7
Universitas Kristen Petra
2. LANDASAN TEORI 2.1 Rebranding
Menurut Muzellec and Lambkin (2006) rebranding adalah sebuah praktek dari pembentukan nama baru yang mempresentasikan perubahan posisi dalam pola pikir para stakeholder dan pembedaan identitas dari kompetitornya.
Menurut Muzellec, (2003) Rebranding memiliki dua dimensi yang evolusioner dan revolusioner. rebranding evolusi mendefinisikan perubahan kecil dalam produk atau brand positioning sementara revolusioner mencerminkan perubahan besar dalam brand positioning, biasanya dalam bentuk nama desain atau logo.
Menurut Muzellec dan Lambkin (2005:806) rebranding itu bertingkat. Hal ini dapat membantu perusahaan dalam memahami tentang rebranding dalam konteks yang lebih sederhana, yaitu dalam tiga tingkat brand hierarchy seperti yang digambarkan dalam gambar berikut:
Gambar 2.1. Rebranding dalam Hirarki Brand Sumber: Muzellec dan Lambkin (2005:806)
1) Corporate rebranding, yang berarti penanaman kembali corporate identity secara keseluruhan, yang sering kali mengindikasikan perubahan besar dalam level strategis atau repositioning.
2) Business unit rebranding, yang berarti sebuah situasi dimana subsidiary atau devisi dalam suatu perusahaan besar diberikan nama yang berbeda sebagai identitas yang berbeda dari perusahaan induknya.
8
Universitas Kristen Petra
3) Product level rebranding, dimana praktek rebranding lebih kepada pergantian nama produk.
Menurut Merrilees dan Miller (2008) menyarankan berikut tiga prinsip:
1. Prinsip pertama adalah bahwa organisasi yang terlibat dalam rebranding olahraga harus mempertimbangkan adalah bahwa, dalam merancang visi cocok untuk mengubah citra perusahaan harus menyeimbangkan kebutuhan untuk terus memenuhi ideologi inti dari merek perusahaan, namun kemajuan merek sehingga tetap relevan kondisi kontemporer.
2. Prinsip Kedua dimaksudkan bahwa prinsip lain dari rebranding yang sukses memerlukan mempertahankan setidaknya beberapa inti atau konsep merek perifer untuk membangun jembatan dari merek perusahaan yang ada untuk merek perusahaan direvisi.
3. Ketiga negara prinsip bahwa rebranding perusahaan yang sukses mungkin memerlukan memenuhi kebutuhan segmen pasar baru relatif terhadap segmen mendukung merek yang ada.
Dari tiga prinsip, dapat ditarik kesimpulan bahwa hak dari awal visi merek harus direvisi dan mengamankan buy-in dari visi baru dari para pemangku kepentingan sebelum strategi merek yang sukses dapat menerapkan proses yang biasanya diabaikan oleh perusahaan lembaga.
Menurut Muzellec et al. (2003) rebranding dapat dibagi menjadi 4 dimensi yaitu:
1. Brand Repositioning, proses ini dianggap lebih dinamis karena merupakan proses tambahan dimana harus selalu diatur setiap waktu untuk selalu siap dengan perubahan market trend dan tekanan kompetitif dalam eksternal event yang lebih luas. Brand positioning dilakukan untuk merubah persepsi konsumen.
2. Brand Renaming merupakan yang paling komprehensif dan paling beresiko dalam proses rebranding. Renaming menjadi tahapan dimana nama baru menjadi media mengirimkan sinyal kuat kepada seluruh stakeholder bahwa perusahaan atau brand melakukan perubahan strategi, perubahan fokus, atau perubahan struktur kepemilikan.
3. Brand Redesign adalah mendesain ulang logo, gaya dan pesan seiring dengan menciptakan citra merek baru. Nama, slogan, dan logo merupakan elemen penting
9
Universitas Kristen Petra
dalam merancang sebuah merek, karena merupakan kebutuhan perusahaan untuk membangun misi dan nilai-nilai dalam proses rebranding.
4. Brand Relaunching adalah peluncuran atau pemberitahuan brand baru ke dalam internal dan eksternal perusahaan. Untuk internal dapat dilakukan dengan brosur atau buletin, internal meeting, dan juga melalui workshop atau intranet. Sedangkan untuk eksternal dapat melalui press relase, advertising dan media lainnya. untuk menarik perhatian akan brand baru tersebut dan juga dapat memfasilitasi proses adopsi dari nama baru tersebut kepada para stakeholder.
2.2 Brand Association
Sebagaimana penjelasan sebelumnya rebranding adalah penciptaan sebuah nama, istilah, simbol, desain, atau kombinasi dari hal-hal tersebut yang baru untuk sebuah brand yang sudah mapan dengan maksud mengembangkan suatu posisi yang baru dan berbeda di benak para pemangku kepentingan dan pesaing.
Menurut Aaker (1991) brand association adalah merupakan segala sesuatu yang terkait dengan memori terhadap sesuatu brand. Asosiasi-asosiasi terhadap suatu brand (brand associations) jumlahnya sangat banyak, tetapi tidak semuanya mempunyai makna yang berarti.
Brand association dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pemberian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan assosiasi dengan berbagai karakteristik merek.
Di samping memberi nilai bagi konsumen, brand association juga memberikan nilai bagi perusahaan dalam bentuk:
1. Brand association yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam memikat konsumen baru atau merangkul bentuk konsumen lama, promosi akan lebih efektif jika merek dikenal. Brand association yang stabil akan menghilangkan keraguan konsumen terhadap kualitas merek.
2. Empat dimensi brand association; brand awarenees, perceived quality, assosiation-assosiation dan asset merek lainnya dapat mempengaruhi alasan pemberian konsumen. Bahkan seandainya brand awareness, perceived quality, assosiation-assosiation tidak begitu penting dalam proses pemilihan merek, ketiganya tetap dapat mengurangi keinginan atau rangsangan konsumen untuk mencoba merek- merek lain.
10
Universitas Kristen Petra
3. Salah satu cara memperkuat brand association dengan melakukan promosi besar- besaran. Brand association yang kuat memungkinkan perusahaan memperoleh margin yang lebih tingi dengan menetapkan premium price (harga optimum) dan mengurangi ketergantungan pada promosi sehingga dapat diperoleh laba yang lebih tinggi.
4. Brand association yang kuat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan peluasan merek kepada produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis baru yang terkait biaya jauh lebih mahal untuk dimasuki tanpa merek yang meliputi brand association tersebut.
5. Brand association yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu menciptakan loyalitas saluran distribusi took, supermarket, dan tempat-tempat penjualan lainnya. Tidak diragukan lagi untuk menerima suatu produk dengan brand quality yang kuat dan mudah dikenal untuk dijual kepada konsumen.
6. Asset-asset brand association lainnya dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan dengan memanfaatkan celah-celah yang tidak dimiliki oleh pesaing.
Biasanya, bila dimensi utama dan brand association yaitu brand awareness, brand image, perceived quality, dan brand loyalty sudah sangat kuat, secara otomatis asset brand association lainnya juga akan kuat. Penekanan riset brand association diberikan pada keempat elemen utama dan brand association. Sedangkan asset brand assosiation lainnya akan secara otomatis terimbas oleh kekuatan dari keempat utama tersebut.
Menurut Aaker (1991) Berikut adalah 11 dimensi asosiasi merek seperti yang dinyatakannya:
1. Product Atributes (atribut produk) Atribut akan menunjukkan ciri spesifik dari produk tersebut yang akan memperkuat citra produk tersebut sebagai suatu merek yang memiliki ciri tertentu. Atribut tersebut meliputi: kemasan, manfaat, harga, rasa, kualitas dan reputasi produk. Kemasan pada produk tertentu selain melindungi produk yang bersangkutan akan mengingatkan pula asosiasi konsumen terhadap produk tersebut. Pilihan warna kemasan, bentuk/model kemasan akan memudahkan konsumen mengenali produk tersebut secara cepat. Manfaat suatu produk akan dikonsumsi dan dinikmati oleh konsumen sesuai dengan kebutuhannya, konsumen biasanya mengharapkan manfaat lebih dari suatu produk seperti rasa dan kualitas yang diinginkannya melebihi dari harga yang dibayarnya. Kemampuan produk memenuhi
11
Universitas Kristen Petra
keinginan konsumen akan memberikan nilai tambah produk tersebut sehingga reputasi produk semakin terjaga dengan meningkatnya kepercayaan konsumen pada produk tersebut.
2. Intangibles Atributes (atribut tak berwujud) Citra yang melekat dalam suatu produk akan diasosiasikan oleh banyak konsumen sebagai kelebihan tertentu yang memiliki suatu nilai sebagai atribut yang tidak berwujud secara fisik. Atribut tak berwujud merupakan value aded (manfaat lebih) yang dipersepsi/diasosiasikan oleh konsumen secara kualitatif, artinya meskipun tidak terlihat secara fisik tetapi dapat dirasakan dan dinikmatinya.
3. Customer’s Benefit (manfaat bagi pelanggan) Branded suatu produk akan memudahkan konsumen yang akan membutuhkan suatu produk sesuai dengan spesifikasi dan manfaat yang diinginkan oleh pelanggan. Produk yang sudah sangat dikenal oleh konsumen akan serta merta dipersepsi oleh konsumen pada utility (nilai guna) produk tersebut melalui penjelasan singkat tertera dalam kemasan.
4. Relative Price (harga relatif) Konsumen akan menghargai nilai produk tersebut bukan hanya sekedar kemanfaatannya saja, akan tetapi mereka akan menilai tinggi rendahnya harga suatu produk secara relatif atas dasar branded tidaknya suatu produk.
Untuk produk-produk tertentu yang telah dicitrakannya sedemikian rupa berapapun harga yang ditetapkan akan dipersepsi oleh konsumen secara positif, semakin mahal nilai harga produk tersebut ditetapakan maka semakin exlusive,
5. Application (penggunaan) Pemanfaatan suatu produk diasosiasi oleh konsumen terkait dengan kugunaan dan cara penggunaan yang melekat pada brand suatu produk.
Produk yang diasosiasikan makin dekat dengan konsumen, makin friendly dan makin mudah aplikasi dan penggunaannya.
6. User Customer (pengguna atau pelanggan) Pelanggan memilki kebiasaan tertentu dalam memilih karakter produk yang sesuai dengan kebutuhan atas dasar merk yang dicitrakannya, kadang produk merek tertentu diasosikan oleh pelanggan seperti menyebut merk tersebut sama/identik dengan fungsinya.
7. Celebrity person (orang terkenal) Citra merk akan menentukan posisioning suatu produk sebagai pembeda dengan produk sejenis lainnya yang melekat pada person orang tertentu dan kelas tertentu seperti selebritis dan orang ternama lainnya. Brand menjadi semakin terkenal karena dilengkapi dengan komunikasi audience dengan menggunakan orang yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat.
12
Universitas Kristen Petra
8. Life style Personality (gaya hidup / kepribadian) Produk yang dipilih atas dasar brand association mencerminkan konsumen yang memiliki kepribadian tertentu sesuai dengan gaya hidupnya (life style). Life style berhubungan erat dengan selera konsumen yang mewakili gaya hidup yang dipersepsikan jika konsumen mengkonsumsi produk tertentu semakin sehat, atau jika mnggunakan produk tertentu yang asosiasikan semakin percaya diri.
9. Product Class (kelas produk) Tiap citra yang melekat pada produk secara otomatis akan membntuk dan menempatkan kualifikasi tertentu dari produk yang bersangkutan. Ada kebanggaan tersendiri jika seorang konsumen menggunakan produk tertentu yang sekan menampatkan dirinya menjadi orang yang masuk kelas tertentu yang tercermin dari tampilan, harga dan reputasi produk yang bersangkutan.
10. Competitors (pesaing) Produk induk yang telah branded akan memancing tumbuhnya produk sejenis sekaligus sebagai pesaingnya. Jika produk pengikut tersebut tidak memiliki kekhasan dan kelebihan tertentu akan produk induk maka selamanya akan menjadi produk inferior dan tidak bisa menjadi price leader.
11. Country / geographic Area (negara wilayah geografis) Tiap daerah memiliki karakter tertentu dalam mengkonsumsi suatu produk sehingga diperlukan tingkat kejelian tertentu dalam mencitrakan produk tersebut agar dapat beradaptasi dengan lingkungan dimana konsumen tersebut berada. Dengan memperhatikan produk yang ditawarkan pad konsumen maka brand association dapat diukur pula dengan beberapa hal terkait dengan manfaat, harga ,rasa, kualitas, kemasan dan reputasi produk.
Kemudian Keller (1998) menambahkan dimensi yang dapat digunakan untuk menjelaskan brand association, diantaranya:
1. Attribute
Atribut adalah fitur deskriptif yang dapat dijadikan sebagai ciri dari produk atau jasa. Atribut dapat dibedakan berdasarkan bagaimana customer langsung berhubungan dengan produk. Selain itu, atribut dapat diklasifikasikan ke dalam produk yang terkait dan atribut terkait yang non-produk. Atribut yang berhubungan dengan produk dapat didefinisikan sebagai bahan yang diperlukan untuk melakukan produk utama atau sebagai fungsi pelayanan yang dicari oleh konsumen. Non-produk terkait dengan atribut yang didefinisikan sebagai aspek eksternal produk atau layanan yang berhubungan dengan pembelian atau konsumsi. Atribut-Non-produk yang
13
Universitas Kristen Petra
berhubungan dapat mempengaruhi pembelian atau proses konsumsi tetapi tidak secara langsung dapat mempengaruhi kinerja produk. (Keller, 1998, 93-99).
2. Benefit
Dimensi kedua dari manfaat asosiasi merek, dijelaskan bahwa manfaat adalah nilai pribadi dan makna bahwa konsumen menempel pada produk atau jasa. Manfaat dapat lebih dibedakan ke dalam tiga kategori sesuai dengan motivasi pokok yang berhubungan dengan fungsional, pengalaman, dan simbolis. Manfaat fungsional adalah keuntungan produk yang lebih intrinsik produk atau konsumsi layanan dan biasanya sesuai dengan atribut produk yang terkait. Manfaat Experiential berhubungan dengan yang dirasakan ketika produk atau layanan yang digunakan.
Simbolis manfaat keuntungan ini lebih ekstrinsik produk atau jasa konsumsi (Keller 1993, 4.).
3. Attitudes
Jenis dimensi yang ketiga dan yang paling abstrak dari asosiasi merek adalah sikap merek. Sikap merek yang didefinisikan dalam hal evaluasi keseluruhan konsumen dari merek. Sikap merek dikatakan penting karena mereka sering membentuk perilaku dasar dan perilaku konsumen yang mengambil dengan merek.
Merek konsumen pada umumnya tergantung pada pertimbangan tertentu yang mengenai atribut dan manfaat merek (Keller, 1998:100-102).
Menurut Iglesias (2001) dimensi yang dapat digunakan dalam melakukan pengukuran pada brand association antara lain:
1. Jaminan
Fungsi jaminan adalah suatu pemahaman jaminan kualitas yang didasarkan pada penilaian bahwa merek dapat diandalkan, efisien membawa kualitas kinerja dan memenuhi harapan yang dihasilkan (Ambler, 1997). Dalam mengasosiasikan fungsi ini menggunakan persepsi bahwa merek terkait dengan produk-produk yang tingkatannya sesuai dengan kinerja dan prihatin sehingga mudah memuaskan kebutuhan konsumen, memberikan kontribusi variasi dan inovasi (Iglesias, 2001).
2. Identifikasi pribadi
Fungsi identifikasi pribadi yang terkait dengan fakta adalah bahwa konsumen dapat mengidentifikasi dirinya dengan beberapa merek dan mengembangkan perasaan afinitas terhadap mereka. Dalam literatur tentang pengaruh merek, teori dasar mengacu pada kesesuaian antara perilaku konsumen, citra diri dan produk image. Teori ini
14
Universitas Kristen Petra
didasarkan pada gagasan bahwa individu dapat memperkaya diri mereka melalui merek gambar yang mereka beli dan mereka gunakan. Oleh karena itu, semakin besar konsistensi antara citra merek dan citra diri konsumen, maka evaluasi konsumen lebih baik dari merek dan semakin besar niatnya untuk membelinya (Iglesias, 2001).
3. Identifikasi social
Fungsi identifikasi sosial didasarkan pada kemampuan merek untuk bertindak sebagai instrumen komunikasi yang memungkinkan konsumen mewujudkan keinginan untuk diintegrasikan atau, sebaliknya untuk memisahkan diri dari kelompok individu yang membentuk suatu lingkungan sosial di terdekatnya. Konsumen tertarik dalam hal ini sehingga terdapat fungsi positif yang akan menghargai merek-merek yang menikmati reputasi baik antara kelompok yang mereka miliki atau bercita-cita untuk menjadi bagian darinya (Iglesias, 2001).
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, dalam penelitian ini dimensi yang dipilih untuk mengukur brand association adalah dimensi dari Keller (1998) karena dimensi tersebut memiliki standard yang paling jelas sebagai ukuran.
2.3 Brand Image
Menurut Keller (1993) Brand Image adalah persepsi konsumen tentang merek, seperti tercermin oleh asosiasi yang dipegang dalam benak konsumen. Setiap pelanggan memiliki kesan tertentu terhadap suatu merek, yang dapat timbul setelah melihat, mendengar, membaca atau merasakan sendiri merek produk, baik melalui TV, radio, maupun media cetak, (Kotler 2002).
Faktor-faktor pendukung terbentuknya brand image dalam keterkaitannya dengan asosiasi merek: (Keller, 2003)
1. Favorability of brand association (keunggulan asosiasi merek).
Salah satu faktor pembentuk brand image adalah keunggulan produk, dimana produk tersebut unggul dalam persaingan. Contoh: Apple merupakan produsen smartphone dari Amerika, Apple menghasilkan smarthone, tablet dan macbook memiliki desain tersendiri yang simple dan memiliki daya tahan yang bagus. Karena kedua keunggulan ini membuat Apple menjadi salah salut pemimpin pasar smartphone di Indonesia.
2. Strength of brand association/familiarity of brand association.
15
Universitas Kristen Petra
Membangun kepopuleran merek dengan strategi komunikasi melalui periklanan atau media komunikasi lain, dengan contoh: Perusahaan telekomunikasi Chevrolet memberi sponsor mobil pada film Transformer, terutama dengan peran robot bumblebee yang menjadi robot utama dalam film. Film transformer yang selalu menjadi box office tersebut di tonton jutaan orang di dunia dan secara langsung mengangkat popularitas dan penjualan mobil Chevrolet.
3. Uniquesness of brand association (keunikan asosiasi merek).
Merupakan keunikan-keunikan yang di miliki oleh produk tersebut. Contoh:
Kaisar motor mempunyai keunikan fungsi motor yaitu dengan adanya bak pengangkut dibelakang motor, yang bisa digunakan untuk mengangkut gallon air dan barang berat lainnya. Dapat disimpulkan bahwa kaisar motor mempunyai keunikan dalam fungsi motor yang disukai oleh para pedagang retail (pedagang galon air, gas masak, Alfamart, Indomaret dll).
Kemudian Plummer (2007:54) menambahkan juga bahwa dimensi brand image terdiri atas tiga bagian, yaitu;
a. Product attributes, yang merupakan hal-hal yang berkaitan dengan merek tersebut sendiri, seperti simbol, design, teknologi yang digunakan, nama yang digunakan, dan lain-lain.
b. Consumer benefits, yang merupakan kegunaan produk dari merek tersebut. Seperti manfaat yang diberikan produk dari merek tersebut.
c. Brand personality, merupakan kepribadian bagi para penggunanya. Seperti respon pengguna/konsumen setelah menggunakan merek tersebut.
Selain itu, brand image memiliki tiga komponen pendukung. Komponen tersebut ialah: (Biels, 1992)
1. Corporate image, merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu produk atau jasa.
2. User image, merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa.
3. Product image, merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu produk.
Aaker dan Biel (2009) mengemukakan bahwa brand image berkaitan dengan:
1. Image penyedia produk / jasa atau image perusahaan 2. Image pengguna
16
Universitas Kristen Petra
3. Image produk/jasa itu sendiri
Menurut Robert (2004) dalam lovemark theory menjelaskan bahkan brand image dibagi dalam tiga dimensi yaitu,
• Mystery, terkait dengan aspek kognitif dalam brand image. Dimana konsumen akan menghubungkan brand terkait dengan pengalaman penggunaan brand dimasa lalu sehingga tercipta persepsi terhadap brand dalam benak konsumen. Adapun elemen dalam dimensi mystery adalah,
Tabel 2.1 Mystery Concept
Sumber : Robert (2004)
• Sensuality, terbentuk dari penglihatan, penciuman, suara, sentuhan, dan taste.
Lampu penerangan toko, parfum di toko, musik yang diputar, dan tata letak desain interior toko akan merangsang pengalaman sensorik yang menimbulkan sensualitas.
Menurut Roberts (2004) unsur visual dari produk seperti layar, desain logo, paket dan warna, musik, bau-bauan, dan variasi tekstur akan mengangkat pengalaman emosional konsumen. Elemen dalam sensuality adalah,
Sub Components Concept descriptions Menceritakan cerita yang
berkesan
Perusahaan menceritakan sebuah cerita yang merefleksikan brand identity
Cerita brand adalah self-reflection konsumen
Cerita yang berkesan dipertajam dengan pengalaman mengesankan menggunakan brand, produk, dan berjumpa dengan retailer, akan mengubah emosi atau aksi dari konsumen
Menjadi sebuah mitos alami dan karakter ikonik
Brand menjadi ikon dan mitos global yang akan terus dikenang
Brand membuat karakter ikon global yang penuh dengan arti (contoh logo cawang Nike, dan medalion logo Starbucks) menjadi mudah diingat.
Menjadi sebuah mimpi Brand terasosiasi dengan aspirasi seperti keinginan yang kuat atau ambisi.
Brand menjadi mimpi personal, dimana dibutuhkan pemahaman terhadap gaya hidup konsumen.
Membangun inspirasi Brand menawarkan inspirasi, atau ide brilian, yang mengandung kekuatan untuk mengubah hidup.
Sebuah semangat inspirasi (contoh semangat Olympiade), memotivasi dan menggairahkan konsumen.
Penggabungan masa lalu, saat ini, dan yang akan datang.
Makna yang dipertajam oleh masa lalu dan saat ini
Masa lalu mempertajam masa kini.
17
Universitas Kristen Petra
Tabel 2.1 Sensuality Concept
Sub
Components
Concept descriptions
Vision Produk visual menampilkan desain logo, paket, dan warna tertentu yang akan merangsang emosi tertentu
Bau (Smell) Aroma merupakan pengalaman langsung, personal dan pengalaman spesifik, karena aroma tidak dibentuk berdasarkan penilaian pribadi atau kepercayaan
Rangsangan penciuman manarik peningkatan penjualan
Bau terikat dengan rasa
Suara Pengaturan ketenangan toko atau pemutaran musik dengan melodi, nada, volume dari lagu akan membentuk mood atau perasaan tertentu.
Sentuhan Tekstur halus, kasar, keras, lembut, basah, kering, panas, dan dingin akan menstimulasi perasaan.
Taste Sour, manis, asin, dan bitter adalah contoh dari beberapa taste yang dapat membangkitkan moods atau feelings tertentu
Sumber : Roberts (2004)
• Intimacy, aspek emosional brand image yang mengakibatkan perasaan konsumen berinteraksi dengan brand. Intimacy menangkap pengalaman konsumen dengan brand. Sebagai contoh, pemahaman yang kuat tentang pendapat dan preferensi konsumen, komitmen jangka panjang dari konsumen , dan kenikmatan konsumen saat berinteraksi dengan brand dapat menumbuhkan emosi dan persepsi positif terhadap perusahaan.
Tabel 2.1 Intimacy Concept
Sub Components Concept descriptions
Firm’s Empathy Empathy adalah mengerti dan memberikan dukungan penuh kepada konsumen dengan cara mendengarkan konsumen
Empathy is an understanding of consumers‘ aesthetic preferences.
Empathy adalah hubungan dengan consumers, mengingat momen pribadi konsumen (e.g., birthday).
Consumer’s Commitment
Commitment is consumer‘s preferable attitudes towards the brand.
Consumer‘s long-term commitment maintains a relationship.
Consumer’s Enjoyment
Enjoyment of interaction is consumers‘ strong positive feelings.
Enjoyment of interaction can transform the most insignificant product into a must- have item.
Enjoyment of interaction keeps the relationship going longer.
18
Universitas Kristen Petra
Sumber : Roberts (2004)
2.4 Customer Loyalty
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa brand image yang kuat dan baik membuat konsumen dapat membedakan perusahaan dengan perusahaan lain, datang kembali secara reguler, merekomendasikan merek tersebut kepada pihak lain, serta konsumen tidak mudah dipengaruhi oleh pesaing lainnya. Hal ini tentunya memberikan keuntungan bagi perusahaan, yaitu memiliki konsumen yang loyal.
Menurut (Rychild, 1996) customer loyalty dapat diukur dengan dimensi sebagai berikut :
a. Continues profit, merupakan keuntungan yang didapat dari customer loyalty yang bersifat jangka panjang dan cumulative sehingga pelanggan tetap loyal dan keuntungan bisnis bisa didapatkan dari pelanggan tunggal.
b. Reduces marketing cost, merupakan bisnis yang menginvestasikan uang untuk menarik pelanggan baru, seperti iklan. Untuk pelanggan setia, biaya ini bisa dihilangkan atau diminimalkan.
c. Increases per-customer revenue growth, merupakan pengeluaran dari pelanggan cenderung akan meningkatkan lembur.
d. Decreases operating cost, keakraban pelanggan yang setia dengan produk perusahaan dapat membuat mereka kurang bergantung kepada karyawan untuk informasi dan layanan sehingga dapat menurunkan biaya servis.
e. Increases referrals, merupakan rekomendasi kepuasan pelanggan bisnis ke teman dan yang lainnya. Arahan merupakan sumber penting dari pelanggan baru dan pelanggan yang menunjukkan pada kekuatan pribadi yang merekomendasikan untuk tinggal lebih lama.
f. Increases price premiums, Pelanggan setia dapat membayar lebih untuk merek karena mereka melihat beberapa nilai yang unik dari merek bahwa tidak ada alternatif lain yang dapat memberikan. Banyak orang akan membayar lebih untuk tinggal di sebuah hotel karena mereka tahu daripada mengambil kesempatan pada pesaing yang lebih murah.
g. Provides competitive advantage, sebagai konsumen dapat menjadi setia kepada sebuah merek dan mereka menjadi kurang sensitif terhadap peningkatan sebuah
19
Universitas Kristen Petra
perusahaan. Harga dapat mempertahankan diferensiasi harga di atas persaingan karena kemampuan produk untuk memenuhi kebutuhan mereka (Tepeci, M, 1999).
Kuusik (2007) menyebutkan bahwa loyalitas pelanggan dapat diukur dari:
1. Customer primary behavior merupakan perilaku utama pelanggan, meliputi kebaruan, frekuensi, dan jumlah pembelian.
2. Customer secondary behavior merupakan perilaku tambahan dari pelanggan seperti mereferensikan dan menyebarkan dari mulut ke mulut
3. Customer intent to repurchase adalah keinginan yang timbul dari dalam diri pelanggan untuk membeli produk di masa yang akan datang
Menurut Oliver (1999) mengartikan customer loyalty Dimana berarti komitmen yang mendalam dari konsumen untuk membeli kembali atau berlangganan atas produk / jasa yang disukai secara konsisten di masa depan, sehingga menyebabkan pembelian merek yang sama, meskipun ada pengaruh situasional dan upaya pemasaran yang menyebabkan potensi untuk beralih. Lalu juga dijelaskan bahwa terdapat tiga perspektif konseptual yang digunakan untuk mendefinisikan customer loyalty, yaitu:
a. Behavioral Perspective
Behavioral perspective sesuai dengan konsep retensi, dengan asumsi bahwa tidak peduli apa sumber loyalitas berada, ini berarti jumlah yang tidak ditentukan akuisisi diulang dari pemasok yang sama, dalam jangka waktu tertentu. Loyalitas perilaku melibatkan unsur-unsur seperti: frekuensi panggilan, tingkat pembelian cross selling dan panjang hubungan (Söderlund, 2006)
Behavior loyalty penting bagi bisnis karena hal ini berarti konsumen melakukan pembelian, dimana jika tidak ada konsumen yang membeli berarti tidak ada pendapatan.
b. Attitudinal Perspective
Attitudinal perspective tersebut diselidiki dalam hal sikap, preferensi, komitmen dan niat (Söderlund, 2006). Hal ini didefinisikan sebagai keinginan konsumen untuk melanjutkan hubungannya dengan perusahaan terlepas dari harga yang lebih rendah dari perusahaan yang bersaing dan untuk merekomendasikan produk atau jasa kepada teman-temannya (Dick, Basu, 1994; Chaudhuri dan Holbrook, 2001)
Attitudinal perspective memberikan dampak baik bagi perusahaan karena konsumen memberikan kekuatan lebih bagi perusahaan. Contoh langkah-langkah
20
Universitas Kristen Petra
operasional yang bersifat attidunial perpective adalah preferensi, niat membeli, pemasok prioritas, dan bersedia memberi rekomendasi.
Namun, konsumen yang termasuk dalam attidunial loyalty saja tanpa memiliki behavioral loyalty berarti konsumen yang melakukan promosi tanpa ikut mengeluarkan uangnya untuk perusahaan, atau membeli produk/jasa yang ditawarkan. Konsumen ini dapat dikatakan tidak memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi perusahaan. Perusahaan yang memiliki banyak konsumen tipe ini saja tidak akan lama di dalam bisnis karena hanya ada sedikit pendapatan.
c. Integration of attitudinal and behavioral loyalty perspective
Perspektif ini mengkombinasikan antara definisi attitudinal dan behavioral loyalty perspective.
Oliver (1999) menjelaskan 4 tahap dari loyalty yaitu terdiri dari cognitive loyalty, affective loyalty, conative loyalty, dan action loyalty. Berikut merupakan penjelasan lebih detail mengenai tahap-tahap tersebut:
a. Cognitive Loyalty
Pada tahap ini merupakan tingkat keloyalan yang paling rendah karena pada komitmen tahap ini hanya berkisar mengenai manfaat dan pengorbanan, bukan loyal terhadap suatu produk atau jasa yang ditawarkan.
b. Affective Loyalty
Pada tahap ini ditunjukkan sikap dari konsumen yang menguntungkan dan menyukai terhadap merek. Loyalitas pada tahap ini diarahkan pada tingkat terpengaruh pada merk.
c. Conative Loyalty
Pada tahap ini, konsumen memiliki behavioral intention untuk terus membeli produk dan jasa yang ditawarkan. Di dalam conative loyalty, konsumen memiliki komitmen yang lebih mendalam dibandingkan cognitive loyalty dan affective loyalty.
d. Action Loyalty
Pada action loyalty merupakan tahap dimana behavioral intention konsumen berubah menjadi tindakan. Pada tahap ini konsumen akan tetap mengkonsumsi secara konstan walaupun ada upaya dari lingkungan untuk membuatnya berpindah.
21
Universitas Kristen Petra
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang digunakan sebagai penunjang atas konsep dasar dalam penelitian ini adalah jurnal penelitian yang dilakukan oleh D. Agung Krisprimandoyo (2008) dengan judul “Pengaruh Corporate Rebranding terhadap Loyalitas Penghuni CitraLand Surabaya melalui Brand Association, Kepuasaan dan Reputasi Perusahaan
“. Tujuan penelitian ini untuk menguji hubungan antara rebranding, brand association, brand image, customer loyalty, dan kepuasaan dan reputasi perusahaan di dalam Property.
Model konseptual dari penelitian ini seperti gambar berikut.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian Terdahulu Sumber: D. Agung Krisprimandoyo (2008)
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan membagikan kuesioner sebanyak 200 responden dengan menggunakan metode
22
Universitas Kristen Petra
explanatory research, penghuni yang terbagi secara proporsional geografis di area CitraLand Surabaya.
Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan SEM. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan hubungan yang dari pengaruh corporate rebranding berpengaruh terhadap brand associations, pengaruh dari brand assosication terhadap customer loyalty, pengaruh dari kepuasaan penghuni terhadap customer loyalty, dan pengaruh dari reputasi perusahaan terhadap customer loyalty . Dalam penelitian tersebut juga ditemukan bahwa loyalitas konsumen dapat timbul lewat kepuasaan dan image terhadap merek atau perusahaan yang dirasakan, dan dalam kasus ini pengalamannya akan membuat konsumen mengingat brand yang memberikan pengalaman tersebut.
2.6 Hubungan Antar Konsep
Berdasarkan teori penunjang sebelumnya, diketahui berbagai variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rebranding, brand association, brand image, dan customer loyalty. Terdapat berbagai macam dimensi dan teori untuk mengukur tiap- tiap variabel, sehingga peneliti memilih teori serta dimensi yang sesuai dengan ruang lingkup, objek, dan tujuan penelitian. Sehingga teori dan dimensi yang diambil dapat benar-benar mendukung penelitian ini dengan baik.
Selanjutnya, untuk mengetahui apa saja yang mempengaruhi customer loyalty, pemasar harus mengerti hubungan antar konsep. Berikut adalah beberapa hal yang menurut peneliti dapat mempengaruhi customer loyalty di PT Telkom IndiHome Surabaya.
2.6.1 Hubungan antara Rebranding dengan Brand Association
Sementara merek yang bersangkutan dengan menciptakan identitas merek, Rebranding adalah tentang menciptakan identitas baru. Perusahaan mengadopsi nama baru, slogan atau identitas visual, misalnya sebagai akibat dari merger dan akuisisi atau perubahan strategi perusahaan, sering dilaporkan di pers bisnis, tapi kurang mendapat perhatian dari sudut pandang akademis. (Muzellec et al. 2003)
Rebranding menurut Daly & Moloney (2004) melihat rebranding sebagai kontinum, dari revitalisasi merek saat ini untuk perubahan nama lengkap yang melibatkan perubahan dalam nilai-nilai merek dan janji-janji. Stuart dan Muzellec
23
Universitas Kristen Petra
(2004) juga menggambarkan sebuah kontinum di rebranding. Sementara kedua pandangan menganggap rebranding sebagai suatu proses sepanjang kontinum kecil untuk perubahan besar.
Berawal dari rebranding atas segala interaksi dengan merek tersebut akan membentuk sebuah mindset dibenak konsumen atas image baru dari perusahaan. Brand association diartikan oleh Roberts (2004) sebagai informasi yang terkait dengan merek dalam memori dan makna dari merek bagi konsumen.
Didukung oleh jurnal penelitian yang dilakukan oleh D. Agung Krisprimandoyo (2008) dengan judul “Pengaruh Corporate Rebranding terhadap Loyalitas Penghuni CitraLand Surabaya melalui Brand Association, Kepuasaan dan Reputasi Perusahaan
“. menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara Rebranding terhadap brand association.
Rebranding yang diberikan oleh IndiHome adalah produk dan jasa layanan yang baru dari merek sebelumnya. Pengaruh dari rebranding ini banyak dirasakan konsumen membentuk brand association baru dari konsumen IndiHome.
Jadi, dengan memberikan perubahan merek terhadap asosiasi merek yang dirasakan oleh konsumen, assosiasi merek atas perubahaan merek dari perusahaan akan baik di mata konsumen.
2.6.2 Hubungan antara Rebranding dengan Brand Image
Didalam Rebranding, konsumen telah merasakan proses perubahan merek yang dijalani dari lama hingga baru. Perubahan merek ini yang didapatkan oleh konsumen bukan hanya merek, melainkan pada semua produk dan layanan yang baru ditawarkan oleh perusahaan, juga desain/lingkungan kawasan perusahaan, pelayanan staff, bagaimana sambutan staff, dan yang dirasaskan oleh konsumen pada saat mengunakan produk.
Definisi ini berfokus pada kegiatan masukan perusahaan membedakan dengan cara nama dan perangkat identitas visual. De Chernatony dan Dall'olmo Riley, (1998).
Meskipun membatasi, itu sesuai dengan proses rebranding seperti yang dijelaskan di media massa bisnis. Oleh karena itu Karakterisasi kemungkinan rebranding adalah penciptaan baru nama, istilah, simbol, desain atau kombinasi dari mereka untuk merek mapan dengan tujuan mengembangkan dibedakan (baru) posisi dalam pikiran para pemangku kepentingan dan pesaing.
24
Universitas Kristen Petra
Stuart dan Muzellec, (2004) menjelaskan rebranding adalah definisi berkaitan dengan positioning merek dan apakah perubahan atau tetap sama dalam perjalanan rebranding.
Maka pada saat perusahaan rebranding membangun image baru atas keseluruhan pengalaman yang telah diterima oleh konsumen, maka ia akan merasa mendapat image yang baru dengan perubahan merek yang diterima.
Hubungan antara rebranding dengan brand image menurut Ester Tang (2009), ada hubungan positif antar keduanya. Strategi rebranding yang tepat mampu merubah persepsi konsumen, citra merek (brand image) dan asosiasi merek (brand assosiations).
Menurut Keller dalam Tang (2009), strategi rebranding yang sukses dapat membantu meningkatkan akuitas merek (brand awareness dan brand image) yang mampu meningkatkan jumlah penjualan dan frekuensi konsumsi..
Hal ini didukung oleh jurnal penelitian dari Asus, S Tudi K(2015) dengan judul
“Pengaruh Rebranding terhadap Brand Image pada Universitas Telkom”, dimana ditemukan adanya pengaruh positif dari rebranding terhadap brand image.
2.6.3 Hubungan antara Brand Association dengan Brand Image
Brand Association merupakan Asosiasi-asosiasi terhadap suatu brand (brand associations) jumlahnya sangat banyak, tetapi tidak semuanya mempunyai makna yang berarti. Kumpulan asosiasi yang mempunyai makna akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. (Aaker, 1991)
Ketika assosiasi merek yang diberikan perusahaan sangat banyak, maka kumpulan dari asosiasi yang memiliki value akan mempengaruhi image baik bagi perusahaan yang timbul dibenak konsumen.
Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Erfan Severi1 & Kwek Choon Ling (2013) dengan judul “The Mediating Effects of Brand Association, Brand Loyalty, Brand Image and Perceived Quality on Brand Equity” dimana terdapat pengaruh antara brand association pada image perusahaan. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan akan memiliki image yang semakin kuat ketika ia menilai mendapatkan value yang tinggi.
2.6.4 Hubungan antara Brand Association dengan Customer Loyalty Asosiasi pelanggan dengan merek menciptakan citra merek di benak pelanggan menurut Keller (2004). Dengan keberuntungan, kekuatan dan keunikan
25
Universitas Kristen Petra
asosiasi merek adalah dimensi yang memainkan peran penting dalam menentukan respon diferensial yang membentuk ekuitas merek (Keller, 1993).
Sebagian besar dimensi asosiasi yang disusun dari karya asli dari Aaker (1991), karena ia dikategorikan asosiasi merek dalam sebelas jenis, termasuk: atribut produk tidak berwujud, manfaat pelanggan, relatif harga, penggunaan / aplikasi, pengguna / pelanggan, selebriti / orang, gaya hidup / kepribadian, kelas produk, pesaing, dan negara asal. asosiasi dimensi untuk melengkapi dan mencakup dimensi diminta untuk menentukan loyalitas merek perangkat mobile. Dimana ada hubungan antara brand association dengan customer loyalty.
Hubungan yang positif didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Dr.
Ghaith Mustafa Al-Abdallaha, Dr. Assd H. Abo-Rummanb (2013) dengan judul “The Effect of Brand Associations on Customer Loyalty: Empirical Study on Mobile
Devices in Jordan “.
Menurut Aaker (1991) Customer Loyalty merupakan salah satu indikator dari ekuitas merek yang terbukti terkait dengan laba masa depan, karena loyalitas merek secara langsung diterjemahkan ke dalam penjualan di masa mendatang
2.6.5 Hubungan antara Brand Image dengan Customer loyalty
Brand Image memiliki pengaruh positif pada Customer loyalty, artinya semakin tinggi Brand Image maka akan semakin tinggi pula Customer Loyalty, begitu pula sebaliknya.
Hubungan yang positif didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ike-Elechi Ogba and Zhenzhen Tan (2009) dengan judul “Exploring the impact of brand image on customer loyalty and commitment in China Ike-Elechi “.
Brand Image merupakan aspek penting dari kegiatan pemasaran; branding dan pasar menawarkan dengan definisi bervariasi dan pendekatan untuk konseptualisasi nya (Burleigh dan Sidney, 1955). Menurut Low dan Lamb (2000) brand image merupakan persepsi beralasan atau emosional konsumen melampirkan merek tertentu.
Hal ini, bagaimanapun, perlu dicatat bahwa pandangan tersebut tidak menyediakan satu dengan pemahaman praktis yang mendalam dari konsep sebagai pelanggan dapat mengulang membeli belum tentu karena terus merasa kepuasan atau sebagai akibat nyata untuk tetap dengan merek.
Melalui lovemark theory-nya, Roberts (2004) mengatakan bahwa perusahaan perlu memperkuat merek dalam membangun emosi secara mendalam dengan
26
Universitas Kristen Petra
konsumen sehingga dapat menciptakan customer loyalty. Jadi melalui teori ini, customer loyalty dibentuk melalui 3 dimensi di dalam brand image, yaitu mystery, sensuality, dan intimacy.
Berdasarkan hal diatas maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki brand image yang baik dan kuat dapat mempengaruhi konsumen untuk mengingat merek tersebut, datang kembali secara reguler, serta konsumen tidak mudah dipengaruhi oleh pesaing lainnya. Jadi, brand image dari suatu merek atau perusahaan mempengaruhi customer loyalty, dimana melalui keterikatan image yang dibangun oleh perusahaan tersebut membentuk komitmen mendalam didalam diri konsumen untuk memiliki hubungan jangka panjang dengan perusahaan.
27
Universitas Kristen Petra
2.7 Kerangka Konseptual
2.8 Hipotesa
H1 : Rebranding berpengaruh positif terhadap Brand Association H2 : Rebranding berpengaruh positif terhadap Brand Image H3 : Brand Association berpengaruh positif terhadap Brand Image H4 : Brand Association berpengaruh positif terhadap Customer Loyalty H5 : Brand Image berpengaruh positif terhadap Customer Loyalty
Rebranding
Brand Image
Customer Loyalty
H2 H1
H3
H4
H5
Rebranding
Brand Repositioning
Brand Renaming
Brand Redesign
Brand Relaunching Muzellec et al. (2003)
Brand Image
Product Attributes
Consumer Benefits
Brand Personality Plummer (2007)
Oliver (1999)
Aaker (1991)
Brand
Association
28
Universitas Kristen Petra
2.9 Kerangka Berpikir
Latar Belakang
1. Meningkatnya pengguna internet di Indonesia.
2. Kebutuhan konsumen akan pengguna internet yang berada di pasar cukup masih tinggi.
3. Penting bagi pemasar untuk mengetahui loyalitas merek dari konsumen Indihome Surabaya.
.
Rumusan Masalah
1. Apakah rebranding berpengaruh terhadap brand association pada brand Indihome?
2. Apakah rebranding berpengaruh terhadap brand image pada brand Indihome?
3. Apakah brand association berpengaruh terhadap brand image pada brand Indihome?
4. Apakah brand association berpengaruh tentang customer loyalty pada brand Indihome?
5. Apakah brand image berpengaruh terhadap customer loyalty pada brand Indihome?
Kerangka Konseptual
Metodologi Penelitian Jenis Penelitian : Kuantitatif
Populasi : Pengguna IndiHome di Surabaya Sampel : 150 orang responden
Kesimpulan dan saran