• Tidak ada hasil yang ditemukan

efektivitas metode demontrasi berupa eks

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "efektivitas metode demontrasi berupa eks"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENELITIAN KUANTITATIF

PENINGKATAN KREATIVITAS SAINS MELALUI

METODE PEMBELAJARAN DEMONTRASI BERUPA

EKSPERIMEN SAINS PADA ANAK USIA DINI (PAUD)

KELOMPOK B

TK MELATI MULYOREJO - SURABAYA

Oleh:

1.

NoviaSolichah

(B77212110)

2.

Fitri YanuarAini

(B07212050)

3.

Siti AuliyatusSholawati

(B07212029)

4.

Siti Maisyaroh

(B07212030)

PRODI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU KESEHATAN

UIN SUNAN-AMPEL SURABAYA

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang Maha Rahman-Rahim, yang Maha Fattah-‗Alim yang telah memberikan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian ini setelah melalui berbagai rintangan. Shalawat serta salam tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai juru kunci menuju ridha-Nya. Terselesaikannya penelitian ini merupakan hasil kerja keras penulis dan berbagai pihak, dan berkat bantuan dari beberapa pihak TK Melati dan semua orang yang telah memberikan informasi, bimbingan, kritik maupun saran.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Hal ini tidak lain karena keterbatasan kemampuan penulis oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar penelitian ini menjadi lebih sempurna. Demikian semoga dapat memberikan manfaat.

Surabaya, 12 Desember 2014

(3)

iii

DAFTAR ISI

Cover ...

i

Kata Pengantar ...

ii

Daftar Isi ...

iii

Abstrak ...

vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Kegunaan Penelitian ... 5

E. Penelitian terdahulu ... 5

F. Metode Penelitian ... 7

a. Design Penelitian ... 7

b. Validitas Alat Ukur ... 7

c. Validitas Eksperimen ... 7

G. Sistematika Pembahasan... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Definisi PAUD ... 11

I. Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini ... 12

B. The Golden Ages ... 16

C. Perkembangan Kognitif ... 17

I. Definisi Kognitif ... 17

II. Teori Dasar Perkembangan Kognitif ... 20

III. Perkembangan Intelegensi ... 22

IV. Faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif ... 23

V. Prinsip-prinsip perkembangan Kognitif ... 25

VI. Urgensi Perkembangan Kognitif ... 26

(4)

iv

D. Kreatifitas Sains ... 28

I. Definisi Kreativitas ... 28

II. Konsep Kreativitas ... 33

III.Teori tentang pembentukan pribadi kreatif ... 33

IV. Ciri-Ciri Anak yang Kreatif ... 37

V. Ekspresi Kreativitas di Masa Kanak-Kanak ... 38

E. Definisi Sains ... 40

I. Kreatifitas sains ... 40

II. Ilmu pengetahuan Alam untuk siswa berbakat ... 41

III.Pembelajaran sains yang tepat bagi anak TK ... 44

IV. Konsep dan Prinsip-prinsip dasar Sains yang Perlu Dikenalkan 46 F. Metode Pembelajaran Demonstrasi Eksperimen Sains ... 47

G. Hubungan Antara Peningkatan Kreativitas Sains dengan Metode Pembelajaran Demonstrasi ... 48

H. Hipotesis ... 49

BAB III PENYAJIAN DATA PENELITIAN A. Identitas Variabel ... 50

I. Variabel Penelitian ... 50

II. Definisi Operasional ... 50

B. Subjek Penelitian ... 51

C. Prosedur Penelitian ... 51

D. Prosedur Eksperimen ... 52

E. Design Penelitian ... 56

F. Validitas Alat Ukur ... 57

G. Validitas Eksperimen ... 57

H. Analisis Data ... 58

(5)

v

I. Deskripsi Subjek ... 59

II. Pengujian Homogenitas ... 63

III. Pengujian Hipotesis ... 64

B. Pembahasan ... 64

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(6)

vi ABSTRACT

The aim of the research was to investigate the relationship between the rise of sciences creativity with demonstrative method for kindergarten children.

The subjects of the study are children of ―TK Melati‖ Mulyorejo. The sample

seze are 22 children, quasi chosen from B1 class and B2 class that were assigned to both experimental and control groups.

Data that were collected within a day via a post-test only design with nonequivalent groups. The experimental group was taught by the researchers who assessed, using demonstrative method, and the control group with no assessment. Both groups answered the children worksheet to measure the rise on sciences creativity.

The research uses children work sheet to measure raising sciences creativity .data analysis was done by using two-way anova. The result showed that the experimental group out performed the control group on the measure. The indicates that the demonstrative method may have a significant positive effect on the rise of sciences creativity to children in the sample.

(7)

vii ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kenaikan kreativitas sains dengan metode demonstrasi untuk anak-anak Taman Kanak-Kanak.Subjek dari penelitian ini adalah siswa-siswa dari TK MELATI Mulyorejo.Sampel terdiri dari 22 siswa, pemilihan dengan kuasi dari kelas B1 dan kelas B2 yang kemudian dipilih keduanya sebagai kelompok eksperimen dan kelompok control.

Pengumpulan data selama satu hari dengan post-test only design with nonequivalent group. Kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan oleh eksperimenter dengan metode demonstrasi, dan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan.Kedua grup mengisi lembar kerja untuk mengetahui kenaikan dari kreativitas sains anak.

Peneliti menggunakan two-way anova.Hasil menunjukkan bahwa kelompok eksperimental menunjukkan kenaikan dari pada kelompok kontrol.Ini menunjukkan bahwa metode demonstrasi menunjukkan signifikansi positif pada kenaikan kreativitas sains pada anak-anak yang menjadi sampel.

(8)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kreativitas merupakan proses kognitif dalam otak dengan kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru untuk memecahkan suatu masalah.

Faktanya sering dijumpai banyak anak kecil (anak usia dini) sering bertanya kepada orang yang lebih tua (guru, orang tua, kakak) tentang sesuatu hal. Mereka menanyakan banyak hal, seperti mengapa sesuatu itu dapat terjadi, kapan sesuatu itu terjadi dan sesuatu itu berasal dari apa atau dari mana. Namun sering kali bukan jawaban yang mereka dapatkan, melainkan amarah karena dianggap cerewet (terlalu banyak Tanya) dan berujung pada di suruh diamnya si anak kecil, kadang kala ditinggal pergi bahkan malah di ejek banyak omong.

Hal-hal tersebut membuat si anak ini menjadi tidak percaya diri, penakut, tidak lagi menjadi anak yang kritis. Sehingga tidak berani dan tidak semangat mempelajari hal-hal baru, bahkan mereka bisa kehilangan daya kreativitas dan imajinasinya karena ketika dia ingin tahu sesuatu justru dia selalu dimarahi.Padahal masa ini merupakan masa yang terpenting bagi anak, karena peluang perkembangan anak sangat berharga.

Pendapat RosmaliaDewi (2005: 3) menyebutkan bahwa Masa usia dini sering disebut sebagai golden age (masa emas). Pada masa emas ini anak sedang dalam masa sangat mudah untuk mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri mereka.Masa setiap aspek pengembangan seperti sosial emosional, kognitif, bahasa, motorik halus, motorik kasar, dan kreativitas yang ada dalam diri anak dapat berkembang dengan pesat.

(9)

2

Pada masa ini pendidikan sains untuk anak usia dini menjadi sangat penting, karena sesuai dengan usianya yaitu usia kreatif. Selain itu pendidikan sains dari awal ini akan meningkatkan dan mengembangkan daya kreativitas anak sejak usia dini.

Di Indonesia masih banyak Taman Kanak-Kanak yang belum menerapkan pendidikan sains sejak usia dini, sehingga kemampuan sains anak tidak dioptimalkan sejak dini. Padahal, apabila periode emas ini tidak dapat dioptimalkan dengan baik untuk mengembangkan potensi anak, maka hasilnya akan menjadi buruk.

Hal ini dibuktikan dengan berita yang dilansir oleh Yohanes Surya, tentang kualitas pendidikan di Indonesia menempati peringkat ke-69 dari 127 Negara di dunia. Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, Senin (1/3/2011), indeks pembangunan pendidikan atau Education Development Index

(EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia1.

Tidak hanya itu, untuk pendidikan sains, dilansir oleh Novi Christiatuti2, mengatakan bahwa dalam bidang sains Indonesia mendapatkan peringkat 64 dari 65 Negara.Jakarta - Indonesia berada di peringkat dua terbawah untuk skor sains dalam survei "Programme for International Student Assessment" (PISA) tahun 2012.

Dari total 65 negara dan wilayah yang masuk survei PISA, Indonesia menduduki ranking ke-64 atau hanya lebih tinggi satu peringkat dari Peru.Survei PISA diikuti oleh negara-negara yang tergabung dalam The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

PISA menguji kemampuan siswa di tiga bidang yaitu matematika, membaca, dan sains. Untuk PISA 2012, diikuti oleh lebih dari 510.000 siswa usia

1

Yohanes Surya.Jakarta Kompas.com yang diakses, tanggal 30 Juni 2014 jam 10:45

2

(10)

3

15 tahun di 65 negara dan wilayah. Di bidang membaca, Indonesia berada di ranking 60 atau setingkat di bawah Malaysia yang berada di ranking 59.Sedangkan untuk bidang sains, Indonesia juga berada di urutan 64.

Untuk itu pelaksanaan pembelajaran menjadi sangat penting bagi anak usia dini. Hal ini dilansir oleh Dwi Yulianti, mengatakan bahwa Pentingnya mengenalkan sains bagi anak usia dini. 3

Dalam beberapa tahun terakhir ini, belajar IPA (sains dan matematika) di berbagai sekolah di Indonesia menunjukkan hasil yang kurang memuaskan.Ini menandakan penyadaran sains pada generasi mendatang masih harus dilakukan secara terus-menerus.Sebab empat cabang ilmu yang sangat diperlukan dalam pengembangan teknologi adalah fisika, kimia, biologi modern, dan matematika.Keempat cabang ilmu inilah yang kemudian disebut sebagai sains dan matematika.

Saat ini terjadi kontroversi mengenai pembelajaran pada pendidikan anak usia dini. Mungkinkah anak usia dini diberi materi pelajaran, diajari membaca, menulis, dan berhitung? Menurut Jerome Bruner, setiap materi dapat diajarkan kepada setiap kelompok umur. Tentu cara-caranya disesuaikan dengan perkembangan umur masing-masing.

Sehingga, kemampuan kreativitas anak perlu kita tingkatkan dan kembangkan sejak dini. Upaya para pengajar dalam menerapkan metode-metode pembelajaran sains untuk meningkatkan kreativitas anak sejak usia dini sangat diperlukan. Penerapan metode yang sesuai untuk hal tersebut juga berlaku di TK Melati yang ada di daerah Mulyorejo.Disini murid-muridnya diajarkan untuk belajar dalam bemain.Banyak metode yang dapat di aplikasikan dalam pembelajaran dalam kurikulum TK, salah satu metode yang digunakan adalah metode demontrasi.

Metode demonstrasi adalah suatu metode yang memberikan pengalaman belajar melalui melihat dan mendengarkan yang diikuti dengan meniru pekerjaan yang didemonstrasikan, kegiatan yang sesuai dengan metode ini adalah (1) Kegiatan demonstrasi yang dimulai dengan penjelasan.(2) kegiatan demonstrasi

3

Dwi Yulianti, Jawa Tengah- suaramerdeka.com yang diakses tangal 30 Juni 2014

(11)

4

dalam bentuk dramatisasi. Kegiatan ini pada umumnya untuk menanamkan nilai-nilai sosial, nilai-nilai-nilai-nilai moral, dan nilai-nilai-nilai-nilai keagamaan.

Metode demontrasi yang berupaya untuk mengajak anak-anak ikut serta aktif dalam bereksperimen sains ini pun menjadi salah satu bahan yang diajarkan para Gurunya. Berdasarkan hasil observasi, murid-murid khususnya yang berusia 5 sampai 7 tahun yang diajarkan metode ini, mendapatkan efek yang positif terhadap perkembangan kreativitas anak.

Metode ini dapat memberikan semangat anak untuk tetap mencari terobosan baru (kreatif), menuangkan ide-ide mereka yang banyak sekali, dan mencoba langsung ide-ide mereka dengan percobaan yang di demontasikan (diperagakan langsung) dengan tetap dibimbing oleh gurunya, karena hal ini menyenangkan dan anak-anak akan senang apabila ide-ide cemerlang mereka diterima dengan baik. Sehingga dia akan selalu mengembangkan potensi kreativitasnya.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti apakah metode pembelajaran demontrasi yang berupa eksperimen sains dapat meningkatkan kreativitas sains anak. Dan penelitian yang akan dilakukan ini berjudul “Peningkatan Kreativitas Sains Melalui Metode Pembelajaran

Demontrasi berupa Eksperimen Sains Sederhana pada Anak Usia Dini

(PAUD) Kelompok B TK Melati Mulyorejo –Surabaya”. B. Rumusan Masalah

Setelah melihat latar belakang yang ada dan agar penelitian ini tidak terjadi kerancuan, maka penulis dapat membatasi dan merumuskan permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut : Bagaimana peningkatan kreativitas sains melalui metode pembelajaran demontrasi berupa eksperimen sains sederhana pada anak usia dini (paud) kelompok B.

C. Tujuan Penelitian

(12)

5 D. Kegunaan Penelitian

Dari tujuan diadakanannya penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka adapun manfaat penelitian, yaitu :

a. Manfaat secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembelajaran, dalam rangka mengembangkan ilmu, khususnya PG-PAUD, Psikologi Perkembangan dan Psikologi Pendidikan.

b. Manfaat secara praktis

1. Penelitian ini juga menjadi masukan agar para guru dapat meningkatkan kreativitas anak melalui metode pembelajaran demontrasi eksperimen sains.

2. Bagi para orang tua, diharapkan dapat meningkatkan kreativitas anak dengan mengajarkan metode demontrasi sains sederhana kepada anaknya sejak dini, sehingga dapat meningkatkan kreativitas anak. 3. Bagi para mahasiswa yang menempuh pendidikan guru PAUD,

psikologi perkembangan, dan Psikologi pendidikan agar menjadi pengetahuan baru tentang metode pembelajaran demontrasi eksperimen sains yang dapat meningkatkan kreativitas anak.

E. Penelitian terdahulu

Mengkaji beberapa permasalahan yang telah dikemukakan dalam latar belakang diatas,dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk membantumeningkatkan kreativitas anak.Hal ini didukung dari beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan landasan penelitian yang dilakukan.Berikut beberapa penelitian pendukung tersebut.

Penelitian Subamia (2010), dengan judul ―Pengaruh Model

(13)

6

sains. Model pembelajaran PSE dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan proses sekaligus hasil belajar sains siswa SD kelas IV.4

Penelitian Lestari (2011), dengan judul ―Pengaruh Eksperimen Terbuka (Open –Ended Experiment) Terhadap Pemahaman Konsep Fisika dan Kinerja Ilmiah Siswa. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan pemahaman konsep dan kerja ilmiah antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran eksperimen terbuka lebih besar dibandingkan dengan yang mengikuti model pembelajaran eksperimen konvensional.5

Suwama (2012), dengan judul ―Pengaruh Pembelajaran Dengan Starter Experiment Approach Dan Advance Organizer TerhadapHasil Belajar Biologi

Dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA‖.Berdasarkan hasil analisis

penelitian diperoleh hasil terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis antara kelompok siswa yang belajar dengan starter experiment approach dan advance organizer.6

Sarini (2012), dengan judul ―Pengaruh Virtual Experiment Terhadap Hasil Belajar Fisika Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa SMA Negeri 1

Singaraja‖.Hasil penelitian menunjukkan bahwa: model pembelajaran dengan

virtual experiment dan motivasi belajar berpengaruh terhadap hasil belajar fisika siswa.7

Christiani (2014) dengan judul ― Meningkatkan Kreativitas Dan

Keterampilan Motorik Melalui Pengenalan Sains Berbasis Eksperimen Sederhana

Pada Anak Tk Tunas Mekar II Dalung‖. Berdasarkan hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa (1)Pengenalan sains berbasis eksperimen sederhana dapat meningkatkan kreativitas anak dari siklus I sebesar 73,91% (17 anak) mencapai kriteria ketuntasan dengan kategori keberhasilan baik dan sangat baik menjadi

4

Subamia, I Dewa Putu , Pengaruh Model Pembelajaran Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) Terhadap Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Sains Siswa Kelas IV SD, Tesis, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, 2010.

5

Lestari, I Gusti Ayu Dian, Pengaruh Eksperimen Terbuka (Open –Ended Experiment) Terhadap Pemahaman Konsep Fisika dan Kinerja Ilmiah Siswa, Tesis, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, 2011.

6

Suwama, I Nengah, Pengaruh Pembelajaran Dengan Starter Experiment Approach Dan Advance Organizer TerhadapHasil Belajar Biologi Dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA, Tesis, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, 2012.

7

(14)

7

100% (23 anak) pada siklus II; (2) Pengenalan sains berbasis eksperimen sederhana dapat meningkatkan keterampilan motorik anak dari siklus I sebesar 69,56% (16anak) mencapai kriteria ketuntasan dengan kategori keberhasilan baik dan sangat baik menjadi 100% (23anak) pada siklus II.8

Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut, maka peneliti memeroleh beberapa data bahwa penelitian pengenalan sains pada anak sejak usia dini dapat diterapkan melalui beberapa metode,salah satunya metode eksperimen sederhana.Dengan menerapkan metode ini kreativitas anak usia dini akan meningkat.

F. Metode Penelitian a. Design Penelitian

Desain eksperimen yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah

Posttest-Only Design with Nonequivalent groups.

(KE) x Oe

(KK) Ok

Ke = kelompok eksperimen Kk = kelompok control

O = pengukuran terhadap variable dependen X = pemberian perlakuan

Desain ini disebut static group design (Robinson,1981) atau non-equivalent posttest-only design (Christensen, 2001), karena tidak dilakukan randomisasi untuk membentuk kelompok KE dan KK, sehingga kedua kelompok dianggap tidak setara.

b. Validitas Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar kerja siswa, lebih jelasnya terdapat pada lampiran, telah diverifikasi oleh ahli.

c. Validitas Eksperimen

Penelitian ini menggunakan validitas internal.Validitas internal berkaitan dengan sejauhmana hubungan sebab-akibat antara variabel bebas

8

(15)

8

(metode demontrasi) dan variabel terikat (kreativitas) yang ada dalam penelitian.

Jenis ancaman pada validitas internal ini adalah demoralisasi imbangan, yakni keuntungan diadakannya penelitian bisa tidak setara karena yang di treatment hanyalah kelompok eksperimen.Sebagai tindakan responsif untuk mengatasi ancaman tersebut, peneliti akan memberikan treatment juga pada kelompok kontrol namun setelah berakhirnya penelitian (debiefing).

Penelitian ini juga menggunakan validitas eksternal.Validitas eksternal berkaitan dengan sejauhmana suatu hasil eksperimen dapat digeneralisasikan atau sejauhmana eksperimen dapat mewakili populasi di luar eksperimen.

Ancaman validitas eksternal pada penelitian ini adalah antara pemilihan, setting dan treatmen, karena ditetapkan karakteristik-karakteristik khusus dalam memilih setting yaitu di Taman Kanak-Kanak serta sempitnya karakteristik-karakteristik yang ditetapkan dalam memilih partisipan, dalam penelitian ini rentang usia 5-7 tahun dan dengan IQ rata-rata (90-110). Peneliti sering kali tidak mampu menggeneralisasikan treatmen berupa

metode demontrasi eksperimen sains ―terapung-tenggelam‖ kepada siapa saja yang memiliki salah satu dari karakteristik atau tidak memiliki karakteristik khusus yang telah dikontrol oleh peneliti, sehingga sulit untuk digeneralisasikan.

G. Sistematika Pembahasan

(16)

9

anak yang memungkinkan anak mengaitkan dengan kegiatan yang telah dilakukannya sebelumnya.

Dalam usia ini, anak-anak mulai memahami benda-benda yang ada disekitarnya dengan aktivitas sensorik-motorik, yaitu dengan mengoptimalisasikan pemahaman terhadap alat indra yang kita kenal seperti audio, visual, dan kinestetik. Selain itu Mereka melakukan aktivitas yang bersifat simbolik, yaitu dengan memberikan simbol-simbol pada benda-benda yang ada disekitarnya.

Setelah mengetahui hal tersebut, ada banyak metode yang dapat digunakan untuk menstimulasi kognitif anak usia pra sekolah. Salah satunya adalah metode demontrasi, hal ini sesuai dengan metode yang kami gunnakan, yaitu metode demontrasi berupa eksperimen sains sederhana.Metode ini merupakan suatu metode yang memberikan pengalaman belajar melalui melihat dan mendengarkan yang diikuti dengan meniru pekerjaan yang didemonstrasikan, kegiatan yang sesuai dengan metode ini adalah (1) Kegiatan demonstrasi yang dimulai dengan penjelasan. (2) kegiatan demonstrasi dalam bentuk dramatisasi.

Kegiatan demontrasi yang dilakukan oleh eksperimenterakan menstimulasi kognitif anak. Karena kegiatan demontasi dimulai dengan penjelasan oleh eksperimenter, kemudian anak-anak akan melihat dan mendengarkan. Hal ini akan melibatkan kemampuan sensorik dan motorik anak berupa audio, visual, dan kinestetik. Sehingga anak akan menirukan apa yang didemontrasikan oleh eksperimenter.

Kegiatan ini tidak hanya melibatkan kemampuan sensorik dan motorik anak, tetapi juga dapat meningkatkan kemampuannya. Selain itu, dengan metode demontrasi anak akan meningkatkan kemampuan simbolik mereka, karena dalam metode tersebut setiap anak dituntut untuk menyebutkan simbol-simbol (benda) baru saat kegiatan eksperimen berlangsung.

(17)

10

Dalam eksperimen sains sederhana yang eksperimenter lakukan, anak-anak diberikan stimulus berupa beberapa benda yang dapat terapung atau tenggelam. Stimulasi-stimulasi yang diberikan oleh eksperimenter tersebut, akan membuat anak sekreatif mungkin menyebutkan beberapa benda-benda baru.

(18)

11 BAB II KAJIAN TEORI

A. Definisi PAUD

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditunjukkan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.9

Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Usia dini merupakan usia ketika anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar dalam sepanjang rentang pertumbuhan serta perkembangan kehidupan manusia.

Sejak dipublikasikannya hasil riset mutakhir dibidang neuroscience dan psikologi, fenomena Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan keniscayaan alasannya perkembangan otak pada anak usia dini (0-6 tahun) mengalami percepatan hingga 80% dari keseluruhan otak orang dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh potensi dan kecerdasan serta dassar-dasar perilaku seseorang telah mulai terbentuk pada usia ini. Sedemikian pentingnya masa ini sehingga usia dini sering disebut the golden age (usia emas). Atas dasar ini, disimpulkan bahwa untuk menciptakan generasi yang berkualitas, pendidikan harus dilakukan sejak dini, yaitu melalui PAUD.

Merujuk pada undang-undang nomer 20 tahun2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa pendidikan terdiri atas Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi, yang keseluruhannya merupakan kesatuan yang sistematik. Artinya, pendidikan harus dimulai dari usia dini yaitu pendidikan anak usia dini (PAUD). Dengan demikian, PAUD diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Dalam penjelasan selanjutnya, PAUD dapatdiselenggarakn melalui jalur pendidikan formal, non

9

(19)

12

formal, dan informal. PAUD pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), RaudhatulAthfal (RA) atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur non formal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak(TPA) atau benuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.10

Usia dini merupakan usia yang sangat penting bagi perkembangan anak sehingga disebut golden age. Hal tersebut menjadikan sedikit demi sedikit anak di usia dini (0-6 tahun) dapat menyerap informasi dari lingkungannya melalui organ sensoris dan memprosesnya menggunakan otaknya.

Perkembangan ini demikian pentingnya sehingga mendapat perhatian yang cukup luas dari para pakar psikologi/pendidikan, yang menyatakan bahwa pendidikan untuk anak usia dini harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, agar mampu mengasuh dan membimbing anak dengan efektif, seorang guru PAUD seyogiyanya menguasai konsep perkembangan anak usia dini.11

I. Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini

1. Pengertian

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pelajaran dan pelatihan. Kemudian dalam arti luas, pendidikan adalah segala macam bentuk pengalaman belajar yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk mengembangkan kemampuan seoptimal mungkin sejak lahir sampai akhir hayat.12

Pendidikan anak usia dini merupakan serangkaian upaya sistematis dan terporgram dalam melakukan pembinaan yang ditunjukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun, yang dilakukan melalui pemberian rangsangan untuk membantu pertumbuhan dan

10

Suyadi. PSIKOLOGI BELAJAR PAUD. (2010, Hal 9) jogjakarta : PT PUSTAKA INSAN MADANI

11

Novan Ardy Wiyani & Barnawi. FORMAT PAUD. (2012, Hal 100) Jogjakarta : AR-RUZ MEDIA. Hal 81

12

(20)

13

perkembangan jasmani dan rohaniah agar anak memiliki kesiapan untuk masuk ke pendidikan yang lebih lanjut.

2. Landasan Pendidikan Anak Usia Dini a. Landasan Yuridis

1. Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2, yang menyatakan

―setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.‖13

2. UU NO.23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1tentang Perlindungan

Anak. ―Setiap anak berhak memperolleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat

kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.‖

3. UU NO.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab 1, pasal 1, butir 14, yang menyatakan:

―Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan memasuki

pendidikan lebih lanjut.‖

b. Landasan Filosofis

Pendidikan adalah suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya, melalui proses pendidikan diharapkan terlahir

manusia-manusia yang lebih baik. Standar manusia-manusia yang ―baik‖ berbeda

antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan filsafat yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut oleh suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan.14

c. Landasan Keilmuan

13

Novan Ardy Wiyani & Barnawi. FORMAT PAUD. (2012, Hal 9) Jogjakarta : AR-RUZ MEDIA.

14

(21)

14

Landasan keilmuan yang mendasari Pendidikan Anak Usia Dini adalah penemuan para ahli tentang tumbuh-kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan perkembangan struktur otak dan kecerdasan. Menurut Wittrock, sebagaimana diikuti Tim Pengembang Kurikiulum PAUD, ada perkembanga wilayah otak yang mengalami peningkatan pesat, yaitu pertumbuhan serabut dendrit, kompleksitas hubungan sinepsis, dan pembagian sel saraf. Ketiga wilayah otak tersebut sangat penting untuk dikembangkan sejak usia dini.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Jean Piaget (1972).

Ia menyatakan ―Anak belajar melalui interaksi dengan

lingkungannya. Anak seharusnya mampu melakukan percobaan dan penelitian sendiri. Guru bisa menentukan anak-anak dengan menyediakan bahan-bahan yang tepat. Tetapi yang terpenting agar ana dapat memahami sesuatu, ia harus membangun pengertian itu

sendiri, dan ia harus menemukannya sendiri.―15

3. Tujuan

Secara garis besar, tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapt menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

4. Prinsip-prinsip dalam Pendidikan Anak usia Dini (PAUD)

Dalam melaksanakan pendidikan anak usia dini, terdapat prinsip-prinsip utama yang harus diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.

a. Mengutamakan kebutuhan anak

b. Belajar melalui bermain atau bermain seraya belajar c. Lingkungan yang kondsif dan menantang

d. Menggunakan pembelajaran terpadu dalam bermain

e. Mengembangkan berbagai kecakapan atau ketrampilan hidup (life skills)

15

(22)

15

f. Menggunakan berbagai media atau permainan edukatif dan sumber belajar

g. Dilaksanakan secara bertahap dan berulang-ulang16 5. Standar kompetensi Anak Usia Dini

Standar kompetensi anak usia dini terdiri atas, pengembangan aspek-aspek sebagai berikut.

a. Moral dan nilai-nilai agama

b. Sosial, emosional, dan kemandirian c. Bahasa

d. Kognitif e. Fisik-Motorik f. Seni17

6. Urgensi pendidikan anak usia dini

Tingkat kesadaran masyarakat terhadap pemberian layanan pendidikan bagi anak sejak usia dini (0-6 tahun) masih sangat rendah. Hal itu disebabkan antara lain karena kurangnya sosialisasi kepada masyrakat tentang pentingnya pendidikan anak usia dini.

Meskipun selama ini pemerintah dan masyarakat telah menyelenggarakan berbagai program layanan pendidikan bagi anak usia dini, namun kenyataannya hingga saat ini masih banyak anak usia dini yang belum memperoleh layanan pendidikan.

Banyak anggapan sebelumnya yang mengatakan bahwa pendidikan yang tepat diberikan kepada anak adalah pada saat anak mulai masuk usia kematangan yang siap untuk bersekolah yaitu antara 5-7 tahun. Sedangkan, yang sebenarnya adalah bahwa pendidikan bisa dimulai dari usia 0-6 tahun.

Dengan demikian, urgensi pendidikan anak usia dini adalah untuk mengembangkan semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa, fisik (motorik kasar dan halus), sosial, dan emosional.

16

Ibid Hal 13

17

(23)

16

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara perkembangan yang dialami anak pada usia dini dan keberhasilan mereka dalam kehidupan selanjutnya.18

B. The Golden Ages

Salah satu periode yang menjadi cirri masa usia dini adalah The Golden Ages atau periode keemasan. Banyak konsep dan fakta yang ditemukan memberikan penjelasan periode keemasan pada masa usia dini ketika semua potensi anak berkembang paling cepat. Beberapa konsep yang disandingkan untuk masa anak usia dini adalah masa eksplorasi, masa identifikasi/imitasi, masa peka,masa bermain,dan masa trozt alter 1 (masa membangkang tahap 1).19

Periode emas adalah masa dimana otak anak mengalami perkembangan paling cepat sepanjang sejarah kehidupannya. Periode ini hanya berlangsung pada saat anak dalam kandungan hingga usia dini, yaitu 0-6 tahun. Namun, masa bayi dalam kandungan hingga lahir, sampai usia 4 (empat) tahun adalah masa-masa yang paing menentukan. Periode ini pula yang disebut-sebut sebagai epriode emas atau yang lebih dikenal sebagai The Golden Ages.

Mengapa periode itu disebut sebagai masa keemasan?Sebab, pada masa itu otak anak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.Dan, otak merupakan kunci utama bagi pembentukan kecerdasan anak. Setelah lahir hingga usia 2 tahun, sel-sel saraf pada bayi yang belum matang dan jaringan urat saraf yang masih lemah terus tumbuh dengan cepat dan dramatis mencapai kematangan seiring dengan pertumbuhan fisiknya. Pada saat lahir, berat otak bayi seperdelapan dari berat totalnya atau sekitar 25% dari berat otak dewasanya.Pada ulang tahun ke dua, otak bayi sudah mencapai kira-kira 75% dari otak dewasanya. Sekitar 50% kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi ketika usia 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berusia 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi 100% ketika anak berusia 8 sampai 18 tahun. Pertumbuhan fungsional sel-sel otak tersebut membutuhkan berbagai situasi pendidikan yang mendukung, baik dalam situasi pendidikan keluarga, masyarakat, maupun sekolah.

18

Novan Ardy Wiyani & Barnawi. FORMAT PAUD. (2012, Hal 100) Jogjakarta : AR-RUZ MEDIA. Hal 77

19

(24)

17

Para ahli sepakat bahwa periode keemasan tersebut hanya berlangsung 1 kali sepanjang rentang kehidupan manusia.20

Oleh karena itu, kunci pembentukan kecerdasan otak anak adalah pada usia dini atau periode emas ini. Berkaitan dengan periode emas sebagai kunci pembentukan kecerdasan anak tersebut, Deborah Stipek menyatakan bahwa anak usia dini menaruh harapan yang tinggi untuk berhasil dalam mempelajari segala hal, meskipun dalam praktiknya selalu buruk. Artinya, pada usia ini, anak dapat dididik untuk melalukan apa saja (segala hal) dan mereka mempunyai kepercayaan diri yang tinggi untuk berhasil, meskipun dalam praktiknya sangat buruk bahkan terkesan mustahil.21

C. Perkembangan Kognitif I. Definisi Kognitif

Manusia adalah makhluk Tuhan yang telah diciptakan secara sempurna dan istimewa, serta dikaruniai akal dan pikiran. Melalui akal dan pikiranlah manusia dapat hidup dan bersosialisasi dengan sesama serta makhluk lainnya. Kemampuan kognitif ini berisikan akal dan pikiran manusia yang harus dikembangkan bersamaan dengan kemampuan lainnya (bahasa,sosial–emosional,moral dan agama).Pamela Minet mendefinisikan bahwa perkembangan intelektual adalah sama dengan perkembangan mental, sedangkan perkembangan kognitif adalah perkembangan pikiran. Pikiran adalah bagian dari proses berpikir otak.

Memahami psikologi perkembangan kognitif pada anak usia dini tidak bisa dilepaskan dari tokoh psikologi terkemuka yang telah mencurahkan tenaga dan pikirannya guna mengkaji hal ini. Tokoh ini adalah Jean Piaget (1896-1980).Salah satu teori Piaget menyatakan bahwa pengetahuan dibangun melalui kegiatan atau aktivitas pembelajaran.Piaget menolak paham lama yang menyatakan bahwa kecerdasan adalah bawaan secara genetis.Ini terjadi pada setiap manusia, termasuk anak-anak.

20

Ibid Hal 34

21

(25)

18

Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal didalam pusat penyusunan syaraf pada waktu manusia sedang berpikir (Gagne,1967). Kemampuan kognitif ini berkembang secara bertahap sejalan dengan perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang berada dipusat susunan syaraf. Beberapa ahli psikologis yang berkecimpung dalam pendidikan mendefinisikan intelektual atau kognitif dengan berbagai peristilahan:

1. Terman mendefinisikan bahwa kognitif adalah kemampuan untuk berpikir secara abstrak.

2. Colvin mendefinisikan bahwa kognitif adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.

3. Henman mendefinisikan bahwa kognitif adalah intelektual ditambah dengan pengetahuan.

4. Hunt mendefinisikan bahwa kognitif adalah teknik untuk memproses informasi yang disediakan oleh indra.

Sementara itu yang dimaksud dengan intelek adalah berpikir, sedangkan yang dimaksud dengan intelegensi adalah kemampuan kecerdasan.Gardner dalam Munandar (2000), mengemukakan bahwa pengertian intelegensi sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah atau untuk mencipta karya yang dihargai dalam suatu kebudayaan atau lebih.22

Dalam rangka mengoptimalkan potensi kognitif pada seseorang, kita dapat melihat dari Teori Kognitif Jan Piaget

Perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat komulatif, artinya perkembangan terdahulu akan menjadi dasar perkembangan selanjutnya. Dengan demikian apabila terjadi hambatan pada perkembangan terdahulu maka perkembangan selanjutnya akan mengalami hambatan.

Piaget membagi kognitif kedalam empat fase, yang diantaranya (Piaget, 1972:49-91):

1. Fase sensori motor (usia 0-2 tahun)

Dua tahun pertama kehidupan seorang anak berinteraksi dengan dunia sekitarnya, terutama melalui aktifitas sensori( melihat, meraba, merasa, mencium dan mendengar) dan persepsinya terhadap gerakan

22

(26)

19

fisik dan aktivitas yang berkaitan dengan sensori tersebut. Koordinasi aktivitas ini disebut dengan istilah sensori motor.

Fase sensori motor dimulai dengan gerakan-gerakan refleks yang dimiliki anak sejak lahir. Fase ini berakhir pada usia 2 tahun. Pada masa ini anak mulai membangun pemahamannya tentang lingkungannya melalui kegiatan sensorik motorik. Seperti: menggenggam, menghisap, melihat, melempar dan secara perlahan ia mulai menyadari bahwa suatu benda tidak menyatu dengan lingkungannya atau dapat dipisahkan dari lingkungan dimana benda itu berada. Anak pada masa ini juga mulai membangun pemahaman terhadap aspek-aspek yang berkaitan dengan hubungan kausalitas, bentuk dan ukuran, sebagai hasil pemahamannya terhadap aktivitas sensorimotor yang dilakukannya.

Pada akhir anak usia 2tahun anak sudah menguasai pola-pola sensorimotor yang bersifat kompleks seperti bagaimana cara menapatkan benda yang diinginkannya ( menarik, mengggemnggam atau meminta), menggunakan suatu benda dengan tujuan yang berbeda. Dengan benda yang ada ditangannya, ia mampu melakukan apa yang diinginkannya. Kemampuan ini merupakan awal kemampuan berpikir simbolik, kemmapuan memikirkan suatu objek tanpa kehadiran objek tersebut secara empirik.

2. Fase Praoperasional (2-7 tahun)

(27)

20

Fase ini merupakan permulaan bagi anak untuk membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya.Oleh karena itu cra berfikir ada pada saat fase ini belum stabil dan tidak terorganisasi secara baik. Fase praoperasional dapat dibagi kedalam tiga sub fase, antara lain; a. Sub fase fungsi simbolik

Fase ini terjadi pada saat anak usia 2-4 tahun. Masa ini anak telah mempunyai kemampuan untuk menggambarkan suatu objen secara fisik tidak hadir.Kemampuan ini membuat anak dapat menggunakan balok-balok kecil untuk membangun rumah, menyusun puzzle, anak juga dapat menggambar manusia secara sederhana.

b. Sub fase berpikir egosentris

Fase ini terjadi pada saat anak usia 2-4 tahun, anak mulai berpikir secara egosentris ditandai ketidak mampuan anak untuk memahami perspektif atau cara berpikir orang lain. Benar atau tidak benar, bagi anak pada fase ini ditentukan oleh cara pandangnya sendiri yang disebut dengan istilah egosentris.

c. Sub fase berpikir secara intuitif

Fase ini terjadi pada anak usia 4-7 tahun, fase ini disebut fase berpikir secara intuisi karena pada saat ini anak kelihatannya mengerti dan memahami sesuatu, seperti menyusun balok menjadi rumah, akan tetapi pada hakikatnya ia tidak mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan balok-balok itu dapat disusun menjadi rumah. Dengan kata lain anak belum memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang apa yang ada dibalik suatu kejadian.23

II. Teori Dasar Perkembangan Kognitif

Pada rentang usia 3-4 sampai 5-6 tahun, anak mulai memasuki masa pra sekolah yang merupakan masa kesiapan untuk memasuki pendidikan formal yang sebenarnya di sekolah dasar. Menurut Montessori masa ini ditandai dengan masa peka terhadap segala stimulasi yang diterimanya melalui panca indera.Masa peka memiliki arti penting bagi perkembangan

23

(28)

21

setiap anak. Itu artinya bahwa apabila orang tua mengetahui anaknya telah memasuki masa peka dan mereka segera member stimulasi yang tepat, maka akan mempercepat penguasaan terhadap tugas-tugas perkembangan pada usianya.24

Pieget berpendapat bahwa, anak pada rentang usia ini, masuk dalam perkembangan berpikir pra-operasional konkret.(Bryden&Vos, 2000). Hurlock (1999) menyatakan bahwa anak usia 3-5 tahun adalah masa permainan. Bermain dnegan benda atau alat permainan dimulai sejak usia satu tahun pertamadan akan mencapai puncaknya pada usia 5-6 tahun. Menurut Pieget, usia 5-6 tahun ini merupakan pra-operasional konkret. Pada tahap ini anak dapat memanipulasi objek symbol, termauk kata-kata yang merupakan karakteristik penting dalam tahapan ini.Hal ini dinyatakan dalam peniruan yang tertunda dan dalam imajinasi pura-pura dalam bermain.

Menurut Montessori dalam Patmonodewo (2000), masa peka anak yang berada pada usia 3,5 tahun ditandai dengan suatu keadaan dimana potensi yang menunjukkan kepekaan (sensitif) untuk berkembang. Maka masa peka ini merupakan masa yang efektif bagi orang tua atau pendidik dalam memberikan pemahaman atau pembelajaran kepada anak melalui pemberian contoh-contoh konkrit atau berupa peragaan yang mendidik akan lebih efektif diterima oleh anak. Dalam kaitan itu, menurut Dewey dalam Soejono (1960), pendidik atau orang tua harus memberikan kesempatan pada setiap anak untuk dapat melakukan sesuatu, baik secara individual maupun kelompok sehingga anak akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan. Sekolah harus dijadikan laboratorium bekerja bagi anak-anak.25

Memahami psikologi perkembangan kognitif pada anak usia dini tidak bisa dilepaskan dari tokoh psikologi terkemuka yang telah mencurahkan tenaga dan pikirannya guna mengkaji hal ini. Tokoh ini adalah Jean Piaget (1896-1980).Salah satu teori Piaget menyatakan bahwa pengetahuan dibangun melalui kegiatan atau aktivitas pembelajaran.Piaget

24

Ahmad Susanto,PerkembanganAnakUsiaDini: PengantarDalamBerbagai Aspeknya,Jakarta:Kencana.2011. hal49)

25

(29)

22

menolak paham lama yang menyatakan bahwa kecerdasan adalah bawaan secara genetis.Ini terjadi pada setiap manusia, termasuk anak-anak.

Khususnya ada anak usia dini, Piaget menyatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui eksplorasi, manipulasi, dan konstruksi secara elaboratif. Lebih dari itu, Piaget juga menjelaskan bahwa karekterisasi aktivitas anak-anak juga berdasarkan pada tendensi-tendensi biologis yang terdapat pada semua organisme.Tendensi-tendensi tersebut mencakup tiga hal, yaitu asimilasi, akomodasi dan ekuilibrium.26

III. Perkembangan Intelegensi

Intelegensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendeskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual.Dalam mengartikan intelegensi (kecerdasan) ini para ahli mempunyai pengertian yang beragam.27

Deskripsi perkambangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dapat dikembangkan berdasarkan hasil laporan berbagai hasil studi pengukuran dengan menggunakan tes intelegensi sebagai alat ukurnya yang dilakukan secara longitudinal terhadap sekelompok subjek dari dan sampai ke tingkat usia tertentu secara test-retest, yang alat ukurnyadisusun secara skuensial (Standfort Revision Benet Test).28

Dengan menggunakan hasil pengukuran tes intelegensi yang mencakup general (Information and Verbal Analogies, Jones and Conrad) (Loree,1970: 78), telah mengembangkan sebuah kurva perkembangan intelegensi, yang dapat ditafsirkan antara lain:

a. Laju perkembangan intelegensi pada masa anak-anak berlangsung sangat pesat.

b. Terdapat variasi dalam saatnya dan laju kecepatan deklinasi menurut jenis-jenis kecakapan khusus tertentu. (Juntika, 2007: 137-138)

Bloom (1964: 245), menjelaskan berdasarkan hasil studi longitudinal bahwa dengan berpatokan kepada hasil tes IQ dari masa-masa sebelumnya yang ditempuh oleh subjek yang sama, kita akan dapat melihat

26

Suyadi. PSIKOLOGI BELAJAR PAUD. (2010, Hal 79) jogjakarta : PT PUSTAKA INSAN MADANI

27

Ahmad Susanto,PerkembanganAnakUsiaDini: PengantarDalamBerbagai Aspeknya,Jakarta:Kencana.2011. hal33)

28

(30)

23

perkembangan presentase taraf kematangan dan kemampuannya sebagai berikut:

a. Usia 1 tahun berkembang sampai sekitar 20%-nya b. Usia 4 tahun sekitar 50%-nya

c. Usia 8 tahun sekitar 80%-nya d. Usia 13 tahun sekitar 92%-nya

Hasil studi Bloom ini tampaknya juga menjelaskan bahwa laju perkembangan IQ itu bersifat proporsional.Tetapi pada umunya orang berpendapat, bahwa intelegensi merupakan salah satu factor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya belajar seseorang; terlebih-lebih pada waktu anak masih sangat muda, intelegensi sangat besar pengaruhnya. (Susanto,Ahmad,Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar Dalam Berbagai Aspeknya,Jakarta:Kencana.2011. h 35)

Menurut konsepsi ini intelegensi adalah persatuan (kumpulan yang dipersatukan) dari daya-daya jiwa yang khusus. Karena itu, pengukuran mengenai intelegensi juga dapat ditempuh dengan cara mengukur daya-daya iwakhusu itu sendiri, misalnya daya mengamati, dan mereproduksi, dan daya berpikir. (Suriasumantri, 2004: 125)

Konsep-konsep yang timbul dari keyakinan, bahwa apa yang diselidiki dengan tes intelegensi itu adalah intelegensi umum. Jadi intelegensi diberi definisi sebagai taraf umum yang mewakili daya-daya khusus.29

Berkaitan dengan itu, Piaget menemukan tahap berpikir pra operasional, suatu tahap yang berlangsung dari usia dua atau tiga tahun sampai tujuh atau delapan tahun. (Hurlock, Elizabeth B. 1978.,Perkembangan Anak (terj.). MeitasariTjandrasa dan Soejarwo. Jakarta: Erlangga. Jilid II Edisi-VI. Halaman: 109-123)

IV. Faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif

1. Faktor hereditas / keturunan

Teori hereditas atau nativisme pertama kali dipelopori oleh seorang ahli filsafat. Dia berpendapat bahwa manusia lahir sudah membawa potensi-potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi

29

(31)

24

lingkungan. Berdasarkan teorinya, taraf intelegensi anak sudah ditentukan sejak anak dilahirkan, sejak faktor lingkungan tak berarti pengaruhnya.

Para ahli psikologi Loehlin, Lindzey dan Spuhler berpendapat bahwa taraf intelegensi 75-80% merupakan warisan atau faktor keturunan.Pembawaan ditentukan oleh ciri-ciri sejak lahir (batasan kesanggupan).

2. Faktor Lingkungan

Teori lingkungan atau emirisme dipelopori oleh John Locke.Dia berpendapat bahwa manusia dilahirkan sebenarnya suci atau tabularasa.Menurut pendapatnya, perkembangan manusia sangatlah ditentukann oleh lingkungannya.Berdasarkan pendapat John Locke tersebut perkembangan taraf intelegensi sangatlah ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya.

3. Kematangan

Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan usia kronologis (usia kalender).

4. Pembentukan

Pembentukan adalah segala keadaan diluar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Pembentukan dapat dibendakan pembentukan sengaja (sekolah/formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar/informal), sehingga manusia berbuat intelegen karena untuk mempertahankan hidup ataupun dalam bentuk penyesuaian hidup.

5. Minat dan Bakat

(32)

25

yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Bakat seseorang akan mempengaruhi tingkat kecerdasannya. Artinya, seseorang yang memiliki bakat tertentu, maka akan semakin mudah dan cepat mempelajari hal tersebut.

6. Kebebasan

Kebebasan yaitu kebebasan manusia berpikir divergen (menyebar) yang berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah, juga bebas dalam memilih masalah sesuai kebutuhannya.

V. Prinsip-prinsip perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif anak pada hakikatnya merupakan hasil proses asimilasi (assimilation), akomodasi (accomodation), dan ekuilibrium

(aqulibrim).

1. Asimilasi dan Akomodasi

Asimilasi berkaitan dengan proses penyerapan informasi baru kedalam informasi yang telah ada dalam skemata (struktur kognitif) anak. Akomodasi adalah proses menyatukan informasi baru dengan infromasi yang telah ada didalam skema sehingga perpaduan antara informasi tersebut dapat memperluas skemata anak. Sebagai contoh seorang anak yang pertama kali diberikan jeruk oleh Ibunya, ia tidak tahu kalau buah yang diberikan kepadanya itu bernama jeruk karena diberi tahu oleh Ibunya. Pada waktu itu anak telah mempunyai skemata tentang jeruk yaitu bentuknya bulat dan namanya.Setelah itu anak menggenggam jeruk dan menggigitnya. Pada saat bersamaan Ibunya

mengatakan ―Sayang jeruk dikupas dulu baru dapat dimakan‖ lalu

(33)

26

2. Ekuilibrium

Ekuilibrium berkaitan dengan usaha anak untuk mengatasi konflik yang terjadi pada dirinya pada waktu ia menghadapi suatu masalah. Untuk memecahkan masalah tersebut ian menyeimbangkan informasi yang baru yang berkiatan dengan masalah yang dihadapinya dengan informasi yang telah ada didalamskematanya secara dinamis. Sebagai contoh pada waktu anak diberi buah lain yang berkulit maka anak akan menyeimbangkan pengetahuannya tentang jeruk dengan cara-cara yang harus dilakukannya agar buah tersebut dapat dimakan. 30

VI. Urgensi Perkembangan Kognitif

Pada dasarnya perkembangan kognitif dimaksudkan agar anak mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar melaluli panca inderanya, sehingga dnegan pengetahuan yang didapatkannya tersebut anak akan dapat melangsungkan hidupnya dan menjadi manusia yang utuh sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk Tuhan yang harus memberdayakan apa yang ada di dunia untuk kepentingan dirinya dan orang lain.31

Adapun proses kognisi meliputi berbagai aspek, seperti persepsi, ingatan, pikiran, symbol, penalaran, dan pemecahan masalah. Sehubungan dengan hal ini Pieget berpendapat, bahwa pentingnya guru mengembangkan kognitif pada anak, adalah:

1. Agar anak mampu mengembangkan daya persepsinya berdasarkan apa yang dilihat, didengar dan dirasakan, sehingga anak akan memiliki pemahaman yang utuh dan komprehensif;

2. Agar anak mampu melatih ingatannya terhadap semua peristiwa dan kejadian yang pernah dialaminya;

3. Agar anak mampu mengembangkan pemikiran-pemikirannya dalam rangka menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya;

4. Agar anak mampu memahami symbol-simbol yang tersebar di dunia sekitarnya.

30

PLPG. Hal 8

31

(34)

27

5. Agar anak mampu melakukan penalaran-penalaran, baik yang terjadi secara alamiah (spontan), maupun melalui proses ilmiah (percobaan); 6. Agar anak mampu memecahkan persoalan hidup yang dihadapinya,

sehingga pada akhirnya anak akan menjadi individu yang mampu menolong dirinya sendiri.

Menurut Sunaryo Kaartadinata, dalam jurnal ilmu pendidikan Pedagogia Vol. 1 April 2003, menyebutkan bahwa, perkembangan otak, struktur otak anak tumbuh terus setelah lahir. Sejumlah riset menunjukkan bahwa pengalaman usia dini, imajinasi yang terjadi, bahasa yang didengar, buku yang ditunjukkan, akan turt membentuk jaringan otak.

Dengan demikian, melalui pengembangan kognitif, fungsi pikir dapat digunakan dengan cepat dan tepat untuk mengatasi suatu situasi untuk memecahkan suatu masalah.32

VII.Klasifikasi Pengembangan Kognitif

Dengan pengetahuan pengembangan kognitif akan lebih mudah untuk orang dewasa lainnya dalam menstimulasi kemampuan kognitif anak, sehingga akan tercapai optimalisasi potensial pada masing-masing anak. Adapun tujuan pengembangan kognitif diarahkan pada pengembangan kemampuan auditory,visual, taktik, kinestetik, aritmetika, geometri, dan sains permulaan.(Susanto,Ahmad. Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar Dalam Berbagai Aspeknya,Jakarta:Kencana.2011.h 61) Salah satu uraian dari bidang pengembangan kemampuan yaitu Pengembangan Sains Pemulaan sebagai berikut: (Susanto,Ahmad,Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar Dalam Berbagai Aspeknya,Jakarta:Kencana.2011. h 63)

Kemampuan ini berhubungan dengan berbagai percobaan atau demonstrasi sebagai suatu pendekatan secara saintifik atua logis, tetapi tetap dengan mempertimabangkan tahapan berfikir anak. Adapun kemampuan yang dikembangkan, yaitu: a) mengeksplorasi berbagai benda yang ada disekitar; b) mengadakan berbagai percobaan sederhana; c) mengomunikasikanapa yang telah diamati dan diteliti. Contoh kegiatan yang dapat dikembangkan melalui permainan, sebagai berikut: proses merebus

32

(35)

28

atau membakar jagung, membuat jus, warna dicampur, mengenal asal mula sesuatu, balon ditiup laluldilepas,benda kecil dilihat dengan kaca pembesar, besi berani didekatkan dengan macam-macam benda, biji ditanam, benda-benda dimasukkan ke dalam air, mengenal sebab akibat mengapa sakit gigi, dan mengapa lapar. (Susanto,Ahmad,Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar Dalam Berbagai Aspeknya, Jakarta:Kencana.2011. h 63)

D. Kreatifitas Sains

I. Definisi Kreativitas

Kreativitas berasal dari kata kreatif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kreatif berarti memiliki daya cipta, memiliki kemampuan untuk menciptakan. Jadi kreativitas adalah suatu kondisi, sikap, atau keadaan yang sangat khusus sifatnya dan hampir tidak mungkin dirumuskan secara tuntas.Kreativitas dapat didefinisikan dalam beraneka ragam pernyataan tergantung siapa siapa dan bagaimana menyorotinya.Istilah kreativitas dalam kehidupan sehari-hari selalu dikaitkan dengan prestasi yang istimewa dalam menciptakan sesuatu yang baru, menemukan cara-cara pemecahan masalah yang tidak dapat ditemukan oleh kebanyakan orang, ide-ide baru, dan melihat adanya berbagai kemungkinan.33

Menurut Renzuli, kreatifitas adalahkemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yangbaru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsure-unsur yang sudah ada sebelumnya.34

Menurut Salso, kreativitas adalah aktivitas kognitif yang menghasilkan cara pandang baru terhadap suatu masalah atau situasi. Drevdal menjelaskan kreativitas sebagai kemampuan seseorang utnuk menghasilkan komposisi, produk, aau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatannya.35

33

Novan Ardy Wiyani & Barnawi. FORMAT PAUD. (2012, Hal 100) Jogjakarta : AR-RUZ MEDIA. Hal 98

34

Utami Munandar.2009.Pengembangan KreatifitasAnakberbakat. Jakarta : RinekeCipta h. 13

35

(36)

29

Seringkali kita berasumsi bahwa kebanyakan orang hanya kreatif dalam bidang tertentu saja.Kreatifitas pada beberapa orang seperti Georgia

O‘Keeffe, Buckminster Fuller, Wolfgang Mozart, dan Thomas

Jefersonmeruoakan sebuah manifestasi dari bakat yang besar. Sebenarnya, ada bermacam-macam kreatifitas lain dalam diri manusia, tetapi seringkali kita tidak menyadari dan tidak mengetahuinya.

Segi-segi mental orang yang kreatif menurut Julius Chandra yaitu mempunyai hasrat untuk mengubah hal-hal yang di sekelilingnya menjadi lebih baik, mempunyai kepekaan bersikap terbuka dan tanggap terhadap segala sesuatu, minat untu menggali lebih dalam dari yang tampak di permukaan, rasa ingin tahu-semangat yang tidak pernah mandekuntuk mempertanyakan, mendalam dalam berpikir- sikap yang mngarahkan untuk pemahaman yang mendalam pula, konsentrasi-mampu menekuni suatu permasalahn hingga menguasai seluruh bagiannya, siap mencoba dan melaksanakan-bersedia mencurahkan tenaga dan waktu untuk mencari dan mengembangkan, kesabaran-untuk memecahkan permasalahan dalam detailnya, optimisme-memadukan antusiasme (kegairahan) dan rasa percaya diri, dan mampu bekerja sama- sanggup berikhtiara secara produktif bersama orang lain.36

Menurut J.P. chaplin, kreativitas merupakan merupakan kemampuan menghasilkan bentuk baru dalam seni, atau dalam permesinan, atau dalam memecahkan masalah-masalah dengan metode-metode baru.37

Kreativitas ini dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintesis pemikiran yang hasilnya bukan hanya perangkuman, mugnkin mencakup pembentukan pola-pola baru dan gabungan informasi yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya serta pencangkokan hubungan lama ke situasi baru dan mungkin mencakup pembentukan korelasi baru.

Bentuk-bentuk kreativitas mungkin berupa produk seni, kesusastraan, produk ilmiah, atau mungkin juga bersifat procedural atau metodologis.Jadi, menurut ahli ini, kreativitas merupakan aktivitas imajinatif

36

Julius Chandra. 1994. KreativitasBagaimanaMenanam, Membangun, danMengembangkannya. Yogyakarta :Kanisius. Hal 48

37

(37)

30

yang hasilnya merupakan pembentukan kombinasi dari informasi yang didapatkan dari pengalaman-pengalaman sebelumnya menjadi hal yang baru, berarti, dan bermanfaat.

Munandar mendefiniskan kreativitas sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru, asosiasi baru berdasarkan bahan, informasi, data, atau elemen-elemen yang sudah ada sebelumnya menjadi hal-hal yang bermakna dan bermanfaat.Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesutau yang baru atau suatu kombinasi baru berdasarkan unsure-unsur yang telah ada sebelumnya menjadi sesutau yang bermakna dan bermanfaat.38

Kebanyakan peneliti dibidang kreativitas akan mendefinisikan secara luas kreativitas sebagai suatu proses memproduksi sesuatu yang bernilai dan orisinil (Csikszentmihalyi,1999,2000; Lubart & Mouchiroud,2003; Runco, 1997, 2000; Stenberg & Lubart, 1996). Sesuatu disini bisa memiliki banyak bentuk.Ia bisa berupa sebuah teori, sebuah tarian, sebuah zat kimia, sebuah proses atau prosedur, sebuah cerita, sebuah simfoni ataupun yang lain.39

Jadi, apa saja yang diperlukan untuk menciptakan sesuatau yang orisinil dan bernilai? Seperti apakah individu-individu yang kreatif itu?Hampir setiap orang setuju kalau individu kreatif menunjukkan produktivitas krreatif.Mereka memproduksi temuan baru, temuan-temuan penuh insight, karya-karya artistik, paradigma-paradigma revolusioner, atau produk-produk lain yang orisinil dan bernilai. Kebijaksanaan konvensional menyatakan bahwa individu—individu yang kreatif juga memiliki gaya hidup yang kreatif. Gaya hidup ini dicirikan oleh fleksibilitas, perilaku yang tidak stereotip, dan sikap-sikap yang tidak membeo.Apakah ciri-ciri yang diperhatikan oleh para Psikolog Kognitif dalam individu-individu kreatif tersebut?Jawaban bagi pertanyaan ini bergantung kepada perspektif psikolog yang Anda tanayai. Bagian bab ini menggambarkan sejumlah pendekatan yang berbeda terhadap kreativitas. Hal

38

Novan Ardy Wiyani & Barnawi. FORMAT PAUD. (2012, Hal 100) Jogjakarta : AR-RUZ MEDIA. Hal 99

39

(38)

31

itu mencakup pendekatan psikometrik dan kognitif, pendekatan-pendekatan kepribadianmotivasional, pendekatan-pendekatan sosial kemasyarakatan dan historis untuk memahami kreativitas. Uraian ini akan diakhiri dengan dua perspektif yang integratif mengenai kreativitas. Perspektif-perspektif ini berusaha memadukan ciri-ciri penddekatanlain terhadap kreativitas.40

Dunia anak adalah dunia kreatifitas. Sebuah dunia yang membutuhkan ruang gerak, ruang berfikir, dan ruang emosional yang terbimbing dan cukup memadai, sehingga potensi dasar ini terus mengantarkan anak pada kediriannya yang akan berproses menapaki tangga kedewasaan. Kehilangan anak adalah ancaman bagi punahnya dunia kreatifitas, berarti ancaman bagi hilangnya nilai-nilai dan kreatifitas social yang genuine, murni atau alami. Sebab dunia kreatifitas juga melibatkan interaksi otak, perasaan, dan gerak terhadap sesame, sehingga mengenal otak, perasaan dan gerak masing-masing dalam bermain, dengan itu anak mengenal sesuatu yang disenangi atau yang tidak disenangi oleh teman bermainnya.

Selain tumbuh dan berkembang, anak-anak adalah pribadi yang kreatif, suka bertanya, rasa ingin tahu (curoisitas) yang tinggi, suka berimajinasi. Kalau anak bertanya tentang sesuatu, jawablah sesuai usia anak. Penjelasan yang berbelit-belit akan susah diterima anak.

Sampaikanlah dengan bahasa anak-anak, bahasa yang mudah dimengerti, sesuai kemampuan mereka dalam menerima informasi baru.Kita tidak perlu bosan dengan pertanyaannya yang berulang kali.Justru kitalah yang seharusnya memahami dunia anak dengan baik.Ciptakan suasana baik di rumah atau di sekolah sebagai tempat untuk memancing kreatifitas anak.41

Secara alamiah perkembangan anak berbeda-beda, baik dalam bakat, minat, kreativitas, kematanganemosi, kepribadian, keadaan jasmani, dan sosialnya.Selain itu, setiap anak memiliki kemampuan tak terbatas dalam belajar yang inheren (telah ada) dalam dirinya untuk dapat berfikir kreatif dan produktif. Anak akan beraktifitas sesuai dengan minat dan potensi yang

40

Robert J. Stenberg. 2008. PsikologiKognitif. Yogyakarta: PustakaPelajar. Hal 398

41

(39)

32

dimiliki dirinya, pengembangan kreatifitas anak harus diberikan stimulasi dari mulai usia dini, sehingga anak akan terasa untuk berfikir kreatif, karena dengan kreatifitaslah memungkinkan manusia menjadi berkualitas dan

survive dalam hidupnya. Anak akan melihat masalah dari berbagai sudut pandang, mampu menghasilkan karya yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya.42

Kreatifitas perlu dikembangkan sejak usia dini. Kreatifitas merupakan kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, baik berupa produk atau gagasan baru yang dapat diterapkan dalam memecahkan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat unsure-unsur yang sudah ada sebelumnya.Pengembangan kreatifitas sangat penting, karena dengan berkreatifitas seseorang dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan dirinya yang merupakan kebutuhan pokok tertinggi dalam hidup manusia.

Salah satu pendekatan yang dilakukan pada anak usia dini untuk merangsang dan mengembangkan kreatifitas anak adalah dengan kegiatan bermain yang dilakukan di lingkungannya dengan menggunakan sarana, alat permainan yang edukaatif dan memanfaatkan berbagai sumber belajar dengan menggunakan media permainan flashcard, yaitu media pembelajaran dalam bentuk kartu bergambar yang di dalamnya terdapat tulisan, gambar, atau tanda pengganti bilangan yang bervariasi.

Adapun menurut Carl Rogers (1902-1987) tiga kondisi internal dari pribadi yang kreatif, yaitu: 1) keterbukaan terhadap pengalaman; 2) kemampuan untuk menilai situasi patokan pribadi seseorang (internal locus of evaluation); 3)kemampuan untuk bereksperimen, untuk ―bermain‖ dengan

(40)

33 II. Konsep Kreatifitas

Salah satu konsep yang amat penting dalam bidang krreativitas adalah hubungan antara krativitas dengan aktualisasi diri. Menurut psikologi humanistik seperti Abraham Maslow dan Carl Rogers, aktualisasi diri ialah apabila seseorang menggunakan semua bakat dan talentanya untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi – mengaktualisasikan atau mewujudkan potensinya. Pribadi yang dapat mengaktualisasikan dirinya dalah seseorang yang sehat mental, dapat menerima dirinya, tumbuh, berfungsi sepenuhnya, berpikir demokratid dan sebagainya. Menurut Maslow (1968) aktualisasi diri merupakan karakteristik yang fundamental, suatu potensialitas yang ada pada semua manusia saat dilahirkan, akan tetapi sering hilang, terhambat atau terpendam dalam proses pembudanyaan.

Kreativitas aktualisasi diri adalah kekreatifan yang umum dan

“content free”. Banyak program kreativitas yang berhasil bertujuan: a. Meningkatkan kesadaran kreativitas.

b. Memperkokoh sikap kreatif, seperti menghargai gagasan baru.

c. Mengajarkan teknik menemukan gagasan dan memecahkan masalah secara kreatif.

d. Melatih kemampuan kratif secara umum.

Program seperti ini membantu siswa memahami kreativitas dan menggunakan pendekatan yang kreatif terhadap masalah-masalah pribadi, akademis dan profesional.44

III. Teori tentang pembentukan pribadi kreatif

Banyak sekali teori yang berusaha menjelaskan pembentukan kepribadian kreatif. Yang akan dibahas disini adalah dua madzhab, yaitu teori psikoanalisis dan teori humanistik untuk digunakan sebagai landasan perencanaan program pendidikan anak berbakat.

a. Teori Psikoanalisis

Pada umumnya teori ini melihat kreativitas sebagai hasil mengatasi suatu masalah, yang biasanya mulai dimasa anak.Pribadi kreatif dipandang sebagai seseorang yang pernah mempunyai

44

(41)

34

pengalaman traumatis, yang dihadapi dengan memungkinkan gagasan-gagasan yang disadari dan yang tiak disadari bercampur menjadi pemecahan inovatif dari trauma.Tindakan kreatif mentransformasi keadaan psikis yang tidak sehat menjadi sehat.

Menurut Freud, orang hanya didorong untuk menjadi kreatif jika mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual secara langsung. Pada umur empat tahun anak mengembangkan hasrat fisik untuk orangtua dari jenis kelamin yang berbeda.Karena kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi maka terjadi sublimasi dan awal dari imajinasi.Freud menjelaskan banyak karya seni sebagai sublimasi dari seniman. Sebagai contoh, banyaknya lukisan Leonardo Da Vinci mengenai Madonna dihasilkan dari kebutuhan seksual dengan tokoh Ibu yang disublimasi, karena ia kehilangan Ibunya pada usia muda.

Ernest Krid (1900-1957) menekankan bahwa pertahanan regresi (beralih ke perilaku sebelumnya yang akan memberi kepuasan, jika perilaku sekarang tidak berhasil atau tidak memberikan kepuasan) juga sering muncul dalam tindakan kreatif. Jika seseorang mampu untuk

regress‖ ke kerangka berpikir atau pola perilaku seperti anak, rintangan

antara alam pikiran sadar dan tidak sadar menjadi kurang, dan bahan yang tidak disadari yang sering mengandung benih kreativitas dapat menembus ke alam kesadaran. Orang-orang kreatif adalah mereka yang paling mampu memanggil bahan-bahan dari alam pikiran tidak sadar.Sebagai orangdewasa kita tidak seperti anak lagi.Orang kreatif tidak mengalami hambatan untuk bisa seperti anak dalam pikiran mereka.Mereka dapat mempertahankan sikap bermain dalam masalah-masalah serius dalam kehidupan. Dengan demikian, mereka mampu melihat masalah-masalah dengan cara yang segar dan inovatif “regress

in the sevice of the ego”.

Gambar

Tabel 1. Kategorisasi Intelengensi
Tabel hasil perolehan skor anak kelompok B2 Kelompok Kontrol (Tidak

Referensi

Dokumen terkait

Perlindungan Pernafasan : Gunakan perlindungan pernafasan melainkan jika pengalihan udara setempat yang mencukupi disediakan atau penilaian pendedahan menunjukkan bahawa

Bagi Imam Al-Gazālī inilah tujuan yang paling besar dari pernikahan yang justru tidak dilihat oleh kebanyak orang dan hanya mampu ditangkap oleh orang-orang yang mempunyai baṣīrah

Offset adalah kredit yang dapat dipertukarkan yang mencerminkan pengurangan emisi gas rumah kaca yang berhasil dilakukan di daerah atau sektor yang tidak tercakup oleh program

Proses lain yang relatif lebih mudah adalah dengan menggunakan foam polymer bersel terbuka sebagai pola untuk memproduksi aluminium foam dengan 2 tahapan.. proses

*) Nomor registrasi tidak tersedia untuk bahan ini karena bahan atau penggu naannya dibebaskan dari pendaftaran sesuai dengan Pasal 2 peraturan REAC H (EC) No 1907/2006, tonase

Sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Furqony (2018) tentang strategi pengembangan Basecamp Mawar di gunung Ungaran juga memiliki hasil yang berbeda dengan

Strategi internet marketing yang dibangun sebagai strategi pemasaran industri kopiah Temboro yaitu website pemasaran E-commerce dan memanfaatkan sosial media yang berbasis