• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBINAAN AKHLAK PADA PUNKER (STUDI PADA KOMUNITAS TASAWUF UNDERGROUND)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBINAAN AKHLAK PADA PUNKER (STUDI PADA KOMUNITAS TASAWUF UNDERGROUND)"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBINAAN AKHLAK PADA PUNKER (STUDI PADA KOMUNITAS TASAWUF UNDERGROUND)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

Mega Kusumawati NIM. 11160110000049

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2020

(2)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PEMBINAAN AKHLAK PADA PUNKER (STUDI PADA KOMUNITAS TASAWUF UNDERGROUND)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Mega Kusumawati NIM.11160110000049

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Dr. Akhmad Sodiq, MA.

NIP. 197107091998031001

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020

(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul Pembinaan Akhlak Pada Punker (Studi Pada Komunitas Tasawuf Underground) disusun oleh Mega Kusumawati, NIM. 11160110000049, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 26 Februari 2021 Yang mengesahkan,

Dr. Akhmad Sodiq, MA.

NIP. 197107091998031001

(4)

iv

(5)

v

LEMBAR UJI REFERENSI

Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul Pembinaan Akhlak Pada Punker (Studi Pada Komunitas Tasawuf Underground) disusun oleh Mega Kusumawati dengan NIM. 11160110000049, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta telah diuji kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi.

Jakarta, 26 Februari 2021 Pembimbing,

Dr. Akhmad Sodiq, MA.

NIP. 197107091998031001

(6)

i ABSTRAK

Mega Kusumawati (NIM: 11160110000049), Pembinaan Akhlak Pada Punker (Studi Pada Komunitas Tasawuf Underground)

Tulisan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai strategi pembinaan pada anak punk yang dilakukan komunitas tasawuf underground.

Melalui tulisan ini diketahui peranan pendidikan Islam di lingkungan masyarakat marjinal seperti anak jalanan dan punker yang ternyata penting bagi kehidupan mereka. Salah satu lembaga pendidikan Islam non-formal yang bernama Pondok Tasawuf Underground telah menjadi wadah bagi para punker untuk menuntut ilmu agama islam. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif kualitatif serta teknik pengumpulan data melalui wawancara sebagai data primer dan observasi, dokumentasi sebagai data sekunder. Informan dipilih dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan peranan lembaga pendidikan islam non-formal dalam merangkul masyarakat marjinal terutama dalam hal pendidikan, pembinaan dan pemberdayaan. Pendidikan dan pembinaan yang dilakukan pondok Tasawuf Underground mengenalkan punker konsep Peta Jalan Pulang yang terbagi atas pengenalan peta jalan pulang pada Allah dan pengenalan peta jalan pulang pada keluarga. Adapun kurikulum yang diterapkan meliputi kurikulum tauhid, kurikulum akhlak, kurikulum tazkiyatunnafs dan kurikulum pemberdayaan.

Kata kunci: Akhlak, Pembinaan, Pendidikan Islam, Punk

(7)

ii ABSTRACT

Mega Kusumawati (NIM: 11160110000049), The Moral Development to Punker (The studies of Tasawuf Underground Community)

This paper aims to obtain an overview of the strategies for guiding punk children carried out by the “Komunitas Tasawuf Underground ”. Through this paper, it is known that the role of Islamic education in marginalized communities, such as street children and punks, is apparently important for their lives. One of the non-formal Islamic education institutions called Pondok Tasawuf Underground has become a forum for punkers to study Islam. This research uses qualitative research with qualitative descriptive methods and data collection techniques through interviews as primary data and observation, documentation as secondary data.

Informants were selected by purposive sampling method. The results showed the role of non-formal Islamic education institutions in embracing marginalized communities, especially in terms of education, guidance and empowerment. The education and coaching carried out by the Pondok Tasawuf Underground introduced the road map concept punker which is divided into the introduction of the road map home to Allah and the introduction of the road map home to families.

The curriculum applied includes the tauhid curriculum, the moral curriculum, the tazkiyatunnafs curriculum and the empowerment curriculum

Kata kunci: Development, Islamic Education, Moral, Punk

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum wr.wb

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang senantiasa melimpahkan nikmat, rahmat, dan karunia-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam tak lupa tercurah kepada Nabi Muhammad Saw. beserta semua keluarganya, para sahabat dan juga para pengikutnya hingga akhir zaman.

Alhamdulillah berkat karunia dan hidayah Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembinaan Akhlak Punker Melalui Pendidikan Islam (Studi Pada Kegiatan Mengaji oleh Komunitas Tasawuf Underground)”. Pada proses penyelesaian skripsi, penulis mendapat banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Terima kasih kepada orang tua dan keluarga dekat atas dukungan moral selama proses penyelesaian. Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Hj. Sururin, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan seluruh star jajaran.

2. Drs. Abdul Haris, M.Ag. selaku ketua program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Rusdi Jamil, M.Ag. selaku sekretaris Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Prof. Armai Arief selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu memberikan dukungan secara moril dan pengalaman ilmu selama masa kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dr. Akhmad Sodiq, MA. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan meluangkan waktunya selama proses bimbingan dan penyusunan skripsi.

(9)

iv

6. Seluruh Dosen program studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membimbing, berbagi ilmu dan pengalaman serta dukungan moril selama perkuliahan.

7. Ustad Halim Ambiya selaku pengasuh Pondok Tasawuf Underground yang telah meluangkan waktunya dan berbagi pengalaman kepada penulis sehingga memudahkan untuk proses penulisan skripsi.

8. Teman-teman santri punk yang telah meluangkan waktu dan bersedia berbagi pengalamannya kepada penulis.

9. Teman-temang program studi Pendidikan Agama Islam Angkatan 2016.

10. Serta semua pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang juga turut membantu, mendukung selama proses penyusunan.

Ungkapan terima kasih penulis haturkan semua pihak bersangkutan yang telah ikut andil baik materi maupun pemikiran demi selesainya skripsi ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran pada skripsi ini sebagai bahan evaluasi sehingga bisa lebih baik kedepannya. Semoga dengan adanya tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua yang membacanya.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Ciputat, 5 Januari 2020

Penulis

(10)

v DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ...v

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Identifikasi Masalah ...6

C. Pembatasan Masalah...6

D. Perumusan Masalah ...6

E. Tujuan Penelitian ...7

F. Kegunaan Penelitian ...7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...8

A. Deskripsi Teori ...8

1) Pembinaan Akhlak ...8

2) Strategi Pembinaan Akhlak ... 16

3) Materi Pembinaan Akhlak ... 18

4) Pendekatan Pembinaan Akhlak ... 19

5) Metode Pembinaan Akhlak ... 22

6) Budaya Punk ... 24

B. Penelitian Terdahulu ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

B. Latar Penelitian ... 29

C. Metode Penelitian ... 30

D. Teknik Pengumpulan Data ... 30

E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ... 33

F. Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Profil Tasawuf Underground ... 37

B. Urgensi Pendidikan Islam bagi Punker... 40

C. Bina Akhlak Influentif dan Bertahap ... 45

1. Tujuan Pembinaan Akhlak Punker ... 46

2. Strategi Bina Akhlak ... 46

3. Pendekatan Pembinaan Akhlak ... 50

(11)

vi

4. Kurikulum dan Materi Pendidikan Islam dalam Bina Akhlak ... 51

5. Metode yang digunakan ... 56

6. Evaluasi dan Pengawasan... 58

BAB V PENUTUP ... 61

A. Keimpulan ... 61

B. Saran ... 62

C. Keterbatasan Penelitian... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hingga saat ini eksistensi orang yang tinggal di jalanan masih tersebar di beberapa sudut penjuru kota di Indonesia, termasuk Jakarta sebagai kota metropolitan. Seringkali kita melihat anak-anak, remaja hingga dewasa tinggal di jalanan salah satunya kolong jembatan yang dijadikan tempat bermukim.

Beberapa tahun belakangan fenomena dikalangan remaja hingga pemuda dan orang dewasa muncul dan membawa pengaruh yang cukup besar bagi keadaan sosial. Fenomena demikian disebut gaya punk yang hingga kini masih ada beberapa komunitas yang berisi anak-anak punk dengan ciri khas gayanya yang nyentrik.

Pada awalnya punk adalah budaya yang dibawa dari Barat dan memiliki ideologi khusus, yakni kebebasan dan anarkisme. Namun seiring perjalanan waktu, nampaknya esensi dari punk kian menghilang dan kini hanya sebatas simbol-simbol yang terlihat. Bagi sebagian yang mengaku sebagai punker berpikiran bahwa punk itu bersepatu boot, ditindik, ditato, pakaian serba hitam dan urakan. Di sisi lain, pemahaman tentang menjadi punk sering disalahpahami oleh sebagian generasi yang mengaku-ngaku sebagai punker.

Realita masa kini, terdapat miskonsepsi dalam ideologi punker. Seperti istilah anarkisme yang diasumsikan sebagai suatu aksi pengrusakan dan tindak kriminal.

Sehingga banyak dari punker yang mabuk, judi, seks bebas, mengamen di jalanan atau angkutan umum dengan cara paksa, dan berbagai aksi penyimpangan lainnya.

Pro dan kontra timbul beriringan dengan munculnya kumpulan anak-anak punk.

Bagi mereka yang Pro terhadap punk adalah mereka yang menginginkan kebebasan, sedangkan mereka yang kontra adalah mereka yang merasa dirugikan dan merasa resah dari adanya kelompok punk tersebut.

Gaya pakaian yang urakan, rambut yang diwarnai dan nyentrik, kuping yang ditindik, serta banyaknya tatto di bagian tubuh adalah ciri khas dari punker.

Penampilan yang demikian membuat beberapa orang yang melihat merasa kurang nyaman karena dianggap menyeramkan, walaupun sebenarnya mereka tidak sedang berbuat jahat. Stigma negatif terhadap mereka mengimplikasikan pada pandangan

(13)

bahwa mereka tidak memiliki masa depan. Perasaan resah akan hadirnya punk yang seringkali dianggap melakukan penyimpangan norma membuat kehadiran mereka terpinggirkan dari kelompok sosial masyarakat, sama hal nya dengan anak jalanan.

Menurut Halim Ambiya selaku pembina Tasawuf Underground, “Akar persoalan yang terjadi pada anak-anak punk mayoritas adalah karena broken home, dan mereka termasuk yang paling sulit dibenahi. Sebab hal tersebut yang menjadikan sifat mereka lebih agresif dan memberontak, selain itu faktor lainnya adalah lingkungan pergaulan dan ekonomi.”1

Pembinaan dan pemberdayaan yang tepat setidaknya mampu mengurangi populasi punk yang melakukan penyimpangan-penyimpangan. Ada harapan juga norma masyarakat yang dianut dan ingin diwujudkan supaya terbentuk suatu keadaan yang harmoni, namun bukankah punker juga manusia yang punya hak untuk hidup dalam harmoni? Sebelum mereka akhirnya hidup di jalanan dan menjalani sebagai punker, mereka juga bagian dari kelompok yang dinamakan masyarakat. Saat ini pun mereka juga termasuk masyarakat, hanya saja dengan tambahan istilah yaitu masyarakat marginal. Sudah menjadi tugas dan tanggung jawab setiap insan untuk mengingatkan, membina, mengembalikan insan lain apabila terjadi penyimpangan.

Selanjutnya dikatakan “sebenarnya mereka ini sopan, walaupun mungkin sering melihat mereka berantem tapi itu hanya dengan sesama kelompok punk saja.

Adapun mereka mencuri ataupun melakukan kekerasan biasanya terjadi saat mereka mabuk. Hal ini juga yang menjadi tantangan awal bagi saya untuk menghilangkan ketergantungan mereka dengan alcohol.”2

Permasalahan sikap mereka yang dipandang agresif adalah faktor eksternal seperti lingkungan dan juga keluarga yang kurang harmonis, selain itu faktor internal seperti ingin mencari suatu hal yang membuat mereka merasa bebas dan bahagia. Sehingga banyak ditemukan sebagian dari anak-anak punk tidak berhubungan baik dengan keluarga.

Manusia merupakan makhluk mandataris yang Allah ciptakan. Sebab diciptakannya manusia di muka bumi dengan membawa amanah dari Allah untuk

1 Halim Ambiya, Wawancara, 28 Oktober 2020, Tangerang Selatan.

2 Ibid.

(14)

mengelola alam semesta, tidak hanya itu, satu tugas besar lainnya adalah beribadah pada Allah Swt. Maksud ibadah di sini yaitu dalam konteks yang luas yang meliputi seluruh perbuatan, pikiran, perasaan yang disandarkan kepada Allah Swt.

Aspek ibadah dalam hal ini merupakan kewajiban bagi seluruh muslim untuk mempelajarinya supaya kelak dapat mengamalkannya dengan cara yang benar.

Seperti dalam surat at-Taubah ayat 122 yang berbunyi:

ٌةَفِئاَط مُهنِم ٍةَقرِف ِ لُك نِم َرَفَ ن َلاوَلَ ف ةَّفاَك اوُرِفنَيِل َنوُنِمؤُلما َناَك اَمَؤ لا ِفِ اوُهَّقَفَ تَ يِل

مُهَموَق اوُرِذنُيِل َو ِنيِ د

َنوُرَذَيَ مُهَّلَعَل مِهيَلِا اوُعَجَر اَذِا

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. at-Taubah [9]: 122)

Dalam ayat tersebut pengetahuan tentang agama islam adalah pengetahuan tentang al-Quran dan hadis, terutama tentang lima rukun Islam. Jadi, pengetahuan tersebut harus menjadi salah satu tujuan pendidikan Islam.3 Bisa dikatakan pula bahwa ayat tersebut menyeru pada manusia untuk belajar dan menjadi orang berpendidikan, mendalami ilmu pengetahuan dan mengajarkan kembali kepada orang lain.

Salah satu tugas dari manusia berdasarkan ayat tersebut adalah memperingatkan dengan berdakwah di tengah masyarakat setelah kembali dari mendalami agama. Supaya setiap lapis umat muslim mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Tidak hanya mengembangkan ilmu agama saja, tapi juga pengetahuan umum. Pengembangan ilmu pengetahuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan moral, keimanan, dan ketakwaan. Semakin tinggi ilmu pengetahuan seseorang atau bangsa seharusnya semakin tinggi pula moral, keimanan dan ketakwaan orang atau bangsa itu.4

Berdasar dari konteks tersebut, pendidikan Islam yang memiliki tujuan yaitu pembinaan akhlak muslim agaknya bisa menjalankan fungsinya terhadap pemeliharaan masyarakat melalui tokoh/pelaku yang sudah lebih dulu belajar.

Pendidikan Islam memiliki peran dalam menumbuhkan nilai-nilai moral suatu kelompok. Maka, bagi mereka masyarakat marginal juga berhak mendapatkan

3 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 9, h. 47.

4 Salman Harun, Tafsir Tarbawi: Nilai-nilai Pendidikan dalam al-Quran, (Tangerang Selatan:

UIN Jakarta Press, 2013), Cet. 1, h. 11.

(15)

pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Siapa yang bertanggung jawab? Setiap elemen pada dasarnya memiliki peran dan tanggung jawab dalam mengembangkan pendidikan Islam baik di lembaga maupun masyarakat.

Seorang anak punk menceritakan “Waktu itu saya ingin ke masjid untuk berteduh tapi orang-orang di sana menatap saya sinis sehingga membuat saya minder.”5

Selanjutnya Halim Ambiya menjelaskan “Masjid yang sebenarnya sebagai pusat pembinaan keagamaan belum menjadi oase bagi anak punk dan anak jalanan, sehingga banyak dari anak punk yang merasa enggan untuk ke masjid.”6

Perlunya peran tokoh agama masyarakat menyampaikan risalah Islam kepada mereka yang sekalipun kalangan marjinal dan hal tersebut merupakan langkah yang baik dalam pemeliharaan masyarakat.

Dalam konteks sosial, manusia sejak lahir telah memiliki naluri untuk hidup bersama, atau sering kita mendengar istilah homo socius. Terdapat hasrat kuat dalam diri manusia yaitu ingin menjadi satu dengan sesama manusia lain di sekelilingnya dan lingkungan alam sekitarnya. Untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut, manusia harus menggunakan pikiran, perasaan dan kemauannya serta senantiasa hidup dengan sesamanya, Oleh karenanya, manusia dituntut untuk senantiasa menyempurnakan dan memperhatikan sikap tindak-tanduknya agar tercapai kedamaian dengan lingkungannya. Dan di sinilah peran pendidikan Islam, bagaimana usaha pendidikan Islam ini bisa mewadahi hasrat dan kebutuhan manusia dalam rangka mencapai kehidupan masyarakat harmonis, damai dan makmur.7

Melalui pembinaan akhlak yang sesuai dengan nilai-nilai keislaman diharapkan bisa mentransformasi keadaan, kondisi,kecenderungan, tradisi, budaya, pandangan, pola pikir, pola sikap, pola hidup, pola bergaul, pola interaksi dan lain sebagainya yang kiranya negatif, destruktif dan kontradiktif berubah menjadi positif, konstruktif dan produktif.8

Berbagai upaya dalam membina punker yang terlibat penyimpangan sosial sudah dilakukan oleh pemerintah melalui dinas sosial dengan cara melakukan pendampingan, pembinaan dan pemberdayaan. Upaya yang dilakukan pasti sudah diusahakan semaksimal mungkin. Berbagai kendala dan kesulitan pasti ada pada

5 Doy, Wawancara, 28 Oktober 2020, Tangerang Selatan

6 Halim Ambiya, Wawancara, 28 Oktober 2020, Tangerang Selatan

7 Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta:

Kalam Mulia, 2015), h. 100.

8 Mujamil Qomar, Strategi Pendidikan Islam,( Jakarta: Erlangga, 2013), h. 24.

(16)

setiap upaya yang dilakukan. Namun, di beberapa sudut kota masih ada punker dan anak jalanan yang masih tersesat dan dibutuhkan sikap masyarakat yang peduli guna mempercepat pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas terkhusus anak-anak yang terjebak dalam gemerlap kefanaan kehidupan jalanan.

Mungkin dalam kondisi demikian, punker dalam posisi “hidup di pinggir lingkaran eksistensi”, dimana Manusia modern melihat segala sesuatu hanya dari sudut pandangan pinggiran eksistensinya itu, tidak pada “Pusat Spiritualitas dirinya,” sehingga mengakibatkan lupa siapa dirinya.9

Pembinaan akhlak bisa berhasil apabila dilakukan secara influentif, bertahap serta tidak sebatas pengembangan kognitif saja, melainkan sisi afeksi juga perlu dibina. Seperti hal Imam al-Ghazali katakan bahwa manusia terdiri atas jasmani dan rohani, namun manusia pada hakikatnya adalah ruhani. Apabila pembinaan hanya menyangkut kognitivitas rasanya hanya membuat ketidakharmonian dengan ruhani, sehingga perilaku negatif masih sulit ditinggalkan. Apabila sisi ruhani manusia bisa tersentuh, maka ada kemungkinan kembali pada hakikat manusia yang utuh dengan pribadi yang baik, walaupun tidak sempurna.

Terdapat suatu komunitas yang berinisiatif memberikan pembinaan yang berfokus pada pembinaan keagamaan dan kemandirian terhadap kaum marginal seperti punker. Fokus mereka adalah membina akhlak punker supaya lebih mengenal arti hidup dan kebahagiaan sejati ada pada kualitas keimanan individu melalui ibadahnya. Komunitas tersebut dinamakan Komunitas Tasawuf Underground yang mulanya hanya aktif membagikan postingan dakwah keislaman melalui Instagram. Founder dari komunitas tersebut adalah salah satu tokoh agama bernama Halim Ambiya yang telah lebih dulu mendalami agama termasuk tasawuf.

Lalu sejak sekitar tiga tahun lalu, komunitas tersebut berinisiatif untuk mengepakkan sayap dakwahnya lebih luas dengan sasaran punker yang dianggap negatif oleh masyarakat sekitar. Aktivitas pembinaan yang dilakukan terdir atas materi-materi keislaman yang diharapkan mampu mentransformasi akhlak punker.

Tasawuf Undergroun hadir menjadi teman punker, mengawali dengan mengambil hati mereka dan perlahan mengajak mereka untuk mengaji. Penolakan

9 Ahmad Barizi, Pendidikan Integratif: Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), h. 140.

(17)

sebab ketidakpercayaan punker pasti ada dan terjadi,, namun lambat laun mereka mau untuk mencoba mengikuti kegiatan dengan para pengajar dari Komunitas Tasawuf Underground tersebut untuk mengaji. Melihat fenomena demikian, mendorong penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait strategi apa yang tepat untuk pembinaan akhlak para punker sehingga mampu mentransformasi akhlak yang sesuai dengan nilai-nilai keislaman.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat identifikasikan beberapa masalah yaitu:

1. Pandangan negatif masyarakat terhadap punkers.

2. Penyimpangan sosial dan perilaku punkers yang berimplikasi pada keamanan serta kenyamanan lingkungan sekitar.

3. Fungsi serta peran Pendidikan Islam ditinjau dari social kemasyarakatan belum sepenuhnya dirasakan oleh kaum marginal seperti punker.

4. Strategi pembinaan yang mampu mentransformasi akhlak punker.

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini membahas ihwal bagaimana proses dan strategi pembinaan yang dilakukan oleh Komunitas Tasawuf Underground kepada para punker dan anak- anak jalanan sehingga mampu mentransformasi akhlak menjadi pribadi muslim yang lebih baik.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian; identifikasi masalah; dan pembatasan masalah, maka rumusan mayor dari penelitian ini adalah “Bagaimana strategi pembinaan akhlak punker oleh Komunitas Tasawuf Underground?”

Kemudian melalui rumusan mayor tersebut, perumusan minor dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana tujuan pembinaan akhlak pada punker yang ingin diwujudkan?

2. Bagaimana metode dan pendekatan yang tepat dalam pembinaan akhlak pada punker?

3. Bagaimana cakupan materi yang disampaikan dalam pembinaan akhlak paada punker?

(18)

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai strategi pembinaan yang dilakukan komunitas tasawuf underground dalam mentransformasi akhlak punkers.

F. Kegunaan Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis, diharapkan mampu menambah khazanah keilmuan dalam bidang kajian keislaman, khususnya yang berkaitan dengan transformasi akhlak pada punker yang terjadi akibat mendapatkan pendidikan Islam melalui pembinaan keagaamaan yang influentif, bertahap dan mengalir.

2. Kegunaan Praktis bagi peneliti diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai proses pembinaan akhlak yang tepat dan efektif kepada punker melalui Pendidikan Islam.

(19)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1) Pembinaan Akhlak a. Definisi Pembinaan

Pembinaan sebenarnya adalah bagian dari proses pendidikan, karena pada pelaksanaannya terjadi bimbingan dan pembinaan yang dilakukan secara sadar oleh guru atau pendidik kepada murid. Namun, dalam tulisan ini penulis mengambil kata pembinaan sebab objek yang akan diteliti bukanlah lembaga pendidikan formal.

Selain itu, kata pembinaan dirasa lebih cocok jika melihat sasaran individu yang termasuk golongan masyarakat marginal yang tidak hanya membutuhkan pendidikan jalur formal tapi juga membutuhkan pendidikan yang berfokus pada pengembangan potensi individu yang perlu didampingi secara berkelanjutan.

Kata pembinaan berasal dari kata dasar bina yang artinya “proses, pembaruan, usaha yang dilakukan secara efektif untuk mendapatkan hasil yang baik”.1

Pembinaan diartikan sebagai upaya pendidikan baik formal maupun nonformal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah dan bertanggung jawab dalam rangka menumbuhkan, membimbing dan mengembangkan dasar-dasar kepribadian yang seimbang, utuh dan selaras pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat serta kemampuan-kemampuannya sebagai bekal untuk selanjutnya atas prakarsa sendiri untuk menambah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya, sesamanya maupun lingkungannya kearah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusiawi yang optimal dan pribadi mandiri.2

Pada intinya, pembinaan merupakan suatu kegiatan menerima dan mengolah informasi, pengetahuan, dan kecakapan baik dengan mengembangkannya atau menambah yang baru. Secara praktik, pembinaan dapat berupa bimbingan, pemberian informasi, stimulasi, persuasi, pengawasan dan juga pengendalian yang pada hakikatnya menciptakan suasana yang membantu pengembangan bakat-bakat

1 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa KEMENDIKBUD, KBBI Daring, 2021, (https://kbbi.kemdikbud.go.id). Diakses tanggal 25 April 2021 jam 22.00 WIB

2 Syaepul Manan, Pembinaan Akhlak Mulia Melalui Keteladanan dan Pembiasaan, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim Vol. 15 No. 1, 2017, h. 49-65

(20)

positif dan pengendalian dari sesuatu yang negatif.3 Definisi terkait arti pembinaan yang tertulis tersebut terlihat bahwa pembinaan adalah salah satu proses yang penting dan inti dari pendidikan, keduanya sama-sama untuk mengembangkan potensi positif yang ada dalam diri manusia.

b. Definisi Akhlak

Setelah tadi dibahas tentang deifinisi pembinaan, selanjutnya penulis menjelaskan makna serta definisi dari akhlak. Sebelumnya mari kita mengenal hakikat manusia terlebih dahulu sebelum memahami makna akhlak.

Manusia pada hakikatnya terlahir dengan fitrah atau potensi yaitu kemampuan yang memungkinkan untuk berkembang. Dalam Firman Allah surat An-Nahl ayat 78 dijelaskan proses lahirnya manusia dari perut Ibu dalam keadaan tidak memiliki pengatahuan dalam arti pengetahuan yang didapatkan dari usaha.

ةَدِئفَلااَو ُرَصبَلااَو َعمَّسلا ُمُكَل َلَعَجَو لا ًءيَش َنوُمَلعَت َلا مُكِتاَهَّما ِنوُطُب نِم مُكَجَرخَا ُ للّاَو َنوُرُكشَت مُكَّلَعَل لا

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui seseuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur” (Q.S. an-Nahl [16]: 78)

Lalu, dijelaskan lagi dalam Firman Allah surat Ar-Rum ayat 30 yang berbunyi:

َلا ۚ اَهْ يَلَع َساَّنلا َرَطَف ِتَِّلا َِّللّا َتَرْطِف ۚ اًفيِنَح ِنيِ دلِل َكَهْجَو ْمِقَأَف ُمِ يَقْلا ُنيِ دلا َكِلََٰذ ۚ َِّللّا ِقْلَِلِ َليِدْبَ ت

َنوُمَلْعَ ي َلا ِساَّنلا َرَ ثْكَأ َّنِكََٰلَو

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetah ui” (Q.S. Ar-Rum [30]: 30)

Dari ayat tersebut dipahami bahwa Allah menciptakan manusia dalam keadaan fitrah, maksudnya ialah mengakui bahwa ia adalah ciptaan Allah, fitrah itu tidak akan berubah, namun karena pengaruh lingkungan setelah lahir ke duniawi,

3 Arni Zulianingsih, Strategi dan Pendekatan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Keberagamaan Remaja, Ta’dibuna Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 2, No.1, Mei 2019, h. 71- 88.

(21)

banyak manusia yang tidak menyadari hakikat dari dirinya sebagai manusia makhluk ciptaan Allah di muka bumi. Pada surat al-Nahl pula dijelaskan bahwa Allah memberikan anugerah kepada manusia berupa pendengaran, penglihatan dan hati. Semua diciptkan dengan sebab supaya manusia seiring tumbuh kembangnya mampu mengembangkan potensinya melalui indera yang diberikan untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Melalui pengetahuan inilah diharapkan manusia bisa membentuk pengalaman serta perilaku dalam menjalani hidup yang baik Karena buah dari ilmu adalah akhlak, maka diharapkan semakin tinggi olmu seseorang semakin baik pula akhlaknya.

Kata akhlak memiliki kata tunggal yaitu khuluq dan khalq. Adapun khalq berarti bentuk lahiriah, sedangkan yang dimaksud dengan khuluq adalah sifat batiniah. Hal ini mengingat bahwa manusia terdiri atas tubuh yang dilihat oleh penglihatan mata (bashar), dan ruh (atau jiwa) yang hanya dapat diserap oleh penglihatan batin (bashirah). Masing-masing keduanya mempunyai bentuk atau rupa, adakalanya buruk dan adakalanya baik. Jadi, khuluq atau akhlak adalah perangai atau watak yang menetap kuat dalam jiwa seseorang dan merupakan sumberr timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya, secara mudah tanpa perlu dipikirkan atau direncanakan sebelumnya. Bisa buruk, bisa baik4

Akhlak yaitu keadaan yang melekat pada jiwa manusia yang melahirkan perbuatan, mungkin baik dan mungkin buruk. Dalam Islam, akhlak menempati posisi penting. Ia dengan takwa merupakan buah pohon Islam yang berakarkan akidah, bercabang dan berdaun syariah.5

Istilah akhlak dalam bahasa bisa disebut dengan kepribadian, berbicara mengenai kepribadian tidak jauh hubungannya dengan mental, karena ia merupakan gejala sesuatu yang berhubungan dengan batin, watak, dan perasaan, sedangkan kegiatannya disebut mentalis, yaitu keadaan aktivitas jiwa, cara berpikir dan perasaan. Seseorang dapat dikatakan bermental sehat apabila dalam kehidupan sehari-hari ia memperlihatkan tingkah lakunya yang baik.6

Hal tersebut penting untuk menjaga kondisi kesehatan mental yang sudah seimbang, juga meliputi cara yang ditempuh dalam meningkatkan kemampuan

4 Abu Hamid Al-Ghazali, Tahdzib Al-Akhlaq wa Mu’jalat Anradh Al-Qulub diterjemahkan oleh Muhammad Al-Baqir, (Jakarta: Mizan, 2014), h. 27-28.

5 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h.

345.

6 Aat Syafaat, Dkk., Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h. 154.

(22)

potensi yang ada seoptimal mungkin untuk mencapai kebahagiaan seperti apa yang dilakukan oleh orang lain untuk memperkuat ingatan, kemauan dan kepribadian.

Perkembangan manusia sungguh merupakan perziarahan dramatis dimana minat, kemampuan dan pandangan hidup atau filsafat terus menerus berubah.

Perkembangan biologis, sosiologis dan psikologis pada manusia merupakan acuan bagi perubahan pengalaman religius.7 Hal ini yang menjadikan manusia bisa saja mengalami perkembangan kepribadian sesuai dengan pengalaman dan lingkungan.

Sejalan dengan beberapa teori pendidikan barat salah satunya yaitu teori konvergensi yang menyatakan bahwa perkembangan manusia dtentukan oleh pembawaan dan lingkungan. Ada unsur penting yang menjadi penentu corak suatu kepribadian seseorang yaitu nilai-nilai yang diambil dari lingkungan keluarga, sekolah, dan sosial. Apabila selama proses perkembangannya terjadi internalisasi nilai-nilai agama pada diri seseorang , maka kepribadiannya akan memiliki unsur- unsur yang baik. Karena, nilai-nilai positif yang tetap dan tidak berubah-ubah adalah nilai-nilai agama, sedangkan nilai-nilai sosial dan moral yang didasarkan bukan kepada agama akan sering mengalami perubahan, sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Dari sinilah kemungkinan perubahan kepribadian terjadi apabila hanya terbina dari nilai-nilai sosial dan moral yang mungkin berubah dan goncang sehingga akan membawa pada kegoncangan jiwa apabila perubahan terjadi.

Setelah menggali beberapa pandangan barat terkait kepribadian manusia selanjutnya dibahas konsep manusia berupa bagian atau komponen-komponennya dalam kacamata Islam yang nantinya akan berhubungan dengan output nya yaitu kepribadian. Berdasarkan firman Allah dalam surat al-Hijr ayat 29

َينشدِجاَس ُهَل اوُعَقَ ف يِحوُّر نِم ِهيِف ُتخَفَ نَو ُهُتيَّوَس اَذِاَف

“Maka Apabila aku telah menyempurnakan (kejadian) nya dan aku telah meniupkan roh (ciptaan)-Ku kedalamnya maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (Q.S. al-Hijr [15]: 29)

Dalam ayat tersebut menggambarkan bahwa manusia terdiri atas dua bagian yaitu badan dan jiwa, dan keduanya merupakan hal yang sama sekali berbeda.

7 Robert W. Crapss, Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), h.36.

(23)

Badan akan kembali kepada tanah sedangkan jiwa kembali kepada Tuhan untuk mendapat pahala atau siksa. Lalu al-Ghazali juga berpendapat bahwa hakikat manusia adalah rohani. Dalam rangkaian eksistensialnya meskipun kelihatannya jasmanialah yang lebih awal, sesungguhnya ia adalah akhir.

Adapun rohani itu memang kelihatannya terakhir, tetapi ia adalah yang awal.8 Rohani bukanlah sesuatu yang stagnan, melainkan dinamis bergantung pada peran fungsional dari al-qalb, al-‘aql, dan al-nafs. Ketiga daya tersebut menjadi sandaran dari keadaan batin, karena dari tiap daya tersebut memiliki potensi yang berbeda. Al-qalb selalu positif, al-‘aql netral, dan al-nafs cenderung negatif.9

Jika diperhatikan, ketiga daya tersebut tampak proporsional, satu daya berpotensi positif, lalu satu lagi berpotensi negatif dan ada pula satu daya yang berpotensi netral. Daya yang memiliki potensi netral ini adalah tugas dari al-

‘aql sebagai penimbang supaya daya negatif tidak mengambil alih. Diilustrikan terjadinya musyawarah antara al-qalb dengan al-aql, supaya al-nafs tidak memiliki kuasa atas batin, sehingga selamat dari syahwat. Imam Al-Ghazali menyebutkan istilah yang dimusyawarahkan oleh daya rohani tersebut dengan lintasan batin (bisikan hati).10

Dikatakan bahwa setiap insan dilahirkan dalam keadaan suci, karena ia didominasi oleh ruhani dan mungkin saja manusia mampu menjadi manusia ruhani, yaitu manusia yang dimensi ketuhanannya sangat lekat dan memiliki budi pekerti yang terpuji. Pada intinya, semua kepribadian berdimensi Ilahi. Pernyataan tersebut adalah kondisi idealnya. Atau istilah lain disebut dengan insan kamil.

Ada pandangan yang mengatakan bahwa manusia dapat mencapai kondisi ideal tersebut. Namun kemudian manusia ruhani ini berinteraksi dengan dunia materi, sehingga memungkinkan berlaku negatif, makan dari rejeki syubhat dan haram, terbiasa berbohong, berperilaku kasar dan lain sebagainya. Maka perlahan dominasi ruhani tergantikan oleh dominasi materi (jasmani). Selaras dengan pandangan Maulana Rumi yang mengatakan bahwa sesungguhnya manusia bukanlah makhluk bumi dengan pengalaman langit, tapi makhluk langit dengan pengalaman bumi. Sebelum ia dijajah oleh materi dan sifat-sifat negatifnya , ia termasuk makhluk yang terhubung dengan alam semesta dan para malaikat pengaturnya. Sebagian makhluk langit goyah dengan materi- materi yang ditawarkan bumi dan memilih menjadi makhluk jasmani. Pada saat itulah mereka menanggalkan ruhani. Konektivitas jiwanya dengan alam semesta sedikit demi sedikit terdegradasi, sampai habis sama sekali. Padahal tubuh materinya masih dilayani habis-habisan oleh alam semesta dan para malaikat pengaturnya.11

8 Akhmad Sodiq, Prophetic Character Building: Tema Pokok Pendidikan Akhlak Menurut Al- Ghazali, (Jakarta: Kencana, 2018), h. 9.

9 Akhmad Sodiq, op. cit., h. 59.

10 Akhmad Sodiq, loc. cit., h. 60.

11 Ahmad Khoiron Mustafit, Jalan Keluar Segala Masalah: Esensi Fihi Ma Fihi, Sirrul Asrar, dan Ihya Ulumuddin, (Jakarta: Artha Kreasindo Sejati, 2016), h. 2.

(24)

Menurut Fowler “iman mencakup bentuk-bentuk yang dipergunakan orang untuk berpikir dan membuat keputusan moral, cara yang dipakai untuk mengatur dunia, peran yang sudah diambil, tempat autoritas mereka, dan batas-batas kesadaran sosial mereka”. 12 Pemikiran tersebut menyatakan bahwa tingkat religiositas yang telah berhasil terinternalisasi dalam diri seseorang mampu mempengaruhi proses berpikir manusia, merasa dan membuat keputusan dalam berperilaku yang baik sesuai dengan nilai agama yang dianut.

Setiap dari manusia memiliki kemungkinan terjadinya transformasi menuju arah perbaikan kepribadian atau akhlak. Dalam hal ini Imam al-Ghazali menjelaskan pembagian manusia dalam empat tingkat, yaitu:13

Pertama, seseorang yang semula lugu atau polos, serta tidak mampu membedakan antara yang baik dan buruk, tetap dalam keadaan fitrah seperti ketika dilahirkan, dan kosong dari segala kepercayaan. Demikian pula naluri syahwat (hasrat dan ambisinya) belum begitu kuat untuk mendorongnya mengikuti berbagai kesenangan hidup duniawi. Orang seperti ini, sangat cepat dalam menerima pengobatan bagi hatinya. Tiada yang diperlukannya selain seorang guru serta timbulnya sedikit kesadaran dalam hatinya, yang mendorongnya untuk melakukan perbaikan. Oleh karenanya, lambat laun akhlaknya akan menjadi baik.

Kedua, seseorang yang telah mengetahui keburukan sesuatu yang buruk, tetapi dia sendiri belum terbiasa mengerjakan amalan yang baik. Hawa nafsu masih menguasainya yang dikemas dengan perbuatan baik. Sehingga ia mengerjakannya berulang-ulang. Demi mengikuti hawa nafsunya itu, bisa mengalihkan dirinya dari akal sehatnya. Tapi, dalam dirinya masih ada sedikit pengetahuan tentang keburukan perbuatannya itu, maka perbaikan akhlak orang seperti ini agak sulit dibandingkan dengan orang jenis pertama.

Ketiga, seorang yang merasa yakin bahwa pelbagai perangai buruk merupakan hal yang wajib dikerjakan, dan hal tersebut merupakan hal yang baik, benar serta menguntungkan. Ia tumbuh menjadi dewasa bersama keyakinan seperti itu. Akibatnya, ia hampir tak mungkin diobati penyakitnya dan tidak dapat

12 Robert W. Crapss, op. cit., h. 37.

13 Imam al-Ghazali, op. cit., h. 46-47.

(25)

diharapkan perbaikannya kecuali dalam keadaan yang sangat jarang. Hal itu disebabkan telah bertumpuknya penyebab kesesatan dalam jiwanya.

Keempat, seseorang yang diliputi pikiran-pikiran buruk seiring dengan pertumbuhan dirinya, terdidik dalam pengamalan hal yang buruk pula. Sehingga, dia menganggap bahwa ketinggian derajat dirinya diukur dengan banyaknya jiwa- jiwa manusia yang dia korbankan. Orang yang seperti ini berada dalam tingkatan paling sulit diobati. Perlu usaha lebih untuk benar-benar mengubah perilakunya.

Dengan keimanan yang benar, hijrah (menyucikan diri) dengan tobat dan perbaikan, serta bersungguh-sungguh dalam segala kebaikan (jihad fi sabilillah), maka seseorang bisa jadi mendapatkan rahmat dari-Nya sebagai fondasi terbangunnya kekuatan jiwa untuk membentuk karakter takwa.14

Pada penjelasan sebelumnya dibahas terkait perkembangan kepribadian manusia yang bisa berubah dan dibentuk. Sebenarnya pribadi yang seperti apa yang seharusnya dimiliki oleh manusia khususnya umat muslim? Pada bagian ini, penulis akan menjabarkan beberapa pandangan terkait pribadi atau akhlak ideal bagi seorang muslim.

Salah satu tokoh nasional masyhur bernama Buya Hamka mengatakan bahwa seseorang akan dihargai karena pribadinya. Maka, insan yang memiliki kepribadian atau akhlak yang baik dalam arti sesuai dengan norma-norma dimana ia tinggal, maka orang lain akan menghargainya.

Terdapat sebelas perkara yang membentuk kepribadian seseorang untuk menjadi pribadi yang ideal, yaitu daya penarik, cerdik, timbang rasa, berani, bijaksana, baik pandangan, tahu diri, kesehatan badan, bijak, percaya pada diri sendiri dan tenang. Berbagai perkara pembentuk pribadi tersebut, perlu dipahami dan dilatih secara sungguh-sungguh. Karena karakter bagaikan otot, ia perlu dilatih secara rutin, agar tetap sehat dan tidak kusut.15

Idealnya akhlak seorang muslim adalah ketika, dia sudah mampu mengendalikan diri dan senantiasa bertaqwa kepada Allah Swt. Dalam hal ini,

14 Syahrul Akmal Latif, Sosiologi Berpikir Qur’ani dan Revolusi Mental (Menyingka[ Rahasia Penciptaan Manusia, Kecerdasan dan Cara Berpikir), (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017), h. 303

15 Aidan Husaini, Pendidikan Islam: Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab, (Jakarta:

Cakrawala Publishing, 2012), h. 81.

(26)

manusia akan kembali pada fitrahnya. Memang bukan hal yang mudah dan bukan berarti dalam hal ini Islam mengharamkan pemenuhan syahwat dunia, Islam bukan juga agama ekstrim yang melarang manusia menikmati syahwat-syahwat dunia.

Tapi, Islam juga tidak memerintahkan umatnya untuk melampiaskan syahwatnya semaunya sendiri. Islam memerintahkan untuk bertindak adil, mengendalikan diri dalam pemenuhan syahwat yang sesuai dengan aturan Allah Swt.16

Tiga unsur dalam diri manusia harus dilatih. Daya jasmani, bila dididik dengan benar akan menghasilkan jasmani yang sehat serta kuat; akal bila dididik dengan benar akan menghasilkan akal yang cerdas; rasa atau hati yang dididik dengan benar akan menghasilkan nurani yang tajam. Perkembangan harmonis ketiga unsur ini akan menghasilkan manusia yang utuh (kaffah).17

Apabila kita berbicara tentang ciri muslim yang sempurna, maka dapat disimpulkan bahwa muslim yang sempurna menurut Islam yaitu memiliki jasmani yang sehat, cerdas pemikirannya, serta hatinya senantiasa bertakwa kepada Allah SWT. Manusia yang seperti inilah yang menjadi goal akhir dari berhasilnya pendidikan Islam.

Setelah tadi dibahas tentang makna dari pembinaan dan akhlak, maka secara operasional penulis menyampaikan maksud dari pembinaan akhlak dalam tulisan ini adalah upaya pendidikan yang dilakukan secara sadar sebagai wujud menumbuhkan kepribadian sesuai dengan nilai-nilai islami.

c. Tujuan Pembinaan Akhlak

Manusia memiliki dua macam naluri yang kuat, yaitu ingin mempertahankan hidupnya di dunia ini dan ingin mencapai kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.18 Setiap manusia pasti selalu menginginkan kehidupan yang lebih baik di masa depan. Namun, banyak yang masih beranggapan bahwa kebahagiaan dan kehidupan yang layak memiliki hubungan dengan kesempurnaan materi.

Definisi tujuan secara umum yaitu “suasana ideal yang ingin diwujudkan”.19 Adapun salah satu suasana ideal yang ingin diwujudkan yaitu perubahan tingkah

16 Aidan Husaini, Ibid., h. 96.

17 Ahmad Tafsir, Pendidikan Karakter Ajaran Tuhan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2018), h. 51.

18 M. Solihin dan M. Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2005), h. 100.

19 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), Cet. Ke-5, h. 160- 162.

(27)

laku individu pada kehidupan pribadinya atau pada kehidupan masyarakat dan pada alam sekitar, yang diusahakan oleh proses pendidikan atau usaha pendidikan untuk mencapainya.20

Tujuan perlu penjabaran lebih terperinci ke dalam bagian tertentu sebab manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Maka, perumusan dari tujuan pembinaan ini harus utuh dalam rangka memperkokoh keberadaan manusia sebagai makhluk individu dan masyarakat.

Karena pembinaan ini fokus kepada akhlak yang merupakan bagian dari pendidikan Islam, sedangkan antara Ruh dan spirit Islam adalah untuk memberikan penguatan akidah, akhlak dan semua ajaran serta aturan dari Allah. Maka, tujuan dari pembinaan akhlak ini yaitu:21

a) Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku, jasmani dan rohani, dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.

b) Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.

c) Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai kegiatan masyarakat.

Ruang lingkup akhlak sama saja dengan ruang lingkup ajaran Islam yaitu diantaranya pola hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia dan makhluk yang tidak bernyawa sekalipun. Maka dapat disimpulkan suatu kondisi ideal yang ingin dicapai dari pembinaan akhlak yaitu terbentuknya individu yang berkarakter sesuai dengan ajaran Islam, yakni sikapnya terhadap Tuhan sebagai sang Pencipta, sesama manusia, dan makhluk hidup lainnya.

2) Strategi Pembinaan Akhlak

Pembinaan akhlak pada individu tidak sebatas memberitahukan mana yang baik atau buruk, melainkan menanamkan kebiasaan baik. Terdapat nilai-nilai yang perlu diajarkan dalam pembinaan akhlak. Sebab akhlak adalah bagian dari pendidikan Islam, maka dalam proses pembinaan perlu adanya ajaran yang berisi nilai-nilai keislaman. Namun yang menjadi tantangan adalah bagaimana supaya

20 Mahfud Junaedi, Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam, (Depok: Kencana, 2017), h.

109.

21 Ahmad Tafsir, Op. Cit., hlm. 49.

(28)

nilai-nilai tersebut mampu terinternalisasi dengan baik pada individu sehingga memiliki pengaruh dalam sikapnya di kehidupan sehari-hari.

Perlu adanya strategi yang tepat dan tersusun dengan baik, sebelum dibahas lebih lanjut alangkah baiknya diketahui terlebih dahulu makna dari strategi itu sendiri. Strategi adalah “keseluruhan prosedur yang sistematis untuk mencapai tujuan tertentu”.22 Pada strategi pembinaan pastinya berisi pokok-pokok tindakan yang akan digunakan dalam proses pembelajaran sehingga tercapainya tujuan dari pembinaan akhlak itu sendiri.

Berikut adalah strategi yang bisa diterapkan dalam proses pembinaan akhlak:23 a) Terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari

Pelaksanaan kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui berbagai cara yaitu dengan

a. Keteladanan

Dalam hal ini, seorang pembina atau pendidik menjadi model dan contoh langsung bagi murid yang dibina. Segala sikap dan dan tingkah laku serta penampilan harus mencerminkan kebaikan.

b. kegiatan spontan

Maksudnya adalah kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan tersebut dilakukan pada saat pembina mengetahui adanya sikap atau perilaku murid yang kurang baik. Tidak hanya sikap yang negatif, kegiatan spontan ini juga berlaku ketika murid melakukan sesuatu yang positif, yaitu dengan memberi tanggapan positif dan apresiasi kepada murid.

c. Teguran

Seorang guru perlu menegur muridnya yang melakukan perilaku kurang baik dan mengingatkan agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru mampu membantu mengubah tingkah laku mereka.

d. Pengondisian lingkungan

22 Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran: Teori dan Aplikasi, (Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2013), h. 152.

23 Jamil Suprihatiningrum, Ibid., h. 272.

(29)

Lingkungan pembelajaran perlu dikondisikan sedemikian rupa dengan penyediaan sarana fisik dan tempat yang nyaman serta kondusif. Misalnya penyedian pojok perpustakaan, hiasan dinding yang berisi kutipan bijak, jam dinding, tempat sampah dan lain sebagainya. Pengondisian ini sebaiknya dilakukan sesuai dengan kebutuhan.

e. Kegiatan rutin

Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan murid secara terus- menerus dan konsisten setiap saat. Hal seperti ini menjadi penting untuk membangun kebiasaan baik pada murid.

b) Terintegrasi dengan program

Maksudnya adalah dalam proses pembinaan akhlak dapat dilakukan melalui program-program tertentu seperti rutin salat berjamaah untuk melatih kedisiplinan dan solidaritas, perayaan hari besar Islam untuk menumbuhkan rasa ketaatan, melalui kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa empati dan lain sebagainya.

Program dapat disesuaikan dengan kebutuhan atau tujuan dari target yang akan dibina.

3) Materi Pembinaan Akhlak

Demi tercapainya tujuan dari pembinaan akhlak yang akan dilakuka, perlu adanya cakupan materi yang disampaikan. Penentuan materi apa saja yang harus dipelajari oleh murid ini harus memperhatikan banyak hal seperti potensi yang dimiliki, karakter murid, tingkat spiritualnya, emosional, sosial dan pengetahuan yang dimiliki. Menurut pandangan Islam, akhlak adalah tingkatan tertinggi dari seorang yang berilmu. Maka proses menuju akhlak yang sesuai dengan ajaran islam perlu memiliki ilmu agama yang mendasar baik ilmu kehidupan, ibadah, ataupun muamalah.

Terdapat prinsip-prinsip yang bisa dijadikan dasar dalam menentukan materi apa yang cocok untuk disampaikan kepada target yang akan dibina. Adapun ketiga prinsipnya adalah sebagai berikut:24

24 Jamil Suprihatiningrum, h.302.

(30)

1. Relevansi, maksudnya adalah kesesuaian antara standar tujuan pembinaan yang telah dirumuskan dengan materi yang akan diberikan serta pencapaian kompetensi yang diharapkan.

2. Konsistensi, maksudnya adalah materi yang disampaikan harus sesuai dengan landasan awalnya yaitu tujuan.

3. Adequacy, maksudnya adalah kecukupan antara materi yang diajarkan lebih baik mencakup pada kedalaman yang sesuai dengan kompetensi target yang akan dibina.

4) Pendekatan Pembinaan Akhlak

Keunikan individu menjadikan perlunya pendekatan yang tepat untuk membangun kepercayaan target yang akan dibina sehingga tujuan dari pembinaan akhlak bisa terwujud. Setiap individu ataupuun suatu kelompok pasti memiliki karakter yang berbeda, sehingga pendekatan yang diterapkan tidak bisa disamakan pada setiap individu.

Menurut Burden, P.R. (1999) mengartikan pendekatan sebagai tata cara pembelajaran yang melibatkan guru dan murid untuk membangun mencapai tujuan dengan informasi yang telah didapat secara aktif, melalui kegiatan dan keikutsertaannya.25

Pendekatan yang diterapkan akan berbeda tergantung dengan kondisi dan problem dari target yang akan dibina, sebab setiap individu memiliki problem psikologis, sosial dan spiritual yang berbeda. Berdasarkan karakteristik dan aspek yang ada dalam diri manusia, maka pada praktik dan proses pembinaan yang dilakukan, terdapat pendekatan yang bisa diterapkan seperti berikut:

1. Pendekatan rasional, yaitu usaha memberikan peranan pada akal peserta didik dalam memahami dan membedakan berbagai bahan ajar dalam standar materi serta kaitannya dengan perilaku yang buruk dalam kehidupan duniawi. 26 2. Pendekatan emosional, yaitu upaya untuk menggugah perasaan emosi dalam

menghayati perilaku seesuai dengan ajaran islam dan budaya bangsa. Terdapat

25 Jamil Suprihatiningrum, h. 147.

26 Arni Zulianingsih, loc. cit.

(31)

dua metode yang bisa digunakan yaitu metode nasihat, dan metode pengawasan.27

3. Pendekatan Persuasi

Persuasi merupakan kegiatan psikologis dalam usaha memengaruhi sikap, sifat, pendapat, dan perilaku orang atau orang banyak. Persuasi tidak harus dengan paksaan atau Tindakan kasar lainnya, melainkan dengan melakukan interaksi antarmanusia menggunakan argumentasi serta alasan psikologis dan alasan yang logis.28

Adapun maksud dari pendekatan persuasi di sini adalah “proses penahapan persuasi yang diawali dengan menumbuhkan perhatian, kemudian akhirnya berusaha menggerakkan seseorang atau orang banyak agar berbuat seperti yang kita inginkan.” 29

Upaya yang perlu dilakukan demi mencapai tujuan persuasi maka harus melalui delapan pendekatan berikut ini:

1) Seorang pembina hendaknya menyesuaikan gagasan yang disampaikan dengan sikap-sikap yang dimiliki oleh pendengar. Hal ini penting sekali dan memiliki pengaruh terhadap perhatian dari murid yang dibina.

2) Persuasi hendaknya bisa menumbuhkan keinginan.

3) Bisa menumbuhkan perhatian.

4) Menerangkan dengan memberikan penjelasan sebaik mungkin sehingga tidak ada informasi yang salah yang mampu menimbulkan kesalahpahaman.

5) Lebih baik menyajikan kenyataan dan alasan-alasan yang masuk akal dalam memperkuat suatu kesimpulan.

6) Pandai menjawab apabila terjadi penentangan atau penolakan.

7) Memikat hati pihak yang bersifat ragu-ragu.

8) Mengerakkan target supaya bisa bersikap seperti yang diharapkan.30 4. Pendekatan Tasawuf

Tidak semua manusia menyadari hakikat hidup dan tujuan hidupnya di dunia.

Kebahagiaan dan kelayakan hidup selalu dikaitkan dengan kesempurnaan materi.

27 Arni Zulianingsih, loc. cit.

28 Kustadi Suhandang, Strategi Dakwah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), h. 39.

29 Kustadi Suhandang, h. 55.

30 Kustadi Suhandang, h. 55-56.

Gambar

Tabel 3.1: Instrument Pengumpulan Data  Pertanyaan
Gambar 3.1 Analisis Data Miles dan Huberman Model Alir
Gambar 4.2 Pojok perpustakaan di Lt.2     Gambar 4.3 Ruangan Pondok Tasawuf              Underground Lt.2
Gambar 4.4 Angkringan Tasawuf Underground
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Kemudian Pasal lain yang berkaitan erat dengan sifat cloud computing Pasal 31 ayat 2 yang merumuskan Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

Komunikasi pemasaran adalah sarana yang digunakan oleh suatu perusahaan untuk menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen secara langsung atau tidak

Jenis atau bentuk bauran komunikasi pemasaran yang paling dominan digunakan untuk mempertahankan eksistensi usaha ditengah banyaknya pesaing adalah dari

No Kriteria Baik Sekali (4) Baik (3) Cukup (2) Perlu Bim- bingan (1) 1 Kemampuan mendeskripsik an keadaan rumahnya Memenuhi empat aspek (kalimatnya runtut, deskripsi

Tes lisan, tertulis, dan praktek terkait dengan: Peraturan K3LH, Rambu-rambu K3LH, Alat pelindung Diri, Alat-alat Tangan, Alat bertenaga, Alat ukur mekanik, Prosedur

Berdasarkan hasil validasi media video tutorial model pembelajaran berbasis masalah oleh ahli materi fisika, ahli media pembelajaran, ahli pendidikan dan pengajaran (pedagogik)

Rowland Bismark Fernando Pasaribu

- 22 - Penghentian pengakuan aset keuangan terhadap satu bagian saja (misalnya ketika Perusahaan dan entitas anak masih memiliki hak untuk membeli kembali bagian