• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLICY BRIEF. Sinkronisasi Hulu Dan Hilir Dalam Proses Akselerasi Ekonomi Kreatif di Indonesia. Ringkasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "POLICY BRIEF. Sinkronisasi Hulu Dan Hilir Dalam Proses Akselerasi Ekonomi Kreatif di Indonesia. Ringkasan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

POLICY BRIEF

Sinkronisasi Hulu Dan Hilir Dalam Proses Akselerasi Ekonomi Kreatif di Indonesia

Radikal Yuda Utama

Wakil Ketua Komisi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif PPI Dunia 2021-2022

Australian National University, Australia

Dwi Sugiharti

Ketua Komisi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif PPI Dunia 2021-2022

James Cook University, Australia

Ringkasan

PENDAHULUAN

Keunggulan komparatif dalam sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu bangsa tidak akan mampu mendongkrak kompetensi bangsa tersebut dalam kancah persaingan global tanpa didukung oleh keunggulan modal sumber daya manusia1,2. Telah banyak bukti empirik yang menunjukkan bahwa bangsa yang unggul dalam modal manusianya adalah bangsa dapat berkiprah dan menguasai pengetahuan serta penerapannya dalam pemecahan masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata3. Konsep ekonomi yang didasarkan pada kemampuan dan keterampilan manusia inilah yang menjadi dasar munculnya konsep ekonomi kreatif4,5. Perkembangan sektor ekonomi kreatif suatu bangsa akan bersaing dan berdampak pada kehidupan sosial jika dikelola dengan baik. Hal ini sesuai dengan evolusi paradigma peradaban manusia yang terbagi menjadi tiga gelombang, yaitu:

pergeseran paradigma pembangunan ekonomi dari sektor pertanian, industri, dan informasi ke sektor ekonomi kreatif6.

Oleh karena itu, bangkitnya gelombang ekonomi baru menuntut inovasi dan kreativitas masyarakat, sehingga dibutuhkan kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku ekonomi kreatif. Kondisi ini harus dikaitkan dengan kemampuan dalam mengelola potensi. Oleh karena itu, konsep ekonomi kreatif harus sesuai dengan kemampuan inovasi dan kreativitas dalam mengelola potensi lokal yang ada7.

Istilah kreatif industri pertama kali muncul dalam laporan berjudul Creative Nation8 yang diterbitkan oleh pemerintah Australia. Lebih jauh dijelaskan bahwa ekonomi kreatif sebagai kegiatan ekonomi dalam

Sebagai negara yang sangat kaya akan

sumber daya alam, Indonesia seharusnya mampu memenuhi seluruh kebutuhan untuk masyarakatnya. Namun, pada kenyataannya masih banyak masyarakat Indonesia yang berada di garis kemiskinan. Bahkan, banyak produk luar negeri yang beredar luas di negara kita. Oleh karena itu, Indonesia perlu mengembangkan perekonomian, terutama di bidang kreatif dengan menghasilkan produk- produk sendiri.

Ekonomi kreatif terbukti memberikan sejumlah dampak positif, seperti:

Membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia

Mengurangi pertumbuhan angka pengangguran

Menciptakan masyarakat Indonesia yang kreatif dan inovatif

Kompetisi aktivitas dunia bisnis yang lebih sehat

Meningkatkan inovasi pelaku ekonomi kreatif di berbagai sektor

Policy brief ini dibuat dengan harapan dapat

memberikan kontribusi berupa rekomendasi untuk mengakselerasi perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia.

Silakan kutip karya ini sebagai:

Radikal YU & Dwi S. Policy Brief: Sinkronisasi Hulu Dan Hilir Dalam Proses Akselerasi Ekonomi Kreatif Di Indonesia. No. 6. 2022.

htpps://ppi.id/policy-brief-sinkronisasi-hulu-hilir-ekonomi-kreatif

(2)

masyarakat yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menghasilkan ide, tidak hanya melakukan hal-hal yang rutin dan berulang, sebab bagi masyarakat ini, menghasilkan ide merupakan hal yang harus dilakukan untuk kemajuan9.

Tidak dapat dipungkiri, digitalisasi telah memberikan dampak signifikan terhadap industri kreatif di dunia10,11. Efek tersebut bisa bersifat positif, sekaligus negatif, tergantung pada kesiapan masing-masing pihak yang bersentuhan dengan perkembangan teknologi tersebut.

Dalam policy brief singkat ini, kami akan menyajikan dua rekomendasi utama untuk strategi pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia. Dua rekomendasi tersebut tentunya didahului oleh landasan pemikiran dan kajian yang akan kami detailkan dalam empat bagian: (1) identifikasi kondisi terkini dari kreatif ekonomi Indonesia, (2) analisis terhadap keutuhan nilai ekonomi kreatif yang selama ini terabaikan, (3) diskusi tentang posisi strategis ekonomi kreatif terhadap industri-industri lainnya, dan (4) prospek dan arah pengembangan ekonomi kreatif Indonesia.

KONDISI TERKINI EKONOMI KREATIF INDONESIA

Ekonomi kreatif di Indonesia dimulai pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang ditandai dengan terbitnya Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif disusul oleh Peraturan Presiden No. 92 tahun 2011 yang lalu menjadi dasar hukum terbentuknya kementerian baru yang diberi nama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan menteri pertamanya Mari Elka Pangestu. Kebijakan terkait ekonomi kreatif ini dilanjutkan pada masa Presiden Joko Widodo dengan menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif (BEK). BEK merupakan lembaga non kementerian yang bertanggung jawab terhadap perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia dan bertugas untuk membantu presiden dalam merumuskan, menetapkan, mengkoordinasikan, dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi kreatif. Dalam skala global, Indonesia merupakan tuan rumah World Conference on Creative Economy (WCCE) atau Konferensi Global tentang Ekonomi Kreatif di Bali pada 6-8 November 2018, disusul kemudian dengan mendukung Uni Emirat Arab menjadi tuan rumah di tahun 2021, dan di tahun 2022 ini, Indonesia kembali menjadi tuan rumah WCCE di Bali tanggal 5-7 Oktober 2022.

Data menunjukkan bahwa industri kreatif berkontribusi penting bagi PDB Indonesia.

Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Pariwisata dan Kreatif Ekonomi (Parekraf) bahwa ada tiga sub-sektor industri kreatif penyumbang PDB terbesar, yaitu kuliner 41%, fesyen 17%, dan kriya 14,9%. Sementara, dari industri pariwisata, pada tahun 2019 (sebelum pandemi) terdapat sekitar 16 juta turis yang berkunjung ke Indonesia. Angka tersebut sayangnya menurun selama pandemi, di mana pada tahun 2020 hanya ada sekitar 4 juta turis yang masuk ke Indonesia.

Artinya, terjadi penurunan sebesar 74,84%

dibandingkan tahun sebelumnya. Pandemi juga berdampak pada serapan tenaga kerja, tahun 2019 kreatif industri mampu menyerap sebanyak 19 juta orang dan total nilai ekspor 21,5 miliar dolar12.

Sejumlah upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mendukung tumbuh kembang ekonomi kreatif.

Misalnya, Kemenparekraf telah mengadakan hibah desain, pelatihan pengemasan produk, hibah kuliner, dan program pemasaran. Salah satu contoh program pemasaran yang masif adalah kampenye “Bangga Buatan Indonesia” yang mendorong masyarakat untuk bangga menggunakan dan memakai produk Indonesia

Salah satu karakteristik unik yang dimiliki oleh industri kreatif di tanah air adalah cakupannya yang sangat luas, mulai dari arsitektur, desain interior, musik, permainan, seni rupa, desain produk, fesyen, kuliner, film, animasi dan video, fotografi, desain komunikasi visual, televisi dan radio, kriya, periklanan, seni pertunjukkan, penerbitan, dan bahkan aplikasi9,13. Hal ini menjadikan domain ekonomi kreatif Indonesia lebih besar dibandingkan dengan industri kreatif di beberapa negara lain, seperti Australia dan Inggris, yang hanya mengacu pada sub-domain seni dan budaya9. Keberagaman sub-sektor ekonomi kreatif di Indonesia inilah yang memberikan ruang luas bagi pelaku ekonomi untuk berkreasi. Namun, dari sudut lainnya, tingginya heterogenitas industri kreatif tersebut memberikan tantangan bagi penerapan langkah- langkah pengembangannya, di mana mengharuskan pemerintah untuk menyusun kebijakan secara spesifik.

Selain itu, sifat negatif para pelaku ekonomi kreatif tradisional yang cenderung takut menghadapi perubahan teknologi juga harus menjadi perhatian khusus tersendiri. Para pelaku ekonomi kreatif harus menyadari bahwa perubahan merupakan satu elemen dalam kreatifitas9. Transisi industri kreatif 4.0 merupakan salah satu perubahan yang tidak bisa dihindari4,14 dan transisi ini akan menghadapi kendala jika ada hambatan yang besar dari pelaku bisnis kreatif untuk mengadopsi teknologi.

(3)

COVID-19 memang membawa krisis, namun dari sudut pandang yang lain, justru menjadi momentum percepatan adopsi industri kreatif 4.0 di mana pelaku bisnis ‘dipaksa’ beralih ke metode non-tradisional, serta mengoptimalkan e-commerce, website, dan media sosial dalam proses bisnisnya15,16.

ANALISIS TERHADAP KEUTUHAN NILAI EKONOMI KREATIF YANG SELAMA INI TERABAIKAN

Nilai Komersial dan Sosial

Analisis terhadap 47 publikasi yang berbeda mengungkapkan bahwa ekonomi kreatif dapat berkontribusi pada pembangunan nasional melalui beberapa cara17:

a) menurunkan tingkat pengangguran, khususnya di kaum milenial;

b) berkontribusi terhadap PDB sesuai transaksi pasar;

c) mendorong nilai ekspor;

d) memperluas inklusi sosial;

e) mendorong pengembangan sosial dan budaya, dan f) meningkatkan kualitas hidup.

Poin a), b), dan c) sering kali dijadikan acuan utama dalam mengukur nilai dari ekonomi kreatif, sedangkan poin d), e), dan f) yang nilai kontribusinya berdampak pada aspek sosial banyak dianggap aspek marjinal.

Padahal, pembangunan terhadap aspek sosial mungkin saja bersifat lebih substansial ketimbang nilai komersial dari ekonomi kreatif tersebut18,19. Contoh singkatnya, bagaimana industri film memberikan dampak besar bagi penguatan identitas bangsa seperti film G30S/PKI yang menyegarkan kembali ingatan masyarakat Indonesia. Contoh lainnya, bagaimana ekonomi kreatif Raosan di Magelang menguatkan ikatan sosial masyarakat lokal.

Nilai Pasar dan Nilai Non-Pasar

Selain nilai komersial dan sosial dari ekonomi kreatif, kita juga dapat melihat dari sudut pandang nilai pasar dan nilai non-pasar. Nilai non-pasar sejatinya memperlihatkan nilai simbolis dan komersial dari barang dan jasa budaya. Contohnya museum, film, destinasi edukasi, barang publik lainnya20. Nilai-nilai simbolis dan komersial tersebut dapat dipecah lagi menjadi:

a) nilai keberadaan (orang memperoleh manfaat dari mengetahui keberadaannya);

b) nilai opsi (orang menilai kemungkinan menikmati seni suatu saat di masa depan);

c) nilai warisan (orang memperoleh kepuasan karena

mengetahui bahwa keturunan mereka akan dapat menikmati barang dan jasa budaya);

d) nilai prestise (orang memperoleh kepuasan karena mengetahui bahwa pasokan budaya di kota atau wilayah mereka sangat dihargai oleh orang-orang yang tinggal di luarnya); dan

e) nilai pendidikan (masyarakat sadar bahwa suplai budaya mereka berkontribusi pada rasa budaya mereka dan/sesama warganya)

Aspek non-pasar dari industri kreatif seperti ini sering kali terabaikan, padahal aspek non pasar ini memiliki peran penting dalam pembangunan. Nilai dari produk budaya, sejarah, atau sosial tidak cukup hanya menilainya dari transaksi pasar yang terjadi21. Semisal, seberapa tiket yang terjual dan seberapa besar pemasukan finansial dari jualan produk/jasanya. Nilai manfaat-manfaat lainnya berupa investasi masa depan yang nantinya dinikmati oleh anak-cucu dan generasi selanjutnya harus dijadikan pertimbangan dalam penilaian ekonomi secara keseluruhan.

Terlebih lagi dalam riset-riset terbaru memperlihatkan bahwa ekonomi kreatif tumbuh karena kontribusi

“modal tidak berwujud”, seperti kekayaan intelektual berupa paten atau hak cipta22,23. Dengan demikian, pertimbangan terhadap nilai-nilai lain yang dibawa oleh ekonomi kreatif bagi kehidupan sosial, budaya, dan non-pasar juga harus disertakan bersama dengan optimalisasi nilai-nilai ekonomi dari produk/jasa kreatif tersebut.

POSISI STRATEGIS EKONOMI KREATIF TERHADAP INDUSTRI-INDUSTRI LAINNYA

Industri kreatif bukanlah entitas independen yang menciptakan dan mengambil manfaat untuk sektor ini sendiri. Sebaliknya, posisi ekonomi kreatif juga memiliki koneksi positif dengan industri lainnya24. Sejumlah dampak yang dihasilkan dari terciptanya ekonomi kreatif bisa dipaparkan sebagai berikut:

• dampak kreativitas, pengetahuan, dan artistik yang dirasakan oleh perusahaan, sehingga mereka mendapatkan manfaat dari ide-ide baru, inovasi produk, dan proses pengembangan yang dilakukan industri kreatif;

• dampak produk berupa meningkatnya permintaan untuk suatu perusahaan akibat dari pengembangan industri kreatif (misalnya permintaan hardware yang meningkat seiring dengan meningkatnya produk video game 3D);

• dampak jaringan yang biasa dikenal dengan aglomerasi ekonomi yang erat kaitannya dengan

“Creative City” di mana perusahaan memperoleh

(4)

manfaat dengan kedekatan mereka dengan kelompok besar industri kreatif;

• dampak dari jaringan yang terbentuk, sekaligus manfaat dari mobilisasi pekerja kreatif yang terlatih disatu tempat / perusahaan pindah ke tempat / perusahaan lainnya.

Dinamika kreativitas dalam satu industri dapat pula mempengaruhi produktivitas dan pertumbuhan industri lainnya25. Sederhananya, industri hilir yang menjual end-product membutuhkan creative input dari pemasok hulu. Hubungan tersebut bersifat dua arah, di mana pemasok hulu yang inovatif dan kreatif memberikan kesempatan lebih besar bagi industri hilir untuk mengeksplorasi pasar dan produk baru.

Koneksi industri kreatif dengan industri lain terlihat juga dalam gagasan intangible capital yang basisnya adalah pengetahuan26,27. Suatu inovasi merupakan suatu bentuk dari intensifitas pengetahuan yang secara kreatif terjadi dalam riset dan pengembangan, desain, branding, dan marketing. Proses ini menunjukkan bagaimana rantai bisnis mulai dari pra-produksi (R&D dan desain produk), produksi, hingga pasca-produksi (distribusi dan ritel) bersifat saling terhubung dengan industri lainnya.

Dengan semakin terbukanya peluang pasar, akibat dari kemajuan teknologi, maka pelaku kreatif di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia, memiliki peluang yang sama untuk menciptakan saluran pemasaran baru, mendistribusikan produk, dan meningkatkan produktivitas dan volume penjualan, sehingga pada akhirnya mendatangkan pendapatan yang lebih tinggi bagi pelaku industri kreatif lokal.

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DI INDONESIA

Masa depan ekonomi kreatif Indonesia ditentukan sekarang dan bagaimana kita membaca peluang hari ini akan menentukan bagaimana tindakan kita di masa mendatang. Artinya, segala hal itu butuh perencanaan.

Sebelum terjun pada perencanaan, maka kita membutuhkan pemahaman seberapa signifikan gangguan yang akan kita hadapi.

Terdapat tiga disrupsi dasar yang akan dihadapi.

Pertama, disrupsi digital yang erat kaitannya dengan perubahan teknologi. Kedua, disrupsi antar generasi.

Perubahan pada aspek demografis / psikologis masyarakat Indonesia, di mana generasi baby-boomers / gen-X ke generasi milenial berdampak pada perubahan tatanan nilai, perilaku, dan preferensi

masyarakat. Terakhir, disrupsi leisure di mana terjadi pergeseran pola konsumsi dari konsumsi berbasis barang (good-based consumption) menjadi konsumsi berbasis pengalaman (experience-based consump- tion)28.

Selain optimisme terhadap masa depan ekonomi kreatif, tidak dapat disangkal beberapa aspek industri 4.0 juga mendatangkan risiko bagi sebagian segmen kegiatan kreatif. Sejumlah tantangan seperti kerajinan tangan dimungkinkan untuk diproduksi masal melalui inovasi teknologi yang memungkinkan sejumlah pekerja kehilangan pekerjaannya. Perangkat lunak yang semakin canggih memungkinkan dilakukannya permodelan dan integrasi pola tradisional ke dalam desain baru. Kegiatan kreatif lainnya, seperti film, musik, dan desain yang dapat dilakukan dengan proses yang lebih cepat dan hemat, yang menjadikan persaingan tidak hanya terjadi dalam konteks lokal, melainkan terjadi dalam skala global tanpa batas negara dan geografi.

REKOMENDASI DAN PENUTUP

Berdasarkan pemaparan singkat pada bagian sebelumnya, maka kami membagi rekomendasi ini ke dalam dua garis besar yaitu rekomendasi hulu dan rekomendasi hilir.

Pertama, rekomendasi hulu di mana kami menyimpulkan bahwa untuk memajukan ekonomi kreatif di Indonesia secara fundamental, maka dibutuhkan:

1. artikulasi sistem pendidikan dimulai dari sekolah, universitas, penyedia training / sertifikasi, dan pemasok bakat yang mampu menghubungkan keterampilan dengan kebutuhan industri;

2. penyediaan insentif fiskal dan pendanaan untuk pembinaan Penelitian dan Pengembangan di industri kreatif; dan

3. penguatan aspek-aspek filosofis ekonomi kreatif yang bernilai sosial, budaya, dan sejarah untuk melahirkan nilai manfaat selain komersial.

Kedua, rekomendasi hilir yang dapat dilakukan untuk mempercepat dan mengoptimalkan kontribusi ekonomi kreatif dalam jangka waktu 3-5 tahun ke depan. Dalam hal ini kami merekomendasikan stakeholder terkait untuk fokus pada area:

1. perlindungan yang kuat terhadap kekayaan intelektual, penyediaan hak cipta, dan tindakan cepat dalam penanganan pelanggaran;

2. inklusivitas teknologi pembayaran dan keuangan sampai kepada industri mikro dan kecil;

3. bantuan dana dan permodalan bagi pelaku industri

(5)

yang potensial;

4. pelatihan aspek teknologi dan pemasaran;

5. ekosistem pendukung berupa kolaborasi antara pemerintah lokal, pelaku ekraf, universitas, dan supplier lokal;

6. infrastruktur dasar bagi operasional industri 4.0;

dan

7. memperbaiki akses modal untuk peningkatan volume produksi.

Referensi

1. Porter ME. Competitive advantage of nations: creating and sustaining superior performance. simon and schuster; 2011.

2. Lengnick-Hall M, Lengnick-Hall C. Human resource management in the knowledge economy: New challenges, new roles, new capabilities. Berrett-Koehler Publishers; 2002.

3. Thomas KJ, Akdere M. Social media as collaborative media in workplace learning. Human Resource Development Review.

2013;12(3):329-344.

4. Cunningham S, Potts J. Creative industries and the wider economy. The Oxford handbook of creative industries.

2015:387-404.

5. Townley B, Beech N, McKinlay A. Managing in the creative industries: Managing the motley crew. Human Relations.

2009;62(7):939-962.

6. Toffler A. Future shock, 1970. Sydney Pan. 1970;

7. Peters L, Rice M, Sundararajan M. The role of incubators in the entrepreneurial process. The Journal of Technology Transfer.

2004;29(1):83-91.

8. Radbourne J. Creative Nation—A Policy for Leaders or Followers? An Evaluation of Australia's 1994 Cultural Policy Statement. The Journal of Arts Management, Law, and Society. 1997;26(4):271-283.

9. Howkins J. Creative Economy: how people make money from ideas Penguin Group (USA). J Howkins Incorporated Allen Lane–2001–263 p. 2001;

10. Towse R. Creative industries. Handbook of Cultural Economics, Third Edition. Edward Elgar Publishing; 2020.

11. Flew T. Creative Commons and the creative industries. Media and Arts Law Review. 2005;10(4):257-264.

12. Lestari W, Yulyana E, Aryani L. Collaborative Governance dalam Pengelolaan Wisata Alam Green Canyon di Desa Medalsari Kecamatan Pangkalan Kabupaten Karawang. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan. 2022;8(7):158-165.

13. Escaith H. Creative Industry 4.0: Towards a new globalised creative economy (an overview). The United Nations Conference on Trade and Development (Geneva). 21 April 2022 Available at SSRN. 2022.

14. Roblek V, Meško M, Krapež A. A complex view of industry 4.0.

Sage open. 2016;6(2):2158244016653987.

15. Klimanov D, Tretyak O, Goren U, White T. Transformation of Value in Innovative Business Models: The Case of

Pharmaceutical Market. Форсайт. 2021;15(3 (eng)):52-65.

16. Unnikrishnan A, Figliozzi MA. A study of the impact of COVID- 19 on home delivery purchases and expenditures [Working paper]. 2020;

17. Daubaraitė U, Startienė G. Creative industries impact on national economy in regard to sub-sectors. Procedia-Social and Behavioral Sciences. 2015;213:129-134.

18. Potts J. Why creative industries matter to economic evolution.

Economics of innovation and new technology. Economics of innovation and new technology. 2009;18(7):663-673.

19. Fahmi FZ, Koster S, Van Dijk J. The location of creative industries in a developing country: The case of Indonesia.

Cities. 2016;59:66-79.

20. Frey BS. Cultural Ecomomics. CESifo DICE Report. 2009;7(1):

20-25.

21. Dasgupta P. Economics of social capital. Economic Record.

2005;81:S2-S21.

22. Farooqui S, Goodridge P, Haskel J. The role of intellectual property rights in the UK market sector. Intellectual Property Office Research Paper. 2011.

23. Davi P. An introduction to the economy of the knowledge society. 2001.

24. Economy C. Report 2008: The Challenge of Assessing the Creative Economy: towards Informed Policymaking. 2008.

25. Piergiovanni R, Carree MA, Santarelli E. Creative industries, new business formation, and regional economic growth. Small Business Economics. 2012;39(3):539-560.

26. Crépon B, Duguet E, Mairessec J. Research, Innovation And Productivity: An Econometric Analysis At The Firm Level.

Economics of Innovation and new Technology. 1998;7(2):115- 158.

27. Carmeli A, Azeroual B. How relational capital and knowledge combination capability enhance the performance of work units in a high technology industry. Strategic Entrepreneurship Journal. 2009;3(1):85-103.

28. Duggan SB. Education policy, digital disruption and the future of work: Framing young people’s futures in the present.

Springer Nature; 2019.

© 2022 Perhimpunan Pelajar Indonesia Dunia

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.

Referensi

Dokumen terkait

Pengendalian persediaan dengan menggunakan model EOQ da- pat menentukan jumlah pemesanan bahan bakar paling ekonomis yaitu bahan bakar solar sebanyak 26.029.691 liter dengan

Penjumlahan matriks terdefinisi jika ordo masing-masing matriks sama dan dilakukan dengan cara menjumlahkan entri yang bersesuaian dalam matriks- matriks tersebut...

Bibit yang dilakukan dengan p€nggunaan ruas sulur tua pada umur 3 minggu' trarryak bibir yang tidak tumbuh dengan baik dengan indikasi batang kering' Bibit yang

APAC INTI CORPORA Bawen, Semarang berdasarkan SNI 7231:2009 tentang Metode Pengukuran Intensitas Kebisingan di Tempat Kerja dan hubungannya pada perubahan nilai ambang

Karena operating profit margin merupakan rasio antara harga pokok penjualan ditambah dengan biaya-biaya operasi dengan hasil penjualan, maka selain dari peningkatan

Per nyat aan Ruang l i ngkup di dokument asi kan unt uk menye di akan dasar pr oyek masa depan dan unt uk membuat keput us an dan mengkonfir mas i kan at au

Purworejo dilungguhaken/ dilungguhna diateraken nggawakaken dilungguhake diterke nggawake Keterangan didudukan diantarkan membawakan Daerah Purworejo dan sekitarnya merupakan

Dengan menggunakan analisis faktor didapatkan risiko yang paling dominan dalam hubungan kerja antara subkontraktor terhadap kontraktor adalah p embayaran yang terlambat atau