• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PETERNAK PLASMA AYAM BROILER POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA CIKAHURIPAN PS, KABUPATEN CIAMIS. Oleh PANJI SETIAWAN H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PETERNAK PLASMA AYAM BROILER POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA CIKAHURIPAN PS, KABUPATEN CIAMIS. Oleh PANJI SETIAWAN H"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

CIKAHURIPAN PS, KABUPATEN CIAMIS

Oleh

PANJI SETIAWAN H24077040

PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

ABSTRAK

Panji Setiawan, H24077040. Analisis Kelayakan Finansial Peternak Plasma Ayam Broiler Pola Kemitraan Inti-Plasma Cikahuripan PS, Kabupaten Ciamis. Di bawah bimbingan H. Musa Hubeis.

Cikahuripan PS merupakan salah satu perusahaan yang telah lama bergerak dalam pola kemitraan dengan jumlah peternak plasma yang cukup banyak di Kabupaten Ciamis. Sebagai salah satu perusahaan terbesar yang melakukan kemitraan dengan peternak plasma di Kabupaten Ciamis adalah Cikahuripan PS berskala 90.000 ekor per 1 kali panen. Perusahaan ini telah lama melakukan kemitraan dengan peternak plasma yang telah mengalami gulung tikar, karena terus menerus mengalami kerugian dalam budidaya dan rendahnya pemilikan atau skala usaha 2.000 ekor/skala.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana mekanisme pola kemitraan yang dijalankan Cikahuripan PS dengan peternak plasmanya, mempelajari karakteristik peternak plasma dan menghitung besarnya pendapatan peternak plasma berdasarkan skala usaha. Penelitian ini dilakukan terhadap peternak plasma ayam broiler di Desa Sindangsari, Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis yang bermitra dengan Cikahuripan PS. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan peternak plasma dengan bantuan kuesioner dan wawancara dengan pihak inti untuk mengetahui mekanisme pola kemitraan yang dijalankan. Data sekunder diperoleh melalui pihak inti dan peternak plasma, serta literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

Pengolahan data dilakukan dengan Analisis Pendapatan, yaitu hasil pengurangan penerimaan dengan biaya total. Penerimaan adalah total output yang diperoleh dari hasil kali penjualan ayam hidup (dalam kg) dengan satuan harga yang berlaku ditambah dengan adanya penerimaan tambahan dari penjualan kotoran ternak dan penjualan karung, serta menggunakan Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio). Hasil analisis menyatakan bahwa besarnya keuntungan yang diterima peternak plasma berfluktuasi pada setiap bulan produksinya (tergantung skala usaha dan kondisi pasar). Keuntungan tertinggi diperoleh peternak plasma yang berproduksi pada bulan September-Oktober, yaitu Rp. 3.092,82/ekor. Peternak plasma yang berproduksi pada bulan Desember- Januari mengalami kerugian Rp. (-)696,79/ekor, dikarenakan harga jual ayam hasil panen turun Rp. 9.718,75/ekor dan menurunnya permintaan masyarakat akan ayam broiler.

(3)

CIKAHURIPAN PS, KABUPATEN CIAMIS

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Oleh

PANJI SETIAWAN H24077040

PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 10 Juli 1984. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan bapak H. Komar Gunawan dan Ibu Hj. Siswati.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Bebedilan II Ciamis pada tahun 1996, lalu melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Ciamis pada tahun 1999 kemudian melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Ciamis dan masuk dalam program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) hingga akhirnya lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan Program Studi Sosial Ekonomi dan Industri Peternakan. Setelah itu melanjutkan studi Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi diantaranya adalah Ekstensi of Management (EXOM) pada tahun 2008-2009 serta aktif di berbagai bidang olahraga, diantaranya basket, futsal dan tenis meja.

(5)

Alhamdulillahirabbil’alamin penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah telah memberikan rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul ”Analisis Kelayakan Finansial Peternak Plasma Ayam Broiler Pola Kemitraan Inti-Plasma Cikahuripan PS., Kabupaten Ciamis” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW, semoga penulis terus diberikan petunjuk ke jalan yang lurus.

Penulis menyadari dengan setulus hati bahwa skripsi ini terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril dan materiil. Oleh karena itu, dengan rasa tulus dan hormat yang teramat, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan wawasan yang sangat luas kepada penulis.

2. Bapak Ir. Abdul Basith, MS dan Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan saran bagi kesempurnaan skripsi ini.

3. Bapak H. Aceng Rusli selaku pemilik perusahaan Cikahuripan PS dan para peternak plasma yang bermitra dengan Cikahuripan PS yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian serta memberikan informasi demi terselesainya skripsi ini.

4. Ibunda dan ayahanda yang senantiasa memberikan curahan kasih sayang, doa yang tulus dan dukungannya baik moril maupun materil yang tak terhingga.

5. Adik-adikku, Ridha Hidayat dan Fitria Utami yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

6. Bobo for always giving me love, strength and support... Thanks a lot.

7. Teman-teman di Ekstensi Manajemen Angkatan 2, You all the best dan juga untuk Angkatan 1 dan 3 terima kasih atas semua dukungannya.

(6)

8. Segenap jajaran staf administrasi FEM: Bapak Acep, Mas Norman, Mas Budiman, Mas Abidin, Ibu Nesty, Ibu Lily, Mba Zakiyah dan Mba Fitri.

9. Teman-teman di kosan Wisma Asri Putera Khairil, Iwan, Davi, Yogi, Adit, Yogo, Aris, Asep, Oktavianto, Dodi dan Putut terima kasih untuk supportnya.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan pahala atas kebaikannya.

Tidak ada gading yang tak retak. Skripsi ini masih banyak kekurangannya, maka kritik dan saran sangat penulis harapkan, sehingga bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, khususnya demi perkembangan pembangunan di Indonesia.

Bogor, Februari 2010

Penulis

(7)

Panji Setiawan, H24077040. Analisis Kelayakan Finansial Peternak Plasma Ayam Broiler Pola Kemitraan Inti-Plasma Cikahuripan PS, Kabupaten Ciamis. Di bawah bimbingan H. Musa Hubeis.

Cikahuripan PS is one of company which stripper has is peripatetic in partenership pattern with number of quite a lot plasma breeders in Kabupaten Ciamis.

As one of the biggest company doing partenership with plasma breeder in Kabupaten Ciamis is Cikahuripan PS is having scale 90.000 tails per times crop. This company has is old does partnership with plasma breeder which has experienced closed down, because continuously experiences loss in conducting and the low of ownership or scale effort for 2.000 tails/scale.

This research aim to know and analysis how mechanism of partnership pattern implemented by Cikahuripan PS with plasma breeder, studies plasma breeder characteristic and calculates level of earnings of plasma breeder based on business scale. In this case is done to chicken plasma breeder broiler in Desa Sindangsari, Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis having partner with Cikahuripan PS. Data applied in this research applies primary data and secondary. Primary data is obtained through interview with plasma breeder with help of questionaire and interview with the side of core to know mechanism of partnership pattern implemented. Secondary data is obtained through the side of core and plasma breeder, as well as literature with research done.

Data processing is done with Revenue Analysis, that is result of reduction of acceptance with total cost. Acceptance is totalizing output obtained from sale product of life chicken (in kg) with set of price applied added with existence of additional acceptance from sale of livestock dirt and sale sack, as well as applies Acceptance Balance Analysis and Cost (R/C Rasio). Result of analysis express that level of advantage received by fluctuaction plasma breeder in each month production (depends on scale effort and condition of market). Highest advantage is obtained productive plasma breeder in September-October, that is Rp. 3.092,82/tail. Productive plasma breeder in December-January experiences loss Rp. (-)696,79/tail, because of yield chicken selling price downwards Rp. 9.718,75/tail and lowering of request of chicken public broiler would.

(8)

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Ekonomi Peternak Plasma Ayam Broiler Pola Kemitraan Inti-Plasma Cikahuripan PS, Kabupaten Ciamis Nama : Panji Setiawan

NIM : H24077040

Menyetujui Pembimbing,

(Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA) NIP : 19550626 198003 1002

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc) NIP : 19610123 198601 1002

Tanggal Lulus :

(9)

viii

Halaman

ABSTRAK ... .. ii

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler ... 5

2.2 Usaha Peternakan Ayam Broiler ... 7

2.3 Pola Kemitraan ... 9

2.4 Mekanisme Pola Kemitraan ... 11

2.5 Keberhasilan Usaha Peternakan Ayam Broiler ... 12

2.6 Biaya Produksi ... 13

2.7 Penerimaan Produksi ... 17

2.8 Analisis Pendapatan dan Rasio R/C ... 17

2.9 Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 20

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 21

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.3 Pengumpulan Data ... 23

3.4 Pengolahan dan Analisis Data ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 25

4.1.1 Lokasi dan Bentuk Perusahaan ... 25

4.1.2 Struktur Organisasi ... 26

4.2 Gambaran Umum Desa Sindangsari ... 27

4.2.1 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi ... 27

4.2.2 Topografi dan Iklim... 28

4.2.3 Penduduk dan Mata Pencaharian ... 28

4.3 Distribusi Karakteristik Peternak Plasma ... 30

4.4 Mekanisme Kemitraan ... 32

4.5 Tatalaksana Pemeliharaan Ayam Broiler ... 34

(10)

ix

4.6 Persyaratan Peternak Plasma ... 41

4.7 Penetapan Harga Sapronak dan Hasil Panen ... 42

4.8 Pola Pengaturan Produksi ... 42

4.9 Pengawasan dan Pembinaan ... 43

4.10 Bonus dan Sanksi ... 43

4.11 Analisis Pendapatan Usaha Ternak Ayam Broiler ... 44

4.11.1 Biaya Produksi ... 44

4.11.2 Penerimaan ... 47

4.11.3 Pendapatan ... 48

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 50

2. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN ... 53

(11)

x

No. Halaman

1. Perkembangan populasi ayam broiler di Indonesia dari tahun 2000-2007 ... 1

2. Mekanisme pola kemitraan ayam broiler di Desa Purwasari, Kecamatan Garawangi, Kabupaten Kuningan ... 11

3. Hak dan kewajiban Peternak Plasma dan Perusahaan Inti ... 12 4. Mortalitas, konversi pakan dan berat badan akhir ayam broiler

berdasarkan skala usaha di daerah Kuningan, Jawa Barat ... 13 5. Komposisi biaya produksi Peternak Plasma per kilogram untuk setiap

periode produksi pada wilayah Bogor dan Tangerang ... 14 6. Komposisi biaya, penerimaan dan pendapatan serta R/C rasio

Peternak Plasma per seratus ekor Ayam Broiler ... 16

7. Analisis pendapatan Ayam Broiler per 1.000 ekor per periode produksi di Kecamatan Singaparna per periode Februari - Maret ... 19

8. Keadaan umum inti Cikahuripan PS ... 26 9. Komposisi umur dan jenis kelamin penduduk Desa Sindangsari

Kecamatan Cikoneng Kabupaten Ciamis ... 29 10. Komposisi penduduk Desa Sindangsari menurut tingkat pendidikan.. 29 11. Komposisi penduduk Desa Sindangsari menurut mata pencaharian ... 30 12. Distribusi karakteristik Peternak Plasma ... 32 13. Standar kebutuhan luas lantai untuk 1.000 ekor ayam pada usaha

peternakan Cikahuripan PS ... 36 14. Rataan jumlah ayam yang dijual, jumlah ransum yang dihabiskan,

bobot jual, konversi pakan dan mortalitas pada Peternak Plasma selama periode tahun 2008 ... 40 15. Rataan komposisi biaya produksi Peternak Plasma Cikahuripan PS

periode produksi tahun 2008 ... 46 16. Rataan penerimaan Peternak Plasma Cikahuripan PS periode produksi

tahun 2008 ... 47 17. Rataan pendapatan dan R/C rasio Peternak Plasma Ayam Broiler

Cikahuripan PS selama periode produksi tahun 2008 ... 48

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 22 2. Struktur organisasi Cikahuripan PS ... 27 3. Mekanisme kemitraan Cikahuripan PS ... 33

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Program pemeliharaan kesehatan Ayam Broiler ... 54

2. Upah dan bonus Peternak Plasma Ayam Broiler ... 55

3. Permohonan menjadi Peternak Plasma Ayam Broiler ... 57

4. Pendapatan Peternak Plasma Periode Januari-Desember 2008 ... 58

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ternak ayam ras di Indonesia dalam sektor peternakan memperoleh prioritas utama dalam hal memajukan pembangunan di Indonesia, selain sektor pertanian pangan. Pertimbangan tersebut, berkaitan dengan upaya mengejar standar gizi nasional. Oleh sebab itu, peranan pihak terkait sangat dibutuhkan dalam mengembangkan peternakan Indonesia mendatang, khususnya pada pertimbangan konsumsi ayam di Indonesia yang masih rendah, yaitu 4,6-4,8 kg per kapita per tahun. Keadaan ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan konsumsi ayam di negara Asia lainnya, yaitu 30-40 kg per kapita per tahun. Perkembangan pembangunan ini ditunjang oleh pergeseran taraf dan gaya hidup masyarakat Indonesia yang cenderung mengarah pada kehidupan modern. Selain itu, dipicu oleh adanya peningkatan pendapatan, peningkatan kesadaran untuk mengonsumsi makanan yang bergizi dan sifat konsumtif masyarakat Indonesia. Perkembangan populasi ayam broiler di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan populasi ayam broiler di Indonesia dari tahun 2000-2007

Tahun Populasi (000 ekor)

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

530.874,06 621.870,43 865.074,79 847.743,89 778.969,84 811.188,68 797.527,45 920.851,12 Sumber: Departemen Pertanian, 2007

Salah satu ternak yang paling potensial untuk dikembangkan adalah ayam broiler. Ayam broiler merupakan jenis unggas yang mempunyai siklus

(15)

produksi cepat dengan pertambahan bobot badan cepat 50-100 g per hari dalam waktu yang relatif pendek 4-5 minggu sudah dapat dipanen dan dagingnya disukai oleh masyarakat. Laju pertumbuhan broiler dapat diatur dengan program pencahayaan dan program pemberian pakan yang baik.

Untuk dapat menghasilkan berat panen yang baik, maka pertumbuhan pada dua minggu pertama perlu diperhatikan. Berat badan yang baik pada umur dua minggu (± 486 g) secara umum akan menghasilkan berat badan yang sangat baik pula pada akhir masa panen.

Pelaku usaha ternak ayam broiler yang sebagian besar berbentuk peternakan rakyat, banyak diantaranya bekerjasama dengan perusahaan besar dalam bentuk kerjasama kemitraan. Peranan perusahaan besar sebagai mitra peternak rakyat diharapkan dapat menjamin kepastian pasokan sarana produksi dan harga jual produk, serta adanya jaminan pasar atas produk yang dihasilkan. Pola kemitraan dapat digunakan untuk mengatasi berbagai macam kekurangan yang dihadapi oleh peternak rakyat, serta dapat menjadi solusi untuk merangsang tumbuhnya peternak di Indonesia, terutama bagi peternak rakyat yang kepemilikan modalnya relatif kecil. Pola kemitraan yang sudah sering dilaksanakan adalah pola inti-plasma. Dalam pola kemitraan pola inti- plasma ini, perusahaan bertindak sebagai inti yang memberikan bibit, pakan, vitamin dan obat-obatan, serta memberikan pelayanan teknik beternak ataupun kesehatan ternak kepada plasma (peternak rakyat). Selain itu, plasma harus menjual seluruh ayam yang dipelihara kepada inti. Sekalipun peternak plasma tidak mampu membuat keputusan sendiri atas usahanya, namun pola kemitraan ini terus berkembang menuju bentuk yang lebih baik setelah adanya Keppres No. 22 tahun 1990 yang menekankan bahwa sektor budidaya masih merupakan porsi terbesar bagi peternak rakyat, meskipun peternak besar juga diberi peluang untuk memanfaatkannya.

Salah satu perusahaan yang telah melaksanakan pola kemitraan inti- plasma di Kabupaten Ciamis adalah Cikahuripan PS. Cikahuripan PS merupakan salah satu perusahaan yang telah lama bergerak dalam pola kemitraan dengan jumlah peternak plasma yang cukup banyak di Kabupaten Ciamis.

(16)

3

1.2. Perumusan Masalah

Pola kemitraan merupakan suatu kerjasama yang hingga saat ini dinilai belum adil, dalam arti kata peternak plasma selalu dalam posisi yang dirugikan. Pola kemitraan dalam tahun 1999, menjamin pendapatan yang tetap bagi plasma dengan perhitungan biaya operasional Rp. 650–Rp. 800 per ekor. Dengan bentuk baru ini, risiko peternak mulai dikurangi. Namun, kesepakatan pola kemitraan dinilai masih belum adil, karena harga pakan, bibit dan daging broiler ditetapkan secara sepihak oleh pihak inti.

Salah satu perusahaan yang melakukan kemitraan dengan peternak di Kabupaten Ciamis adalah Cikahuripan PS. berskala 90.000 ekor per 1 kali panen. Perusahaan ini telah lama melakukan kemitraan dengan peternak plasma yang mengalami gulung tikar, karena terus menerus mengalami kerugian dalam budidaya dan rendahnya pemilikan atau skala usaha 2.000 ekor/skala usaha pada peternakan rakyat dalam produksi ayam broiler. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah lemahnya modal, manajemen pemeliharaaan, kesulitan dalam pemasaran, serta kurang terjaminnya penyediaan sarana produksi, berupa bibit, pakan dan obat-obatan (Kusnadi, dkk. 2001). Oleh karena itu, banyak peternak plasma yang tidak dapat melanjutkan usahanya, sehingga menyebabkan penurunan populasi ayam broiler. Fenomena ini diduga karena tingkat manajemen pemeliharaan yang kurang baik dari peternak plasma, serta pendapatan peternak dari usaha ayam broiler masih rendah, sehingga peternak tidak terdorong untuk mengembangkan usahanya.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disusun permasalahan pada penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana mekanisme kemitraan antara Cikahuripan PS dengan peternak plasma ayam broiler ?

2. Bagaimana karakteristik peternak plasma usaha ternak ayam broiler ? 3. Seberapa besar keuntungan peternak plasma ayam broiler dari kerjasama

yang dijalankan selama periode produksi tahun 2008 ?

(17)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui dan menganalisis mekanisme kemitraan yang terjadi antara Cikahuripan PS dengan peternak plasma ayam broiler.

2. Mempelajari karakteristik peternak plasma usaha ternak ayam broiler.

3. Menghitung besarnya keuntungan peternak plasma ayam broiler selama periode produksi tahun 2008 sebagai ukuran keberhasilan kemitraan yang dilaksanakan.

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ayam Broiler

Menurut Murtidjo (2006), ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis, dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil pedaging, konversi pakan irit, siap dipotong pada usia relatif muda, dan menghasilkan mutu daging berserat lunak. Menurut Suharno (2002a), ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan kecil, siap dipotong pada usia relatif muda dan menghasilkan mutu daging berserat. Strain ayam broiler yang beredar di Indonesia adalah Arbor Acress, Cobb, Hubbard, Rose, Kimber dan Pilch.

Menurut Rasyaf (2004), ayam broiler adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur di bawah delapan minggu ketika di jual dengan bobot tubuh tertentu antara 1,3-1,6 kg, mempunyai pertumbuhan yang cepat, serta mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang baik dan banyak.

Ayam broiler pertumbuhannya sangat fantastik sejak usia 1-5 minggu. Pada saat berusia 3 minggu, tubuhnya sudah gempal, sehingga ayam broiler dapat dijual sebelum usia 8 minggu dan pada usia itu bobot tubuhnya hampir sama dengan tubuh ayam kampung berusia sekitar satu tahun 1,5-1,7 kg. Bahwa di Indonesia, ayam broiler sudah dapat dipasarkan pada umur 5-6 minggu dengan bobot hidup antara 1,3-1,6 kg per ekor ayam, walaupun laju pertumbuhan belum maksimal, karena dengan tatalaksana pemeliharaan yang baik ayam broiler tersebut masih dapat mencapai bobot badan yang lebih besar dengan umur pemeliharaan yang lebih lama, namun demikian kebanyakan masyarakat di Indonesia lebih banyak menyukai daging ayam broiler yang tidak begitu besar, terutama untuk konsumsi rumah makan dan pasar-pasar tradisional.

Menurut Cahyono (2004), ayam ras pedaging atau yang dikenal dalam masyarakat kita dengan sebutan ayam broiler, pengusahaan dan pengembangan yang sangat pesat terhadap jenis ayam broiler ini memang

(19)

sangat beralasan, karena ayam ras atau ayam negeri tersebut memiliki keunggulan berproduksi yang lebih tinggi dibanding dengan jenis ayam buras. Pada ayam ras, pertumbuhan badannya sangat cepat dengan perolehan timbangan berat badan yang tinggi dalam waktu yang relatif pendek, yaitu pada umur 5-6 minggu berat badannya dapat mencapai 1,3–1,8 kg.

Disamping itu, ayam broiler mempunyai kemampuan mengubah makanan menjadi daging dengan sangat hemat, artinya dengan jumlah makanan sedikit dapat diperoleh penambahan berat badan yang tinggi. Menurut Fadilah (2004a), keunggulan ayam broiler dapat dilihat dari pertumbuhan berat badan yang akan terbentuk, yang didukung oleh (1) Suhu udara di lokasi peternakan stabil dan ideal untuk ayam (23-26oC); (2) Kuantitas dan mutu pakan terjamin sepanjang tahun; (3) Teknik pemeliharaan yang tepat guna (produk dengan keuntungan maksimal); (4) Kawasan peternakan yang bebas dari penyakit.

Menurut Hardjosworo dan Rukmiasih (2000), ayam broiler antara umur 1-2 minggu memerlukan suhu lingkungan 32oC. Pada umur 2-3 minggu suhu lingkungan yang diperlukan 30-32oC dan setelah umur 3 minggu menjadi 28-30oC. Fadilah (2004b) mengatakan bahwa ayam broiler pada umur 1-3 hari memerlukan suhu lingkungan 32-35oC, dengan kepadatan untuk Day Old Chicken (DOC) selama periode pemanasan 60-70 ekor/m2, pada umur 4-7 hari memerlukan suhu lingkungan 29-34oC dengan kepadatan 40-50 ekor/m2, pada umur 8-14 hari memerlukan suhu lingkungan 27-31oC dengan kepadatan 20-30 ekor/m2 dan pada 15-21 hari memerlukan suhu lingkungan 25-27oC dengan kepadatan 8-10 ekor/m2. Kelembaban yang baik 60%, apabila terlalu tinggi akan mengganggu pernapasan dan akan menyebabkan litter (sekam) kandang basah.

Menurut Saragih (2000), bisnis ayam broiler memiliki karakteristik sebagai berikut : (1) Bisnis ayam broiler didasarkan pada pemanfaatan pertumbuhan dan produksi, dimana ayam broiler memiliki sifat pertumbuhan yang tergolong cepat; (2) Produktifitas ayam broiler sangat tergantung pada pakan baik secara teknis (pemberian pakan yang tepat) maupun ekonomis (penggunaan pakan yang efisien); (3) Produk akhir dari agribisnis ayam

(20)

7

broiler merupakan produk yang dihasilkan melalui tahapan-tahapan produksi mulai dari hulu sampai hilir, dimana produk antara merupakan makhluk biologis bernilai ekonomi tinggi berupa ayam broiler.

2.2. Usaha Peternakan Ayam Broiler

Menurut Rasyaf (2004), mengatakan bahwa barang-barang modal usaha peternakan ayam meliputi ayam, kandang, makanan, alat peternakan, obat-obatan dan lain-lain. Standar produksi bagi ayam pedaging bertumpu pada pertambahan berat badan, konsumsi pakan dan konversi pakan. Sebagai pegangan, produksi atau sasaran produksi adalah tingkat kematian (mortalitas), konsumsi pakan dan pertambahan produksi dengan membandingkan atau memeriksa kenaikan dan penurunan mana yang tajam dari semua kelompok ayam yang dibudidayakan. Hasil penelitian Pakarti (2000), menunjukkan bahwa keberhasilan usaha ternak ayam broiler sebagai usaha yang relatif cepat menghasilkan output tidak terlepas dari tiga faktor yaitu pakan, lingkungan dan manajemen pemeliharaan. Kombinasi dari faktor pakan, lingkungan dan manajemen dicerminkan dalam bentuk keragaman teknis usaha ternak dengan beberapa indikator penting yaitu tingkat mortalitas, konversi pakan dan bobot ayam broiler yang dicapai.

Menurut Tobing (2002), menjelaskan bahwa dalam usaha ternak ayam broiler ada tiga hal penting yang perlu ditangani secara ketat (rutin dan teliti), yaitu (1) Pakan dan air; (2) Obat, vitamin, sanitasi dan vaksin; serta (3) Perkandangan (Poor housing). Ketiganya saling mendukung sehingga pelaksanaannya pun harus bersamaan. Bila tidak ada kesempurnaan penanganan dari ketiga hal tersebut maka pengaruhnya terhadap pencapaian prestasi performans sangat besar seperti tingkat konversi pakan menjadi rendah (efisiensi tinggi), pertumbuhan terhambat dan tingkat mortalitas tinggi. Selain itu, Fadilah (2004a), dalam usaha peternakan ayam broiler faktor produksi yang digunakan adalah bibit ayam, pakan, tenaga kerja, obat- obatan, vaksin dan vitamin, serta bahan penunjang seperti sekam, listrik dan bahan bakar.

Tujuan setiap perusahaan adalah meraih keuntungan semaksimal mungkin dan mempertahankan kelestarian perusahaan, tetapi untuk mencapai

(21)

tujuan tersebut perusahaan harus bisa menghadapi banyak tantangan.

Beberapa tantangan dalam usaha budidaya broiler diantaranya (1) Kelemahan manajemen pemeliharaan, karena broiler merupakan hasil dari berbagai perkawinan silang dan seleksi yang rumit, kesalahan dari segi manajemen pemeliharaan akan mengakibatkan kerugian; (2) Fluktuasi harga produk, harga broiler di Indonesia sangat fluktuatif. Penyebabnya bermacam-macam, terutama faktor keseimbangan antara permintaan dan penawaran; (3) Fluktuasi harga DOC yang bermuara pada harga keseimbangan permintaan dan penawaran di pasar; (4) Tidak ada kepastian waktu jual, dalam kondisi normal peternak broiler mandiri menjual broiler siap potong tetapi tidak dalam kondisi penawaran lebih tinggi dari permintaan. Peternak dapat saja menjual hasil ternaknya atau menunggu harga yang lebih baik tapi sekaligus mengeluarkan biaya ekstra untuk ransum; (5) Margin usaha rendah, margin usaha budidaya broiler keuntungannya sangat tipis sekitar 5–10% dari setiap siklus produksinya; (6) Faktor lain yang menghambat, lebih dari sebagian harga sapronak misalnya vaksin, obat-obatan, feed suplement, bahan baku ransum merupakan produk impor.

Menurut Suharno (2002b), langkah awal yang harus diambil oleh pelaku agribisnis ayam ras untuk melihat situasi pasar adalah (1) Pandai menyiasati situasi pasar dengan mengatur pola produksi; (2) Menjalin komunikasi antar peternak; (3) Memperpendek jalur pemasaran; (4) Menguasai manajemen produksi dan pemotongan. Menurut Rasyaf (2002), ada tiga unsur beternak ayam broiler yang harus diperhatikan dalam penggunaan sumberdaya. Pertama unsur produksi. Peternak harus mengetahui secara seimbang antara produksi, pakan dan pencegahan penyakit. Kedua unsur manajemen. Manajemen berfungsi untuk mengendalikan semua aktifitas di peternakan secara terpadu dan sinkron guna mencari keuntungan yang maksimal. Ketiga unsur pasar dan pemasaran. Keuntungan bisa diperoleh dengan menjual hasil peternakan ayam broiler ke pasar.

Menurut Imaduddin (2001), perusahaan peternakan dengan jumlah ternak minimal 15.000 ekor dan tidak lebih dari 65.000 per periode adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu

(22)

9

tempat dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan perusahaan pemotong ayam, pabrik pakan dan perusahaan perdagangan sarana produksi ternak.

2.3. Pola Kemitraan

Menurut Dinas Peternakan Kabupaten Bogor (2000), kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah dan besar yang disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah dan besar yang disertai prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Pada hakikatnya kerjasama kemitraan berfungsi untuk memperkokoh struktur ekonomi nasional. Disamping itu, kerjasama kemitraan antara usaha besar dan usaha menengah dengan usaha kecil dapat mendorong upaya pemerataan pembangunan.

Menurut Christiawan (2002), pola kemitraan yang dikembangkan oleh PT. Mitra Asih Abadi melalui Peternakan Inti Rakyat (PIR) merupakan bentuk kerjasama yang saling menguntungkan antara perusahaan inti dengan peternak plasma. Pola PIR yang dilaksanakan adalah (1) Perusahaan inti menyediakan sarana produksi peternakan (DOC, pakan, obat-obatan dan vaksin); (2) Perusahaan inti memberikan jaminan pemasaran hasil produksi dengan harga garansi; (3) Perusahaan inti memberikan bimbingan teknis dan pengawasan secara kontinu bagi peternak plasma. Hastuti (2002), menyatakan bahwa terdapat dua macam pola kemitraan inti-plasma yang dilakukan oleh Koperasi Peternakan Unggas (KPU) Mitra Jaya Priangan di Bandung, yaitu (1) Pola kemitraan semi mandiri yang berdasarkan harga pasar, ditetapkan harga untuk pakan, DOC dan hasil panen sama dengan harga yang berlaku di pasar umum, (2) Pola kemitraan usaha management fee yang berdasarkan atas harga garansi, ditetapkan sistem harga tertentu untuk pakan, DOC, obat-obatan, serta hasil panen.

Dalam era globalisasi persaingan tidak dapat ditopang oleh perusahaan besar saja, tetapi perlu dukungan perusahaan kecil yang handal.

Sebagai perbandingan, di negara maju kemitraan antara usaha besar dengan usaha kecil terjadi bukan karena adanya regulasi, bukan karena adanya peraturan yang mengharuskan dan juga bukan karena semangat belas kasihan,

(23)

tetapi karena adanya tuntutan pasar, atas dasar tanggungjawab bersama, mengurangi pengangguran, tumbuhnya usaha menengah dan kecil dalam rangka meningkatkan daya saing usaha nasionalnya. Oleh karena itu, timbul motivasi dalam diri setiap pengusaha, bahwa kemitraan memang suatu kebutuhan bukan kepentingan belaka.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitrifani (2003), menyatakan bahwa pola kemitraan antara peternak ayam broiler dengan PS Sukaharti adalah pola kemitraan inti-plasma. Pada pola kemitraan ini, pihak inti, yaitu PS Sukahati memberikan modal berupa sarana produksi peternakan tanpa jaminan kepada pihak plasma, yaitu peternak mitra dan pihak plasma menyediakan kandang, peralatan dan tenaga kerja. Plasma berkewajiban menjual hasil kepada inti dengan mendapatkan penerimaan dari upah bonus, selain itu biaya tunai yang dikeluarkan oleh peternak mitra dan peternak mandiri berbeda. Hal ini disebabkan oleh biaya sarana produksi yang seharusnya dikeluarkan oleh peternak mitra ditanggung oleh perusahaan inti, sedangkan peternak mandiri harus mengeluarkan biaya ini. Biaya tunai yang dikeluarkan peternak mitra hanya biaya sekam, sewa kandang, tenaga kerja luar keluarga, minyak tanah dan listrik.

Menurut Saragih (1998), mengemukakan bahwa syarat yang harus dipenuhi dalam pola kemitraan, yaitu syarat keharusan yang dimanifestasikan dalam wujud kebersamaan yang kuat antara mereka yang bermitra dan syarat kecukupan berupa adanya peluang yang saling menguntungkan bagi pihak- pihak yang bermitra melalui pelaksanaan kemitraan. Untuk meningkatkan daya saing produk perunggasan nasional perlu dikembangkan kemitraan melalui integrasi vertikal, melihat kondisi struktur peternakan nasional masih didominasi oleh peternakan rakyat berskala kecil bahwa koordinasi vertikal lebih sesuai untuk dijalankan karena dapat mengurangi biaya, meningkatkan keuntungan, serta memberikan arus keuntungan yang lebih stabil, pertumbuhan tetap, pemasokan bahan mentah secara tetap atau salah satu kemungkinan memperoleh keuntungan ekonomis lainnya.

Menurut hasil penelitian Saodah (2000), mengatakan pada dasarnya pola kemitraan menguntungkan peternak kecil, dalam pola kemitraan inti-

(24)

11

plasma, inti cenderung berbentuk perusahaan pengelola, dimana inti menyediakan sarana produksi dan menjamin pemasaran, sehingga hal ini akan memberi kemudahan bagi peternak dalam melakukan usaha budidaya.

2.4. Mekanisme Pola Kemitraan

Saodah (2000), mengemukakan bahwa mekanisme pola kemitraan yang dijalankan di Desa Purwasari, Kecamatan Garawangi, Kabupaten Kuningan meliputi persyaratan menjadi peternak plasma, penetapan harga sarana produksi dan hasil panen, pengaturan pola produksi dan pemberian bonus. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Mekanisme pola kemitraan ayam broiler di Desa Purwasari, Kecamatan Garawangi, Kabupaten Kuningan

Mekanisme* Keterangan

a. Persyaratan menjadi peternak plasma

b. Penetapan harga sarana produksi dan hasil panen

c. Pengaturan pola produksi

d. Pemberian bonus

• Mempunyai tempat tinggal

• Memberikan jaminan

• Kandang dan peralatan layak pakai

• Berdasarkan sistem diskon yang ditunda

• Penetapan DOC dan pemanenan hasil oleh inti

• Dalam bentuk subsidi saat terjadi penurunan harga ayam yang cukup drastis

Sumber : Saodah, 2000

*Seluruh mekanisme kemitraan ditentukan oleh inti

Persyaratan untuk mengikuti kemitraan menurut hasil penelitian Tobing (2000), adalah (1) Calon peternak menyediakan tempat yang memadai; (2) Calon peternak harus menyediakan kandang dalam bentuk panggung; (3) Memberikan agunan sebagai jaminan; (4) Calon peternak mengisi formulir permohonan sebagai peternak plasma.

Dalam pengembangan kemitraan, tidak terlepas dari adanya hak dan kewajiban setiap pihak yang terlibat di dalamnya. Hak dan kewajiban peternak plasma dan perusahaan inti menurut hasil penelitian Christiawan (2000) seperti dimuat pada Tabel 3.

(25)

Tabel 3. Hak dan kewajiban Peternak Plasma dan Perusahaan Inti

Pelaku Kewajiban Hak

Inti

Plasma

• Peminjaman sapronak

• Memberikan pinjaman/kredit

• Melayani pemasaran

• Memberikan bimbingan teknis

• Melaksanakan proses produksi (budidaya).

• Mengelola sapronak

• Membayarkan kembali seluruh produksi yang dihasilkan

• Menerima ayam hasil panen

• Menerima bimbingan teknis dan sapronak

Sumber : Christiawan, 2000

Menurut Imaduddin (2001), persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengikuti kemitraan adalah (1) Peternak mempunyai kandang dan perlengkapan, baik kontrak maupun milik sendiri lengkap dengan perizinannya; (2) Peternak mengajukan pendaftaran kerjasama dengan perusahaan dan mencantumkan data yang ada seperti total luas kandang, peralatan dan sarana-sarana pendukung lainnya; (3) Pihak perusahaan melakukan pengamatan langsung ke lokasi untuk meninjau layak tidaknya kandang tersebut untuk keperluan kerjasama; (4) Bukti perjanjian antara plasma dengan pihak perusahaan, dimana plasma wajib memberikan jaminan perusahaan berupa sertifikat, uang kontan, garansi bank atau surat-surat berharga lainnya.

2.5. Keberhasilan Usaha Peternakan Ayam Broiler

Menurut Rasyaf (2002), ada tiga unsur yang harus diperhatikan peternak ayam broiler untuk menunjang keberhasilan usaha, yaitu (1) Unsur produksi, peternak harus mengetahui secara seimbang antara produksi, pakan dan pencegahan penyakit; (2) Unsur manajemen, manajemen berfungsi untuk mengendalikan semua aktivitas di peternakan secara terpadu dan sinkron guna mencari keuntungan yang maksimal; (3) Unsur pasar dan pemasaran, untuk mendapatkan keuntungan, peternak perlu menjual hasil peternakan ayam broiler ke pasar, untuk mencapai pasar pun diperlukan jalur khusus yang biasa dikenal dengan pemasaran.

(26)

13

Pakarti (2000), menyatakan bahwa keberhasilan usaha peternakan ayam broiler sebagai usaha yang relatif cepat menghasilkan output tidak terlepas dari tiga faktor yaitu pakan, lingkungan dan manajemen pemeliharaan dicerminkan dalam bentuk aspek teknis usaha peternakan dengan beberapa indikator penting, yaitu (1) Mortalitas; (2) Konversi pakan;

(3) Berat badan akhir ayam broiler yang dicapai; (4) Indeks produksi yang dicapai. Aspek teknis usaha peternakan ayam broiler hasil penelitian Pakarti (2000), disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Mortalitas, konversi pakan dan berat badan akhir ayam broiler berdasarkan skala usaha di daerah Kuningan, Jawa Barat Skala Usaha

(ekor)

Jumlah Peternak (orang)

Mortalitas (%)

Konversi Pakan

Berat Badan Akhir (kg/ekor)

≤ 1000 1.001-2.000 2.001-3.000

> 3.000

10 26 2 4

6,10 10,45 13,53 6,66

1,79 1,86 1,83 1,65

1,50 1,46 1,45 1,35 Sumber: Pakarti, 2000

2.6. Biaya Produksi

Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk, yang sifatnya tidak dapat dihindari, dapat diperkirakan dan diukur. Biaya produksi merupakan kompensasi yang diterima oleh pemilik faktor-faktor produksi. Biaya yang dilakukan pada periode tertentu, dikenal dengan biaya tetap dan biaya variabel. Menurut Tobing (2000), komponen-komponen biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi budidaya ayam dibedakan atas biaya tetap dan biaya variabel.

Komponen biaya tetap terdiri atas biaya penyusutan kandang dan peralatan, biaya opportunitas dan lainnya. Komponen biaya variabel terdiri dari biaya pakan, DOC, obat-obatan, tenaga kerja, sekam, kapur, gula, minyak tanah, gas dan listrik. Biaya variabel untuk wilayah I Rp. 50.100.491,33 atau 97,88% dan untuk biaya tetap Rp. 1.082.256,53 atau 2,2%. Nilai untuk wilayah II Rp. 58.253.115,60 atau 98,15% untuk biaya variabel dan nilai untuk biaya tetap adalah Rp. 1.100.007,80 atau 1,85%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.

(27)

Tabel 5. Komposisi biaya produksi Peternak Plasma per kilogram untuk setiap periode produksi pada wilayah Bogor dan Tangerang

Jenis Per peternak (Rp) Per kilogram bobot hidup (Rp) Wilayah I Wilayah II Wilayah I Wilayah II A.Biaya Variabel

Pakan DOC Obat Tenaga Kerja Sekam,kapur&

gula

Gas/minyak.tanah Listrik

39.930.918,60 8.055.000,00 1.081.135,40 486.900,00 211.200,00

297.837,33 37.500,00

48.187.985,93 8.279.166,67 699.709,67 499.500,00 264.786,67

275.100,00 46.866,80

4.506,05 850,95 119,08 53,43 23,30

33,06 4,06

5.171,02 908,34 754,96 52,96 30,92

29,03 5,00 B.Biaya Tetap 1.082.256,53 1.100.007,80 91,42 124,26 Total (A+B) 51.182.747,86 59.353.123,40 5.735,35 6.397,49 Sumber : Tobing, 2000

Menurut Boediono (2002), dalam hubungannya dengan tingkat output, dari segi sifatnya biaya produksi dapat dibagi menjadi tujuh:

1. Total Fixed Cost (TFC) atau biaya tetap total adalah jumlah biaya yang tetap dibayar perusahaan (produsen) berapapun tingkat output yang dihasilkan. Jumlah TFC adalah tetap untuk setiap output (misalnya penyusutan, sewa gedung dan sebagainya),

2. Total Variable Cost (TVC) atau biaya variabel total adalah jumlah biaya yang berubah sesuai dengan tinggi rendahnya output yang diproduksi (misalnya: biaya untuk bahan mentah, upah, ongkos angkut dan sebagainya),

3. Total Cost (TC) atau biaya total adalah penjumlahan dari biaya tetap maupun biaya variabel,

4. Average Fixed Cost (AFC) atau biaya tetap rataan adalah ongkos tetap yang dibebankan pada setiap unit output,

5. Average Variable Cost (AVC) atau biaya variabel rataan adalah semua biaya lain, selain AFC, yang dibebankan pada setiap unit output,

6. Average Total Cost (ATC) atau biaya total rataan adalah biaya produksi dari setiap unit output yang dihasilkan,

(28)

15

7. Marginal Cost (MC) atau biaya marginal adalah kenaikan dari TC yang diakibatkan oleh diproduksinya tambahan satu unit output.

Hasil penelitian Saodah (2000) menunjukkan bahwa biaya produksi pada usaha peternakan ayam broiler dibagi menjadi dua, yaitu (1) Biaya variabel dan (2) Biaya tetap. Biaya variabel terbesar adalah pakan (54,94%) dan DOC (37,7%), sehingga total keseluruhan biaya variabel (98,61%), sedangkan biaya tetap terdiri dari depresiasi kandang (1,06%) dan depresiasi alat (0,33%), sehingga total keseluruhan biaya tetap (1,39%). Penerimaan terbesar didapatkan dari penjualan ayam broiler (98,95%). Secara keseluruhan, para peternak mengalami kerugian (Rp. -31.140), dimana nilai penerimaan Rp. 856.270,00 sedangkan biaya total Rp. 887.410,00, dikarenakan tingginya mortalitas dan harga DOC relatif mahal. Nilai R/C rasio diperoleh 0,96 menunjukkan bahwa dari setiap biaya produksi Rp.

100,00 yang dikeluarkan akan mengalami kerugian Rp. 96,00. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6.

(29)

Tabel 6. Komposisi biaya, penerimaan dan pendapatan, serta R/C rasio Peternak Plasma per seratus ekor Ayam Broiler

Komponen Pengeluaran (Rp) Persentase (%) A. Biaya Variabel

1. Pakan 2. DOC 3. Obat-obatan 4. Tenaga kerja 5. Bahan bakar 6. Sekam 7. Listrik dan air 8. Sanitasi

487.550,00 335.200,00 29.410,00 13.720,00 4.500,00 1.240,00

2.000,00 1.430,00

54,94 37,77 3,31 1,55 0,51 0,14 0,23 0,16

Total Biaya Variabel (A) 875.050,00 98,61

B. Biaya Tetap

1. Depresiasi kandang 2. Depresiasi alat

9.400,00 2.960,00

1,06 0,33

Total Biaya Tetap (B) 12.360,00 1,39

C. Biaya Total (A+B) 887.410,00 100,00 D. Penerimaan

1. Broiler 2. Pupuk

847.280,00 8.990,00

98,95 1,05 Total Penerimaan (D) 856.270,00 100,00 Pendapatan (D-C)

R/C (D/C)

-31.140,00 0,96

- - Sumber : Pakarti, 2000

Menurut Fadilah (2004a), dalam usaha peternakan ayam broiler, komponen faktor produksi yang umumnya memberikan kontribusi cukup nyata adalah biaya bibit ayam, biaya pakan dan biaya operasional yang meliputi biaya tenaga kerja, biaya obat-obatan, vaksin dan vitamin, serta biaya bahan penunjang seperti biaya sekam, listrik dan bahan bakar.

(30)

17

2.7. Penerimaan Produksi

Menurut Rasyaf (2002), penerimaan dalam suatu peternakan ayam broiler terdiri dari (1) Hasil produksi utama berupa penjualan ayam pedaging, baik hidup maupun dalam bentuk karkas dan (2) Hasil sampingan yaitu berupa kotoran ayam atau alas litter yang laku dijual kepada petani. Semua penerimaan produsen berasal dari hasil penjualan output. Kadarsan (1995) menyatakan bahwa penerimaan adalah nilai hasil dari output atau produksi karena perusahaan telah menjual atau menyerahkan sejumlah barang atau jasa kepada pihak pembeli. Selanjutnya dikatakan penerimaan perusahaan bersumber dari penjualan hasil usaha, seperti panen dari peternak dan barang olahannya. Semua hasil agribisnis yang dipakai untuk konsumsi keluarga harus dihitung dan dimasukkan sebagai penerimaan perusahaan walaupun akhirnya dipakai pemilik perusahaan secara pribadi. Tujuan pencatatan penerimaan ini adalah untuk memperlihatkan sejelas mungkin berapa besar penerimaan dari penjualan hasil operasional dan penerimaan lain-lain di perusahaan tersebut.

Menurut Boediono (2002), penerimaan (revenue) adalah penerimaan produsen dari hasil penjualan output. Ada dua konsep penerimaan yang penting untuk produsen (1) Total Revenue (TR), yaitu penerimaan total produsen dari hasil penjualan outputnya. TR adalah output kali harga jual output; (2) Marginal Revenue (MR), yaitu kenaikan dari TR yang disebabkan oleh tambahan penjualan satu unit output. Pakarti (2000), dalam penelitiannya menghitung penerimaan hanya dari penjualan output utama berupa ayam broiler hidup dalam satuan rupiah dan diperhitungkan dalam satu siklus produksi.

2.8. Analisis Pendapatan dan Rasio R/C

Kadarsan (1995) menerangkan bahwa pendapatan adalah selisih antara penerimaan total perusahaan dengan pengeluaran. Untuk menganalisis pendapatan diperlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan pengeluaran dan penerimaan dalam jangka waktu tertentu. Rasyaf (2002) menambahkan bahwa pendapatan adalah sejumlah uang yang diperoleh setelah semua biaya variabel dan biaya tetap tertutupi. Hasil pengurangan positif berarti

(31)

mengalami keuntungan, sedangkan hasil pengurangan negatif berarti mengalami kerugian.

Hasil penelitian Imaduddin (2001), menyatakan bahwa skala I dengan populasi 500-9.000 ekor memiliki pendapatan rataan Rp. 5.125.518/

peternak/periode, skala II dengan populasi 9.000-18.000 ekor pendapatan rataan sebesar Rp. 12.213.896/peternak/periode dan skala III dengan populasi 18.000-55.000 ekor memiliki pendapatan rataan Rp. 32.699.074/

peternak/periode. Hal ini disebabkan semakin besar skala usaha, maka semakin besar pendapatan yang diperoleh.

Berdasarkan hasil penelitian Pakarti (2000), tentang efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan tingkat pendapatan peternakan ayam broiler menyatakan bahwa konversi pakan yang dicapai peternak plasma 1,33-2,28 sedangkan rataan konversi pakan 1,82. Konversi pakan terendah (1,33) yang dicapai peternak disebabkan umur panen relatif singkat (33) hari dengan rataan bobot hidup ayam broiler yang dicapai cukup tinggi (1,45 kg/ekor). Tingkat pendapatan peternak sangat dipengaruhi oleh mortalitas, dengan peternak mortalitas ≤ 5,00% dan mortalitas (5,01-10,00)%

pendapatan rataan peternak positif, sedangkan pada mortalitas > 10,00%

pendapatan rataan peternak yang negatif.

Fitrifani (2003), dalam hasil penelitiannya menjelaskan bahwa pendapatan atas biaya total yang diperoleh peternak mitra (Rp. 101.488,70) lebih kecil dari peternak mandiri (Rp. 116.956,41) dikarenakan penerimaan peternak mitra yang memang lebih kecil dari peternak mandiri. Pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh peternak mitra Rp. 257.635,63 dan peternak mandiri Rp. 252.096,83. Berdasarkan R/C rasio yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa usaha ternak ayam broiler yang diusahakan oleh peternak mitra dan peternak mandiri sudah efisien. Nilai R/C rasio atas biaya tunai peternak mitra (1,79) yang lebih tinggi dari nilai R/C rasio atas biaya tunai peternak mandiri (1,03), berarti usaha ternak yang dilakukan oleh peternak mitra lebih efisien daripada usaha ternak yang dilakukan oleh peternak mandiri. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7.

(32)

19

Tabel 7. Analisis pendapatan Ayam Broiler per 1000 ekor per periode produksi di Kecamatan Singaparna, per periode Februari – Maret

Komponen Peternak Mitra Peternak

A. Mandiri Biaya Tunai 1. Sarana produksi 2. Sekam

3. Sewa kandang

4. Tenaga kerja luar keluarga 5. Listrik

6. Minyak tanah

0 25.416,67

32.500,00 175.500,00 19.011,11 75.600,00

6.897.825,45 30.121,00 60.416,67 167.550,00 18.500,00 78.470,05

Total Biaya Tunai (A) 328.027,78 7.252.883,17

B. Biaya Tidak Tunai 1. Penyusutan kandang 2. Penyusutan peralatan 3. Tenaga kerja dalam keluarga

100.878,30 32.768,63 22.500,00

69.548,61 38.141,81 27.450,00

Total Biaya Tidak Tunai (B) 156.146,93 135.140,42

C. Total Biaya (A+B) 484.174,71 7.388.023,59

D. Total Penerimaan

E. Pendapatan Atas Biaya Total (D-C) F. Pendapatan Atas Biaya Tunai (D-A) G. R/C Ratio Atas Biaya Total (D/C) H. R/C Ratio Atas Biaya Tunai (D/A)

582.663,41 101.488,70 257.635,63 1,21 1,79

7.504.980,00 116.956,41 252.096,83 1,02 1,03 Sumber : Fitrifani, 2003

Rasio R/C (Revenue Cost Ratio) bertujuan untuk mengukur efisiensi input dan output, dengan menghitung perbandingan antara penerimaan total dengan biaya produksi total (Kadarsan, 1995). Analisis ini digunakan untuk menganalisis imbangan antara penerimaan dengan biaya. Apabila nilai hasil R/C lebih besar dari satu usaha untung, R/C sama dengan satu usaha impas atau tidak untung dan tidak rugi, serta apabila nilai R/C kurang dari satu rugi.

(33)

2.9. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

Menurut Siahaan (2005) yang melakukan penelitian tentang analisis pendapatan peternak ayam ras pedaging pada pola kemitraan Inti-Plasma (Studi Kasus di Kelompok Usaha Bintang Resmi Kabupaten Bogor) mendapatkan bahwa pada peternak plasma harga bibit ayam dan harga pakan ditentukan oleh perusahaan inti, harga jual ayam per kilogram berat badan akhir ditentukan berdasarkan kontrak dengan perusahaan inti. Dalam hal ini disimpulkan bahwa pendapatan yang diterima oleh peternak plasma bervariasi pada setiap periode produksinya, namun rataannya pada setiap periode produksinya perusahaan mendapat untung.

Menurut Mulyana (2008) dalam penelitiannya mengenai analisis kelayakan finansial usaha peternakan ayam broiler Satwa Utama Desa Cijulang, Kecamatan Bojong Lopang, Kabupaten Sukabumi hasil perhitungan kriteria kelayakan finansial pada tingkat suku bunga 8% dengan adanya pajak ataupun tanpa dikenai pajak menunjukkan bahwa usaha ternak ayam broiler di perusahaan peternakan Satwa Utama dinyatakan layak. Hasil dari perhitungan kriteria kelayakan finansial tanpa dikenakan pajak didapat nilai Net Present Value (NPV) Rp. 1.122.608.995,30, nilai Benefit Cost Ratio (BCR) 1,049, nilai Internal Rate of Return (IRR) 43,92% lebih besar dari tingkat suku bunga dan Pay back Period (PBP) perusahaan 2,18 tahun.

Sedangkan hasil perhitungan kriteria kelayakan finansial pada tingkat suku bunga yang sama setelah dikenai pajak menghasilkan nilai NPV Rp.741.880.946,70, nilai BCR 1,049, nilai IRR 32,82% dan PBP 2,75 tahun.

Tingkat kepekaan kelayakan finansial usaha ternak ayam broiler perusahaan peternakan ayam broiler Satwa Utama terhadap peningkatan harga DOC lebih dari 20,92% cateris paribus, peningkatan harga pakan lebih dari 6,58% cateris paribus dan penurunan harga jual ayam broiler lebih dari 4,33% cateris paribus perusahaan akan mengalami kerugian.

(34)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Pola kemitraan inti-plasma yang terjalin antara pihak perusahaan inti dan peternak plasma dikarenakan adanya rasa saling memerlukan diantara kedua belah pihak. Pihak perusahaan inti memerlukan terjaminnya kesinambungan hasil produksi ayam broiler, sedangkan peternak plasma memerlukan modal dan pembinaan. Dalam pola kemitraan yang dijalankan diperlukan adanya evaluasi pelaksanaan kemitraan, apakah pelaksanaan kemitraan telah optimal sesuai dengan kesepakatan yang dibuat dan bagaimana langkah penerapan pola kemitraan yang dilakukan pada kemitraan tersebut. Selain itu, kemitraan yang optimal akan memberikan dampak berupa manfaat optimal bagi kedua pihak yang bermitra.

Salah satu ukuran yang menentukan keberhasilan kemitraan adalah dengan menganalisis pendapatan dan analisis Revenue/Cost (R/C) Rasio.

Analisis pendapatan meliputi komposisi biaya produksi, penerimaan dan pendapatan. Sedangkan analisis R/C Rasio dihitung untuk mengetahui perbandingan antara total penerimaan dari hasil penjualan dengan total biaya yang dikeluarkan guna menunjukkan tingkat keuntungan relatif dari usaha ternak dengan cabang usaha ternak lain berdasarkan perhitungan finansial.

Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(35)

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih adalah di Desa Sindangsari, Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu dimulai bulan Maret dan April 2009. Penelitian ini dilakukan pada peternak ayam broiler, sehingga dapat mengetahui pendapatan peternaknya.

Lokasi penelitian dipilih secara purposif, karena merupakan lokasi dimana jumlah peternak plasma aktif paling banyak.

Perusahaan Inti

Terjalin Kemitraan

Pelaksanaan Kemitraan

Mekanisme Pola Kemitraan  Analisis Pendapatan Peternak Plasma

 Analisis R/C Rasio Peternak Plasma

Keberhasilan Kerjasama

Peternak Plasma

(36)

23

3.3. Pengumpulan Data

Jumlah peternak plasma yang dijadikan responden adalah 27 orang, responden ini ditetapkan secara sensus. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder sebagai pelengkap. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan peternak plasma serta wawancara dengan pihak inti untuk mengetahui mekanisme pola kemitraan yang dijalankan. Data sekunder diperoleh melalui pihak inti dan peternak plasma, serta berupa literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

3.4. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul, baik data primer maupun sekunder diolah dengan menggunakan analisis berikut :

1. Analisis Pendapatan

Pendapatan dari usaha ternak diperoleh dengan selisih antara penerimaan yang diterima dan biaya yang dikeluarkan. Biaya dibedakan lagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Secara umum rumus pendapatan (Lipsey et al., 1997) adalah :

∏ = TR-TC ………... (1) TR = PxQ …………. (3)

= TR-(TVC+TFC) …… (2) Keterangan:

∏ = Pendapatan usaha ternak

TR = Total Revenue (Total Penerimaan) TC = Total Cost (Total Biaya)

TVC = Total Variable Cost (Total Biaya Variabel) TFC = Total Fix Cost (Total Biaya Tetap)

P = Price (Harga)

Q = Quantity (Jumlah banyak barang)

2. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)

Menurut Kadarsan (1995), R/C rasio adalah rasio penerimaan atas biaya yang menunjukkan besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usaha ternak. Analisis ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usaha

(37)

ternak, artinya dari angka rasio tersebut dapat diketahui, apakah suatu usaha ternak menguntungkan atau tidak. Nilai R/C rasio tidak mempunyai satuan.

Usaha ternak dikatakan menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih besar dari satu, yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan untuk usaha ternak akan memberikan penerimaan lebih besar dari satu rupiah. Sebaliknya, usaha ternak dikatakan tidak menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih kecil dari satu. Hal ini berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan kurang dari satu rupiah. Semakin besar nilai R/C, maka semakin baik usaha ternak tersebut. Usaha ternak dikatakan impas bila nilai R/C rasio sama dengan satu.

Rumus yang digunakan :

R/C Rasio = TR ... (4)

TC

Dengan kriteria :

R/C Rasio > 1 : Usaha untung

R/C Rasio = 1 : Usaha impas atau tidak untung dan tidak rugi R/C Rasio < 1 : Usaha rugi

(38)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Lokasi dan Bentuk Perusahaan

Cikahuripan PS merupakan perusahaan perorangan yang didirikan pada tahun 1983 oleh Bapak H. Aceng Rusli yang dikelola dengan modal sendiri, dimulai sebagai toko penjual pakan ternak dan DOC yang bertempat di Tasikmalaya, kemudian sekitar tahun 1998 mulai membuka sistem kemitraan dengan peternak plasma dan bergerak dalam bidang perunggasan dengan tujuan komersil. Perusahaan peternakan Cikahuripan PS berlokasi di Desa Sindangsari, Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada kondisi lahan yang cukup subur, ketersediaan air yang cukup baik disekitar perkandangan, iklim yang sangat mendukung dan keamanan lingkungan yang kondusif.

Keadaan tersebut sangat sesuai untuk melakukan pengembangan usaha. Cikahuripan PS bertindak sebagai inti, yaitu sebagai penyedia sapronak (sarana produksi ternak) dengan sistem Kemitraan Inti-Plasma, dimana inti memberikan sarana produksi ternak kepada peternak plasma dan membayarnya pada saat panen oleh hasil penjualan ayam broiler.

Peternak plasma Cikahuripan PS berjumlah 156 peternak menyebar di Kabupaten Ciamis dengan kualifikasi 87 peternak aktif dan 69 peternak non aktif. Populasi panen untuk ayam broiler mencapai 90.000 ekor/bulan. Keterangan mengenai lokasi inti, wilayah kerja, perolehan DOC, perolehan pakan, perolehan obat, vitamin, vaksin dan bahan kimia disajikan pada Tabel 8.

(39)

Tabel 8. Keadaan umum inti Cikahuripan PS

Aktivitas Keterangan

Lokasi Desa Sindangsari

Wilayah Kerja Ciamis, Tasik, Malangbong, Kawali, Banjar dan Pangandaran

Pemasok DOC PT. Samsung, PT. Charoen Pokhpan Jaya Farm, PT. Sierad Produce Tbk, PT.

Wonokoyo Jayakusuma, PT. Silga Perkasa dan Surya Putra PS.

Pemasok Pakan PT. Charoen Pokhpand, PT. Japfa Comfeed dan PT. Sierad Produced Tbk.

Pemasok obat, vitamin, vaksin dan bahan kimia

PT. Indovetraco Makmur Abadi (IMA), PT. Surya Hidup Satwa (SHS), PT.

Avisena Mitra Sejati, PT. Univetama Dinamika, PT. Sierad Produced Tbk dan PT. Medion

4.1.2 Struktur Organisasi

Cikahuripan PS dipimpin langsung oleh pemiliknya sendiri yang mempunyai wewenang menentukan kebijakan perusahaan dibantu oleh bagian pembukuan, bagian keuangan, bagian pemasaran, bagian technical service, bagian produksi, gudang pakan. Bagian technical service bertanggungjawab terhadap kelayakan peternak dalam pemeliharaan, pengontrolan peternak, mengatasi masalah yang ada ditingkat peternak, memberikan pembinaan, serta teknik manajemen didalam kandang, merekomendasikan datangnya dokter hewan, serta sebagai perantara peternak plasma dengan inti. Bagian Administrasi bertugas mengatur surat-surat tanda bukti pembayaran dan lainnya, serta mengatur administrasi pegawai ataupun peternak mitra.

Bagian Keuangan bertugas untuk mengurusi masalah perhitungan insentif ataupun bonus yang diterima peternak, baik dari konversi pakan ataupun mortalitas dan menghitung semua biaya yang telah

(40)

27

dikeluarkan peternak dari perusahaan, serta menghitung hasil panen ayam peternak. Bagian pemasaran bertugas untuk memberi DO (Delivery Order) dan bertanggungjawab menangani masalah pemasaran ayam broiler. Bagian gudang sekaligus bagian produksi bertanggungjawab dalam penyediaan sapronak, mengatur barang yang ada di gudang, melaporkan stock persediaan barang, serta melakukan pencatatan yang berhubungan dengan pergudangan.

Pengemudi bertugas untuk memperlancar operasional perusahaan, seperti mengangkut pakan, mengantarkan ayam. Struktur organisasi lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur organisasi Cikahuripan PS

4.2 Gambaran Umum Desa Sindangsari

4.2.1 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi

Wilayah Desa Sindangsari berbatasan dengan dua kecamatan yaitu Kecamatan Sadananya dan Kecamatan Ciamis juga berdekatan dengan Ibukota Kabupaten Ciamis, yang berjarak 7 km dan Kabupaten Tasikmalaya 10 km. Selain itu wilayah Desa Sindangsari berada di kaki Gunung Sawal, sampai jalan propinsi (Ciamis–Bandung). Letak geografis Desa Sindangsari yang strategik sangat potensi untuk pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, industri bahkan kerja antar desa. Salah satunya Desa Cisadap memanfaatkan sumber air dari Desa Sindangsari.

Partisipasi masyarakat ini sebagian besar pada sektor kesehatan Pemilik Perusahaan

Bagian Administrasi Bagian Keuangan Technical Service Bagian Produksi, Gudang pakan

Bagian Pemasaran

Pengemudi Pengemudi

Peternak

(41)

(pembangunan sarana posyandu), pada sektor pendidikan (TPA, pesantren dan bangunan pendidikan Sekolah Dasar), pada sektor sarana keagamaan.

Secara administratif Desa Sindangsari termasuk salah satu desa di Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Letak desa berbatasan dengan Desa Nasol, Kecamatan Ciamis di sebelah Selatan, Desa Cimari di sebelah Barat dan Kecamatan Sadananya di sebelah Timur. Orbitasnya jarak dari Ibukota Kecamatan 3 km, jarak dari Ibukota Kabupaten 7 km dan jarak dari Ibukota Propinsi 115 km. Wilayah Desa Sindangsari dibagi dalam 6 Dusun, yaitu Dusun Jetak 9 RT 3RW, Dusun Colendra 13 RT 5 RW, Dusun Sukahurip 6 RT 3 RW, Dusun Kalapanunggal 8 RT 3 RW, Dusun Setiamulya 6 RT 2 RW dan Dusun Singkup 2 RT 1 RW. Luas wilayah Desa Sindangsari 492.750 Ha, dengan tanah sawah 114.240 Ha, tanah pemukiman 162.715 Ha, tanah fasilitas umum (tanah kas desa 8.986 Ha, lapangan 1.015 Ha, tanah lainnya 18,64 Ha) dan tanah hutan produksi 15 Ha.

4.2.2 Topografi dan Iklim

Keadaan topografi Desa Sindangsari sedang, relatif berbukit-bukit dengan tingkat kesuburan tanah yang sedang seluas 394,75 ha. Desa ini terletak dengan ketinggian tanah dari permukaan laut 500 m, banyak curah hujan 2.936 mm/th. Suhu udara rataan 29oC. Tipologi desa disekitar hutan. Jarak orbitas dari masing-masing adalah jarak dari Ibukota Kecamatan 3 km, jarak dari Ibukota Kabupaten 7 km dan jarak dari Ibukota Propinsi 115 km. Iklimnya sangat potensial untuk beternak unggas, khususnya ayam broiler dan buras, karena lingkungannya berada disekitar hutan yang dipenuhi berbagai macam pepohonan, sehingga banyak lahan untuk dibuat kandang yang jauh dari pemukiman penduduk.

4.2.3 Penduduk dan Mata Pencaharian

Data yang tercatat pada monografi desa menunjukkan bahwa sampai tahun 2008 jumlah penduduk Desa Sindangsari

(42)

29

mencapai 7.320 jiwa yang terbagi atas 2.436 kepala keluarga dengan kepadatan penduduk 30 jiwa per kilometer. Komposisi penduduk Desa Sindangsari (Tabel 9) terdiri atas 3.715 pria (50,75%) dan 3.605 wanita (49,25%). Dengan demikian jumlah pria dan wanita tidak jauh berbeda, selain itu sebagian penduduk berada pada usia produktif (60,69%).

Tabel 9. Komposisi umur dan jenis kelamin penduduk Desa Sindangsari, Kecamatan Cikoneng Kabupaten Ciamis

Umur (Tahun)

Pria (Jiwa)

Wanita (Jiwa)

Jumlah (Jiwa)

Persentase (%)

< 15 15-55 > 55

940 2.334 441

1.026 2.109 470

1.966 4.443 911

26,86 60,69 12,45

Jumlah 3.715 3.605 7.320 100,00

Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Sindangsari memiliki latar belakang pendidikan yang rendah, yaitu tidak tamat SD (20,66%), tamat SD (49,89%), tamat SMP (13,83%), tamat SMU (14,40%) dan sangat sedikit yang tamat perguruan tinggi (1,22%).

Sekolah yang ada di Desa Sindangsari hanya sampai tingkat SLTP dan disana terdapat tiga pesantren.

Tabel 10. Komposisi penduduk Desa Sindangsari menurut tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Tidak Tamat SD

Tamat SD/Sederajat Tamat SMP/Sederajat Tamat SMU/Sederajat Tamat Perguruan Tinggi

1.371 3.311 918 956 81

20,66 49,89 13,83 14,40 1,22

Jumlah 6.637 100,00

Gambar

Tabel  1.  Perkembangan  populasi  ayam  broiler  di  Indonesia  dari  tahun  2000-2007
Tabel  2.  Mekanisme  pola  kemitraan  ayam  broiler  di  Desa  Purwasari,  Kecamatan Garawangi, Kabupaten Kuningan
Tabel 3. Hak dan kewajiban Peternak Plasma dan Perusahaan Inti
Tabel 4.  Mortalitas, konversi pakan dan berat badan akhir ayam  broiler  berdasarkan skala usaha di daerah Kuningan, Jawa Barat  Skala Usaha  (ekor)  Jumlah Peternak (orang)  Mortalitas (%)  Konversi Pakan  Berat Badan  Akhir (kg/ekor)  ≤  1000  1.001-2.0
+7

Referensi

Dokumen terkait

bergantung dari kapan member melihat schedule tersebut. Selain itu, member juga dapat melihat jadwal untuk hari-hari ke depan bahkan untuk bulan-bulan ke depan. Tampilan dari

Berdasarkan penelitian deteksi cemaran babi pada sediaan kapsul suplemen kecantikan di Kota Yogyakarta dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) yang

Untuk menjaga keaslian cara baca Al-Qur‟an Allah mengutus malaikat Jibril untuk mengajarkan secara talaqqi musyafahah (bertatap muka langsung) cara membaca Al-Qur‟an yang

penghapusbukuan sebagai bentuk penyelesaian kredit macet dan akibat hukum penghapusbukuan oleh bank terhadap utang debitur atas kredit macet. Kajian dalam artikel ini

jarak kedua vortex mengalami perubahan yang kecil. Hal ini terjadi karena vortex masih dalam kestabilan sehingga kemiringan garis a/b pada proses difusi kecil. Hubungan

Di antaranya adalah bunga matahari (Helianthus annus L.), disamping sebagai tanaman hias bunga matahari juga sebagai sumber penghasil minyak yang memiliki

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terbukti bahwa penyuntikan hormon secara tunggal dan dengan kombinasi tidak berbeda nyata terhadap waktu laten

Hasil uji tarik menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tegangan luluh dan tegangan tarik yang pada akhirnya akan meningkatkan modulus elastisitas (Em) dari MMCs Al