• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIK"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIK A. Perkembangan Perilaku Sosial

1. Pengertian Perilaku

Menurut Skinner, perilaku merupakan hasil hubungan antara stimulus dan respon. Respon dibagi menjadi 2 macam yang pertama, refleksive yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan tertentu dan respon relatif seperti senyum dan menangis. Kedua, instrumental response yaitu respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu seperti anak belajar karena mendapat hadiah sehingga anak akan belajar lebih giat atau intensive, karena anak tahu bahwa jika anak belajar lebih giat dari biasanya anak akan mendapatkan hadiah. Perilaku dapat dipelajari dengan berbagai cara, diantaranya dengan, menghayati kondisi anak saat berada dilingkungan masyarakat ataupun lingkungan sekolah dan menerangkan apa yang terjadi dalam proses kejiwaan, (Sarwono, 1997: 236).

Menurut Syaifudin Azwar yang dikutip dari Tulus Tu’u (2004:63), memberi rumusan bahwa perilaku merupakan ekspresi sikap seseorang.

Sikap itu terbentuk dalam dirinya, artinya potensi reaksi yang sudah terbentuk dalam dirinya akan muncul berupa perilaku aktual sebagai cerminan sikapnya, perilaku juga bisa dicerminkan oleh orang-orang disekitar anak sperti kedua orang tua anak selalu tersenyum kepada orang yang mereka kenal, maka anak akan mengikuti perilaku orang tuanya.

Perilaku sebagai hasil proses belajar. Dalam proses belajar itu terjadi interaksi antara individu dan dunia sekitarnya. Sebagai hasil interaksi maka jawaban yang terlihat dari seorang individu akan dipengaruhi oleh hal-hal atau kejadian-kejadian yang pernah dialami oleh individu tersebut maupun oleh situasi masa kini.

Menurut Biddle dan Thomas dikutip Sarwono (1997: 235), menyebutkan beberapa istilah tentang perilaku yaitu sebagai berikut:

(2)

a. Expectation (harapan)

Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain pada umumnya tentang perilaku-perilaku yang pantas, yang ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu, harapan seorang anak adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang diinginkan akan didapatkan atau suatu kejadian akan berujung kebaikan di waktu yang akan datang. Pada umumnya harapan berbentuk abstrak, tidak tampak, namun diyakini bahkan terkadang, dibatin dan dijadikan sugesti agar terwujud.

b. Norm (norma)

Norma sosial adalah perkembangan dari moral atau mengikuti cara yang dipakai oleh keluarga, sekolah, seorang pendidik dan lingkunganya, perkembangan moral adalah sesuatu yang berhubungan dengan penerapan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, dalam perbuatan yang seharusnya dilakukan dalam interaksi sosial. Sebagai seseorang yang penting dalam mengasuh anak agar menjadi contoh yang baik dan memberikan norma yang sesuai dengan perkembangan anak.

c. Performance (wujud perilaku)

Peran diwujudkan dalam perilaku oleh anak. Berbeda dari norma, wujud perilaku ini adalah nyata, bukan sekedar harapan. Dan berbeda pula dari norma, perilaku yang nyata ini bervariasi, berbeda dari satu anak ke anak yang lain. Wujud perilaku seorang anak bisa meniru dari tingkah laku kedua orang tua anak dan bisa juga dari lingkungan sekitar anak, jika orang tua sering memperlihatkan kepada anak marah- amarah atau berbuat kasar maka anak akan menirukan tingkah laku kedua orang tuanya.

d. Evaluation (penilaian) dan Sanction (sanksi)

Penilaian dan sanksi agak sulit dipisahkan pengertiannya jika dikaitkan dengan peran. Bidlle dan Thomas mengatakan bahwa ke dua hal

(3)

tersebut didasarkan pada harapan masyarakat (orang lain) tentang norma.

2. Pengertian Perilaku Sosial Anak Usia Dini

Pengertian perilaku sosial yakni suatu perilaku atau tindakan seseorang anak dalam berinteraksi di lingkungan sekolah, mulai dari perilaku yang paling nampak sampai yang tidak nampak, dari yang dirasakan sampai yang tidak dirasakan baik positif maupun negatif.

Perilaku Sosial adalah sikap tolong menolong dalam kehidup sehari-hari dapat dipahami sebagai segala perilaku yang memberi manfaat kepada orang lain. Menurut Lead menyatakan ada tiga kriteria yang menentukan perilaku yaitu:

a. Tindakan yang bertujuan khusus menguntungkan orang lain tanpa mengharapkan hadiah.

b. Tindakan yang dilakukan dengan suka rela.

c. Tinda yang menghasilakn sesuatu yang baik. (Novan Ardy Wiyani, 2014:132)

Perilaku sosial merupakan hal yang penting untuk anak, anak mampu menerima sudut pandang orang lain, anak memiliki sikap empati atau kepekaan terhadap perasaan orang lain, anak mampu mendengarkan orang lain, anak memiliki kemampuan untuk memulai hubungan dengan orang lain, anak dapat menyelesaikan konflik dengan orang lain, anak memilik kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, anak memiliki sikap bersahabat atau mudah bergaul dengan teman sebayanya, anak memiliki sikap tenggang rasa dan perhatian terhadap orang lain, anak dapat memperhatikan kepentingan sosial seperti tolong menolong.

Tindakan yang bertujuan untuk menolong orang lain tanpa imbalan mengajarkan kepada anak-anak untuk belajar ikhlas membantu dengan sesuka hati, tidakan suka rela pun perbuatan yang baik untuk mengajarkan kepada anak-anak jika ingin menolong orang lain harus sesuka hati, dan tindakan yang menghasilkan sesuatu yang baik orang tua harus berpeilaku baik kepada orang lain agar anak melihat kebaikan orang tua dan anak

(4)

akan mengikuti meniru perilaku orang tua, ajarakan anak-anak hal yang baik dan beri contoh sesuatu yang baik kepada anak.

Perilaku sosial ini digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan Hadist berikut :

سانلل مهعفنا ساّنلا يرخ

”Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain”. (HR. Ahmad, Thabrani, Daraqutni. Disahihkan Al-Abani dalam As-Silsilah As-Shahihah).

Dan dalam Al-Qur’an ada anjuran untuk berperilaku sosial juga

dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah Ayat 2.

َّللَّا َّنِإ ۖ َّللَّا اوُقَّ تا و ۚ ِنا وْدُعْلا و ِْثِْْلْا ى ل ع اوُن وا ع ت لَ و ۖ ٰى وْقَّ تلا و ِِّبْلا ى ل ع اوُن وا ع ت و ُد ِد ِ

با قِعْلا

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha berat siksanya.” (QS. Al-Maidah:2).

Guru dan orang tua harus mengajarkan kepada anak-anak didiknya untuk mempunyai rasa tolong menolong karena tolong menolong sesama manusia bisa membuat kita merasa hidup lebih indah.

Pencapaian suatu kemampuan pada setiap anak bisa berbeda-beda, namun demikian ada patokan umur tentang kemampuan apa saja yang perlu dicapai seorang anak pada umur tertentu. Perilaku sosial pada anak usia dini ini diarahkan untuk pengembangan sosial yang baik, seperti kerjasama, tolong menolong, berbagi simpati, empati, Santrock menjelaskan salah satu faktor yang mempengaruhi empati adalah kemampuan untuk mengambil perspektif atau perhatian dari orang lain (Rini Hildayani, 2007:10.27).

Sasaran pengembangan perilaku sosial pada anak usia dini ini ialah untuk keterampilan berkomunikasi, keterampilan memiliki rasa senang dan periang, menjalani persahabatan, memiliki etika dan tatak rama yang

(5)

baik, dengan cara sering membawa anak bermain kemana pun mereka mau, karena dengan cara itu anak akan lebih aktif lagi.

Ada beberapa masalah perkembangan yang terjadi pada usia dini salah satunya perkembangan sosial anak seperti kurangnya percaya diri kepada teman sebaya atau orang lain, sehingga perkembangan perilaku mereka tidak sesuai harapan yang ada didalam masyarakat, Salah satu metode yang dapat diterapkan untuk meningkatkan rasa sosial anak yaitu dengan metode role play. Metode role play atau metode bermain peran ialah salah satu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan anak.

Dengan menggunakan metode role play atau bermain peran akan membuat anak berani berbicara dengan anak yang lainnya maupun dengan orang yang lebih tua (Gurunya), disinalah anak akan mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan dan guru dapat menanamkan nilai-nilai moral pada anak saat melakukan kegiatan role play atau bermain peran.

3. Perilaku Positif Sosial dan Perilaku Negatif Sosial

Perilaku positif adalah harapan semua orang, bagi semua ingin memiliki perilaku yang positif oleh karena itu para guru dan orang tua harus mengajarkan kepada anak untuk selalu perbikit psitif. Tujuan pendidikan nasional pada khususnya dan pembangunan pada umumnya adalah ingin menciptakan manusia seutuhnya. Maksudnya manusia yang lengkap, selaras, dan serasi serta seimbang dalam perkembangan segi kepribadiannya.

Sedangkan perilaku negatif ditunjukkan dengan perilaku siswa yang menyimpang (Deviant Behavior). Penyimpangan bisa didefinisikan sebagai setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat (Cohen, 1992:218). Penyimpangan adalah perbuatan yang mengabaikan norma, dan penyimpangan ini terjadi jika seorang anak atau sebuah kelompok tidak mematuhi peraturan sekolah atau peraturan dirumah. Contoh:

(6)

penyimpangan dalam peraturan tidak mematuhi peraturan, kelemahan mental seorang anak, kenakalan seorang anak, kecenderungan atau ketergantungan pada orang lain. Adapun perilaku menyimpang menurut Lawang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial.

Penyimpangan primer, dalam beberapa hal mungkin anak melakukan tindakan penyimpangan, namun penyimpangan itu hanya bersifat temporer dan tidak berulang. Anak yang melakukan tindakan penyimpangan ini masih tetap sebagai orang yang dapat diterima secara sosial, yaitu anak yang gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang. Anak yang semacam ini tidak akan menganggap dirinya sebagai anak yang menyimpang.

Penyimpangan sekunder, dalam bentuk penyimpangan sekunder, seseorang anak secara khas memperlihatkan perilaku menyimpang.

Masyarakat tidak bisa menerima dan tidak menginginkan individu- individu semacam itu.

Untuk itu perlu adanya pengendalian sosial, yaitu segenap cara dalam proses yang ditempuh seorang anak atau sekelompok sehingga para anggotanya dapat ditindak sesuai dengan harapan kelompok (Husain, 2004). Jadi perilaku disini adalah bentuk kemampuan anak dalam proses pembelajaran yang diwujudkan melalui sikap, perbuatan yang terkandung dalam aspek kognitif, afektif, psikomotorik.

Guru tatkala akan melakukan proses pembelajaran harus mengetahui sistem yang mempengaruhi proses kegiatannya, siapa kelompok sasaran, populasi atau sasaran pembelajaran itu. Untuk itu guru sebelum melakukan proses pembelajaran harus mengenal dan mengidentifikasi perilaku awal anak.

Martinis Yamin (2007:25), mengemukakan bahwa perilaku awal anak adalah perilaku yang telah diperoleh anak sebelum anak memperolah perilaku terminal tertentu yang baru. Perilaku awal menentukan status dan ketrampilan anak sekarang untuk menuju ke status yang akan datang yang

(7)

diinginkan oleh guru. Dengan perilaku awal dapat ditentukan dari mana pengajaran harus dimulai. Perilaku sosial anak ketika disekolah akan terlihat ketika anak mulai berangkat kesekolah, dan guru bisa melihatnya pada awal pengajaran menuju pada akhir pengajaran, itulah yang menjadi tanggung jawab pengajaran.

Untuk itu berdasarkan hal tersebut, guru sebelum memulai pembelajaran guru harus mengenal karakteristik anak sehingga proses pembelajaran pun dapat terlaksana seefektif mungkin dan terjadinya perubahan pada perilaku pada anak, gurupun harus bisa masuk dalam karakter anak-anak agar guru lebih memahami karakter anak jika perilaku anak ada yang terlihat tidak baik maka seorang guru harus cepata membenarkan itu semua, karena jika dibiarkan maka perilaku anak akan terus seperti itu.

Sekolah merupakan salah satu faktor dominan dalam mempengaruhi perilaku anak. Di sekolah anak berinteraksi dengan anak yang lain dengan para guru yang mendidik dan mengajarnya serta pegawai yang berada di dalam komponen-komponen sekolah.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sosial 1. Faktor Sosial Anak Usia Dini

Perkembangan sosial anak menurut Mursid (2015:57) dipengaruhi beberapa faktor yaitu :

a. Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama yang anak dapat dan lingkungan keluarga dapat memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya.

b. Kematangan

Kematangan fisik dan fisikis mampu mempertimbangkan proses sosial, karena dengan kematangan fisikis dan fisikis anak dapat menerima nasehat orang lain.

(8)

c. Status Sosial Ekonomi

Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dan masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi ekonomi.

d. Pendidikan

Pendidikan merupakan proses sosialisasi yang terarah, di dalam pendidikan anak bisa perekspresi semau mereka, jika mereka tidak mempunyai pendidikan anak akan cendurug diam.

e. Kapasitas Mental Emosional dan Inteligensi

Kemampuan berfikir anak dapat banyak mempengaruhi banyak ahal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa.

Perkembangan emosi Berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak.

Perkembangan sosial yang terjadi pada anak bersifat dinamis dan sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Setiap tahapan perkembangan mereka menunjukkan ciri tersendiri kepada kemampuan sosialnya yang akan menjadi bagian penting dalam perkembangan selanjutnya. Seperti halnya bahwa kompetensi perkembangan sosial yang diharapkan dari anak prasekolah tentu berbeda dengan anak di usia SD.

Perilaku anak di kelas banyak dipengaruhi oleh kualitas pembelajaran. Guru menguasai banyak faktor yang mempengaruhi perilaku anak. Banyak faktor sosial yang mempengaruhi belajar anak yang berpengaruh terhadap perilaku anak khususnya dalam proses pembelajaran. Untuk itu guru-guru juga perlu secara kritis berefleksi terhadap apa yang terjadi didalam kelas karena perilaku anak sering kali hasil reaksi dari faktor-faktor di dalam sekolah. Guru perlu berefleksi tentang lingkungan belajar yang telah mereka ciptakan dan apakah lingkungan tersebut melibatkan semua anak secara aktif dan bermakna.

Menurut Tulus Tu’u (2004:16), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku siswa diantaranya:

(9)

a. Lingkungan Keluarga

Perilaku siswa juga bisa dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Hal ini disebabkan karena keluarga merupakan orang-orang terdekat bagi seorang anak. Kondisi yang baik pada keluarga cenderung memberi stimulus dan respon yang baik dari anak sehingga perilaku dan prestasinya menjadi baik. Sebaliknya jika keluarga yang ada adalah keluarga broken home maka perilaku juga cenderung terhambat disini muncul siswa-siswa yang bermasalah dalam perilaku dan prestasi.

b. Pergaulan di luar rumah

Lingkungan ini dapat terdiri dari teman-teman, tetangga sekitar ataupun kerabat jauh. Pergaulan luar rumah sangat sulit dibatasi, apalagi dewasa ini pergaulan dikalangan remaja rawan terhadap ancaman penggunaan obat-obatan terlarang.

c. Media Massa

Media massa sebenarnya bertugas mendidik masyarakat dengan menyampaikan berita-berita yang aktual. Akan tetapi berita-berita yang ada sering memberikan dampak negatif.

d. Aktivitas Organisasi

Aktivitas organisasi ini biasanya ketika anak-anak disekolah mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada disekolah seperti merchingband, dance danlain-lain, anak akan bersosialisai dengan teman-teman yang lain dengan berbeda kelas.

e. Lingkungan Sekolah

Sekolah adalah wahana kegiatan dan proses pendidikan. Di sekolah nilai-nilai etik, moral, mental, perilaku, ilmu pengetahuan dan sebagainya itu ditumbuhkan dan dikembangkan.

Adapun menurut Nana Syaodih (2004:44), bahwa banyak faktor yang mempengaruhi perilaku individu, baik bersumber dari dalam dirinya (faktor internal) ataupun berasal dari luar dirinya (faktor eksternal).

Faktor internal diperoleh dari hasil keturunan dan faktor eksternal merupakan segala hal yang diterima individu dari lingkungannya.

(10)

2. Faktor Keturunan dan Pembawaan

Perilaku sosial siswa banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari faktor keturunan, pembawaan, dan faktor lingkungan (Ngalim Purwanto, 2004: 68). Adapun faktor-faktor yang dimaksud akan diuraikan sebagai berikut:

a. Keturunan

Keturunan adalah sifat-sifat yang ada pada seorang anak yang diwariskan (jadi ada persamaannya dengan orang yang mewariskannya) melalui sel-sel kelamin dan generasi yang satu kepada generasi berikutnya, maka sifat anak akan sama dengan sifat orang tua yang diwariskan, jika orang tua mewariskan sifat yang baik maka anak akan mengikuti sifat orang tua.

b. Pembawaan

Pembawaan adalah seluruh kemungkinan yang terkandung dalam benih yang akan berkembang mencapai perwujudannya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa semua yang dibawa oleh si anak sejak dilahirkan adalah diterima karena kelahirannya, jadi memang adalah pembawaan. Tetapi pembawaan itu tidaklah semua diperoleh karena keturunan. Sebaliknya, semua yang diperoleh karena keturunan dapat dikatakan pembawaan, atau lebih tepat lagi pembawaan-keturunan.

3. Faktor Lingkungan (environment)

Sartaian dikutip Ngalim Purwanto (2004 : 72) membagi faktor lingkungan menjadi bebeberapa, sebagai berikut :

a. Lingkungan alam dan lingkungan luar (external or physical environment)

Lingkungan alam dan luar ialah segala sesuatu yang ada dalam dunia ini yang bukan manusia, yaitu seperti rumah, tumbuh-tumbuhan, air, iklim, dan hewan. Ajarkan anak-anak untuk mengenal lingkungan alam dan lingkungan luar, agar anak bisa berekspresi sesuai dengan hati mereka, agar anak tidak jenuh dengan lingkungan rumah, jika

(11)

anak mengenali lingkungan alam dan lingkungan luar anak bisa menambah wawasan tentang ciptaan Allah.

b. Lingkungan dalam (internal environment)

Lingkungan dalam ialah segala sesuatu yang termasuk ke dalam diri kita, yang dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik kita, seseorang harus mengetahui dengan lingkungan dalam kita atau diri kita sendiri dengan mengetahui diri kita sendiri maka hidup kita akan mudah dijalanin.

c. Lingkungan sosial (social environment)

Lingkungan sosial ialah semua orang atau manusia lain yang mempengaruhi kita. Pengaruh lingkungan sosial itu ada yang langsung dan ada yang tidak langsung. Pengaruh secara langsung, misalnya:

dalam pergaulan sehari-hari dengan orang lain, dengan keluarga, teman-teman dan lain sebagainya. Yang tidak langsung, melalui radio, televisi, majalah-majalah dan dengan berbagai cara yang lain.

4. Faktor Personal

Sedangkan menurut Al-Ghazali yang dikutip Mahmud (2006:44), menyatakan bahwa “sebagian perilaku manusia ditentukan oleh faktor personal (potensi perilaku bawaan) dan situasional (lingkungan)”.

Ada dua faktor personal yang mempengaruhi perilaku manusia, yaitu faktor biologis dan faktor sosio-psikologis. Hal ini akan diuraikan sebagai berikut:

a. Faktor Biologis

Seluruh ahli mantik Islam sepakat bahwa manusia adalah berasal dari hewan (hayawan). Definisi manusia yang paling populer dalam disiplin ilmu mantik adalah hewan yang berpikir, jadi jika manusia tidak bisa berpikir sama saja dengan hewan. Faktor biologis bisa berpengaruh kepada sosial anak.

b. Faktor Sosio-psikologis

Proses sosial membentuk karakteristik manusia sebagai pelakunya.

Beberapa komponen dalam diri manusia dibentuk secara perlahan tapi

(12)

pasti oleh proses sosial tersebut. Komponen-komponen dalam diri manusia yang biasa dibentuk oleh proses sosial ada tiga, yaitu komponen afektif, komponen kognitif dan komponen konatif. Afektif merupakan komponen intelektual manusia. Sedangkan konatif adalah aspek volisional yang terkait dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.

Faktor sosiol-psikologis, yaitu diantaranya adalah:

1. Motif ingin tahu

Setiap orang anak, berusaha memahami dan memperoleh arti dari lingkungan (sekolah). Bila anak bertanya terhadap materi yang sedang diajarkan karena kekurang pahamannya itu adalah dalam rangka untuk memperoleh arti. Ketika anak itu merasa tidak puas, anak kesal dengan gurunya dan bahkan malas untuk bertanya lagi. Kata para psikolog, perkembangan adalah bentuk peresponan pada dunia yang sedang dihadapinya.

2. Motif kompetensi

Anak yang ingin membuktikan bahwa dirinya mampu mengatasi persoalan hidup. Perasaan ini terkait dengan tingkat emosional, perkembangan sosial dan kapasitas kecerdasan intelektual anak, sehingga anak akan rela menempuh perjalanan yang panjang demi mencapai cita-citanya di masa depan.

3. Motif cinta

Anak akan menjadi agresif, kesepian, bila kebutuhan kasih sayang anak tidak terpenuhi. Ketidak terpenuhinya kasih sayang akan mengakibatkan perilaku anak yang kurang baik.

4. Motif harga diri

Kehadiran anak yang selalu datang tepat waktu ke sekolah, tentu ingin diperhitungkan oleh para guru. Anak ingin dianggap paling disiplin.

(13)

5. Faktor Situasional

Faktor situasional yang mempengaruhi perilaku sosial (manusia pendidikan) menurut Mahmud (2006: 50), yaitu dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Faktor Ekologis

Faktor ekologis adalah keadaan alam yang melingkupi seluruh manusia. Keadaan alam mempengaruhi gaya hidup dan perilaku kita.

Dengan sementara memperlihatkan bahwa temperatur ruangan berpengaruh pada konsentrasi belajar anak. Tidak jarang anak tertidur di saat belajar karena temperatur ruangan yang sejuk dan sedikit hangat.

b. Faktor Rancangan dan Arsitektural

Para ahli psikologi arsitektur menemukan bahwa rancangan dan bentuk bangunan mempengaruhi perilaku penghuninya. Suatu rancangan arsitektur dapat mempengaruhi pola belajar di antara orang yang ada dalam bangunan sekolah tertentu. Tata letak meja dan kursi belajar di yakini oleh sebagian orang berpengaruh terhadap semangat belajar dan konsentrasi di saat menyimak pelajaran.

c. Faktor Temporal

C. Panati, dikutip Rahmat (1996), menyebutkan bahwa waktu mempengaruhi bioritma manusia. Dari tengah malam hingga pukul 4 pagi fungsi tubuh manusia berada pada tahap paling rendah sementara pendengaran sangat tajam.

d. Teknologi

Revolusi teknologi sering disusul dengan revolusi dalam perilaku sosial. Pola-pola teknologi yang menghasilkan berbagai loncatan membentuk serangkaian perilaku manusia. Teknelogi bagi anak usia dini tidak begitu diperlukan karena teknologi pada anak usia bisa membuat gaya sosial anak akan terhambat. Teknologi pendidikan yang menjamur saat ini mempengaruhi beberapa perilaku anak termasuk tingkat penguasaan informasi. Kehadiran teknologi dunia

(14)

maya (virtual) telah membawa perubahan yang tidak kecil terhadap psikososial manusia pendidikan. Tidak jarang para anak yang mengalami perubahan secara psikis akibat ledakan teknologi dunia maya yang kini telah menghiasi kamar setiap orang.

e. Lingkungan Psikososial

Anak kecil yang dibesarkan dalam lingkungan masyarakat yang patuh pada aturan agama berperilaku seperti orangtuanya di waktu yang akan datang. Apabila di sekolah anak di didik oleh seorang guru yang keras dan otoriter akan memiliki karakter seperti gurunya di kemudian. Anak ini menyerap nilai-nilai yang dibawa oleh guru tersebut. Dalam hal ini memang lingkungan sangat mempengaruhi perilaku sosial anak. Perilaku di kelas dan hasil belajar banyak dipengaruhi oleh kualitas pengajaran. Guru menguasai banyak faktor yang mempengaruhi motivasi, prestasi dan perilaku anak mereka.

Lingkungan fisik di kelas, level kenyamanan emosi yang dialami anak dan kualitas komunikasi antar guru dan anak merupakan faktor penting yang bisa memampukan atau menghambat pembelajaran yang optimal.

Perilaku anak di kelas banyak dipengaruhi oleh kualitas pembelajaran. Guru menguasai banyak faktor yang mempengaruhi perilaku anak. Banyak faktor sosial yang mempengaruhi belajar anak yang berpangaruh terhadap perilaku anak khususnya dalam proses pembelajaran. Untuk itu guru-guru juga perlu secara kritis berefleksi terhadap apa yang terjadi didalam kelas karena perilaku anak sering kali hasil reaksi dari faktor-faktor didalam sekolah. Guru perlu berefleksi tentang lingkungan belajar yang telah mereka ciptakan dan apakah lingkungan tersebut melibatkan semua anak secara aktif dan bermakna.

Adapun menurut Nana Syaodih (2004:44), bahwa banyak faktor yang mempengaruhi perilaku individu, baik bersumber dari dalam dirinya (faktor internal) ataupun berasal dari luar dirinya (faktor eksternal).

(15)

Faktor internal diperoleh dari hasil keturunan dan faktor eksternal merupakan segala hal yang diterima individu dari lingkungannya.

Berdasarkan uraian di atas banyak faktor yang mempengaruhi perilaku anak khususnya yang berpengaruh terhadap belajar anak di sekolah baik itu dari segi kognitif, afektif, psikomotorik yang diwujudkan dalam bentuk perilaku anak dan diharapkan dapat menciptakan efektifitas belajar anak.

Adapun menurut Dollar dkk yang dikutip Abin Syamsudin (2000:50), menegaskan bahwa keefektifan perilaku belajar anak itu dipengaruhi oleh empat hal yaitu:

1. Adanya motivasi 2. Adanya perhatian 3. Adanya usaha

4. Adanya evaluasi dan penepatan hasil

Membicarakan tentang perilaku anak pada akhir-akhir ini tampaknya sudah sangat mengkhawatirkan seperti kehidupan seks bebas, keterlibatan narkoba dan masih banyak lagi. Seorang guru dan orang tua harus benar-benar menjaga anak-anaknya karena dizaman sekarang bukan hanya orang dewasa saja yang mengetahui tentang pergaulan seks bebas, anak dibawah umurpun sekarang sudah mengatuhi tenang hal seperti itu, maka kedua orang tau para guru harus benar-benar menjaga anak-anaknya dari pergaulan liar, dan jangan sampai anak-anak bermain dengan orang yang lebih dewasa.

Berdasarkan hal tersebut, di sekolah, anak berinteraksi dengan para guru yang mendidik dan mengajarnya. Sikap, teladan, perbuatan, perkataan, wawasan yang semuanya ada dalam kompetensi seorang guru yang dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh anak dapat meresap masuk begitu dalam ke dalam hati sanubarinya dan dampaknya kadang- kadang melebihi pengaruh dari orang tuanya di rumah.

(16)

C. Karakteristik Perilaku Sosial Anak Usia Dini 1. Perilaku Sosial Anak Anak Usia Dini

Seorang guru sebelum memulai pembelajaran terlebih dahulu harus mengenal karakteristik masing-masing anaknya agar proses pembelajaran dapat tercapai sesuai yang diharapkan. Dengan begitu guru akan lebih mudah menyampaikan materi pelajaran pada anak dan mampu mengantisipasi segala perubahan yang terjadi pada perilaku belajar anak.

Menurut Abin Syamsudin (2000:158) beberapa karakteristik perubahan perilaku anak dalam belajar diantaranya:

a. Bahwa perubahan intensional

Dalam arti pengalaman atau praktik atau latihan dengan sengaja dan didasari dilakukanya dan bukan secara kebetulan, dengan demikian perubahan bukan karena kemantapan dan kematangan atau keletihan perubahan hasil belajar.

b. Bahwa perubahan itu positif

Dalam arti sesuai seperti yang diharapkan atau kriteria keberhasilan baik dipandang dari segi anak (tingkat abilitas dan bakat khususnya tugas perkembangan) maupun dari segi guru (tuntutan masyarakat orang dewasa sesuai dengan tingkatan standar kulturalnya).

c. Bahwa perubahan itu efektif

Dalam arti membawa pengaruh dan makna tertentu bagi pelajar itu sendiri (setidaknya sampai pada batas waktu tertentu) relatif tetap dan setiap saat diperlukan dapat direproduksi dan dipergunakan seperti dalam pemecahan masalah baik dalam ujian, ulangan dan sebagainya maupun dalam penyesuaian diri dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka melangsungkan kehidupannya.

Belajar dipandang sebagai upaya sadar seseorang individu untuk memperoleh perubahan perilaku anak secara keseluruhan, baik itu aspek kognitif, afektif, psikomotorik. Namun hingga saat ini dalam prakteknya proses pembelajaran di sekolah tampaknya lebih cenderung menekankan

(17)

pada pencapaian perubahan aspek kognitif, yang dilakasanakan melalui berbagai bentuk pendekatan, strategi, model pembelajaran.

Menurut Bloom yang dikutip dari Martinis Yamin (2007:5) hasil pendidikan berupa perubahan perilaku atau tingkah laku meliputi bentuk kemampuan yang diklasifikasikan dalam tiga aspek yaitu:

1. Kognitif

Dalam aspek kognitif ini adalah merangsang kemampuan berpikir, kemampuan memperoleh pengetahuan, kemampuan yang berkaitan dengan pemerolehan pengetahuan, pengenalan, pemahaman, penentuan dan penalaran yang berkaitan dengan pengetahuan sosial.

a. Pengetahuan

Pada level ini anak dituntut untuk mampu mengingat informasi yang telah diterima seperti : berinterkasi dengan teman yang lain dan orang yang lebih dewasa, pemecahan masalah yang dihadapi dalam masalah-masalah sosial dan sebagainya.

b. Pemahaman

Pada level ini berhubungan dengan kompetensi untuk menjelaskan pengetahuan yang telah diketahui. Dalam hal ini diharapkan anak untuk menyebut kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.

c. Penerapan

Level ini merupakan kompetensi dalam penerapan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi atau konteks yang lain atau yang baru.

d. Analisis

Dalam hal ini anak dapat menunjukan hubungan diantara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.

e. Sintesis

Diharapkan anak mampu mengkombinasi bagian atau elemen kedalam satu kesatuan atau struktur yang lebih besar.

(18)

f. Evaluasi

Anak diharapkan mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, benda dengan menggunakan kriteria tertentu.

2. Afektif

Dalam aspek afektif ini adalah kemampuan yang berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat, penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek.

a. Pengenalan

Diharapkan anak untuk mengenal, bersedia menerima dan memperhatikan berbagai stimulus. Pembelajaran yang dilakukan pada tingkat ini merupakan perlakuan terhadap anak untuk bersikap pasif, sekedar mendengar dan memperhatikan saja.

Mendengar uraian dari guru dalam menjelaskan prosedur dari sesuatu yang dijelaskan.

b. Pemberian Respon

Merupakan reaksi terhadap suatu gagasan, benda atau sistem nilai.

Anak diharapkan mampu menunjukan perilaku yang diminta seperti berpartisipasi, patuh dan memberi tanggapan secara sukarela bila diminta.

c. Penghargaan terhadap nilai

Merupakan perasaan, keyakinan atau anggapan suatu gagasan atau cara berpikir tertentu memiliki nilai. Anak diharapkan mampu berperilaku secara konsisten sesuai dengan suatu nilai meskipun tidak ada pihak lain yang meminta atau mengharuskan.

d. Pengorganisasian

Menunjukan saling berhubungan antara nilai-nilai tertentu dalam suatu nilai serta menentukan nilai yang lebih bermakna lebih penting dari nilai-nilai lain. Anak diharapkan mampu untuk mengorganisasi nilai yang dipilihnya kedalam suatu nilai dan menentukan hubungan diantara nilai tersebut.

(19)

e. Pengamalan

Dalam hal ini anak bukan saja telah mencapai perilaku-perilaku pada tingkat lebih rendah, tetapi telah mengintegrasikan nilai-nilai tersebut kedalam suatu filsafat yang lengkap dan menyakinkan, dan perilakunya akan selalu konsisten dengan filsafat hidupnya.

3. Psikomotorik

Dalam aspek psikomotorik ini adalah kemampuan melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota badan dan kemampuan yang berkaitan dengan gerakan fisik, seperti : kegiatan praktik, demonstrasi dari sebuah materi pelajaran.

a. Meniru

Dalam indikator ini siswa dapat meniru perilaku yang dilihatnya b. Manipulasi

Anak diharapkan untuk dapat melakukan suatu perilaku tanpa bantuan visual, dalam hal ini perilaku tersebut masih dilakukan secara kaku.

c. Ketepatan Gerakan

Anak diharapkan mampu melakukan suatu perilaku tanpa menggunakan contoh visual maupun petunjuk tertulis dan melakukanya dengan lancar, tepat, seimbang dan akurat. Dalam melakukan perilaku tersebut kecil kemungkinannya untuk membuat kesalahan karena anak sudah terbiasa atau terlatih.

d. Naturalisasi

Anak diharapkan mampu melakukan gerakan secara spontan dan otomatis. Pelajar melakukan gerakan ini tanpa berfikir lagi dan teratur secara urutannya.

Berdasarkan hal tersebut, melalui pendidikan yang diperoleh lewat pembelajaran dapat dilihat ada tidaknya perubahan yang terjadi pada diri anak yang terwujud dalam bentuk tingkat kemampuan anak dalam pembelajaran yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Guru dapat dikatakan mengajarnya berhasil jika perubahan yang terjadi

(20)

pula pada perilaku anaknya, begitu pula dengan anak dapat dikatakan belajarnya berhasil jika ia telah mengalami perubahan-perubahan perilaku setelah menjalani proses pembelajaran tersebut seperti apa yang diharapkan oleh guru dan anaknya sendiri.

2. Indikator Sosial Anak Usia Dini

Menurut Hurlock berpendapat bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai demgan tuntutan sosial (Mursid, 2015:50). Anak usia dini disekolah dituntut mampu menyesuaikan diri dari dengan berbagai tantangan yaitu keluarga dan, sekoalh dan teman sebaya, pembelajaran sosial emosional anak mengandung makna didalamnya sebagai latihan keterampila sosial, keterampilan tersebut seperti belajar bersama, memecahkan masalah, konfilk dengan teman sebayanya.

Pembelajran sosial emosional anak usia dini sangat penting karena dengan mengajarkan kepada anak usia dini tentang sosial emosional dapat memberikan pengalaman awal pada anak untuk mengenal lingkungan yang baru. Disekolah guru sangat penting untuk memahami perkembangan sosial emosional anak karena dapat mengarahkan perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembangan yang positif.

Menurut J. Clausen dalam Ambron (1981 : 21) terdapat indikator perkembangan perilaku sosial anak usia dini :

a. Mengembangkan sikap percaya diri terhadap orang lain (development of trust).

b. Mampu mengendalikan dorongan biologis dan belajar untuk menyalurkan pada tempat yang diterima oleh masyarakat.

c. Belajar mengenal objek-objek, berjalan bahasa, berjalan, mengatasi hambatan, dan makanan.

d. Mengembangkan pemahaman tentang tingkah laku sosial.

e. Belajar menyesuaikan perilaku dengan tuntutan lingkungan.

f. Megembangkan pemahaman baik buruk.

g. Merumuskan tujuan dengan kriteria pilihan dan berperilaku yang baik.

(21)

h. Belajar memahami perspektif (pandangan) orang lain.

i. Merespon harapan atau pendapat mereka secara selektif.

j. Memiliki pemahaman untuk mengatur diri sendiri.

k. Memahami kriteria untuk menilai penampilan atau perilaku diri sendiri.

Perkembangan sosialemosional berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 137 tahun 2014 tentang standar tingkat pencapaian perkembangan anak usia dini.

Lingkup Perkembangan Indikator tingkat pencapaian perkembangan sosial emosional anak usia dini umur 5-6 tahun SOSIAL EMOSIONAL

a. Perilaku Sosial

1. Bermain dengan teman sebaya.

2. Bersikap kooperatif dengan teman.

3. Menunjukkan sikap toleran.

4. Mengekspresikan emosi yang sesuai dengan kondisi yang ada (sedih, senang, antusias, dsd).

5. Bertanggung jawab atas perilakunya untuk kebaikan dirinya sendiri

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Sosial Anak D. Perkembangan Sosial Anak Usia Dini

1. Makna sosial Anak Usia Dini

Menurut Hurlock berpendapat bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai demgan tuntutan sosial (Mursid, 2015:50). Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerjasama.

Anak dilahirkan belum bersifat sosial. Dalam arti, dia belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain untuk mencapai kematangan sosial anak harus belajar tentang cara-cara penyesuaian diri dengan orang lain. Kemampuan anak diperoleh melalui berbagai

(22)

kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang lain di lingkungannya baik dengan orangtua, saudara, teman sebaya, atau orang dewasa lainnya.

Perilaku sosial anak pada dasarnya diawali dengan adanya contoh atau model yang dilihat oleh anak, mungkin saja perilaku yang ditunjukkan oleh orang tua, kakak, pengasuhnya, acara di televisi, kerabat, teman atau orang-orang yang ada disekitarnya, dengan demikian dapat terlihat bahwa proses perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh berbagai hal. Bisa juga perilaku sosial emosional adalah reaksi yang terorganisasi dan muuncul terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan, tujuan, ketertarikan, dan minat individu. Lingkungan, proses pembelajaran dan interaksi serta aspek-aspek perkembangan yang lain saling terkait dan memberi dampak pada perkembangan sosial anak.

Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak dalam berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta yang mendorong dan mendirikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma ini dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Montessori dalam Hainstock (1999), menyebutkan anak usia dini ini sebagai periode sensitif (sensitive periodes). Pada masa ini menurut Montessori secara khusus anak lebih mudah menerima stimulus- stimulus tertentu (Ahmad Susanto, 2011:133).

Masa anak usia dini merupakan salah satu peirode yang sangat penting, pada masa ini anak senang melakukan berbagai aktivitas memerhatikan lingkungan sekitar, lingkungan yang banyak memberikan rangsangan dapat meningkatkan kemampuan belajar anak, adapun teman bermain, tempat dan alat bermain, semuanya akan memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang memiliki teman bermain yang mempunyai sifat kasar maka akan membawa dampak kepada temannya berperilaku yang sama, kebalikannya jika temannya mempunyai sifat yang sopan maka membawa dampak baik pula, karena anak akan mudah untuk mengikuti dan meniru orang lain. Anehnya,

(23)

pengaruh teman bermain itu ternyata lebih ampuh ketimbang keluarga atau nasehat dari orang tuanya sendiri

Perkembangan sosial merupakan aktivitas yang berhubungan dengan orang lain. Sejak kecil anak telah belajar cara berperilaku sosial sesuai dengan harapan orang-orang di sekitarnya, yaitu dengan ibu ayah, dan saudaranya. Apa yang telah anak pelajari dari lingkungan keluarganya turut mempengaruhi pembentukan perilaku sosialnya (Mulyasa, 2014:30). Perilaku sosial pada anak usia dini ini diarahkan untuk pengembangan yang baik, seperti kerja sama, tolong menolong, berbagai, simpati, empati, dan saling membutuhkan satu sama lain.

Perkembangan sosial berhubungan dengan perilaku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dan lingkungannya.

Perkembangan sosial diperoleh anak melalui kematangan dan kesempatan belajar dari berbagai stimulus dari lingkungannya. Perkembangan sosial mengikuti pola tertentu, sehingga dapat diramalkan (Ahmad Susanto, 2014:136).

Syamsul Yusuf (2001) memaparkan beberapa keteramipal perilaku sosial yang diharapkan muncul pada usia prasekolah sebagaimana dikutip (Mursid, 2015:52), aspek kemampuan tersebut dapat dikembangkan kedalam indikator sebagai berikut :

a. Anak mampu meneriman sudut pandang orang lain.

b. Anak memiliki sikap empati atau kepekaan terhadap perasaan orang lain.

c. Anak mampu mendengarkan orang lain.

d. Anak memiliki kemampuan untuk memulai hubungan dengan orang lain.

e. Anak dapat menyelesaikan konflik dengan orang lain.

f. Anak mampu berkomunikasi dengan orang lain.

g. Anak memililiki sikap bersahabaat atau mudah bergaul dengan teman sebayanya.

h. Anak memiliki sikap tenggang rasa dan perhatian terhadap orang lain.

(24)

i. Anak dapat memperhatiakan kepentingan sosial seperti tolong menolong bekerja sama, hidup selaras. Berbagai demokratis dalam bergaul.

E. Bentuk-bentuk Tingkah Laku Sosial Anak Usia Dini 1. Tingkah Laku Sosial Anak Usia Dini

Perkembangan sosial yang terjadi pada anak bersifat dinamis dan sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, setiap tahapan perkembangan mereka menunjukkan ciri tersendiri kepada kemampuan sosialnya yang akan menjadi bagian penting dalam perkembangan selanjutnya, Mursid (2015:54) menguraikan beberapa bentuk-bentuk tingkah laku sosial anak usia dini diantaranya :

1. Pembangkangan

Bentuk tingkah laku melawan, tingkah laku ini mulai muncul pada umum 18 bulan, anak akan melawan jika tidak sesuai dengan kehendak sang anak, anak sering melawan bukan diartikan sebagai anak yang tidak nurut dengan orang tua, anak yang nakal, dan anak yang bodoh. Anak yang melawan berati dia bisa mengekspresikan ketidak mauan anak.

2. Agresif

Agresif merupakan salah satu reaksi terhadap kecewa karena tidak terpenuhi rasa keinginan anak, apabila anak merasa kecewa maka anak akan mengeluarkan emosinya dengan cara mencubit, mengigit, dan menengdang.

3. Berselisih

Sikap ini akan terjadi apabila anak merasa terganggu oleh sikap orang, ketiaka anak terganggu disaat anak main, makan, belajar dan lain sebagainya.

4. Menggoda

Menggoda merupakan bentuk lain dari agresif, jika anak merasa mereka terganggu atau tidak terpenuhi keinginan anak, maka anak

(25)

akan mengeluarkan kata-kata ejekan atau cemoohan yang menimbulkan orang yang diejeknya marah.

5. Persaingan

Persaingan pada anak biasanya sering muncul pada keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain.

6. Kerja sama

Kerja sama akan nampak pada anak usia 3 tahun, disini anak akan mau bekerja sama dengan teman-teman yang lain.

7. Tingkah laku berkuasa

Tingkah laku berkuasa biasa ketika anak bermain anak akan selalu merasa benar atau merebut mainan temannya dan menyuruh.

8. Mementingkan diri sendiri

Ketika bermain anak akan mementingkan dirinya sendiri, karena anak akan memenuhi keinginannya sendiri.

9. Simpati

Sikap simpati mendorang anak untuk menvari perhati kepada orang lain.

F. Pengertian Metode Role Play 1. Metode Role Play

Sebagai suatu metode pembelajaran, role play atau bermain peran berakar pada dimensi pribadi dan sosial, dari dimensi pribadi model pembelajaran ini berusaha membantu anak-anak menemukan makna dari lingkungan sosial yang bermanfaat bagi dirinya (Mulyasa, 2015:173).

Role playing pada dasarnya mengekspresikan tingkah laku untuk mengembangkan konsep diri anak menjadi positif dan meningkatkan stabilitas emosional anak. Dengan mengekspresikan, siswa berkesempatan melakukan, menafsirkan dan memerankan suatu peranan tertentu. Menurut Gangel (1986) role play merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar para pemain diskusi tentang peran dalam kelompok.

(26)

Melalui role play, anak diharapkan memiliki kesempatan untuk mengembangkan seluruh pikiran dan minatnya dan juga perilakunya yang negatif menjadi positif, emosinya yang meledak-ledak menjadi halus dan tidak emosian, anak yang tidak dapat berempati menjadi dapat bersikap empati, yang kurang bertanggung jawab menjadi bisa lebih bertanggung jawab, anak yang kendali dirinya lemah dapat menjadi terkendali, anak yang interpersonal skill nya rendah bisa menjadi bagus.

Dalam memilih tokoh, guru yang bijaksana akan memberikan pengarahan kepada anak yang akan dipilih berdasarkan hasil pengalaman kepribadian anak sehari-hari dikelas. Dalam hal ini guru menjelaskan kepada anak-anak bahwa anak-anak harus bersedia dan mau menyadari dan membuang rasa tidak percaya diri yang ada di dalam dirinya untuk mau tampil di depan umum dan menyadari bahwa anak memiliki kemampuan untuk berperan, dalam permainan peran ini dilakukannya tidak perlu kaku melainkan harus santai dan dapat menghayati peran yang anak terima sehingga tidak salah dalam memeragakan atau mendramatisasikan di depan umum dan juga dalam bermain peran ini sistemnya spontan dan tidak menghafal naskah sebelumnya, selain itu juga pemeran bebas memperagakan tokoh yang muncul dalam situasi tersebut.

2. Manfaat Metode Role Play

Bermain peran atau role play merupakan kegiatan bermain dengan sebuah peran dalam naskah cerita atau drama, berpain peran juga dikenal sebagai bahan khayalan atau imajinasi anak, hakikat bermain peran atau role play dalam pembelajaran PAUD terletak pada keterlibatan emosional pemeranan dan pengamatan, dalam situasi masalah yang sangat nyata dialami atau dihadapi. Menurut Mulyasa ( 2015:174) melalui bermain peran atau role play dalam pembelajaran anak-anak mampu :

a. Mengeksplorasi perasaan-perasaannya

b. Memperoleh wawasan tentang sikap, nilai, dan persepsinya.

(27)

c. Mengembangkan keterampilan dan sikap dala memecahkanmasalah yang dihadapinya.

d. Mengeksplorasi inti pemasalahan yang diperankan melalui berbagai cara.

e. Bisa menambah percaya diri anak ketika guru menyuruhnya untuk menjadi salah satu pemeran di kegiatan role play, anak akan bersemangat mengikuti meskipun diawal mereka akan merasa malu- malu.

f. Bisa menambah kosa kata, karena dalam metode role play anak akan mendapatkan kosa kata-kosa kosa kata yang baru, dan anak juga akan lebih lancar lagi berbicara lebih berani.

g. Anak bisa mengambil keputusan dan bebas perekspresi.

h. Guru dapan mengevaluasi kebiasaan anak sebelum mengikuti permain role play dan sesudah mengikuti permainan role play.

i. Sangat menarik bagi anak, sehinnga anak akan berantusiasi untuk mengikuti permainan role play.

j. Membangkitkan gairah dan semangat anak karena bekerjasama dengan teman yang lainnya.

k. Mudah berinteraksi dengan teman-teman yang lainnya.

l. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan anak-anak.

m. Anak dapat mengembangkan kemampuan sosial, pada saat bermain anak yang lain berinteraksi dengan teman yang lainnya, dan disitu ada pembelajaran bagaiman merespon pertanyaan dari teman-temannya.

3. Tujuan Metode Role Play

Metode bermain perlu digunakan dalam pembelajaran kepada anak baik itu dalam pendidikan formal maupun non formal guna anak dalam pembentukan karakternya yang berguna bagi negara dan lingkungannya.

Dengan menggunakan metode bermain peran diharapkan anak bisa menjalankan kegiatan yang baik sesuai dengan kaidah dan tidak terpengaruh kegiatan-kegiatan yang negatif, selain itu juga berguna bagi dirinya sendiri dalam mengembangkan berbagai pengalaman, metode

(28)

pembelajaran role play didapatkan suasana menyenangkan dan tidak membosankan.

4. Langkah-langkah Pembelajaran Metode Role Play

Merencanakan tema apa saja yang akan diperankan anak misalnya : Aku, keluargaku, kebun binatang, praktik dokter, rumah sakit, kebun sayur dan pasar, Slamet Suyanto (2005:19) menjelaskan langkah-langkah pembelajaran role play sebagai berikut :

a. Pembuat Naskah, bagi guru bautlah naskah sekreatif mungkin atau segampang mungkin agar anak cepat untuk menghapal tiap-tiap adegan yang akan dimainkannya, pembuat naskah harus sesuai dengan susai umur anak-anak yang ada dikelas jangan membaut naskah yang berbahasa indonesia yang tinngi karena anak tidak akan mampu memerankan jika bahasa yang dipakainnya terlalu tinggi.

b. Menceritakan tema yang akan dibuat untuk berpain peran atau role play, dengan menceritakan tema yang akan dibuat untuk bermain peran anak-anak mendengarkan dengan semangat, agar mudah lebih diingat.

c. Memilih Peran, Pilihlah anak yang sesuai dengan karakternya masing- masing jangan salah memilih karena jika salah memilih permainan role play akan merasa sulit bagi anak-anak, dan berikan peran kepada anak yang pemalu tetapi tidak juga harus dipilih sebagai pemeran pertama, karena anak yang pemalu mereka yang harus sangat diperhatiakan.

d. Waktu Bermain role play, Berilah waktu anak bermain peran jangan terlalu lama cukup satu jam saja, jika anak merasa lelah biarkan anak beristirahat dahulu.

e. Tempat Bermain role play, Siapkan tempat yang luas, agar anak bebas dan berani berekpresi atau menata ruangan sesuai dengan tema yang ditentukan.

f. Menyiapkan alat-alat yang akan dipakai ketika bermain role play.

(29)

g. Bermain role play harus ada diluar ruangan dan didalam ruangan, agar anak tidak merasa bosan dan jenuh.

h. Evaluasi, berikan pengarahan atau kritikan kepada anak-anak dengan candaan dan tawa, dan berikan penilaian yang bagus.

G. Pengertian Pembelajaran

1. Pengertian Pembelajaran di PAUD

Pembelajaran dalam pendidikan anak usia dini dapat dikembangkan berdasarkan beberapa teori dan konsep perkembangan anak serta teori dan konsep moral yang telah dikemukakan oleh para ahli (Mulyasa, 2015:145).

Pembelajaran adalah cara-cara yang digunakan guru dalam menyajikan suatu materi pebelajran atau permainan dengan memperhatikan keseluruhan situasi belajar dan bermain untuk mencapai suatu tujuan agar anak mau dan dapar belajar dengan nyaman.

Suyadi & Ulfah (2012 : 31) menjelaskan prinsip-prinsip praktis dalam pembelajaran atau kegiatan di PAUD sebagai berikut :

a. Berorientasi pada kebutuhan anak

Kebutuhan anak jika terpenuhi maka anak akan beraktivitas dengan baik ketika bermain dan belajar, seperti kebetuhan makanan, kebutuhan keamanan ketika anak bermian, dan kebutuhan kasih sayang selalu dimengerti dan dihargai.

b. Pembelajaran anak sesuai dengan perkembangan anak

Pembelajaran anak usia dini harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak.

c. Mengembangkan kecerdasan majemuk anak

Pembelajaran anak usia dini ketika disekolah atau dirumah hendaknya tidak memberikan anak dengan hafal, termasuk membaca, menulis, dan berhitung, berikan pembelajaran kepada anak sesuai dengan kemampuan anak tidak boleh memaksanya ketika anak tidak menyukai kegiatan tersebut.

(30)

d. Belajar melalui bermain

Bermain itu alamiah dan spontan, anak-anak tidak diajarkan bermain anak bermain dengan benda apa saja yang ada disekitar anak dengan tanah dan lumpur dengan ada benda tersebut menjadi daya tarik mengapa anak-anak bermain, maka bermain secara alamiah memberi kepuasaan pada anak, memalaui bermain bersama dalam kelompok atau sendiri tanpa orang lain, anak mengalami kesenangan yang selalu memberikan kepuasaan baginya, dengan bermain anak dapat memetik manfaat bagi perkembangan aspek fisik motorik, kecerdasan dan sosial emosional.

e. Tahapan pembelajaran anak usia dini

Pemebelajaran anak usia dini seharunya lebih nyata, agar pembelajaran dikuasi dengan baik.

f. Anak sebagai pembelajaran aktif

Biarkan anak belajar dengan sesuka hati mereka, anak melakukan sendiri kegiatan pembelajarannya dan guru hanya sebagai pengawas dari jauh saja.

g. Interaksi sosial anak

Berikan kebebasan kepada untuk berinteraksi dengan siapa saja orang tua dan guru hanya mengawasi kegiatan sang anak saja, karena dengan berinterksi anak akan belajar sosialisasi dengan orang banyak.

h. Lingkungan yang kondusif

Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan, lingkungan bermain anak-anak harus bebas dari benda tajam.

i. Merangsang kreativitas dan inovasi

Kegiatan pembelajaran di PAUD harus merangsang daya kreativitas anak sehingga anak bisa melakukan kegiatan dengan sendirinya.

j. Mengembangkan kecakapan hidup

Pembelajaran di PAUD harus mampu mengembangkan kecakapan hidup anak dari berbagai aspek.

(31)

k. Memanfaatkan potensi lingkungan

Pembelajaran di PAUD tidak harus dengan bahan atau alat yang selalu beli, seorang guru atau pendidik hendaknya bisa memanfaat benda bekas untuk menjadi yang lebih bermanfaat.

l. Pembelajaran sesuai dengan kondisi sosial budaya

Kegiatan atau pembelajaran di PAUD harus sesuai dengan kondisi sosial budaya yang anak tinggali, jika disekolah budayakan anak mengantri budaya ini melatih salah satu kesabaran sang anak.

m. Stimulasi secara holistik

Kegiatan pembelajaran anak usia dini harus bersifat terpadu atau holistik, jangan mengajarkan kepada anaka hanya satu pelajaran saja, biarkan anak belajar dengan kemauan anak-anak.

2. Prinsip Pembelajaran Untuk Anak Usia Dini

Agar anak bisa mencapai tahap perkemabangan pembelajaran yang optimakl, maka seorang guru harus bisa membuat suasana kegiatan pembelajaran yang, maka anak-anak akan menyukai kegiatan tersebut, dan seorang guru mengetahui bagaimana proses pembelajaran yang dilakukan ketika proses kegiatan pembelajaran (Sofia Hartika, 2007:44) diantaranya :

a. Barangkat dari yang dimiliki anak

Setiap anak membawa segala pengetahuan yang anak miliki, jika anak-anak diberikan pengalaman baru, reaksi anak akan berbeda-beda ada yang merasa senang ada yang merasa bosan, yang merasa senang karena anak memiliki pengalaman baru, jika anak yang merasa bosan itu karena anak tidak memiliki keinginan, maka dari itu seorang guru harus mengetahui bagaimana bakat anak.

b. Belajar harus menantang pemahaman anak

Aktivitas pembelajaran yang dirancang seorang guru harus yang menantang anak untuk mengembangkan pemahaman sesuai yang dialaminya, ketika anak telah mampu menyelesaikan tantangan yang

(32)

pertama, maka sebaiknya anak diberikan tantangan yang lainnya, agar anak terus belajar melawan tantangan.

c. Belajaran dilakukan sambil bermain

Belajar pada anak usia dini adalah bermain, jadi bawah anak belajar sambil bermain, agar anak-anak tidak merasa bosan dan jenuh, dan seorang guru harus memberika luang untuk anak-anak bermain.

H. Penelitian Relavan

Setelah peneliti menelusuri penelitian-penelitian yang dilakukan oleh orang lain dalam masalah yang sama, atau memiliki kemiripan baik yang berkenaan dengan “Upaya Meningkatan Kemampuan Perilaku Sosial Anak Usia Dini Melaui Metode Role Play Dalam Proses Pembelajaran di RA An- Nisa Kecamatan Babakan Kabupaten Cirebon” ditemukan beberapa hasil penelitian sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Desti Pujiati yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Sosial Melan melalui Metode Bermain Peran”. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial anak melalui metode role playing di TK Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang Labschool dan menentukan kendala keterampilan sosial melalui metode role play yang diberikan kepada anak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian tindakan. Penelitian ini dilakukan dari 4 Maret - 20 Mei 2013. Metode analisis penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Keberhasilan penelitian ini disimpulkan dengan analisis menggunakan persentase. Penelitian menyatakan berhasil jika persentase keterampilan sosial penilaian > 40 setelah melakukan kegiatan dengan metode bermain peran. Pada siklus kedua, dua puluh anak keterampilan sosial meningkat. Persentase kenaikan tertinggi dalam keterampilan sosial yang dicapai oleh Yz subjek, di 96,6% . metode bermain bermain peran pada pembelajaran yang diterapkan oleh guru mempunyai langkah: (1) mengusulkan dan membahas situasi; (2) menyiapkan sebuah Roleplaying; (3) bermain; (4) mengungkapkan

(33)

pengalaman. Tujuan dari penelitian ini telah dicapai dengan maksimal sesuai diharapkan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Yulia Siska yang berjudul “Penerapan Metode Bermain Peran (Role Playing) Dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial dan Terampilan Berbicara Anak Usia Dini”. Penelitian ini didasarkan atas permasalahan masih rendahnya keterampilan sosial dan berbicara anak, dan secara umum permasalahan penelitian ini adalah

“Bagaimana meningkatkan keterampilan sosial dan berbicara anak melalui penerapan metode bermain peran atau role playing di TK Al-Kautsar?”

yang dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimana kondisi keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak sebelum diterapkan metode bermain peran atau role playing di TK Al-Kautsar? (2) Bagaimana proses penerapan metode bermain peran atau role playing dalam meningkatkan keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak di TK Al-Kautsar?

(3) Sejauh mana peningkatan keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak TK Al-Kautsar setelah diterapkan metode bermain peran atau role playing? dan (4) Kendala-kendala apa yang dialami guru dalam menerapkan metode barmain peran atau role playing?. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memperoleh gambaran tentang peningkatan keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak di TK Al-Kautsar melalui penerapan metode bermain peran. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk memperbaiki proses pembelajaran keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak melalui penerapan metode bermain peran. PTK dilakukan dengan tiga siklus, dengan subjek anak-anak kelompok B TK Al-Kautsar yang berjumlah 10 anak. Dari hasil pelaksanaan dan observasi yang dilakukan, terjadi peningkatan yang cukup besar terutama pada siklus dua.

Disarankan bagi guru agar keterampilan sosial dan keterampilan berbicara lebih dikembangkan lagi, baik dalam pembelajaran, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat

(34)

membuat penelitian mengenai keterampilan sosial dan berbicara anak melalui metode yang lain.

3. Penelitian yang dilakukan oleh yang Nurul Aida Rr. Amanda Pasca Rini berjudul “Penerapan Metode Bermain Peran untuk Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada Pendidikan Anak Usia Dini” Penelitian ini bertujuan untuk memuat pernyataan yang membuktikan adanya pengaruh metode bermain peran terhadap kemampuan bersosialisasi anak.

Subjek penelitian ini adalah 15 anak dan karakteristik subjek di antaranya:

a) anak usia 4-5 tahun (kelompok A), b) mengindikasikan kemampuan bersosialisasi yang rendah. Desain penelitian yang digunakan adalah one group pre-test – post-test design. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Kemampuan Bersosialisasi adaptasi dari Skala Likert (Skala Kemampuan Bersosialisasi). Metode analisis data yang digunakan adalah Uji Mann-Whitney/Wilcoxon, untuk mengetahui Descriptives Statistics untuk menguji beda skor pre-test dan post-test.

Hasil Uji Mann-Whitney/Wilcoxon antar rater yang cukup tinggi (pre-test 86.80 dan post-test 154.07. Hasil Uji Mann-Whitney/Wilcoxon menunjukkan bahwa pembelajaran dengan metode bermain peran dapat meningkatkan kemampuan bersosialisasi anak usia dini (p = 0.000).

I. Kerangka Berfikir

UU No. 20 Tahun 2003 bab I, pasal I, butir 14 menyatakan bahwa

“Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.

Pada masa anak-anak perilaku sosial sangat penting karena, dalam perilaku sosial lah anak akan berani untuk mengekspresikan persaan yang mereka rasakan, Perilaku sosial anak pada dasarnya diawali dengan adanya contoh atau model yang dilihat oleh anak, mungkin saja perilaku yang ditunjukkan oleh orang tua, kakak, pengasuhnya, acara di televisi, kerabat,

(35)

teman atau orang-orang yang ada disekitarnya, dengan demikian dapat terlihat bahwa proses perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh berbagai hal.

Lingkungan, proses pembelajaran dan interaksi serta aspek-aspek perkembangan yang lain saling terkait dan memberi dampak pada perkembangan sosial anak.

Lingkup Perkembangan Indikator tingkat pencapaian perkembangan sosial emosional anak usia dini umur 5-6 tahun SOSIAL EMOSIONAL

a. Perilaku Sosial

1. Bermain dengan teman sebaya.

2. Bersikap kooperatif dengan teman.

3. Menunjukkan sikap toleran.

4. Mengekspresikan emosi yang sesuai dengan kondisi yang ada (sedih, senang, antusias, dsd).

5. Bertanggung jawab atas perilakunya untuk kebaikan dirinya sendiri

2. 2 Indikaotor Kemampuan Sosial Anak Usia Dini

Metode bermain perlu digunakan dalam pembelajaran kepada anak baik itu dalam pendidikan formal maupun non formal guna anak dalam pembentukan karakternya yang berguna bagi negara dan lingkungannya.

Dengan menggunakan metode bermain peran diharapkan anak bisa menjalankan kegiatan yang baik sesuai dengan kaidah dan tidak terpengaruh kegiatan-kegiatan yang negatif, selain itu juga berguna bagi dirinya sendiri dalam mengembangkan berbagai pengalaman, metode pembelajaran role play didapatkan suasana menyenangkan dan tidak membosankan.

Melalui Metode bermain peran siswa diajak untuk belajar memecahkan masalah pribadi, dengan bantuan kelompok sosial yang anggotanya teman- temannya sendiri. Dengan kata lain Metode ini berupaya membantu individu melalui proses kelompok sosial. Melalui bermain peran, para siswa mencoba mengeksploitasi masalah-masalah hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya. Hasilnya didiskusikan dalam kelas.

(36)

Bagan 2. 1 Langkah-langkah Pembelajaran Menggunakan Metode Role Play J. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan merupaka sesuatu yang dianggap benar atas suatu pendapat atau teori meskipun kebenarannya harus dibuktikan (Acep Yonny, 2010:53).

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan metode pembelajaran melalui kegiatan role play dapat meningkatkan kemampuan sosial anak karena dengan menggunakan role play anak akan terbiasa berani berinteraksi dengan yang lainnya.

Langkah-langkah Pembelajaran Menggunakan Metode Role Play

Pembuatan Naskah

Menceritakan tema yang akan di buat untuk bermain role play

Memilih peran

BerWaktu bermain

Tempat bermain role

play

Menyiapkan alat-alat yang akan dipakai

keitika bermain role play

Evaluasi

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Menjajaki potensi sumberdaya spons yang diperoleh di Taman Nasional Wakatobi dibandingkan dengan potensi sumberdaya spons di

The Next button is found on the Understanding Custom Components splash screen (this page is only shown if the Don't show this page again checkbox has not previously

Pengaruh Penggunaan Media Kertas Berpetak Terhadap Peningkatan Kemampuan Menulis Huruf Arab Bagi Pemula). Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan sikap ilmiah dapat dilakukan dengan mengembangkan perangkat kegiatan pemanfaatan kit Optik dalam pembelajaran, meliputi:

M A M A T NIM.. “PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN MICROSOFT MATHEMATICS 4.0 TERHADAP KONSENTRASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA PADA POKOK BAHASAN LIMIT FUNGSI DI

[r]

[r]

Super Sokka Marsinal menerima pesanan khusus genteng plentong dikarenakan alternatif pengambilan keputusan menerima pesanan tersebut memperoleh keuntungan yang cukup baik