• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FLUIDITAS DAN KARAKTERISTIK ALIRAN ALUMINIUM A356 PADA SAND CASTING MENGGUNAKAN METODE SIMULASI NUMERIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FLUIDITAS DAN KARAKTERISTIK ALIRAN ALUMINIUM A356 PADA SAND CASTING MENGGUNAKAN METODE SIMULASI NUMERIK"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FLUIDITAS DAN KARAKTERISTIK ALIRAN ALUMINIUM A356 PADA SAND CASTING MENGGUNAKAN

METODE SIMULASI NUMERIK

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

ANDRI WILLY ADIANTA

NIM. 130421027

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala anugerah dan Kasih-Nya yang memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik.

Skripsi berjudul “ANALISIS FLUIDITAS DAN KARAKTERISTIK ALIRAN ALUMINIUM A356 PADA SAND CASTING MENGGUNAKAN METODE SIMULASI NUMERIK”.

Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar sarjana teknik pada jenjang pendidikan sarjana (S1) menurut kurikulum Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan baik berupa dukungan, perhatian, bimbingan , nasihat, dan juga doa. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Suprianto, ST., MT., selaku dosen pembimbing, yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis

2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Kedua orang tua tercinta serta Abang yang telah memberi doa, semangat, dorongan moral serta materi kepada penulis.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai di lingkungan Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Rekan-rekan satu tim skripsi, Mikael Fransisco Bangun, Arnius Daely yang banyak meluangkan waktu untuk bertukar pikiran dan juga memberikan kritik dan saran terhadap penulis.

(10)

6. Ucapan terima kasih kepada seluruh teman-teman mahasiswa Teknik Mesin Ekstensi 2013 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, para Abang alumni dan semua yang telah mendukung dan memberi semangat kepada penulis.

Dalam menyelesaikan tugas ini penulis telah mencoba semaksimal mungkin guna menyusun skripsi ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang besifat membangun demi tercapainya tulisan yang lebih baik. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Juni 2016

Penulis,

Andri Willy Adianta

(11)

ABSTRAK

Aluminium silikon alloy merupakan paduan aluminium yang banyak digunakan dalam bidang teknik. Paduan ini memiliki kekuatan yang baik dan banyak diproduksi menjadi suatu komponen melalui proses pengocaran. Kandungan silikon dapat mengakibatkan penurunan fluiditas coran alumunium yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas coran, fluiditas ini juga dipengaruhi temperature pada saat penuangan alumunium cair. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek temperature penuangan terhadap fluiditas, karakteristik aliran dan cacat coran pada pengecoran aluminium silikon alloy menggunakan cetakan pasir. Pengecoran dilakukan dengan gravity casting, analisa aliran simulasi meliputi distribusi kecepatan aliran, temperature, tekanan, cacat permukaan dan fluiditas yang terjadi pada saat proses pengisian rongga cetak serta perbandingan fluiditas coran dan cacat permukaan pada eksperimental. Temperatur penuangan 685, 710, 735, 760 dan 785°C dengan ketebalan cetakan pola 1, 3, 5, 7, 9, dan 12 mm. Proses simulasi menggunakan software berbasis computational fluid dynamic. Hasil penelitian diperoleh tempratur tuang 785oC memiliki kecepatan aliran tertinggi yaitu sebesar

±0.145 m/s pada rongga 12mm dan distribusi tempratur yang tinggi yaitu sebesar

±759 oC pada rongga 3mm, sedangkan tempratur tuang 685oC memiliki distribusi tekanan yang tinggi yaitu sebesar ±107287 Pa pada rongga 6mm. Cacat permukaan yang terjadi paling sedikit pada temperature 685oC. Fluiditas coran terbaik pada temperature 785oC dimana rongga 12, 9, 7, 5 dan 3 mm terisi penuh dan 1mm mencapai 181.4 mm. Perbandingan fluiditas hasil simulasi identik dengan hasil eksperiment dimana persent ralat tempratur tuang 785oC dan 735oC dibawah 15%

akan tetapi tempratur tuang 685oC memiliki ralat yang yang tinggi yaitu berkisar 48%.

Kata kunci: Analisis Numerik, Fluiditas, Karakteristik aliran, Aluminium, Coran

(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR PUSTAKA ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Aluminium ... 5

2.1.1 Aluminium – Silicon Alloy... 5

2.1.2 Aluminium A356 ... 8

2.2 Pengecoran Cetakan Pasir . ... 9

2.3 Teori Fluiditas ... 12

2.3.1 Pengukuran Nilai Fluiditas ... 14

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fluiditas ... 16

2.4 Cacat-Cacat Coran ... 20

2.5 CFD (Computational Fluid Dinamics) ... 23

2.5.1 Proses Simulasi CFD ... 24

2.5.2 Numerical Modeling of Fluidty ... 25

(13)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 28

3.1. Waktu dan Tempat ... 28

3.2. Alat dan Bahan Penelitian ... 29

3.2.1 Bahan ... 29

3.2.2 Alat ... 30

3.3. Cara Pelaksanaan Penelitian ... 31

3.4 Diagram Alir Penelitian ... 33

3.5 Set-up Pengujian ... 34

3.5.1 Proses Simulasi ... 34

3.5.1.1 Tahap Pre-processing ... 34

3.5.1.2 Tahap Post-processing ... 38

3.5.1.3 Menjalankan dan Menampilkan Hasil Simulasi ... 38

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1 Analisa Simulasi Hasil Distribusi Kecepatan ... 39

4.2 Simulasi Hasil Distribusi Tempratur ... 52

4.3 Simulasi Hasil Distribusi Tekanan ... 66

4.4 Simulasi Hasil Konsentrasi Cacat Permukaan ... 79

4.4.1 Perbandingan antara Konsentrasi Cacat Permukaan Simulasi dan Eksperimental ... 80

4.5 Hasil Simulasi Fluiditas Aluminium A356 ... 82

4.5.1 Perbandingan antara Hasil Fluiditas simulasi dan hasil eksperimental ... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

5.1. Kesimpulan ... 90

5.2. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Diagram Fasa Al-Si ... 6

Gambar 2.2. Daerah Diagram Fasa Al-Si ... 6

Gambar 2.3. (a) Struktur Mikro Paduan Hypoeutectic. (B) Struktur Mikro Paduan Eutectic. (C) Struktur Mikro Paduan Hypereutectic. ... 7

Gambar 2.4. Tahapan pengecoran logam dengan cetakan pasir ... 11

Gambar 2.5. Mekanisme berhentinya aliran logam cair akibat solidifikasi pada paduan dengan range pembekuan pendek ... 13

Gambar 2.6. Mekanisme berhentinya aliran logam cair akibat solidifikasi pada paduan dengan range pembekuan panjang. ... 14

Gambar 2.7. Metode Pengujian Fluiditas menggunakan cetakan spiral ... 15

Gambar 2.8. Skema alat uji fluiditas metode vakum ... 15

Gambar 2.9. Fluidity testpiece setiap gate memiliki ketebalan yang berbeda beda ... 16

Gambar 2.10. Fluiditas vs tempratur tuang al-si ... 17

Gambar 2.11. silicon on liquidus temperature vs fluidity ... 18

Gambar 2.12. pengaru berbagai macam unsur terhadap tegangan permukaan . 20 Gambar 2.13. Cacat Coran yang umum ... 21

Gambar 3.1 Aluminium A356 ... 29

Gambar 3.2 Bentonit ... 30

Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian ... 33

Gambar 3.4 (a) pandangan depan dimensi Cetakan Pasir (b) pandangan atas dimensi Cetakan Pasir ... 35

Gambar 3.5 Model cetakan pasir ... 35

Gambar 3.6 Bentuk mesh ... 36

Gambar 3.7 penentuan parameter dasar ... 37

Gambar 3.8 penentuan jenis fluida ... 37

Gambar 3.9 penentuan material cetakan ... 38

Gambar 4.1 Kecepatan aliran pada saat 1 detik ... 40

(15)

Gambar 4.2 grafik kecepatan aliran vs tebal coran ... 41

Gambar 4.3 Kecepatan aliran pada saat 2 detik ... 42

Gambar 4.4 grafik kecepatan aliran vs tebal coran ... 43

Gambar 4.5 Kecepatan aliran pada saat 3 detik ... 44

Gambar 4.6 grafik kecepatan aliran vs tebal coran ... 45

Gambar 4.7 Kecepatan aliran pada saat 4 detik ... 46

Gambar 4.8 grafik kecepatan aliran vs tebal coran ... 47

Gambar 4.9 Kecepatan aliran pada saat 5 detik ... 48

Gambar 4.10 grafik kecepatan aliran vs tebal coran ... 49

Gambar 4.11 Kecepatan aliran pada saat 6 detik ... 50

Gambar 4.12 grafik kecepatan aliran vs tebal coran ... 51

Gambar 4.13 Distribusi tempratur saat 1 detik ... 53

Gambar 4.14 Grafik Temperatur vs tebal coran ... 54

Gambar 4.15 Distribusi tempratur saat 2 detik ... 55

Gambar 4.16 Grafik Temperatur vs tebal coran ... 56

Gambar 4.17 Distribusi tempratur saat 3 detik ... 57

Gambar 4.18 Grafik Temperatur vs tebal coran ... 58

Gambar 4.19 Distribusi tempratur saat 4 detik ... 59

Gambar 4.20 Grafik Temperatur vs tebal coran ... 60

Gambar 4.21 Distribusi tempratur saat 5 detik ... 61

Gambar 4.22 Grafik Temperatur vs tebal coran ... 62

Gambar 4.23 Distribusi tempratur saat 6 detik ... 63

Gambar 4.24 Grafik Temperatur vs tebal coran ... 64

Gambar 4.25 Distribusi tekanan pada saat 1 detik ... 66

Gambar 4.26Grafik tekanan VS ketebalan coran ... 67

Gambar 4.27 Distribusi tekanan pada saat 2 detik ... 68

Gambar 4.28 Grafik tekanan VS ketebalan coran ... 69

Gambar 4.29 Distribusi tekanan pada saat 3 detik ... 70

Gambar 4.30 Grafik tekanan VS ketebalan coran ... 71

Gambar 4.31 Distribusi tekanan pada saat 4 detik ... 73

Gambar 4.32 Grafik tekanan VS ketebalan coran ... 74

Gambar 4.33 Distribusi tekanan pada saat 5 detik ... 75

(16)

Gambar 4.35 Distribusi tekanan pada saat 6 detik ... 77

Gambar 4.36 Grafik tekanan VS ketebalan coran ... 78

Gambar 4.4.1 cacat permukaan pada temperature tuang (a) 685, (b) 710, (c) 735, (d) 760, (e) 785oC ... 79

Gambar 4.5.1 Konsentrasi cacat permukaan simulasi dan eksperimental tempratur tuang 685 ... 81

Gambar 4.5.2 Konsentrasi cacat permukaan simulasi dan eksperimental tempratur tuang 785 ... 81

Gambar 4.5.3 Konsentrasi cacat permukaan simulasi dan eksperimental tempratur tuang 735 ... 82

Gambar 4.6.1 Fluiditas pada temp tuang 685,710,735,760dan 785oC ... 84

Gambar 4.4.2 Grafik simulasi fluiditas ... 85

Gambar 4.4.3 fluiditas eksperimental dan simulasi temp 685 oC ... 86

Gambar 4.4.4 fluiditas eksperimental dan simulasi temp 735 oC ... 86

Gambar 4.4.5 fluiditas eksperimental dan simulasi temp 735 oC ... 86

Gambar 4.4.6 Grafik fluiditas eksperimental dan simulasi temp 785 oC ... 87

Gambar 4.4.7 Grafik fluiditas eksperimental dan simulasi temp 735 oC ... 88

Gambar 4.4.8 Grafik fluiditas eksperimental dan simulasi temp 685 oC ... 88

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan Si terhadap temperature titik beku paduan aluminium ... 8

Tabel 2.2 Spesifikasi Fluida ... 8

Tabel 2.3 Element penyusun aluminium alloy A356 ... 9

Tabel 3.1 Lokasi dan aktivitas penelitian ... 28

Tabel 4.1 Distribusi Kecepatan Magnitudo pada 1 detik ... 41

Tabel 4.2 Distribusi Kecepatan Magnitudo pada 2 detik ... 43

Tabel 4.3 Distribusi Kecepatan Magnitudo pada 3 detik ... 45

Tabel 4.4 Distribusi Kecepatan Magnitudo pada 4 detik ... 47

Tabel 4.5 Distribusi Kecepatan Magnitudo pada 5 detik ... 49

Tabel 4.6 Distribusi Kecepatan Magnitudo pada 6 detik ... 51

Tabel 4.7 Distribusi Tempratur 1 detik ... 54

Tabel 4.8 Distribusi Tempratur 2 detik ... 56

Tabel 4.9 Distribusi Tempratur 3 detik ... 58

Tabel 4.10 Distribusi Tempratur 4 detik ... 60

Tabel 4.11 Distribusi Tempratur 5 detik ... 62

Tabel 4.12 Distribusi Tempratur 6 detik ... 64

Tabel 4.13 Distribusi Tekanan 1 detik ... 67

Tabel 4.14 Distribusi Tekanan 2 detik ... 69

Tabel 4.15 Distribusi Tekanan 3 detik ... 71

Tabel 4.16 Distribusi Tekanan 4 detik ... 73

Tabel 4.17 Distribusi Tekanan 5 detik ... 75

Tabel 4.18 Distribusi Tekanan 6 detik ... 78

Tabel 4.4.1 Data hasil simulasi Fluiditas ... 84

Tabel 4.4.2 Data hasil Fluiditas eksperimental dan simulasi ... 87

Tabel 4.4.3 tabel persen ralat fluiditas simulasi dan eksperimental ... 89

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri pengecoran logam tumbuh seiring dengan perkembangan teknik dan metode pengecoran serta berbagai model produk cor yang membanjiri pasar domestik. Produk cor banyak kita jumpai mulai dari perabotan rumah tangga, komponen otomotif, pompa air sampai propeler kapal. Permintaan pasar akan produk logam cor yang prospektif dan luas ini, kurang diimbangi dengan peningkatan kualitas produk yang dihasilkan sehingga banyak kita jumpai produk dengan kualitas yang rendah yakni banyaknya cacat yang timbul pada produk cor khususnya pada pengecoran menggunakan cetakan pasir, salah satunya yaitu cacat permukaan [1].

Kualitas dari hasil pengecoran cetakan pasir dipengaruhi oleh cetakan (mold), sifat logam cair, desain system saluran, dan temperatur tuang. Faktor – faktor tersebut saling berhubungan satu sama lainya sehingga untuk mengoptimasikanya sangat sulit.

Dari sekian banyak cacat yang sering terjadi pada pengecoran menggunakan cetakan pasir adalah cacat penyusutan (shrinkage defect). Cacat ini timbul akibat gagalnya kompensasi penyusutan liquid dan solidification. Kasus ini biasanya diakibatkan karena tidak tepatnya ukuran riser, system saluran dan tempratur penuangan.[2].

Cacat penyusutan (shrinkage defect) dapat dielaminir dengan salah satunya dengan melakukan optimasi pada tempratur penuangan. Pada umumnya cacat shrinkage di elaminir dengan melakukan trial and error, metode ini memakan biaya dan waktu yang banyak sehingga dapat mengakibatkan besarnya biaya dan waktu produksi. Simulasi numerik adalah opsi untuk mengurangi trial and error [2] bisanya untuk mengatasi kesalahan tempratur penuangan digunakan software berbasis CFD (Computational Fluid Dynamics). Program ini mampu menampilkan suatu produk atau hasil akhir seperti benda sesungguhnya sebelum proses pembuatan benda kerja dilakukan sehingga suatu produk dapat diketahui bentuk dan dan dapat dianalisa karakteristiknya sebelum diproduksi [3].

(19)

S.Tjitro et al melakukan permodelan variasi riser terhadap distibusi proses pembekuan menggunakan analisi simulasi numerik menggunakan piranti lunak ansys dengan tujuan untuk memprediksi adanya cacat shrinkage pada produk cor. Hasil penelitian menujukan bahwa distribusi tempratur menggunak riser sekitar 125 detik ini lebih cepat dibandingkan dengan tanpa riser 310 detik. [2]

Sulatin et al melakukan analisa penggunaan dua variasi cooling terhadap shrinkage, tempratur filling, dan prosity menggunakan simulasi metode numerik dengan menggunakan sortware magma.hasil penelitian menunjukan Persentase shrinkage porosity pada cooling kedua yang menggunakan spot cooling ditambah dengan line cooling sekitar 3.78 % lebih baik jika dibandingkan dengan hanya menggunakan spot cooling yang berkisar sekitar 3.8 %.[4]

Hafid et al melakukan penelitian yaitu berupa simulasi terhadap produk pengecoran inlet manifold yang dibuat dari material aluminium AC2B dengan metode permanent mold gravity casting dengan variasi penambahan riser menggunakan software simulasi Adstefan. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya penurunan turbulensi aliran sebelum dan sesudah penambahan riser yang menyebabkan penurunan shrinkage yang awalnya sebesar 10% berkurang menjadi 5% [5].

Berdasarkan penelitian-penelitian diatas terdapat beberapa penelitian dan simulasi tentang pengaruh tempratur tuang terhadap hasil pengecoran aluminium tetapi masih jarang yang menggunakan metode simulasi untuk menganalisa bagaimana terjadinya cacat dan karakteristik aliran fluida pada saat cairan memenuhi cetakan. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas fenomena tersebut dan membandingkannya dengan hasil percobaan eksperimental. Dengan mempertimbangkan hal-hal diatas, diharapkan akan meningkatkan kualitas produk cor pada pengecoran aluminium menggunakan cetakan pasir.

(20)

1.2 Perumusan Masalah

Cacat coran merupakan salah satu faktor utama yang perlu diperhatikan dalam memproduksi produk cor yang berkualitas tinggi. Salah satu cacat yang sering muncul pada pengecoran menggunakan cetakan pasir yaitu cacat permukaan. Melalui simulasi menggunakan software berbasis CFD (Computational Fluid Dynamics) dapat dilihat berbagai karakteristik cairan logam dan bagaimana proses terbentuknya cacat permukaan pada benda coran sekaligus dapat diidentifikasi penyebabnya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mambahas hal tersebut dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hasil coran.

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui fenomena simulasi kecepatan aliran di dalam cetakan pasir.

2. Mengetahui distribusi temperatur cairan logam di dalam rongga cetakan menggunakan simulasi.

3. Mengetahui distribusi tekanan cairan di dalam rongga cetakan menggunakan simulasi.

4. mempresiksi cacat permukaan pada coran menggunakan simulasi . 5. Mempredikisi fluiditas yang terjadi pada coran menggunakan simulasi.

6. Melakukan analisa dan membandingkan hasil simulasi cacat coran dan fluiditas dengan hasil percobaan eksperimental.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Pengecoran dilakukan menggunakan cetakan pasir, Cetakan pasir yang digunakan terbentuk dari campuran pasir, air dengan bentonit sebagai bahan pengikat.

2. Material coran yang digunakan pada simulasi dan eksperimental menggunakan aluminium alloy A356.

(21)

3. Tempratur tuang aluminium pada simulasi yaitu 685oC, 710oC, 735oC, 760oC dan 785oC dan temperatur tuang aluminium eksperimental 685±8oC, 735±8oC, dan 785±8oC

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman dalam pengecoran aluminium paduan.

2. Bagi akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan untuk penelitian tentang CFD pada pengecoran aluminium paduan.

3. Bagi industri dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam pengecoran Aluminium paduan.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini disajikan dalam tulisan yang terdiri dari 5 bab.

BAB I Pendahuluan. Bab ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai tugas akhir yang meliputi pembahasan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka, dimana pada bab ini berisikan landasan teori dan studi literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan serta metode pendekatan yang digunakan untuk menganalisa persoalan.

BAB III Metode Penelitian berisikan metode dari pengerjaan meliputi langkah – langkah pengolahan dan analisa data. BAB IV Hasil dan Pembahasan. Bab ini berisi tentang hasil pengujian eksperimental dan simulasi disertai analisa mengenai topik yang dibahas. BAB V Kesimpulan dan Saran. Bab ini berisikan rangkuman jawaban dari permasalahan yang telah dibahas pada bab – bab sebelumnya.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aluminium

Aluminium merupakan unsur kimia golongan IIIA dalam sistim periodik unsur, dengan nomor atom 13 dan berat atom 26,98 gram per mol. Aluminium memiliki struktur kristal FCC (Face-Centered Cubic), sehingga aluminium tetap ulet meskipun pada temperatur yang sangat rendah. Dengan kata lain aluminium mempunyai sifat mampu bentuk yang baik. Aluminium memiliki densitas 2,7 g/cm³ dan digolongkan sebagai material yang ringan.

2.1.1. Aluminium – Silicon Alloy

Aluminium mempunyai sifat-sifat yang sangat baik dan bila dipadu dengan logam lain bisa mendapatkan sifat-sifat yang tidak bisa ditemui pada logam lainnya.

Kekuatan dan kekerasan yang rendah merupakan beberapa kekurangan yang dimiliki aluminium ini bila dibandingkan dengan logam lain seperti besi dan baja.

Memadukan aluminium dengan unsur lainnya merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat aluminium tersebut. Paduan adalah kombinasi dua atau lebih jenis logam, kombinasi ini dapat merupakan campuran dari dua struktur kristalin. Paduan mudah terbentuk bila pelarut dan atom yang larut memiliki ukuran yang sama dan strukrur elektron yang serupa. Paduan Al-Si sangat baik kecairannya, mempunyai permukaan yang sangat bagus, tanpa kegetasan panas, dan sangat baik untuk paduan coran. Karena memiliki kelebihan yang baik, paduan ini sangat banyak dipakai.

Diagram fasa paduan Al-Si ditunjukkan pada Gambar 2.1 dimana diagram fasa ini digunakan sebagai pedoman untuk menganalisa perubahan fasa pada proses pengecoran Al-Si [6].

(23)

Gambar 2.1 Diagram Fasa Al-Si [6]

Paduan logam Aluminium memiliki daerah sistem biner, mulai dari sistem yang paling sederhana hingga sistem yang paling kompleks. Secara garis besar paduan Aluminium-Silikon dibagi 3 daerah utama, seperti terdapat pada gambar 2.2 yaitu [6]:

Gambar 2.2 Daerah Diagram Fasa Al-Si [6]

(24)

1. Daerah Hypoeutectic

Paduan Al-Si disebut Hypoeutectic yaitu apabila pada paduan tersebut terdapat kandungan silicon < 11.7% dimana struktur akhir yang terbentuk pada fasa ini adalah struktur ferrite (alpha) yang kaya akan aluminium dengan struktur eutektik sebagai tambahan.

2. Daerah Eutectic

Paduan Al-Si disebut Eutectic yaitu apabila pada paduan tersebut terdapat kandungan silikon sekitar 11.7% sampai 12.5%. Pada komposisi ini paduan Al-Si dapat membeku secara langsung (dari fasa cair ke fasa padat).

3. Daerah Hypereutectic

Paduan Al-Si disebut Hypereutectic yaitu apabila pada paduan tersebut terdapat kandungan silikon lebih dari 12.2% sehingga kaya akan kandungan silikon dengan fasa eutektik sebagai fasa tambahan.

(A) (B) (C)

Gambar 2.3 (a) Struktur Mikro Paduan Hypoeutectic. (B) Struktur Mikro Paduan Eutectic. (C) Struktur Mikro Paduan Hypereutectic. [6]

Tipe paduan tergantung pada presentase kandungan silikon ini akan berpengaruh terhadap titik beku (freezing point) yang dipakai pada proses pengecoran aluminium yang dapat dilihat pada tabel 2.1 [7].

(25)

Tabel 2.1. Kandungan Si Terhadap Temperatur Titik Beku Paduan Aluminium [7]

Alloy Si content BS alloy Typical freezing range (oC)

Low Silicon 4 – 6 % LM 4 625 – 525

Medium Silicon 7,5 – 9,5 % LM 25 615 – 550

Eutectic Alloys 10 – 13 % LM 6 575– 565

Special

Hypereutectic Alloys

>16 % LM 30 650 – 505

2.1.2 Aluminium A356

Aluminium alloy A356 terdiri dari 7% Si, 0.3% Mg alloy dan 0.2% Fe dan 0.10% Zn. Campuran logam ini memiliki kualitas pengecoran dan pemesinan yang baik. Material ini sering digunakan pada proses perlakuan panas. Material ini cukup tahan korosi dan sangat bagus bila digunakan pada pengelasan. Jenis aluminium ini sering digunakan pada bagian pesawat, housing pompa, impeler, blower berkecepatan tinggi dan pengecoran pada struktur yang kuat.

Berikut ini merupakan spesifikasi aluminium alloy A356 pada keadaan atmosfir yang di tabulasikan pada tabel 2.1

Tabel 2.2. Spesifikasi Fluida [17]

No Spesifikasi fluida

1 Massa Jenis 2437 kg/m3 2 Kalor Jenis 1074 J/kg.K 3 Konduktifitas Thermal 86.9 W/m.K 4 Temperatur Likuidus 608oC 5 Temperatur Solidus 552.4 oC 6 Viskositas Dinamis 0.0019 kg/m.s

(26)

Aluminium alloy A356 terdiri dari berbagai elemen penyusun seperti ditunjukkan pada Tabel 2.2 berikut ini .

Tabel 2.3. Elemen Penyusun Aluminium Alloy A356 [20]

No Elemen Persentase (%)

1 Al 92.05

2 Cu 0.20

3 Mg 0.35

4 Mn 0.10

5 Si 7.00

6 Fe 0.20

7 Zn 0.10

2.2 Pengecoran Cetakan Pasir

Pengecoran cetakan pasir adalah proses pengecoran logam yang menggunakan pasir sebagai bahan cetakan. Istilah “cetakan pasir" juga dapat merujuk kepada wadah cairan logam bertemperatur tinggi (molten metal) yang dihasilkan melalui proses pengecoran cetakan pasir. Coran pasir diproduksi di pabrik-pabrik khusus yang disebut dengan foundri. Lebih dari 70% dari semua pengecoran logam dihasilkan melalui pengecoran cetakan pasir [8].

Pengecoran cetakan pasir relatif murah dan tahan terhadap temperatur tinggi bahkan digunakan untuk pengecoran baja. Sebagai bahan penambah dan perekat, tanah liat dicampur dengan pasir. Campuran dibasahi, biasanya dengan air, tapi kadang-kadang dengan zat lain, untuk menambah kekuatan dan plastisitas tanah liat sehingga cocok untuk pembentukan cetakan. Pasir biasanya ditempatkan dalam sistem pola atau kotak cetakan. Rongga cetakan dan sistem saluran masuk diciptakan dengan cara pemadatan pasir disekitar model, atau pola, atau diukir langsung ke pasir.

(27)

Cetakan pasir untuk pembentukan benda tuangan melalui pengecoran harus dibuat dan dikerjakan sedemikian rupa dengan bagian-bagian yang lengkap sesuai dengan bentuk benda kerja sehingga diperoleh bentuk yang sempurna sesuai dengan yang kita kehendaki.

Bagian-bagian dari cetakan pasir ini antara lain meliputi:

1. Pola, mal atau model (pattern).

2. Inti (core).

3. Cope dan drag.

4. Gate dan riser.

Cetakan pasir merupakan cetakan yang paling banyak digunakan, karena memiliki keunggulan:

1. Dapat mencetak logam dengan titik lebur yang tinggi, seperti baja, nikel dan titanium.

2. Dapat mencetak benda cor dari ukuran kecil sampai dengan ukuran besar.

3. Jumlah produksi dari satu sampai jutaan

Ada beberapa syarat bagi pasir untuk cetakan yang harus dipenuhi agar hasil coran tersebut sempurna, antara lain:

1. Kemampuan pembentukan

Sifat ini memungkinkan pasir cetak memiliki kadar kekentalan yang tepat dan bisa mengisi semua sisi dari ujung dan pola sehingga menjamin bahwa hasil coran memiliki dimensi yang benar.

2. Plastisitas

Plastisitas bisa bergerak naik maupun turun mengisi rongga-rongga yang kosong. Sifat plastisitas ini berkait erat dengan kandungan air pada pasir cetak yang bertindak sebagai pelumas sehingga memungkinkan pasir cetak mudah bergerak antara satu dengan lainnya.

(28)

3. Kekuatan basah

Kekuatan ini menjamin cetakan tidak hancur/rusak ketika diisi dengan cairan logam ataupun ketika dipindah-pindahkan. Kekuatan ini tergantung pada jumlah dan jenis pengikat dari pasir cetak.

4. Kekuatan kering

Kekuatan ini diperlukan pada saat cetakan mengering karena perpindahan panas dengan cairan logam. Kekuatan ini juga tergantung pada jumlah dan jenis pengikat.

5. Permeabilitas

Sifat ini memungkinkan udara dan uap atau gas-gas lain dari evaporasi air dan pengikat. Jika bahan-bahan ini menempati rongga cetakan maka akan menjadi hasil pengecoran yang kurang baik terutama bila terjebak pada hasil coran yang menjadikan cacat pada coran.

Gambar 2.4 Tahapan pengecoran logam dengan cetakan pasir [14]

(29)

Pasir cetak yang lazim digunakan dalam proses pengecoran adalah sebagai berikut [8,9]:

1. Pasir Silika

Pasir silika didapat dengan cara menghancurkan batu silika, kemudian disaring untuk mendapatkan ukuran butiran yang diinginkan. Pasir silika merupakan pasir yang paling umum digunakan karena mudah didapat dan jumlah yang besar serta biaya yang rendah. Kelemahannya yaitu yang ekspansi termal yang tinggi, yang dapat menyebabkan cacat pada pengecoran logam bertitik leleh tinggi, serta konduktivitas termal yang rendah.

2. Pasir Zirkon

Pasir Zirkon berasal dari pantai timur australia yang mempunyai daya yahan api yang efektif untuk mencegah sinter. Pasir zirkon memiliki ekspansi termal yang rendah dan konduktifitas termal yang tinggi. Dikarenakan memiliki karakteristik yang baik pasir ini bisa digunakan pada pengecoran baja dan campuran logam sejenisnya.

3. Pasir Olivin

Pasir Olivin didapat dengan cara menghancurkan batu yang membentuk 2MgO, SiO2 dan 2FeO.SiO2. Pasir olivin mempunyai daya hantar panas yang lebih besar dibanding pasir silika.

2.3 Teori Fluiditas

Fluiditas adalah sifat mampu alir yang didefinisikan sebagai kemampuan logam cair untuk mengisi rongga-rongga cetakan pada proses pengecoran logam.

Fluiditas dari suatu paduan umumnya digunakan sebagai ukuran mold-filling capability dari suatu paduan. Fluiditas logam cair merupakan faktor penting dalam pengecoran khususnya untuk menghindari cacat-cacat yang sering terjadi pada benda cor yang sangat tidak diinginkan. Fluiditas atau sifat mampu alir suatu cairan yang kurang baik dapat mengakibatkan short run casting dan juga dapat menghasilkan

(30)

permukaan coran yang kurang baik. Satuan yang digunakan sebagai ukuran fluiditas dari suatu logam cair adalah ukuran panjang berupa cm atau inchi.

Suatu aliran logam cair dapat berhenti mengalir akibat terjadinya proses solidifikasi dendrit yang tebal pada bagian ujung aliran sehingga menghambat aliran logam cair di belakangnya. Oleh sebab itu, maka teori fluiditas dapat dijelaskan oleh karakteristik solidifikasi dari logam itu sendiri.

Paduan dengan range pembekuan panjang memiliki fluiditas yang buruk, sementara paduan dengan range pembekuan pendek seperti paduan eutektik, memiliki fluiditas yang baik.

1. Range pembekuan pendek

Pada aliran logam paduan dengan range pembekuan pendek (Gambar 2.4) solidifikasi dimulai dari bagian dinding menuju ke tengah logam cair. Bagian ini akan mengalami remelting secara terus-menerus hingga bagian yang membeku pada kedua sisi bertemu. Saat kondisi ini tercapai aliran berhenti.

Gambar 2.5. Mekanisme berhentinya aliran logam cair akibat solidifikasi pada paduan dengan range pembekuan pendek

2.Range pembekuan panjang

Mekanisme solidifikasi aliran pada paduan dengan range pembekuan panjang (Gambar 2.5.) berada pada bagian depan, dan tidak lagi berbentuk planar melainkan dendritik. Karena terjadinya pembekuan pada aliran logam, terjadi turbulensi pada bagian belakang aliran sehingga lengan-lengan dendrit yan telah membeku mengalami remelting dan terbentuk fasa lumpur berupa serpihan dendrit.

(31)

Serpihan-serpihan dendrit (slurry of dendrites) ini yang menghalangi laju aliran dan akhirnya berhenti.

Gambar 2.6. Mekanisme berhentinya aliran logam cair akibat solidifikasi pada paduan dengan range pembekuan panjang.

2.3.1 Pengukuran Nilai Fluiditas

Pengujian empiris telah digunakan untuk mengukur fluiditas. Hal ini didasarkan pada kondisi yang menyerupai pengecoran logam dan pengukuran fluiditas didefinisikan sebagai total jarak yang dilalui cairan logam dalam system saluran tertutup. Pengujian yang paling umum digunakan untuk mengetahui sifat fluiditas paduan aluminium tuang adalah alat uji fluiditas cetakan spiral dan uji fluiditas vakum.

1. Uji Fluiditas Cetakan Spiral (Spiral Test)

Pengujian dengan menggunakan cetakan spiral merupakan jenis pengujian fluiditas yang paling lama digunakan. Pengujian fluiditas dengan cetakan spiral ini dilakukan dengan cara menuangkan logam cair ke alat uji fluiditas kemudian setelah logam membeku, panjang sampel yang berbentuk spiral (yang menyerupai bentuk cetakannya) diukur dengan menggunakan tali kabel kemudian panjang tali kabel diukur dengan penggaris. Semakin panjang spiral yang diperoleh maka nilai fluiditas semakin baik, dan sebaliknya jika spiral yang diperoleh pendek.

(32)

Gambar 2.7. Metode pengujian fluiditas menggunakan cetakan spiral

Uji fluiditas cetakan spiral masih memiliki kelemahan yaitu masalah dalam memperoleh standar kondisi aliran logam cair yang sesungguhnya. Namun, masalah ini telah diatasi melalui berbagai disain sistem aliran untuk mengatur tekanan alir dan peralatan penuangan dengan kecepatan konstan untuk memastikan bahwa logam cair yang dituangkan memiliki kecepatan seragam.

2. Uji Fluiditas Vakum (Vacuum Fludity Test)

Untuk mengatasi proses penuangan dalam hal ini kecepatan yang konstan dan kecepatan tuang yang seragam. Pendekatan terbaik dalam memenuhi standardisasi dipenuhi oleh pengujian fluiditas vakum (vacuum fluidity test). Dalam alat ini logam mengalir melalui sebuah saluran yang dapat terbuat dari tembaga, stainless steel, atau pyrex yang didorong oleh tekanan vakum dan tekanan yang digunakan dapat diketahui dan faktor manusia dapat dihilangkan. Teknik ini mendekati ideal dalam mengurangi variabel cetakan, perhatikan Gambar 2.7.

Gambar 2.8. Skema alat uji fluiditas metode vakum (vacuum suction test)

(33)

3. Fluidity Test Piece

Fludity test piece merupakan salah satu jenis pengujian fluiditas yang banyak digunakan saat ini yang dikembangkan oleh Universitas Birmingham, UK.

Melalui pengujian ini pada temperatur tertentu, data yang didapat tidak hanya panjang fluiditas melainkan juga seberapa tipis ketebalan yang akan dapat dilalui oleh logam cair melalui proses penuangan. Dengan demikian, melalui analisis data yang didapat dari fluidity test piece diketahui ketebalan yang mungkin dapat diisi oleh logam cair. Dalam hal ini, semakin tipis ketebalan yang terisi maka nilai fluiditas suatu material semakin baik, perhatikan Gambar 2.8 untuk lebih jelasnya.

Fluidity test piece ini mengacu pada tegangan permukaan, yang mana setiap material memiliki tekanan permukaan yang berbeda-beda. Tegangan permukaan akan memberikan efek yang cukup besar pada pengisian rongga cetakan yang relatif tipis.

Gambar 2.9. Fluidity testpiece, setiap gate memiliki ketebalan yang berbeda-beda.

Selain metode pengujian fluiditas di atas , ada beberapa metode lain yang dilakukan oleh para peneliti seperti metode spiral kotak dan double spiral.

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fluiditas

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai fluiditas pada dasarnya terdiri dari intrinsik cairan dan kondisi casting. Intrinsik cairan terdiri atas viskositas, tegangan permukaan, karakteristik dari permukaan lapisan oksida pada permukaan, kandungan

(34)

inklusi, dan komposisi material, sedangkan kondisi casting terdiri dari faktor cetakan, desain cetakan, karateristik dari permukaan cetakan, material cetakan, laju penuangan, dan pengukuran fisik dinamika fluida dari sistem. Tetapi diantara faktor itu pengaruh fluiditas pada umumnya dipengaruhi oleh komposisi dan temperatur.

1. Temperatur (Derajat Superheat)

Temperatur merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi sifat fluditas. Variable ini penting karena jika temperatur tuang terlalu rendah maka rongga cetakan tidak akan terisi penuh dimana saluran masuk akan membeku terlebih dahulu, dan jika temperature tuang terlalu tinggi maka hal ini akan mengakibatkan penyusutan dan kehilangan akan keakuratan dimensi coran.

Biasanya temperature tuang pada paduan aluminium terdapat pada range 675- 790oC dan harus dipertahankan pada penuangan, temperature penuangan harus dijaga antara ± 8oC. temperature tuang pada saat pengecoran sangat perlu diperhatikan karena faktor ini mempengaruhi kualitas coran.

Gambar 2.10. Fluiditas vs Tempratur tuang untuk paduan Al-Si, Al- 3.6wt%Si, Al-7.7wt%Si, Al- 11.4wt%Si, Al-13.3wt%Si, Al-16.5wt%Si [15]

(35)

2. Komposisi

Faktor utama yang mempengaruhi fluiditas logam cair selain temperature adalah komposisi. Fluiditas tinggi biasanya ditemukan pada logam murni dan paduan di titik eutektik, sedangkan untuk solid solution terutama yang memiliki kemampuan membeku terlalu lama (fasa yang ada liquid-nya) mempunyai nilai fluiditas rendah.

Gambar 2.11. silicon on liquidus temperature (top) and fluidity (bottom) of Al-4.5wt%Si alloy [16].

3. Inklusi

Disamping komposisi dasar paduan, karakteristik komposisi lain juga mempengaruhi sifat mampu alir atau fluiditas, yaitu inklusi pada logam cair.

Inklusi tersebut, yang berada dalam bentuk partikel tersuspensi tidak larut (suspended insoluble nonmetallic particle), yang mana akan menurunkan fluiditas aluminium cair secara signifikan. Ada beberapa macam bentuk inklusi yang mungkin terdapat pada paduan aluminium cair yaitu: oksida (Al2O3 ,MgO), spinels (Mg2AlO4), borides (TiB2, VB2, ZrB2), karbida (Al3C4, TiC), intermetalik (MnAl3,FeAl3), dan inklusi dari refraktori (oksida dan/atau karbida besi, silikon, aluminium). Diantara inklusi itu inklusi oksida yang paling memungkinkan terjadi.

Inklusi oksida terjadi akibat lapisan oksida yang masih berada dalam keadaan

(36)

padat ketika tergabung didalam fasa logam cair dan menghambat aliran logam cair. Membersihkan lapisan oksida biasa melalui proses filtrasi.

4. Viskositas

Viskositas merupakan sebuah ukuran dari kekentalan suatu fluida.

Penambahan unsur paduan dapat mempengaruhi fluiditas aluminium cair. Nilai viskositas atau kekentalan merupakan sesuatu yang saling bertolak belakang dengan fluditas. Nilai viskositas yang tinggi, menunjukkan bahwa cairan semakin kental dan menuju ke arah fasa padat dan sebaliknya, nilai viskositas rendah berarti logam cair tersebut semakin encer dan menuju ke arah fasa cair. Fenomena ini muncul dikarenakan pada fasa padat atom-atom logam akan membentuk ikatan yang semakin stabil karena vibrasi atom yang semakin berkurang berkaitan dengan penurunan temperatur pada logam. Sedangkan pada temperatur tinggi ikatan atom dari logam tersebut menjadi semakin lemah, sehingga akan memudahkan atom- atom dalam logam cair tersebut untuk bergerak. Kemudahan pergerakan atom- atom ini akan mengakibatkan penurunan nilai viskositas, sedangkan nilai fluditas justru semakin meningkat.

5. Tegangan Permukaan Logam Cair

Setiap material yang berada dalam keadaan cair secara alamiah akan memiliki gaya yang bekerja pada permukaannya. Gaya ini yang kemudian dinamakan sebagai gaya tegangan permukaan logam cair. Tegangan permukaan akan memberikan efek yang cukup besar pada pengisian rongga cetakan yang relatif tipis. Karena pada desain rongga cetakan yang tipis, mengakibatkan fluiditas logam cair akan berkurang dengan adanya tegangan permukaan.

Tegangan permukaan menjadikan logam cair cenderung akan mempertahankan keadaannya, atau menjadi rigid (kaku). Dalam paduan aluminium, tegangan permukaan sangat dipengaruhi oleh lapisan oksida. Lapisan oksida pada aluminium murni, dapat menaikkan tegangan permukaan hingga tiga kali lipatnya.

(37)

Gambar 2.12. Pengaruh berbagai macam unsur terhadap tegangan permukaan 99,99% Al dalam lingkungan argon pada temperatur 700 sampai 740°C.

Penambahan unsur paduan pada aluminium dapat mengurangi, menambah, atau tidak memiliki pengaruh yang jelas pada pengujian tegangan permukaan yang dilakukan. Gambar 2.10 memperlihatkan pengaruh berbagai macam unsur terhadap tegangan permukaan 99,99% Al. Gambar ini, yang diperoleh dengan metode kapilaritas pada 700°C sampai 740°C dalam lingkungan argon, menunjukan bahwa bismut, kalsium, litium, magnesium, timbal, antimon, dan timah mengurangi tegangan permukaan 99,99% Al; sedangkan perak, tembaga, besi, germanium, mangan, silikon, dan seng memiliki efek yang kecil.

2.4. Cacat-Cacat Coran

Cacat yang dijumpai pada coran disebabkan oleh cacat pada hal-hal berikut : 1. Desain pengecoran dan pola

2. Pasir cetakan dan desain cetakan dan inti 3. Komposisi logam

4. Pencairan dan penuangan

(38)

5. Saluran masuk dan penambah.

Gambar 2.11 adalah jenis-jenis cacat yang banyak ditemukan di dalam cetakan pasir :

Gambar 2.13. Cacat coran yang umum [13]

1. Blow yaitu rongga bulat besar yang disebabkan gas karena menempati daerah logam cair pada permukaan kop. Blow biasanya terjadi pada permukaan coran yang cembung.

2. Scar yaitu blow yang dangkal yang biasanya dijumpai pada permukaan coran yang rata.

3. Blister adalah scar yang tertutup oleh lapisan tipis logam.

4. Gas holes (lobang gas) yaitu gelembung gas yang terperangkap yang mempunyai bentuk bola dan terjadi ketika sejumlah gas larut dalam logam cair.

(39)

5. Pin holes adalah lobang blow yang sangat kecil dan terjadi pada atau dibawah permukaan coran.

6. Porosity (porositas) adalah lobang sangat kecil yang tersebar merata diseluruh coran.

7. Drop adalah Tonjolan pada permukaan kop yang disebabkan karena jatuhnya pasir dari kop.

8. Inclusion (inklusi) adalah adanya partikel non logam yang ada pada logam induk.

9. Dross adalah impuritas ringan yang berada pada permukaan coran.

10. Dirt adalah lobang kecil pada permukaan kop karena jatuhnya pasir ke benda coran. ketika pasir dilepaskan akan meninggalkan lobang kecil.

11. Wash adalah tonjolan pada permukaan drag yang timbul di dekat saluran masuk, hal ini disebabkan oleh erosi pada pasir karena kecepatan logam cair yang tinggi memasuki dasar saluran masuk.

12. Buckle adalah bentuk V yang panjang, dangkal dan lebar yang terbentuk pada permukaan rata coran karena suhu tinggi logam.

13. Scab adalah lapisan tipis logam, kasar yang menonjol diatas permukaan coran, pada puncak lapisan tipis pasir.

14. Rat tail yaitu penurunan angular, dangkal dan panjang yang biasanya ditemukan pada pengecoran tipis.

15. Penetration yaitu tonjolan berongga, kasar karena cairan logam mengalir diantara partikel pasir dikarenakan permukaan cetakan begitu lunak dan berongga.

16. Swell adalah cacat yang dijumpai pada permukaan vertikal pengecoran jika pasir cetakan berdeformasi karena tekanan hidrostatik yang disebabkan kandungan uap air yang tinggi didalam pasir.

17. Misrun terjadi adanya rongga yang terjadi apabila karena tidak cukup pemanasan logam cair mulai membeku sebelum mencapai titik terjauh dari rongga cetakan.

(40)

18. Cold shut adalah terjadinya misrun pada tengah coran karena pengecoran dilakukan dengan saluran masuk di dua sisi.

19. Hot tear adalah retak yang terjadi karena tegangan sisa yang tinggi.

20. Shrinkage cavity (rongga penyusutan) adalah rongga karena terjadinya penyusutan pada logam ketika membeku dimana saluran penambah tidak bisa mengisinya.

21. Shift adalah ketidaklurusan antara kedua bagian cetakan atau inti.

2.5 CFD (Computational Fluid Dinamics)

Aliran fluida baik cair maupun gas merupakan suatu zat yang sangat umum dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya pengkondisian udara bagi bangunan dan mobil, aliran kompleks pada alat penukar kalor dan reaktor kimia, pembakaran di motor bakar, dan lain-lain, yang mana cukup menarik untuk diteliti, diselidiki, dan analisis. Penelitian untuk membahas fenomena tersebut membutuhkan suatu cara yang mampu mendesain dan memprediksi hasil dari berbagai macam atau jenis karakteristik fluida yang diteliti atau disimulasi dengan akurat dan cepat. Maka berkembanglah suatu ilmu yang dinamakan computational fluid dynamics [10].

Computational fluid dynamics, atau disingkat CFD.

CFD merupakan salah satu bidang pembelajaran dari fluida dinamis yang merupakan salah satu cabang dari fluida mekanik yang menggunakan analisis numerik dan algoritma untuk menganalisa dan memecahkan semua masalah yang berkaitan dengan aliran fluida. Mulai dari aliran fluida, perpindahan panas dan reaksi kimia yang terjadi pada fluida. Atas prinsip-prinsip dasar mekanika fluida, hukum kekekalan energi, momentum, massa, serta penghitungan dengan CFD dapat dilakukan. Pengembangan sebuah perangkat lunak (software) CFD mampu memberikan kekuatan untuk mensimulasikan aliran fluida, perpindahan panas, perpindahan massa, benda-benda bergerak, aliran multifasa, reaksi kimia, interaksi fluida dan struktur, dan sistem akustik hanya dengan permodelan dikomputer.

Dengan menggunakan software ini dapat dibuat virtual prototype dari sebuah sistem

(41)

atau alat yang ingin dianalisa dengan menerapkan kondisi nyata dilapangan. Dengan menggunakan software CFD akan didapatkan data-data, gambar-gambar, atau kurva- kurva yang menunjukkan prediksi dariperformansi keandalan sistem yang akan didesain [11]

Secara sederhana proses penghitungan yang dilakukan oleh aplikasi CFD adalah dengan kontrol-kontrol perhitungan yang memanfaatkan persamaan persamaan. Persamaan-persamaan ini adalah persamaan yang melakukan perhitungan pada semua parameter yang terlibat dalam domain. Misalnya ketika suatu model yang akan dianalisa berkaitan dengan temperatur maka model tersebut melibatkan persamaan energi atau konservasi dari energi tersebut. Inisialisasi awal dari persamaan tersebut adalah boundary condition. Boundary condition adalah kondisi dimana kontrol-kontrol perhitungan didefinisikan sebagai definisi awal yang akan dilibatkan ke kontrol-kontrol penghitungan yang berdekatan dengannya melalui persamaan-persamaan yang terlibat.

2.5.1 Proses Simulasi CFD

Pada umumnya terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan ketika melakukan simulasi pada solver CFD, yaitu sebagai berikut [11]:

1. Preposessor 2. Processor 3. Post processor

Prepocessor mencakup proses penginputan data mulai dari pendefinisian domain serta pendefinisian kondisi batas (boundary condition). Ditahap ini juga wilayah kerja atau ruangan benda yang akan dianalisa dibagi-bagi dengan jumlah grid tertentu atau sering juga disebut dengan meshing. Tahap selanjutnya adalah processor, pada tahap ini terdapat proses penghitungan data-data input dengan persamaan yang terlibat secara iteratif. Artinya penghitungan dilakukan hingga hasil menuju error terkecil atau hingga mencapai nilai yang konvergen. Penghitungan

(42)

dilakukan secara menyeluruh terhadap volume kontrol dengan proses integrasi persamaan diskrit. Tahap akhir merupakan tahap post-processor dimana hasil perhitungan divisualisasikan ke dalam gambar, grafik bahkan animasi dengan pola warna tertentu.

Hal yang paling mendasar kenapa konsep CFD banyak sekali digunakan dalam dunia industri dikarenakan dengan software berbasis CFD dapat dilakukan analisa terhadap suatu sistem dengan menghemat waktu dan biaya untuk melakukan eksperimen. Dengan kata lain desain pemesinan yang dilakukan lebih singkat. Hal ini yang mendasari pemakaian konsep CFD yaitu pemahaman yang lebih dalam mengenai suatu masalah yang akan diselesaikan atau dalam hal ini pemahaman lebih dalam tentang karakterisrik aliran fluida dengan melihat hasil berupa grafik, vektor, kontur dan bahkan animasi [12].

Pemakaian CFD secara umum dipakai untuk memprediksi : 1. Aliran dan panas.

2. Transfer massa.

3. Perubahan fasa seperti pada proses melting, pengembunan dan pendidihan.

4. Reaksi kimia seperti pembakaran.

5. Gerakan mekanis seperti piston dan fan.

6. Tegangan dan tumpuan pada benda solid.

7. Gelembung elektromagnetik.

2.5.2 Numerical modeling of fluidity

Permodelan numerik digunakan untuk mempredikisi pengisisan cetakan dan aliran panas selama proses pembekuan (solidification). Ini biasanya digunakan untik memprediksi struktur bentuk dan ukuruan cacat pengecoran , dan ini sangat berguna untuk pengecoran modern untuk meningkatkan kualitas produk dan meminimalisir biaya pengeluaran. Proses permodelan matematika digunakan untuk mensimulasikan proses pengecoran pada produksi pengecoran, ini dapat meningkatkan disain cetakan,

(43)

cara penuangan, pemilihan komposisi paduan, dll, telah mengalami peningkatan pada akhir decade ini. MAGMASOFT, PROCAST dan FLOW-3D hanya beberapa contoh perangakat lunak untuk simulasi pengecoran yang tersedia secara komersil. Masing masing mampu secara mendasar untuk mensimulasikan proses pembekuan, pengisisan cetakan, dan distribusi tempratur. Masing masing juga mampu mensimulasikan mikrostruktur akhir , dengan memanfaatkan mekanikal properties bahan.

Dalam skala makrokospik , aliran dapat dilihat alrian dalam bentuk continue, dan di software simulasi numerik yang tersedia, pengisisan cetakan dan proses solidification dapat di jelaskan secara model continue. Secara umum hubungan hukum massa , momentum dan energi dapat digunakan untuk membuat formula menggunakan permodelan matematika. Methodologically, ini sangat digunakan untuk memasukan hubungan prinsip dasar kedalam infinitesimal element (control volume, CV) dan digunakan untuk membuat persamaan differential (GDE) [17].

Jika kita asumsikan aliran dalam keadaan incompressible (ȡ=constant), lalu persamaan konservasi atau persamaan continuity bisa diformulasikan seperti:

……..………..……….…………(4) Hubungan dari momentum dapat dimasukan dalam Newton’s Second Law

………..……….…….……..(5)

fij denotes i-th direction components of the surface and volume forces acting on the control volume. These forces acting on the control volume can be categorized as:

- Surface forces: pressure, friction and surface forces - Volume forces: gravity and electromagnetic forces

(44)

Persamaan 5 dapat ditunjukan:

…….…...……...…...(6) persamaan hubungan energy thermal dapat dilihat:

……….(7)

Solusi dari persamaan differensial membutuhkan definisi dari kondisi awal sama seperti kondisi batas (heat transfer coefficient between interfaces, slip/no slip at the mould wall, etc.) bagian ini sangat penting dalam permodelab numerik

Selain persamaan proses pengisisan cetakan dan pembekuan telah di formulasikan dan kondisi batas telah di definisikan, thermophysical data material yang dipilih dibutuhkan ketersediaanya untuk penyelesaian solusi. perangkat lunak komersil Flow -3D [17] dalam paket datanya telah terdapat thermophysical properties untuk steel, aluminium and magnesium alloy yang biasa digunakan. Selain itu, terdapat data untuk heat transfer coefficient antara perbedaan casting interfaces, i.e.

mould metal, metal pouring basin, etc. [18, 19].

(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan berlangsung selama ± 4 bulan. Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Foundry Universitas Sumatera Utara. Adapun lokasi dan aktivitas penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini:

Tabel 3.1. Lokasi dan aktivitas penelitian

No. Kegiatan Bulan Lokasi

April Mei Juni July

1

Bimbingan penulisan

proposal

Ruang Belajar S1 Teknik Mesin

USU 2 Pengujian

Simulasi

Laboratorium Material USU

3

Pengumpul an data dari

pengujian spesimen

Laboratorium Material USU

4 Pengecoran logam

Laboratorium Foundry USU

5

Bimbingan penulisan

skripsi

Ruang Belajar S1 Teknik Mesin

USU

6

Penulisan akhir laporan

skripsi

Ruang Belajar S1Teknik Mesin

USU

7 Seminar

Ruang seminar teknik mesin

USU

(46)

3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Bahan

1. Aluminium

Peleburan ini menggunakan material aluminium yang dibentuk batangan (ingot).Aluminium yang didapat berdasarkan proses daur ulang oleh perusahaan industri aluminium.Aluminium yang diberikan berupa batangan atau sering disebut Ingot, dapat dilihat pada gambar 3.1

Gambar 3.1. Aluminium A356

2. Pasir Cetak

Cetakan dan teras merupakan bagian yang akan bekerja menerima panas dan tekanan dari logam cair yang dituang sebagai bahan produk, oleh karena itu pasir sebagai bahan cetakan harus dipilih sesuai dengan kualifikasi kebutuhan bahan yang akan dicetak baik sifat penuangannya maupun ukuran benda yang akan dibentuk dalam penuangan ini dimana semakin besar benda tuangan maka tekanan yang disebut tekanan metallostatic akan semakin besar dimana cetakan maupun teras harus memiliki kestabilan mekanis yang terandalkan.

3. Bentonit

Bentonit adalah perekat antar butir-butir pasir yang digunakan dalam proses penngecoran logam.

(47)

Gambar 3.2. Bentonit 3.2.2. Alat

Dalam proses penelitian ini banyak menggunakan alat-alat teknik,dimana alat-alat tersebut memiliki fungsi masing-masing dalam proses penelitian ini.

Adapun alat-alat tersebut antara lain : 1. Mesin gergaji.

Alat ini berfungsi untuk memotong batangan Aluminium untuk mendapatkan ukuran kecil yang mempermudah proses peleburan.

2. Timbangan

Timbangan ini berfungsi untuk berapa banyak campuran aluminium yang akan dilebur.

3. Dapur Lebur

Dapur lebur berfungsi sebagai alat pelebur logam yang berbahan bakar kayu bakar dan oli bekas. Dapur lebur terbuat dari batu bata dan semen tahanapi, hasil pembakaran mencapai hingga temperatur 7000C – 8000C. Dapur lebur ini menggunakan blower untuk menghasilkan temperatur panas yang stabil.

4. Crucible

Crucible adalah tempat yang berfungsi untuk mencairkan Aluminium A356. Proses peleburan lebih efisien jika diberikan penutup pada bagian atasnya.

(48)

5. Blower

Blower berfungsi untuk menjaga temperatur peleburan yang dihasilkan dari panas pembakaran dari arang. Tanpa alat ini, maka panas yang dihasilkan dari proses pembakaran tidak terdistribusi dengan baik dan panas yang dihasilkan tidak maksimal.

6. Cetakan Pasir

Cetakan ini berfungsi untuk tempat penuangan peleburan aluminium A356.

7. Termokopel

Termokopel adalah alat untuk menunjukkan berapa derajat panas dari aluminium yang telah melebur

8. Komputer

Proses simulasi yang dilakukan merupakan jenis pengujian komputasional dengan menggunakan seperangkat komputer dengan spesifikasi:

- Processor : Intel i3-380M, 2.53 Ghz

- Ram : 4GB

- Software : Flow 3d cast 4.1

- VGA : AMD Radeon HD 6470M

3.3 Cara Pelaksanaan Penelitian

Untuk melakukan analisa karakteristik pada cetakan pasir ini, diperlukan urutan proses agar dalam pengerjaan tugas akhir ini dapat berjalan dengan baik yang meliputi:

1. Pengumpulan Data Awal

Tahap ini merupakan tahapan dilakukan pengumpulan data tentang informasi perkembangan pengecoran tradisional menggunakan cetakan pasir dan perkembangan penelitian mengenai masalah dan kendala yang sering muncul pada pengecoran tersebut serta spesifikasi dan dimensi data yang dibutuhkan saat penelitian.

2. Studi Literatur

(49)

Penelitian ini harus dilakukan berlandaskan pada azas-azas teoritis yang diakui di dalam dunia ilmu pengetahuan sehingga dapat dijadikan rujukan penyelesaian penelitian ini. Studi literatur ini dilakukan dengan cara memperolehnya dari buku buku referensi, jurnal jurnal ilmiah, kumpulan simposium, diskusi personal, atau bahkan lewat media internet.

3. Perhitungan dan Analisa Data Hasil Komputasi

Perhitungan data pada penelitian ini dilakukan melalui simulasi software.

Data-data yang dibutuhkan selama proses pengerjaan di input kedalam proses komputasi data. Selanjutnya akan dilakukan pembahasan terhadap data yang dihasilkan dari simulasi.

4. Proses Pengecoran

Pada tahap ini dilakukan pengecoran yang mana dimulai dari peleburan bahan, penuangan cairan logam kedalam cetakan hingga pengeringan hasil coran.

5. Pengumpulan Data dan Penarikan kesimpulan

Setelah mendapatkan semua data-data yang dibutuhkan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan ini berdasarkan korelasi terhadap tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian diharapkan tidak terjadi penyimpangan dari tujuan penelitian.

(50)

Tidak 1.Proses mesh kurang tepat 2.Error pada saat iterasi

Tidak

1.Dimensi tidak sesuai

2.penyusutan berlebihan

3.4 Diagram Alir Penelitian

Secara garis besar, pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanakan berurutan dan sistematis seperti ditunjukkan pada Gambar 3.3

Gambar 3.3. Diagram Alir Penelitian Identifikasi Masalah

Proses Simulasi

Selesai Studi literatur

Mulai

Permodelan Simulasi

Plot distribusi Temperatur, kecepatan,tekanan fluiditas

dan cacat

Pengumpulan data distribusi Temperatur, kecepatan,tekanan fluiditas dan cacat

dan cacat

Persiapan bahan dan pembuatan cetakan pasir

Peleburan bahan

kesimpulan spesimen

Pengolahan data dan Pengumpulan data hasil pengecoran

(51)

3.5 Set-up Pengujian 3.5.1. Proses Simulasi

3.5.1.1 Tahap Pre-processing

Proses pre-processing merupakan proses yang dilakukan sebelum pengujian (simulasi). Proses ini mencakup pembuatan model, penentuan domain dan pembuatan mesh (meshing).

1. Pembuatan Model

Langkah awal sebelum proses simulasi dilakukan adalah membuat model geometrik objek pengecoran. Data geometrik dibuat menggunakan salah satu software berbasis CAD yaitu program AutoCAD. File yang berbentuk stereolithography (STL) kemudian diinput kedalam software Flow-3D. Model cetakan pasir mengacu kepada bentuk dan dimensi yang sebenarnya. Gambar 3.4 berikut ini merupakan dimensi cetakan.

(A)

(52)

(B)

Gambar 3.4 (a) pandangan depan dimensi Cetakan Pasir (b) pandangan atas dimensi Cetakan Pasir

Berikut adalah bentuk geometri masing-masing model cetakan setelah diinput kedalam software Flow-3D seperti ditunjukkan Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Model Cetakan Pasir

(53)

2. Pembuatan Mesh

Unit-unit volume pada software simulasi diinterpretasikan dengan pembentukan mesh atau grid. Meshing adalah proses dimana geometri secara keseluruhan dibagi-bagi dalam elemen-elemen kecil. Elemen - elemen kecil ini nantinya berperan sebagai kontrol surface atau volume dalam proses perhitungan yang kemudian tiap-tiap elemen ini akan menjadi inputan untuk elemen disebelahnya.

Hal ini akan terjadi berulang-ulang hingga domain penuh.

Dalam meshing elemen-elemen yang akan dipilih disesuaikan dengan kebutuhan dan bentuk geometri objek simulasi. Kesalahan pengaturan mesh menyebabkan ketidakakuratan dalam penampilan data simulasi. Gambar 3.6 berikut ini adalah merupakan hasil meshing dengan konfigurasi ukuran elemen sebesar 1mm.

Gambar 3.6 Bentuk Mesh 3. Menentukan Parameter

Dasar Pada bagian ini ditentukan jenis cairan, unit dan jumlah fluida dan unit simulasi. Untuk pengaturan lainnya digunakan pengaturan default seperti terlihat pada Gambar 3.11.

(54)

Gambar 3.7 Penentuan Parameter Dasar 4. Menentukan Jenis Fluida dan Material Cetakan

Pada bagian ini diinput data material cetakan. Data diambil dari Flow-3D Fluids dan Solids Database. Jenis fluida yang diinput yaitu aluminium alloy A356 dengan bahan pengikat silikon karbida. Jenis pasir yang diinput yaitu pasir silika.

Gambar 3.8 Penentuan Jenis Fluida

(55)

Gambar 3.9 Penentuan Material Cetakan 3.5.1.2 Tahap Post-processing

Pada tahap ini ditentukan hasil yang ingin didapatkan dari proses simulasi.

Untuk penelitian ini hasil yang ingin didapat dari simulasi adalah nilai surface defect concentration, magnitudo kecepatan aliran dan temperatur.

3.5.1.3 Menjalankan dan Menampilkan Hasil Simulasi

Setelah tahap post-processing dan solution telah selesai diatur, maka simulasi dimulai. Proses solving merupakan tahap akhir dari proses simulasi, selanjutnya tinggal menunggu hasil simulasi.. Setelah simulasi selesai kemudian melihat hasil simulasi yang telah dilakukan.

Dalam melihat hasil simulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, dilihat secara keseluruhan maupun target tertentu saja dengan menetukan bidang, garis atau titik pengamatan. Karena target utama adalah untuk melihat bagaimana pengaruh tempratur tuang terhadap tekanan, distribusi tempratur, kecepatan, cacat permukaan dan panjang fluiditas.

(56)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas mengenai hasil analisa pengaruh tempratur penuangan terhadap karakteristik aliran logam cair dalam cetakan pasir. Model cetakan pasir yang geometri dan parameternya telah didefinisikan dimasukkan kedalam ruang simulasi untuk memperoleh karakteristik aliran fluida yang mengalir melaluinya.

Pembahasan yang dilakukan meliputi analisa kecepatan aliran logam cair, temperatur cairan logam, fluiditas coran, tekanan cairan logam , hingga perbandingan antara cacat permukaan hasil simulasi dan cacat permukaan pada hasil pengecoran eksperimental. parameter kondisi fluida dan cetakan adalah sama perbedaan hanya pada keadaan suhu penuangannya.

Suhu penuangan yang akan dibahas antara lain yaitu 685oC, 710oC, 735oC, 760oC dan 785oC. Setelah diperoleh hasil simulasi dan hasil pengecoran, maka akan dibandingkan dan dianalisa satu sama lain untuk memperoleh tempratur tuang yang terbaik.

4.1 Analisa Simulasi Hasil Distribusi Kecepatan

Telah dilakukan simulasi numerik untuk melihat kontur kecepatan aliran aluminium yang diperlihatkan dalam bentuk kontur 3 dimensi terhadap bidang x-y-z.

Analisa hasil simulasi dilakukan saat cairan logam mengisi cetakan pada saat 1 detik hasilnya adalah sebagai berikut:

(57)

- Kecepatan aliran aluminium pada saat 1 detik

gambar 4.1 kecepatan aliran pada saat 1 detik dengan tempratur penuangan (a) 785oC, (b)760 oC, (c) 735 oC, (d) 710 oC dan (e) 685 oC.

Hasil yang diperoleh adalah berupa kontur fluida yang ditunjukkan oleh warna- warna yang menunjukkan besarnya kecepatan yang dihasilkan pada saat pengecoran.

warna merah menunjukkan bahwa daerah kecepatan maksimum terjadi di daerah ini.

Sedangkan kontur berwarna biru menunjukkan kecepatan terkecil. kecepatan maksimum pada masing-masing tebal coran pada saluran masuk diperlihatkan dalam tabel 4.1 berikut ini:

(a) (b)

(c) (d)

(e)

(58)

Tabel 4.1 Distribusi kecepatan aliran aluminium pada tebal coran.

Tebal Coran Kecepatan Pada Tempratur Tuang (m/s)

(mm) 685 710 735 760 785

1 3 5

7 0.13 0.154 0.199 0.209

9 0.154 0.231 0.233 0.248

12 0.199 0.233 0.303

Tabel 4.1 memperlihatkan hasil simulasi berupa distribusi kecepatan masing masing tebal coran. Grafik kecepatan aliran ditunjukkan oleh Gambar 4.2.

Gambar 4.2 grafik kecepatan aliran vs tebal coran

Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa kecepatan aliran tertinggi terdapat pada tempratur tuang 7850C pada rongga 12mm yaitu sebesar ± 0,303 m/s seperti yang ditunjukkan oleh kontur berwarna biru muda pada gambar 4.1 (a) Hal ini dikarenakan aliran terfokus pada rongga 12mm. Sedangkan kecepatan fluida terendah ditunjukkan oleh tempratur tuang 685oC dengan kecepatan maksimum pada rongga 7 hanya mencapai ± 0,13 m/s. Hal ini dikarenakan rendahnya tempratur penuangan yang menakibatkan viskositas aliran tinggi.

0 0.1 0.2 0.3 0.4

1 3 5 7 9 12

kecepatan (m/s)

Tebal Coran (mm)

685 710 735 760 785

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan perilaku agresif siswa yang aktif dan yang tidak aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di SMP Negeri 3 Way

Sebagian besar zat gizi yang kita makan diserap tubuh melalui vili (jonjot) usus halus. Vili adalah tonjolan kecil seperti jari yang berguna dalam penyerapan zat gizi. Kita

Penilaian hasil belajar oleh pendidik adalah proses pengumpulan informasi/data tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam aspek sikap, aspek pengetahuan, dan

Dengan demikian, pengertian redesain Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) Jemaat Philia di Amlapura adalah merancang kembali seluruh bangunan gedung beserta

These different combinations of the plasma membrane and labeling for GABA in their labeling for each transporter and the other amino acid were cytoplasm when that combination of

Selanjutnya dilakukan uji antiinflamasi dengan menggunakan volume induksi karaginan terbaik yang dapat membentuk udem yang berarti pada kaki mencit.. Uji antiinflamasi

meningkatkan hasil belajar siswa yang lebih baik dan sesuai yang diharapkan.. Berdasarkan dari hasil penelitian pada proses pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus

Hasil eksperimen pengecoran logam dengan exothermic riser menunjukkan pada benda coran terjadi cacat shrinkage 0,47%, pada riser juga terjadi penyusutan volume yang