• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2 pajak progresif (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Bab 2 pajak progresif (1)"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

11 2.1.1 Pengertian Pajak

Terdapat banyak pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli. Pengertian pajak menurut para ahli memberikan definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi tersebut mempunyai tujuan dan inti yang sama

yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Pengertian pajak menurut Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP) adalah sebagai berikut:

“Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R. Dalam Zain (2008:11) menyatakan bahwa:

“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang diterapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.”

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. yang dikutip oleh Mardiasmo

(2)

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kotraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaranumum.”

Menurut P.J.A Adriani dalam Waluyo (2011:2) pengertian pajak adalah sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut:

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya

yang sifatnya dapat dipaksakan.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi

individual oleh pemerintah.

3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk mebiayai

public investment.

5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.

(3)

Dari pengertian pajak yang telah dijelaskan oleh beberapa para ahli diatas, secara teoritis dan praktis dapat dilihat bahwa pajak memiliki beberapa fungsi dalam

kehidupan negara dan masyarakat. Menurut Waluyo (2008:6) terdapat dua fungsi pajak, yaitu:

1. Fungsi Penerimaan (Budgeter)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh: dimasukkannya pajak

dalam APBN sabagai penerimaan dalam negeri.

2. Fungsi Mengatur (Reguler)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap

barang mewah.

2.1.1.2 Jenis Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:5) pajak dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu menurut golongannya, sifatnya dan lembaga pemungutnya.

1. Menurut Golongannya a. Pajak langsung

yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

(4)

b. Pajak tidak langsung

yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan

kepada orang lain.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

2. Menurut Sifatnya a. Pajak Subjektif

yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti

memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.

b. Pajak Objektif

yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Menurut Lembaga Pemungutannya a. Pajak Pusat

Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk

membiayai rumah tangga negara.

Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

(5)

Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas:

a. Pajak Provinsi

Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air,

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. b. Pajak Kabupaten/Kota

Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame,

dan Pajak Penerangan Jalan.

2.1.1.3 Tata Cara Pemungutan

Tata cara pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2011:4) terdiri dari:

1. Stelsel Pajak

a. Stelsel Nyata (riel stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata),

sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan

kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).

b. Stelsel Anggapan (fictive stelsel)

(6)

dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan. Kebaikan

stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak

yang dibayar tidak berdasarkan keadaan yang sesungguhnya. c. Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel

anggapan. Pada awal tahun, besanya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan

dengan keadaan yang sebenarmya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat

diminta kembali.

2. Asas Pemungutan

a. Asas Domisilis (asas tempat tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal

dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.

b. Asas Sumber

(7)

c. Asas Kebangsaaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

3. Sistem Pemungutan

a. Official Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

2) Wajib Pajak bersifat pasif.

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

b. Self Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

Wajib Pajak sendiri.

2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, memperhitungkan,

menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. 3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

(8)

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan

untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya adalah wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada

pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

2.1.1.4 Konsep Tarif Pajak

Pemungutan pajak tidak terlepas dari keadilan. Keadilan dapat menciptakan keseimbangan sosial yang sangat penting untuk mensejahterakan masyarakat. Dalam

penetapan tarif pun harus berdasarkan keadilan. Dimana perhitungan pajak yang terutang menggunakan tariff pajak (waluyo, 2010). Pada praktiknya, dikenal beberapa jenis pengenaan tarif yaitu:

1. Tarif Proposional atau Sebanding

Tarif proposional adalah tarif yang berupa persentase yang tetap terhadap

berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak terutang proposional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak (Mardiasmo, 2011). Contoh : Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%

2. Tarif Progresif

Tarif progresif adalah suatu tarif yang persentasenya semakin besar bila

(9)

dapat mendistribusikan penghasilannya kepada penerima penghasilan yang lebih rendah melalui pembayaran pajak.

Contoh : tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri berdasarkan pasal 17 ayat (1) huruf a, Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2008 Tentang Pajak Penghasilan. 3. Tarif Degresif

Tarif degresif adalah tarif yang besar persentasenya semakin kecil bila

jumlah yang dikenakan pajak semakin besar (Mardiasmo, 2011).

4. Tarif Tetap

Tarif tetap adalah tarif pajak yang besarnya tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap (Mardiasmo, 2011).

Contoh : tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nominal berapapun.

2.1.2 Pajak Daerah

2.1.2.1 Pengertian Pajak Daerah

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2009 Tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000

Tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah adalah:

(10)

peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.”

Sedangkan pengertian Pajak Daerah menurut Prof. Dr. Raharjo Adisasmita (2009:72) dalam bukunya Pembiayaan Pembangunan Daerah, mengemukakan

bahwa:

“Pajak Daerah yaitu kewajiban penduduk masyarakat menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada daerah disebabkan suatu keadaan, kejadian atau perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai suatu sanksi atau hukum.”

2.1.2.2 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah

Undang-undang nomor 28 tahun 2009 mengatur dengan jelas bahwa untuk dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis pajak daerah harus ditetapkan dengan peraturan daerah. Peraturan daerah tentang suatu pajak tidak dapat berlaku surut dan

tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum atau ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi.

2.1.2.3 Isi Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah

Peraturan daerah tersebut sekurang-kurangnya mengatur mengenai:

a. Nama, objek, dan subjek pajak;

b. Dasar pengenaan, tarif, dan cara penghitungan pajak;

c. Wilayah pemungutan; d. Masa pajak;

(11)

f. Tata cara pembayaran dan penagihan pajak; g. Kadaluwarsa penagihan pajak;

h. Sanksi administrasi;

i. Tanggal mulai berlakunya pajak.

2.1.2.4 Sistem Pemungutan dan Pemungut Pajak Daerah

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 menetapkan sistem pemungutan

pajak untuk setiap Pajak Daerah adalah:

1. Sistem Pemungutan Pajak Daerah

Pemungutan Pajak Daerah saat ini menggunakan tiga sistem pemungutan pajak. Sebagaimana tertera dibawah ini:

a. Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak;

b. Ditetapkan oleh kepala daerah; c. Dipungut oleh pemungut pajak.

2. Pemungut Pajak Daerah

Dimungkinkan kerjasama dengan pihak ketiga dalam proses pemungutan pajak, antara lain:

a. Percetakan formulir perpajakan;

b. Pengiriman surat-surat kepada Wajib Pajak;

c. Penghimpunan data objek dan subjek pajak;

(12)

a. Diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) b. Surat Keputusan Pembetulan;

c. Surat Keputusan Keberatan

d. Putusan Banding sebagai dasar pemungutan dan penyetoran pajak.

2.1.2.5 Jenis-Jenis Pajak Daerah

Jenis-jenis pajak Daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

terbagi menjadi dua yaitu pajak propinsi dan pajak kabupaten/kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing

jenis pajak daerah pada wilayah administrasi propinsi atau kabupaten/kota yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-undang tersebut ditetapkan jenis-jenis pajak daerah yaitu terdiri dari:

1. Jenis Pajak provinsi terdiri atas: a. Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis

jalandarat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu

(13)

dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak

milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan

bahan bakar kendaraan bermotor.Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor.

d. Pajak Air Permukaan

Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan

air permukaan. Air Permukaan adalah semua air yanyang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat.

e. Pajak Rokok

Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut pleh

Pemerintah.

(14)

Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait

lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan

sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). b. Pajak Restoran

Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh

restoran.Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria,

kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering. c. Pajak Hiburan

Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.Hiburan adalah

semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.

d. Pajak Reklame

Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya

dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa,

(15)

e. Pajak Penerangan Jalan

Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik

yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

g. Pajak Parkir

Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan

jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

h. Pajak Air Tanah

Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air

tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.

i. Pajak Sarang Burung Walet

Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

(16)

orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan

hak atas tanah dan/atau bangunan.Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau

Badan.

2.1.3 Pajak Kendaraan Bermotor

2.1.3.1 Dasar Hukum Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak kendaraan bermotor menurut Undang-Undang no. 28 Tahun 2009

tentang pajak daerah dan retribusi daerah adalah “Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/ayau penguasaaan kendaraan bermotor”. Sedangkan

kendaraan bermotor adalah :

“Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor yang tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air”.

(17)

Dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor adalah nilai jual kendaraan bermotor dan bobot yang mencerminkan kadar kerusakan jalan dan pencemaran

lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor tersebut. Nilai jual kendaraan bermotor sesuai dengan harga pasar kendaraan bermotor, jenis kendaraan bermotor,

merk kendraan bermotor, tahun pembuatan kendaraan bermotor, berat total kendaraan bermotor, serta dokumen impor jenis kendaraan tertentu.

Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah Pasal 5 Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan bermotor adalah hasil perkalian dari dua unsur pokok :

a. Nilai Jual Objek Pajak, dan

b. Bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran ingkungan akibat penggunaan Kendaraan Bermotor.

Bobot kendaaraan bermotor yang mencerminkan kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan didasarkan pada tekanan gandar kendaraan, jenis

bahan bakar kendaraan bermotor, dan jenis-jenis penggunaan, tahun pembuatan, serta cirri-ciri kendaraan bermotor.

Kusus untuk kendaraan bermotor yang digunakan di luar jalan umum,

termasuk alat-alat besar serta kendaraan di air, dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor. Nilai Jual Kendaraan Bermotor

(18)

Berdasarkan Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 Pasal 7 ayat (1) tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) ditetapkan sebagai berikut:

1. Tarif PKB pribadi ditetapkan sebagai berikut:

a. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama sebesar 1,75% (satu koma

tujuh lima persen);

b. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor roda 4 (empat) kedua dan seterusnya didasarkan atas nama dan alamat yang sama sesuai dengan tanda

pengenal diri, ditetapkan secara progresif sebagai berikut: 1. PKB Kepemilikan kedua, sebesar 2,25%;

2. PKB Kepemilikan ketiga, sebesar 2,75%; 3. PKB Kepemilikan keempat, sebesar 3,25%; dan

4. PKB Kepemilikan kelima dan seterusnya, sebesar 3,75%

c. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor roda 2 (dua) atau roda 3 (tiga), kedua dan seterusnya, didasarkan atas nama dan alamat yang sama sesuai

dengan tanda pengenal diri, ditetapkan secara progresif sebagai berikut: 1. PKB Kepemilikan kedua, sebesar 2,25%;

2. PKB Kepemilikan ketiga, sebesar 2,75%;

3. PKB Kepemilikan keempat, sebesar 3,25%; dan 4. PKB Kepemilikan kelima dan seterusnya, sebesar 3,75

(19)

3. Tarif PKB angkutan umum ditetapkan sebesar 1% (satu persen).

4. Tarif PKB ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga

sosial dan keagamaan ditetapkan sebesar 0,5 % (nol koma lima persen). 5. Tarif PKB Pemerintah/Pemerintah Daerah/TNI/Polri ditetapkan sebesar

0,5 % (nol koma lima persen).

6. Tarif PKB alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan sebesar 0,2 % (nol koma dua persen).

Tata cara pelaksanaan pengenaan pajak progresif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.

2.1.3.3 Objek Pajak Kendaraan Bermotor

Objek PKB adalah kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan

Bermotor. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakan oleh

peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energy tertentu menjadi tenaga gerak ke ndaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besae yang dalam operasinya

menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen.

2.1.3.4 Subjek Pajak Kendaraan Bermotor

(20)

Sementara itu wajib PKB adalah orang pribadi, Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri yang memiliki dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor

dan atau kendaraan khusus atau alat-alat berat dan besar. Yang bertanggungjawab terhadap pembayaran pajak kendaraan bermotor adalah :

1. Orang yang bersangkutan, yaitu sebagai pemilik sesuai dengan hak kepemilikannya.

2. Orang atau badan yanag memperoleh kuasa dari pemilik kendaraan

bermotor.

3. Ahli waris yait orang atau badan yang ditunjuk dengan surat wasiat atau

yang ditetapkan sebagai ahli waris berdasarkan kesepakatan dan ata putusan pengadilan.

2.1.3.5 Wajib Pajak Kendaraan Bermotor

Wajib pajak baik perorangan atau badan yang menerima penyerahan

kendaraan bermotor yang jumlah pajaknya sebagian atau seluruhnya belum dilunasi oleh pemilik lama, maka pihak yang menerima penyerahan tersebut juga bertanggung jawab terhadap pelunasan pajaknya.

2.1.3.6 Masa Pajak Kendaraan Bermotor

(21)

suatu hal dan hal lain masa pajaknya tidak sampai 12 (dua belas) bulan, maka dapat dlakukan restitusi :

a. Terhadap kendaraan bermotor mutasi keluar daerah dalam Provinsi Jawa Barat dilakukan konpensasi.

b. Terhadap kendaraan bermotor mutasi keluar daerah diluar Provinsi Jawa Barat dilakukan restitusi.

c. Bagian bulan yang melebihi 14 (empat belas) hari dihitung satu bulan

penuh.

2.1.3.7 Cara Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor

Besaran pokok PKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan PKB adalah sesuai

dengan rumus berikut:

Pajak Terutang

= Tarif Pajak X Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak X (NJKB x Bobot)

Berdasarkan contoh perhitungan dasar pengenaan pajak yang dikemukakan di atas dapat dihitung besarnya pajak teutang yaitu:

a. Untuk mobil mecedes benx C180 automatic tahun pembuatan 2000 besarnya PKB yang terutanga dalah 1,75% x Rp. 290.000.000 = Rp. 5.075.000

(22)

Siahaan (2010:209) mengemukakan bahwa Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah ajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat

perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi, karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan atau pemasukan ke dalam badan usaha.

Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya

energy tertentu menjadi tenaga gerak ke ndaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besae yang dalam operasinya menggunakan roda

dan motor dan tidak melekat secara permanen.

2.1.4.2 Dasar Hukum Pemungutan BBNKB

Dalam masa transisi pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dewasa ini, pemungutan BBNKB di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum

yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan BBNKB pada suatu Provinsi adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

2. Undang-Undnag Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

(23)

4. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.

2.1.4.3 Objek Pajak BBNKB

Objek pajak BBNKB adalah penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor.

Penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor merupakan penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar-menukar, hibah, warisan, atau pemasukan

kedalam badan usaha.

Penguasaan kendaraan bermotor melebihi dua belas bulan dapat dianggap

sebagai penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor. Termasuk dalam pengertian kendaraan bermotor adalah pemasukan kendaraan bermotor dari luar negeri untuk dipakai secara tetap di Indonesia, kecuali dalam keadaan dibawah ini.

a. Penyerahan kendaraan bermotor untuk dipakai sendiri oleh orang pribadi yang bersangkutan.

b. Penyerahan kendaraan bermotor untuk diperdagangkan.

c. Penyerahan kendaraan bermotor untuk dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia. Pengecualian ini tidak dikeluarkan kembali dari wilayah

pabean Indonesia.

d. Penyerahan kendaraan bermotor digunakan untuk pameran, penelitian,

contoh, dan kegiatan olahraga bertaraf internasional.

(24)

Pada BBNKB subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor. Sedangkan wajib pajak BBNKB adalah orang

pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor. Jika wajib pajak berupa badan, maka kewajiba perpajaknnya diwakili oleh pengurus atau kuasa badna

tersebut. Dengan demikian, pada BBNKB subjek pajak sama dengan wajib pajak yaitu orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor.

2.1.4.5 Dasar Pengenaan BBNKB

Dasar pengenaan pajak BBNKB adalah nilai jual kendaraan bermotor

(NJKB), yang juga digunakan dalam ketentuan Pajak Kendaraan Bermotor. NJKB sebagaimana dimaksudkan di sini adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor yang tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Tabel Perhitungan Dasar

Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. NJKB ditetapkan dengan keputusan gubernur berdasarkan table yang ditetapkan oleh

Menteri dalam Negeri.

2.1.4.6 Tarif BBNKB

Tarif BBNKB ditentukan berdasarkan tingkat penyerahan objek pajak yang terjadi dan jenis kendaraan bermotor yang diserahkan. Tingkat penyerahan kendaraan

(25)

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Pasal 24, besaran tarif BBNKB masing-masing sebagai berikut :

1. Penyerahan pertama untuk Kendaraan Bermotor: a. orang pribadi 10%

b. Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri 10% c. Kendaraan Bermotor angkutan umum

d. Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar 0,75%

2. Tarif BBNKB atas penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar:

a. Kendaraan Bermotor orang pribadi 1%

b. Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri; 1% c. Kendaraan Bermotor angkutan umum 1%

d. Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar 0,075%

2.1.4.7 Cara Perhitungan BBNKB

Besaran pokok BBNKB ysng terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan BBNKB adalah

sesuai dengan rumus berikut :

Pajak Terutang

= Tarif Pajak X Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak X Nilai Jual Kendaraan Bermotor

(26)

Tabel 2.1

Matrix Perbandingan Penelitian

Penelitian

Harist Agung Santika Widyadhani fina ekawati

2010 2011 2013

2010 Tentang Pajak Daerah

Analisis Formulasi

Kebijakan Pajak Kendaraan Bermotor

Progresif Di Provinsi DKI Jakarta

1. untuk mengetahui

proses formulasi

telah efektif dan efisien

2. untuk mengetahui

persiapan yang dilakukan pemerintah

(27)

sehubungan dengan

positif dan negatif. Dampak positifnya

yaitu berkurangnya jumlah kendaraan dan dampak negatifnya

adalah masyarakat melakukan

penyelundupan hukum.

1. proses formulasi

kebijakan pajak kendaraan bermotor progresif di provinsi

DKI Jakarta melewati beberapa tahap yaitu

tahap perencanaan, penyusunan,

pembahasan, evaluas

dan persetujuan oleh Kementrian Dalam sudah efektif dan

(28)

2. persiapan yang dilakukan

sehubungan dengan penerapan pajak kendaraan bermotor

progresif antara lain adalah perbaikan

sistem, sosialisasi dan pembuatan peraturan Gubernur tentang

pelaksanaan

pemungutan pajak

kendaraan bermotor

pemungutan PKB yang melampaui

taret

2.3 Kerangka Pemikiran

Akibat penerapan tarif progresif pajak kendaraan bermotor (PKB) yang harus dibayar oleh wajib pajak semakin besar. Pada kenyataannya banyak wajib pajak

(29)

aktif tersebut membuat laporan dan member pernyataan kepada pihak Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan/Samsat yang menyatakan bahwa kendaraan yang

dimilikinya tersebut telah dijual. Sehingga petugas CPDP/Samsat melakukan pemblokiran terhadap nomor polisi kendaraan yang bersangkutan untuk kendaraan

yang telah dijual agar tidak terkena tarif progresif. Hal ini membuat pembeli kendaraan harus melakukan balik nama terhadap kendaraan bekas yang telah dibeli oleh penjual. Akibat penerapan tarif progresif maka penerimaan Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor (BBNKB) akan meningkat, peningkatan BBNKB dapat terjadi di daerah asal kendaraan itu atau di luar daerah asal kendaraan itu dijual. Maka

peneliti ingin meneliti Perbedaan Sebelum dan Setelah Diterapkan Tarif Progresif Kendaraan Bermotor Terhadap Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Bekas Di Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Provinsi Wilayah Kota Bandung III.

Kerangka Pemikiran

Penerapan tarif Progresif Pajak Kendaraan Bermotor

Wajib Pajak Pasif Wajib Pajak Aktif

Wajib Pajak membuat laporan dan

memberikan pernyataan bahwa

kendaraannya telah dijual

Wajib Pajak dikenakan tarif

progresif Pajak Kendaraan

(30)

Gambar 2.1

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan.Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru

didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2003:70).

Petugas Samsat melakukan

pemblokiran terhadap nomor polisi

Pembeli kendaraan bekas wajib

melakukan Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor

Penerimaan BBNKB Bekas semakin

meningkat

Di daerah Asal Di luar daerah Asal

Penerapan tarif progresif PKB

terhadap Penerimaan BBNKB di

CPDP Provinsi Wilayah Kota

Bandung III

Faktor-faktor yang mempengaruhi

penerimaan BBNKB di CPDP

Provinsi Wilayah Kota Bandung

(31)

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada atau tidaknya pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y, dimana hipotesis nol (Ho) yaitu

suatu hipotesis tentang tidak adanya hubungan, umumnya diformulasikan untuk ditolak. Sedangkan, hipotesis alternatif (Ha) merupakan hipotesis yang diajukan

peneliti dalam penelitian ini, masing-masing hipotesis tersebut dijabarkan sebagai berikut:

H0: Pajak Progresif Kendaraan Bermotor tidak berpengaruh signifikan

terhadap Penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

Ha: Pajak Progresif Kendaraan Bermotor berpengaruh signifikan terhadap

Gambar

Tabel 2.1
2.4Gambar 2.1Hipotesis Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dari paparan data di atas temuan penelitiannya tentang strategi pembelajaran reflektif digunakan di MTS Syekh Subakir Nglegok Blitar yang dilakukan dengan jalan:

Untuk mengetahui hasil belajar matematika yang telah dicapai oleh siswa di dalam proses pembelajaran dengan menggunakan strategi pemecahan masalah sistematis

Daripada mengakses menu Buku telepon dan menggeser melintasi daftar, Anda dapat menautkan kartu nama yang bersangkutan ke tombol cepat, jadi tekanan panjang pada tombol yang

Sedangkan penelitian di China melakukan kemoterapi neo ajuvan pada 24 pasien kanker penis dengan metastasis ke kelenjar getah bening terfiksir, dengan hanya 15 pasien yang

Rambutan (Nephelium lappaceum) mampu mengundang 8 jenis burung (merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), cinenen jawa (Orthotomus

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat (PkM) yang dilakukan oleh dosen yang dilaksanakan di Kelurahan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, diharapkan

5.Seluruh anggota Gereja pada dasarnya memiliki martabat yang sama sebagai anggota umat Allah, sebagai hierarki, biarawan-biarawati, dan kaum awam!. Namun ada perbedaan

Identifikasi Sistem MIMO Menggunakan Deret Laguerre Sistem yang akan diidentifikasi adalah MIMO yang mana secara prinsip metode yang digunakan untuk identifikasi sama dengan