9 BAB II
LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
A. Karakter
1. Pengertian Karakter
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terdapat penjelasan mengenai makna dari kata karakter yaitu suatu perilaku, watak, atau perbuatan yang selalu dilakukan yang mana hal itu membedakan dirinya dengan orang lain. 1 Kata karakter berasal dari Bahasa Yunani yaitu Charassein yang memiliki arti mengukir, secara istilah, karakter adalah kualitas mental dan moral yang dimiliki oleh seseorang dan juga memiliki kekuatan moral sehingga mampu memberikan dampak pada nama dan reputasinya. 2
Menurut Doni Koesoema mengartikan istilah karakter sama dengan kepribadian. Karakter dan kepribadian sama-sama menjadi ciri khas seseorang yang membedakan dirinya dengan orang lain, dan kepribadian tersebut terbentuk dari lingkungannya. 3 Karakter juga terbentuk karena kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan, sikap yang selalu dilakukan saat menanggapi suatu masalah, atau cara berkata saat berbicara dengan orang lain. Karakter ini pada
1
Sutan Mohammad dan J.S Badudu, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996).
2
M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa (Surakarta:
Yuma Pustaka, 2010).
3
Doni Kusoema, Pendidikan Karakter : Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global (Jakarta:
Grasindo, 2010).
10
akhirnya akan menempel pada seseorang dan banyak dari mereka tidak menyadari dengan karakternya.
Suyanto berpendapat mengenai makna dari kata karakter tersebut, beliau mengatakan bahwa karakter adalah pola seseorang dalam berfikir dan cara dalam berperilaku yang mana hal itu dapat menjadi ciri khas mereka yang membedakan dirinya dengan orang lain, dengan memiliki ciri khas tersebut dapat memudahkan mereka hidup dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. 4 Jadi karakter adalah suatu pemikiran, sikap, atau perilaku seseorang yang dilakukan secara terus-menerus sehingga menjadi ciri khas seseorang tersebut dan menjadi pembeda dengan orang lain.
Menurut saiful bahri karakter tidak bisa diberikan kepada orang lain, karakter akan selalu melekat kepada seseorang dan karakter tidak bisa di jual belikan seperti barang. Karakter sudah dimiliki oleh setiap orang sejak ia lahir dan akan terus berkembang. 5 Kualitas suatu karakter seseorang tidak bisa berkembang dengan sendirinya, melainkan perkembangan karakter seseorang melalui dari faktor bawaan dan juga faktor lingkungan.
4
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter : Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional (Jakarta:
Bumi Aksara, 2011).
5
Saiful Bahri, “Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Mengatasi Krisis Moral Di Sekolah,”
Ta’allum Vol. 3, No (2015): 62.
11 2. Pendidikan Karakter
Menurut Masnur Muslich pendidikan karakter adalah suatu kegiatan yang dirancang oleh lembaga sekolah guna untuk membentuk nilai-nilai karakter kepada seluruh orang yang ada di sekolah tersebut. 6 Muchlas Samani mengartikan pendidikan karakter adalah suatu proses pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik guna untuk menjadikan dirinya menjadi manusia yang memiliki hati, pikiran, dan raga yang baik, sehingga dapat selalu melakukan kegiatan yang baik pula. 7
Menurut Ratna Megawati, sebagaimana dikutip Saiful Bahri, pendidikan karakter adalah suatu program yang dibuat dengan tujuan memberikan pendidikan kepada anak – anak agar mereka mampu memilih jalan hidup yang baik untuk kehidupannya, sehingga mampu memberikan keberkahan atau manfaat bagi dirinya maupun orang lain. 8 Menurut Nur Hidayat pendidikan karakter adalah suatu proses yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada peserta didik agar mereka memiliki kebiasaan berperilaku yang baik dalam hidupnya, memiliki kemandirian, kreatifitas, dan jiwa kepemimpinan agar bisa memberikan manfaat untuk orang lain. 9 Novan Ardy Wiyani
6
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter : Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional.
7
Hariyanto dan Muchlas Samani, Konsep Dan Model Pendidikan Karakter (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012).
8
Saiful Bahri, “Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Mengatasi Krisis Moral Di Sekolah.”
9
Nur Hidayat, “Konsep Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Pendidikan Islam” (Salatiga:
Institut Agama Islam Negeri, 2015).
12
menyebutkan bahwa pendidikan karakter adalah pemberian nilai- nilai moral yang diberikan kepada peserta didik yang mana dengan ini bertujuan agar terbentuknya karakter yang baik pula, dengan hal ini akan menjadikan sebuah tatanan masyarakat yang beradab. 10
Selanjutnya, menurut Dharma Kesuma dkk mendefinisikan pendidikan karakter sebagai kumpulan pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik guna untuk memberikan penguatan dan pengembangan perilaku yang berdasarkan pada nilai yang telah ditentukan oleh pihak sekolah. 11 Sama halnya dengan pendapat diatas, Doni Koesoema A. yang dikutip oleh Lukman Hakim Alfajar berpendapat bahwa pendidikan karakter adalah keseluruhan hal yang dialami antara pribadi seseorang dengan dimensi lainnya, baik dari luar maupun dari dalam dirinya, sehingga kepribadian tersebut lebih menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan menjadi manusia yang sesungguhnya. 12 Pendidikan karakter memiliki tujuan untuk memberikan pemahaman kepada anak agar memiliki kemampuan cerdas dalam berfikir, selalu menghayati atas segala perilaku, dan segala pengalaman yang telah dialaminya yang memiliki nilai kebaikan yang menjadi ciri khas dirinya. 13
10
Novan Ardy Wiyani, Membumikan Pendidikan Karakter Di SD (Jogjakarta: Ar – Ruzz Media, 2013).
11
Doni Kusoema, Pendidikan Karakter : Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global.
12
Lukman Hakim Alfajar, “Upaya Pengembangan Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar Negeri Sosrowijaya,” Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta (2014): 1–136.
13
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011).
13
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah suatu program yang dibuat guna untuk diberikan kepada peserta didik yang didalamnya adalah menanamkan nilai-nilai positif atau sikap yang mulia dengan tujuan agar peserta didik mampu menerapkan nilai- nilai positif atau sikap yang mulia tersebut dalam kehidupannya sehari – hari.
3. Posisi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Nasional
Di Indonesia, pendidikan karakter terbentuk dengan adanya Sembilan pilar karakter dasar, karakter dasar inilah yang menjadi tujuan adanya pendidikan karakter. Sembilan pilar karakter dasar diantaranya yaitu:
a. Memiliki rasa cinta kepada Allah dan alam semesta b. Memiliki sifat tanggung jawab, disiplin, dan mandiri c. Jujur, hormat, dan santun
d. Kasih sayang, peduli, dan kerja sama e. Percaya diri dan kreatif,
f. Kerja keras, dan pantang menyerah g. Keadilan dan kepemimpinan h. Baik, rendah hati, dan toleransi i. Cinta damai dan persatuan 14
14
Nur Hidayat, “Konsep Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Pendidikan Islam.”
14
Selain itu, secara jelas pendidikan karakter merupakan amanat UU No 20 tahun 2003 yang mana didalamnya dicantumkan tentang pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta mengembangkan potensi peserta didik agar dapat menjadi manusia yang beriman kepada Allah SWT dan juga berakhlak mulia sehingga mampu menjadi manusia yang taat dalam beribadah serta bermanfaat bagi sesamanya. 15
B. Dinamika Masa Remaja 1. Pengertian Remaja
Kata remaja berasal dari Bahasa Inggris yang memiliki arti tumbuh menuju kea rah kematangan. Menurut Sarlito W. Sarwono yang dikutip oleh Eka Rahmawati bahwa kata kematangan bukan hanya pada fisiknya saja, tetapi kematangan tersebut juga termasuk pada sosial psikologisnya. 16
Secara umum, masa remaja dibagi menjadi tiga bagian yaitu remaja awal sekitar umur 12-15 tahun, remaja pertengahan sekitar umur 15-18 tahun, dan remaja dewasa sekitar umur 19-22 tahun. Pada umur 12-18 tahun inilah akan terjadi gejolak yang besar dalam diri seorang remaja sehingga mereka tidak peduli dengan resiko dari apa yang mereka lakukan.
2. Kehidupan Keagamaan pada Masa remaja
15
Nur Aeni Ani, “Pendidikan Karakter Untuk Siswa SD Dalam Perspektif Islam,” Mimbar Sekolah Dasar 1, no. 1 (2014): 50–58.
16
Eka Rahmawati, “Implementasi Pendidikan Akhlak Pada Remaja Dalam Keluarga Di Desa
Teluk Dalem Ilir Kecamatan Rumbia Kabupaten Lampung Tengah” (IAIN Metro, 2019).
15
Perkembangan pada masa remaja akan selalu identik dengan perkembangan fisik dan psikisnya, dengan kata lain penghayatan remaja terhadap keagamaan sangat berpengaruh dengan perkembangan dirinya. Pada masa remaja akan mengalami gejolak dalam jiwanya atau keragu – raguan dan kebimbangan dalam bersikap.
Persoalan-persoalan agama pada masa remaja terdapat lima pokok yang mampu memberikan pengaruh terhadap perkembangan rohani dan jasmaninya, yaitu:
a. Pertumbuhan pikiran dan mental
Dalam penelitian Allport, Gillesphy dan young yang dikutip oleh Ramayulis, mereka mengatakan bahwa segala sesuatu yang didapatkan mengenai ide dan dasar keyakinan keagamaan oleh remaja pada saat mereka anak-anak sudah menjadi hal yang tidak menarik lagi. Mereka lebih tertarik terhadap masalah-masalah kebudayaan social, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.
Dari hasi penelitiannya bahwa 80 % remaja Khatolik Romawi tetap taat menganut ajaran agamanya.
Sedangkan 40% remaja Protestan yang tetap taat mengantut
agamanya. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa
ajaran agama Khatolik bersifat tradisional atau sederhana,
sedangkan ajaran agama Protestan bersifat liberal. Dengan
16
demikian kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa perkembangan pemikiran dan mental remaja turut mempengaruhi sikap remaja dalam beragama.
b. Perkembangan perasaan
Dalam bersikap dan mengamalkan agama, perasaan memiliki peranan sangat penting. Dalam masa remaja perasaan mengalami perkembangan diantaranya adalah perasaan social, edits, dan estetis.
Remaja yang hidup di lingkungan yang dipenuhi dengan orang – orang yang taat pada agamanya, maka remaja tersebut akan terbiasa dengan kehidupan yang agamis. Sedangkan remaja yang hidup di lingkungan yang dipenuhi orang – orang yang tidak taat pada agamanya, maka remaja tersebut pun juga akan melakukan hal yang sama yakni tidak taat pada agamanya.
c. Pertimbangan sosial
Masa remaja adalah masa yang dipenuhi dengan
kontradiksi dalam kehidupan agamanya. Akibatnya muncul
konflik antara moral dan material. Sehingga remaja
kebingungan dalam menentukan pilihannya. Kehidupan
dunia lebih dipengaruhi oleh kepentingan materi,
sedangkan masa remaja lebih cenderung jiwanya untuk
17
bersikap materialistis dalam kehidupan mereka. Sehingga kepentingan moral atau agamanya cenderung ditinggalkan.
d. Perkembangan moral
Anak yang baru lahir tidak bisa dikatakan sebagai anak yang bermoral, karena moral akan tumbuh dan berkembang dari pengalaman-pengalaman yang didapatkan selama hidupnya. Pada masa remaja moral dapat dikatakan mencapai masa kematangan.
Pada hakekatnya, moral dan agama tidak memiliki perbedaan. Seseorang yang percaya dan mengimani dengan adanya Tuhan yang Maha Esa, maka seseorang tersebut memiliki moral yang baik. Agama dan moral memiliki hubungan yang sangat erat, bahkan ada yang mengatakan bahwa moral adalah sebagian dari agama.
e. Sikap dan minat
Sikap adalah seperangkat kepercayaan yang menentukan preferensi atau kecenderungan tertentu terhadap objek atau situasi. Atau sikap merupakan kecenderungan seseorang terhadap sesuatu untuk bertindak, yaitu menerima atau menolak terhadap aksi yang diberikan, sedangkan sikap terhadap sesuatu itu bisa bernilai positif dan negatif.
3. Sikap Remaja dalam Beragama
18
Para remaja menyikapi agama hanya berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya saja. Beberapa sikap remaja terhadap agamanya, diantaranya:
a. Percaya secara ikut-ikutan
Percaya secara ikut-ikutan ini didapatkan dari didikan agama berdasarkan pengalaman-pengalaman yang didapatkannya baik dari keluarga maupun lingkungannya.
b. Percaya dengan kesadaran
Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, maka pada masa itu remaja akan mengalami goncangan pada dirinya. Selain itu mereka juga mengalami ketidakstabilnya perasaan dalam hidupnya.
Pada intinya masa remaja hanya menginginkan pengakuan atau tempat dari lingkungannya. Para remaja juga menjadikan agama sebagai tempat bermujadalah atau bermudzakarah untuk membuktikan kebenaran agama dan
ilmu pengetahuan. Kesadaran agama pada remaja yang bertindak behavioral demonstration menunjukkan seseorang itu mengerjakan perintah agama dengan kesadaran. Dikarenakan mereka ingin membuktikan kepercayaan yang secara riil, ingin menghubungkan dirinya dengan Tuhan.
c. Kebimbangan dalam beragama
19
Kebimbangan dalam beragama juga dialami oleh para remaja, disaat mereka mengalami peningkatan pengetahuan maupun kematangan dalam berfikir, sehingga para remaja bisa mengkritik, menerima, bahkan menolak apa saja yang disampaikan kepadanya. Dikarenakan ajaran- ajaran agama yang mereka dapatkan diwaktu kecil tidak sesuai dengan apa yang mereka dapatkan saat remaja.
d. Tidak percaya kepada Tuhan
Akhir masa remaja timbul rasa resah, gelisah, gundah gulana dalam hidupnya sebagai pantulan dari jiwa remaja yang tidak mempercayai adanya Tuhan secara mutlak. Disamping itu, keingkaran remaja terhadap Tuhan berasal dari keadaan masyarakat yang dilanda penderitaan, kemerosotan moral, kekacauan dan kebimbangan.
Remaja sangat membutuhkan dorongan-dorongan
motivasi dalam hidupnya. Dorongan-dorongan yang
dialami remaja, bila tidak dapat terpenuhi dapat
menimbulkan keingkaran kepada Tuhan, hal ini disebabkan
remaja merasa kecewa, dan apabila kekecewaan demi
kekekecewaan itu berlangsung terus menerus pada remaja,
maka akan timbullah rasa pesimis dan putus asa dalam
hidupnya.
20
Faktor utama yang dapat menyelamatkan manusia dari kekufuran atau atheis adalah Akhlak, karena dalam akhlak terdapat tiga bentuk tuntunan bagi manusia untuk berakhlak; akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap sesama manusia dan akhlak manusia terhadap Tuhan.
C. Model Pembelajaran Tadzkirah
1. Pengertian Model Pembelajaran Tadzkirah
Kata Tadzkirah berasal dari Bahasa Arab yakni dzakkara – yudzakkiru, tadzkiratan yang memiliki makna mengingatkan.
Menurut istilah model pembelajaran Tadzkirah adalah model pembelajaran yang memupuk, memelihara, dan menumbuhkan rasa keimanan para peserta didik sehingga mereka mampu menjadi manusia yang sesungguhnya yakni manusia yang menjalankan semua perintah Allah SWT dan menjauhi larangan Nya. 17
2. Sejarah Model Pembelajaran Tadzkirah
Model pembelajaran Tadzkirah ini dibuat oleh Ahmad Zayadi dan Abdul Majid dan dibukukan dengan judul Tadzkirah.
Kata Tadzkirah memiliki makna mengingatkan dan dipilih oleh penulis guna memberitahukan tujuan model pembelajaran tersebut.
Makna kata Tadzkirah yaitu : T = Tunjukkan teladan, A = Arahkan, D = Dorongan, Z = Zakiyah, K = Kontinuitas, I =
17
Ida Rosyidah, “Implementasi Model Pembelajaran Tadzkirah Dalam Mengembangkan
Kemampuan Afektif Siswa Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Di MTs Ulumiyyah Kebonharjo,
Jatigoro Tuban.”
21
Ingatkan, R = Repetition, A = Aplikasikan, dan H = Heart / dari hati. 18
3. Penerapan Model Pembelajaran Tadzkirah a. Tunjukkan Teladan
Kata teladan memiliki makna hal-hal yang dapat ditiru dan dicontoh. Hal ini telah dilakukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, beliau diutus untuk menjadi teladan bagi para ummatnya.
Dalam pendidikan, seorang guru mampu memberikan keteladanan yang baik terhadap peserta didik adalah suatu hal yang dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadapnya. 19
b. Arahan (bimbingan)
Pada dasarnya Allah SWT menciptakan setiap anak sesuai dengan fitrahnya, yaitu cenderung dengan kebenaran. Mari kita belajar dari bayi, keyakinan bayi tersebut tergantung pada orangtuanya. Bayi akan berkembang sesuai dengan bimbingan yang telah diberikan oleh orangtuanya. Hal tersebut juga berlaku dalam pendidikan, seorang peserta didik juga akan berkembang sesuai dengan bimbingan yang telah diberikan oleh gurunya.
18
Ibid.
19