• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PROGRAM KARTU INDONESIA SEHAT (KIS) DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI PROGRAM KARTU INDONESIA SEHAT (KIS) DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT SKRIPSI"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM KARTU INDONESIA SEHAT (KIS) DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI PUSAT KESEHATAN

MASYARAKAT

(Studi pada Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Strata 1 (S-1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

OLEH:

VIVI VALENTIN SITORUS NIM: 130903129

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017

(2)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PROGRAM KARTU INDONESIA SEHAT (KIS) DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI PUSAT KESEHATAN

MASYARAKAT

(Studi Pada Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan )

Nama : Vivi Valentin Sitorus Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing : Drs. Rasudyn Ginting, M.Si

Tujuan Pembangunan Millenium atau Milinium Development Goals (MDGs) yang kini telah berubah menjadi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) menjadi titik balik paradigma pembangunan bagi seluruh Negara di dunia termasuk Indonesia. Dengan ditandatanginya Outcame Document SDGs pada tanggal 2 Agustus 2015 oleh seluruh Negara bagian anggota PBB menjadikan Indonesia ikut turut ambil bagian mewujudkan tujuan pembangunan tersebut melalui program-program pro pembangunan yang salah satunya adalah Program Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Kartu Indonesia Sehat (KIS) merupakan bagian dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu.

Kartu Indonesia Sehat (KIS) memberikan jaminan kepada pemegangnya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis dimana iuran peserta KIS ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah. Sehingga melalui program ini diharapkan pelayanan kesehatan dapat dirasakan semua elemen masyarakat tanpa terkecuali. Dengan dikeluarkannya Inpres 07 tahun 2014 tentang Program Indonesia Pintar, Indonesia Sehat, dan Keluarga Sejahtera menjadi awal pelaksanaan Program Kartu Indonesia Sehat (KIS). Namun dalam pelaksanaannya masih banyak hambatan terutama kesalahan data peserta KIS, penolakan rujukan, dan asih terdapatnya masyarakat yang belum mengetahui KIS.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan pengumpulan data primer berupa wawancara dan observasi dilapangan, dan pengumpulan data sekunder berupa dkumentasi dan studi kepustakaan. Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian ini dilakukan pada November 2016.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Prorgram Kartu Indonesia Sehat (KIS) pada Puskesmas Simalingkar sudah cukup baik, namun masih terkendala database peserta yang kerap salah, sarana dan prasarana puskesmas yang belum meamadai, serta minimnya sosialisasi sehingga masih terdapat masyarakat kurang mampu belum mendapatkan Kartu Indonesia Sehat.

Kata Kunci: Implementasi Program, Kartu Indonesia Sehat, Pelayanan Kesehatan, Puskesmas, Kecamatan Medan Tuntungan.

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan berkatNya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Program Kartu Indonesia Sehat (KIS) Dalam Pelayanan Kesehatan Di Pusat Kesehatan Msyarakat (Studi Pada Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan)”.

Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Sarjana (S1) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Ilmu Administrasi Negara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun segi bahasa dan penulisan yang digunakan karena masih terbatasnya kemampuan dan pengetahuan penulis. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Banyak masukan, motivasi, dan doa yang diberikan kepada penulis hingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tersayang M.O.P Sitorus, SH dan Susanna Bangun, Amd yang senantiasa sabar, tulus, dan penuh kasih sayang membesarkan, mendidik, membimbing, dan mendukung secara moril dan materil penulis hingga saat ini. Begitu juga untuk Philip Sitorus adik satu-satunya yang selalu menjadi semangat bagi penulis dalam memberi contoh terbaik dan menjadi kebanggaan bagi keluarga. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si.

(4)

2. Bapak Drs. Rasudyn Ginting, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

3. Kepada seluruh dosen Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU yang telah memberikan begitu banyak ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan.

4. Kepada Kepala Puskesmas Simalingkar Ibu dr. Roosleyn bakara, MARS yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian skripsi dan meluangkan waktu dalam melaksanakan wawancara dengan penulis.

5. Kepada dr. Jeremi Sirait selaku Koordinator I Puskesmas Simalingkar yang telah memberikan banyak informasi terkait penelitian yang penulis lakukan.

6. Kepada Ibu Asmawati, Ibu Adelina Bukit, Amk selaku pegawai loket KIS, Ibu Imaniah Mubay selaku pegawai Primary Care, Abangda Wandy Panjaitan selaku pegawai bagian rujukan puskesmas dan seluruh pegawai Puskesmas Simalingkar yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu memberikan informasi dan data-data menyangkut penelitian ini.

7. Kepada informan penulis yakni Bapak Bustalim, Bapak Sabar Tobing, Bapak Sabar, Ibu Kariati, Ibu Dewi, Ibu Susi, Ibu Tapia Uli, Bapak

(5)

Sordin, Bapak Suparman, dan Ibu Rizka Ginting yang telah sangat baik meluangkan waktunya untuk keperluan penelitian ini.

8. Kepada Kak Dian Siregar dan Kak Mega yang telah baik membantu penulis dalam urusan administrasi selama perkuliahan.

9. Sahabat SMA Fatricia, Yohannes, Aditya, Anggi, Dessy, Renuka dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga kita bisa buktikan cita-cita kita yang tinggi diluar batas itu haha. Kapan lagi kita ada project nari haha.

10. Sahabat seperjuangan kuliah senina Naomi, Lorensia, Putri, Ewi, Yenny, Kristina, Wilona, Susan. Terima kasih karena tetap bertahan dari seleksi alam perkuliahan, dan terima kasih atas segala kenangan indah, lucu, bikin malu, bikin jengkel, tapi juga bikin rindu dengan segala hal bodoh yang pernah dilakukan. Semoga kita semua sukses ya wak! Tetap semangat sahabat, beruntung bisa bertemu kalian. See you on top guys!

11. Sahabat MENUJU PUNCAK dengan personil yang sama dengan di atas ditambah Syamsudin Thaher yang mau masuk ODP biar ada modal jadi EO pemkab Mandailing natal wkwkwk, Taufik Baretta, dan King Thunder (Guntur). Makasih wee karena tidak tereliminasi dari kontes menuju puncak haha.

12. Teman-teman AKSI INDONESIA MUDA, tetap semangat untuk project sosial keren kita!

13. KARYA SALEMBA EMPAT, terima kasih untuk ayahanda dan ibunda donatur yang baik dan rendah hati dalam membangun generasi bangsa Indonesia. Terima kasih kepada ayahanda dan ibunda donator untuk

(6)

dukungan finansial setiap bulannya yang sangat membantu selama perkuliahan. Semoga ayahanda dan ibunda donator senantiasa dalam lindungan Tuhan. Terima kasih untuk teman-teman Paguyuban Karya Salemba Empat USU yang telah menjadi keluarga baru dengan banyak pengalaman luar biasa! Keep Sharing, Networking, and Developing guys!

14. Buat teman-teman SINAMAN dengan personil yang sama dengan point. 9 ditambah Daniel, Rahmat, Dessy, Zarrisva, dan Dedek, Jangan lupa kita mau kerja tahun ke Sinaman wee makan-makan haha.

15. Untuk PAQ (kereta kristin), YA (mobil oyen), ZE (mobil geleng), dan kereta putrid yang selalu berganti, yang telah memfasilitasi selama perkuliahan. Gak ada klen gak bisa kami belik chocotop haha. Semoga majikanmu juga masukin nama klen dua ya di skripsi orang itu.

16. Untuk teman-teman stambuk 2013 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Sukses buat kita semua!

17. Terima kasih kepada senior panutan sepanjang masa, Bang Marconi, Kak Januari, dan Kak Eny yang telah memberikan banyak motivasi, pengalaman, dan pembelajaran,

18. Terima kasih untuk semua abangda senior yang juga telah memberikan banyak motivasi dan kelucuan bang Andro, bang Josua, bang Robert, bang Jonathan, bang Erwin, dan yang lainnya.

19. Terima kasih juga untuk junior-junior kebanggaan di kampus Tania, Rizly, Aulia, Decky, Deddy, Reliska, Tongam, Joshua P, dan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, tetap semangat kuliahnya adik-adik. Ingat kuliah bukan soal nilai, tapi soal ilmu.

(7)

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih.

Medan, 31 Januari 2017 Penulis

Vivi Valentin Sitorus

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Kerangka Teori ... 9

1. Kebijakan Publik ... 10

2. Implementasi Kebijakan ... 13

3. Model-Model Implementasi ... 17

a. Model Implementasi Edward III ... 18

b. Model Implementasi Grindle ... 25

c. Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier ... 26

d. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn ... 27

4. Program ... 29

5. Pelayanan Publik ... 31

6. Pelayanan Kesehatan ... 36

7. Program Kartu Indonesia Sehat ... 40

8. Pusat Kesehatan Masyarakat ... 43

F. Kerangka Pemikiran ... 49

G. Operasional Konsep ... 51

BAB II METODE PENELITIAAN A. Bentuk Penelitian ... 53

B. Lokasi Penelitian ... 53

C. Informan Penelitian ... 53

D. Teknik Pengumpulan Data ... 55

E. Teknik Analisis Data ... 56

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kecamatan Medan Tuntungan ... 58

1. Letak dan Geografis ... 58

2. Demografi ... 60

3. Iklim ... 61

B. Gambaran Umum Puskesmas Simalingkar ... 62

1. Sejarah Singkat Puskesmas Simalingkar ... 62

2. Letak dan Batas Wilayah Kerja ... 62

3. Visi, Misi, dan Motto Puskesmas Simalingkar ... 63

4. Upaya-Upaya Kesehatan di Puskesmas Simalingkar ... 64

a. Upaya Kesehatan Puskesmas Wajib ... 64

b. Upaya Kesehatan Pengembangan ... 65

5. Data Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar ... 65

6. Sarana dan Prasarana Puskesmas Simalingkar ... 68

(9)

7. Tugas Pokok dan fungsi Satuan Unit Kera ... 69

a. Kepala Puskesmas ... 69

b. Bagian Poli Umum ... 70

c. Bagian Poli KIA.KB ... 70

d. Bagian Poli Gigi ... 70

e. Bagian Ruang Bersalin ... 70

f. Bagian Gizi ... 71

g. Bagian Loket Administrasi Umum dan Registrasi Kartu ... 71

h. Bagian Kamar Obat ... 71

8. Jenis-Jenis Pelayanan Puskesmas Simalingkar ... 72

9. Standar Pelayanan Puskesmas Simalingkar ... 73

10. Denah Puskesmas Simalingkar ... 74

11. Komposisi Pegawai Puskesmas Simalingkar ... 75

12. Struktur Organisasi Puskesmas Simalingkar ... 76

BAB IV PENYAJIAN DATA A. Karakteristik informan ... 77

1. Identitas Informan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 78

2. Identitas Informan Berdasarkan Umur ... 79

3. Idntitas Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 79

4. Identitas Informan Berdasarkan Pekerjaan ... 80

B. Implementasi Program Kartu Indonesia Sehat (KIS) Dalam Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan ... 81

1. Komunikasi ... 82

2. Sumber Daya ... 91

3. Disposisi ... 102

4. Struktur Birokrasi ... 108

BAB V ANALISA DATA A. Komunikasi ... 115

B. Sumber Daya ... 123

C. Disposisi ... 126

D. Struktur Birokrasi ... 129

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ... 134

B. Saran ... 136

DAFTAR PUSTAKA ... 135

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Persentasi Luas Wilayah Kelurahan ... 59

Tabel 3.2 Data Penduduk Kecamatan Medan Tuntungan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 61

Tabel 3.3 Jumlah Penduduk dan KK Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar ... 65

Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 66

Tabel 3.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 66

Tabel 3.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 67

Tabel 3.7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku ... 68

Tabel 3.8 Komposisi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin ... 75

Tabel 3.9 komposisi Pegawai Berdasarkan Pangkat/Golongan ... 75

Tabel 4.1 Informan Penelitian ... 77

Tabel 4.2 Identitas Informan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 78

Tabel 4.3 Identitas Informan Berdasarkan Umur ... 79

Tabel 4.4 Identitas Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 79

Tabel 4.5 Identitas Informan Berdasarkan Pekerjaan ... 80

Tabel 4.6 Komposisi Pegawai Berdasarkan Pangkat/Golongan ... 95

Tabel 4.7 Komposisi Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 95

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Implementasi kebijakan Publik ... 17

Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran ... 49

Gambar 3.1 Luas Wilayah Tiap Kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan ... 60

Gambar 3.2 Denah Puskesmas Simalingkar ... 74

Gambar 3.3 Struktur Organisasi Puskesmas Simalingkar ... 76

Gambar 4.1 Kartu Indonesia Sehat ... 82

Gambar 4.2 Loket Pendaftaran ... 93

Gambar 4.3 Gedung Puskesmas Simalingkar ... 100

Gambar 4.4 Loket Pendaftaran ... 100

Gambar 4.5 Ruang Tunggu ... 100

Gambar 4.6 Poli Umum ... 100

Gambar 4.7 Poli Gigi ... 101

Gambar 4.8 Apotek ... 101

Gambar 4.9 Ruang KIA/KB ... 101

Gambar 4.10 Prosedur Pelayanan KIS ... 111

Gambar 4.11 Prosedur Rujukan Pasien KIS ... 112

Gambar 4.12 Standar Pelayanan Puskesmas Simalingkar ... 114

(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tujuan Pembangunan Millenium atau Milinium Development Goals (MDGs) telah mewarnai paradigma pembangunan Global hingga tahun 2015, dan saat ini MDGs tersebut berubah menjadi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang program kegiatannya melanjutkan agenda-agenda MDGs sekaligus menindaklanjuti program yang belum selesai, dan ini telah dimulai saat negara-negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) termasuk Indonesia menyepakati Outcame Document SDGs pada tanggal 2 Agustus 2015 yang lalu.

Program SDGs ini memiliki lima pilar utama yaitu manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian dan kemitraan yang ingin mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030 berupa mengakhiri kemiskinan, mencapai kestaraan dan mengatasi perubahan iklim. Sehingga disusunlah 17 (tujuh belas) Tujuan Global dalam program ini salah satu tujuan global tersebut adalah kesehatan yang baik dan kesejahteraan.

Indonesia memiliki kebijakan program pembangunan yang telah dituangkan dalam Program Nawa Cita Presiden Joko Widodo yakni untuk membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu yang bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

(13)

Nawa Cita memuat sembilan agenda pembangunan yang akan dilakukan pada tahun 2015-2019 dimana didalamnya menyinggung persoalan kesehatan.

Dalam rangka mewujudkan Nawa Cita tersebut maka pemerintah mengeluarkan beberapa program yang pro terhadap pembangunan manusia diantaranya yaitu Program Kartu Indonesia Pintar, Program Kartu Indonesia Sehat, dan Program Keluarga Sejahtera.

Sektor Kesehatan merupakan salah satu sektor vital yang menjadi perhatian Pemerintah Indonesia selain dua sektor lain dalam Nawa Cita yakni pendidikan dan sektor sosial. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 mengamanatkan bahwa pelayanan Kesehatan merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia, yaitu sebagaimana yang tercantum dalam pasal 28 H ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dengan amanat tersebut maka pemerintah wajib melayani setiap warga Negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kepentingan publik harus dilaksanakan oleh pemerintah sebagai penyelenggara Negara dengan melalui berbagai sektor pelayanan, terutama yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan dasar masyarakat dengan kata lain seluruh kepentingan yang menyangkut kepentingan hidup orang banyak terutama dibidang kesehatan. Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang paling banyak di butuhkan oleh masyarakat, oleh karena itu pelayanan kesehatan di Indonesia sangat penting untuk dilaksanakan dengan tujuan agar mampu meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan

(14)

hidup sehat bagi setiap orang sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia dalam perwujudan jaminan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Namun sebagian besar masyarakat di Indonesia merupakan kalangan masyarakat yang berasal dari kelas ekonomi menengah kebawah yang tentu saja rentan terhadap berbagai permasalahan kesehatan. Hal tersebut berdampak bagi kehidupan masyarakat itu sendiri seperti terbatasnya akses mayarakat akan pelayanan kesehatan, rendahnya upaya pencegahan penyakit dan perilaku hidup sehat dikalangan masyarakat, rendahnya pengetahuan tentang berbagai gejala dan jenis penyakit, rendahnya kualitas lingkungan dan ketidak merataan penyebaran tenaga kesehatan.

Mengikuti visi dan misi Presiden Joko Widodo yaitu terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong memiliki korelasi makna dengan poin ke-5 Nawa Cita yakni meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Maka dari itu dibentuklah suatu program pelayanan kesehatan oleh pemerintah dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang mampu menjangkau semua lapisan masyarakatnya.

Dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 07 Tahun 2014 Tentang Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Keluarga Sejahtera membuktikan bahwa komitmen pemerintah untuk menerapkan Sustainable Development Goals (SDGs) kian kuat. Selain sebagai perwujudan komitmen pemerintah dalam hal Sustainable Development Goals (SDGs), Inpres 07 tahun 2014 yang memuat hal Program Kartu Indonesia Sehat juga merupakan

(15)

perwujudan Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Upaya pemerintah ini kemudian disampaikan dengan diselenggarakannya Program Kartu Indonesia Sehat (KIS) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Dalam perkembangannya, mengacu pada rencana strategis Kementrian Kesehatan 2015-2019 dan arah perencanaan Pembangunan Nasional terdapat dua program sebagai implementasinya yaitu program Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS). Seperti yang kita ketahui sebelum Program Kartu Indonesia Sehat (KIS) menjadi program sah Jaminan Kesehatan Nasional, BPJS Kesehatan telah lebih dahulu melaksanakan Program Jaminan Kesehatan Nasional dan bertanggungjawab penuh kepada Presiden.

Program Kartu Indonesia Sehat (KIS) muncul sebagai bentuk penyempurnaan program BPJS Kesehatan khusunya peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Kartu Indonesia Sehat (KIS) dikeluarkan untuk merekap seluruh masyarakat kurang mampu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, sehingga dengan diterapkannya Program Kartu Indonesia Sehat (KIS) ini diharapkan tidak ada lagi hambatan bagi masyarakat kurang mampu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Dalam rangka mewujudkan komitmen tersebut pemerintah yang berperan sebagai pelaku dari penyelenggaraan kesehatan masyarakat, harus saling bahu membahu secara sinergis dalam melaksanakan pelayanan yang terencana, terpadu dan berkesinambungan dalam upaya bersama-sama mewujudkan pelayanan publik bagi seluruh lapisan masyarakat. Akan tetapi dalam proses implementasi

(16)

pelayanan kesehatan melalui Program Kartu Indonesia Sehat (KIS) masih sering menemukan berbagai masalah-masalah. Sejak tahap awal penerapan Program Kartu Indonesia Sehat (KIS) sudah ditemukan permasalahan yakni peserta yang menerima Kartu Indonesia Sehat (KIS) tidak tepat sasaran seperti yang terjadi di Kelurahan Sempaja Samarinda Utara. Banyak masyarakat yang berkecukupan secara ekonomi terdaftar sebagai peserta Kartu Indonesia Sehat (KIS). Sosialisasi Program Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang tidak maksimal menjadi penyebab utama banyaknya masyarakat kurang mampu terdaftar sebagai peserta KIS.1

Selain itu, dalam penerapan Program Kartu Indonesia Sehat (KIS) banyak masyarakat yang mengeluhkan tidak bisa menggunakan KIS di puskesmas, seperti yang terjadi pada masyarakat miskin Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan melapor ke Dinas Sosial karena tidak bisa menggunakan KIS saat hendak berobat ke puskesmas. Hal ini dikarenakan terdapatnya kesalahan data peserta KIS seperti status peserta KIS yang dikatakan meninggal dunia padahal yang bersangkutan masih hidup sehingga KIS tidak aktif. Kesalahan data tersebut terjadi karena ada indikasi pendataan KIS masih menggunakan data yang lama yang dikoordinir langsung oleh Kementrian Sosial (Kemensos). Banyaknya kesalahan data tersebut sangat merugikan masyarakat karena KIS tidak dapat digunakan saat hendak berobat di Puskesmas.2

Permasalahan data lainnya juga terjadi pada identitas peserta Kartu Indonesia Sehat (KIS) seperti yang terjadi pada masyarakat di daerah Sungai Lilin yang mengeluhkan banyak data faskes yang salah dan identitas peserta yang tidak

1 http://ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/pdf , diakses pada tanggal 22 Oktober 2016 pukul 20.37 WIB

2 http://sumsel.tribunnews.com/2017/01/30/ratusan-warga-miskin-di-banyuasin-ditolak-puskesmas , diakses pada tanggal 22 Oktober 2016 pukul 20.40 WIB

(17)

sesuai dengan identitas di kartu. Kesalahan database Puskesmas Sungai Lilin sangat merugikan peserta karena peserta harus mengurus kembali identitasnya agar dapat berobat seperti biasa. Banyaknya kesalahan pencantuman identitas peserta Kartu Indonesia Sehat (KIS) mengakibatkan pihak Puskesmas Sungai Lilin menolak banyak peserta yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan.3

Permasalahan lainnya dalam penerapan program Kartu Indonesia Sehat (KIS) yaitu terjadinya penolakan rujukan oleh Rumah Sakit yang terjadi pada Rohman masyarakat daerah Keputih, Surabaya. Rohman mengalami patah tulang sempat berobat di Puskesmas Keputih, namun karena rekomendasi dokter akhirnya Rohman dirujuk ke Rumah Sakit. Namun surat rujukan Rohman ditolak dengan alasan rumah sakit yang dirujuk bukan merupakan faskes yang ada pada data kepesertaan Rohman. Setelah diketahui bahwa faskes yang terdaftar sangat jauh dari tempat tinggalnya, hal ini tentu sangat merugikan Rohman yang pada saat itu sangat membutuhkan pengobatan karena pasti membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai ke rumah sakit tersebut. 4

Masalah-masalah di atas juga terjadi di Puskesmas Simalingkar yang berada di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. Dalam penerapan Program kartu Indonesia Sehat (KIS) Puskesmas Simalingkar yang merupakan salah satu puskesmas induk bertugas menangani 3 (tiga) kelurahan, yang mana masing- masing kelurahan tersebut merupakan daerah dengan jumlah penduduk terbanyak di wilayah Kecamatan Medan Tuntungan dengan jumlah penduduk yang menjadi peserta KIS yang cukup banyak. Puskesmas Simalingkar sebagai fasilitas

3 http://m.cnnindonesia.com/nasional/kartu-indonesia-sehat-bisa-menambah-masalah/ , diakses pada tanggal 22 Oktober 2016 pukul 20.44 WIB

4http://centroone.com/news/detail/2015/8/30/3776/surat-rujukan-ditolak-pasien-pun-terlantar , diakses pada tanggal 22 Okrober 2016 pukul 20.47 WIB

(18)

kesehatan tingkat pertama menjadi pondasi utama dalam memperbaiki dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Dimana para petugas atau tenaga kesehatan Puskesmas mempunyai peran dan tanggungjawab yang besar dalam menangani masalah kesehatan masyarakat. Namun dengan banyaknya hambatan dalam penerapan program Kartu Indonesia Sehat (KIS) di Puskesmas Simalingkar seperti masih banyaknya masyarakat tidak mengetahui Program Kartu Indonesia Sehat (KIS), kartu yang rusak, status yang tidak aktif, serta keterbatasan sarana dan prasarana mengakibatkan penerapan Program Kartu Indonesia Sehat (KIS) dalam pelayanan kesehatan belum berjalan maksimal.

Implementasi kebijakan publik sebagai suatu sistem bagi masyarakat diharapkan dapat memberikan pemenuhan atas hak-hak mendapatkan pelayanan bagi seluruh lapisan masyarakat baik dalam pelayanan publik terutama pelayanan jaminan kesehatan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam dan melakukan penelitian dengan judul

“Implementasi Program Kartu Indonesia Sehat (KIS) Dalam Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Simalingkar, Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan”.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam suatu penelitian merupakan suatu hal yang penting karena diperlukan untuk memberi kemudahan bagi penulis dalam membatasi permasalahan yang ditelitinya, sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas serta memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah yaitu “Bagaimana Implementasi Program Kartu Indonesia Sehat (KIS)

(19)

Dalam Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Simalingkar, Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan?”

C. Tujuan Penelitian

Dalam sebuah penelitian yang dilaksanakan memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk men deskripsikan implementasi Program kartu Indonesia Sehat (KIS) Di Puskesmas Si malingkar Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini natinya diharapkan memberi manfaat:

1. Secara subyektif, bermanfaat bagi penulis dalam melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, dan sistematis dalam mengembangkan kemampuan penulis dalam karya ilmiah.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang berguna bagi instansi terkait.

3. Secara akademis, penulis diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian dibidang yang sama.

E. Kerangka Teori

Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, defenisi dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan – batasan tentang teori-teori yang akan

(20)

dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan.5 Maka sebelum melakukan penelitian perlu dijelaskan terlebih dahulu kerangka teori yang menjadi landasan penelitian. Deskripsi teori menjadi pedoman dalam penelitian ini dan untuk menerjemahkan fenomena-fenomena sosial yang ada dalam penelitian. Teori yang relevan peneliti kaji sesuai dengan permasalahan- permasalahan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.

Penelitian mengenai Implementasi Program Kartu Indonesia Sehat (KIS) dalam Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Perumnas Simalingkar dikaji dengan beberapa teori dalam ruang lingkup Administrasi Negara konsentrasi kebijakan publik, diantaranya yaitu; Kebijakan Publik, Implementasi Kebijakan, Model- model Implementasi Kebijakan, Pelayanan Publik, Pelayanan Kesehatan, Konsep Kartu Indonesia Sehat, dan Puskesmas.

1. Kebijakan Publik

Kebijakan publik merupakan aturan-aturan dan merupakan bagian dari keputusan politik yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besaryang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik, maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas publik, yakni menerima mandat dari publik atau orang banyak, setelah melalui proses pemilihan yang berlaku sesuai dengan amanat yang tercantum dalam konstitusi. Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi Negara yang dijalankan oleh birokrasi pemerintah.

Dalam kehidupan masyarakat yang ada di wilayah hukum suatu Negara sering terjadi berbagai permasalahan. Oleh karena itu dalam rangka

5 Masri Singarimbun,Metode Penelitian Survey,Pustaka LP3S,Jakarta,1989,hlm. 37

(21)

menyeimbangkan peran Negara yang mempunyai kewajiban menyediakan pelayanan publik dengan dibarengi hak menarik pajak dan retribusi, pemerintah memegang penuh tanggungjawab pada kehidupan rakyatnya dan harus mampu menyelesaikan berbagai permasalahan-permasalahan tersebut.

Kebijakan publik dibuat dan dilaksanakan untuk mengatasi berbagai permasalahan dan isu-isu yang ada dan berkembang di masyarkat.

Pengertian tentang apa itu kebijakan publik telah banyak didefinisikan oleh para ahli dan sumber. Robert Eyestone secara luas mendefinisikan kebijakan publik sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Selain itu, Thomas R. Dye mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.6

Kebijakan publik adalah sebuah fakta integritas daripada fakta politis ataupun teknis. Sebagai sebuah strategi, dalam kebijakan publik sudah terangkum preferensi-preferensi politis daripada aktor yang terlibat dalam proses kebijakan, khususnya pada proses perumusan. Selanjutnya Nugroho mendefinisikan kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh Negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi-strategi untuk merealisasikan tujuan Negara yang bersangkutan. Kebijakan Publik adalah strategi untuk mengatur masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada masyarakat yang dicita-citakan.7

Suatu hal yang harus diingat dalam mendefinisikan kebijakan adalah bahwa pendefinisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian mengenai

6 Budi Winarno,Kebijakan Publik,CAPS,Yogyakarta,2012,hlm. 20

7 Riant Nugroho,Public Policy,PT. Elex Media Komputindo,Jakarta,2008,hlm. 54

(22)

apa yang sebenarnya dilakukan, ketimbang apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Definisi kebijakan publik akan lebih tepat bila definisi tersebut mencakup pula arah tindakan atau apa yang dilakukan dan tidak semata-mata menyangkut usulan tindakan. Berkaitan dengan hal tersebut, James Anderson, mendefiniskan kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.8

Berdasarkan pengertian-pengertian tentang kebijakan sebagaimana dijelaskan diatas peneltiti dapat simpulkan bahwa kebijakan publik adalah yang dipilih pemerintah untuk melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan berkaitan dengan pencapaian tujuan yang diinginkan ataupun penyelesaian masalah di suatu Negara. Adapun sebuah kebijakan mempunyai tahapan-tahapan. William Dunn mengemukakan tahap-tahap kebijakan publik yaitu:

a. Tahap Penyusunan Agenda.

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebenarnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan.

b. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan. Masing- masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk menyelesaikan masalah.

8 Ibid, ,hlm. 55

(23)

c. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternative kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, consensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d. Tahap Implementasi Kebijakan

Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya financial dan manusia. Pada tahap ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementers), namun ebberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh pelaksana.

e. Tahap Evaluasi Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu menyelesaikan masalah.9

Dalam penelitian ini, penulis mengangkat mengenai masalah implementasi suatu kebijakan yang berupa Program Kartu Indonesia Sehat (KIS) di Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.

2. Implementasi Kebijakan

Suatu implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar suatu kebijakan dapat mencapai tujuannya. Oleh karena itu disadari bahwa dengan mempelajari implementasi kebijakan sebagai suatu konsep akan dapat memberikan kemajuan dalam upaya-upaya pencapaian tujuan yang telah diputuskan.

Implementasi merupakan tahap yang sangat menentukan di dalam proses kebijakan, karena tanpa implementasi yang efektif maka keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Guna memperoleh

9 Budi Winarno,Kebijakan Publik,CAPS,Yogyakarta,2012,hlm. 35-37

(24)

pemahaman yang baik mengenai impelementasi kebijakan publik kita jangan hanya menyoroti perilaku lembaga-lembaga administrasi atau badan-badan yang bertanggungjawab atas suatu program beserta pelaksananya terhadap kelompok-kelompok yang menjadi sasaran, tetapi juga perlu memperhatikan berbagai jaringan kekuatan politik, sosial, ekonomi yang langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku dari berbagai pihak yang terlibat dalam suatu program yang pada akhirnya membawa dampak pada program tersebut. Grindle mengikhtisarkan bahwa hingga derajat yang paling besar bila dibandingkan dengan sistem-sistem politik di Amerika Serikat dan Eropa Barat, proses implementasi kebijakan publik di Negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin adalah pusat partisipasi politik dan persaingan politik.10

Beberapa definisi implementasi kebijakan publik salah satunya dikemukakan oleh Jenkis, dia mengatakan implementasi adalah studi perubahan, bagaimana perubahan terjadi, bagaimana kemungkinan perubahan bisa dimunculkan.11 Pendapat lain diungkapkan oleh Maxmanian dan Sabatier yang mengatakan implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.12 Sedangkan Van Meter dan Van Horn

10 Solichin Abdul Wahab,Analisis Kebijakan,PT.Bumi Aksara,Jakarta,2005,hlm.221

11 Wayne Parson,Public Policy: Pengantar Teori dan Praktir Analisis Kebijakan, Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 463

12 Leo Agustino,Politik dan Kebijakan Publik,AIPI,Bandung,2006,hlm. 139

(25)

mengemukakan implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat suatu kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.13

Tindakan-tindakan yang dimaksud dalam hal ini mencakup usaha- usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan. Menurut Van Meter Van Horn ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan tipologi kebijakan publik yakni: pertama, kemungkinan implementasi yang efektif akan bergantung sebagian pada tipe kebijakan yang dipertimbangkan. Kedua, faktor-faktor tertentu yang mendorong realisasi atau non realisasi tujuan- tujuan program akan berbeda dari tipe kebijakan yang satu dengan tipe kebijakan yang lain. Suatu implementasi akan sangat berhasil bila perubahan marginal diperlukan dan consensus tujuan tinggi. Sebaliknya bila perubahan besar ditetapkan dan consensus tujuan rendah maka prospek implementasi yang efektif akan sangat diragukan. Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Lester dan Stewart bahwa implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output), maka keberhasilan suatu impelemntasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan akhir (output) yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih.14

13 Ibid, hlm. 140

14 Leo Agustino,Politik dan Kebijakan Publik,AIPI,Bandung,2006,hlm. 139

(26)

Berikut juga tidak bertentangan dengan yang dikemukakan oleh Grindle bahwa pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai. 15

Dari beberapa definisi implementasi diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi dapat diartikan sebagai proses pelaksanaan dari kebijakan yang telah dirumuskan sebelumnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perlu pula ditambahkan bahwa proses implementasi untuk sebagian esar dipengaruhi oleh macam tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan oleh cara tujuan-tujuan itu dirumuskan. Dengan demikian benar implementasi merupakan tahap yang sangat menentukan di dalam proses kebijakan, karena melalui tahap ini keseluruhan prosedur kebijakan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan kebijakan tersebut.

Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program- program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk Undang-Undang atau Perda adalah jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Sedangkan kebijakan publik yang bisa langsung dioperasionalkan antara lain Keppres, Inpres,

15 Ibid, hlm.154

(27)

Kepmen, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dan lain-lain.16 Secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.1 Implementasi Kebijakan Publik

(Sumber: Nugroho 2003:159)

Dalam penelitian ini, penulis mengangkat salah satu contoh kebijakan publik yang dijewantahkan dalam bentuk program. Program yang dimaksud disini adalah program Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dijalankan di seluruh wilayah Indonesia termasuk pada objek penelitian peneliti yakni Puskesmas Simalingkar, Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.

3. Model-Model Implementasi Kebijakan

Dalam literatur ilmu kebijakan terdapat beberapa model implementasi kebijakan publik yang lazim dipergunakan. Pada prinsipnya terdapat dua pemilahan jenis teknis atau model implementasi kebijakan. Pemilahan pertama adalah implementasi kebijakan yang berpola “dari atas ke bawah”

16 Riant Nugroho,Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, Gramedia, Jakarta, 2003, hlm. 159

Kebijakan Publik

Kebijakan Publik

Penjelas Program Intervensi

Proyek Intervensi

Kegiatan Intervensi

Public/Masyarakat/Beneficiaries

(28)

(top-bottom) versus “dari bawah ke atas” (bottom-topper), dan pemilahan implementasi yang berpola paksa (command-and-control), dan mekanisme pasar (economic incentive).17 Namun secara umum model implementasi kebijakan yang dikemukakan para ahli lebih dipandang pemilahan yang pertama, yang lazim disebut model top-down dan bottom-up.

Model top-down berupa pola yang dikerjakan oleh pemerintah untuk rakyat, dimana partisipasi lebih berbentuk mobilisasi. Sebaliknya bottom-up bermaknameski kebijakan dibuat oleh pemerintah, namun pelaksanaannya oleh rakyat. Di antara keduanya ada interaksi pelaksanaan antara pemerintah dengan masyarakat.18 Beberapa model implementasi kebijakan dikemukakan oleh para ahli di antaranya model implementasi kebijakan George C. Edward III dengan direct and indirect impact on implementation, Donald Van Meter dan Carl Van Horndengan A Model of The Policy Implementation, Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dengan A Framework for Policy Implementation Analysis, dan Merille S. Grindle dengan Implementation as A Political and Administration Process. Terdapat beberapa model implementasi kebijakan yakni sebagai berikut:

a. Model Implementasi Edward III

Model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Edward III disebut dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Menurut model yang dikemukakan oleh Edward III, ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor komunikasi, sumber daya, dan struktur birokrasi.

1) Faktor Komunikasi

17 Riant Nugroho,Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi,Gramedia,Jakarta, 2003, hlm. 165

18 Ibid, hlm.167

(29)

Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementor mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu

Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya untuk kepentingan tertentu, atau menyebarluaskannya. Di samping itu sumber informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula. Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat melakukannya. Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh semua personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenahi maksud dan tujuan kebijakan. Jika para aktor pembuat kebijakan telah melihat ketidakjelasan spesifikasi kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti apa sesunguhnya yang akan diarahkan. Para implemetor kebijakan bingung dengan apa yang akan mereka lakukan sehingga jika dipaksakan tidak akan mendapatkan hasil yang optimal.

Tidak cukupnya komunikasi kepada para implementor secara serius mempengaruhi implementasi kebijakan.

Ada tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan aspek komunikasi ini, yaitu:

(30)

a) Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu hasil implementasi yang baik pula.

Seringkali yang terjadi dalam proses transmisi ini yaitu adanya salah pengertian, hal ini terjadi karena komunikasi implementasi tersebut telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga hal yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.

b) Kejelasan informasi, dimana komunikasi atau informasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan. Kejelasan informasi kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi kebijakan, dimana pada tataran tertentu para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan, tetapi pada tataran yang lain maka hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.

c) Konsistensi informasi yang disampaikan, yaitu perintah ataupun informasi yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah jelas dan konsisten untuk dapat diterapkan dan dijalankan. Apabila perintah yang diberikan seringkali berubah- ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

2) Faktor Sumber Daya

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk

(31)

melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.

Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada sebagaimana yamg diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana.

Sumber daya manusia yang tidak memadai (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus dilakukan meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik agar dapat meningkatkan kinerja program. Ketidakmampuan pelaksana program ini disebabkan karena kebijakan konservasi energi merupakan hal yang baru bagi mereka dimana dalam melaksanakan program ini membutuhkan kemampuan yang khusus, paling tidak mereka harus menguasai teknik-teknik kelistrikan.

(32)

Informasi merupakan sumberdaya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Ada dua bentuk informasi yaitu informasi mengenahi bagaimana cara menyelesaikan kebijakan/program serta bagi pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dan informasi tentang data pendukung kepatuhan kepada peraturan pemerintah dan undang-undang. Kenyataan dilapangan bahwa tingkat pusat tidak tahu kebutuhan yang diperlukan para pelaksana dilapangan. Kekurangan informasi/pengetahuan bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau pelaksana tidak ada di tempat kerja sehingga menimbulkan inefisien.

Implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada.

Sumberdaya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan/mengatur keuangan, baik penyediaan uang, pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor. Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi seperti kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil program dapat berjalan.

3) Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Jika implementor setuju dengan bagian-

(33)

bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah.

Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan, kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program.

Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan pimpinan ini adalah Menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakan/program.

4) Struktur Birokrasi

Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan sudah mencukupi dan para implementator mengetahui apa

(34)

dan bagaimana cara melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukannya, implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif, karena terdapat ketidakefisienanan struktur birokrasi yang ada.

Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi yang baik. Menurut Edward III terdapat dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih baik, yaitu dengan melakukan Standard Operating Prosedures (SOPs) dan melaksanakan fragmentasi. Standard Operating Procedures (SOPs); adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai atau pelaksana kebijakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, sedangkan fragmentasi; adalah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan dan aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit.19

b. Model Implementasi Grindle

Model implementasi kebijakan selanjutnya dikemukakan oleh Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan hasilnya ditentukan oleh implementability.20 Menurutnya keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari dua hal yaitu:

19 Leo Agustino,Politik dan Kebijakan Publik,AIPI,Bandung,2006,hlm. 156

20 Riant Nugroho,Public Policy,PT. Elex Media Komputindo,Jakarta,2008,hlm. 445

(35)

1) Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada aksi kebijakannya.

2) Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor yaitu dampak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok dan tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan perubahan yang terjadi.

Keberhasilan implementasi kebijakan juga sangat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yaitu yang terdiri dari Content of Policy dan Context of Policy.

a) Content of Policy menurut Grindle adalah kepentingan- kepentingan yang mempengaruhi, jenis manfaat yang bisa diperoleh, selanjutnya derajat perubahan yang ingin dicapai, letak pengambilan keputusan, pelaksana program, dan sumber- sumber daya yang digunakan.

b) Context of Policy menurut Grindle adalah kekuasaan atau kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat, karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa, lingkungan, tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana. 21

Pelaksanaan kebijakan yang ditentukan oleh isi atau konten dan lingkungan atau konteks yang diterapkan, maka akan dapat diketahui apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan, juga dapat diketahui apakah suatu kebijakan dipengaruhi oleh suatu lingkungan, sehingga tingkat perubahan yang diharapkan terjadi.

c. Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier

21 Leo Agustino,Politik dan Kebijakan Publik,AIPI,Bandung,2006,hlm. 168

(36)

Model implementasi kebijakan publik menurut Mazmanian dan Sabatier dikenal dengan Kerangka Analisis Implementasi (A Framework for Implementation Analysis). Mazmanian dan Sabatier mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan kedalam tiga variabel yaitu:

1) Variabel Independen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman obyek, dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.

2) Variabel Intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan hierarkis diantara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana dan keterbukaaan kepada pihak luar.

Sedangakan variabel diluar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosio- ekonomi dan teknomogi, dukungan publik, sikap dan risorsis dari konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, serta komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.

3) Variabel dependen, yaitu tahapan dalam proses implementasi dengan lima tahapan, yaitu pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksana, kepatuhan obyek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata tersebut dan akhirnya mengarah kepada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar.22

d. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

22 Riant Nugroho,Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi,Gramedia,Jakarta, 2003, hlm. 169

(37)

Model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan publik, implementator, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah variabel:

1) Ukuran (Standar) dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan dilevel warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

2) Sumber Daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.

Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tetapi diluar sumber daya manusia, sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya finansial dan sumber daya waktu.

3) Karakteristik Agen Pelaksana

Implementasi kebijakan akan berhasil apabila didukung dengan sikap dan respon para implementor. Sikap dan respon yang mendukung dan positif terhadap kebijakan akan membuat kebijakan tersebut berjalan efektif.

4) Komunikasi Antar Organisasi Aktifitas Pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik komunikasi dan

(38)

koordinasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi.

5) Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik

Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi penyebab dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Oleh karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan lingkungan eksternal.

6) Kecenderungan (disposition) dari para implementor

Sikap penerimaan atau penolaan dari agen pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Edward III dengan menggunakan 4 (empat) variabel yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi.

4. Program

Program merupakan bagian dari perencanaan. Secara umum program diartikan sebagai penjabaran dari suatu perencanaan. Program sering pula diartikan sebagai suatu kerangka dasar dari pelaksanaan kegiatan. Untuk lebih memahami mengenai pengertian program, berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi program menurut para ahli. Kayatomo berpendapat bahwa program adalah rangkaian aktivitas yang mempunyai saat permulaan yang harus dilaksanakan serta diselesaikan untuk mendapatkan suatu tujuan.23 Sedangkan menurut Manullang program sebagai unsur dari suatu

23 Sutomo Kayatomo,Program Pembangunan,Sinar Baru,Bandung,1985,hlm. 162

(39)

perencanaan, program dapat pula dikatakan sebagai gabungan dari politik, prosedur, dan anggaran yang dimaksukan untuk menetapkan suatu tindakan untuk waktu yang akan datang. 24

Pendapat lainnya dikemukakan oleh dengan Abdul Wahid yang mengatakan mengatakan bahwa kebijakan-kebijakan publik yang pada umumnya masih abstrak diterjemahkan ke dalam program-program yang lebih operasional yang semuanya dimaksud untuk mewujudkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran yang telah dinyatakan dalam kebijakan tersebut.25 Suatu program yang baik harus memiliki cirri-ciri sebagai berikut:

1. Tujuan yang dirumuskan secara jelas

2. Penentuan peralatan yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut 3. Besarnya biaya yang diperlukan beserta identifikasi sumbernya 4. Jenis-jenis kegiatan operasional yang akan dilaksanakan

5. Tenaga kerja yang dibutuhkan, baik ditinjau dari sudut kualifikasinya maupun ditinjau dari segi jumlahnya.26

Dalam proses pelaksanaannya, suatu program sedikitnya terdapat 3 (tiga) unsur yang penting yakni sebagai berikut:

1. Adanya program (kebijaksanaan) yang dilaksanakan

2. Target Groups, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut dalam bentuk perubahan dan peningkatan

3. Unsur pelaksana (implementor) baik organisasi dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.27

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa program dikembangkan guna mewujudkan tujuan-tujuan kebijakan yang kurang lebih sama. Sebelum

24 Manullang,1987,Dasar-Dasar Manajemen,Ghalia Indonesia,Jakarta,hlm. 1

25 Solichin Abdul Wahab,Analisis Kebijakan,PT. Bumi Aksara,Jkarta,2005,hlm. 185

26 Tjokromidjojo Bintoro,Manajemen Pembangunan,CV. Haji Mas Agung,Jakarta,hlm. 181

27 Syukur Abdullah,Peran Ilmu Administrasi Negara dan Manajemen,Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia dan Asia Foundation,Jakarta,1988,hlm. 32

(40)

suatu program diimplementasikan, terlebih dahulu harus diketahui secara jelas mengenai uraian pekerjaan yang dilakukan secara sistematis, tata cara pelaksanaan, jumlah anggaran yang dibutuhkan dan kapan waktu pelaksanaannya agar program yang direncanakan dapat mencapai target yang diharapkan. Dalam penelitian ini program yang dimaksudkan ialah Program Kartu Indonesia Sehat (KIS).

5. Pelayanan Publik

Penggunaan istilah pelayanan publik (public service) di Indonesia dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum atau pelayanan masyarakat. Oleh sebab itu ketiga istilah tersebut dipergunakan bersamaan dan tidak memiliki perbedaan yang mendasar. Pelayanan berfungsi sebagai sebuah sistem yang menyediakan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sementara istilah publik, yang berasal dari bahasa Inggris (public), terdapat beberapa pengertian, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia, yaitu umum, masyarakat dan negara. Sedangkan dalam pengertian negara salah satunya adalah public authorities (otoritas negara), public building (bangunan negara), public revenue (penerimaan negara) dan public sector (sektor negara). Dalam hal ini, pelayanan publik merujuk pada pengertian masyarakat atau umum.28

Namun demikian pengertian publik yang melekat pada pelayanan publik tidak sepenuhnya sama dengan pengertian masyarakat. Karakteristik khusus dari pelayanan publik yang membedakan dari pelayanan swasta adalah:

28 Dadang Juliantara,Transformasi Pelayanan Publik,PEMBARUAN,Yogyakarta,2005,hlm. 9

(41)

a. Sebagian besar layanan pemerintah berupa jasa, dan barang tak nyata.

Contohnya : sertifikat, perijinan, peraturan, transportasi, ketertiban, kebersihan, dan lain sebagainya.

b. Selalu terkait dengan jenis pelayanan-pelayanan yang lain, dan membentuk sebuah jalinan sistem pelayanan yang berskala nasional.

Contohnya : dalam hal pelayanan transportasi.

c. Pelanggan internal cukup menonjol, sebagai akibat dari tatanan organisasi pemerintah yang cenderung birokratis. Dalam pelayanan berlaku prinsip utamakan pelanggan eksternal lebih dari pelanggan internal. Namun kondisi nyata dalam hal hubungan antar lembaga pemerintahan sering memojokkan petugas pelayanan agar mendahulukan pelanggan internal.

d. Efisiensi dan efektivitas pelayanan akan meningkat seiring dengan peningkatan mutu pelayanan. Semakin tinggi mutu pelayanan bagi masyarakat, maka semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Dengan demikian akan semakin tinggi pula peran serta masyarakat dalam kegiatan pelayanan.

e. Masyarakat secara keseluruhan diperlakukan sebagai pelanggan tak langsung, yang sangat berpengaruh kepada upaya-upaya pengembangan pelayanan. Desakan untuk memperbaiki pelayanan oleh polisi bukan dilakukan oleh hanya pelangganlangsung (mereka yang pernah mengalami gangguan keamanan saja), akan tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat.

f. Tujuan akhir dari pelayanan publik adalah terciptanya tatanan kehidupan masyarakat yang berdaya untuk mengurus persoalannya masing-masing.29

Secara umum, pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani) yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan dan keperluan penerima pelayanan atau

29 Dadang Juliantara,Transformasi Pelayanan Publik,PEMBARUAN,Yogyakarta,2005,hlm. 10

(42)

masyarakat maupun pelaksana ketentuan peraturan perundang-undangan yang mempunyai kepentingan pada organisasi tersebut sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah di tetapkan. Pelayanan dapat berbentuk barang yang nyata (tangible), barang tidaknyata (intangible), dan juga dapat berupa jasa.

Menurut Undang-undang No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pelayanan publik dikelompokkan dalam beberapa jenis yang didasarkan pada ciri-ciri dan sifat-sifat kegiatan dalam proses pelayanan serta produk pelayanan yang dihasilkan. Jenis-jenis pelayanan itu adalah sebagai berikut :

a. Pelayanan Administratif

Jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan pencatatan, penelitian, pengambilan keputusan, dokumentasi dan kegiatan tata usaha lainnya yang secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya sertifikat, ijin-ijin, rekomendasi, keterangan tertulis, pembayaran pajak dan lain-lainnya. Contoh jenis pelayanan ini adalah pelayanan sertifikat tanah, pelayanan IMB, pelayanan administrasi kependudukan (KTP, akta kelahiran/ kematian).

b. Pelayanan Barang

Jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan penyediaan dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi dan penyampaiannya kepada konsumen langsung sebagai unit atau sebagai individual dalam satu sistem.

Secara keseluruhan kegiatan tersebut menghasilkan produk akhir berwujud benda (berwujud fisik) atau yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara langsung bagi penerimanya.

Contoh jenis pelayanan ini adalah pelayanan listrik, pelayanan air bersih, dan pelayanan telepon.

c. Pelayanan Jasa

Jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa penyediaan sarana dan prasarana serta penunjangnya.

Gambar

Gambar 1.1 Implementasi Kebijakan Publik
Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran
Tabel  :  3.1  Persentase  Luas  Wilayah  Kelurahan  Dari  Luas  Wilayah  Kecamatan
Tabel  3.2  Data  Penduduk  Kecamatan  Medan  Tuntungan  Berdasarkan  Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu disarankan Puskesmas Kentara Kecamatan Laeparira agar meningkatan performa dalam penyelenggaraan Program BPJS-Kesehatan di Puskesmas Kentara dalam hal pemberkasan

1. Program untuk percepatan kepesertaan semesta Jaminan Kesehatan yang sejalan dengan SJSN. Dengan KIS, Jaminan Kesehatan universal coverage dapat diwujudkan dalam tempo cepat

Untuk itu disarankan Puskesmas Kentara Kecamatan Laeparira agar meningkatan performa dalam penyelenggaraan Program BPJS-Kesehatan di Puskesmas Kentara dalam hal pemberkasan

Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang paling banyak di butuhkan masyarakat, oleh karena itu pemerintah pusat mengeluarkan

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL- KARTU INDONESIA

Temuan dari penelitian ini diketahui bahwa pelaksanaan pelayanan kesehatan pada Puskesmas Tuntungan sudah cukup efektif, karena dalam proses pelayanan kesehatan

Temuan dari penelitian ini diketahui bahwa pelaksanaan pelayanan kesehatan pada Puskesmas Tuntungan sudah cukup efektif, karena dalam proses pelayanan kesehatan

Dengan metode Promethee permasalahan tentang pemilihan peserta KIS Kartu Indonesia Sehat layak digunakan dalam penelitian ini, metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini