• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI SPASIAL Pe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI SPASIAL Pe"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI SPASIAL

DI LINGKUNGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL

*

Perspektif Struktur Sistem Informasi dan System Development Life Cycle

Fahmi Charish Mustofa1,2

1. Departemen Teknik Geodesi Fakultas Teknik UGM

2. Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional Email: fahmicmdw@gmail.com

Abstract …………

This section postponed …………

Keywords: Information system structure, System Development Life Cycle, National Land Agency (BPN)

I.

Pendahuluan

Tugas pemerintahan di bidang pertanahan menjadi tanggung jawab Kementerian Negara Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tugas pemerintahan bidang pertanahan tersebut, diantaranya, meliputi perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendaftaran tanah, survei, pengukuran dan pemetaan (Perpres No. 20 Tahun 2015).

Penyediaan layanan pertanahan kepada masyarakat, sebagai bagian dari rangkaian kegiatan pendaftaran tanah, menjadi ujung tombak tugas pokok dan fungsi BPN. Layanan pertanahan bagi masyarakat diwujudkan dalam bentuk penyediaan

loket-loket layanan pertanahan. Loket yang berfungsi sebagai front office (FO) Kantor

Pertanahan (kantah) mesti didukung performa back office (BO) yang baik.

Interdependensi FO dan BO menggerakkan mesin organisasi BPN di masing-masing kantah. Kualitas pengambilan keputusan di BPN akan ditentukan oleh kualitas data yang diserap dan dikelola tiap kantah.

Proses pengambilan keputusan dalam suatu organisasi membutuhkan

pertimbangan-pertimbangan agar keputusan yang dihasilkan bisa sebaik mungkin. Keputusan yang baik adalah keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga oleh karenanya pertimbangan yang digunakan harus rasional. Pertimbangan yang rasional melibatkan kegiatan pengamatan dan perekaman fakta yang menghasilkan data, pengolahan data menghasilkan informasi, kumpulan informasi menjadi elemen dalam pemodelan yang berguna untuk pengambilan keputusan. Kebutuhan data dan atau informasi awal dalam pengambilan keputusan seringkali melibatkan sejumlah besar data dan atau

(2)

informasi, sementara aktivitas pengambilan keputusan berlangsung berulang-ulang. Dalam kondisi demikian diperlukan suatu sistem untuk mengelolanya, yakni Sistem Informasi.

Pengembangan sistem informasi spasial di BPN telah melalui berbagai format. Perkembangannya dinamis mengikuti apa yang disebut oleh De-Zeeuw & Salzmann (2011) sebagai gaya tarik sosial dan gaya dorong teknologi.

Paper ini menganalisis pengembangan sistem informasi di BPN ditinjau dari

perspektif SDLC (System Development Life Cycle). Pemilihan pendekatan model

SDLC karena merupakan perangkat bantu pengembangan sistem yang paling

umum digunakan (J. A. A. O’Brien & Marakas, 2011)

II.

Tinjauan Pustaka

II.1. Sistem Informasi (SI)

Pengertian Sistem Informasi (SI) menurut O’Brien dan Marakas (2011) adalah

“kombinasi yang terorganisir yang terdiri dari sumberdaya manusia, perangkat

keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, sumber data, kebijakan dan prosedur yang berurusan dengan proses penyimpanan, pengambilan / pemanfaatan,

perubahan dan penyajian informasi dalam suatu organisasi”. Sedangkan

Subaryono (2014) mendefinisikan SI dengan dasar pemikiran bahwa untuk mendefinisikan sesuatu diperlukan 2 parameter, yakni struktur dan fungsi. Dari

parameter struktur, SI dapat terdiri dari: hardware, software, liveware (user,

developer, operator), prosedur dan data. Sedangkan dari parameter fungsi, SI

berfungsi untuk mendukung kegiatan manajerial (pengambilan keputusan).

Istilah SI juga sering digunakan merujuk kepada interaksi antara orang, proses algoritmik, data, dan teknologi. Teknologi di sini dalam pengertian tidak hanya merujuk pada penggunaan organisasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) namun juga merujuk pada cara di mana orang berinteraksi dengan teknologi ini dalam mendukung proses bisnis.

II.1.1. Peran Sistem Informasi dalam suatu organisasi

SI memiliki peran penting bagi organisasi dalam mendukung pelaksanaan tugas-tugas baik dalam level manajer utama, manajer menengah maupun operator (Gambar 1). Level manajer utama memiliki karakter tugas-tugas yang bersifat strategik dan perencanaan. Level manajer menengah memiliki karakter tugas-tugas yang bersifat penerjemahan kebijakan utama dalam pengambilan keputusan operasional. Level operator memiliki karakter tugas-tugas yang bersifat operasional rutin sehari-hari.

Suatu organisasi pada umumnya memiliki suatu proses atau aktivitas internal dalam sebuah organisasi atau perusahaan untuk mendesain, memproduksi, memasarkan dan mengirimkan serta mengupayakan daya dukung untuk produk

(3)

Gambar 1. Peran Sistem Informasi dalam organisasi (J. A. A. O’Brien & Marakas, 2011)

Perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat menyebabkan SI dan teknologi informasi menjadi topik yang sangat vital dalam disiplin ilmu bisnis dan organisasi. Pada perkembangannya kemudian, SI menjadi sumberdaya yang penting dalam suatu organisasi, terutama untuk memberikan dukungan dan kemudahan-kemudahan kepada komponen organisasi yang akhirnya bermuara kepada pencapaian tujuan organisasi. Kemudahan-kemudahan yang didapat dari pemanfaatan SI adalah antara lain: efisiensi, menguntungkan dalam hal penggunaan yang terbatas ketersediaan materi, energi dan sumberdaya lainnya (J.

A. O’Brien, 2007).

Peran SI berbeda menurut karakteristik posisi sumberdaya dalam suatu organisasi yang menurut Askenäs dan Westelius (2003), posisi dimaksud dibedakan: birokrat, manipulator, konsultan dan asisten administrasi. Peran SI dalam masing-masing posisi tersebut digambarkan dalam 4 kuadran dalam Gambar 2.

Gambar 2. Peran SI dalam berbagai posisi (Askenäs dan Westelius, 2003)

(4)

berbeda dengan birokrat yang kaku, SI nya lebih luwes dan fleksibel terhadap intersepsi mendadak sesuai yang dikehendaki si manipulator. Berikutnya konsultan adalah seseorang yang dikontrak untuk suatu pekerjaan khusus atau untuk memberi saran. Seorang konsultan tidak bertanggung jawab terhadap performa tugas suatu organisasi yang mempekerjakannya, ia semata-mata bertanggung jawab khusus atas tugas yang dibebankan kepadanya. SI yang didesain untuknya haruslah yang dibuat khusus untuknya. Karakteristik berikut adalah seorang asisten yang bertugas mengurusi masalah administratif, pekerjaan rutin yang tidak begitu rumit. Peran SI bagi seorang asisten administrasi sebatas untuk kegiatan penyimpanan dan penyampaian data.

Kerangka organisasi dalam konteks proses informasi : (1) driving forces, (2) misi

organisasi, (3) tujuan akhir, legislasi & mandat, (4) struktur organisasi, (5) program, kebijakan dan prosedur, (6) produk dan pelayanan (Subaryono, 2007). Dinamika sebuah SI tergantung dari kondisi masing aspek dalam kerangka kerja tersebut. Perubahan dari salah satu aspek dari kerangka kerja organisasi dapat menyebabkan perubahan dalam sistem informasi.

II.1.2. Sistem Informasi Spasial

Sistem Informasi Spasial merupakan subsistem dari Sistem Informasi. SIS mencakup Sistem Informasi Pertanahan (SIP) dan Sistem Informasi Geografis (SIG). SIS, sebagaimana SI, didefinisikan sangat erat kaitannya dengan penggunaan teknologi komputer. SIS merangkum kombinasi antara sumberdaya manusia, perangkat keras dan prosedur kerja yang teratur untuk menghasilkan informasi yang digunakan untuk mendukung aktivitas berkenaan dengan data spasial (Dale & McLaughlin, 1999).

Sistem Informasi

Sistem Informasi Non-Spasial

Sistem Informasi Spasial

Sistem Informasi Sumberdaya

Sistem Informasi Spasial lainnya

Sistem Informasi Geografis (skala kecil)

Sistem Informasi Pertanahan (skala besar)

(5)

Menurut Chang (2002) SIG berkenaan dengan data spasial yang berhubungan dengan geometri bentuk keruangan dan data atribut yang memberikan informasi tentang bentuk keruangannya. SIG merupakan sub-sistem dari SIS yang mengelola informasi spasial berskala kecil, sementara SIP yang merupakan sub-sistem SIS juga, mengelola informasi spasial berskala besar (berbasis bidang).

II.2. Pengembangan Sistem dengan pendekatan System Development Life Cycle (SDLC)

SDLC merupakan salah satu metode pengembangan sistem informasi dengan

pendekatan sistem yang paling lazim digunakan (J. A. A. O’Brien & Marakas,

2011). Cara-cara pengembangan berbasis SDLC yang digunakan, selain cara

orisinil SDLC “waterfall”, antara lain: rapid application development (RAD), joint application development (JAD), fountain, rapid prototyping, incremental, spiral, build-fix dan synchronize-stabilize (IT Knowledge Portal, 2010; Russell Kay, 2002).

II.2.1. SDLC Waterfall

Tahapan-tahapan SDLC secara garis besar bisa diringkas dalam 3 tahap, yakni:

1. Konsepsi proyek, pendefinisian dan analisis kebutuhan sistem dan pengguna

2. Desain, pembuatan dan ujicoba sistem

3. Implementasi: integrasi, instalasi, evaluasi dan pemeliharaan.

Rumusan tahapan SDL diatas sejalan dengan rumusan tahapan versi O’Brien dan

Marakas (2011) tahapan SDLC meliputi:

1. Penyelidikan dan Analisis

2. Desain

3. Implementasi dan Pemeliharaan.

Tahapan satu dengan yang lain sangat erat keterkaitan dan saling tergantung satu sama lain. Maksudnya, saling tergantung sama lain dapat ditemui ketika, dalam banyak kasus, satu atau beberapa tahapan bisa berlangsung secara bersama, sementara tahapan lain terulang beberapa kali oleh sebab perbaikan dan atau

improvisasi sistem. Kondisi tersebut digambarkan oleh O’Brien dan Marakas

dalam Gambar 5.

Gambar 4. Tahapan SDLC model waterfall (U.S. House of Representatives, 1999)

Lima tahapan SDLC dalam Gambar 5 secara garis besar dapat dipahami dalam “3

(tiga) tahap besar” yakni:

(6)

2. Pengembangan sistem informasi sebagai solusi,

3. Pengimplementasian sistem informasi.

Tabel 1. Tahapan SDLC dari berbagai sumber (Centers for Medicare & Medicaid Services, 2008; Choudury, 2013;

PBGC, 2011; Russell Kay, 2002; U.S. House of Representatives, 1999)

Penyelidikan

Gambar 5. Tahapan-tahapan dalam proses SDLC (J. A. A. O’Brien & Marakas, 2011).

“Tiga tahap besar” O’Brien dan Marakas secara umum sesuai dengan ringkasan

dari Tabel 1. Tabel 2 memberi gambaran perbandingan dimaksud.

Tabel 2.Tiga Tahap Besar SDLC

No. 3 Tahap Besar dari dari Tabel 1 3 Tahap Besar O’Brien-Marakes

1. Konsepsi proyek, pendefinisian dan analisis kebutuhan sistem dan pengguna

Pemahaman terhadap masalah dan peluang organisasi

2. Desain, pembuatan dan ujicoba sistem Pengembangan sistem informasi sebagai solusi

3. Integrasi, implementasi dan pemeliharaan

Desain Desain Sistem Desain Desain 2

(7)

II.2.2. SDLC Spiral

Dalam praktiknya kemudian ditemui pengembangan sistem dengan pendekatan SDLC model waterfall dianggap tidak cukup fleksibel menghadapi dinamika kebutuhan yang tidak terduga (Boehm, 2000; Centers for Medicare & Medicaid Services, 2008; IT Knowledge Portal, 2010), sehingga perlu improvisasi terutama pada fleksibilitas tahapan proses. SDLC model spiral muncul sebagai pengembangan model waterfall. Pengembangan model SDLC spiral memiliki karakteristik kemampuan untuk pengulangan terhadap element proses pengembangan sehingga dengan demikian mengurangi resiko kegagalan pengembangan lebih dini.

Gambar 6. Model SDLC spiral a. (Choudury, 2013), b. (Boehm, 2000)

II.3. Sejarah Pengembangan Sistem Informasi Spasial di BPN

Sejarah pengembangan sistem informasi spasial di BPN ditandai dengan penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam proyek komputerisasi sistem layanan pertanahan pada tahun 1997 (Kementerian ATR/BPN, 2015). Implementasi dilakukan secara bertahap, diawali 12 Kantor Pertanahan (Kantah) pada tahun 1997, hingga kwartal akhir tahun 2014 telah diimplementasikan di 396 dari seluruh 451 Kantah di Indonesia (Kementerian ATR/BPN, 2014).

Perbaikan sistem terus menerus dilakukan sebagai respon adanya gaya tarik sosial dan gaya dorong teknologi (De Zeeuw & Salzmann, 2011). Awal implementasi penerapan TIK di BPN masih mengadopsi pemrograman berbasis desktop. Saat ini aplikasi layanan pertanahan telah dibangun dengan pemrograman berbasis web.

(8)

dalam aplikasi, perubahan platform aplikasi maupun perubahan perangkat lunak pendukung.

II.3.1. Land Office Computerization (LOC) dan Standing Alone System (SAS)

Komputerisasi layanan pertanahan dimulai tahun 1997, dengan implementasi LOC atau komputerisasi kantor pertanahan, dan dilaksanakan secara bertahap. Diawali dengan implementasi di 12 Kantor Pertanahan pada 8 propinsi. LOC dikembangkan bersama antara BPN dengan CIMSA (perusahaan IT dari Spanyol). LOC menyerap dana sejumlah 700 milyar rupiah yang terdiri dari 3 fase: Fase 1, Fase 2A dan Fase 2B (CIMSA, 2015). Masing-masing fase menandai kelompok kantor yang mulai mengimplementasikan LOC dan perbaikan-perbaikan perangkat lunak LOC.

LOC dibangun dengan bantuan perangkat lunak pengelola basisdata spasial Smallworld. Smallworld merupakan aplikasi spasial buatan General Electric yang memiliki karakteristik: mampu mengelola basisdata spasial, berorientasi obyek, dapat terintegrasi dengan aplikasi lain yang memerlukan data spasial, berteknologi Java dengan memanfaatkan DBMS Oracle Spatial (General Electric, 2014). Saat itu, tahun 1997-an, teknologi pengolahan dan pengelolaan data spasial Smallworld adalah yang terbaik.

Pada akhir masa kontrak CIMSA di tahun 2009, LOC telah diimplementasikan 325 kantor yang tersebar di seluruh Republik Indonesia di tiga tingkat: Kantor Pusat, 27 Kantor Provinsi dan 297 Kantor Daerah (CIMSA, 2015).

Sementara itu, aplikasi SAS dibangun sebagai bentuk sederhana dari LOC ditujukan untuk kantor-kantor pertanahan dengan volume pekerjaan tidak begitu besar (Mustofa & Aditya, 2009). Aplikasi SAS bisa dijalankan dengan 1

komputer sebagai server dan beberapa komputer client. Instalasi jaringan tidak

terlalu rumit bahkan bisa berjalan dengan baik dengan model hubungan peer to

peer atau jaringan lokal sederhana dengan bantuan switch hub yang murah,

sehingga sangat tepat dan efisien untuk Kantor Pertanahan dengan dukungan sumberdaya yang rendah hingga menengah dan dengan volume pekerjaan yang tidak terlampau tinggi.

Salah satu keuntungan menggunakan aplikasi SAS, yakni setiap kantor pertanahan dimungkinkan membangun aplikasi berbasis web untuk meningkatkan pelayanannya.

Gambar 7. Pemanfaatan basisdata SAS dalam layanan pertanahan

(9)

II.3.2. Komputerisasi Kegiatan Pertanahan (KKP)

Segera setelah masa kontrak dengan CIMSA berakhir di tahun 2009, dimulai

perombakan atas sistem, aplikasi dan basisdata. Yakni dengan diadopsinya Land

Administration Domain Model (LADM, ISO-19152) sebagai struktur inti

basisdata, penggunaan arsitektur aplikasi N-Tier, antarmuka pengguna berbasis

web, basisdata terpusat di Kantor Pusat BPN RI, perawatan dan pemeliharaan aplikasi dilakukan secara mandiri dan satu basisdata untuk data tekstual dan spasial (Kementerian ATR/BPN, 2015). Proses pendewasaan KKP dilalui dalam etape implementasi awal (KKP Desktop), penambahan fitur geo-referensi (Geo-KKP) dan terakhir aplikasi berbasis web / KKP-Web.

II.3.2.1. KKP-Desktop

Implementasi KKP diawali dengan aplikasi layanan pertanahan yang dibangun dengan menggunakan pemrograman berbasis desktop, sehingga dikenal sebagai KKP-Desktop. KKP-Desktop menggunakan skema sebagaimana Gambar 8, komunikasi antara Kantah dan Pusdatin melalui sambungan internet antara sever Kantah dan server Pusdatin. Komunikasi data antara server Kantah dengan PC workstation diselenggarakan melalui jaringan LAN Kantah.

SERVER BPN Pusat Data & Informasi

Server Kantor Pertanahan

PC Workstation LAN

Server Kantor Pertanahan

PC Workstation LAN

Server Kantor Pertanahan

PC Workstation LAN

VPN

VPN

VPN

Gambar 8. Skema Arsitektur Aplikasi KKP Desktop

(10)

II.3.2.2. Geo-KKP

KKP merupakan program lanjutan dari KKP-Desktop. Implementasi Geo-KKP bertujuan menyediakan informasi spasial bersama dengan infromasi yuridis atau tekstual dalam suatu referensi sistem koordinat. Ditinjau dari arsitektur sistem tidak mengalami perubahan dari KKP-Desktop. Aplikasi Geo-KKP mengharuskan setiap gambar bidang tanah memiliki referensi dalam suatu sistem koordinat yang seragam. Penggambaran bidang tanah dilakukan di atas peta dasar yang sama. Peta dasar yang digunakan dalam aplikasi Geo-KKP adalah: citra Google Earth, Google Map, Open Street Map, dan Bing Map. Aplikasi Geo-KKP

mengotomatisasi konversi sistem koordinat TM-3⁰ menjadi sistem koordinat

Geografis (lintang, bujur) yang digunakan oleh peta dasarnya.

Informasi lokasi pada peta bidang tanah produk BPN sebelumnya belum cukup informatif, terutama bagi masyarakat pemegang sertipikat. Sebelum GPS dan teknologi citra marak digunakan, penunjukan lokasi bidang tanah dibantu semata-mata dengan pengikatan terhadap titik dasar teknik (TDT) terdekat. Secara praktek cukup menyulitkan karena sebaran TDT (orde 4 dan perapatan) tidaklah sebanyak yang dibutuhkan. Oleh sebab itu peta-peta bidang tanah pada masa itu banyak ditemui hanya memiliki koordinat lokal atau bahkan melayang (tidak terikat oleh satupun titik ikat yang diketahui lokasinya). Jikapun tidak melayang, cukup sulit untuk direkonstruksi ulang.

a) b) c)

Gambar 9. a) contoh SU tanpa informasi lokasi yang jelas; b) contoh GU dengan pengikatan pada satu titik yang

diketahui koordinatnya; c) contoh SU dengan penunjuk lokasi koordinat TM-3 derajat.

(11)

Implementasi aplikasi Geo-KKP memaksa Kantah untuk berusaha sangat keras menyediakan informasi lokasi dalam satu sistem referensi koordinat nasional. Kerja keras diperlukan karena sebagian besar peta bidang tanah di Kantah masih menggunakan sistem koordinat lokal. Kerja keras tersebut mencakup: digitalisasi peta bidang tanah, pereferensian bidang tanah dalam suatu sistem referensi koordinat nasional. Monitoring hasil kerja digitalisasi peta bidang tanah berdasarkan pada apa yang disebut kualifikasi data pertanahan.

Kualifikasi data pertanahan menurut Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) BPN dikategorikan dalam 6 tingkat kualitas (Satriya, Sudarsono, & Sasmito, 2014). Tiga (3) tingkat teratas adalah KW1, KW2 dan KW3 diklasifikasikan sebagai data pertanahan yang baik. Sedangkan data level KW4, KW5 dan KW6 dianggap masih belum layak dijadikan data pertanahan yang baik dan oleh karenanya perlu mendapat perhatian untuk perbaikan.

Gambar 10. Tampilan menu monitoring kualitas data pertanahan

Dari uraian pada paragraf di atas dapat ditulis di sini bawa data pertanahan yang baik, yang masuk dalam KW1 atau KW2 atau KW3 adalah sejumlah 19 juta bidang tanah. Sedangkan 25,5 juta bidang tanah merupakan data pertanahan yang kurang baik yang masuk dalam kualifikasi KW4 atau KW5 atau KW6. Data pertanahan dianggap baik atau kurang baik ditentukan oleh ada tidaknya data spasial bidang tanah dari buku tanah digital yang tercatat. Dalam gambar 3 disajikan tampilan monitoring kualitas data pertanahan pada suatu kantor pertanahan.

II.3.2.3. KKP berbasis web (KKP-Web)

(12)

menggunakan 1 pusat server yang mengelola input-processing-output aplikasi layanan pertanahan seluruh Kantah di lingkungan BPN.

Server Aplikasi

Gambar 11. Skema arsitektur KKP-Web

KKP-Web (Gambar 4) merubah secara fundamental aplikasi layanan pertanahan

yang sebelumnya berbasis desktop dimana balancing data dilakukan secara

periodik menjadi berbasis web dimana balancing terjadi secara real-time.

KKP-Web dibangun dengan pemrograman berbasis web memanfaatkan teknologi

web-services.

III.

Perspektif Struktur Sistem Informasi

Struktur SI sebagaimana telah disinggung dalam uraian terdahulu, terdiri dari: perangkat keras, perangkat lunak, sumberdaya manusia, prosedur dan data (Subaryono, 2014). Dinamika struktur SI dalam pengembangan SIS di BPN dijelaskan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Pengembangan SI di BPN ditinjau dari struktur SI

Struktur SI LOC I & II SAS

KKP-Desktop Geo-KKP KKP-web

(13)

perlu dilakukan dengan cermat untuk menentukan apakah perlu dirombak total atau cukup diperbaiki parsial.

Linimasa pengembangan SIS di BPN dijelaskan dalam Gambar 12. LOC dan SAS pernah berada dalam masa implementasi yang sama. Hal ini berlaku karena implementasi LOC tidaklah memungkinkan di beberapa Kantah mengingat kondisi daya dukung sumber dayanya, sehingga aplikasi SAS yang lebih ringan diimplementasikan di beberapa Kantah. Perjalanannya kemudian Kantah yang mengaplikasikan SAS bermigrasi juga ke LOC setelah daya dukung sumber daya ditingkatkan.

Migrasi LOC ke KKP-Desktop relatif tidak terdapat kendala berarti karena masih sama-sama menggunakan aplikasi berbasis desktop. Kendala ditemui ketika proses migrasi KKP-Desktop ke KKP-Web karena perbedaan platform pemrograman. Kendala disebabkan pula oleh kebutuhan masyarakat akan layanan pertanahan di beberapa Kantah sangat tinggi. Sementara proses migrasi membutuhkan waktu beberapa hari. Sehingga Kantah di kota/kabupaten yang memiliki volume pekerjaan tinggi proses migrasi ke KKP-Web lebih lambat.

KKP Web

SAS

1995 2005 2010

LOC I sd II

2015

KKP Desktop, GeoKKP

Gambar 12. Linimasa implementasi aplikasi layanan pertanahan

IV.

Perspektif SDLC

Layanan aplikasi pertanahan yang diterapkan di BPN dapat dianggap sebagai

penanda jalan (milestone) dalam pengembangan SIS. Aplikasi LOC menjadi awal

dan aplikasi KKP-Web merupakan format terbaru dari pengembangan SIS di BPN.

(14)

Gambar 13. Kebutuhan pengguna menjadi basis pengembangan sistem (U.S. House of Representatives, 1999)

Komunikasi pengguna dan penyedia layanan diilustrasikan dalam Gambar 13. Konsepsi proyek pada umumnya memuat kebutuhan organisasi. Untuk memenuhi kebutuhan organisasi perlu didefinisikan tujuan organisasi yang menjadi dasar perumusan kebutuhan sistem. Selanjutnya SDLC memainkan perannya dalam menghasilkan produk (informasi dan atau layanan).

Namun pendekatan SDLC waterfall kurang fleksibel menghadapi perubahan-perubahan kebutuhan organisasi. Perlu pendekatan pengembangan sistem yang mampu mengakomodasi perubahan-perubahan.

Pendekatan pengembangan sistem model spiral mampu memberikan ruang akomodasi untuk kemungkinan perubahan yang akan terjadi. Berikut disajikan tinjauan pengembangan SIS di BPN dalam perspektif SDLC spiral (Gambar 14).

1. Menetapkan tujuan

2. Identifikasi dan pemecahan masalah

3. Pengembangan dan ujicoba 4. Perencanaan

tahap ulangan berikutnya

Konsepsi proyek

LOC / SAS

KKP (dekstop/

web)

dst...

Aplikasi versi berikutnya

Gambar 14. Pengembangan SIS BPN dalam model SDLC spiral (adaptasi Boehm, 2000)

(15)

memberikan gambaran yang lebih realistis dalam memandang pengembangan SIS di BPN (Gambar 14). LOC, SAS dan KKP dipandang sebagai prototipe sistem menuju kematangannya.

Konsepsi proyek dan penetapan tujuan organisasi mengawali proses pengembangan sistem (kuadran 1). Penetapan tujuan dirumuskan dari peraturan perundangan yang mengatur layanan pertanahan di lingkungan BPN. Pada baris ke-4 (Prosedur) dalam Tabel 3 memberikan informasi bahwa peraturan perundangan yang menjadi dasar penetapan tujuan mengalami perubahan di beberapa periode aplikasi.

Kuadran 2 memuat aplikasi layanan pertanahan, yang dipandang sebagai prototipe, dari waktu ke waktu. Aplikasi memasuki kuadran 3 untuk menyempurnakan desain sistem dan pengkodean program aplikasi, integrasi keseluruhan sub-sistem yang ada, ujicoba dan penerapan di kantor pertanahan.

Di kuadran 4 aplikasi memasuki masa pensiun. Dinamika gaya tarik sosial dan gaya dorong teknologi menghendaki evaluasi performa sistem. Hasil evaluasi menjadi bahan untuk persiapan perencanaan tahap berikutnya.

V.

Kesimpulan

Evolusi aplikasi layanan pertanahan, dari LOC hingga KKP-Web, memberikan gambaran pengembangan SIS di BPN dari waktu ke waktu. Gaya tarik kebutuhan organisasi dan masyarakat (sosial-ekonomi-kultural) dan gaya dorong teknologi memicu metamorfosis yang terjadi.

Secara terpisah aplikasi layanan pertanahan, LOC hingga KKP-Web, dibangun dengan pendekatan perangkat pengembangan sistem SDLC model waterfall. Secara kolektif, tinjauan yang dilakukan lebih sesuai menggunakan pendekatan SDLC model spiral.

Pengembangan SIS di BPN lebih sesuai dikembangkan dengan pendekatan pengembangan sistem model SDLC spiral. Dinamika gaya yang mempengaruhi perubahan kebutuhan organisasi dan masyarakat mampu diakomodasi dengan tetap membuka peluang re-evaluasi sistem.

Daftar Pustaka

Askenäs, L., & Westelius, A. (2003). Five Roles of an Information System: A Social Constructionist Approach to Analysing the Use of ERP Systems,

Informing Science. Informing Science: The International Journal of an

Emerging Transdiscipline, 6, 209–220.

Boehm, B. (2000). Spiral Development: Experience , Principles , and Refinements

(No. CMU/SEI-2000-SR-008). (W. J. Hansen, Ed.). Pittsburgh,

Pennsylvania, US: Software Engineering Institute, Carnegie Mellon University.

Centers for Medicare & Medicaid Services. (2008). Selecting a development

approach. Centers for Medicare & Medicaid Services, 1–10. Retrieved from

(16)

http://www.cms.gov/Research-Statistics-Data-and-Systems/CMS-

Information-Technology/XLC/Downloads/SelectingDevelopmentApproach.pdf

Choudury, A. (2013). Software Development Life Cycle Tutorials. Retrieved from www.sdlc.ws

CIMSA. (2015). Komputerisasi Badan Pertanahan (LOC).

Dale, P., & McLaughlin, J. (1999). Land Administration. New York, USA:

Oxford University Press.

De Zeeuw, K., & Salzmann, M. (2011). Cadastral Innovation Driven by Society:

Evolution or Revolution? In FIG Working Week 2011: Bridging the Gap

between Cultures. Marrakech, Morocco.

General Electric. (2014). Smallworld Core. Retrieved February 28, 2015, from http://www.gedigitalenergy.com/Geospatial/catalog/smallworld_core.htm

IT Knowledge Portal. (2010). Software Development Methodologies. Retrieved March 7, 2015, from http://www.itinfo.am/eng/software-development-methodologies/

Kementerian ATR/BPN. (2014). Layanan Online Kantor Pertanahan (LOKET) dan Pelayanan Mandiri Akta Pertanahan (PERMATA). Retrieved March 10, 2015, from http://www.bpn.go.id/Berita/Siaran-Pers/layanan-online-kantor- pertanahan-loket-dan-pelayanan-mandiri-akta-tanah-permata-diresmikan-4786

Kementerian ATR/BPN. (2015). Komputerisasi Layanan Pertanahan. Retrieved

February 1, 2015, from

http://www.bpn.go.id/Publikasi/Inovasi/Komputerisasi-Layanan-Pertanahan

Mustofa, F. C., & Aditya, T. (2009). Perancangan Aplikasi Layanan Informasi

Pertanahan untuk PPAT Berbasis Web Services. BHUMI - Jurnal Ilmiah

Pertanahan STPN Yogyakarta, 1, 57–70.

O’Brien, J. A. (2007). Management Information Systems (10th ed.). Basingstoke,

U.K.: Palgrave, Basingstoke.

O’Brien, J. A. A., & Marakas, G. M. M. (2011). Management Information

Sisytems (10th ed.). New York, USA, USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.

PBGC. (2011). Information Technology Solutions Life Cycle Methodology (ITSLCM). USA: Pension Benefit Guaranty Corp, Office on Information Technology.

Peraturan Presiden Republik Indonesia No.20. (2015). Badan Pertanahan Nasional. Jakarta, Indonesia: Lembar Negara No.21/2015. Retrieved from http://www.bpn.go.id/PUBLIKASI/Peraturan-Perundangan

Porter, M. E. (1985). Comptetitive Advantage. New York, USA: Free Press.

Russell Kay. (2002). QuickStudy: System Development Life Cycle. Computerworldcom.

(17)

Pertanahan Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Geodesi Undip, 3(2), 54–66.

Subaryono. (2007). Pengembangan Sistem Informasi Spasial. Catatan Kuliah

Program Magister Ilmu Teknik Geomatika. Yogyakarta, Indonesia: Jurusan Teknik Geodesi UGM.

Subaryono. (2014). Pengembangan Sistem Informasi Spasial. Catatan Kuliah

Program S-3 Ilmu Teknik Geomatika. Yogyakarta, Indonesia: Jurusan Teknik Geodesi UGM.

U.S. House of Representatives. (1999). Systems Development Life-Cycle Policy.

Retrieved from

Gambar

Gambar 2. Peran SI dalam berbagai posisi (Askenäs dan Westelius, 2003)
Gambar 3. Taksonomi Sistem Informasi (Dale & McLaughlin, 1999)
Gambar 4. Tahapan SDLC model waterfall (U.S. House of Representatives, 1999)
Gambar 5. Tahapan-tahapan dalam proses SDLC (J. A. A. O’Brien & Marakas, 2011).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menentukan lokasi bangunan Convention Centre, maka perlu diperhatikan sifat atau karakteristik kgiatan-kegiatan yang ada pada bangunan tersebut yang bersifat

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menentukan proporsi minyak, surfaktan dan air yang dapat menghasilkan mikroemulsi minyak dalam air yang stabil dengan menggu-

ASMIKA RAHMAN: Pelaksanaan pendidikan politik melalui pembelajaran PKn untuk penguatan kesadaran politik siswa di SMA Islam terpadu Abu Bakar Yogyakarta. Tesis,

Sedangkan dari hasil uji hipotesis 2 menunjukkan kecemasan sosial subjek penelitian pada kelompok eksperimen (KE) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol (KK) sehingga

Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam terhadap keberadaan klausula baku pada setruk pembayaran barang atau produk yang

Cassava Starch Granule Structure Function Properties: Influences of Time and Conditions at Harvest on Cultivars of Cassava Starch.. Source of starch, its chemistry and

Dengan referensi, Anda dapat menggunakan data yang terdapat dalam bagian-bagian berbeda dalam sebuah lembar kerja untuk sebuah formula atau menggunakan nilai dari sebuah sel dalam

Untuk menyelesaikan sengketa seperti ini, maka ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh wajib pajak sebagaimana ketentuan UU KUP dalam Pasal 25, wajib pajak