• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE JIGSAW UNTUK MENINGKATK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN METODE JIGSAW UNTUK MENINGKATK"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

DAERAH DI KELAS IX-B SMP NEGERI 5 NGAWI

TAHUN PELAJARAN 2015/2016

1

Sulismiyani

1 SMP Negeri 5 Ngawi

Jl. Sukowati No.46 Ngawi 63218, Indonesia sulismiyanibudiyono@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan dari: 1) ketuntasan belajar mendeskripsikan pengertian otonomi daerah; 2) ketercapaian tujuan pembelajaran khusus; 3) strategi mengajar guru; serta 4) aktivitas dan motivasi belajar siswa; melalui penerapan metode jigsaw pada pembelajaran PKn kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian otonomi daerah di Kelas IX-B SMP Negeri 5 Ngawi Tahun Pelajaran 2015/2016. Penelitian dilakukan dalam 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri atas tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penulis mengumpulkan data ketuntasan belajar siswa, tujuan pembelajaran khusus, aktivitas mengajar guru, serta aktivitas dan motivasi belajar siswa dengan alat bantu instrumen penelitian. Peneliti menggunakan metode

pre-test untuk memetakan kemampuan awal siswa. Kesimpulannya: penerapan metode jigsaw terbukti dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa dan ketercapaian tujuan pembelajaran khusus, memperbaiki strategi mengajar guru, dan meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran PKn kompetensi mendeskripsikan pengertian otonomi daerah di Kelas IX-B SMP Negeri 5 Ngawi Tahun Pelajaran 2015/2016. Saran: 1) pihak sekolah sebaiknya memberikan solusi dan bantuan saat guru terbentur masalah keterbatasan sumberdaya dan waktu, serta memberikan dukungan dan berkontribusi nyata terhadap upaya pengembangan lebih lanjut; 2) guru mapel sebaiknya lebih memperhatikan karakteristik siswanya terutama dalam sistem monitoring yang lebih efektif dan efisien, sehingga dapat mengontrol sikap dan perilaku siswa pada saat proses berlangsung; 3) guru mapel sebaiknya bereksperimen lebih mendalam dengan metode jigsaw; 4) simulasi dan konsultasi antara guru mitra dengan peneliti perlu dilakukan agar kekurangan yang terjadi dapat teratasi sebelum menerapkannya di kelas; 5) siswa sebaiknya lebih terbuka dalam mengapresiasi metode pembelajaran yang familiar dan baru, terus mengasah kemampuan mendeskripsikan pengertian otonomi daerah dengan menggunakan metode jigsaw; 6) jika hendak mengembangkan/mereplikasi, sebaiknya mempertimbangkan berbagai keterbatasan yang telah diutarakan; 7) Peneliti lain sebaiknya menyempurnakan berbagai indikator, pernyataan, serta sistem penilaian yang telah digunakan; 8) Para peneliti sebaiknya berbagi informasi dan pengalaman, agar terjadi proses brainstorming yang menghasilkan kesepahaman pengertian, proses, instrumen, serta teori yang mendasari.

Kata Kunci: Metode Jigsaw, Aktivitas Belajar, Motivasi Belajar, Otonomi Daerah

Pendahuluan

Salah satu problem terbesar yang muncul dalam kegiatan belajar mengajar di kelas adalah pemilihan strategi pembelajaran yang kurang tepat. Guru masih sering menggunakan strategi pembelajaran konvensi-onal, yaitu: ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Permasalahan tersebut juga timbul di SMP Negeri 5 Ngawi, dimana beberapa guru masih menggunakan strategi pembelajaran konvensional. Secara umum, masalah ini dapat ditemui di semua mata pelajaran.

Upaya untuk mengatasi masalah tersebut dimulai dengan mengaplikasikan model

pembelajaran kooperatif yang mampu menstimulasi keaktifan dan motivasi siswa dalam belajar. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, yaitu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok, yang bertanggung-jawab atas penguasaan terhadap materi pembelajaran tertentu, serta mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota kelompoknya.

Kontribusi nyata penerapan model pembelajaran kooperatif diungkapkan oleh Slavin dalam Sanjaya (2006:242), bahwa: “Pertama, penggunaan model kooperatif dapat meningkatkan

(2)

prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dari orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisa-sikan kebutuhan siswa dalam berpikir, memecahkan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. Dari dua alasan ini, maka pembelajaran kooperatif dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.”

Metode jigsaw adalah salah satu teknik dalam

pembelajaran kooperatif yang lebih

mengedepankan partisipasi siswa. Siswa yang memiliki tanggung-jawab lebih besar dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, bukan gurunya. Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Eliot Aroson dan teman-temannya di Universitas Texas, dan diadopsi oleh Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins (Trianto, 2011). Tujuan dari metode ini adalah mengembangkan kerjasama tim, keterampilan belajar kooperatif dan penguasaan materi. Metode ini merupakan metode yang menarik untuk digunakan karena materi yang disampaikan tidak harus urut dan siswa dapat berbagi ilmu dengan siswa lainnya. Dengan cara ini, siswa akan selalu aktif dan meningkatkan kualitas hasil belajarnya, memungkinkan murid dapa mengembangkan kreativitas, kemampuan, dan daya pemecahan masalah menurut kehendaknya sendiri; 2) hubungan antara guru dengan murid berjalan secara seimbang dan memungkinkan suasana belajar menjadi sangat akrab sehingga memungkinkan terciptanya kondisi harmonis; 3) memotivasi guru untuk bekerja lebih aktif dan kreatif; 4) mampu memadukan berbagai pendekatan belajar, yaitu pendekatan kelas, kelompok, dan individual; 5) meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain; 6) siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengerjakan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain,sehingga pengetahuannya jadi bertambah; 7) menerima keragaman dan menjalin hubungan sosial yag baik dalam hubungannya dengan belajar; 8)

meningkatkan kemampuan bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang berkepentingan untuk menerapkannya saat proses pembelajaran telah memasuki tahap pembahasan mengenai pelaksanaan otonomi daerah. Penentuan ini telah disesuaikan dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun dan ditetapkan sebelum Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini didesain dan dilaksanakan. Di dalam RPP tersebut, peneliti menetapkan metode jigsaw sebagai metode utama (core method) pada saat membahas tentang pengertian otonomi daerah. Pembahasan ini dalam rangka mempelajari dan memahami Kompetensi Dasar (KD) 2.1, yaitu mendeskripsikan pengertian otonomi daerah; merupakan bagian dari Standar Kompetensi (SK) 2, yaitu: memahami pelaksanaan otonomi daerah.

Permasalahan yang kerap muncul selama berlangsungnya proses pembelajaran PKn adalah sebagai berikut: 1) guru masih menggunakan pende-katan konvensional dalam kegiatan belajar mengajar sehingga kurang mampu mengelola dan mengkontrol kelas yang semakin dinamis; 2) guru kurang mampu mengembangkan pembelajaran suatu materi ataupun pokok bahasan tertentu sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi; 3) kegiatan belajar mengajar yang kurang kondusif jarang mengerjakan soal latihan; 7) apabila diberi penugasan maupun pekerjaan rumah sehubungan dengan materi pelajaran yang dibahas, nilai yang diraih siswa cenderung kurang memuaskan.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu mulai 9 Oktober sampai dengan 16 Desember 2015. Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 5 Ngawi, khususnya di Kelas IX-B. Jumlah siswa Kelas IX-B adalah 33 orang yang terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan, dengan kemampuan siswa yang heterogen (tidak sama).

(3)

kegiatan perencanaan (planning), tindakan (action), observasi (observation), serta refleksi (reflection). Keempatnya berlangsung secara berulang dalam bentuk siklus. Penelitian didesain sebanyak dua siklus, dengan opsi menambah satu siklus lagi apabila hasil yang dicapai belum memenuhi ekspektasi.

Pengumpulan data dilakukan dengan: 1) Studi Kepustakaan dan Dokumentasi. Cara ini digunakan untuk mendapatkan dokumen, buku-buku, peraturan-peraturan, arsip, literatur dan laporan-laporan yang berkaitan dengan materi yang diteliti, di samping sumber tertulis lainnya. 2) Tindakan Kelas. Pada dasarnya, tindakan kelas merupakan cara terpenting bagi peneliti untuk mendapatkan data yang valid (data primer), karena merupakan representasi dari penelitian lapangan (field research).

Data hasil penelitian diklasifikasikan menjadi data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif diolah dengan teknik yang sesuai dalam RPP. Data kualitatif diolah dengan cara: 1) mengklasifikasikan seluruh materi-materi data berdasarkan sumber-sumber data yang diperoleh; 2) editing, yakni penelaahan terhadap data untuk diklasifikasikan berdasarkan satuan gejala yang diteliti; 3) melakukan pengkodean (coding) untuk diklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan; dan 4) melakukan presentasi data untuk keperluan analisis. Analisis menggunakan model analisis interaktif Miles dan Huberman (1996:60), sebagai berikut: 1) peringkasan data (data reduction), dimana data mentah diseleksi, disederhanakan dan diambil intinya; 2) data ringkas disajikan secara tertulis (data display), berdasarkan kasus-kasus faktual yang berkaitan, sementara tampilan data digunakan untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam organisasi / kelas; dan 3) menarik kesimpulan atau verifikasi (conclusion drawing) atas pola kecenderungan dan penyimpangan yang ada dalam fenomena itu, kemudian membuat prediksi atas kemungkinan selanjutnya.

Hasil Pre-Test

Hasil pre-test menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas hanya mencapai 75,970, dimana sebanyak 13 siswa (39,394%) meraih nilai di atas rata-rata dan sebanyak 20 siswa (60,606%) meraih nilai di bawah rata-rata. Berdasarkan parameter KKM mata pelajaran PKn = 78, maka hanya sebanyak 13 siswa (39,394%) berhasil mencapai KKM dan sebanyak 20 siswa (60,606%) belum berhasil mencapai KKM. Artinya, pencapaian secara klasikal pada pre-test hanya sebesar

39,394%, masih jauh dari parameter kriteria ketuntasan klasikal = 85%.

Gambar 1. Histogram Tabulasi Hasil Pre-Test Menurut Parameter Rata-rata dan KKM

Tujuan utama pelaksanaan pre-test adalah untuk mengetahui dan memetakan kemampuan awal siswa Kelas IX-B sehubungan dengan pembelajaran PKn kompetensi mendeskripsikan pengertian otonomi daerah. Oleh karena itu, diperlukan analisis lanjut berupa pengukuran indeks ketuntasan klasikal.

Tabel 1.Kalkulasi Indeks Ketuntasan Klasikal dalam Pre-Test

(4)

Diketahui, capaian nilai pre-test terkonsentrasi di interval 71 – 80 dan 81 – 90. Namun demikian, nilai-nilai yang berada di interval 71 – 80 lebih banyak berada di rentang bawah atau kurang dari KKM = 78.

Selanjutnya adalah menganalisis ketercapaian tujuan pembelajaran khusus dalam pembelajaran PKn kompetensi mendeskripsikan pengertian otonomi daerah berdasarkan data hasil pre-test. Mengingat urgensi dari suatu pre-test adalah mengetahui pemetaan kemampuan awal siswa, maka hasil analisis ketercapaian tujuan pembelajaran khusus pada masa pra-siklus sudah dapat diprediksikan, yaitu cenderung rendah. Untuk membuktikan prediksi ini, proses analisis membutuhkan suatu parameter dan peneliti menggunakan parameter yang sama, yaitu KKM = 78.

Secara agregat, pencapaian tertinggi ditunjukkan oleh indikator (1) menjelaskan pengertian otonomi daerah dengan prosentase sebesar 100%, sementara pencapaian terendah ditunjukkan oleh indikator (8) menguraikan penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan prosentase sebesar 36,364%. Bersama dengan indikator (3) menjelaskan tujuan otonomi daerah, indikator (1) berhasil mencapai KKM. Dengan begitu, tujuan pembelajaran khusus yang tercapai adalah, siswa mampu: 1) menjelaskan pengertian dari otono-mi daerah; dan 2) menjelaskan tujuan otonomi daerah.

Tabel 2.Rekapitulasi Hasil Analisis Ketercapaian Tujuan Pembelajaran Khusus pada saat Pra-Siklus

Gambar 3. Histogram Tabulasi Hasil Analisis Ketercapaian Tujuan Pembelajaran Khusus

pada saat Pra-Siklus

Hasil Pengamatan pada Siklus 1

Pengamatan diawali dengan menganalisis strategi mengajar guru sehubungan penerapan metode jigsaw. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa perubahan dalam strategi pembelajaran PKn ditandai dengan pergeseran dari model pembelajaran konvensional yang lebih terpusat kepada guru, menjadi model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang lebih terpusat kepada siswa. Pergeseran ini secara langsung berimplikasi pada aspek-aspek dalam strategi pembelajaran yang menjadi tolok ukur penilaian.

Secara umum, aktivitas mengajar guru pada Siklus 1 termasuk ke dalam kategori “Baik”, dengan persentase realisasi nilai sebesar 80,36%. Mayoritas nilai per aspek sebesar 3 dari nilai maksimal sebesar 4. Terdapat 3 aspek yang meraih nilai 4, antara lain: 1) memberikan penjelasan dengan bahasa sederhana yang jelas; 2) membuat rangkuman materi; serta 3) memberikan tugas. Tabel 3.Rekapitulasi Hasil Penilaian Aktivitas

(5)

Tabel 4.Rekapitulasi Hasil Penilaian Aktivitas Belajar Siswa pada saat Siklus 1

Secara umum, aktivitas belajar siswa pada Siklus 1 termasuk dalam kategori “Cukup Baik”, dengan persentase realisasi nilai sebesar 73,08%. Mayoritas nilai per aspek sebesar 3 dari nilai maksimal sebesar 4. Terdapat satu aspek yang hanya meraih nilai 2, yaitu menjawab pertanyaan guru. Fakta tersebut sekaligus dapat membuktikan adanya kesenjangan antara tingkat aktivitas mengajar guru (80,36%) dengan tingkat aktivitas belajar siswa (73,08%).

Hasil Post-Test pada Siklus 1

Hasil post-test menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas hanya mencapai 83,242, dimana sebanyak 13 siswa (39,394%) meraih nilai di atas

rata-rata serta sebanyak 20 siswa (60,606%) meraih nilai di bawah rata-rata. Berdasarkan parameter KKM mata pelajaran PKn =78, maka sebanyak 27 siswa (81,818%) berhasil mencapai KKM dan sebanyak 6 siswa (18,182%) belum berhasil mencapai KKM. Artinya, pencapaian secara klasikal sebesar 81,818%, terbukti masih di bawah parameter kriteria ketuntasan klasikal = 85%.

Gambar 4. Histogram Tabulasi Hasil Post-Test Siklus 1 Menurut Parameter Rata-rata dan KKM

Pengukuran indeks ketuntasan klasikal terhadap hasil post-test, menghasilkan data sebagai berikut:

Tabel 5.Kalkulasi Indeks Ketuntasan Klasikal dalam Post-Test Siklus 1

(6)

Gambar 5. Histogram Tabulasi Hasil Post-Test Siklus 1dalam Format Interval

Selanjutnya adalah menganalisis ketercapaian tujuan pembelajaran khusus berdasarkan data hasil post-test pada Siklus 1. Secara umum, hasilnya tentu lebih baik daripada saat pra-siklus karena telah mendapatkan treatment berupa penerapan metode jigsaw. Kecuali indikator (1) yang sudah meraih hasil maksimal sejak pra-siklus, semua indikator menunjukkan adanya peningkatan, meski tidak semua meningkat signifikan. Dari 8 indikator pencapaian kompetensi yang dinilai pada Siklus 1, 5 indikator telah berhasil mencapai KKM. Indikator-indikator yang belum berhasil mencapai KKM adalah indikator: (5) menyebutkan prinsip otonomi daerah; (7) membedakan urusan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah; serta (8) menguraikan penyeleng-garaan pemerintahan daerah. Peningkatan yang paling signifikan adalah indikator (6) menguraikan arti penting otonomi daerah bagi bangsa dan negara, yang meningkat sebesar 33,33%. Indikator (4) menyebut-kan azas otonomi daerah, juga meningkat signifikan sebesar 12,12%. Indikator lainnya hanya meningkat antara 6,06% – 9,09%.

Tabel 6.Rekapitulasi Hasil Analisis Ketercapaian Tujuan Pembelajaran Khusus pada saat Siklus 2

Gambar 6. Histogram Tabulasi Hasil Analisis Ketercapaian Tujuan Pembelajaran Khusus

pada saat Siklus 1

Hasil Pengamatan pada Siklus 2

Secara umum, aktivitas mengajar guru pada Siklus 2 termasuk ke dalam kategori “Sangat Baik”, dengan persentase realisasi nilai sebesar 92,86%. Mayoritas nilai per aspek sudah mencapai maksimal, yaitu sebesar 4. Meski demikian, ada 4 aspek yang meraih nilai 3, yaitu: 1) mengadakan apersepsi; 2) memberikan arahan menyelesaikan LKS; 3) mengadakan evaluasi; dan 4) memberikan penilaian.

(7)

Secara umum, aktivitas belajar siswa pada Siklus 2 termasuk dalam kategori “Sangat Baik”, dengan persentase realisasi nilai sebesar 88,46%. Sebagian dari aspek-aspek penilaian tersebut berhasil meraih nilai maksimal, yaitu 4; namun sebagian lagi masih mendapatkan nilai 3. Ada beberapa aspek yang meng-alami peningkatan nilai bila dibandingkan raihan pada Siklus 1, tetapi ada pula aspek yang tidak mengalami peningkatan nilai bila dibandingkan raihan pada Siklus 1. Fakta ini menyebabkan persentase realisasi nilai aktivitas belajar siswa belum dapat menyamai persentase realisasi nilai aktivitas mengajar guru.

Tabel 8.Rekapitulasi Hasil Penilaian Aktivitas Belajar Siswa pada saat Siklus 2

Hasil Post-Test pada Siklus 2

Hasil post-test menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas meningkat hingga mencapai 88,364, dimana sebanyak 14 siswa (42,424%) meraih nilai di atas rata-rata serta sebanyak 19 siswa (57,576%) meraih nilai di bawah rata-rata. Berdasarkan parameter KKM mata pelajaran PKn = 78, maka sebanyak 33 siswa (100,00%) berhasil mencapai KKM dan tidak ada satu siswa pun yang belum berhasil mencapai KKM. Artinya, pencapaian secara klasikal post-test pada Siklus 2 sebesar 100,00%, terbukti terbukti melebihi parameter kriteria ketuntasan klasikal =85%. Realisasi ini adalah pencapaian istimewa dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

Gambar 7. Histogram Tabulasi Hasil Post-Test Siklus 2 Menurut Parameter Rata-rata dan KKM

Pengukuran indeks ketuntasan klasikal terhadap hasil post-test, menghasilkan data sebagai berikut:

Tabel 9.Kalkulasi Indeks Ketuntasan Klasikal dalam Post-Test Siklus 2

(8)

interval 91 – 100. Diketahui, hanya 1 siswa yang nilainya di interval 71 – 80 dan da-pat dipastikan berada di rentang atas interval 71 – 80.

Gambar 8. Histogram Tabulasi Hasil Post-Test Siklus 2dalam Format Interval

Selanjutnya adalah menganalisis ketercapaian tujuan pembelajaran khusus berdasarkan data hasil post-test pada Siklus 2. Secara umum, hasilnya tentu lebih baik daripada saat Siklus 1 karena telah menda-patkan treatment berupa penerapan metode jigsaw. Kecuali indikator (1) yang meraih hasil maksimal sejak pra-siklus, semua indikator menunjukkan adanya peningkatan, meski tidak semua meningkat signifikan. Dari 8 indikator pencapaian kompetensi yang dinilai, 6 indikator berhasil mencapai KKM. Indikator-indikator yang belum berhasil mencapai KKM adalah indikator: (5) menyebutkan prinsip otonomi daerah; dan (8) menguraikan penyelenggara-an pemerintahan daerah. Indikator yang meningkat paling signifikan adalah indikator (7) membedakan urusan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yang meningkat sebesar 19,70%. Indikator (8) juga mengalami peningkatan yang sama dengan indikator (7), tetapi indikator ini hanya mendapatkan persentase nilai sebesar 62,12%. Sementara indikator (5) adalah indikator yang paling sulit ditingkatkan nilainya setelah hanya meningkat sebesar 3,03% pada Siklus 2.

Tabel 10.Rekapitulasi Hasil Analisis Ketercapaian Tujuan Pembelajaran Khusus pada saat Siklus 2

Gambar 9. Histogram Tabulasi Hasil Analisis Ketercapaian Tujuan Pembelajaran Khusus

pada saat Siklus 2

Hasil Penilaian Motivasi Belajar

(9)

Motivasi belajar intrinsik siswa terbukti dapat ditingkatkan dengan metode jigsaw.

Gambar 10. Hasil Penilaian Motivasi Belajar pada Setiap Kriteria

Pembahasan

Peneliti memformulasikan strategi pembelajaran PKn yang mengoptimalkan metode

jigsaw saat memahami kompetensi

mendeskripsikan pengertian otonomi daerah. Kemampuan memahami ini merupa-kan kemampuan produktif dalam struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang telah berha-sil direkayasa secara positif. Rekayasa yang berwujud peningkatan kemampuan memahami kompetensi mendeskripsikan pengertian otonomi daerah ini dapat diidentifikasi dan dianalisis dari peningkatan nilai rata-rata, ketuntasan belajar dan ketuntasan klasikal.

Hasil penilaian pada pra-siklus menunjukkan bahwa nilai tertinggi adalah 90 dan nilai terendah adalah 58, dengan range data sebesar 32 dan nilai rata-rata sebesar 75,970. Analisis statistik deskriptif membuktikan bahwa hasil penilaian pada pra-siklus memiliki standard error sebesar 1,41387 dan standard deviation sebesar 8,12206 dengan setting confidence level = 95% sebesar 2,87996. Tingkat keberhasilan klasikal baru mencapai 39,394% dari ketentuan minimal 85% (masih belum tercapai), karena hanya 13 siswa yang berhasil mencapai KKM = 78. Sementara indeks ketuntasan klasikal mencapai 76,71. Analisis sebaran nilai membuktikan bahwa kemampuan dalam mendeskripsikan pengertian otonomi daerah pada pra-siklus terkonsentrasi di interval 71 – 80 dan 81 – 90. Namun demikian, nilai-nilai yang berada di interval 71 – 80 lebih banyak berada di rentang bawah atau kurang dari KKM = 78.

Hasil penilaian pada Siklus 1 menunjukkan bahwa nilai tertinggi adalah 95 dan nilai terendah adalah 68, dengan range data sebesar 27 dan nilai rata-rata sebesar 83,242. Analisis statistik deskriptif membuktikan bahwa hasil penilaian pada Siklus 1 memiliki standard error sebesar 1,02804 dan standard deviation sebesar 5,90567 dengan setting

confidence level = 95% sebesar 2,09406. Tingkat keberhasilan klasikal baru mencapai 81,818% dari ketentuan minimal 85% (masih belum tercapai), karena hanya 27 siswa yang berhasil mencapai KKM = 78. Sementara indeks ketuntasan klasikal mencapai 82,59. Analisis sebaran nilai membuktikan bahwa kemampuan dalam mendeskripsikan pengertian otonomi daerah pada Siklus 1 terkonsentrasi di interval 81 – 90. Empat nilai siswa sudah ada yang masuk ke interval 91 – 100. Pola sebaran ini dapat menjadi petunjuk lain adanya peningkatan ketuntasan klasikal dan indeks ketuntasan klasikal.

Hasil penilaian pada Siklus 2 menunjukkan bahwa nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terendah adalah 78, dengan range data sebesar 22 dan nilai rata-rata sebesar 88,364. Analisis statistik deskriptif membuktikan bahwa hasil penilaian pada Siklus 2 memiliki standard error sebesar 0,98167 dan standard deviation sebesar 5,63925 dengan setting confidence level = 95% sebesar 1,99959. Tingkat keberhasilan klasikal telah mencapai 100,00% dari ketentuan minimal 85% (sudah terlampaui), karena semua siswa telah berhasil mencapai KKM = 78. Sementara indeks ketuntasan klasikal mencapai 85,62. Analisis sebaran nilai membuktikan bahwa kemampuan dalam mendeskripsikan pengertian otonomi daerah pada Siklus terkonsentrasi di interval 81 – 90 dan interval 91 – 100. Diketahui, hanya ada 1 siswa yang nilai berada di interval 71 – 80 dan dapat dipastikan berada di rentang atas dari interval 71 – 80.

Beberapa hasil penelitian terdahulu membuktikan bahwa penerapan metode jigsaw dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mendeskripsikan pengertian otonomi daerah. Jainab (2013) menyatakan bahwa penerapan metode jigsaw dalam pembelajaran PKn kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian otono-mi daerah telah terbukti dapat meningkatkan KKM dan ketuntasan klasikal secara signifikan. Penelitian Jainab dilaksanakan di Kelas IX SMPN 3 Kabanjahe pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013.

(10)

Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011; 3) penelitian Trisnia Mayani (2013) tentang meningkat-kan hasil belajar siswa dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata pelajaran PKn di Kelas VIII-B SMPN 1 Payangan; serta 4) penelitian Sulasmi (2013) tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn di Kelas X-2 SMA Negeri 2 Banjar Tahun Ajaran 2012/2013.

Rekayasa berwujud peningkatan kemampuan mendeskripsikan pengertian otonomi daerah ini dapat diidentifikasi dan dianalisis dari peningkatan nilai rata-rata, ketuntasan belajar dan ketuntasan klasikal. Secara rinci, ukuran dari ketuntasan belajar tersebut merupakan kesatuan nilai dari beberapa indikator pencapaian kompetensi dalam Kompetensi Dasar mendeskripsikan pengertian otonomi daerah. Dengan demikian, ketercapaian tujuan pembelajaran khusus akan fokus memetakan capaian nilai per indikator.

Hasil penilaian pada pra-siklus menunjukkan bahwa pencapaian tertinggi ditunjukkan oleh indikator (1) menjelaskan pengertian otonomi daerah dengan prosentase sebesar 100,00%, sementara pencapaian terendah ditunjukkan oleh indikator (8) menguraikan penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan pro-sentase sebesar 36,364%. Bersama dengan indikator (3) menjelaskan tujuan otonomi daerah, indikator (1) berhasil mencapai KKM. Dengan demikian, tujuan pembelajaran khusus yang tercapai adalah, siswa mampu: 1) menjelaskan pengertian dari otonomi daerah; dan 2) menjelaskan tujuan otonomi daerah.

Hasil penilaian pada Siklus 1 menunjukkan bahwa dari 8 indikator pencapaian kompetensi yang dinilai, 5 indikator telah berhasil mencapai KKM. Indikator-indikator yang belum berhasil mencapai KKM adalah indikator: (5) menyebutkan prinsip otonomi daerah; (7) membedakan urusan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah; serta (8) mengurai-kan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Indikator yang meningkat paling signifikan adalah indikator (6) menguraikan arti penting otonomi daerah bagi bangsa dan negara, yang meningkat sebesar 33,33%. Selain itu, indikator (4) menyebutkan azas otonomi daerah, juga mengalami peningkatan cukup signifikan sebesar 12,12%. Indikator lainnya hanya meningkat antara 6,06% – 9,09%.

Hasil penilaian pada Siklus 2 menunjukkan bahwa dari 8 indikator pencapaian kompetensi yang dinilai, 6 indikator telah berhasil mencapai KKM. Indikator-indikator yang belum berhasil mencapai KKM adalah indikator: (5) menyebutkan prinsip

otonomi daerah; (8) menguraikan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Indikator yang meningkat paling signifikan adalah indikator (7) membedakan urusan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yang meningkat sebesar 19,70%. Indikator (8) juga mengalami peningkatan yang sama dengan indikator (7), tapi indikator ini hanya mendapatkan persentase nilai sebesar 62,12%. Sementara indikator (5) adalah indikator yang paling sulit ditingkatkan nilainya setelah hanya meningkat sebesar 3,03% pada Siklus 2.

Beberapa hasil penelitian terdahulu membuktikan bahwa penerapan metode jigsaw dapat meningkatkan ketercapaian tujuan pembelajaran khusus dalam pembelajaran PKn kompetensi mendeskripsikan pengertian otonomi daerah. Jainab (2013) menyatakan bahwa penerapan metode jigsaw dalam pembelajaran PKn kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian otonomi daerah telah terbukti dapat meningkatkan ketercapaian tujuan pembelajaran khusus secara signifikan.

Rekayasa pembelajaran yang berwujud pening-katan kemampuan memahami kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian otonomi daerah berkore-lasi dengan strategi mengajar yang dikembangkan guru. Adanya peningkatan nilai rata-rata, ketuntasan belajar dan ketuntasan klasikal, serta dinamika nilai yang berkembang di antara indikator-indikator pencapaian kompetensi, cenderung dipengaruhi oleh tingkat efektivitas strategi mengajar guru.

Hasil penilaian pada Siklus 1 menunjukkan bahwa aktivitas mengajar guru pada Siklus 1 termasuk dalam kategori “Baik”, dengan persentase realisasi nilai sebesar 80,36%. Mayoritas nilai per aspek sebesar 3 dari nilai maksimal sebesar 4. Terdapat 3 aspek yang meraih nilai maksimal, antara lain: 1) memberikan penjelasan dengan bahasa sederhana yang jelas; 2) membuat rangkuman materi; serta 3) memberikan tugas. Hasil penilaian pada Siklus 2 menunjukkan bahwa aktivitas mengajar guru pada Siklus 2 termasuk dalam kategori “Sangat Baik”, dengan persentase realisasi nilai sebesar 92,86%. Mayoritas nilai per aspek sudah mencapai maksimal, yaitu sebesar 4. Meski demikian, ada 4 aspek yang meraih nilai 3, antara lain: 1) mengadakan apersepsi; 2) memberikan arahan menyelesaikan LKS; 3) mengadakan evaluasi; 4) memberikan penilaian.

(11)

menyatakan bahwa penerapan metode jigsaw dalam pembelajaran PKn kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian otonomi daerah telah terbukti dapat memperbaiki strategi mengajar guru secara signifikan. Penelitian Jainab dilaksanakan di Kelas IX SMPN 3 Kabanjahe pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013.

Penerapan metode jigsaw juga dapat memperba-iki strategi mengajar guru pada mata pelajaran PKn, baik di tingkat SD, SMP, maupun SMA. Beberapa hasil penelitian terdahulu tersebut adalah: 1) penelitian Wiputra (2011) tentang Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Prestasi belajar PKn siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Semarapura; 2) penelitian Mulyani (2012) tentang penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar kompetensi memahami pelaksanaan demokrasi di Kelas VIII-H SMPN 21 Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011; 3) penelitian Trisnia Mayani (2013) tentang meningkat-kan hasil belajar siswa dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata pelajaran PKn di Kelas VIII-B SMPN 1 Payangan; serta 4) penelitian Sulasmi (2013) tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn di Kelas X-2 SMA Negeri 2 Banjar Tahun Ajaran 2012/2013.

Eksperimen kuasi ini juga digunakan peneliti untuk mengukur tingkat aktivitas dan motivasi belajar siswa. Peneliti berkepentingan untuk mengetahui efektivitas metode ini dalam mempengaruhi aktivitas dan motivasi belajar siswa pada pembelajaran PKn, khususnya menyangkut kemampuan mendeskripsikan pengertian otonomi daerah. Kegiatan analisis ini adalah verifikasi dan validasi penelitian serumpun lain yang mendeskripsikan efektivitas metode jigsaw dalam meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa, sehingga tidak hanya menunjukkan korelasi dan kontribusi metode jigsaw terhadap aktivitas dan motivasi belajar saat mendeskripsikan pengertian otonomi daerah saja.

Hasil pengamatan pada Siklus 1 menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa termasuk dalam kategori “Cukup Baik”, dengan persentase realisasi nilai sebesar 73,08%. Mayoritas nilai per aspek sebesar 3 dari nilai maksimal sebesar 4. Terdapat satu aspek yang hanya meraih nilai 2, yaitu menjawab pertanyaan guru. Fakta ini membuktikan ada kesenjangan antara tingkat aktivitas mengajar guru (80,36%) dengan tingkat aktivitas belajar siswa (73,08%).

Hasil pengamatan pada Siklus 2 menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa termasuk dalam kategori “Sangat Baik”, dengan persentase realisasi nilai sebesar 88,46%. Sebagian dari aspek-aspek penilaian tersebut meraih nilai maksimal, yaitu 4; namun sebagian lagi masih mendapatkan nilai 3. Ada beberapa aspek yang mengalami peningkatan nilai bila dibandingkan raihan pada Siklus 1, tetapi ada aspek yang tidak mengalami peningkatan nilai bila dibandingkan raihan pada Siklus 1. Fakta ini yang menyebabkan persentase realisasi nilai aktivitas belajar siswa masih belum dapat menyamai persentase realisasi nilai aktivitas mengajar guru. Fakta tersebut sekaligus dapat membuktikan adanya kesenjangan antara tingkat aktivitas mengajar guru (92,86%) dengan tingkat aktivitas belajar siswa (88,46%).

Perubahan positif yang terjadi pada aktivitas belajar siswa mengindikasikan adanya peningkatan motivasi belajar. Penerapan metode jigsaw mampu memotivasi siswa agar lebih pro-aktif dalam belajar mendeskripsikan pengertian otonomi daerah. Hasil penilaian melalui angket motivasi belajar siswa dapat membuktikan bahwa siswa Kelas IX-B SMP Negeri 5 Ngawi termotivasi mengikuti pembelajaran PKn, khususnya dalam pembelajaran mendeskripsikan pengertian otonomi daerah.

Beberapa hasil penelitian terdahulu membuktikan bahwa penerapan metode jigsaw dapat meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa dalam pembelajar-an PKn kompetensi mendeskripsikan pengertian otonomi daerah. Jainab (2013) menyatakan bahwa penerapan metode jigsaw dalam pembelajaran PKn kompetensi mendeskripsikan pengertian otonomi daerah telah terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa secara signifikan. Penelitian Jainab dilaksanakan di Kelas IX SMPN 3 Kabanjahe pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013.

(12)

pelajaran PKn di Kelas VIII-B SMPN 1 Payangan; serta 4) penelitian Sulasmi (2013) tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn di Kelas X-2 SMA Negeri 2 Banjar Tahun Ajaran 2012/2013. Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian tindakan kelas ini adalah: 1)

Penerapan metode

jigsaw

terbukti

dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa

dalam pembelajaran PKn kompetensi

mendeskripsikan pengertian otonomi daerah di

Kelas IX-B SMP Negeri 5 Ngawi Tahun

Pelajaran 2015/2016

; 2) Penerapan metode jigsaw terbukti dapat meningkat-kan ketercapaian tujuan pembelajaran khusus dalam pembelajaran PKn kompetensi mendeskripsikan pengertian otonomi daerah di Kelas IX-B SMP Negeri 5 Ngawi Tahun Pelajaran 2015/2016; 3) Penerapan metode jigsaw terbukti dapat memperbaiki strategi mengajar guru dalam pembelajaran PKn kompetensi mendeskripsikan pengertian otonomi daerah di Kelas IX-B SMP Negeri 5 Ngawi Tahun Pelajaran 2015/ 2016; 4) Penerapan metode jigsaw terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran PKn kompetensi mendeskripsi-kan pengertian otonomi daerah di Kelas IX-B SMP Negeri 5 Ngawi Tahun Pelajaran 2015/2016. teknis saat guru terbentur masalah keterbatasan sumber-daya dan waktu.

3. Sebaiknya menyediakan sarana dan prasarana untuk mempublikasikan hasil PTK.

4. Terkait KKM, sebaiknya menggunakan sistem mengambang (floating).

Saran untuk Guru Mata Pelajaran PKn:

1. Sebaiknya lebih memperhatikan karakteristik siswanya, terutama sekali dalam sistem monitoring yang lebih efektif dan efisien. Dengan demikian, guru dapat mengontrol sikap dan perilaku siswa pada saat proses

3. Sebaiknya bereksperimen lebih mendalam dengan metode jigsaw saat merumuskan strategi pembelajaran, khususnya yang berhubungan dengan Standar Kompentensi (SK) 2: memahami pelaksanaan otonomi daerah.

4. Guru mitra yang akan menggunakan perangkat dan metode pembelajaran ini, sebaiknya sebelum menggunakannya, lebih dulu melakukan simulasi dan selalu berkonsultasi dengan peneliti, sehing-ga kekurangan yang muncul dapat segera teratasi sebelum menerapkannya di kelas eksperimen.

Saran untuk Siswa:

1. Sebaiknya lebih terbuka dalam mengapresiasi metode pembelajaran yang terkesan baru, serta berkontribusi positif dalam penerapannya. 2. Sebaiknya mencoba hal-hal baru demi

mening-katkan kualitas belajar.

3. Sebaiknya terus mengasah kemampuan dalam mendeskripsikan pengertian otonomi daerah. 4. Sebaiknya menggunakan metode jigsaw dalam

mengasah kemampuan mendeskripsikan penger-tian otonomi daerah.

Saran untuk Peneliti lain:

1. Apabila hendak mengembangkan ataupun mere-plikasi penelitian sejenis, sebaiknya mempertim-bangkan berbagai keterbatasan penelitian yang telah diutarakan peneliti. 2. Sebaiknya tetap memasukkan penilaian

keterca-paian tujuan pembelajaran khusus serta penilaian aktivitas dan motivasi belajar.

3. Sebaiknya menyempurnakan indikator-indikator, pernyataan-pernyataan, serta sistem penilaian yang dirumuskan peneliti, khususnya dalam rangka menilai kemampuan mendeskripsikan pengertian otonomi daerah, aktivitas dan motivasi belajar.

4. Dalam rangka peningkatan kualitas konten, sistematika, kerangka berpikir, serta validitas data, para peneliti sebaiknya selalu berbagi informasi dan pengalaman, agar terjadi proses

brainstorming yang menghasilkan

kesepahaman pengertian, proses, instrumen, serta teori yang mendasari.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMP/MTs dan SMPLB. Jakarta: BSNP. Ibrahim, M., dkk. 2001. Pembelajaran

Kooperatif. Surabaya: Surabaya Univ. Press. Jainab. 2013. Upaya Peningkatan Hasil Belajar

(13)

Pembelajaran Kooperatif Jigsaw pada Pokok Bahasan Otonomi Daerah Kelas IX di SMP Negeri 3 Kabanjahe Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal Saintech Tahun 2015, 07(01): 104 – 116.

Kemmis, S., and Mc Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. Victoria: Deakin University.

Miles, M.B., and Huberman, A.M. 1996.

Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Methods. California: Sage.

Mulyani, Sri. 2012. Penggunaan Model Pembela-jaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Hasil Belajar PKn Kompetensi Memahami Pelaksanaan Demokrasi di Kelas VIII-H SMP Negeri 21 Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011. Jurnal Ilmiah CIVIS, II(1): 257 – 275.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.

Slavin, R.E. 2009. Cooperative Learning Theory, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media. Sulasmi, Ni Made. 2013. Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PKn di Kelas X-2 SMA Negeri X-2 Banjar Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi. Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja.

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Trisnia Mayani, A.A.I. 2013. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Mata Pelajaran PKn di Kelas VIII-B SMP Negeri 1 Payangan. Skripsi. Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja.

Wiputra, Kadek Dony. 2011. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Jigsaw terhadap Prestasi Belajar PKn Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Semarapura Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi. Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja.

http://www.scribd.com/Cooperative_Learning http://www.slideshare.net/Model_Pembelajaran_Ko

operatif

http://belajarpsikologi.com/model-pembelajaran-kooperatif-jigsaw/

http://www.kajianpustaka.com/2013/09/model-pembelajaran-jigsaw.html

http://www.artikelsiana.com/2015/06/pengertian-otonomi-daerah-tujuan-asas.html

http://www.ilmusiana.com/2015/11/pengertian-dari-otonomi-daerah.html

(14)

Mengetahui,

Kepala Sekolah

SMP Negeri 5 Ngawi

Kepala Perpustakaan

SMP Negeri 5 Ngawi

Rusdiyanto, S.Pd., M.Si.

Yuniati Praptiwi, S.Pd.,

M.M.

NIP. 19560705 197901 1

001

NIP. 19710301 200701 2 010

Ngawi, 20 Januari 2016

Peneliti

Sulismiyani, S.Pd., M.M.

Gambar

Gambar 1.  Histogram Tabulasi Hasil Pre-TestMenurut Parameter Rata-rata dan KKM
Gambar 3.  Histogram Tabulasi Hasil AnalisisKetercapaian Tujuan Pembelajaran Khususpada saat Pra-Siklus
Gambar 4.  Histogram Tabulasi Hasil Post-TestSiklus 1 Menurut Parameter Rata-rata dan KKM
Gambar 6.  Histogram Tabulasi Hasil AnalisisKetercapaian Tujuan Pembelajaran Khususpada saat Siklus 1
+4

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini Indonesia telah menerapkan sistem kurs mengambang bebas dimana tidak ada lagi intervensi di pasar valuta asing dengan menggunakan cadangan devisa, namun pada

Pentingnya kemampuan berpikir kritis bagi siswa dalam mempelajari kimia, maka diperlukan model pembelajaran yang tepat yang dapat melibatkan siswa secara langsung dalam

pernikahan, dokumentasi berarti mengambil/memfoto seluruh peristiwa dari mulai penerimaan tamu sampai selesai, tapi seorang wartawan foto hanya mengambil yang menarik, apakah

[r]

Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan.. sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak

Jenis penelitian ini tergolong penelitian lapangan (field research), dengan pendekatan penelitian yang digunakan adalah fenomenologi. Adapun sumber data penelitian ini

Lewat karyanya yang berjudul The Peasants‟ Revolt of Banten in 1888 , 11 Sartono bahkan mendefinisikan secara lebih sempit lagi dengan batasan bahwa sejarah

pada saat Pembuktian Kualifikasi penyedia Jasa harus membawa seluruh Dokumen Asli sesuai yang di Upload / diunggah beserta 1 ( satu ) rekaman Termasuk dokumen Kontrak /