ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY GUNA MEMINIMUMKAN BIAYA PADA USAHA BOLU REMPAH DI
UD. MAGFIRAH GOWA
FEBRIANTI DWI SAFITRI
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
ii
SKRIPSI
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY GUNA MEMINIMUMKAN BIAYA PADA USAHA BOLU REMPAH DI
UD. MAGFIRAH GOWA
Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Disusun dan diajukan oleh FEBRIANTI DWI SAFITRI
A21114021
Kepada
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
iv
v
vi PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala ridho dan rahmat yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi, serta shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Muhammad SAW.
Penyelesaian skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin, serta bentuk realisasi yang didapatkan selama mengenyam pendidikan dibangku perkuliahan ke dalam perusahaan.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak memperoleh bimbingan, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua tercinta Ibu Andi Nurhaedah Amdar yang telah memberikan dukungan berupa doa, cinta, kasih sayang dan motivasi kepada penulis, buat Ayah (Alm. Abdul Rahman) walaupun kita sudah berbeda dunia tapi doaku selalu menyertaimu, semoga engkau bahagia selalu di sana.
2. Saudari saya satu-satunya kakak Sabrina Ayu Saputri, A.md. Keb yang selalu memberikan dukungannya dan ponakanku Khumairah Dwi Assahrah dan Nur Zhelika Aulia serta seluruh keluarga besar yang salalu memberikan dukungan selama penulis menjalani masa studinya sampai selesai.
3. Bapak Prof. Dr. Abdul Rahman Kadir selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin dan segenap jajarannya.
vii
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.
5. Ibu Prof. Dr. Hj. Mahlia Muis, SE.,M.Si., selaku Dosen Pembimbing I yang telah sabar dan penuh tanggung jawab telah membimbing penulis selama proses penulisan skripsi.
6. Bapak Dr. Sumardi, SE.,M.Si selaku Penasehat Akademik sekaligus Pembimbing II yang telah memberikan nasehat dan bimbingannya selama masa perkuliahan dan telah bersedia memberikan bantuan dan meluangkan waktu dalam proses penyusunan skripsi ini.
7. Bapak Sulaiman selaku pemilik usaha UD. Magfirah yang telah mengizinkan penulis meneliti dan memberikan data perusahaannya.
8. Prof. Dr. Haris Maupa, SE.,M.Si, Dr. Maat Pono, SE.,M.Si dan Dr. Julius Jilbert, SE.,MIT selaku dosen penguji untuk saran dan masukannya dalam proses penyelesaian skripsi, serta seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.
9. Pak Asmari, Pak Tamsir, Pak Dandu, Ibu Susi, Pak Bur serta seluruh staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis atas bantuannya selama proses perkuliahan.
10. Sahabat- sahabatku 4B: Ima, Jeje dan amel yang senantiasa memberikan hiburan dan semangat pada penulis.
11. Sahabat yang selalu kemana-mana sama sekaligus teman curhat : Ita, Atirah, Nunu dan Syukur.
12. Terima kasih buat Syukur dan Aya menemani di perpustakaan menghitung hasil penelitian.
viii
13. Saudari Keep Istiqomah yang telah menjadi keluarga dan penolong dari mulai maba sampai nanti : Ichabes, Tika, Mirna, Anti, Yayank, Ichacil, Ekwat, Uppa, Imha, dan Aya.
14. Teman kelas Manajemen Operasional : Muhsin, Fikar, Darul, Syukur, Fadel, Afi, Atirah, Icha dan Ita, terima kasih telah menjadi teman diskusi selama proses perkuliahan.
15. Teman seperjuangan dari mahasiswa baru yang telah jadi sarjana duluan Ambara Dewita Purnama, SH, Sri Wahyuni yang menjadi tempat membagi keluh kesah.
16. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Hj. Asyah dan Bapak H. Bahri yang telah menjadi orang tua kedua selama penulis ber-KKN.
17. Teman-teman KKN gel 96 Kec Soppeng Riaja Kab. Barru : Narni, Kak Syahrun, Suhendri selaku teman posko, Kak Syukran, Kak Zakkir, Mamat, Aldo, Yandi, Jumar, ARD, Mas Bi, Kahi dan teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaannya.
18. Teman-teman seperjuangan ujian proposal : Nadyah, Yuli, Fandi, Ifa, Mini, dan Tasya atas kerjasamanya.
19. Teman-teman pengurus FoSEI Periode 2016-2017. Terima kasih atas kerjasamanya.
20. Teman-teman INTEGRASI 2014 yang telah bersama melewati masa- masa pengaderan.
21. Teman angkatan Manajemen 2014 (Brill14nt), terima kasih atas kebersamaannya selama proses perkuliahan.
22. Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
ix
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi dapat bermanfaat bagi penulis khususnya pembaca untuk dijadikan perbandingan penyusunan penelitian selanjutnya dan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar, 14 Februari 2018
Febrianti Dwi Safitri
x ABSTRAK
Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Dengan Metode Economic Order Quantity Guna Meminimumkan Biaya pada Usaha Bolu Rempah di
UD. Magfirah Gowa
Febrianti Dwi Safitri Mahlia Muis
Sumardi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengendalian persediaan bahan baku dengan metode Economic Order Quantity tepat diterapkan di UD. Magfirah dalam hal menekan biaya produksi, menentukan biaya total persediaan yang minimal, menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis terhadap bahan baku gula merah, gula pasir dan tepung terigu, dan untuk menentukan pada titik berapa seharusnya perusahaan melakukan pemesanan ulang bahan baku.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bersifat kuantitatif karena penelitian ini berkaitan dengan objek penelitian yaitu pada perusahaan dengan kurun waktu tertentu dengan mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan perusahaan dan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Teknik analisis deskriptif yang digunakan untuk menganalisis data mengenai masalah pengendalian persediaan bahan baku dalam upaya menekan biaya produksi yaitu menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ), mengetahui berapa persediaan pengaman (Safety Stock) untuk menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan baku dan untuk mengetahui pada titik berapa seharusnya perusahaan memesan kembali bahan baku dengan menggunakan rumus Reorder Point (ROP). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan dapat menghemat biaya jika perusahaan menggunakan metode EOQ dimana biaya pemesanan lebih rendah dibanding biaya pemesanan dengan metode perusahaan. Pembelian optimal bahan baku menurut data aktual perusahaan lebih sedikit dibanding pembelian menurut metode EOQ dengan frekuensi pembelian lebih banyak dibanding metode EOQ.
Kata Kunci : Persediaan Bahan Baku, Titik Pemesanan Kembali, Biaya Produksi, Persediaan Pengaman
xi
Magfirah Gowa Febrianti Dwi Safitri
Mahlia Muis Sumardi
This study aims to determine whether the control of raw material inventory applied by UD. Magfirah has been optimal in reducing production costs, determining the minimum total inventory cost, determining the amount of economical ordering of raw materials of brown sugar, granulated sugar and wheat flour, and determining what point the company should reorder the raw materials. This research uses descriptive method that is quantitative because this research relates to the object of research that is on the company with a certain period of time by collecting data and information relating to the company and tailored to the purpose of research. Descriptive analysis technique used to analyze data about raw material inventory control in an effort to reduce production cost that is using Economic Order Quantity (EOQ) method, knowing how much Safety stock to keep the possibility of raw material shortage and knowing what point should the company order back raw materials using the formula Reorder Point (ROP). The results of this study indicate that the company could save costs if the company uses EOQ method where the ordering cost is lower than the ordering cost by company method. According to actual company data optimal purchasing of raw materials is less than purchasing by EOQ method with purchase frequency more than EOQ method.
Keywords: Raw Material Inventory, Check Point, Production Cost, Safety Stock
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... v
PRAKATA ... vi
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Kegunaan Penelitian ... 7
1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 7
1.4.2 Kegunaan Praktis... 7
1.5 Sistematika Penulisan ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Pengertian Manajemen Operasi ... 9
2.2 Pengertian Bahan Baku... 10
2.2.1 Kebutuhan Bahan Baku ... 10
2.2.2 Tingkat Penggunaan Bahan Baku ... 11
2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bahan Baku ... 12
2.3 Persediaan ... 13
2.3.1 Pengertian Persediaan ... 13
xiii
2.3.4 Jenis-Jenis Persediaan... 15
2.3.5 Tujuan Diadakannya Persediaan ... 17
2.3.6 Tujuan Pengelolaan Persediaan ... 18
2.3.7 Biaya yang Timbul dari Adanya Persediaan ... 18
2.3.8 Kategori Biaya Persediaan ... 21
2.3.9 Cara-Cara Penentuan Persediaan ... 23
2.3.10 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan Bahan Baku 24 2.3.11 Kerugian Akibat Persediaan Terlalu Besar dan Terlalu Kecil 25 2.4 Pengendalian Persediaan ... 26
2.4.1 Pengertian Pengendalian Persediaan ... 26
2.4.2 Tujuan Pengendalian Persediaan ... 27
2.4.3 Pengendalian Persediaan yang Efektif ... 27
2.4.4 Faktor-Faktor yang Menentukan Besarnya Tingkat Persediaan 28 2.5 Economic Order Quantity (EOQ) ... 29
2.6 Safety Stock (Persediaan Pengaman) ... 30
2.7 Reorder Point (Titik Pemesanan Kembali) ... 31
2.8 Penelitian Terdahulu ... 32
2.9 Kerangka Pemikiran ... 37
BAB III METODE PENELITIAN ... 38
3.1 Rancangan Penelitian ... 38
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 38
3.3 Populasi dan Sampel ... 38
3.3.1 Populasi ... 38
3.3.2 Sampel ... 39
3.4 Jenis dan Sumber Data ... 39
3.4.1 Jenis Data ... 39
3.4.2 Sumber Data ... 39
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 39
3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 40
3.7 Teknik Analisis Data ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45
4.1 Deskripsi Objek Penelitian……….. 45
xiv
4.1.1 Sejarah Berdirinya UD. Magfirah ... 45
4.1.2 Ketenagakerjaan ... 45
4.1.3 Produk ... 46
4.1.4 Pemasaran ... 46
4.2 Produksi Bolu Rempah ... 46
4.2.1 Jenis Alat Produksi ... 46
4.2.2 Penyediaan Bahan-Bahan Pembuatan Bolu Rempah ... 46
4.2.3 Proses Produksi ... 47
4.3 Bahan Baku Bolu Rempah ... 49
4.3.1 Jenis dan Asal Bahan Baku ... 49
4.3.2 Penyimpanan Bahan Baku ... 49
4.3.3 Pemakaian Bahan Baku ... 49
4.4 Pembelian Bahan Baku ... 51
4.5 Biaya Persediaan ... 51
4.6 Waktu Tunggu Pengadaan Bahan Baku ... 53
4.7 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Bolu Rempah ... 53
4.7.1 Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku Bolu Rempah Pada UD.Magfirah………... 53
4.7.2 Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku Bolu Rempah dengan Metode EOQ (Economic Order Quantity).. 54
4.7.3 Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku Bolu Rempah dengan Metode EOQ (Economic Order Quantity).. 55
4.7.4 Analisis Persediaan Pengaman (Safety Stock)……… 57
4.7.5 Analisis Titik Pemesanan Kembali (ROP)………. 60
BAB V PENUTUP……….. 61
5.1 Kesimpulan……… 61
5.2 Saran……….. 62
DAFTAR PUSTAKA……… 63
LAMPIRAN……….. 67
xv
Tabel Halaman
1.1 Persediaan Bahan Baku Tahun 2017 ... 5
2.1 Penelitian Terdahulu ... 36
4.1 Volume Pemakaian Bahan Baku Bolu Rempah Tahun 2017 ... 50
4.2 Pembelian Bahan Baku Tahun 2017 ... 51
4.3 Biaya Pemesanan Per Pesanan Bahan Baku Bolu Rempah Tahun 2017……… 52
4.4 Biaya Penyimpanan Bahan Baku Bolu Rempah Per Tahun………. 52
4.5 Biaya Persediaan Bahan Baku dengan Metode Perusahaan Tahun 2017……… 54
4.6 Biaya Total Pemesanan, Biaya Total Penyimpanan, dan Biaya Total Persediaan dengan Metode EOQ (Economic Order Quantity)……. 55
4.7 Perbandingan Frekuensi Pemesanan, Total Biaya Pemesanan, Total Penyimpanan, dan Total Biaya Persediaan Metode Perusahaan dan Metode EOQ……… 56
4.8 Penghematan Biaya Persediaan Bahan Baku dengan Metode EOQ (Economic Order Quantity)……….. 56
4.9 Perhitungan Safety Stock Metode Perusahaan Tahun 2017……... 57
4.10 Hasil Perhitungan Safety Stock dengan Metode EOQ Tahun 2017.. 58
4.11 Perbandingan Biaya Penyimpanan Safety Stock Metode Perusahaan dengan Metode EOQ Tahun 2017……… 59
4.12 Persediaan Bahan Baku Maksimum Berdasarkan Metode EOQ….. 59
4.13 Perhitungan Titik Pemesanan Kembali………. 60
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Meminimumkan Total Cost ... 23
2.2 Titik Pemesanan Ulang (ROP) ... 31
2.3 Kerangka Pemikiran ... 37
2.4 Alur Produksi Pembuatan bolu Rempah ... 48
xvii
Lampiran Halaman
1. Persediaan Bahan Baku Tahun 2017 ... 67
2. Perhitungan Metode EOQ ... 68
3. Perhitungan Safety Stock ... 71
4. Persediaan Pengaman (Safety Stock) ... 74
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi yang terjadi mengakibatkan meningkatnya persaingan antar perusahaan besar maupun perusahaan kecil untuk dapat menguasai pasar.
Persaingan antar perusahaan dapat berupa persaingan Sumber Daya Manusia (SDM), kecanggihan teknologi, penggunaan dan perbaikan sistem perusahaan, serta peningkatan mutu produk yang dihasilkan. Meningkatnya persaingan dan adanya variasi permintaan yang kompleks, menyebabkan perusahaan perlu membuat strategi dan standar produk bermutu tinggi. Setiap perusahaan baik itu perusahaan manufaktur maupun perusahaan perdagangan haruslah menjaga persediaan yang cukup agar kegiatan operasi perusahaannya dapat berjalan dengan lancar dan efisien.
Besarnya fluktuasi dan tingginya risiko merupakan karakter yang melekat pada sistem produksi dan distribusi produk bisnis. Seringkali perusahaan mengalami masalah dalam perencanaan dan pengendalian persediaan, mulai dari persediaan bahan baku hingga barang jadi. Masalah dari persediaan, yaitu terlalu banyaknya persediaan yang mengakibatkan biaya yang keluar terlalu besar atau kekurangan persediaan yang mengakibatkan perusahaan terancam kehilangan konsumen. Agar suatu perusahaan dapat mempertahankan kontinuitas perusahaan dan memperoleh laba maksimal, maka perusahaan harus dapat menentukan kebijakan persediaan dan menjadikan sebuah senjata kompetitif.
Pengendalian persediaan bahan baku merupakan hal yang sangat penting, sebab bahan baku merupakan salah satu faktor yang menjamin kelancaran
proses produksi. Persediaan bahan baku dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku untuk proses produksi pada waktu yang akan datang.
Kebutuhan akan bahan baku diperhitungkan atas dasar perkiraan yang mempengaruhi pola pembelian bahan baku serta besarnya pesediaan pengaman. Kegiatan pengendalian persediaan bahan baku mengatur tentang pelaksanaan pengadaan bahan baku yang diperlukan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan serta dengan biaya minimal, yang meliputi masalah pembelian bahan, menyimpan dan memelihara bahan, mengatur pengeluaran bahan saat bahan dibutuhkan dan juga mempertahankan persediaan dalam jumlah yang optimal.
Memprediksikan permintaan secara tepat memang sangat sulit, oleh karena itu perlu direncanakan sedemikian agar persediaan tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Bila persediaan ditentukan terlalu besar akan menghadapi berbagai risiko seperti besarnya beban bunga yang harus ditanggung, memperbesar biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang, memperbesar kemungkinan kerugian karena kerusakan dan turunnya kualitas bahan, sehingga semua ini akan memperkecil keuntungan yang akan diperoleh perusahaan.
Demikian pula sebaliknya, bila persediaan terlalu kecil akan mempunyai efek yang menekan keuntungan juga, karena kemungkinan kekurangan bahan baku mengakibatkan perusahaan tidak bisa bekerja dengan luas produksi yang optimal (Sutrisno, 2003)
Pada perusahaan industri persediaan bahan baku merupakan hal yang sangat penting untuk proses produksi, oleh karena itu perusahaan harus dapat menetapkan besarnya persediaan bahan baku yang optimal dan dapat menekan biaya persediaan agar proses produksi tetap berjalan lancar. Maka perusahaan harus memperhatikan berbagai faktor yang terkait dalam pengadaan dan
3
penyimpanan bahan baku. Penentuan dan pengelompokkan biaya-biaya yang terkait dengan pengadaan persediaan perlu mendapatkan perhatian yang khusus dari pihak manajemen dalam mengambil keputusan yang tepat.
Bahan baku (raw material) merupakan prioritas utama dan sangat vital bagi suatu industri dalam proses produksinya. Hal ini menjadikan banyak perusahaan melakukan berbagai metode untuk mengelola persediaan bahan baku. Untuk melaksanakan pengadaan bahan baku yang diperlukan dalam proses produksi, perusahaan perlu mengadakan pembelian bahan baku. Prosedur dan cara pembelian bahan baku yang baik dan sesuai dengan kondisi perusahaan akan sangat menunjang kegiatan produksi. Maka dari itu perusahaan harus menentukan jumlah bahan baku yang optimal dengan maksud agar jumlah pembelian dapat mencapai biaya persediaan minimum (Asrori, 2010)
Salah satu model persediaan yang paling banyak digunakan adalah model kuantitas pesanan ekonomis (economic order quantity- EOQ model). Metode EOQ berusaha mencapai tingkat persediaan seminimum mungkin, biaya rendah dan mutu yang lebih baik. Perencanaan persediaan yang menggunakan metode EOQ dalam suatu perusahaan akan mampu meminimalisasi terjadinya out of stock sehingga tidak menganggu proses produksi dalam perusahaan dan mampu
menghemat biaya persediaan bahan baku dalam perusahaan. Dengan adanya penerapan metode EOQ pada perusahaan diharapkan akan mampu mengurangi biaya penyimpanan, penghematan ruang, baik gudang maupun ruang kerja, menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari banyaknya persediaan yang menumpuk sehingga mengurangi risiko yang dapat ditimbulkan karena persediaan yang berlebihan di dalam ruang penyimpanan atau gudang.
Bolu rempah merupakan salah satu kue khas Makassar dan mungkin juga terdapat disebagian wilayah Indonesia Timur lainnya. Terbuat dari tepung terigu,
telur, gula merah dan tambahan kayu manis bubuk yang menjadi ciri khasnya.
Salah satu produsen bolu rempah yang ada di Makassar adalah bolu rempah milik UD. Magfirah. Bolu rempah buatan Magfirah memiliki beberapa keunggulan dibanding bolu rempah lainnya seperti, pembuatan adonan tidak dicampur dengan telur karena adonan dengan campuran telur hanya dapat bertahan hingga empat hari saja, sehingga alternatifnya diganti dengan menggunakan minyak goreng sehingga bolu dapat bertahan hingga sepuluh hari. Selain itu, keunggulan bolu rempah UD. Magfirah yang lainnya adalah memiliki bebarapa betuk yaitu bolu berbentuk kerucut, dan bolu gulung dengan campuran kacang sehingga membuat rasanya lebih nikmat. Selain didistribusikan di kota Makassar, bolu rempah UD. Magfirah pun telah mendistribusikan produknya ke seluruh daerah di Sulawesi Selatan.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan bolu rempah Magfirah adalah tepung terigu, gula merah dan gula pasir, sedangkan bahan tambahannya adalah kayu manis, minyak goreng, kacang tanah dan soda kue.
Bahan baku tersebut harus cukup tersedia agar produksi bolu tidak terhambat dan permintaan konsumen selalu dapat terpenuhi dengan baik. Dalam membuat kebijakan mengenai pengelolaan persediaan bahan baku, perusahaan masih menggunakan cara konvensional yaitu hanya berdasarkan pada pengalaman atau data-data dari masa lalu, belum menerapkan manajemen atau analisis dengan menggunakan metode Economic Order Quantity dalam penanganan masalah pengendalian persediaan yang terjadi pada perusahaan UD. Magfirah.
Berikut ini data pembelian dan pemakaian bahan baku tepung terigu pada usaha bolu rempah milik UD. Magfirah dapat dilihat pada tabel 1.1
5
Tabel 1.1 Persediaan Bahan Baku Tahun 2017
No Bulan
TEPUNG TERIGU GULA MERAH GULA PASIR
Pembelian (kg)
Pemakaian (kg)
Pembelian (kg)
Pemakaian (kg)
Pembelian (kg)
Pemakaian (kg)
1. Januari 6250 6200 5000 5000 5000 4700
2. Februari 6200 6000 5000 4950 4800 4750
3. Maret 6100 6050 5000 4990 5000 4950
4. April 6100 6100 5000 4800 5000 4900
5. Mei 6200 6150 4900 4850 4950 4900
6. Juni 6250 6200 5000 4900 5000 4800
7. Juli 6250 6250 5000 5000 5000 4900
8. Agustus 6250 6250 5000 5000 5000 5000
9. September 6250 6250 5000 5000 5000 5000
10. Oktober 6250 6250 5000 5000 5000 5000
11. November 6200 6180 5000 5000 5000 4900
12. Desember 6220 6200 5000 4980 5000 5000
Jumlah 74520 74080 59900 59470 59750 58800
Per bulan 6210 6173.33 4991.67 4955.83 4979.17 4900 Sumber: hasil penelitian diolah (2017)
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti merasa tertarik untuk mengangkat topik mengenai pengendalian persediaan bahan baku dengan judul
“ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY GUNA MEMINIMUMKAN BIAYA PADA
USAHA BOLU REMPAH DI UD. MAGFIRAH GOWA”.
6 1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan bahwa masalah dalam pengendalian persediaan bahan baku adalah menetapkan besarnya persediaan bahan baku dan jadwal pemesanan agar proses produksi berjalan lancar serta biaya pemesanan dan biaya penyimpanan seefisien mungkin. Sehubungan dengan maksud tersebut maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah menghitung jumlah pembelian bahan baku optimal menggunakan metode EOQ di UD. Magfirah?
2. Bagaimanakah perbandingan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan sebelum dan setelah menerapkan metode EOQ?
3. Bagaimanakah perbandingan biaya Safety Stock sebelum dan setelah menerapkan metode EOQ?
4. Kapakah waktu yang tepat untuk melakukan pemesanan kembali (reorder point) bahan baku oleh UD. Magfirah?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas dapat dikemukakan tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menghitung jumlah pembelian bahan baku optimal menggunakan metode EOQ di UD. Magfirah
2. Untuk mengetahui berapa biaya pemesanan dan biaya penyimpanan sebelum dan setelah menerapkan metode EOQ
3. Untuk mengetahui berapa biaya Safety Stock sebelum dan setelah menerapkan metode EOQ
7
7
4. Untuk menghitung titik pemesanan kembali persediaan bahan menggunakan ROP di UD. Magfirah
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan seperti:
1.4.1 Kegunaan Teoritis:
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menetapkan serta menerapkan teori yang telah diperoleh di bangku perkuliahan ke dalam dunia usaha yang realistis.
1.4.2 Kegunaan Praktis:
a. Bagi perusahaan, penelitian ini berguna sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam pengendalian persediaan bahan baku perusahaan yang terkait.
b. Bagi penulis, agar dapat menerapkan teori-teori yang diperoleh selama perkuliahan yang berhubungan dengan manajemen persediaan bahan baku.
c. Bagi pembaca, sebagai literatur untuk penelitian yang berhubungan dengan masalah-masalah yang relevan dengan penelitian ini.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam memahami dalam pembahasan pada proposal ini, maka penulis akan memaparkan secara sistematis ke dalam beberapa bab sebagai berikut:
8 BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan latar belakang dari penulisan tugas akhir ini, kemudian dirumuskan permasalahan yang sedang dihadapi oleh perusahaan, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, dan manfaat yang akan diperoleh dari penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi tentang landasan teori-teori yang digunakan dalam pelaksanaan teori, dikumpulkan dan dipelajari dari berbagai literatur dan juga jurnal-jurnal ilmiah. Literatur dan jurnal-jurnal ilmiah diperoleh dari perpustakaan ataupun internet.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini membahas tentang metodologi penelitian yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian. Metodologi penelitian ini dapat memberikan gambaran secara menyeluruh tentang tahap-tahap yang dilakukan dalam kegiatan penelitian tugas akhir. Prosedur penelitian yang disusun secara sistematis dapat bermanfaat untuk menunjukkan langkah-langkah yang dilalui dalam melakukan kegiatan penelitian tugas akhir ini.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini memuat uraian tentang gambaran umu obyek penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini akan dijelaskan tentang kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan hasil penelitian yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan penelitian ini.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Manajemen Operasi
Menurut (Daft, 2006) manajemen adalah pencapaian sasaran organisasi melalui perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian sumberdaya organisasi dengan cara yang efektif dan efisien.
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota dan penggunaan sumber daya- sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Handoko T. H., 1995). Sedangkan menurut (Assauri S, 1995) menjelaskan bahwa “manajemen adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan atau mengoordinasikan kegiatan- kegiatan orang lain. Dalam pengertian ini terdapat tiga unsur yang penting, yaitu adanya orang yang lebih daripada satu, adanya tujuan yang ingin dicapai dan orang yang bertanggungjawab akan tercapainya tujuan tersebut”.
(Jay Heizer B. R, 2001) mengatakan bahwa “manajemen operasi adalah serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input dan output”. Sedangkan menurut (Assauri S. 2004) mengatakan bahwa “manajemen produksi dan operasi merupakan proses pencapaian dan pengutilisasian sumber-sumber daya untuk memproduksi atau menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa yang berguna sebagai usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi”.
Menurut (Roger, 1995), mengemukakan bahwa “manajemen operasi mengambil keputusan yang berkenaan dengan suatu fungsi operasi dan sistem transformasi dalam kajian pengambilan keputusan dari suatu fungsi operasi”.
2.2 Pengertian Bahan Baku
Menurut (Suadi, 2000) bahan baku adalah bahan yang menjadi bagian produk jadi dan dapat diidentifikasikan ke produk jadi. Sedangkan (Reksohadiprojo, 1997) menjelaskan bahwa bahan baku adalah bahan mentah, komponen, sub-perakitan serta pasokan (supplies) yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa.
Menurut (Prawirosentono S. , 1997) bahan baku (bahan mentah) adalah bahan utama dari suatu produk atau barang, sedangkan bahan baku penolong merupakan bahan yang menolong terciptanya suatu barang. Contohnya kulit binatang merupakan bahan baku utama dari suatu perusahaan pembuat sepatu, sedangkan lem atau paku merupakan bahan penolong.
Bahan baku juga dapat diartikan sebagai bahan utama yang digunakan dalam proses produksi. Sedangkan bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan dalam proses produksi yang jumlahnya sedikit, dan bahan penolong adalah bahan-bahan yang tidak masuk dalam ingredient produk tetapi digunakan dalam proses produksi. Contohnya pada industri roti bahan bakunya tepung dan bahan tambahannya adalah ragi (Apriyantono, D. Fardiaz, &
Budiyanto, 1989)
Bahan baku adalah persediaan yang dibeli oleh perusahaan untuk diproses menjadi barang setengah jadi dan akhirnya barang jadi atau produk akhir dari perusahaan (Syamsuddin, 2001)
2.2.1 Kebutuhan Bahan Baku
Pada umumnya persediaan bahan baku yang diselenggarakan oleh suatu perusahaan akan dipergunakan untuk menunjang pelaksanaan proses produksi yang bersangkutan. Dengan demikian maka besarnya persediaan bahan baku
11
akan disesuaikan dengan kebutuhan bahan baku tersebut untuk pelaksanaan proses produksi yang ada didalam perusahaan. Jadi untuk menentukan berapa banyak bahan baku yang akan dibeli oleh suatu perusahaan pada suatu periode akan banyak tergantung kepada berapa besarnya kebutuhan perusahaan tersebut akan masing-masing jenis bahan baku untuk keperluan proses produksi yang dilaksanakan dalam perusahaan yang bersangkutan (Ahyari, 2003).
Apabila manajemen perusahaan yang bersangkutan telah mengetahui berapa besarnya bahan baku yang dibutuhkan untuk keperluan proses produk dalam suatu periode tersebut, maka jumlah bahan baku yang akan dibeli didasarkan kepada jumlah kebutuhan bahan baku untuk keperluan proses produksi, dengan mengingat data tentang persediaan yang ada didalam perusahaan. Persediaan awal yang benar-benar ada didalam perusahaan perlu untuk diperhitungkan besarnya masing-masing. Jumlah bahan yang akan dibeli oleh perusahaan yang bersangkutan akan sama dengan jumlah kebutuhan bahan baku untuk keperluan proses produksi, kemudian dikurangi dengan persediaan awal yang ada di dalam perusahaan yang bersangkutan (Ahyari, 2003).
2.2.2 Tingkat Penggunaan Bahan Baku
Usaha untuk mengadakan peramalan kebutuhan bahan baku dari suatu perusahaan akan dapat dilaksanakan dengan pehitungan atas dasar tingkat penggunaan bahan baku yang berlaku dan dipergunakan didalam perusahaan yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan tingkat penggunaan bahan baku ini adalah seberapa banyak jumlah bahan baku yang dipergunakan dalam proses produksi (Riyanto, 2001). Tingkat penggunaan bahan baku atau yang sering disebut dengan material usage rate ini akan dapat dipergunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan bahan baku untuk keperluan proses produksi
apabila diketahui produk apa dan berapa jumlah unit masing-masing yang akan diproduksikan di dalam perusahaan yang bersangkutan. Tingkat penggunaan bahan baku ini pada umumnya akan relatif tetap di dalam perusahaan tersebut kecuali terdapat perubahan-perubahan yang terjadi dalam produk akhir perusahaan atau di dalam bahan baku itu sendiri. Perubahan produk perusahaan ini misalnya terdapat perubahan desain dan bentuk produk, perubahan kualitas produk dan lain sebagainya. Sedangkan yang terjadi di dalam bahan baku ini misalnya terdapat penurunan kualitas bahan sehingga lebih banyak bahan baku yang menjadi afval dan sebagainya (Ahyari, 2003).
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bahan Baku
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan besarnya persediaan yang harus diadakan, di mana faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu sama lain. Pertimbangan satu akan mempengaruhi pertimbangan lainnya.
Menurut (Prawiresentono, 2000) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi bahan baku sebagai berikut:
1. Perkiraan Pemakaian Bahan Baku
Besarnya tingkat persediaan dan pembelian bahan baku akan dilakukan pada suatu periode tertentu dipengaruhi oleh besarnya perkiraan bahan baku untuk proses produksi pada periode tersebut. Perkiraan kebutuhan bahan baku berhubungan dengan perencanaan produksi yang telah disusun. Sedangkan pelaksanaan produksi disusun berdasarkan perencanaan penjualan dan tingkat persediaan barang jadi yang diinginkan.
13
2. Harga Bahan
Harga bahan merupakan dasar perhitungan besarnya dana yang tersedia untuk pengadaan bahan baku. Dalam hal ini perlu diingat dana yang terkait dengan persediaan juga terbatas.
3. Biaya Persediaan Bahan
Biaya-biaya persediaan bahan perlu diperhitungkan dalam penentuan besarnya persediaan bahan baku. Ada dua tipe biaya yaitu:
a. Biaya-biaya yang semakin besar dengan semakin besarnya rata- rata persediaan, seperti biaya penyimpanan.
b. Biaya-biaya yang berbanding terbalik dengan rata-rata persediaan, seperti biaya pemesanan.
4. Waktu Menunggu Pemesanan (lead time)
Waktu tunggu adalah tenggang waktu yang diperlukan untuk menunggu datangnya barang setelah pemesanan. Waktu tunggu perlu diperhatikan karena erat kaitannya dengan penentuan saat kapan suatu pemesanan dilakukan kembali.
2.3 Persediaan
2.3.1 Pengertian Persediaan
Menurut (Ishak, 2010) menyatakan bahwa persediaan adalah sumber daya menganggur (idle resource) yang belum digunakan karena menunggu proses yang lebih lanjut, proses lebih lanjut di sini berupa kegiatan produksi.
(Rangkuti, 2000) menyatakan bahwa persediaan adalah bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-
barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau pelanggan setiap waktu.
Menurut (Assauri, 2004) persediaan adalah suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal atau persediaan barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, atau persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi
(Sundjaja, 2003), menjelaskan bahwa “persediaan meliputi semua barang atau bahan yag diperlukan dalam proses produksi dan distribusi yang digunakan untuk proses lebih lanjut atau dijual”.
2.3.2 Pengertian Manajemen Persediaan
(Indrajit & Djokopranoto, 2003) menyatakan “manajemen persediaan (inventory control) adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penentuan kebutuhan material sehingga kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan persediaan dapat ditekan secara optimal”.
2.3.3 Fungsi-Fungsi Persediaan
Persediaan dapat melayani beberapa fungsi yang akan menambahkan fleksibilitas operasi perusahaan. Fungsi persediaan menurut (Rangkuti, 2007) yaitu:
1. Fungsi Decoupling, untuk membantu perusahaan agar bisa memenuhi permintaan langganan tanpa tergantung pada supplier.
2. Fungsi Economic Lot Sizing, persediaan ini perlu mempertimbangkan penghematan-penghematan (potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit lebih murah dan sebagainya) karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan
15
biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, risiko, dan sebagainya).
3. Fungsi antisipasi, untuk mengantisipasi dan mengadakan permintaan musiman (seasonal inventories), menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan untuk menyediakan persediaan pengamanan (safety stock).
Selain fungsi-fungsi di atas, menurut (Herjanto, 1997) terdapat enam fungsi penting yang dikandung oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan, antara lain:
1. Menghilangkan risiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan perusahaan.
2. Menghilangkan risiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan.
3. Menghilangkan risiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.
4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan tidak akan kesulitan bila bahan tersebut tidak tersedia di pasaran.
5. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas (quantity discount).
6. Memberikan pelayanan kepada langganan dengan tersedianya bahan yang diperlukan.
2.3.4 Jenis-Jenis Persediaan
(Jay Heizer, 2001) persediaan yang ada di perusahaan biasanya terdiri dari tiga jenis yaitu:
1. Persediaan bahan mentah (raw material inventory) yang telah dibeli, tetapi belum diproses. Pendekatan yang lebih banyak diterapkan adalah
dengan menghapus variabilitas pemasok dalam mutu, jumlah atau waktu pengiriman sehingga tidak perlu pemisahan.
2. Persediaan barang setengah jadi (work in process inventory) adalah komponen-komponen atau bahan mentah yang telah melewati beberapa proses perubahan, tetapi belum selesai.
3. Persediaan MRO (maintenance, reapiring, operating inventory) merupakan persediaan yang dikhususkan untuk perlengkapan pemeliharaan, perbaikan, operasi. Persediaan ini ada karena kebutuhan akan adanya pemeliharaan dan perbaikan dari beberapa peralatan yang tidak diketahui sehingga persediaan ini merupakan fungsi jadwal pemeliharaan dan perbaikan.
Menurut (Rangkuti, 2007) jenis persediaan ada beberapa macam, di mana setiap jenis mempunyai karakteristik khusus tersendiri dan cara pengolahan yang berbeda. Persediaan dapat dibedakan atas:
1. Persediaan bahan baku (raw materials), yaitu persediaan barang-barang berwujud seperti: baja, kayu, kain dan komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan baku atau bahan mentah dapat diperoleh dalam proses produksi selanjutnya.
2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased part/ components), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.
17
4. Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
5. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang- barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pemesan (buyer).
2.3.5 Tujuan diadakannya Persediaan
Menurut (Chase, 2010) tujuan diadakannya persediaan antara lain:
1. To Maintenance Independence Of Operations
Persediaan diperlukan untuk mempertahankan stabilitas operasional perusahaan dan menjamin kelancaran produksi.
2. To Meet Variation In Product Demand
Persediaan diperlukan untuk menghilangkan risiko terhadap sulitnya permintaan akan bahan baku. Hal ini biasanya bahan baku hanya dapat diperoleh pada bulan tertentu sehingga pada saat bahan baku tersebut sulit didapatkan dipasaran, produksi tidak terganggu.
3. To Allow Flexibellity In Production Scheduling
Persediaan diperlukan untuk mengurangi tekanan pada sistem produksi yang menghasilkan produk. Karena produksi yang menghasilkan produk, karena produksi dapat terjadwal dengan baik.
4. To Provide a Safeguard For Sariation In Raw Material Delivery Time Persediaan diperlukan untuk menghilangkan risiko keterlambatan datangnya barang-barang yang dibutuhkan perusahaan.
5. To Take Adventage Of Economic Purchase Order Size
Persediaan diperlukan untuk mengambil keuntungan dalam pemesanan pembelian secara ekonomis. Dalam melakukan pemesanan ada biaya yang harus dikeluarkan antara lain: tenaga kerja, telepon, pos dan lain- lain.
2.3.6 Tujuan Pengelolaan Persediaan
Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan sudah tentu memiliki tujuan-tujuan tertentu. Menurut (Ristono, 2009) tujuan pengelolaan persediaan adalah:
a) Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat (memuaskan konsumen).
b) Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak mengalami kehabisan terhentinya proses produksi, hal ini dikarenakan alasan:
1. Kemungkinan barang (bahan baku dan bahan penolong) menjadi langka sehingga sulit untuk diperoleh.
2. Kemungkinan supplier terlambat mengirimkan barang yang dipesan.
c) Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan laba perusahaan.
d) Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat mengakibatkan ongkos pesan menjadi besar.
e) Menjaga supaya penyimpanan dalam emplacement tidak besar- besaran, karena akan mengakibatkan biaya menjadi besar.
2.3.7 Biaya yang Timbul dari Adanya Persediaan
Untuk pengambilan keputusan besarnya jumlah persediaan, biaya-biaya variabel berikut ini harus dipertimbangkan menurut (Rangkuti, 2004) adalah sebagai berikut:
19
1. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs), yaitu terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah:
a. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin ruangan, dan sebagainya);
b. Biaya modal (opportunity cost of capital), yaitu alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan;
c. Biaya keusangan;
d. Biaya penghitungan fisik;
e. Biaya asuransi persediaan;
f. Biaya pajak persediaan;
g. Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan;
h. Biaya penanganan persediaan dan sebagainya;
2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering costs atau procurement costs) biaya-biaya ini meliputi:
a. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi;
b. Upah;
c. Biaya telepon;
d. Pengeluaran surat-menyurat;
e. Biaya pengepakan dan penimbangan;
f. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan;
g. Biaya pengiriman ke gudang;
h. Biaya utang lancar dan sebagainya;
Pada umumnya, biaya perpesanan (di luar biaya bahan dan potongan kuantitas) tidak naik apabila kuantitas pesanan bertambah besar. Tetapi, apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun. Ini berarti, biaya pemesanan total per periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.
3. Biaya penyiapan (manufacturing) atau set-up costs. Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri “dalam pabrik”
perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set-up costs) untuk memproduksi komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari:
a. Biaya mesin-mesin menganggur;
b. Biaya persiapan tenaga kerja langsung;
c. Biaya penjadwalan;
d. Biaya ekspedisi dan sebagainya;
Seperti halnya biaya pemesanan, biaya penyiapan total per periode sama dengan biaya penyiapan dikalikan jumlah penyiapan per periode.
4. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs) adalah biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut:
a. Kehilangan penjualan;
b. Kehilangan pelanggan;
c. Biaya pemesanan khusus;
d. Biaya ekspedisi;
e. Selisih harga;
21
f. Terganggunya operasi;
g. Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya.
Biaya kekurangan bahan sulit diukur dalam praktik, terutama karena kenyataannya biaya ini sering merupakan opportunity costs yang sulit diperkirakan secara objektif.
2.3.8 Kategori Biaya Persediaan
Tanpa memperhatikan bagaimana sifat kebutuhan, waktu tenggang dan lain- lain, umumnya terdapat empat kategori biaya persediaan yang sangat menentukan jawab optimal dari masalah persediaan. Menurut (Siagian, 2006) ada empat kategori biaya, yaitu:
1) Biaya pembelian
Biaya pembelian adalah harga pembelian atau produksi yang memperlihatkan dua jenis biaya yaitu: a) kalau harga pembelian adalah tetap maka ongkos per satuan juga tetap tanpa melihat jumlah yang dibeli. b) kalau diskon tersedia maka harga per satuan adalah variabel tergantung pada jumlah pembelian.
2) Set-up (ordering) costs atau biaya pengadaan
Kategori biaya ini mencakup beberapa jenis ongkos yang sudah umum diketahui dan biasa disebut biaya pengadaan. Kalau sifatnya pembelian maka disebut ordering costs yang terdiri dari ongkos pemeriksaan, ongkos pemesanan, ongkos penerimaan dan pemeriksaan, ongkos kuitansi-kuitansi dan dokumen lainnya untuk menjamin lancarnya arus barang, biaya telepon dan lain-lain. Bagian terbesar dari kategori ini adalah gaji pegawai. Tetapi kalau sifatnya adalah produksi maka biaya pengadaan disebut set-up costs yang meliputi biaya yang diperlukan untuk proses produksi seperti perbaikan
mesin, penambahan mesin baru, mendapat bahan baku dan memperoleh tenaga kerja.
Pada umumnya, jumlah ordering costs menurun atau naik sesuai dengan jumlah pesanan. Demikian juga jumlah set-up costs menurun atau naik sesuai dengan jumlah putaran produksi. Hal ini berarti bahwa, dalam banyak hal berlaku anggapan yang mengatakan bahwa akan lebih murah jika barang diproduksi lebih banyak pada setiap putaran, karena ini akan memperkecil jumlah putaran produksi. Demikian juga kalau barang dipesan lebih banyak untuk persediaan, maka pesanan pun tidak terlalu sering. Akan tetapi, hal ini akan menimbulkan kasus baru yakni bertambahnya biaya penyimpanan.
3) Holding (carrying) costs atau biaya penyimpanan
Holding costs terdiri dari semua ongkos yang berhubungan
dengan biaya penyimpanan barang dalam stok. Biaya ini meliputi bunga modal yang tertanam dalam persediaan, sewa gudang, asuransi, pajak, ongkos bongkar-muat, harga penyusutan, harga kerusakan, dan penurunan harga. Biasanya biaya ini sebanding dengan jumlah persediaan di dalam stok.
4) Stock-out (shortage) costs
Biaya ini timbul akibat tidak terpenuhinya kebutuhan pelanggan.
Jika pelanggan ingin menunggu, maka biaya terdiri dari ongkos produksi yang terburu-buru. Tetapi kalau pelanggan tidak rela menunggu, maka biaya terdiri dari kehilangan untung dan lebih-lebih lagi kehilangan kepercayaan. Biaya jenis ini umumnya mendapat perhatian yang sungguh-sungguh karena dampaknya tidak segera terasa dan sifatnya merusak yang berlangsung secara lambat-laun.
23
Sebagai ilustrasi hubungan antara tingkat persediaan dan jumlah biaya, seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2.1 Meminimumkan total costs
Pada gambar di atas di mana holding costs berbanding lurus dengan tingkat persediaan, set-up costs berbanding terbalik dengan tingkat persediaan. Model persediaan dalam situasi seperti ini disebut sebagai model Economic Order Quantity (EOQ).
2.3.9 Cara-Cara Penentuan Persediaan
Menurut (Assauri S, 2004) ada 2 sistem yang umum dikenal dalam menentukan jumlah persediaan pada akhir suatu periode yaitu:
a. Periodic System yaitu setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara fisik dalam menentukan jumlah persediaan akhir.
b. Perpetual atau disebut juga Book Inventories yaitu dalam hal ini dibina catatan administrasi persediaan. Setiap mutasi dari persediaan sebagai akibat dari pembelian ataupun penjualan dicatat atau dilihat dalam kartu Biaya
0 Optimum Tingkat Persediaan
Total Costs Holding Costs
Set-up Costs
administrasi persediaannya. Bila metode ini yang dipakai maka perhitungan secara fisik hanya dilakukan paling tidak setahun sekali yang biasanya dilakukan untuk keperluan counter cheking antara jumlah persediaan menurut fisik dengan menurut catatan dalam kartu administrasi persediaannya.
2.3.10 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan Bahan Baku
Menurut (Prawiresentono, 2001) faktor yang mempengaruhi jumlah persediaan adalah:1. Perkiraan pemakaian bahan baku
penentuan besarnya persediaan bahan yang diperlukan harus sesuai dengan kebutuhan pemakaian bahan tersebut dalam satu periode produksi tertentu.
2. Harga bahan baku
harga bahan yang diperlukan merupakan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi besarnya persediaan yang harus diadakan.
3. Biaya persediaan
terdapat beberapa jenis biaya untuk menyelenggarakan persediaan bahan baku, adapun jenis biaya persediaan adalah biaya pemesanan (order) dan biaya penyimpanan bahan di gudang.
4. Waktu tunggu pesanan (lead time)
waktu tenggang antara waktu sejak pesanan dilakukan sampai dengan saat pesanan tersebut masuk ke gudang.
Sedangkan menurut (Bambang, 2001) besar kecilnya persediaan yang dimiliki oleh perusahaan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain:
25
1. Volume yang dibutuhkan untuk melindungi jalannya perusahaan terhadap gangguan kehabisan persediaan yang akan menghambat atau menganggu jalannya produksi.
2. Volume produksi yang direncanakan, di mana volume produksi yang direncanakan itu sendiri sangat tergantung kepada volume penjualan yang direncanakan.
3. Besar pembelian bahan mentah setiap kali pembelian untuk mendapatkan biaya pembelian yang minimal.
4. Estimasi tentang fluktuasi harga bahan mentah yang bersangkutan di waktu-waktu yang akan datang.
2.3.11 Kerugian Akibat Persediaan Terlalu Besar dan Terlalu Kecil
Menurut (Ahyari, 1995) kerugian apabila perusahaan menyelenggarakan persediaan dengan jumlah yang terlalu besar adalah sebagai berikut:1. Biaya penyimpanan bahan baku menjadi tinggi.
2. Penyelenggaraan persediaan bahan baku yang terlalu besar, maka perusahaan harus menyiapkan dana yang besar pula, sehingga dana untuk pembiayaan dan investasi dalam bidang lain akan menjadi berkurang.
3. Apabila persediaan bahan baku yang disimpan didalam perusahaan mengalami kerusakan atau perubahan kimiawi sehingga tidak dapat dipergunakan, maka kerugian yang perusahaan alami akan semakin besar dengan semakin besarnya jumlah unit bahan baku yang disimpan.
4. Apabila perusahaan mempunyai persediaan bahan baku yang sangat besar, maka apabila terjadi penurunan harga pasar akan merupakan suatu kerugian yang sangat besar bagi perusahaan.
Adapun kerugian menyelenggarakan persediaan bahan baku dalam jumlah terlalu kecil menurut Ahyari (1990) adalah sebagai berikut:
1. Persediaan bahan baku dalam jumlah yang terlalu kecil seringkali tidak dapat memenuhi untuk proses produksi. Untuk menjaga kelangsungan proses produksi, perusahaan akan melakukan pembelian mendadak dengan jumlah yang kecil dan harga beli yang tinggi. Hal ini dalam jangka panjang akan merugikan perusahaan.
2. Apabila perusahaan seringkali kehabisan bahan baku, maka proses produksi akan terhambat, sehingga kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan akan sering berubah.
3. Persediaan bahan baku yang rata-rata kecil akan mengakibatkan frekuensi pembelian bahan baku akan menjadi sangat tinggi sehingga biaya pemesanan akan menjadi semakin tinggi.
2.4 Pengendalian Persediaan
2.4.1 Pengertian Pengendalian Persediaan
Menurut (Assauri S, 1998) “Pengendalian persediaan dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari pada persediaan parts, bahan baku dan barang hasil produksi, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan-kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien”.
(Herjanto, 2008) mengatakan bahwa “pengendalian persediaan adalah serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar pesanan harus diadakan, jumlah atau tingkat persediaan yang
27
dibutuhkan berbeda-beda setiap perusahaan pabrik, tergantung dari volume produksinya, jenis perusahaan dan prosesnya”.
2.4.2 Tujuan Pengendalian Persediaan
Menurut (Assauri S, 2011) tujuan pendendalian persediaan dapat diartikan sebagai usaha untuk:
1) Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan yang menyebabkan proses produksi terhenti.
2) Menjaga agar penentuan persediaan perusahaan tidak terlalu besar sehingga biaya yang berkaitan dengan persediaan dapat ditekan.
3) Menjaga agar pembelian bahan baku secara kecil-kecilan dapat dihindari.
2.4.3 Pengendalian Persediaan yang Efektif
Menurut (Carter, 2004) pengendalian persediaan yang efektif sebaiknya:
1. Menyediakan pasokan bahan baku yang diperlukan untuk operasi yang efisien dan tidak terganggu.
2. Menyediakan cukup persediaan dalam periode dimana pasokan kecil (musiman, siklus, atau pemogokan kerja) dan mengantisipasi harga.
3. Menyimpan bahan baku dengan waktu penanganan dan biaya minimum dan melindungi bahan baku tersebut dari kehilangan akibat kebakaran, pencurian, cuaca, dan kerusakan karena penanganan.
4. Meminimalkan item-item yang tidak efektif, kelebihan, atau usang dengan melaporkan perubahan produk yang mempengaruhi bahan baku.
5. Memastikan persediaan yang cukup untuk pengiriman segera ke pelanggan.
6. Menjaga agar jumlah modal yang diinvestasikan dalam persediaan berada di tingkat yang konsisten dengan kebutuhan operasi dan rencana manajemen.
2.4.4 Faktor-Faktor yang Menentukan Besarnya Tingkat Persediaan
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya tingkat persediaan perlu diketahui guna menentukan kebijaksanaan tingkat persediaan barang yang optimal. Menurut (Muslich, 2000), faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:1. Biaya persediaan barang (Inventory Costs)
Biaya yang berkaitan dengan pemilikan barang dapat dibedakan ke dalam:
a. Holding atau Carrying Costs, yaitu biaya yang dikeluarkan karena memelihara barang atau opportunity costs karena melakukan investasi dalam barang dan bukan investasi lainnya.
b. Ordering Costs, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memesan barang dari supplier.
c. Stock-Out Costs, yaitu biaya yang timbul karena kehabisan barang pada saat diperlukan.
2. Jumlah permintaan barang oleh pembeli
Jika permintaan barang dapat diketahui, maka perusahaan dapat menentukan berapa kebutuhan barang dalam suatu periode. Kebutuhan barang dalam periode inilah yang harus dapat dipenuhi oleh perusahaan.
3. Lead Time
Lead time adalah lama penyerahan barang antara saat dipesan dengan barang tiba.
29
4. Backlogging
Backlogging yaitu menunda pemenuhan pesanan dari pembeli.
5. Diskonto
Dengan menerima diskonto untuk pembelian dalam jumlah besar total biaya persediaan barang akan berkurang. Tetapi pembelian dalam jumlah besar akan meningkatkan biaya penyimpanan atau holding costs. Sedangkan pembelian kurang dari jumlah minimum tidak memperoleh diskonto, tetapi biaya pesanan akan meningkat.
2.5 Economic Order Quantity (EOQ)
(Jay Heizer, 2001) mengatakan bahwa kuantitas pesanan ekonomis (Economic Order Quantity) adalah salah satu teknik kontrol persediaan yang meminimalkan biaya total dari pemesanan dan penyimpanan.
Perhitungan EOQ dapat dihitung dengan rumus:
EOQ
=
√Keterangan:
EOQ = jumlah optimal barang per pemesanan (Q*) (Kg) D = permintaan tahun barang persediaan dalam unit (Kg) S = biaya pemasangan atau pemesanan setiap pesanan (Rp) H = biaya penahan atau penyimpanan per unit per tahun
2.6
Safety Stock (Persediaan Pengaman)Menurut (Rangkuti, 2004) safety stock adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock out).
Persediaan cadangan merupakan persediaan yang disimpan dalam mengantisipasi permintaan pelanggan yang sulit diketahui pasti. Stok cadangan ini disimpan untuk memenuhi permintaan musiman atau siklus.
Menurut (Zulfikarijah, 2005) ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan perusahaan melakukan safety stock, yaitu:
1. Biaya atau kerugian yang disebabkan oleh stock out tinggi. Apabila bahan yang digunakan untuk proses produksi tidak tersedia, maka aktivitas perusahaan akan terhenti yang menyebabkan idle tenaga kerja dan fasilitas pabrik yang pada akhirnya perusahaan akan kehilangan penjualannya.
2. Variasi atau ketidakpastian permintaan yang meningkat. Adanya jumlah permintaan yang meningkat atau tidak sesuai dengan peramalan yang ada di perusahaan menyebabkan tingkat kebutuhan persediaan yang meningkat pula, oleh karena itu perlu dilakukan antisipasi terhadap safety stock agar semua permintaan dapat terpenuhi.
3. Risiko stock out meningkat. Keterbatasan jumlah persediaan yang ada di pasar dan kesulitan yang dihadapi perusahaan mendapatkan persediaan akan berdampak pada sulitnya terpenuhi persediaan yang ada di perusahaan, kesulitan ini akan menyebabkan perusahaan mengalami stock out.
4. Biaya penyimpanan safety stock yang murah. Apabila perusahaan memiliki gudang yang memadai dan memungkinkan, maka biaya
31
penyimpanan tidaklah terlalu besar. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi terjadinya stock out.
2.7
Reorder Point (Titik Pemesanan Kembali)Menurut (Rangkuti, 2004) Reorder point (ROP) adalah strategi operasi persediaan merupakan titik pemesanan yang harus dilakukan suatu perusahaan sehubungan dengan adanya lead time dan safety stock.
Menurut (Jay Heizer B. R., 2005), titik pemesanan ulang (reorder point) yaitu tingkat persediaan di mana ketika persediaan mencapai tingkat tersebut, pemesanan harus dilakukan.
Tingkat Persediaan
Q* Kemiringan = unit/hari = d
ROP (unit)
Waktu Tunggu = L Waktu (hari) Gambar 2.2 Titik Pemesanan Ulang (ROP)
Sumber : Jay Heizer dan Barry Render (2005)
Keterangan : Q* = kuantitas pesanan optimum, dan waktu tunggu mempresentasikan waktu antara penempatan pesanan dan penerimaan pesanan.
2.8 Penelitian Terdahulu
1. (Andira, 2016) berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berjudul ”Analisis Persediaan Bahan Baku Tepung Terigu Menggunakan Metode EOQ (Economic Order Quantity) Pada Roti Puncak Makassar” maka diperoleh beberapa kesimpulan yaitu pembelian bahan baku tepung untuk produksi roti yang optimal menurut metode EOQ (Economic Order Quantity) tahun 2014 pada Roti Puncak Makassar untuk setiap kali pesan sebesar 108.830 kg.
Dengan menggunakan metode EOQ tahun 2014 pada Roti Puncak Makassar dapat dilakukan pemesanan sebanyak 15 kali dibandingkan yang digunakan perusahaan yaitu hanya sebanyak 9 kali. Kuantitas persediaan pengaman (safety stock) menurut metode EOQ tahun 2014 adalah 893 kg, sedangkan dengan metode sederhana yang digunakan perusahaan, persediaan pengaman tidak ada atau tidak diketahui. Dengan menggunakan metode sederhana, Roti Puncak Makassar tidak menerapkan adanya titik pemesanan kembali (reorder point). Sedangkan dengan menggunakan metode EOQ, titik pemesanan kembali dilakukan pada saat mencapai jumlah 31.626 kg. Biaya total persediaan untuk persediaan bahan baku tepung (total costs) tahun 2014 pada Roti Puncak Makassar menggunakan metode EOQ Rp101.620.040. ini lebih kecil dibandingkan dengan biaya total yang dikeluarkan oleh perusahaan yaitu Rp290.138.708. Penerapan metode EOQ pada perusahaan menghasilkan biaya yang lebih murah jika dibandingkan dengan metode yang selama ini diterapkan oleh perusahaan. Penghematan yang dihasilkan jika metode EOQ jika diterapkan pada perusahaan pada tahun 2014 sebesar Rp188.518.668.
2. (Mutiara Simbar & Baroleh, 2014) dalam penelitiannya tentang analisis pengendalian persediaan bahan baku kayu cempaka pada industri mebel
33
dengan menggunakan metode EOQ (studi kasus pada UD. Batu Zaman) dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa pembelian bahan baku optimal tiap kali pesan menurut EOQ adalah 4.448 m3 sedangkan menurut kebijakan perusahaan adalah 2.3375 m3, sedangkan persediaan maximum (maximum inventory) yang harus disediakan perusahaan menurut metode EOQ adalah
sebesar 4.688 m3, sedangkan menurut kebijakan perusahaan tidak ada persediaan maksimum yang disediakan perusahaan. Selanjutnya kuantitas persediaan pengaman (safety stock) yang dibutuhkan perusahaan menurut metode EOQ adalah 0.24 m3, sedangkan menurut kebijakan perusahaan tidak ada kuantitas pengaman. Serta waktu pemesanan kembali (reorder point), waktu yang tepat menurut metode EOQ adalah pada saat persediaan
bahan baku di dalam gudang masih 0.603 m3 sedangkan menurut kebijakan perusahaan tidak ada waktu pemesanan kembali reorder point. Frekuensi pembelian bahan baku optimal menurut metode EOQ adalah 2 kali dalam setahun, sedangkan menurut kebijakan perusahaan adalah 4 kali. Jadi total biaya persediaan optimal selama satu tahun menurut metode EOQ sebesar Rp881.670, sedangkan menurut kebijakan perusahaan sebesar Rp1.335.000.
3. Harahap dan Indra (2008) menganalisis perencanaan dan pengawasan persediaan barang dagangan dengan metode EOQ dalam jurnal mereka yang berjudul “Analisis Perencanaan dan Pengawasan Persediaan Barang Dagangan dengan Metode Economical Orde Quantity (EOQ) pada PT.
Fastfood Indonesia Cabang Medan”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode EOQ, biaya pemesanan pepsi cola di PT.
Fastfood Indonesia Cabang Medan pada tahun 2008 dapat dihemat
Rp7.071,00 dibandingkan dengan menggunakan cara perhitungan perusahaan.
4. (Gema Lestari Saragi, 2014) “Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Daging dan Ayam Dengan Menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Pada Restoran Steak Ranjang Bandung”. Hasil penelitian menunjukkan kuantitas pemesanan bahan baku yang optimal menurut Economi Order Quantity (EOQ) selama bulan Juni 2013 sampai dengan
bulan Mei 2014 di Restoran Steak Ranjang Bandung lebih besar dari kebijakan perusahaan dengan frekuensi pemesanan yang lebih kecil dan kebijakan perusahaan. Dengan menggunakan metode EOQ, kuantitas pemesanan bahan baku daging sebesar 9.907 kg dengan frekuensi pemesanan 98 kali sedangkan kebijakan perusahaan sebesar 9.300 kg dengan frekuensi 357 kali dan pada pemesanan bahan baku ayam dengan menggunakan metode EOQ mendapat kuantitas pesanan sebesar 6.839 kg dengan frekuensi 83 kali sedangkan dengan kebijakan perusahaan sebesar 6.245 kg dengan frekuensi 357 kali. Biaya total persediaan dengan menggunakan metode EOQ pada bahan baku daging sebesar Rp 3.346.850, sedangkan dengan kebijakan perusahaan menghasilkan sebesar Rp10.325.400. Sehingga didapat keuntungan dengan menggunakan EOQ yang menghasilkan total cost yang lebih murah dibandingkan dengan yang dimiliki perusahaan dengan selisih sebesar Rp6.978.550. Biaya total persediaan dengan menggunakan metode EOQ pada bahan baku ayam sebesar Rp2.705.812, sedangkan dengan kebijakan perusahaan menghasilkan sebesar Rp10.325.400. Sehingga didapat keuntungan dengan menggunakan yang dikeluarkan untuk penyimpanan bahan baku itu sendiri.
35
5. (Sutjiadi, 2014) dalam penelitiannya tentang “Pengendalian Persediaan Bahan Baku Roti di UD Minang Jaya” maka diperoleh beberapa kesimpulan bahwa saat pemesanan bahan baku yang tepat dilakukan adalah ketika persediaan di gudang lebih sedikit dari 200 sak. Jumlah pemesanan bahan baku yang meminimumkan biaya persediaan adalah pemesanan sebanyak 900 sak untuk tiap kali melakukan pemesanan. Selisih total biaya persediaan adalah sebesar Rp27.125.630, yang berarti dengan menerapkan skenario tersebut memungkinkan perusahaan untuk menghemat sebesar Rp27.125.630 dari total biaya persediaan per tahun.