• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hama Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros)

Hama Oryctes rhinoceros atau kumbang tanduk merupakan salah satu hama penting pada kelapa sawit dan dikenal sebagai hama pengerek pucuk kelapa sawit (Daud, 2007). Menyatakan bahwa serangan hama ini dapat menyebabkan kematian tanaman apabila menyerang titik tumbuh kelapa sawit. Hama kumbang tanduk ini menyerang tanaman kelapa sawit yang ditanam di lapangan sampai umur 2,5 tahun dengan merusak titik tumbuh sehingga terjadi kerusakan pada daun muda (Herman, 2012). Kumbang tanduk pada umumnya menyerang tanaman kelapa sawit muda dan menurunkan produksi Tandan Buah Segar (TBS) pada tahun pertama menghasilkan hingga 69%, bahkan menyebabkan 25% tanaman muda mati (PPKS, 2008).

Tantangan dari peningkatan luas perkebunan kelapa sawit selain keterbatasan lahan yang tersedia juga adanya serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), khususnya hama. Meningkatnya pemakaian lahan secara besar- besaran untuk penanaman kelapa sawit di Indonesia menambah jumlah lahan monokultur yang menguntungkan bagi perkembangan hama. Hal tersebut terjadi karena pakan terus menerus tersedia sehingga menunjang keberlangsungan hidup hama (Siahaan, 2014). Kelapa sawit dapat diserang oleh berbagai hama dan penyakit tanaman sejak di pembibitan hingga di kebun pertanaman Salah satu hama utama pada kelapa sawit adalah hama kumbang tanduk (O. rhinoceros).

kumbang tanduk menyerang salah satu tanaman yaitu tanaman kelapa sawit, dimana kumbang ini dapat merusak tanaman dengan cara menggerek, menghisap cairan dan melubangi tanaman seperti pelepah daun dan batang.

(2)

5

Tanda serangan kumbang tanduk ini juga dapat di lihat pada bekas lubang gerekan pada 1 pangkal pelepah, akibatnya pelepah daun mudah putus dan membusuk kering. Pelepah kelapa sawit yang diserang apabila nantinya membuka maka daunnya akan berbentuk huruf V (Handayani, 2013).

2.2 Biologi dan Siklus Hidup O. rhinoceros 2.2.1 Sistematika Hama Kumbang Tanduk

Menurut (Zaini, 1991) klasifikasi O. rhinoceros ini adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Coleoptera Family : Scarabaeidae Genus : Oryctes

Spesies : Oryctes rhinoceros

2.2.2 Fase-Fase perkembanagan kumbang tanduk a. Telur

Kumbang Tanduk betina bertelur pada bahan-bahan organik seperti di tempat sampah, daun-daunan yang telah membusuk, pupuk kandang, batang kelapa, kompos, dan lain-lain. (Gambar 2.1.) Siklus hidup kumbang ini antara 4-9 bulan, namun pada umumnya 4,7 bulan. Jumlah telurnya 30-70 butir atau lebih, dan menetas setelah lebih kurang 12 hari. Telur berwarna putih, mula- mula bentuknya jorong, kemudian berubah agak membulat. Telur yang baru diletakkan panjangnya 3 mm dan lebar 2 mm (Vandaveer, 2004).

(3)

6

Gambar 2.1. Telur O. rhinoceros Sumber : Dokumentasi pribadi

b. Larva

Larva O. rhinoceros yang sering disebut gendon atau uret berwarna putih kekuning-kuningan, berbentuk silinder, gemuk dan berkerut, melengkung membentuk setengah lingkaran seperti huruf C dengan panjang sekitar 60-100 mm atau lebih (Ooi, 1988). Kepala keras dilengkapi dengan rahang yang kuat. Penutup kepala maksimum sekitar 10,6-11,4 mm. tengkorak coklat gelap dengan sejumlah lubang di sekelilingnya. (Gambar 2.2.). Panjang spirakel toraks 1,85-2,23 mm dan lebar 1,25-1,53 mm. tempat pernafasan memiliki jumlah lubang maksimum 40-80 atau lebih yang berbentuk oval disekeliling toraks. Spirakel toraks lebih besar dari pada spirakel adomen dan spirakel abdomen pertama lebih kecil dari pada spirakel berikutnya (Bedford, 1976).

(4)

7

Gambar 2.2. Larva O. rhinoceros Sumber : Dokumentasi pribadi

c. Pupa

Pupa terlihat menyerupai larva, hanya saja lebih kecil dari larva instar terakhir dan menjadi berkerut serta aktif bergerak ketika diganggu. Lama stadia pupa berlangsung 8-13 hari (Gambar 2.3.). Pupa berwarna coklat kekuningan, berukuran sampai 50 mm dengan waktu 17-28 hari. Pupa kemudian berubah menjadi imago, Pupa adalah tahap berpuasa antara larva dan dewasa dalam metemorfosis serangga, di mana larva biasanya mengalami transformasi lengkap dalam selubung yang keras. Selama proses transformasi ini, pertama sel larva pecah ke dalam sel yang berbeda-beda, sel-sel yang berdiferensiasi kemudian dibedakan menjadi sel-sel yang akhirnya membentuk fisik baru (Sudharto, 1990).

(5)

8

Gambar 2.3. Pupa O. rhinoceros Sumber : Dokumentasi pribadi d. Imago

kumbang berwarna cokelat gelap sampai hitam, mengkilap, panjang 35-50 mm dan lebar 20-23 mm dengan satu tanduk yang menonjol pada bagian kepala (Wood, 1968; Bedford, 1976). Jantan memiliki tanduk yang lebih panjang dari betina. Jantan dapat dibedakan lebih akurat dengan ujung ruas abdomen terakhir dimana betina memilki rambut (Gambar 2.4.). (Wood, 1968). Umur betina lebih panjang dari umur jantan. Imago betina mempunyai lama hidup 274 hari, sedangkan imago jantan mempunyai lama hidup 192 hari. Dengan begitu satu siklus hidup hama ini dari telur sampai dewasa sekitar 6-9 bulan (Sudharto, 1990).

(6)

9

Gambar 2.4. Imago O. rhinoceros Sumber : Dokumentasi pribadi

2.2.3 Gejala Serangan O. rhinoceros.

Oryctes rhinoceros yang bertindak sebagai hama atau yang merusak adalah imago atau kumbangnya (Subagyo & Achmad, 1991). makanan kumbang dewasa baik jantan maupun betina adalah tajuk tanaman, dengan menggerek melalui pangkal ke dalam titik tumbuh. Kegiatan ini menciptakan kumpulan serat yang berada di dalam lubang gerekan. Serangan yang di hasilkan pelepah dengan bentuk huruf V terbalik atau karakteristik potongan serrate.

Gejala ini disebabkan kumbang menyerang pucuk dan pangkal daun muda yang belum membuka yang merusak jaringan aktif untuk pertumbuhan.

Kumbang jantan maupun betina menyerang kelapa sawit selama hidupnya, yang dapat mencapai umur 6-9 bulan, kumbang berpindah –pindah dari tanaman satu ke tanaman yang lainnya setiap 4-5 hari, sehingga seekor kumbang dapat merusak 6-7 pohon /bulan (Sudharto, 1990). Kumbang tanduk hinggap ke pelepah daun yang agak muda, kemudian mulai menggerek ke arah titik tumbuh kelapa sawit. Panjang lubang gerekan dapat mencapai 4,2 cm dalam sehari.

(7)

10

Dengan serangan ulangan dan menacapai tituk tumbuh maka tanaman dapat mati dan menjadi rentan terhadap serangan kumbang tanduk. Jika tanaman tidak mati akan menyebabkan gejala serangan berat berupa terputarnya titik tumbuh sehingga tanaman tidak dapat berkembang dengan baik. Serangan dalam bentuk ini akan mengakibatkan terhambatnya massa TBM. Apabila populasi O. rhinoceros sangat tinggi maka serangan dapat terjadi pada pembibitan kelapa sawit (Susanto et.al, 2010).

Hama ini biasanya berkembang biak pada tumpukan bahan organik yang sedang mengalami proses pembusukan, yang banyak dijumpai pada kedua areal tersebut. Kumbang tanduk O. rhinoceros menyebabkan kerusakan dengan cara melubangi pangkal pelepah muda pada tanaman. tanda serangan terlihat pada bekas lubang gerekan pada pangkal batang, selanjutnya mengakibatkan pelepah daun muda putus dan membusuk kering.begitu pula dengan cara dilakukannya pemberian mulsa tandan kelapa sawit menyebabkan masalah yaitu sebagai tempat berkembangbiaknya kumbang ( Prawirosukarto et al, 2003).

2.2.4 Pengendalian Kumbang Tanduk (O. rhinoceros) a. Pengendalian biologi

Pengendalian hayati O. rhinoceros yang biasa digunakan adalah dengan jamur Metharizum anisopaliae (Ramlee et al., 2005). Untuk aplikasi virus saat ini belum digunakan secara luas diperkebunan kelapa sawit. Jamur metharizum dapat di produksi sendiri dengan menggunakan larva-larva O.

rhinoceros yang terkumpul pada saat pengutipan larva. Cara aplikasi dapat secara ditabur dengan penyemprotan tergantung pada formula yang tersedia.

(8)

11 b. Pengendalian secara mekanis

populasi larva O. rhinoceros yang terlalu banyak pada tanaman TBM yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pengutipan larva maka dapat dilakukan tindakan pengendalian secara fisik dan mekanik dengan menggunakan alat berat. Pada tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat berkembang biak O.

rhinoceros yang biasanya tandan kosong kelapa sawit, rumpukan batang kelapa sawit, tunggul tanaman lain, serta tanah gambut dilakukan pelindasan dengan menggunakan alat berat sekaligus membongkar gundukan-gundukan yang besar dan selanjutnya dilakukan pengutipan larva hidup secara manual.

c. Pengendalian Secara Kimia

pengendalian secara kimia masih diperlukan dalam pengendalian hama O.

rhinoceros ini karena tidak semua O. rhinoceros yang ditarik feromon masuk dalam ferotrap. Oleh karena itu penggunaan inektisida untuk 6 tanaman di sekeliling feromon menjadi wajib dilaksanakan. Dengan demikian, penggunaan insektisida tidak haus digunakan untuk semua tanaman kelapa sawit.

Insektisida yang banyak digunakan adalah yang berbahan aktif karbosulfan atau sipermetrin. Insektisisda berbahan aktif karbosulfan biasanya di aplikasikan dengan cara ditabur dengan dosis 5-10 gram/tanaman dengan frekuensi tergantung pada musim. Pada musim kemarau frekuensi aplikasi berkisar 2-3 minggu sekali, sedangkan pada musim hujan biasanya dengan frekuensi aplikasi ialah 7-10 hari sekali. Aplikasi tanaman yang tinggi dengan menggunakan alat tambahan berupa galah yang ujungnya mempunyai wadah insektisida. Aplikasi insektisida sipermetrin biasanya berupa penyemprotan. Kelebihan pengendalian scara kimiawi adalah tehnik ini langsung mematikan kumbang tanduk apabila terjadi kontak antara kumbang tanduk dengan insektisida. Sedangkan kelemahanya adalah biaya yang mahal dan relatif mencemari lingkungan (PPKS, 2012)

(9)

12

2.3 Tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia L) 2.4 Klasifikasi Mengkudu (Morinda citrifolia L)

Tanaman mengkudu diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Angiospermae

Sub filum : Dicotyledoneae Divisio : Lignosae Family : Rubiaceae Genus : Morinda Spesies : M. citrifolia, L

Gambar 2.5. Buah mengkudu Sumber : Dokumentasi pribadi

Mengkudu (Morinda citrifolia L), merupakan tumbuhan asli Indonesia.

Pemanfaatannya lebih banyak sebagai herbal untuk mengobati beberapa penyakit (Djauhariya, 2003). Kardinan (2004). meneliti pemanfaatan biji mengkudu untuk mengendalikan larva hama kumbang bubuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biji mengkudu dapat mematikan 60% populasi Sitophilus spp. dan bertindak sebagai racun perut terhadap serangga ini. Biji mengkudu mengandung senyawa alkaloid, saponin, tanin, dan glikosida jantung (Murdiati, et al. 2016) (Wahyuningsih, 2000). Menyatakan bahwa

(10)

13

pemberian eksrak biji mengkudu 1% dapat menghambat dinamika dan aspek biologis Sithopilus spp. Daya hambatnya berupa ovipositant ( menyebabkan seranggga urung bertelur) dan menurunkan nafsu makan (antifeedant) pada serangga target.

Tanaman mengkudu berbuah sepanjang tahun. Ukuran dan bentuk buahnya bervariasi, pada umumnya mengandung banyak biji, dalam satu buah terdapat

>300 biji, namun ada juga tipe mengkudu yang memiliki sedikit biji. Bijinya dibungkus oleh suatu lapisan atau kantong biji, sehingga daya simpannya lama dan daya tumbuhnya tinggi. Dengan demikian, perbanyakan mengkudu dengan biji sangat mudah dilakukan. Meningkatnya animo masyarakat dalam memanfaatkan mengkudu sebagai bahan perawatan, pencegahan, dan pengobatan penyakit menyebabkan komoditas ini banyak diminati. Sejak tahun 1998 di kawasan Jabodetabek telah tumbuh sekitar 50 perusahaan pengolah buah mengkudu, baik perusahaan skala besar maupun skala rumah tangga (Bangun dan Sarwono, 2002).

Pada saat pemberian mengkudu dengan Konsentrasi tinggi yang diberikan menyebabkan larva tidak dapat berkembang dengan sempurna,akibat keracunan yang disebabkan oleh senyawa-senyawa toksik pada ekstrak buah mengkudu yang merusak jaringan saraf, seperti senyawa alkaloid sehingga menghambat proses larva menjadi pupa. Stadia pupa merupakan masa yang tidak aktif, namun proses metamorfosis pupa tetap berjalan. Dengan demikian untuk membentuk pupa sangat tergantung pada makanan yang dikonsumsi pada waktu stadia larva (Subiakto, 2002).

(11)

14 2.5 Tanaman lengkuas ( Alpinia galanga) 2.6 Klasifikasi Lengkuas ( Alpinia galanga)

Tanaman Lengkuas diklasifkasikan sebagai berikut : Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Upafamili : Alpinioideae Bangsa : Alpinieae Genus : Alpinia

Spesies : Alpinia galanga.

Gambar 2.6. Tanaman Lengkuas Sumber : Dokumentasi Pribadi

Lengkuas atau nama latinnya Alpinia galanga sering dipakai oleh kaum wanita sebagai penyedap masakan. Lengkuas termasuk tumbuhan tegak yang tinggi batangnya mencapai 2-2,5 meter. Lengkuas dapat hidup di daerah

(12)

15

daratan rendah sampai daratan tinggi, lebih kurang 1200 meter di atas permukaan laut. Ada 2 jenis tumbuhan lengkuas yang dikenal yaitu varetas dengan rimpang umbi (Akar) berwarna putih dan varietas berimpang umbi merah. Lengkuas mempunyai batang pohon yang terdiri dari susunan pelepah-pelepah daun. Daun-daunnya berbentuk bulat panjang dan antara daun yang terdapat pada bagian bawah terdiri dari pelepah-pelepah saja, sedangkan bagian atas batang terdiri dari pelepah-pelepah lengkap dengan helaian daun. Bunganya muncul pada bagian ujung tumbuhan. Rimpang umbi lengkuas selain berserat kasar juga juga mempunya aroma yang khas (Wicaksono, 2007).

Lengkuas (Alpinia galanga) yaitu anggota familia Zingiberaceae. Rimpang lengkuas mudah diperoleh di Indonesia dan manjur sebagai obat gosok untuk penyakit jamur kulit (panu) sebelum obat-obatan modern berkembang seperti sekarang. Rimpang lengkuas juga digunakan sebagai salah satu bumbu masak selama bertahun-tahun dan tidak pernah menimbulkan masalah. Manfaat rimpang lengkuas telah dipelajari oleh para ilmuwan sejak dulu. Rimpang lengkuas memiliki berbagai khasiat di antaranya sebagai anti jamur dan anti bakteri, lengkuas mengandung minyak asiri, flavonoida saponin, dan tanin, selain itu lengkuas menyimpan kandungan zat aktif galangan, eugenol, basonin, dan galangol. (Yuharmen dkk. 2002).

Gambar

Gambar 2.3. Pupa O. rhinoceros  Sumber : Dokumentasi pribadi  d. Imago
Gambar 2.4. Imago O. rhinoceros  Sumber : Dokumentasi pribadi
Gambar 2.6. Tanaman Lengkuas  Sumber : Dokumentasi Pribadi

Referensi

Dokumen terkait

Periksa/kencangkan mur, baut, pengikat .• Periksa apakah semua mur, sekrup dan baut yang terpasang sesuai dengan nilai-nilai torsi yang

Jika tanaman dengan genotipe BbKk disilangkan sesamanya, maka jumlah anakan dengan fenotipe Bulat Hijau jika dihasilkan anakan sebanyak 800 buah adalah .... Individu dengan

Manakala sebanyak 12.6 peratus (32 orang) sangat tidak setuju dan tidak setuju bahawa mangsa telah lebih tiga kali menyatakan hasrat bagi bunuh diri melalui komunikasi

Artikel ini membahas mengenai karakteristik SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, jenis kelelawar yang diduga sebagai reservoir alami SARS-CoV-2, pola transmisi SARS-CoV-2,

Hubungan kekerabatan bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dengan Bacillus anthracis sebesar 94% dan hubungan kekerabatan bakteri xilanolitik

MATA KULIAH DOSEN Hari / Jam ke TEMPAT Pengantar Ilmu Ekonomi. Bahasa Inggris

Jika ada informasi yang dibutuhkan oleh Nita dan teman-temannya seperti informasi cara mengurus surat pindah, atau jika ada himbauan dari pihak desa, informasi tersebut

pakar dilakukan untuk mengakuisisi pengetahuan dari pakar mengenai indikator kinerja kunci dan karakteristik teknis standar dalam sebuah proses pengukuran dan perbaikan kinerja