan pernyataan atau konsep baru. Semua proses dan interaksi ini diwujudkan dalam publikasi, makalah, laporan penelitian, dokumen, pangkalan data (database) dan sebagainya.

Hubungan satu konsep (informasi) dengan konsep lain disebut proposisi. Peta konsep menggambarkan jalinan antar konsep yang saling berhubungan. Konsep dapat dinyatakan dalam bentuk istilah atau label konsep. Konsep-konsep dijalin secara bermakna dengan kata-kata penghubung sehingga dapat membentuk proposisi. Satu proposisi mengandung dua konsep dan kata penghubung. Konsep yang satu mempunyai makna yang lebih luas daripada konsep yang lain. Dengan kata lain konsep yang satu lebih inklusifdaripada konsep yang lain.

Keseluruhan konsep-konsep tersebut disusun menjadi sebuah tingkatan dari konsep yang paling umum, khusus dan akhirnya sampai pada konsep yang paling khusus. Tingkatan-tingkatan dari konsep-konsep disebut dengan hirarki.

Pada peta konsep, konsep yang lebih inklusif diletakkan di atas. Konsep yang kurang inklusif kemudian dihubungkan dengan kata penghubung. Konsep yang khusus ditempatkan di bawahnya dan dihubungkan lagi dengan kata penghubung. Konsep yang inklusif dapat dihubungkan dengan beberapa konsep yang kurang inklusif. Konsep yang paling inklusif diletakkan pada pohon konsep. Konsep ini disebut kunci konsep. Konsep pada jalur yang satu dapat dihubungkan dengan konsep pada jalur yang lain dengan kata penghubung. Hubungan ini disebut dengan kaitan silang.

Yamin dalam Sutiman (2008:12), mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut:

1. Peta konsep adalah bentuk dari konsep-konsep atau preposisi-preposisi suatu bidang ilmu agar lebih jelas dan bermakna, misalnya dalam ilmu kimia dikenal konsep stoikiometri, konsep energitika dan konsep reaksi.

2. Peta konsep merupakan suatu gambaran yang berbentuk dua dimensi yang memperlihatkan tata hubungan antara konsep-konsep. Selain itu, peta konsep juga memperlihatkan bentuk belajar kebermaknaan dibanding dari cara belajar bentuk lain yang tidak memperlihatkan antar konsep.

3. Setiap konsep memiliki bobot yang berbeda antar satu dengan yang lainnya. 4. Peta konsep berbentuk hirarkis, manakala suatu konsep di bawahnya terdapat

(19)

apapun yang berkaitan dengan konsep tersebut akan timbul, seperti: fungsi, bentuk, contoh, tempat dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa ciri-ciri peta konsep mempunyai 4 (empat) ciri, yakni peta konsep adalah bentuk dari konsep-konsep atau preposisi-preposisi suatu bidang ilmu agar lebih jelas dan bermakna. Peta konsep merupakan suatu gambaran yang berbentuk dua dimensi yang memperlihatkan tata hubungan antara konsep-konsep. Setiap konsep memiliki bobot yang berbeda antar satu dengan yang lainnya. Peta konsep berbentuk hirarkis, manakala suatu konsep di bawahnya terdapat beberapa konsep.

Sedangkan menurut Dahar (1989:125-126) bahwa: Ciri-ciri peta konsep adalah :

1. Pertama, peta konsep atau pemetaan konsep ialah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan preposisi-preposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi, dan lain-lain.

2. Kedua, suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi, atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri ini lah yang dapat memperlihatkan hubungan-hubungan proposisional antara konsep-konsep. Peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting, melainkan juga hubungan antara konsep-konsep tersebut.

3. Ketiga, cara menyatakan hubungan antara konsep-konsep. Tidak semua konsep mempunyai bobot yang sama. Berarti, ada beberapa konsep yang lebih inklusif daripada konsep yang lain.

4. Keempat, tentang hirarki. Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa ciri peta konsep ada 4 (empat) ciri. Ciri pertama adalah peta konsep merupakan suatu cara memperlihatkan konsep dan preposisi yang terdapat pada suatu bidang studi. Ciri kedua adalah peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang, memperlihatkan hubungan proposisional antara konsep-konsep. Ciri ketiga adalah tiap konsep yang terdapat pada peta konsep tidak sama bobotnya sehingga terdapat konsep-konsep yang lebih inklusif. Dan ciri keempat adalah terdapat suatu hirarki pada peta konsep.

Menurut Novak dan Canas (2008:3) bahwa:

(20)

creates a context that will help to determine the hierarchical structure of the concept map. It is also helpful to select a limited domain of knowledge for the first concept maps.

Artinya ialah awalnya struktur konsep peta tergantung pada konteks di mana mereka akan digunakan, yang terbaik adalah untuk mengidentifikasi segmen teks, sebuah kegiatan mengolah atau masalah tertentu atau satu pertanyaan yang sedang dicoba untuk mengerti. Hal ini yang akan membantu menciptakan konteks yang akan ditentukan nya suatu struktur hirarkis dari peta konsep. Hal ini juga berguna untuk memilih sebuah domain pengetahuan yang terbatas

Concept mapping was developed at Cornell University in 1970s, but the version that spread all over the world was invented in 1980s. Novak and Gowin (1984) made it very popular among science educators. There are false claims who invented, what and when. The timing is claimed to be

untuk konsep peta yang pertama.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa suatu peta konsep yang baik adalah peta konsep yang menunjukkan suatu hirarki dan organisasi konsep-konsep yang tepat, menggunakan kata atau kalimat penghubung antar konsep-konsep yang sederhana namun bermakna dan penampilan yang menarik perhatian pembaca.

2.4.4.1 Sejarah Singkat Peta Konseptual

Adapun sejarah singkat peta konseptual yakni menurut Metawai (2009:1) bahwa:

Konsep teknik pemetaan pertama kali dikembangkan oleh Joseph D. Novak di Cornell University pada tahun 1960-an. Konsep ini didasarkan pada teori Ausubel Daud, yang menekankan pentingnya pengetahuan dalam sebelum dapat belajar tentang konsep-konsep baru. Novak menyimpulkan bahwa,

meaningful belajar melibatkan penulis baru dan konsep propositions yang ada dalam struktur kognitif.

Berdasarkan pendapat diketahui bahwa konsep teknik pemetaan pertama kali dikembangkan pada tahun 1960-an oleh Novak di Cornell University. Konsep ini didasarkan oleh teori Ausubel daud. Berdasarkan teori tersebut, novak menyimpulkan bahwa meaningful belajar melibatkan penulis baru dan konsep

propositions.

(21)

1960s or 1970s, and there are other people who claim to be inventors of concept mapping. Åhlberg (1993 and 2004) has studied published documents from the beginning of concept mapping research and he came to conclusions presented above. Novak tried to trademark his version of concept mapping in 1998. The name of his book (Novak 1998) is ‘Learning, creating and using knowledge. Concept Maps™ as facilitating tools in schools and corporations’. He did not get the trademark, although in the cover page trademark is already announced. There are hundreds of research reports of usefulness and accuracy of concept maps in education.

Teknik pemetaan konseptual kemudian dikembangkan lagi oleh Joseph D. Novak beserta tim penelitiannya Cornell University ditahun 1970-an. Akan tetapi di Indonesia, pemetaan konseptual baru dikenal pada tahun 1980-an. Pada tahun 1984 Novak dan Gowin membuat peta konseptual semakin popular di kalangan dunia pendidikan ilmu pengetahuan. Pada tahun 1998 Novak mencoba menjual suatu produk mengenai pemetaan konsep, yang diterbitkan melalui sebuah buku dengan judul “Belajar, menciptakan dan menggunakan pengetahuan : Konsep Peta sebagai fasilitasi alat di sekolah dan perusahaan”.

Pengenalan terbaru dan instruksi dari jenis produk adalah peta konsep yang diterbitkan sebagai laporan teknis yang dimuat di web (www) Novak dan Canas (2006:1) menyatakan bahwa:

Concept maps are graphical tools for organizing and representing knowledge. They include concepts, usually enclosed in circles or boxes of some type, and relationships between concepts indicated by a connecting line linking two concepts. Words on the line, referred to as linking words or linking phrases, specify the relationship between the two concepts.

Artinya ialah peta konsep adalah alat grafis untuk mengatur dan mewakili pengetahuan. Mereka mencakup konsep-konsep, biasanya tertutup dalam lingkaran atau kotak dari beberapa jenis, dan hubungan antara konsep-konsep yang ditunjukkan oleh garis yang menghubungkan menghubungkan dua konsep. Kata-kata pada baris, disebut sebagai menghubungkan kata atau frase menghubungkan, menentukan hubungan antara dua konsep.

(22)

Novak dan Canas (2008:1) menyatakan bahwa:

Another characteristic of concept maps is that the concepts are represented in a hierarchical fashion with the most inclusive, most general concepts at the top of the map and the more specific, less general concepts arranged hierarchically below. The hierarchical structure for a particular domain of knowledge also depends on the context in which that knowledge is being applied or considered.

Artinya ialah karakteristik lain dari peta konsep adalah bahwa konsep-konsep yang diwakili secara hirarkis dengan konsep-konsep yang paling inklusif yang paling umum di bagian atas peta dan konsep lebih spesifik (kurang umum) diatur secara hirarki di bagian bawah. Struktur hirarkis untuk domain pengetahuan tertentu juga tergantung pada konteks di mana pengetahuan yang sedang diterapkan atau dianggap.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa karakteristik dari peta konsep adalah konsep-konsep diwakili secara hirarki dengan konsep yang paling umum terletak di bagian atas dan konsep yang lebih spesifik (lebih khusus) diletakan di bagian bawah. Suatu struktur hirarki untuk domain pengetahuan tertentu tergantung pada konteks dimana pengetahuan yang sedang diterapkan atau dianggap.

Perkembangan selanjutnya peta konsep digunakan sebagai alat untuk meningkatkan pembelajaran agar lebih bermakna dalam mata pelajaran science maupun pelajaran lainnya. Semula, peta konsep dikenal juga dengan pembelajaran konstruktivisme karena para konstruktivis berpendapat bahwa dalam pembelajaran peta konsep, peserta didik secara aktif membangun pengetahuannya sendiri.

2.4.4.2 Cara Membuat Peta Konseptual

Dalam praktiknya, ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh seseorang yang akan membuat peta konsep. Ernest dalam Rulam (2010), berpendapat bahwa untuk menyusun suatu peta konsep dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Tentukan dahulu topiknya,

(23)

4. Menghubungkan konsep-konsep itu dengan kata-kata supaya bisa terbentuk suatu proposisi,

5. Mengevaluasi keterkaitan konsep-konsep yang telah dibuat.

Berdasarkan pendapat di atas diketahui bahwa terdapat 5 (lima) cara untuk menyusun suatu peta konsep. Lima cara tersebut yakni menentukan topik, membuat daftar konsep-konsep yang relevan, menyusun konsep-konsep menjadi sebuah bagan, menghubungkan konsep-konsep dengan kata-kata agar membentuk suatu proposisi, dan mengevaluasi hubungan konsep-konsep yang telah dibuat.

Pendapat lain menyatakan bahwa langkah-langkah dalam membuat peta konsep, yaitu:

1. Memilih suatu bahan bacaan/ sumber bacaan. 2. Tentukan konsep-konsep yang relevan.

3. Mengelompokkan (mengurutkan) konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif.

4. Menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep yang paling inklusif diletakkan di bagian atas atau di pusat bagan tersebut.

5. Dalam menghubungkan konsep-konsep tersebut dihubungkan dengan kata hubung. Misalnya “merupakan”, “dengan”, “diperoleh”, dan lain-lain. (Ivonyerniwaty, 2011:1)

Dari pendapat di atas diketahui bahwa terdapat 5 (lima) cara untuk membuat peta konsep. Lima cara tersebut yakni memilih suatu bahan bacaan/sumber bacaan, menentukan konsep-konsep yang relevan, mengurutkan konsep-konsep secara hirarki, mulai dari konsep paling inklusif sampai konsep paling khusus. Kemudian menyusun konsep-konsep tersebut dalam kertas dengan cara menempatkan konsep paling inklusif pada bagian paling atas, lalu menghubungkan konsep-konsep tersebut dengan kata penghubung.

Sedangkan menurut Sulistyo-Basuki (2002:4) bahwa untuk membuat peta konseptual, ada 6 (enam) langkah yang dapat dilakukan adalah:

1. Masing-masing subdisiplin ilmu atau spesialisasi dianggap sebagai elemen pengetahuan dari domain tertentu, dinyatakan di peta dalam bentuk kotak/ kerangka tunggal.

2. Besaran isi pengetahuan dalam sebuah elemen, misalnya diukur dengan jumlah publikasi, paten, pengarang aktif dan lain-lain. Dinyatakan berdasarkan besaran (atau ketebalan kotak) elemen di peta. Dengan demikian besaran tersebut bersifat relatif.

(24)

tingkat 1: realita-data empiris mengenai realita, persepsi, deskripsi; (2) tingkat 2: realita ke model-syarat dan kondisi persamaan, perkiraan, asumsi dan pemodelan; (3) tingkat 3: Model, merupakan representasi realita diwujudkan dalam model; (4) tingkat 4: Model ke pernyataan-teknik verifikasi, algoritma, dan ketentuan penalaran; (5) tingkat 5: pernyataan berupa teori, inferensi, penjelasan dan penilaian.

4. Kedekatan elemen pengetahuan, dinilai oleh pakar atau diukur berdasarkan indeks kedekatan bibliometrika. Teknik ini digunakan untuk menentukan lokasi relatif masing-masing elemen.

5. Lokasi elemen di peta hendaknya mencerminkan asal usul dan daya tarik menarik dengan disiplin eksternal (sumber pengetahuan)

6. Koneksi antara elemen pengetahuan hendaknya mencerminkan arah dan intensitas dampak atau arus pengetahuan. Koneksi ditunjukkan dengan panah dan garis. Asesmen terhadap hubungan dilakukan dengan menggunakan data sitasi, pengulangan kata dan/ atau pendapat pakar dalam bidang tersebut.

Berdasarkan pendapat Sulistyo di atas diketahui bahwa terdapat 6 langkah untuk membuat peta konsep. Enam langkah tersebut yakni masing-masing subdisiplin ilmu atau spesialisasi dianggap sebagai elemen pengetahuan dari domain tertentu, besaran isi pengetahuan dalam sebuah elemen, misalnya diukur dengan jumlah publikasi, paten, pengarang aktif dan lain-lain. Dinyatakan berdasarkan besaran atau ketebalan kotak elemen di peta, tingkat pengetahuan diungkapkan berdasarkan ketebalan atas warna masing-masing elemen, kedekatan elemen pengetahuan, dinilai oleh pakar atau diukur berdasarkan indeks kedekatan bibliometrika. Lokasi elemen di peta hendaknya mencerminkan asal usul dan daya tarik menarik dengan disiplin eksternal (sumber pengetahuan), dan koneksi antara elemen pengetahuan hendaknya mencerminkan arah dan intensitas dampak atau arus pengetahuan. Koneksi ditunjukkan dengan panah dan garis.

Dari ketiga pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa metode atau cara untuk membuat peta konsep adalah sebagai berikut:

1. Memilih suatu bahan bacaan/ sumber bacaan,

2. Mencatat semua judul artikel dari masing-masing judul artikel yang terdapat di dalam suatu bahan bacaan/ sumber bacaan yang telah dipilih, serta memahami isi artikel-artikel tersebut,

(25)

tingkat pengetahuan, ada 5 (lima) tingkat pengetahuan yakni tingkat 1. realita-data empiris mengenai realita, persepsi, deskripsi, tingkat 2. realita ke model-syarat dan kondisi persamaan, perkiraan, asumsi dan pemodelan,tingkat 3. Model, merupakan representasi realita diwujudkan dalam model, tingkat 4. Model ke pernyataan-teknik verifikasi, algoritma, dan ketentuan penalaran, tingkat 5 pernyataan berupa teori, inferensi, penjelasan dan penilaian,

4. Menghubungkan konsep-konsep tersebut dengan kata penghubung, 5. Mengevaluasi keterkaitan konsep-konsep yang telah dibuat,

6. Hubungan antara konsep hendaknya mencerminkan arah dan intensitas dampak atau arus pengetahuan, ditunjukkan dengan panah dan garis.

Keenam langkah-langkah tersebut merupakan metode atau cara yang dirumuskan berdasarkan perpaduan antara pendapat Ermest, Dahar dan Sulistyo-Basuki. Selanjutnya keenam langkah-langkah tersebut akan diterapkan atau digunakan dalam penelitian ini.

Adapun konsep-konsep yang akan dijadikan sebagai elemen pengetahuan adalah:

1. Subdisiplin ilmu sebagai elemen pengetahuan dari domain tertentu;

Untuk menentukan subdisiplin ilmu masing-masing artikel, digunakan pedoman peta ilmu informasi yang telah dibuat oleh Sulistyo-Basuki (Sulistyo-Basuki, 2006: 29). Peta ilmu informasi dapat dilihat pada Lampiran 3.

2. Besaran isi pengetahuan dalam sebuah elemen yang mencakup jumlah publikasi, jumlah pengarang, asal pengarang, dan bahasa artikel;

3. Tingkat pengetahuan, ada 5 (lima) tingkat pengetahuan yakni:

a. Tingkat 1. realita-data empiris mengenai realita, persepsi, deskripsi, Maksudnya ialah apakah realita-data empiris yang terdapat dalam artikel-artikel tersebut merupakan suatu realita, persepsi atau kah merupakan deskripsi.

(26)

realita adalah suatu data empiris yang datanya merupakan data yang nyata/ real sesuai dengan data yang ada atau nyata.

Berdasarkan Kamus Kata Serapan (2001: 449), persepsi adalah suatu proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indera atau suatu kesadaran/ tanggapan akan sesuatu yang diterima melalui panca indera. Maka realita-data empiris yang merupakan persepsi adalah suatu data empiris yang datanya diperoleh seseorang melalui proses tanggapan akan sesuatu yang dtangkap oleh panca indera seseorang tersebut.

Berdasarkan Kamus Pintar Bahasa Indonesia (1995: 74), deskripsi adalah paparan dengan kata-kata secara terperinci. Dari pengertian tersebut dapat kita ketahui bahwa realita-data empiris yang merupakan deskripsi adalah suatu data empiris yang data nya merupakan atau hasil dari paparan-paparan dengan kata-kata yang terperinci.

b. Tingkat 2. realita ke model-syarat dan kondisi persamaan, perkiraan, asumsi dan pemodelan,

Maksudnya ialah apakah realita ke model-syarat yang terdapat dalam artikel-artikel tersebut merupakan suatu persamaan, perkiraan, asumsi ataukah pemodelan.

Adapun defenisi yang dimaksud dengan persamaan, perkiraan, asumsi dan pemodelan adalah sebagai berikut. Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984: 858), persamaan adalah perihal sama atau keadaan yang sama, serupa dengan yang lain. Berdasarkan defenisi tersebut maka dapat kita ketahui bahwa realita ke model-syarat dan kondisi yang merupakan persamaan adalah realita ke model-syarat dan kondisinya berupa perihal/ keadaan yang sama ataupun serupa dengan yang lainnya.

(27)

Berdasarkan Kamus Pintar Bahasa Indonesia (1995: 26), asumsi adalah anggapan, dugaan.

c. Tingkat 3. Model, merupakan representasi realita diwujudkan dalam model,

Berdasarkan defenisi tersebut maka dapat kita ketahui bahwa realita ke model-syarat dan kondisi yang merupakan asumsi adalah realita ke model-syarat dan kondisi nya berupa anggapan, dugaan.

Menurut Herawati (2010: 16), pemodelan adalah suatu bentuk penyederhanaan dari sebuah elemen dan komponen yang sangat komplek untuk memudahkan pemahaman dari informasi yang dibutuhkan. Berdasarkan defenisi tersebut maka dapat kita ketahui bahwa realita ke model-syarat dan kondisi yang merupakan pemodelan adalah realita ke model-syarat dan kondisi nya berupa suatu penyederhanaan dari sebuah elemen dan komponen yang sangat komplek untuk memudahkan pemahaman dari informasi yang dibutuhkan.

Maksudnya ialah apakah model dalam artikel-artikel tersebut, merupakan representasi realita yang diwujudkan dalam model atau tidak diwujudkan dalam model. Berdasarkan Kamus Pintar Bahasa Indonesia (1995: 188), model adalah ragam, contoh, acuan. Berdasarkan defenisi tersebut dapat kita ketahui bahwa representasi realita yang diwujudkan dalam model adalah representase realitanya berupa/ diwujudkan dengan contoh, seperti gambar.

Adapun defenisi model menurut Herawati (2010: 11), model adalah representasi penyederhanaan dari sebuah realita yang complex (biasanya bertujuan untuk memahami realita tersebut) dan mempunyai feature yang sama dengan tiruannya dalam melakukan task atau menyelesaikan permasalahan.

d. Tingkat 4. Model ke pernyataan-teknik verifikasi, algoritma, dan ketentuan penalaran,

(28)

Adapun defenisi yang dimaksud dengan verifikasi, algoritma dan penalaran adalah sebagai berikut. Berdasarkan Kamus Pintar Bahasa Indonesia (1995: 238), verifikasi pemeriksaan tentang kebenaran laporan. Berdasarkan defenisi tersebut maka dapat kita ketahui bahwa model ke pernyataan-teknik yang berupa verifikasi adalah teknik yang berisikan tentang kebenaran akan suatu laporan.

Berdasarkan Kamus Pintar Bahasa Indonesia (1995: 15) Algoritma adalah urutan logis pengambilan keputusan untuk pemecahan masalah

e. Tingkat 5. Pernyataan berupa teori, inferensi, penjelasan dan penilaian, . Berdasarkan defenisi tersebut maka dapat kita ketahui bahwa model ke pernyataan-teknik yang berupa algoritma adalah teknik yang berisikan tentang urutan logis untuk pemecahaan suatu masalah..

Menurut Herdiyanti (2012: 1), penalaran adalah suatu proses berfikir, yang menghubungkan fakta-fakta dari suatu data hingga memperoleh suatu kesimpulan. Berdasarkan defenisi tersebut maka dapat kita ketahui bahwa model ke pernyataan-teknik yang berupa penalaran adalah teknik yang berisikan tentang proses berfikir.

Maksudnya ialah apakah pernyataan dalam artikel-artikel tersebut berupa teori, inferensi, penjelasan atau kah berupa penilaian.

Adapun defenisi yang dimaksud dengan teori, inferensi, penjelasan dan penilaian adalah sebagai berikut. Berdasarkan Kamus Kata Serapan (2001: 621), teori adalah pendapat/ gagasan umum sebagai suatu kebenaran yang diperoleh dari serangkaian kenyataan/ pemikiran. Berdasarkan defenisi tersebut dapat diketahui bahwa pernyataan yang berupa teori adalah pernyataan yang berisikan pendapat/ gagsan umum yang kebenaran nya diperoleh dari serangkaian kenyataan pemikiran.

(29)

Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984: 410), penjelasan adalah suatu keterangan yang lebih jelas, uraian untuk menjelaskan. Berdasarkan defenisi tersebut makan dapat kita ketahi bahwa pernyataan yang berupa penjelasan adalah pernyataan yang berisikan suatu keterangan-keterangan atau uraian-uraian yang menjelaskan lebih jelas lagi.

Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984: 677), penilaian adalah suatu perbuatan menilai/ memberi nilai. Berdasarkan defenisi tersebut dapat diketahui bahwa pernyataan yang berupa penilaian adalah pernyataan yang isi nya memberi nilai terhadap suatu hal.

Contoh peta konsep yang pernah dibuat oleh Riduan (2010:4,5,9):

Sumber: Riduan (2010:4)

Gambar 4. Contoh sederhana peta konsep

Sumber: Riduan (2010:9)

(30)

Sumber: Riduan (2010:9)

Gambar 6. contoh lain peta konsep sederhana

Sumber: Riduan (2010:5)

(31)

Contoh peta konsep yang pernah dibuat oleh Fatmawati (2005:23):

Sumber: Fatmawati (2005:23)

Gambar 8. Bagan Peta Konsep Materi Daur Air dan Peristiwa Alam

Contoh peta konsep yang pernah dibuat oleh Taufiqurohman (2011:1):

Sumber: Taufiqurohman (2011:1)

(32)

Sumber: Taufiqurohman (2011:1)

Gambar 10. Peta Konsep Zat Psikotropika

Contoh peta konsep yang pernah dibuat oleh Dahar (1989:127):

Sumber : Dahar (1989:127)

(33)

Contoh peta konsep yang pernah dibuat oleh Aslam (2012:1):

Sumber: Aslam (2012:1)

Gambar 12. Peta Konsep Plantae

2.5 Pengertian Jurnal

Jurnal merupakan salah satu koleksi perpustakaan yang paling dibutuhkan oleh pengguna untuk menemukan informasi tentang penemuan ilmiah terkini (current). Dalam hal pengelompokkan koleksi perpustakaan, pada dasarnya jurnal termasuk ke dalam kategori koleksi atau terbitan serial/ berseri/ berkala.

Menurut Lasa (1994:13) bahwa : “terbitan berseri biasanya direncanakan untuk terbit terus menerus dalam jangka waktu yang tidak terbatas, dikelola oleh sekelompok orang yang pada umumnya disebut redaksi.” Menurut pendapat di Lasa tersebut dapat diketahui bahwa terbitan berseri adalah terbitan yang direncanakan untuk terbit secara terus menerus dalam waktu tidak terbatas serta dikelola dengan sekelompok orang.

(34)

merupakan suatu koleksi dari terbitan berkala yang berisikan artikel-artikel ilmiah.

Definisi lain menurut Koswara (2000:3) bahwa:

Jurnal adalah terbitan berkala yang berbentuk pamflet berseri berisi bahan yang sangat diminati orang saat diterbitkan . Bila dikaitkan dengan kata ilmiah di belakang kata jurnal dapat terbitan berarti berkala yang berbentuk pamflet yang berisi bahan ilmiah yang sangat diminati orang saat diterbitkan.

Dari pendapat tersebut dapat kita ketahui bahwa jurnal merupakan salah satu terbitan berkala, berisikan bahan yang sangat diminati orang saat diterbitkan. Jika kata jurnal dikaitkan dengan kata ilmiah maka menjadi jurnal ilmiah dan artinya bahwa jurnal tersebut berisikan bahan ilmiah namun tetap saja diminati orang saat diterbitkan.

Berdasarkan tiga pendapat di atas dapat dilihat beberapa kesamaan dan beberapa perbedaan pendapat tentang pengertian Jurnal. Pendapat di atas memiliki persamaan yakni, jurnal merupakan terbitan yang terbit secara berlanjut atau berkala. Perbedaan dari tiga pendapat di atas yakni, pendapat dari Lasa lebih menekankan bahwa jurnal adalah terbitan berkala yang dikelola oleh sekelompok orang. Pendapat dari Zen lebih menekankan bahwa isi jurnal adalah terbitan berseri yang berisi artikel-artikel ilmiah, sedangkan pendapat dari Koswara lebih menekankan bahwa jurnal sangat diminati orang saat diterbitkan.

2.6 Jenis Jurnal berdasarkan Format Media

Berdasarkan format media, jurnal terbagi atas 2 jenis yakni jurnal tercetak dan jurnal elektronik. Jurnal tercetak adalah suatu koleksi berkala atau serial yang formatnya masih tercetak seperti buku.

(35)

melayani serta memenuhi kebutuhan informasi pengguna adalah dengan menyediakan koleksi jurnal elektronik.

Jurnal elektronik merupakan salah satu terbitan serial (terbitan berkala) seperti bentuk tercetak tetapi dalam bentuk elektronik. Biasanya terdiri dari tiga format , yaitu teks, teks dan grafik, serta full image (dalam bentuk pdf). Jurnal elektronik juga merupakan bagian dari koleksi terbitan berseri dimana memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan jurnal tercetak.

Jurnal elektronik atau jurnal online menurut LIPI (2006:1) adalah sarana berbasis web untuk mengelola sebuah jurnal. Sarana ini disediakan sebagai wadah bagi pengelola, penulis dan pembaca karya-karya ilmiah. Dari pendapat ini dapat diketahui bahwa jurnal elektronik adalah sebuah sarana yang berbasis web.

Adapun pengertian jurnal elektronik menurut Rushendi (2010:59) adalah “terbitan serial seperti bentuk tercetak tetapi bentuk elektronik, biasanya terdiri dari tiga format, yaitu teks, teks, grafik, serta full image (dalam bentuk pdf)”. Dari pendapat ini dapat diketahui bahwa jurnal elektronik adalah terbitan serial yang berbentuk elektronik.

Dari kedua pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa jurnal elektronik adalah suatu sarana yang berbasis web, yang merupakan terbitan serial yang berbentuk elektronik. Biasanya terdiri dari tiga format yakni teks, grafik dan full

image (dalam bentuk pdf)

Sedangkan Rushendi (2010:59) menyatakan bahwa dibandingkan dengan jurnal tercetak jurnal elektronik memiliki beberapa kelebihan, diantaranya dari segi kemuktahiran. Jurnal elektronik sering kali sudah terbit sebelum jurnal cetak diterbitkan.

(36)

Perbandingan jurnal elektronik dengan jurnal cetak disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Perbandingan Jurnal Elektronik dengan Jurnal Tercetak

No. Kriteria Elektronik Tercetak

1 Kemuktakhiran Mutahir Mutahir

2 Kecepatan diterima Cepat Lambat

3 Penyimpanan Sangat mengirit tempat

Memakan tempat

4 Pemanfaatan 24 jam Terbatas jam buka

5 Kesempatan akses Bisa bersamaan Antri 6 Penelusuran Otomatis tersedia Harus dibuat

7 Waktu penelusuran Cepat Lama

8 Keamanan Lebih aman Kurang aman

9 Manipulasi dokumen Sangat mudah Tidak bisa 10 Bila langganan dengan

dana yang sama

Judul bias lebih banyak

Judul lebih sedikit

11 Harga total langganan Jauh lebih murah Lebih mahal

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jurnal elektronik lebih banyak memiliki nilai lebih dibandingkan dengan jurnal tercetak baik itu dari aspek kemuktahiran, penyimpanan, serta pemanfaatannya. Dengan adanya kelebihan yang dimiliki jurnal elektronik dapat lebih memudahkan pengguna dalam mencari informasi khususnya dalam hal penelusuran jurnal online/elektronik, namun disamping itu jurnal elektronik memiliki kelemahan dimana untuk mengakses jurnal harus melalui media yaitu komputer yang tentunya membutuhkan listrik, jadi apabila terjadi pemadaman listrik jurnal online pun tidak dapat diakses.

Perpustakaan dalam hal ini tentunya perlu meyediakan koleksi selain koleksi tercetak yang sudah ada demi memenuhi tuntutan perkembangan IPTEK yang sedang terjadi yaitu salah satunya dengan menyediakan koleksi elektronik.

Menurut Galvin (2004:1) bahwa:

(37)

maintenance of technology and staff time spent in selecting and reviewing electronic subscriptions, From the scholar/author's point of view, other benefits of electronic publication are speed and freedom from constraints of journal length. Publication delays are no longer necessary, nor do worthy articles need to be eliminated from journals due to space restrictions.

Berdasarkan pendapat Galvin dapat diketahui bahwa keuntungan dari jurnal

elektronis adalah bagi pihak penerbit dapat menghemat biaya cetak, bagi

perpustakaan akan menghemat biaya pemeliharaan seperti penjilidan dan

pemeliharaan di rak, dan bagi penulis dapat mengurangi panjangnya waktu/proses

penerbitan naskah dalam suatu jurnal sehingga penundaan penerbitan dapat

dihindari. Juga kekhawatiran artikel dieliminasi dari jurnal yang disebabkan

terbatasnya ruang jurnal dapat dikurangi.

Jurnal saat ini tidak hanya terdiri dari jurnal bentuk cetak namun telah tersedia pula dalam bentuk digital atau CD-ROM, dan jurnal yang memang hanya diterbitkan secara online (jurnal elektronik berbasis web).

Jurnal elektronik dalam bentuk CD-ROM merupakan jurnal yang penyediaannya dalam bentuk CD (Compact Disc), yaitu disket yang berbentuk cakram yang hanya bisa diakses dengan menggunakan sistem penelusuran informasi.

Siregar (1997:1) mendefinisikan CD-ROM yaitu “sebagai jenis disket yang diciptakan dengan teknologi optical (laser) yang terbuat dari bahan plastik dan silikon, berbentuk piringan dengan diameter 12 cm dan tebal 1 mm”. Pendapat yang hampir sama dinyatakan oleh Bamford dalam Muntashir (2005:10):

CD-ROM merupakan temuan baru teknologi informasi, berbentuk fisik cakram, dengan diameter 120 mm (12cm), dengan ketebalan 1,2 mm, yang terbuat dari polycarbonate, dengan lapisan mengkilat, tempat informasi disimpan, dan hanya satu sisi dari disc itu yang dapat digunakan untuk menyimpan informasi.

Dari beberapa definisi di atas diketahui bahwa definisi CD-ROM adalah suatu benda berbentuk cakram dimana informasi tersedia didalamnya tergantung informasi apa yang disimpan termasuk jurnal, dengan media aksesnya menggunakan komputer.

(38)

ditempatkan pada database yang hanya biasa diakses melalui internet”. Sesuai dengan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa jurnal berbasis web atau yang kita kenal dengan jurnal online merupakan jurnal yang dalam waktu kita mengaksesnya membutuhkan media yaitu internet. Jurnal dalam internet bisa kita download secara berlangganan dengan ataupun secara gratis (free).

2.7 Jurnal sebagai Objek yang dikaji dalam Pemetaan Ilmu Pengetahuan Jurnal sering digunakan sebagai objek untuk pemetaan ilmu pengetahuan. Berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, jurnal dapat dijadikan sebagai objek yang dikaji dalam pemetaan ilmu pengetahuan. Misalnya saja penelitian yang dilakukan oleh Helon Taro pada tahun 2000 dengan judul penelitian Analisis Komponen Dokumen untuk Pemetaan Disiplin Ilmu Pengetahuan Bidang Nuklir. Objek dalam penelitian Helon tersebut adalah Jurnal yang terdapat di lingkungan Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) yang terbitan tahun 1981-1991. Pemetaan Ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Helon adalah dengan cara bibliographic coupling, co-word dan co-citation.

2.8 Penelitian Terdahulu yang Pernah Dilakukan

Beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan antara lain:

1. Penelitian dengan judul penelitian Analisis Komponen Dokumen untuk Pemetaan Disiplin Ilmu Pengetahuan Bidang Nuklir (Tesis S2) yang dilakukan oleh Helon Taro pada tahun 2000. (Taro, 2000).

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran perkembangan ilmu pengetahuan bidang nuklir melalui dokumen hasil-hasil

Penelitian ini dilakukan terhadap 107 dokumen untuk melihat keterkaitan bibliographic coupling, co-word dan co-citation terhadap kedekatan hubungan subjek dari dokumen yang diteliti. Pemasangan dokumen dilakukan dengan memasangkan dokumen baik dengan dokumen yang berasal dari query dan unit kerja yang sama maupun dengan dokumen yang, berasal dari query dan unit kerja yang lain untuk menghasilkan

bibliographic coupling dan co-word. co-citation diperoleh dengan cara

(39)

lingkungan BATAN selama periode 5 tahun (1995-1999). Hasil penelitian menunjukkan kontribusi bibliographic coupling, co-word dan co-citation yang lemah.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sekalipun kontribusi

co-words juga lemah, namun kekuatan co-words lebih akurat menunjukkan

kedekatan hubungan subjek dokumen daripada bibliographic coupling, maupun co-citation. Bibliographic coupling dan co-words dapat dijadikan dasar untuk pemetaan disiplin atau perkembangan ilmu yang diteliti, sedangkan ko-sitiran hanya menghasilkan pemetaan ko-sitiran pengarang.

2. Penelitian dengan judul penelitian Pemetaan ilmu pengetahuan pada laporan penelitian dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jambi tahun 1991 – 2000 oleh Sokhiaro Daeli. (Daeli, 2003).

Dari 406 judul laporan penelitian dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jambi yang diterbitkan tahun 1991 - 2000, ditarik sampel sebanyak 197 dokumen. Berdasarkan analisis co-words diperoleh 671 kata kunci atau dengan rata-rata 3,39 kata kunci per laporan penelitian. Kemudian dilakukan pengelompokan pada tahun 1991-1995, 1996-1998 dan 1999-2000 masing-masing 6 (enam) kelompok yakni pengelompokan laporan penelitian dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jambi tahun 1991-1995 terdiri dari: Koperasi, Demografi, Tenaga Kerja, Keuangan, Ekonomi-Keadaan, dan Perdagangan. Pada tahun 1996-1998 terdiri dari: Koperasi, Tenaga Kerja, Industri, Ekonomi-Keadaan, Keuangan, dan Pendapatan. Kemudian tahun 1999-2000 terdiri dari: Ekonomi-Keadaan, Wanita Pekerja, Perdagangan, Tenaga Kerja, Pendapatan, dan Investasi.

(40)

Ekonomi-Keadaan. Kemudian tahun 1999-2000 terdiri dari: Investasi, Produksi, keuangan dan perkembangan ekonomi.

3. Penelitian dengan judul penelitian Pemetaan Majalah Ilmiah Indonesia Tahun 2000-2009; Studi Kasus Lembaga Pemerintah Non Kementerian Dan Perguruan Tinggi Negeri oleh Ir. Rochani Nani Rahayu M.Si. dan Agus Permadi M.Sc. (Nashihuddin, 2011).

Kajian yang berjudul Pemetaan Majalah Ilmiah Indonesia Tahun 2000–2009; Studi Kasus Perguruan Tinggi Negeri dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian ini ditujukan untuk mengetahui: Peta majalah ilmiah yang diterbitkan oleh lembaga penelitian di bawah Kementerian Riset dan Teknologi yaitu LIPI, BPPT, BATAN, dan LAPAN, beserta klasifikasi bidang, kapan majalah terbanyak diterbitkan pada periode 2000-2009, berapa tiras majalah, bagaimana tingkat akreditasi majalah dan frekuensi terbit

Peta majalah yang diterbitkan oleh perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia, serta mengetahui kelas majalahnya. Analisis dilakukan terhadap 31 PTN ternama terdiri atas Jawa 6 PTN, Sumatra 9 PTN, Kalimantan 4 PTN, Nusa Tenggara 3 PTN, Sulawesi 5 PTN, Maluku & Papua 4 PTN. Kajian dilakukan secara deskriptif terhadap pangkalan data Majalah Ilmiah Indonesia 2000-2009, dan disajikan dalam bentuk tabel. Berdasarkan hasil kajian disimpulkan bahwa:

a. Selama 2000–2009 institusi penelitian yang berada di bawah Kementerian Riset dan Teknologi telah menerbitkan 31 judul Majalah Ilmiah Indonesia, terdiri atas sebanyak 8 judul diterbitkan berturut–turut oleh LIPI, BPPT, BATAN, dan 7 judul diterbitkan oleh LAPAN.

b. LIPI menerbitkan majalah sebanyak 8 judul terdiri atas kelas komputer sebanyak 1 judul, sosiologi 2 judul dan 2 judul majalah tentang sains, 2 judul majalah bidang teknologi dan 1 judul bidang manajemen.

c. BPPT menerbitkan 8 judul majalah terdiri atas 2 judul kelas sosial dan layanan sosial , 1 judul bidang sain, 2 judul bidang kebumian, dan 2 judul kelas teknik dan teknik lingkungan.

(41)

e. LAPAN menerbitkan majalah di kelas teknik sebanyak 7 judul terdiri atas bidang aeronautica 2 judul, aerospace engineering 3 judul, material bahan 1 judul, dan ilmu kebumian 1 judul.

f. Terdapat 8 judul Majalah Ilmiah Indonesia terbitan LPNK yang menyandang tingkat akreditasi B, 3 judul berpredikat C dan sebanyak 20 judul tidak disebutkan tingkat akreditasinya

g. LIPI, BPPT, dan BATAN memiliki majalah yang bertiras antara 300–499 eksemplar. Adapun untuk tiras 500–1000 eksemplar diterbitkan oleh LAPAN dan BPPT. Sementara itu terdapat majalah yang tidak disebutkan tirasnya masing-masing di LIPI 6 judul, BPPT 5 judul, BATAN 5 judul dan LAPAN 3 judul.

h. Berdasarkan frekuensi terbit diketahui bahwa 23 judul (74,19%) Majalah Ilmiah Indonesia yang diterbitkan oleh LPNK terbit enam-bulanan, adapun sisanya 7 judul (22,58%) terbit empat bulanan, tiga bulanan, dua bulanan dan 1 judul (3,23%) tidak menyebutkan frekuensi terbit.

i. Tahun 2006 merupakan puncak penerbitan majalah dari LPNK yaitu sebanyak 6 judul (19,35%). Pada tahun 2007, 2008, dan 2009 terjadi penurunan jumlah majalah yang diterbitkan berturut- turut 2, 2 dan 0 judul.

j. Indonesia yang diwakili oleh 31 PTN menerbitkan 351 judul majalah terdiri atas Jawa 89 judul (6 PTN), Sumatra 108 judul (9 PTN), Kalimantan 27 judul (4 PTN), Nusa Tenggara 44 judul (3 PTN), Sulawesi 57 judul (5 PTN), Maluku & Papua 26 judul (4 PTN). Rata-rata produksi majalah secara nasional sumbangan PTN adalah 35 judul setiap tahun. k. Berdasarkan produktifitas setiap wilayah maka selama 10 tahun di Jawa

diterbitkan sebanyak 15 judul, Sumatra 12 judul, Kalimantan 6 judul, Nusa Tenggara 15 judul, Sulawesi 11 judul, Maluku dan Papua 6 judul. Penerbitan majalah terbanyak terjadi pada tahun 2005, dengan jumlah 51 judul (14,40%) dan penerbitan paling rendah pada tahun 2008 yaitu sebanyak 19 judul (5,36%).

(42)

Gambar

Gambar 1: Peta dari Vas Ditemukan di Makam Maikop
Gambar 2. Pasangan Bibliografi (Biliographic Coupling)
Gambar 3. Hubungan antara Pasangan Bibliografi dengan Ko-sitasi
Gambar 4. Contoh sederhana peta konsep
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil integrasi data ini seorang manager untuk mengontrol laporan atau mengontrol data-data yang ada pada masing-masing cabang cukup dengan memanfaatkan data yang sudah

Dalam proses penyampaian karya, koregrafer tidak hanya memberikan contoh gerak, namun koreografer juga menjelaskan latar belakang serta konsep penggambaran karya terlebih

mengalami nyeri sedang yaitu sebanyak 15 orang (100%). 2) Skala nyeri pada lansia sesudah terapi kompres hangat sebagian besar responden mengalami nyeri sedang yaitu

Empat huruf itu memang merupakan rahasia terbesar dikolong langit.” - TAMAT -.. *) Piauw adalah barang berharga jang dilindungi oleh perusahaan pengawal jang anggauta2nya terdiri

Atau dengan kata lain, penelitian untuk menguji kebenaran suatu hipotesis dimana dalam penelitian ini yang akan diuji adalah mengukur pengaruh dari variabel

KEDUA : Indikator Kinerja Utama sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU, merupakan acuan ukuran kinerja yang digunakan oleh Badan Penanggulangan Bencana

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah mengetahui perbandingan kerugian yang disebabkan piutang pajak reklame jenis videotron dan membandingkan kerugian

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SD 2