• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pelaksanaan Metode Komunikasi SBAR Antara Perawat Dan Dokter Di Ruang ICU Dan Ruang D2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat Kota Cimahi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Evaluasi Pelaksanaan Metode Komunikasi SBAR Antara Perawat Dan Dokter Di Ruang ICU Dan Ruang D2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat Kota Cimahi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Evaluasi Pelaksanaan Metode Komunikasi SBAR Antara Perawat Dan Dokter Di Ruang ICU Dan Ruang D2 Di Rumah Sakit Umum Daerah

Cibabat Kota Cimahi

Asep Badrujamaludin¹, Diki Ardiansyah 2

1,2

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal A Yani Cimahi Email : dru.stikesr@gmail.com

ABSTRAK

Keselamatan pasien merupakan tuntutan masyarakat maka pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit perlu dilakukan, maka rumah sakit perlumelaksanakan sasaran keselamatan pasien (SKP) unsur yang utama dari layanan asuhan ke pasien adalah komunikasi efektif salah satunya dengan komunikasi SBAR.

Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi penerapan komunikasi SBAR di RSUD Cibabat. Rancangan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan survey dan Observasi pelaksanaan metode komunikasi SBAR di RS Cibabat dengan 32 responden survey dan 12 responden observasi. Hasil penelitian menunjukkan, Komponen (S)Situation survey; Perawat tidak menyebutkan nama dan kondisi pasien stabil/tidak stabil (15.2%) sedangkan hasil observasi perawat tidak menyebutkan nama dan umur pasien sebesar 58.3 % dan 50 %. Hasil survey menemukan 24.2 % dan 58,3 % hasil obeseravi, perawat tidak menyebutkan latar belakang pasien di komponen Background(B). Untuk komponen Asessment (A) ditemukan perawat tidak menyebutkan kondisi risiko pasien (24.2%) untuk survey dan 83,3 % saat dilakukan obseervasi. Perawat tidak melaporkan intervensi yang sudah dilakukan atau belum teratasi sebesar 27,3 % dan Observasi di temukan 58,3 % untuk komponen Recommendation(R). Adapun yang direkomendasikan dari penelitian ini adalah Evaluasi Komunikasi SBAR ini bisa di jadikan pondasi awal untuk peningkatan pelatihan dan monitoring serta komunikasi aplikasi SBAR di lingkungan RS Cibabat untuk memudahkan perawat memperkenalkan diri dalam komunikasi.

Kata kunci: Komunikasi, SBAR, Keperawatan, Cibabat

ABSTRACT

The Evaluate The Application Of SBAR Communication At Cibabat General Public Hospital In Cimahi

Considering that patient safety has become a demand of the community, the implementation of hospital patient safety programs needs to be carried out, the hospital needs to implement patient safety targets , the main element of care services to patients is effective communication, one of them is SBAR (Situation, Background, Asessment and Reccomendation) communication. The purpose of this study was to evaluate the application of SBAR communication at Cibabat regional public hospital in Cimahi. The method is Descriptive Analytic whit design survey and Observation study of the implementation of the SBAR communication method in Cibabat Hospital with 32 respondents for survey and 12 respondents for observation. Research results: Component (S) Situation; The nurse did not mention the name and condition of the patient stable / unstable (15.2%) for the survey while the results of the observations were not conducted by the nurse mentioning the name of the nurse and the name and age of the patient at 58.3%

and 50%. The survey found 24.2% and observations 58.3% of nurses did not mention the patient's background in the Background component (B). For the assessment component (A) it was found that the nurse did not mention the patient's condition of risk and what the patient needed (24.2%) for the survey and 83.3% when doing the observation. Nurses did not report interventions that had been carried out or were not resolved at 27.3% and Observations found 58.3% for Recomendation (R) components. The recommended from this study is the SBAR Communication Evaluation which can be used as the initial foundation for improving SBAR application by training and monitoring communication in the Cibabat Hospitalto make it easier for nurses to introduce themselves in communication.

Keywords: communication; SBAR; Nursing, Cibabat

(2)

PENDAHULUAN

Keselamatan pasien telah menjadi isu dunia yang perlu mendapat perhatian bagi sistem pelayanan kesehatan.Keselamatan pasien merupakan prinsip dasar dari pelayanan kesehatan yang memandang bahwa keselamatan merupakan hak bagi setiap pasien dalam menerima pelayanan kesehatan.World Health Organization(WHO)Collaborating Center for Patient Safety Solutions bekerjasama dengan Joint Commision International(JCI) pada tahun2005 telah memasukan masalah keselamatan pasien dengan menerbitkan enam program kegiatan keselamatan pasien dan sembilan panduan/solusi keselamatan pasien di rumah sakit pada tahun 2007 (WHO, 2007).

Tahun 2000 Institute of Medicine (IOM) di Amerika Serikat menerbitkan laporan yang dilakukan di rumah sakit di Utah dan Colorado ditemukan Kejadian Tidak Diduga (KTD) sebesar 2,9% dan 6,6% diantaranya meninggal, sedangkan dirumah sakit yang ada di New York ditemukan 3,7% kejadian KTD dan 13,6%

diantaranya meninggal. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika Serikat yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 sampai 98.000 dilaporkan meninggal setiap tahunnya dan kesalahan medis menempati urutan kedelapan penyebab kematian di Amerika Serikat. Publikasi oleh WHO pada tahun 2004, juga menemukan KTD dengan rentang 3,2-16,6% pada rumah sakit diberbagai negara yaitu Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia (Depkes RI, 2006).

Kesalahan dalam komunikasi adalah penyebab utama peristiwa yang dilaporkan ke Komisi Bersama Amerika Serikat antara 1995 dan 2006 yaitu dari 25000-30000 kejadian buruk yang dapat dicegah menyebabkan cacat permanen 11% kejadian buruk ini adalah karena masalah komunikasi yang berbeda 6% dan juga karena tidak memadai tingkat keterampilannya (WHO, 2007).

Di Indonesia data tentang kejadian tidak diharapkan (KTD) apalagi kejadian nyaris cedera (KNC) masih langka, namun di lain pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal praktek”, yang belum

tentu sesuai dengan pembuktian akhir.

Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat maka pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit perlu dilakukan, maka rumah sakit perlumelaksanakan sasaran keselamatan pasien (SKP).Sasaran keselamatan pasien tersebut meliputi ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat-lokasi, tepatprosedur, tepat-pasien operasi, pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, dan pengurangan risiko pasien jatuh.Dari enam sasaran keselamatan pasien, unsur yang utama dari layanan asuhan ke pasien adalah komunikasi efektif.

Komunikasi terhadap berbagai informasi mengenai perkembangan pasien antar profesi kesehatan di rumah sakit merupakan komponen yang fundamental dalam perawatan pasien (Riesenberg, 2010). Alvarado, et al (2006), mengungkapkan bahwa ketidakakuratan informasi dapat menimbulkan dampak yang serius pada pasien, hampir 70% kejadian sentinel yaitu kejadian yang mengakibatkan kematian atau cedera yangserius di rumah sakit disebabkan karena buruknya komunikasi.

Pernyataan peneliti di atas sejalan dengan pernyataan Angood (2007) yang mengungkapkan bahwa berdasarkanhasil kajian data terhadap adanya adverse event, near miss dan sentinel event di rumahsakit, masalah yang menjadi penyebab utama adalah komunikasi. Komunikasi efektif adalah unsur utama dari sasaran keselamatan pasienkarena komunikasi adalah penyebab pertama masalah keselamatan pasien (patient safety).Komunikasi yang efektif yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dipahami oleh penerima mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien.Maka dalam komunikasi efektif harus dibangun aspek kejelasan, ketepatan, sesuai dengan konteks baik bahasa dan informasi, alur yang sistematis, dan budaya.Komunikasi yang tidak efektif akan menimbulkan risiko kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan. Sebagai contoh kesalahan dalam pemberian obat ke pasien, kesalahan

melakukan prosedur tindakan

(3)

perawatan.Mencegah terjadinya risiko kesalahan pemberian asuhan keperawatan maka perawat harus melaksanakan sasaran keselamatan pasien yaitu komunikasiefektif .

Komunikasi efektif dapat dilakukan antar teman sejawat (dokter dengan dokter/ perawat dengan perawat) dan antar profesi (perawat dengan dokter).Kualitas suatu rumah sakit sebagai institusi yang menghasilkan produk teknologi jasa kesehatan sudah tentu tergantung juga pada kualitas pelayanan medis dan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien (Tjiptono, 2001).Komunikasi yang efektif dalam lingkungan perawatan kesehatan membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan empati. Hal ini mencakup mengetahuikapan harus berbicara, apa yang harus dikatakan dan bagaimana mengatakannya serta memiliki kepercayaan diri dan kemampuan untuk memeriksa bahwa pesan telah diterima dengan benar. Meskipun digunakan setiap hari dalam situasi klinis, keterampilan komunikasi perlu dipelajari, dipraktekkan dan disempurnakan oleh semua perawat sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan jelas, singkat dan tepat dalam lingkungan yang serba cepat dan menegangkan. Untuk itu diperlukan pendekatan sistematik untuk memperbaiki komunikasi tersebut salah satunya dengan cara komunikasi teknik SBAR (Situation, Background, Asessment, Recommendations).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tehnik komunikasi SBAR yang digunakan di Rumah Sakit Cibabat Cimahi.

METODE

Penelitian ini menggunakan deskriftif analitik dengan pendekatan survey dan observasi.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh Perawat di IGD dan ruang E2 Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat Kota Cimahi, Jawa Barat, dengan besar sampel 32 responden untuk survey dan 12 responden untuk observasi yang dipilih secara non random sampling. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Survey dan observasi dengan menggunakan kuestioner SBAR.Analisis data dilakukan secara univariat dengan distribusi frekuensi.

HASIL dan PEMBAHASAN

1. Gambaran surey evaluasi pelaksanaan metode komunikasi SBAR

Tabel 1Gambaransurvey evaluasi pelaksanaan metode komunikasi SBAR komponen S (Situation) pada perawat

Komponen S F %

Informasi nama dan Jabatan

Hasil survey sebanayk 330 survey dan Tidak dilakukan 5 15.2 interview yang di lakukan Aldrich (2009)

terhadap Pemberi pelayanan kesehatan medik

Dilakukan 28 84.8

Asal Ruangan

dan non medik, pasien, staff dan orang ynag Tidak dilakukan 2 6.1 trensfer pasien mengatakan bahwa Elemen

SBAR adalah paling baik yaitu sederhana, mudah di ingat dan mudah di bawa. Selain itu, staff lebih percaya diri dalam memeberikan dan menerima hand over dan audit catatan medik

Dilakukan 31 93.9

Alasan Menelepon

Tidak dilakukan 1 3

Dilakukan 32 97

Nama dan Umur Pasien

mengindikasikan peningkatan kualitas informasi Tidak dilakukan 4 12.1 yanga ada. Dan SBAR ini sudah di

implementasikan diarea the Hunter New England

Dilakukan 29 87.9

Kondisi pasien

Areas Kesehatan di Wilayah NSW Dinas Tidak dilakukan 5 15,2 Kesehatan, Australia.Kemudian di kuatkan oleh

hasil penelitai terbaru yang di lakukan Ramasubbu tahun 2017.Hasil penelitian Ramasubbu et.al (2017) mengatakan bahwa pengenalan dalam standarisasi templet hand over SBAR (Situation, Background, Asessment, Recommendations) telah meningkatkan kualitas dan keselamatan pasien dari handover diantara dokter di ICU dan IGD.

Dilakukan 28 84.8

Gejala Pasien

Tidak dilakukan 0 0

Dilakukan 33 100

Tabel 1 diketahui dari 6 komponen yang

ditanyakan kepada responden untuk melakukan

evaluasi gambaran pelaksanaan SBAR pada

komponen S (Situation) menunjukkan bahwa

perawat sebanyak 85% menyebutkan nama dan

(4)

jabatannya. Lebih dari 90% perawat menyebutkan asal ruangan dan alasan menelepon, menyebutkan nama dan umur pasien.

Komponen lain menunjukkan 85%, perawat menyebutkan kondisi pasien dan gejala pasien saat ini pada saat melakukan komunikasi SBAR.

Tabel di atas khususnya dalam komponen Situation(S), 15% Perawat tidak menyebutkan nama dan jabatan. Hal ini dimungkinkan karena jabatan adalah sesuatu yang tidak perlu disebutkan saat menelopon dokter. Ini karena perbedaan situasi antara di Indonesia dan di luar negeri. Di Luar negeri jabatan perlu di sebutkan baik sebagai RN (Registered Nurse) atau Ners di Indonesia atau EN (Enrolled Nurse) atau setingkat D3 Keperawatan.Berdasarkan aspek kondisi pasien stabil dan tidak stabilnya harus pula di laporkan, Karena ini akan memberikan gambaran yang cepat tentang kondisi pasien pada tim medis(Fealy et al, 2016), tetapi informasi alat atau intervensi yang telah dilakukan kepada pasien hanya 15% perawat yang melakukan.

Tabel 2 Gambaran survey evaluasi pelaksanaan metode komunikasi SBAR komponen B (Background)

di lakukan kalau tidak di berikan informasi Latar belakang, tanggal masuk, diagnosa dan pengobatan yang di lakukan. Untuk Item ini, mungkin di perlukan pengingat bagi perawat saat melakukan komunikasi ISBAR agar melakukan item ini.

Untuk Komunikasi komponen TTV sekarang, hasil test dan perubahan status di temukan 9.1 %, yang tidak melakukannya. Ini juga spek penting dalan Komunikasi SBAR, Kalau tidsk dilaporkan hasil ini, maka tim medis/

dokter akan sulit untuk memberikan delegasi atau intervensi untuk pasiennya.Oleh sebab itu, Komponen ini harus di lakukan oleh perawat secara konsisten. Dan ini juga aspek kritikal thinking yang seharusnya jadi alat penting saat melakukan aspek ini sebelum dilakukan pelaporan kepada dokter (Kitney, et.,al, 2016) Tabel 3 Gambaran survey evaluasi pelaksanaan

metode komunikasi SBAR komponen A (Assessment)

Komponen A f %

Hasil pengkajian pasien terkini

Tidak dilakukan 6 18.2

Komponen B f %

Latar Belakang pasien

Dilakukan 27 81.8

Kondisi pasien baik

Tidak dilakukan 8 24.2 risiko atau yang

Dilakukan 25 75.8

TTV sekarang, hasil

dibutuhkan pasien

Tidak dilakukan 8 24.2

test dan perubahan status

Tidak dilakukan 3 9.1

Dilakukan 25 75.8

Dilakukan 30 90.9

Tabel 2 komponen background pada komunikasi SBAR dievaluasi dengan 2 komponen. Komponen pertama menunjukkan bahwa 76%perawat menyebutkan latar belakang pasien, seperti tanggal masuk, gejala awal, diagnosa dan pengobatan, dan 91%

menyebutkan tanda-tanda vital saat ini, hasil test dan perubahan status pasien. Aspek Backgroud(B)seperti tanggal masuk, gejala awal dan diagnosa dan pengobatan hasil survey hampir 24 % tidak dilakukan hal ini kemungkinan disebabkan aspek kritikal thngking yang kurang di perhatikan oleh perawat. Kalau di lihat bahwa aspek latar belakang dan diagnosa atau pengobatan sangat penting saat melaporkan kepada tim medis (Foronda et, al, 2016).Bagaimana pengobatan selanjutnya akan

Tabel 3 menunjukkan evaluasi pelaksanaan metode komunikasi SBAR pada komponen assessment pada bagian pertama sebanyak 82%

menyebutkan hasil pengkajian pasien terkini.Pada bagian lainnya, terdapat 76%

responden menyebutkan kondisi pasien.Aspek ini

juga menunjukkan bahwa, Dokter atau tim medis

akan mengetahui bahwa Aspek Kritikal thinking

perawat berjalan dengan baik dan akan respect

terhadap perawat yang melaporkan. Perawat bisa

mengetahui Kondisi resiko dan yang di butuhkan

pasien bila memahami komplikasi dari pasien

bila tidak di tanggulangi dengan tepat (Pascoe,

et,al, 2014).

(5)

Tabel 4 Gambaran survey evaluasi pelaksanaan metode komunikasi SBAR komponen R

Komponen S f %

Kondisi Pasien

(Recomendation) Tidak dilakukan 5 41.7

Komponen R f %

Intervensi yang sudah

Dilakukan 7 58.3

Gejala Pasien

dilakukan/belum teratasi 9 27.3 Tidak dilakukan 1 8.3 Tidak dilakukan

Dilakukan

24 72.7 Dilakukan 11 91.7

Tabel 5menunjukkan responden untuk Berdasarkan tabel 4 menunjukkan hasil

evaluasi pelaksanaan metode komunikasi SBAR pada komponen recommendation, yaitu sebanyak 73% responden menyebutkan intervensi yang sudah dilakukan atau belum teratasi pada saat melakukan komunikasi SBAR. Perawat dalam melakukan tindakan keperawatan mandiri dulu atau langsung menelpon tim medis. Ini memeang terganting situasi apakah situasi darurat saat menelpon atau konsisi pasien stabil. Tapi penting juga bahwa, selain tindakan delegasi dari tim medis, perawat juga memiliki banyak tindakan keperawatan mandiri (Polit & Back, 2012).

Perawat adalah profesi yang sama dengan tim kesehatan lainnya. Bisa melakukan tindakan sesuai dengan scope yang di legalkan khususnya tindakan keperawatan mandiri.Aspek ini juga sangat penting di perhatikan oleh perawat, Apakah delegasi dari tim medis atau lainnya sudah di alukan dengan baik, ini bisa di temukan dengan melihat dan memahami berbagai intervensi ayang di berikan oleh tim lainnya.

2. Gambaran observasi evaluasi pelaksanaan metode komunikasi SBAR

Tabel 5 Gambaran observasi evaluasi pelaksanaan metode komunikasi SBAR komponen S (Situation)

Komponen S f %

Nama dan Jabatan

melakukan evaluasi gambaran pelaksanaan SBAR pada komponen S (Situation). Komponen pertama menunjukan bahwa perawat dalam melakukan komunikasi dengan SBAR, 42%

menyebutkan nama dan jabatannya, perawat yang menyebutkan asal ruangan 92%. Pada komponen selanjutnya, seluruh perawat yang menyebutkan alasan menelepon dan 50%

menyebutkan nama dan umur pasien. Bagian lain dari komponen ini menunjukkan 58.3% kondisi pasien saat ini pada saat melakukan komunikasi SBAR dan 92% menyebutkan gejala pasien saat ini.

Apabila dilihat dari masing-masing komponen S, kemungkinan belum terbiasanya penggunaan komunikasi SBAR dimana poin penting pertama adalah memperkenalkan diri.

Untuk menanggualangi hal tersebut dapat diberikan alternatif lain , seperti yang di lakukan di Australia. Komunikasi yang di pakai di

modifikasi dengan ISBAR

(Introduction)(SESLHD, 2013). Introduction/

perkenalkan diri ditambahkan untuk mengingatkan agar perawat mengingat bahwa harus memperkenalkan diri dulu saat melakukan komunikasi ini (Ramasubbu, Stewart &

Spiritoso, 2017). ISBAR, mungkin bisa di pertimbangakn jadi alternatif komunikasi yang di pakai. ISBAR untuk komponen lainnya sama dengan SBAR hanya ditambahkan aspek Introduction (I) dalam pekerjaan.

Nama dan umur pasien sangat penting untuk dilaporkan. Umumnya tim Medis mempunyai Tidak dilakukan 7 58.3 nama atau list pasien yang ada dalam

Dilakukan 5 41,7

Asal Ruangan perawatannya. Umur umumnya terkait dengan pemberian intervensi contohnya Tidak dilakukan 1 8.3 obat(Tambanyong, 2005). Pemberian obat akan

Dilakukan 11 91.7

Alasan Menelepon

Tidak dilakukan 0 0

Dilakukan 12 100

Nama dan Umur Pasien

Tidak Dilakukan 6 12

Dilakukan 6 12

berbeda dengan umur dan berat badan passien,

oleh sebab itu umur dan nama pasien perlu di

laporkan kapada dokter.

(6)

Tabel 6 Gambaran observasi evaluasi pelaksanaan metode komunikasi SBAR

dibutuhkan pasien

Tidak dilakukan 10 83.3

komponen B (Background)

Komponen B f %

Latar Belakang pasien

Dilakukan 2 16.7

Berdasarkan tabel 7 menunjukkan evaluasi Tidak dilakukan 7 58.3 pelaksanaan metode komunikasi SBAR pada

Dilakukan 5 90.9

TTV sekarang, hasil test dan perubahan status

komponen assessment pada bagian pertama 83.3% menyebutkan hasil pengkajian pasien terkini dan menyebutkan kondisi pasien baik dalamkondisi beresiko atau tidak.

Tidak dilakukan 3 25 Tabel 8 Gambaran observasi evaluasi

Dilakukan 9 75

Komponen background pada komunikasi SBAR menunjukkan pada komponen pertama 58.3% responden tidak menyebutkan latar

pelaksanaan metode komunikasi SBAR komponen R (Recomendation)

Komponen R f %

Intervensi yang sudah belakang pasien, seperti tanggal masuk, gejala

awal, diagnosa dan pengobatan, dan 75%

dilakukan/belum teratasi Tidak dilakukan

7 58.3 5 41.7 perawat menyebutkan tanda-tanda vital saat ini,

hasil test dan perubahan status pasien.Aspek latar

Dilakukan

Rentang waktu diihatnya kondisi pasien

belakang pasien masuk, gejala awal dan diagnosa Tidak dilakukan 5 41.7 serta pengobatanyang diberikan jarang

dilaporkan oleh perawat kepada dokter dalam komunikasi SBAR.

Dokter akan mudah memberikan intruksi atau delegasi tentang treatment yang akan dilakukan apabila perawat yang melaporkan menyebutkan Latar belaknag pasien dan diagnosa dan pengobatan yang diberikan. Contoh aspek pemberian obat analgetik, apabila perawat tidak meyebutkan obat analgetik yang sedang di berikan kepada pasien, mungkin obat yang di intruksikan sama dengan obat yang di lakukan saat ini. Hal ini juga yang akan membuat informasi yang di dapat dokter akan lebih lengkap dan jelas sehaingga intervensi lanjutan akan segera bisa diberikan dengan akurat. Ini juga yang menjadi salah satu penyebab dari kurang maksimalnya intervensi tim medis dari laporan perawat yang tidak lengkap.

Tabel 7 Gambaran observasi evaluasi pelaksanaan metode komunikasi SBAR komponen A (Assessment)

Komponen A F %

Hasil pengkajian pasien terkini

Dilakukan 7 58.3

Berdasarkan table 8 hasil evaluasi pelaksanaan metode komunikasi SBAR pada komponen recommendation, yaitu sebanyak 5 responden menyebutkan intervensi yang sudah dilakukan atau belum teratasi pada saat melakukan komunikasi SBAR. Bagian lain yaitu menyebutkan pasien di bawah dokter yang merawat dan kondisi harus dilihat dalam rentang waktunya, sebanyak 58.3% tidak melakukan hal tersebut. Hal Ini menunjukkan bahwa item ini terkait dengan point Asessment/A, Perawat tidak mungkin melaporkan intervensi yang dilakukan jika asessmennya tidak dilakukan. Sebagian besar perawat hanya melaporkan kondisi pasien kepada dokter, mungkin tanpa melakukan intervesi mandiri perawat atau intervansi lainnya.

Dan ini penting bagi perawat dalam mengakaji dan intervensi yang bisa dilakukan kepada pasien sebelum mengkonsultasikan dengan dokter.

Hasil ini juga, memberikan informasi bahwa komunikasi SBAR harus dievaluasi dengan memberikan pelatihan, mengingatkan kembali komponen yang bisa dilakukan sebelum berkolaborasi dengan tim medis. Selain itu Tidak dilakukan 2 16.7 diperlukan suatu alat yang mudah diingat saat

Dilakukan 10 83.3

Kondisi pasien baik risiko atau yang

melakukan komunikasi. Sebagai contoh SBAR di tuliskan di tempat atau di atas telpon sehingga saat melakukan komunikasi SBAR (Wainwright &

Wright, 2016).

(7)

Rentang waktu dilihat kondisi pasien tidak dilakukan sebanyak 41.7 %, ini memerlukan keilmuan, pengalaman dan kritikal thingking yang kuat, sehingga bisa memberikan waktu atau rentang waktu yang bisa di lihat oleh tim medis. Ini juga memerlukan keahlian dalam mengevaluasi keadaan pasien sehiangga bisa melaporkan ke dokter agar pasien bisa di laihat di rentang waktu tertentu. Kalau pun lebih baik lagi,Standar tim medis yang harus melihat kondisi pasien dengan melihat tanda tanda vital.

Dengan menggunakan zona, seperti zona Kuning dimana dokter harus meliaht pasien dalam rentang waktu 15 menit contoh apabila Tekanan darah dia antara 90 untuk sistolik dan 50 mmHg diatoslik, maka tim medis di berikan waktu 15 menit untuk melihat. Dan ada juga Red zona/

Zona Merah dimana pasien dalam kondisi emergenci, Perawat dalam mengaktifkan emergenci Call/ Telp Emergenci dan tim medis dan perawat ICU datang ke ruangan dalam hitungan menit (Mullany et, al, 2016).Mungkin ini langkah ke depan dimana tim kesehatan harus bisa mempunyai kesamaan dalam visi komunikasi effective SBAR. Dan ini bukan hanya di lakukan oleh perawat dan dokter tapi standard komunikasi antar tenaga kesehatan di Rumah Sakit.

KESIMPUILAN

Hasil penelitian SBAR belum dilakukan secara konsisten sehingga perlu di dorong oleh manajemen dengan memberikan pelatihan secara berkala. Hasil survey dan Observasi SBAR, di temukan adanya kesenjangan antara survey dan observasi. Namun ini bisa menjadi data dasar hasil penelitian ini. Juga terlihat tidak ada perbedaan komponen yang belum dilakukan oleh para perawat dalam komunikasi SBAR secara umum.

SARAN

Evaluasi Komunikasi SBAR ini bisa di jadikan pondasi awal untuk peningkatan pelatihan dan monitoring aplikasi SBAR di lingkungan RS Cbabat. Juga bisa menjadi panduan untuk managemen untuk memonitor, mengingatkan dan membuat suatu Alur komunikasi SBAR yang mudah di lihat dalam komunikasi SBAR.

DAFTAR PUSTAKA

Aldrich R, Duggan A, Lane K, Nair K, Hill KN (2009). ISBAR revisited: identifying and solving barriers to effective clinical handover in inter-hospital transfer: final project report. Newcastle: Hunter New England Health.

Clinical Governance Hunter New England Health. 2009. ISBAR revisited:

Indentifying and solving barriers to effective clinical handover. New Lambton Heights: Clinical Governance.

DepKes RI. 2008. Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (patient safety). ed: 2.

Jakarta.

Fealy, G., Munroe, D., Riordan, F., Conroy, C. &

Shannon, M. 2016. Clinical handover practices in maternity services in Ireland:

A qualitative descriptive study. Journal Midwifehttp://dx.doi.org/10.1016/j.midw .2016.04.011

Fitria, C. 2011. 15. Efektivitas pelatihan komunikasi SBAR dalam meningkatkan motivasi dan psikomotor perawat ruang medikal bedah Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Yogyakarta:

Program Magister Manajemen Rumah Sakit.

Foronda, C., MacWilliams, B. & McArthur, E.

2016. Inerprofessionl communication in health care: An integrative review. Nurse Education in Practice Vol. 19. Page 36- 40.http://dx.doi.org/10.1016/j.nepr.2016.

04.005

Kitney, P., Tam, R., Bennett, P., Buttigieg, D., Bramley, D. & Wang, W. 2016.

Handover between anaesthetists and post-anaesthetic care unit nursing staff using ISBAR principles: A quality improvement study. The Journal of Perioperative Nursing in Australia, Vol.

29 No.1(1).

30-35.

(8)

Mullany, D., Ziegenfuss, M., Goleby, M. A. &

Ward, H.E. 2016. Improved hospital mortality with a low MET dose: the importance of a modified early warning score and communication tool.

Anaesthesia and Intensive Care Vol. 44 No. 6. 734-741. Asessed at 1/02/2017 at http://europepmc.org/abstract/med/2783 2 561

Polit, DF & Beck, CT 2012, Nursing research:

Generating and assessing evidence for nursing practice, 9th edn, Lippincott Williams & Wilkins.

Pascoe, H., Gill, S.D., Hughes, A. & McCall- White, M. 2014. Clinical handover: An audit from Asutralia. Asutralian Medical Journal 7 (9), 363-371. Acsessed

1/2/2017 at

http//dx.doi.org/10.4066/AMJ.2014.2060 Spooner, A.J., Aitken, L.M., Corley, A., Fraser, J.F. & Chaboyer, W. 2016. Nursing team leader handover in the intensive care unit contains diverse and inconsisten conten:

An Observational study. International Journal of Nursing Studies Vol. 61. P.

165-172

South Eastern Sydney Local Health District (SESLHD). 2013. Clinical handover:

Implementation of ISBAR Framework and Key standard principlles. Sydney:

NSW Health.

Tambayong, J. 2005. 8. Farmakologi untuk keperawatan.Ed: Ester, M. Jakarta:

Widya Medika.

Ramasubbu, B., Stewart, E. & Spiritoso, R. 2017.

Introduction of the identification, situation, background, asessment, recommendations tools to improve the quality of information transfer during medical handover in intensive care.

Journal of the Intensive Care Society 2017, vol. 18(1) 17-23. Doi:

10.1177/1751143716660982.

World Health Organization & Joint Comission 2.

International. 2007. Communication during patient hand-overs. Diakses pada tanggal 22 Mei 2013. Dari:

http://www.who.int/patientsafety/solutio ns/ patientsafety/PS-Solution3.pdf.

Wainwright, C. & Wright, K.,M. 2016. Nursing clinical handover improvement practices among acute inpatients in a tertiary hospital in sydney: a best practice implementation project. The Joanna

Briggs Institute. Doi:

10.11124/JBISRIR-2016-003170.

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan LAKIP Sekretariat Utama BSN Tahun 2014 dimaksudkan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan mandat, visi dan misi, tujuan dan sasaran yang

2014, “Pengaruh Price to Book Value (PBV), Price Earning Ratio (PER), dan Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Return Saham Terdaftar di Bursa Efek Idonesia Periode

Jika laporan keuangan juga disusun dalam bahasa lain selain bahasa Indonesia, maka laporan keuangan dalam bahasa lain tersebut harus memuat informasi dan waktu

Sehubungan itu, dapatan kajian tersebut berkaitan dengan kajian Katz dan Chard (1989), Beckett dan Slater (2005) dan Gottlieb (2000) tentang keberkesanan PBP melalui penulisan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove di dalam guludan adalah unsur hara N-total, P, Mg, Ca, Na, komposisi tekstur liat, KTK, salinitas tanah,

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME karena atas berkatnya, penulis dapat menyelesaikan pembuatan naskah akademik berbasis karya yang berjudul

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2015 tentang Batas Daerah Kabupaten Tolitoli dengan Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah (Berita Negara

Selanjutnya jika pemakai tersebut memakai interface grafik (window), maka dengan menggeser-geser mouse dia dapat memilih sembarang kata serangkaian kata yang mempunyai warna