• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH VARIASI DIAMETER DIFFUSER DAN ph TERHADAP PENYISIHAN BESI DAN PENINGKATAN DO PADA PENGOLAHAN AIR TANAH SECARA AERASI PANJES SINAGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH VARIASI DIAMETER DIFFUSER DAN ph TERHADAP PENYISIHAN BESI DAN PENINGKATAN DO PADA PENGOLAHAN AIR TANAH SECARA AERASI PANJES SINAGA"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH VARIASI DIAMETER DIFFUSER DAN pH TERHADAP PENYISIHAN BESI DAN PENINGKATAN DO PADA PENGOLAHAN

AIR TANAH SECARA AERASI

TUGAS AKHIR

Oleh

PANJES SINAGA 140407032

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

Dr. Amir Husin, S.T., M.T. Ivan Indrawan, S.T., M.T.

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

TA/TL-USU/2018/099

(2)

PENGARUH VARIASI DIAMETER DIFFUSER DAN pH TERHADAP PENYISIHAN BESI DAN PENINGKATAN DO PADA PENGOLAHAN

AIR TANAH SECARA AERASI

TUGAS AKHIR

Oleh

PANJES SINAGA 140407032

TUGAS AKHIR INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)
(4)
(5)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan penyertaan-Nya penulis mampu menyelesaikan laporan tugas akhir dengan judul

“Pengaruh Variasi Diameter Diffuser dan pH terhadap Penyisihan Besi dan Peningkatan DO pada Air Tanah Secara Aerasi” sebagai persyaratan kelulusan sarjana pada Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Sumatera Utara. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan dari awal sampai akhir proses pelaksanaan dan penyusunan laporan tugas akhir ini, khususnya kepada :

1. Bapak Dr. Amir Husin, ST.,MT dan bapak Ivan Indrawan, ST, MT. selaku dosen pembimbing.

2. Ibu Ir. Netti Herlina, MT. selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan USU, atas segala bantuan yang telah diberikan.

3. Ibu Isra’ Suryati, S.T., M.Si. selaku koordinator Tugas Akhir, atas segala bimbingan dan bantuan yang telah diberikan.

4. Ibu Meutia Nurfahadi yang selalu memberikan dukungan dan bimbingan.

5. Ibu Gesti Sinaga dan Ibu Pono selaku staf tata usaha di TL USU yang telah banyak membantu penulis selama menjalani aktivitas di TL USU.

6. Orang tua saya tercinta, bapak Lamasi Sinaga dan Ibu Mesra Ide Purba, yang selalu memberikan semangat dan dukungan moril maupun material

7. Kepada teman-teman seangkatan yang selalu memberi semangat dan penghiburan.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik, saran, dan masukan yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan agar di masa yang akan datang penyusunan laporan tugas akhir ini lebih sempurna. Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2018

Penulis

(6)

ABSTRAK

Aerasi efektif dalam menyisihkan kandungan besi dan meningkatkan nilai DO. Keefektifan proses aerasi dapat diteliti dari dinamika gelembung udara yang dipengaruhi oleh diameter diffuser dan pH air. Penelitian tentang pengaruh variasi diameter diffuser dan pH terhadap penyisihan besi dan peningkatan DO pada air tanah dilakukan dengan mengambil variasi diameter diffuser 0.4 mm, 0.6 mm, dan 0.8 mm. Diffuser menggunakan 2 lengan dengan masing-masing lengan panjangnya 7.5 cm dan memiliki 13 lubang diffuser dengan jarak antar lubang sebesar 0.5 cm. Kecepatan aliran udara 3 liter/menit dan volume air uji sebanyak 1 liter. Reaktor yang digunakan merupakan tabung gelas dengan tinggi tabung sebesar 19.5 cm dan diameter tabung sebesar 14 cm. Rentang pH ditentukan pada titik 3, 5, 9, dan 11. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diffuser dengan diameter 0.8 mm memberikan tingkat penyisihan yang optimal dengan efisiensi mencapai 98.83%. Proses aerasi pada kondisi basa (pH 11)menyisihkan besi sebesar 76.91% lebih efektif dibandingkan dengan kondisi asam (pH 3) yang menyisihkan besi sebesar 63.07%. Diffuser berdiameter 0.8 mm menghasilkan DO yang maksimal dalam waktu 6 menit lebih cepat dibandingkan dengan diffuser berdiameter 0.4 mm (13 menit) dan 0.6 mm (10 menit). Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien transfer gas ((KLa) oksigen sebesar 0.0917/menit untuk diameter 0.4 mm, 0.0896/menit untuk diameter 0.6 mm, dan 0.0729/menit untuk diameter 0.8 mm.

Kata-kata Kunci : DO, Diameter Diffuser, pH, Koefisien Transfer gas (KLa)

(7)

ABSTRACT

Aeration is effective in removing iron content and increasing the values of DO. The effectiveness of the aeration process can be studied from the dynamics of air bubbles that are influenced by diameter of diffuser and pH of the water. Research about the effect of variations of diameter diffuser and pH on iron removal and DO increase in groundwater was carried out by taking variations in diameters diffuser of 0.4 mm, 0.6 mm, and 0.8 mm. Diffuser uses 2 arms with each arm has 7.5 cm long and has 13 diffuser holes with a distance between of holes are 0.5 cm. Air flow rate is 3 liters / minute and the volume of test water is 1 liter. The reactor used is a glass tube with height 19.5 cm and diameter 14 cm. The pH range was determined at points 3, 5, 9, and 11. The results showed that a diffuser with a diameter 0.8 mm provided an optimal level of elimination with efficiency reaching 98.83%. The aeration process in alkaline conditions (pH 11) set aside iron up to 76.91% more effective than acidic conditions (pH 3) which set aside iron up to 63.07%. At 0.8 mm diffuser produces maximum DO in 6 minutes faster than a diffuser with a diameter 0.4 mm (13 minutes) and 0.6 mm (10 minutes). From the calculation results obtained the oxygen transfer coefficient ((KLa) of oxygen is 0.0917 / minute for diameter 0.4 mm, 0.0896 / minute for diameter 0.6 mm, and 0.0729 / minute for diameter 0.8 mm.

Key Words: DO, Diameter of Diffuser, pH, Coefficient of Gas Transfer (KLa)

(8)

ii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN vi

BAB I PENDAHULUAN I-1

1.1. Latar Belakang I-1

1.2. Rumusan Masalah I-7

1.3. Tujuan Penelitian I-7

1.4. Ruang Lingkup I-7

1.5. Manfaat Penelitian I-8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-1

2.1. Umum II-1

2.2. Sumber Air II-1

2.2.1. Air Laut II-2

2.2.2. Air Hujan II-2

2.2.3. Air Permukaan II-2

2.2.4. Air Tanah II-3

2.3. Persyaratan Kualitas Air II-4

2.4. Pencemar Air Tanah II-5

2.4.1. Besi (Fe) II-6

2.5. Penghilangan Zat Besi di Dalam Air Tanah II-8

2.6. Aerasi II-9

2.7. Jenis-Jenis Aerator II-13

2.7.1. Diffuser Aerator II-14

2.8. Transfer Gas II-14

2.8.1. Teori Transfer Gas II-15

(9)

iii

BAB III METODE PENELITIAN III-1

3.1. Metode Penelitian III-1

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian III-1

3.3. Jenis dan Objek Penelitian III-1

3.4. Variabel Penelitian III-2

3.5. Kerangka Penelitian III-2

3.6. Pengumpulan Data III-4

3.7. Alat dan Bahan III-4

3.8. Langkah Penelitian III-5

3.9. Desain Penelitian III-7

3.10. Metode Analisa Data III-8

3.12. Metode Pengujian Sampel III-8

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV-1

4.1. Analisa Kandungan Oksigen Terlarut (DO) IV-1

4.2. Analisa Konsentrasi Zat Besi IV-7

4.3. Analisa Pengaruh pH terhadap Penyisihan besi (Fe) IV-9 4.4. Perhitungan Koefisien Transfer Massa (KLa) Pada Proses Aerasi IV-11 4.5. Rekomendasi Akhir Penelitian Untuk Pengaplikasian IV-14

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V-1

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Penelitian Terdahulu I-4

Tabel 2.1. Sifat Fisika Besi II-7

Tabel 2.2. Tekanan Jenuh Uap Air pada Berbagai Suhu II-12

Tabel 2.3. Konsentrasi Oksigen Terlarut Dalam Air pada Tekanan 760 mmHg II-12 Tabel 4.1. Data DO Setelah Perlakuan Aerasi Dengan Variasi Diameter IV-2

Tabel 4.2. Data DO Setelah Penambahan FeSO4 IV-5

Tabel 4.3. Data Kandungan Fe Setelah Diberi Perlakuan Aerasi IV-7

Tabel 4.4. Data Perbandingan Efisiensi Penyisihan Fe IV-8

Tabel 4.5. Data Pengaruh pH Terhadap Penyisihan Besi IV-9

(11)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Skematik Mekanisme Transfer Gas II-1

Gambar 3.1. Kerangka Penelitian III-3

Gambar 3.2. Diagram Alir Cara Kerja Penyisihan Besi III-5

Gambar 3.3. Diagram Alir Cara Kerja Uji Peningkatan DO III-6

Gambar 3.4. Desain Reaktor Diffuser Aerator III-7

Gambar 4.1. Grafik DO Dengan Perlakuan Aerasi Secara Difusi IV-2

Gambar 4.2. Pola Sirkulasi Air di dalam Reaktor IV-3

Gambar 4.3. Grafik DO Sebelum Penambahan FeSO4 IV-5

Gambar 4.4. Grafik DO Setelah Penambahan FeSO4 IV-6

Gambar 4.5. Pembentukan Kerak/Endapan Berwarna Kuning IV-6

Gambar 4.6. Grafik Konsentrasi Fe Dengan Perlakuan Aerasi IV-7

Gambar 4.7. Grafik Efisiensi Penyisihan Fe IV-9

Gambar 4.8. Grafik Pengaruh pH Terhadap Penyisihan Fe IV-10

Gambar 4.9. Grafik Ln (Cs-C) Diameter 0.4 mm Terhadap Waktu IV-11 Gambar 4.10. Grafik Ln (Cs-C) Diameter 0.6 mm Terhadap Waktu IV-12 Gambar 4.11. Grafik Ln (Cs-C) Diameter 0.8 mm Terhadap Waktu IV-13

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semua makhluk hidup, khususnya manusia sangat membutuhkan air demi melangsungkan kehidupannya. Air digunakan untuk memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh, mandi, cuci, dan segala aktivitas lain manusia yang memanfaatkan air.

Meningkatnya jumlah manusia dan berkembangnya wilayah pada suatu daerah akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan air. Sementara disisi lain, jumlah air yang tersedia volumenya selalu tetap. Oleh karena itu, sumber daya air yang ada harus dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Pengelolaan sumber daya air, dalam hal peningkatan kuantitas dan kualitas air dengan menggunakan teknologi tepat guna diharapkan menjadi salah satu satu solusi pemecahan permasalahan akan air.

Terbatasnya kemampuan perusahaan air untuk memasok air bersih membuat sebagian masyarakat memanfaatkan sumber daya air yang lain, salah satunya adalah air tanah.

Air tanah sebagai sumber air bersih mengalami kontak dengan berbagai macam material yang terdapat di dalam bumi sehingga air tanah mengandung kation dan anion terlarut dan beberapa senyawa anorganik. Ditambah lagi dengan limbah (limbah domestik maupun limbah industri) yang mengandung logam atau bahan kimia berbahaya yang dibuang ke lingkungan dan masuk ke lapisan tanah sehingga mencemari air tanah.

Menurut Sari (2010) Ion-ion yang sering ditemui pada air tanah adalah besi (Fe) dan mangan (Mn). Menurut Asmadi dkk (2011), penggunaan air tanah sebagai sumber air baku akan menimbulkan masalah karena adanya keberadaan besi dan mangan.

Kandungan besi dan mangan yang terdapat di dalam air tanah biasanya >5-7 mg/L, sedangkan standar yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yaitu sebesar 0,1 mg/L. Begitu juga di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010, dikatakan bahwa kandungan maksimum besi dan mangan yang diperbolehkan untuk air minum adalah sebesar 0,3 mg/L,dan mangan 0,1 mg/L.

(13)

I-2 Adanya kandungan besi dan mangan dengan konsentrasi yang tinggi akan menimbulkan dampak yang membahayakan bagi tubuh. Kandungan besi yang besar pada air minum selain dapat menimbulkan warna, bau dan rasa juga dapat menyebabkan efek jangka pendek (akut) bagi yang mengkonsumsinya seperti iritasi terhadap tenggorokan saluran pernafasan dan hidung. Sedangkan efek jangka panjang (kronis) seperti gangguan pada hati, sistem kardiovaskular, saluran pernafasan atas, pankreas (Nofi, 2011). Oleh karena itu, untuk menghindari efek negatif seperti yang dijelaskan diatas, maka sumber air minum yang mengandung bahan kimia seperti logam besi dan mangan perlu diolah terlebih dulu sebelum dikonsumsi oleh manusia.

Terdapat berbagai cara untuk mengatasi masalah kualitas air, seperti metode fisika, dan kimia. Contoh metode kimia adalah penambahan koagulan, dan metode fisika adalah aerasi. Metode aerasi merupakan metode pengolahan air limbah dengan memasukan oksigen kedalam air secara paksa dengan menggunakan kompresor udara sehingga terjadi reaksi oksidasi, yakni peningkatan valensi ion besi (Fe) dan mangan (Mn), dari bentuk ion Fe2+ dan Mn2+ yang bersifat larut dalam air menjadi ion Fe3+ dan Mn3+ yang akan mengendap untuk kemudian dipisahkan dari air tanah (Taufan, 2011). Menurut Qasim et, al (2000) metode aerasi merupakan metode yang menekankan pada transfer oksigen ke dalam air untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut, menyisihkan kandungan besi dan mangan, hidrogen sulfida, senyawa organik serta karbondioksida yang ada di dalam air.

Tersebarnya oksigen secara merata dan dalam waktu yang tepat akan mengurangi bahan bahan pencemar yang ada di dalam air dengan efektif (Wijayanti, 2008).

Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa proses aerasi efektif dalam menurunkan kadar logam besi dan mangan terlarut dalam air. Dalam penelitian Cici (2016) didapatkan bahwa pengolahan dengan metode aerasi dapat menurunkan kadar logam Fe dari 0,95 mg/L menjadi 0,43 mg/L dan kadar Mn dari 0,68 mg/L menjadi 0,16 mg/L. Begitu juga dalam penelitian Kapri Batara dkk ( 2017) yang mendapatkan bahwa proses aerasi dapat menurunkan konsentrasi besi terlarut sebesar 61,9% dn konsentrasi mangan terlarut sebesar 24,1%. Dalam penelitian Handika Resvandry dkk (2018), juga

(14)

I-3 didapati bahwa pengolahan dengan metode aerasi dapat menyisihkan logam mangan (Mn) sebesar 95,15% sampai 99,65%.

Terdapat beberapa jenis aerator yang sering digunakan dalam pengolahan air limbah ataupun air minum, yakni gravity aerator, spray aerator, diffusser aerator, dan mechanical aerator (Benefiled, et al., 1982). Pada diffuser aerator, proses transfer oksigen/ massa terjadi dengan cara melakukan injeksi udara yang bertekanan menggunakan pompa atau kompesor udara. Injeksi udara berlangsung dalam bak besar melalui diffuser berpori berbentuk plat atau tabung. Udara yang keluar dari diffuser biasanya berbentuk gelembung udara yang akan menyebabkan peningkatan turbulensi air. Ukuran dan bentuk gelembung udara dipengaruhi oleh ukuran diameter diffuser.

Pemilihan tipe diffuser aerator didasarkan pada mudahnya perawatan, efisiensi transfer oksigen yang tinggi, dan lebih ekonomis. Faktor inilah yang membuat diffuser aerator lebih mudah diaplikasikan untuk skala kecil, seperti skala rumah tangga (Haryanto, et al., 2005).

Untuk mendapatkan proses aerasi yang optimal pada kolam aerasi diperlukan pengetahuan tentang dinamika gelembung udara dan perpindahan massa oksigen dari gelembung udara ke air. Belum banyak literatur dan penelitian yang dapat menggambarkan lebih detail proses aerasi terkait dengan jenis aerator dan faktor yang mempengaruhi kelarutas gas dalam air, khususnya tentang pengaruh diameter diffuser dan pH air terhadap efektivitas penyisihan besi dan mangan dalam air. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh diameter diffuser dan ph air terhadap efisiensi penurunan konsentrasi besi terlarut dan mangan terlarut pada air tanah. Berikut ini dicantumkan beberapa penelitian terkait dengan dinamika gelembung udara dan perpindahan massa oksigen dari gelembung udara ke air.

(15)

I-4 Tabel 1.1. Penelitian Terdahulu Tentang Dinamika Gelembung Udara dan Perpindahan Massa Oksigen dari Gelembung Udara ke

Air

No Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Variabel Hasil

1 Adam Pamudji R, Rochmadi ,Budi

Kamulyan

2010 Pengaruh Kecepatan Superfisial Dan Hold-up Gelembung Udara Pada Kolom Aerator Vertikal Terhadap Koefisien Transfer Oksigen

 Kecepatan superfisial

 Hold-up gelembung udara

 Ukuran gelembung tidak berubah banyak pada variasi kecepatan udara dari 0,5 L/min sampai 1 L/min .

 Pada kisaran kecepatan udara dalam penelitian ini, Kga bervariasi terhadap Q atau us (kecepatan superfisial udara). Analisis pencarian koefisien perpindahan massa oksigen menunjukkan bahwa nilai koefisien tersebut dipengaruhi oleh kecepatan superfisial

2 J. Navisa, T.Sravya, M.

Swetha, dan M.

Venkatesan

2014 Effect Of Bubble Size On Aeration Process

 Aerasi subsurface,

 variasi ukuran gelembung,

 kecepatan superfisial,

 laju alir, dan

 diameter nozzle

 Semakin kecil ukuran nozzle, maka ukuran gelembung juga semakin kecil. Nilai kesadahan air mengalami penurunan paling banyak pada saat digunakan nozzle ukuran paling kecil.

 Gelembung yang lebih kecil yang dikeluarkan nozzle tinggal lebih lama dalam air dibandingkan dengan gelembung yang lebih besar dan terdapat peningkatan laju difusi oksigen dari gelembung udara ke air. Hal ini membantu penguapan garam dan pengurangan kesadahan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gelembung dengan ukuran yang lebih kecil membantu aerasi jadi lebih baik.

 Gelembung dengan ukuran yang lebih kecil yang berasal dari nozzle lebih kecil untuk kecepatan udara superfisial yang tetap dengan area permukaan yang menyeluruh, membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk mencapai permukaan, meningkatkan waktu tinggal dari masing masing gelembung dalam air , dan mendorong laju transfer oksigen yang lebih baik

(16)

I-5 Sambungan Tabel 1.1

No Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Variabel Hasil

3 Kapri Batara, Badrus Zaman,

Wiharyanto Oktiawan

2017 Pengaruh Debit Udara Dan Waktu Aerasi Terhadap Efisiensi Penurunan Besi Dan Mangan Menggunakan Diffuser Aerator

Pada Air Tanah

 Variasi debit udara,

 dan waktu aerasi optimum

 Pemberian perlakuan dengan variasi debit udara dan waktu aerasi dapat menurunkan konsentrasi besi terlarut dan mangan terlarut dengan efisiensi tertinggi penyisihan besi terlarut sebesar 61,9% dan mangan terlarut sebesar 24,1% dengan debit udara 6 liter/menit pada menit ke-60.

 Debit udara dan waktu aerasi berpengaruh secara signifikan dalam menurunkan konsentrasi besi terlarut dan mangan terlarut pada air tanah menggunakan diffuser aerator sehingga Fe2+ dan Mn2+ terlarut akan berubah menjadi Fe3+ dan Mn4+ yang tak larut dalam air.

 Pada debit udara 4 liter/menit dan waktu aerasi selama 15 menit merupakan variasi yang optimum dalam menurunkan konsentrasi besi terlarut dan mangan terlarut pada air tanah menggunakan diffuser aerator.

 semakin tinggi debit udara (liter/menit) yang diinjeksikan kedalam air, maka penyisihan konsentrasi besi terlarut pada air tanah semakin tinggi.

 debit udara berpengaruh secara signifikan dalam menyisihkan konsentrasi besi terlarut dalam proses aerasi dengan nilai R2 sebesar 99,21%.

 semakin lama durasi waktu aerasi akan menimbulkan waktu kontak antara oksigen dan air didalam reaktor yang semakin besar pula. Reaksi kontak gelembung udara dengan air ini dinamakan proses oksidasi besi terlarut.

lama waktu aerasi berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan konsentrasi besi terlarut dalam proses aerasi pada air tanah dengan nilai R2 sebesar 99.49%.

(17)

I-6 Sambungan Tabel 1.1

No Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Variabel Hasil

4 Edi Haryanto, Irene Arum AS, Retno

Susetyaningsih

2005 Pengaruh Bentuk Diffuser Terhadap

Transfer Oksigen

 Bentuk Diffuser

 transfer oksigen

 pola sirkulasi air di dalam bak aerator yang berperan penting terhadap tinggi rendahnya efisiensi transfer O2 maupun Kla. bentuk diffuser 1 (berlengan dua dengan masing-masing lengan terdapat 12 lubang) memberikan hasil terbaik ditunjukkan dengan nilai efisiensi transfer O2 dan Kla terbesar, yaitu 3,05 % dan 2,27/jam. Bertambah besarnya faktor gesekan antara molekul air akan memperbesar headloss (kehilangan tenaga). Akibat kehilangan tenaga kinetik inilah kecepatan sirkulasi air menjadi kecil (berkurang). Dengan berkurangnya kecepatan aliran memberikan arti bilangan Reynold menjadi semakin kecil, sehingga turbulensi berkurang dan berakibat turunnya efisiensi transfer O2 dan Kla.

 Bentuk difuser berpengaruh terhadap perpindahan massa oksigen yang ditunjukkan dengan nilai transfer O2 dan Kla

5 Didiek Hari Nugroho 2017 Pengaruh Diameter Nozzle, Temperatur, Dan pH Terhadap Penyisihan Kadar Amonia Dengan Menggunakan Udara

Stripping Pada Kolom Gelembung

Pancaran

 Diameter Nozzle

 Temperatur,

 pH

 Koefisien transfer massa dan efisiensi penyisihan kadar amonia semakin besar dengan makin besarnya diameter nozzle.

 Koefisien transfer massa (KLa) dan efisiensi penyisihan kadar amonia semakin besar dengan makin besarnya pH.

 Koefisien transfer massa (KLa) dan efisiensi penyisihan kadar amonia semakin besar dengan makin besarnya temperatur.

 Varibel temperatur dan pH dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap KLa dan efisiensi penyisihan amonia.

 Nilai KLa 0,600 jam-1 merupakan nilai terbaik yang diperoleh pada kondisi Dn = 12 mm, T = 50 oC, dan pH = 11

(18)

I-7 1.2. Rumusan Masalah

Tingginya kandungan logam besi (Fe) dan mangan (Mn) yang terdapat pada air tanah mengganggu kualitas air dan berdampak negatif terhadap kesehatan manusia, sehingga perlu diolah untuk memenuhi kualitas air yang sesuai standar. Metode aerasi cukup efektif dalam menyisihkan kandungan logam besi dan mangan. Permasalahan utama dalam aerasi adalah bagaimana cara melarutkan oksigen secara efektif ke dalam air.

Dimana proses melarutkan oksigen sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni : suhu, kejenuhan oksigen, karakteristik air, turbulensi air, ukuran gelembung udara, dan derajat keasaman (pH) air. Dalam hal ini, ukuran gelembung udara dapat diteliti dari ukuran diameter diffusernya. Oleh karena itu, studi penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh diameter diffuser dan pH air terhadap penyisihan logam besi dan mangan yang terdapat di dalam air tanah.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis pengaruh diameter diffuser dan pH terhadap penyisihan logam besi dan peningkatan DO pada air tanah.

2. Untuk mengetahui nilai koefisien transfer gas (KLa) oksigen selama proses aerasi.

1.4. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup penelitian ini meliputi :

1. Sampel air tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah air tanah sintetik.

2. Model aerator yang digunakan adalah model bubble/ diffuse aerator.

3. Parameter yang diteliti mencakup logam besi (Fe) dan oksigen terlarut (DO).

4. Variabel penelitian meliputi : Variabel terikat :

 Konsentrasi besi terlarut dan DO pada air tanah

 Volume air uji,

 Debit udara yang masuk Variabel Bebas :

 Variasi diameter diffuser

 pH air tanah

(19)

I-8

 Waktu kontak

5. Penelitian ini menggunakan reaktor batch

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi penulis :

a. Sebagai syarat untuk memenuhi penyusunan Tugas Akhir guna mendapatkan gelar Sarjana dari Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Sumatera Utara.

b. Menambah ilmu, pengalaman dan keterampilan dalam menganalisis suatu permasalahan dibidang air bersih.

2. Bagi Universitas Sumatera Utara:

a. Mewujudkan pengabdian Universitas Sumatera Utara untuk masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan bangsa.

b. Sebagai bahan pengembangan penelitian dan bahan referensi bagi mahasiswa teknik lingkungan dalam pengolahan air tanah, khususnya tentang proses aerasi dan koefisien transfer gas oksigen dalam air.

3. Bagi masyarakat :

Sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat dalam hal mendesain aerator untuk menyisihkan kandungan besi.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Air merupakan salah satu dari ketiga komponen yang membentuk bumi (zat padat, air, atmosfer). Bumi dilingkupi air sebanyak 70% sedangkan sisanya (30%) berupa daratan (dilihat dari permukaan bumi). Udara mengandung uap air sebanyak 15% di dalam atmosfer (Gabriel, 2001). Air sangat penting bagi kehidupan manusia dan fungsinya tidak dapat diganti dengan senyawa lain. Sesuai dengan fungsinya, air digunakan untuk berbagai keperluan seperti : untuk minum, keperluan rumah tangga, keperluan industri, pertanian, pembangkit tenaga listrik, untuk sanitasi dan air untuk transportasi baik di sungai maupun laut (Wardhana, 2004).

Seiring dengan bertambahnya jumah penduduk dan semakin meningkatnya kesadaran akan kesehatan lingkungan, maka kebutuhan akan air bersih meningkat pula. Akan tetapi, meningkatnya kebutuhan ini tidak diimbangi dengan meningkatnya ketersediaan air bersih yang cenderung menurun, terutama kualitas air yang memburuk. Oleh karena itu diperlukan suatu proses pengolahan untuk memenuhi standar kualitas air yang telah ditetapkan (Amir, 2011).

Air yang digunakan harus memenuhi syarat baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Secara kualitas, air harus tersedia pada kondisi yang memenuhi syarat kesehatan. Kualitas air dapat ditinjau dari segi fisika, kimia dan biologi (Kusnaedi, 2010).

2.2. Sumber Air

Jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus hidrologi.

Siklus hidrologi ialah pergerakan air yang dialami yang terdiri dari berbagai peristiwa yaitu :

1. Penguapan (evaporasi) air yang terdapat di dalam dan atau keadaan berkeringat (transpirasi) yang dialami oleh makhluk hidup

2. Pembentukan awan (kondensasi)

(21)

II-2 3. Peristiwa jatuhnya air ke bumi (presipitasi)

4. Aliran air pada permukaan bumi dan di dalam tanah (Azwar, 1995)

Air yang berada dipermukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya, air dibagi menjadi :

1. Air laut 2. Air Hujan 3. Air Permukaan 4. Air Tanah

2.2.1. Air Laut

Air laut mempunyai sifat yaitu asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air minum (Sutrisno et al, 2004). 97% air di muka bumi ini merupakan air laut yang tidak dapat digunakan oleh manusia secara langsung (Effendi, 2003).

2.2.2. Air Hujan

Air hujan ini didapat dari angkasa karena terjadinya proses presipitasi dari awan, atmosfir yang mengandung uap air (Azwar, 1995). Air hujan dalam keadaan murni sangat bersih karena dengan adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran- kotoran industri atau debu dan lain sebagainya, maka untuk menggunakan air hujan sebagai air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai turun karena masih mengandung banyak kotoran. Air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi. Air hujan juga mempunyai sifat lunak, sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun (Sutrisno, dkk., 2004).

2.2.3. Air Permukaan

Air permukaan merupakan air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Air permukaan akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri dan sebagainya. Beberapa pengotoran ini untuk

(22)

II-3 masing-masing air permukaan akan berbeda, tergantung pada daerah pengaliran air permukaan ini. Jenis pengotorannya adalah merupakan kotoran fisik, kimia dan bakteriologi. Setelah mengalami suatu pengotoran, pada suatu saat air permukaan ini akan mengalami suatu proses pembersihan sendiri yakni udara yang mengandung oksigen akan membantu mengalami proses pembusukan yang terjadi pada air permukaan yang mengalami pengotoran, karena selama dalam perjalanan oksigen akan meresap ke dalam air permukaan (Sutrisno, dkk., 2004).

2.2.4. Air Tanah

Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah di dalam zona jenuh dimana tekanan hidrostatiknya sama atau lebih dari tekanan. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah (PP RI no.43, 2008). Air tanah umumnya banyak mengandung mineral dan garam yang cukup tinggi, sebagai akibat dari pengaruh batuan di bawah tanah yang dilalui oleh air tanah. Air tanah relatif tergolong bebas dari polutan karena berada di bawah permukaan tanah, namun tidak tertutup kemungkinan juga bahwa air tanah dapat tercemar oleh zat-zat yang mengganggu kesehatan seperti kandungan logam-logam berat yaitu besi (Fe) dan mangan (Mn), serta amonia (NH3) dan Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS) akibat dari sanitasi yang kurang baik seperti adanya rembesan air limbah dari rumah tangga, industri, pencucian kering dengan bahan kimia (laundry), maupun air permukaan ke dalam air tanah. Air tanah umumnya mempunyai konsentrasi karbon dioksida yang tinggi hasil penguraian kembali zat-zat organik dalam tanah oleh aktivitas mikroorganisme, serta mempunyai konsentrasi oksigen terlarut yang relatif rendah, menyebabkan kondisi pada air tanah bersifat anaerobik. Bila ditinjau dari kedalamannya maka air tanah dapat dibagi menjadi air tanah dangkal dan air tanah dalam (Awaluddin, 2007).

2.2.4.1. Air Tanah Dangkal

Air tanah dangkal terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah.

Lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing

(23)

II-4 lapisan tanah. Lapisan tanah di sini berfungsi sebagai saringan. Disamping penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah, setelah menemui lapisan rapat air, air yang akan terkumpul merupakan air tanah dangkal dimana air tanah ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melaui sumur-sumur dangkal (Parulian, 2009). Pada air tanah dangkal, kualitas dan kuantitasnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di permukaanya, dalam hal kuantitas sangat dipengaruhi oleh curah hujan setempat, sementara kualitasnya dipengaruhi oleh kondisi sanitasi disekitarnya.

2.2.4.2. Air Tanah Dalam

Air tanah dalam dikenal juga dengan air artesis. Air ini terdapat diantara dua lapisan kedap air. Lapisan diantara dua lapisan kedap air tersebut disebut lapisan akuifer.

Lapisan tersebut banyak menampung air. Jika lapisan kedap air retak, secara alami air akan keluar ke permukaan. Air yang memancar ke permukaan disebut mata air artesis.

Pengambilan air tanah dalam, tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya sehingga dalam suatu kedalaman (biasanya antara 100-300 m) akan didapatkan suatu lapisan air. Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur ke luar dan dalam keadaan ini, sumur ini disebut dengan sumur artesis. Jika air tidak dapat ke luar dengan sendirinya, maka digunakan pompa untuk membantu pengeluaran air tanah dalam ini (Parulian, 2009).

2.3. Persyaratan Kualitas Air

Menurut Waluyo (2009), persyaratan kesehatan untuk air bersih dan air minum meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi, radioaktif, dan fisik.

1. Persyaratan Fisik

Persyaratan fisika air bersih terdiri dari kondisi fisik air pada umumnya, yakni derajat keasaman (pH), suhu, kejernihan, warna, dan bau. Aspek fisik ini sesungguhnya selain penting untuk aspek kesehatan juga langsung dapat terkait dengan kualitas fisik air seperti suhu dan keasaman. Selain itu sifat fisik air juga penting untuk menjadi indikator tidak langsung pada persyaratan biologis dan kimia, seperti warna air dan bau.

(24)

II-5 2. Persyaratan Bakteriologis

Persyaratan biologis berarti air bersih tersebut tidak mengandung mikroorganisme yang nantinya menjadi infiltran dalam tubuh manusia. Mikroorganisme itu dapat dibagi dalam empat group, yaitu parasit, bakteri, virus dan kuman. Dari keempat jenis mikroorganisme tersebut, umumnya yang menjadi parameter kualitas air adalah bakteri, seperti Eschericia coli.

3. Persyaratan Radioaktif

Apapun bentuk radioaktifitas efeknya sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian sel, perubahan komposisi genetik dan lain-lain. Kematian sel dapat diganti kembali apabila sel bergenerasi dari sel tidak mati sepenuhnya. Perubahan genetis dapat menimbulkan penyakit seperti kanker dan mutasi. Sinar alpha, beta, dan gamma mempunyai kemampuan menembus jaringan tubuh manusia.

Persyaratan radioaktif sering juga dimasukkan sebagai bagian dari persyaratan fisik, namun sering dipisahkan karena jenis pemeriksaannya sangat berbeda. Pada wilayah tertentu seperti wilayah di sekitar reaktor nuklir, isu radioktif menjadi penting untuk kualitas air.

4. Persyaratan Kimia

Persyaratan kimia menjadi sangat penting karena banyak sekali kandungan kimiawi air yang memberi akibat buruk pada kesehatan, karena tidak sesuai dengan proses biokimia tubuh. Bahan kimia seperti nitrat (NO3), arsenic (As), dan berbagai macam logam berat khususnya mangan (Mn) dan besi (Fe) yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan pada tubuh manusia karena dapat berubah menjadi racun dalam tubuh.

2.4. Pencemar Air Tanah

Beberapa bahan kimia yang biasanya mencemari air tanah yaitu: besi, mangan, amonia dan Linear Alkyl Benzene Sulfonate (LAS).

(25)

II-6 2.4.1. Besi (Fe)

Besi adalah salah satu logam berat yang berlimpah pada kerak bumi. Terdapat secara alami di dalam air dalam bentuk terlarut sebagai senyawa ferro atau besi-II (Fe2+); ferri atau besi-III (Fe3+); tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1 mm) atau lebih besar, seperti Fe(OH)3; dan tergabung dengan zat organik atau zat padat yang anorganik (seperti tanah liat dan partikel halus terdispersi). Senyawa besi-II dalam air yang sering dijumpai di alam adalah FeO, FeSO4, FeSO4.7 H2O, FeCO3, Fe(OH)2, dan FeCl2. Sedangkan senyawa besi-III yang sering dijumpai adalah FePO4, Fe2O3, FeCl3, Fe(OH)3. Kandungan besi pada air juga dapat berasal dari industri, pertambangan, korosi logam dan lain-lain (Lenore et al., 2005; Said, 2003; Lenntech, n.d). Besi dapat membentuk larutan kompleks dengan zat organik (seperti : jenis asam humic dan asam fulvic) yang terdapat pada air permukaan atau air tanah. Bentuk larutan kompleks tersebut dimungkinkan tidak dapat teroksidasi menjadi bentuk tidak terlarut (insoluble) tanpa menggunakan oksidan kuat (Vaaramaa & Lehto, 2003).

Kandungan zat besi pada air permukaan relatif rendah yakni kurang dari 1 mg/L, sedangkan konsentrasi besi pada air tanah bervariasi mulai dari 0,01 mg/L sampai dengan ± 25 mg/L. Pada air tanah yang tidak mengandung oksigen (O2), umumnya besi berada dalam bentuk terlarut (Fe2+), sedangkan pada air sungai yang mengalir dan terjadi aerasi, Fe2+ teroksidasi menjadi Fe3+ yang sulit larut dalam air pada pH 6 sampai 8 (kelarutan hanya di bawah beberapa mg/L), bahkan dapat menjadi ferihidroksida Fe(OH)3, atau salah satu jenis oksida yang merupakan zat padat dan bisa mengendap.

Masalah utama yang ditimbulkan akibat adanya kandungan besi yang tinggi pada air adalah mengenai estetika air. Kandungan besi dalam air akan memberikan warna karat pada air, menimbulkan noda berwarna coklat kemerahan pada pipa ledeng, porselin, piring maupun pakaian serta memberikan rasa logam sehingga tidak enak jika dikonsumsi.

2.4.1.1. Sifat Fisika Besi

Besi (Fe) adalah logam berwarna putih keperakan, liat dan dapat dibentuk. Fe di dalam susunan unsur berkala termasuk logam golongan VIII, dengan berat atom 55,85 g.mol-1,

(26)

II-7 nomor atom 26, berat jenis 7.86g.cm-3. Untuk lebih lengkapnya sifat fisika untuk besi dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Sifat Fisika Besi

No. Sifat Fisika Nilai

1 Massa jenis (g/cm3) 7,86

2 Titik leleh (°C) 1.538

3 Titik didih (°C) 2.861

4 Kalor peleburan (kJ/mol) 13,81

5 Kalor penguapan (kJ/mol) 340

6 Kapasitas kalor (J/mol K) 25,1

Sumber : Iron. (n.d). http://en.wikipedia.org/wiki/Iron

2.4.1.2. Sifat Kimia Besi

Dalam larutan, ozon relatif tidak stabil, memiliki waktu paruh sekitar 165 menit dalam air suling pada 20°C (Rice & Netzer, 1984). Fe2+ dioksidasi dengan cepat oleh ozon menjadi Fe3+, yang kemudian terhidrolisis, menggumpal dan mengendap seperti persamaan berikut (Karamah, Bismo, Widyaningrum, n.d) :

2 Fe2+ + O3(aq) + 5 H2O 2 Fe(OH)3(s) + O2(aq) + 4 H+

Dari persamaan diatas, secara toritis kebutuhan ozon untuk mengoksidasi besi dalam air adalah 0,43 mg O3/mg Fe2+. Hasil penelitian Hoigné memperlihatkan bahwa reaksi ozon dengan Fe2+ dalam larutan pH netral menjadi lebih cepat (kurang dari 2 menit), karena tingkat oksidasi ozon dengan besi dipengaruhi oleh pH larutan, yaitu dengan semakin tingginya pH maka penyisihan besi semakin tinggi pula (Hoigne' et al., 1985). Air dengan kandungan besi yang tinggi, bila bersentuhan dengan udara akan menjadi keruh, berbau dan tidak enak jika dikonsumsi. Kekeruhan dan warna kuning terbentuk karena oksidasi besi (II) menjadi besi (III) berupa endapan koloid berwarna kuning. Karena oksidasinya berlangsung perlahan terutama pada pH lebih kecil dari 6, maka pembentukan dan pengendapan Fe(OH)3 atau Fe2O3 berlangsung sangat lambat.

(27)

II-8 2.4.1.3. Pengaruh Besi Terhadap Kesehatan

Zat besi (Fe) merupakan unsur yang sangat penting dan berguna untuk metabolisme dan juga untuk pembentukan sel-sel darah merah, tubuh membutuhkan 7-35 mg/hari yang tidak hanya diperoleh dari air (Sutrisno, 1996). Akan tetapi kelebihan zat besi dapat menyebabkan efek jangka pendek (akut) seperti iritasi terhadap tenggorokan (bila tertelan), iritasi kulit dan mata (bila terjadi kontak), iritasi saluran pernafasan dan hidung (bila terhirup), serta efek jangkan panjang (kronis) seperti gangguan pada hati, sistem kardiovaskular, saluran pernafasan atas, pankreas akibat dari sifat besi yang toksik (beracun). Apabila organ-organ tubuh terpapar dalam waktu yang lama dan berulang oleh zat besi maka dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh tersebut (Iron Metal MSDS, n.d).

2.5. Penghilangan Zat Besi di Dalam Air Tanah

Di dalam sistem air alami pada kondisi reduksi, mangan, dan juga besi pada umumnya mempunyai valensi dua yang larut dalam air. Oleh karena itu di dalam sistem pengolahan air, senyawa mangan dan besi valensi dua tersebut dengan berbagai cara oksidasi diubah menjadi senyawa yang mempunyai valensi yang lebih tinggi yang tak larut dalam air sehingga dapat dengan mudah dipisahkan secara fisik. Walaupun Mn di dalam senyawa-senyawa MnCO3, Mn(OH)2 mempunyai valensi dua, zat tersebut relatif sulit larut dalam air, tetapi untuk senyawa Mn seperti garam MnCl2, MnSO4, Mn(NO3)2

mempunyai kelarutan yang besar di dalam air.

Untuk menghilangkan zat besi atau mangan dalam air, cara yang paling sering digunakan adalah dengan oksidasi yang diikuti proses pemisahan padatan. Mangan lebih sulit dioksidasi daripada besi, karena kecepatan oksidasi oksidasi mangan lebih rendah dibanding dengan kecepatan oksidasi besi. Beberapa cara oksidasi besi atau mangan yang paling sering digunakan dalam industri pengolahan air adalah proses aerasi, proses klorinasi, dan proses oksidasi kalium permanganat. Pemilihan proses didasarkan pada besarnya konsentrasi zat besi atau mangan serta kondisi air baku yang digunakan. Proses lain seperti pertukaran ion, proses filtrasi dengan penambahan chlorine dioxide, proses pengaturan pH, proses filtrasi dengan katalis dengan media yang sesuai serta proses oksidasi dengan ozon yang jarang digunakan karena alasan

(28)

II-9 biaya dan operasional. Proses aerasi umumnya lebih dianjurkan untuk pengolahan air dengan konsentrasi zat besi lebih besar 5 mg/l, proses klorinasi untuk konsentrasi zat besi kurang dari 2 mg/l, dan proses penambahan kalium permanganat untuk penghilangan zat besi dengan konsentrasi 0-3 mg/l.

2.6. Aerasi

Aerasi adalah suatu pengolahan air dengan cara menambahkan oksigen kedalam air.

Penambahan oksigen dilakukan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam air, sehingga konsentrasi zat pencemar akan hilang atau bahkan dapat dihilangkan sama sekali. Menurut Sutrisno (2010), aerasi adalah pengolahan air dengan cara mengontakkannya dengan udara. Aerasi secara luas telah digunakan untuk mengolah air yang mempunyai kandungan kadar besi (Fe) terlalu tinggi (mengurangi kandungan konsentrasi zat padat terlarut). Zat–zat tersebut memberikan rasa pahit pada air, menghitamkan pemasakan beras dan memberikan noda hitam kecoklat–coklatan pada pakaian yang dicuci. Dalam proses aerasi adalah oksigen yang ada di udara, akan bereaksi dengan senyawa Ferus dan manganous terlarut merubah menjadi ferric (Fe) dan manganic oxide hydrates yang tidak larut. Setelah itu dilanjutkan dengan pengendapan (sedimentasi) atau penyaringan (filtrasi). Perlu dicatat bahwa oksidasi terhadap senyawa besi didalam air tidak selalu terjadi dalam waktu yang cepat (Fatima, 2015).

Aerasi juga digunakan untuk merediksi kandungan amonia dalam air melalui proses nitrifikasi dan untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut agar air terasa lebih segar. Dalam hal penyisihan rasa dan bau yang disebabkan oleh bahan yang sangat larut dalam air, aerasi kurang efisien dibandingkan dengan metode lainnya seperti oksidasi kimiawi. Terkecuali untuk hidrogen sulfide, sebagai salah satu senyawa utama penyebab rasa dan bau yang dapat diolah secara efektif dengan aerasi. Mekanisme pengolahannya adalah terjadinya oksidasi hydrogen sulfide menghasilkan air dan belerang panas. Aerasi juga dapat menyisihkan senyawa organik volatile, dan karbondioksida. Kelarutannya yang rendah dalam air, membuat karbon dioksida disisihkan secara efisien oleh aerasi.

(29)

II-10 Pada prakteknya terdapat dua cara untuk menambahkan oksigen kedalam air yaitu dengan memasukkan udara ke dalam air dan atau memaksa air ke atas untuk berkontak dengan oksigen (Ratna, 2014). Proses aerasi biasanya terdiri dari aerator, bak pengendap, serta jika perlu dilengkapi dengan filter atau penyaring. Aerator adalah alat untuk mengontakkan oksigen dari udara dengan air agar zat besi atau mangan yang ada di dalam air baku bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa ferri (Fe valensi 3) serta mangan oksida yang relatif tidak larut di dalam air. Kecepatan oksidasi besi atau mangan dipengaruhi oleh pH air. Pada umumnya, makin tinggi pH air kecepatan reaksi oksidasinya akan makin cepat. Kadang-kadang perlu waktu tinggal sampai beberapa jam setelah proses aerasi agar reaksi berjalan.

Jika konsentrasi zat besi atau mangan di dalam air baku cukup tinggi maka perlu bak pengendap yang dilengkapi dengan pengumpul lumpur (sludge collection). Di dalam proses penghilangan besi dan mangan dengan cara aerasi, adanya kandungan alkalinitas (HCO3)- yang cukup besar dalam air, akan menyebabkan senyawa besi atau mangan berada dalam bentuk senyawa ferro bikarbonat, Fe(HCO3)2 atau mangano bikarbonat Mn(HCO3)2. Karena bentuk CO2 bebas lebih stabil daripada HCO3-

, maka senyawa bikarbonat cenderung berubah menjadi senyawa karbonat. Berikut reaksinya :

Fe(HCO3)2 FeCO3 + CO2 + H2O

Mn(HCO3)2 MnCO3 + CO2 + H2O

Dari reaksi tersebut dapat dilihat bahwa jika CO2 berkurang, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke kanan dan selanjutnya reaksi akan menjadi :

FeCO3 + CO2 Fe(OH2) + CO2

MnCO3 + CO2 Mn(OH2) + CO2

Baik hidroksida besi (valensi 2) masih mempunyai kelarutan yang cukup besar, sehingga jika terus dilakukan oksidasi dengan udara atau aerasi akan terjadi reaksi (ion) 4Fe2+ + O2 + 10H2O 4Fe(OH3) + 8H+

2Mn2+ + O2 + 2H2O 2MnO2 + 4H+

(30)

II-11 Sesuai dengan reaksi di atas, maka untuk mengoksidasi setiap 1 mg/l zat besi dibutuhkan 0,14 mg/l oksigen dan setiap 1 mg/l mangan dibutuhkan 0,29 mg/l oksigen.

Pada pH rendah, kecepatan reaksi oksidasi besi dengan oksigen (udara) relatif lambat, sehingga pada praktiknya untuk mempercepat reaksi dilakukan dengan cara menaikkan pH air yang akan diolah.

Aerasi merupakan istilah lain dari tranfer gas, lebih dikhususkan pada transfer gas oksigen atau proses penambahan oksigen ke dalam air. Dalam proses aerasi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perpindahan oksigen, diantaranya sebagai berikut (Benefield, 1980) :

1. Suhu

Koefisien transfer gas (KLa) meningkat seiring dengan kenaikan suhu, karena suhu dalam air akan mempengaruhi tingkat difusi, tegangan permukaan dan kekentalan air. Kemampuan difusi oksigen meningkat dengan peningkatan suhu, sedang tegangan permukaan dan kekentalan menurun seiring dengan kenaikan suhu.

Pengaruh suhu pada berbagai faktor tersebut dirangkum dalam persamaan dengan koefisien empiris (f) sebagai berikut :

(kl.a)20 = (kl.a)T f (20-T) (2.1)

Nilai f untuk aerasi permukaan umumnya memilki rentang nilai 1,012 – 1,047

2. Kejenuhan Oksigen

Konsentrasi jenuh oksigen dalam air tergantung pada derajat salinitas air, suhu, dan tekanan parsial oksigen yang berkontak dengan air. Eckenfelder dan O’Connor dalam Benefield dan Randal (1982) menyarankan bahwa konsentrasi jenuh dapat ditentukan dari persamaan berikut :

(Cs)760 = (2.2)

Dimana :

(Cs)760 = nilai kejenuhan oksigen pada tekanan udara 760 mmHg, mg/l S = konsentrasi padatan terlarut dalam air, gram/l

T = suhu, °C

(31)

II-12 Nilai konsentrasi jenuh oksigen pada persamaan dapat dikoreksi untuk tekanan udara barometrik dengan persamaan :

Cs = (Cs )760 (2.3)

P menyatakan tekanan barometrik dalam mmHg dan p menyatakan tekanan jenuh uap air pada suhu air yang diaerasi. Tekanan jenuh uap air pada berbagai suhu disampaikan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Tekanan Jenuh Uap Air pada Berbagai Suhu No. Suhu (°C) Tekanan Uap Jenuh /(mmHg)

1 5 6,5

2 10 9,2

3 15 12,8

4 20 17,5

5 25 23,8

6 30 31,8

Sumber : Bennefield, 1980

Secara teoritis konsentrasi oksigen terlarut dalam air pada tekanan 760 mmHg dapat diketahui melalui Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Konsentrasi Oksigen Terlarut Dalam Air pada Tekanan 760 mmHg No. Suhu (°C) Konsentrasi DO (mg/l)

1 23 8,68

2 24 8,53

3 25 8,38

4 26 8,22

5 27 8,07

6 28 7,92

7 29 7,77

8 30 7,63

Sumber : Bennefield, 1980

(32)

II-13 3. Karakteristik Air

Dalam praktik ada perbedaan nilai KLa untuk air bersih dengan KLa air limbah yang mengandung materi tersuspensi, surfactant (detergen) dalam larutan dan perbedan temperatur. Faktor-faktor ini juga mempengaruhi nilai Cs. Pengaruh faktor ini, dikoreksi dengan menggunakan koefisien empirik (α) untuk pengaruh padatan tersuspensi dan surfactant dan (β) untuk pengaruh perbedaan temperatur.

α =

(2.4)

β =

(2.5)

Nilai tipikal α untuk surface aerator berkisar 0,8 – 1,2 dan nilai β berkisar 0,9 – 1.

4. Derajat Turbulensi Air

Derajat turbulensi dalam tangki aerasi akan mempengaruhi nilai α sebagai berikut : 1. Turbulensi akan menurunkan derajat tahanan liquid – film.

2. Turbulensi akan meningkatkan laju perpindahan masa oksigen karena terjadi percepatan laju pergantian permukaan bidang kontak, yang berakibat pada defisit oksigen (driving-force, ΔC) tetap terjaga konstan.

3. Turbulensi secara langsung akan meningkatkan nilai koefisien perpindahan oksigen (KLa).

2.7. Jenis-Jenis Aerator

Ada beberapa jenis peralatan aerasi yang sering digunakan, yakni aerator gravitasi, aerator sembur (spray aerator), aerator dengan diffuser, dan aerator secara mekanik.

Untuk aerator gravitasi, beberapa cara yang sering digunakan misalnya aerator baki (tray aerator), aerator cascade, aerator dengan tower vertikal misalnya bubble cap tray dan lainnya. Untuk aerator sembur (spray aerator) cara yang sering digunakan adalah aerator dengan menggunakan nozzle atau orifice, baik yang stasioner maupun bergerak.

Untuk aerator mekanik, ada beberapa cara yang sering digunakan yakni submerged paddle, surface paddle, propeller paddle, atau turbine blade.

(33)

II-14 2.7.1. Diffuser Aerator

Proses aerasi dengan menggunakan aerator diffuser dilakukan dengan cara menyemburkan udara bertekanan ke dalam air melalui diffuser yang berbentuk nozzle, pipa berlubang, atau diffuser gelembung halus. Dengan cara demikian, akan terjadi kontak yang efektif antara oksigen atau udara dengan zat besi atau mangan yang ada dalam air sehingga terjadi reaksi oksidasi zat besi atau mangan membentuk oksida yang tak larut dalam air. Udara yang keluar dari diffuser biasa berbentuk gelembung udara yang akan menyebabkan peningkatan turbulensi air. Gelembung yang dihasilkan oleh diffuser diklasifikasikan menjadi fine dan coarse bubble. Efisiensi yang dapat dicapai dengan fine bubble aerator adalah 8-12%, sementara untuk coarse bubble aerator adalah 4-8%. Periode aerasi berkisar 10-30 menit, suplai udara 0,1-1 m3/menit per m3 volume tangki. Proses aerasi secara difusi terjadi di dalam sebuah kolom gelembung (bubble column).Thoenes (1994), menyatakan bahwa kolom gelembung (bubble column) adalah perangkat yang sederhana dan efektif untuk terjadinya kontak antara udara dan air.

Distributor udara (diffuser) pada bagian dasar, dapat berbentuk pelat berpori mau-pun sparger (satu atau beberapa cincin yang berlubang-lubang kecil).

2.8. Transfer Gas

Dalam pengolahan air dan air limbah, sering dijumpai mekanisme absorpsi dan desorpsi gas, yang selanjutnya disebut transfer gas. Transfer gas didefenisikan sebagai perpindahan gas dari fase gas ke fase cair atau sebaliknya. Transfer gas melibatkan terjadinya kontak antara udara atau gas lain dengan air yang menyebabkan berpindahnya suatu senyawa dari fase gas ke fase cair atau menguapnya suatu senyawa dari fase cair (dalam bentuk terlarut) menjadi fase gas (lepas ke udara). Gas-gas yang menjadi perhatian pada bidang pengolahan adalah oksigen, karbon dioksida, metana, hidrogen sulfida, ammonia, dan klor. Tujuan transfer gas dalam pengolahan air adalah : 1. Untuk mengurangi konsentrasi bahan penyebab rasa dan bau, seperti hidrogen

sulfida dan beberapa senyawa organik, dengan jalan penguapan atau oksidasi 2. Untuk mengoksidasi besi dan mangan

3. Untuk melarutkan gas ke dalam air (seperti penambahan oksigen ke dalam air tanah, dan penambahan karbondioksida setelah pelunakan)

(34)

II-15 4. Untuk menyisihkan senyawa yang mungkin dapat meningkatkan biaya pengolahan (misal: adanya hidrogen sulfida akan meningkatkan kebutuhan klor pada proses diklorinasi, adanya karbondioksida akan meningkatkan kebutuhan kapur pada proses pelunakan, dan sebagainya).

2.8.1. Teori Transfer Gas

Transfer oksigen ke dalam cairan merupakan faktor penting dalam pengolahan limbah cair secara biokimia-aerobik. Teori two-film didasarkan pada model fisik dimana dua lapisan film berada pada bidang kontak gas-cair. Gas (oksigen) maupun liquid (limbah cair) dibayangkan memiliki lapisan tipis pada permukaannya (film layer) yang akan menghambat perpindahan massa. Ini menyebabkan massa oksigen harus melewati dua lapisan tersebut yang merupakan tahanan (resistance) sehingga konsentrasi gas (oksigen) dalam bulk gas (udara) tidak akan sama dengan konsentrasi pada permukaan cairan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Skematik mekanisme transfer gas

Pada gambar di atas, ditunjukkan profil akan menurun baik untuk tekanan parsial maupun konsentrasi dari gas (oksigen), pada fase gas maupun fase cair. Pada saat melewati lapisan film dari gas, tekanan parsial oksigen berkurang dibanding dengan tekanan pada bulk phase sebagai akibat adanya tahanan dari lapisan film. Begitu juga dengan konsentrasi oksigen tersebut juga berkurang pada saat melewati lapisan film liquid sebagai akibat adanya tahanan dari lapisan film tersebut. Perpindahan massa dari fase gas ke fase cair atau sebaliknya (absorpsi-desorpsi), terjadi bila ada kontak antar permukaan cairan dengan gas atau udara. Mekanisme ini terjadi secara difusi. Gaya

(35)

II-16 penggerak perpindahan massa dari udara ke dalam air atau sebaliknya dikendalikan oleh perbedaan konsentrasi zat dalam larutan dan kelarutan gas pada kondisi tertentu. Faktor utama yang mempengaruhi kelarutan gas dalam air adalah suhu air, tekanan parsial dalam fase gas, konsentrasi padatan terlarut dalam fase air dan komposisi kimia gas.

Kelarutan gas, tidak seperti kelarutan pada zat padat dalam air, menurun seiring dengan kenaikan suhu. Pada tekanan parsial sampai 1 atm, konsentrasi keseimbangan gas dalam larutan pada suatu suhu tertentu sebanding dengan tekanan parsial gas dalam air, sesuai dengan hukum henry :

Cs = H.P (2.6)

Dimana :

Cs = Konsentrasi jenuh atau kesimbangan gas dalam larutan, mg/

P = Tekanan parsial phase gas dalam air, atm H = Koefisien kelarutan Henry

Hukum Henry banyak digunakan pada gas-gas yang sering dijumpai dalam teknik pengolahan air dan air limbah seperti oksigen, metana, karbondioksida, dan hidrogen sulfida. Bila permukaan air dipaparkan dengan udara atau gas dan belum terjadi kesetimbangan sebelumnya, maka secara serentak dan segera pada bidang kontak antar fase akan jenuh dengan gas dan gas ditransportasikan ke badan air dengan proses difusi molekuler sebagai berikut :

= (2.7)

Dimana :

= Laju perpindahan gas melintas permukaan area bidang kontak D = Koefisien Difusi Molekuler

= Gradien Konsentrasi pada Interface.

Laju perpindahan gas melintang bidang permukaan A dinyatakan dalam persamaan :

A = - (CL-Cs) (2.8)

(36)

II-17 Untuk menyatakan massa gas dalam bentuk konsentrasi maka satuan massa gas dibagi dengan volume cairan yang ada dan disederhanakan maka diperoleh persamaan :

= NA = - KL (CL – Cs) = KG. A(pA – p*A) (2.9) Dimana :

α =

KL = Koefisien transfer dalam fase cair.

KG = Koefisien dalam transfer fase gas NA = Laju perpindahan massa

Persamaan ini dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu :

= KLa (Cs – C) (2.10)

Dimana :

= gradient konsentrasi

KLa = koefisien transfer total, jam-1 Cs = konsentrasi gas jenuh, mg/l C = konsentrasi gas di cairan, mg/l

Aerator untuk perpindahan oksigen ditentukan berdasar pada kapasitas oksigenasinya (OC), yang didefenisikan sebagai laju suplai oksigen oleh aerator ke dalam air bersih pada kondisi standar (20°C, 1atm). Oxygenation Capacity (OC) dapat dituliskan : OC = V

Atau

OC = KLa x C*20 x V (2.11)

Nilai Kla dapat ditentukan dalam skala percobaan dengan melakukan integrasi terhadap persamaan, diperoleh persamaan garis lurus :

ln(Cs-Ct) = ln(Cs-Ci) – KLa.t (2.12)

atau,

Log(Cs-Ct) = Log(Cs-Ct) – KLa.t/2,3

(37)

II-18 Dari data percobaan dengan konsentrasi awal oksigen Ci dan konsentrasi oksigen dalam interval waktu percobaan Ct, maka dapat diplot ln(Cs-Ct) Vs t, maka diperoleh garis lurus dengan besarnya sudut arah (slope) adalah KLa.

Nilai KLa didapat dari persamaan berikut :

KLa = ln ...(2.13) atau,

KLa = 2,3 log

Co dan C1 adalah konsentrasi oksigen terlarut pada t0 dan t1. Efisiensi transfer oksigen didefenisikan sebagai :

Efisiensi = (berat O2 diadsorbsi/waktu)/(berat O2disuplai/waktu) x 100%

= (KLa x V x Cs,m)/(Gs x 0,232 x p)

=

Dimana :

p = 0,0808 (pb’/14,7) x (492/Tf)KLa x V x Cs,m

P = Standard Oxygen Rating dalam air bersih pada 20°C

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Pada penelitian ini digunakan kolom aerator vertikal berbentuk tabung gelas dengan tinggi tabung sebesar 19.5 cm dan diameter tabung sebesar 14 cm sebagai reactor dengan sistem batch. Diffuser untuk memasukkan udara dipasang di dasar tabung reaktor. Diffuser memiliki 2 lengan dengan masing masing lengan panjangnya 7.5 cm, memiliki lubang diffuser sebanyak 13 lubang dengan jarak antar lubang sebesar 0.5 cm.

Laju perpindahan massa oksigen diukur dengan cara mengukur DO awal sampel dengan menggunakan DO meter. Air sampel lalu dialirkan ke reaktor dimana reaktor sudah didesain berdasarkan rencana penelitian (variasi diameter diffuser dan pH). Air sampel penelitian ini sebelumnya dicampur dengan bahan kimia FeSO4 sebagai sumber logam besi dengan dosis 10 mg/L. Reaktor lalu dijalankan selama waktu kontak yang dtentukan, kemudian diukur kembali DO sampel dengan menggunakan DO meter.

Pengujian kadar Fe dilakukan di laboratorium dengan menggunakan spektrofotometer SSA. Data DO dan Fe hasil pengukuran selama percobaan kemudian dikumpulkan, diolah, dan dinalisa.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Teknik Lingkungan Universitas Sumatera Utara, dan Laboratorium Pengembangan PTKI Medan selama + 2 bulan yaitu mulai bulan Mei 2018 hingga Juni 2018 yang dilanjutkan dengan pengolahan dan penyusunan data serta penyusunan laporan.

3.3. Jenis dan Objek Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat eksperimental laboratoris dengan metode kuantitatif.

Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium. Objek atau sampel dalam penelitian ini adalah air tanah sintetis yang diberi bahan kimia Sodium Sulfit (Na2SO3) sebagai oksidator oksigen dan FeSO4 sebagai sumber besi.

Gambar

Tabel 2.1. Sifat Fisika Besi
Tabel 2.4. Konsentrasi Oksigen Terlarut Dalam Air pada Tekanan 760 mmHg  No.  Suhu (°C)  Konsentrasi DO (mg/l)
Gambar 2.1. Skematik mekanisme transfer gas
Gambar 3.2 Diagram Alir Cara Kerja Penyisihan Besi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kebudayaan dalam suatu daerah dapat berkembang sesuai dengan pemahaman masyarakat di daerah tersebut. Kekayaan alam yang melimpah dapat menghasilkan kreativitas

timbul dari penyelesaian transaksi dalam mata uang asing dan dari penjabaran aset dan liabilitas moneter dalam mata uang asing diakui di dalam laba rugi, kecuali

Berdasarkan uraian di atas, dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dalam pokok bahasan Tekanan kelas VIII SMP Al Ishlah Semarang dapat meningkatkan hasil

Pesan yang ingin disampaikan dalam program kegiatan PSTA (Parent Student Teacher Assosiation) yaitu agar setiap orang tua member memahami dengan adanya parent lobby talk

Nilai sejarah yang terdapat dalam prasasti Cempaga sebagai simbol pemersatu masyarakat Cempaga, Bangli dapat dilihat dari tersebarnya masyarakat desa Cempaga Batur

Antara detik ke 100 sampai detik ke 150, sudut yang terbentuk sangat tidak beraturan dikarenakan pada waktu ini pesawat menstabilkan diri untuk berganti dasa penerbangan menjadi

Peneliti dan guru bersama-sama merencanakan kegiatan pembelajaran (RPP), menyiapkan lembar observasi aktivitas siswa dan guru, menyiapkan lembar tes kemampuan menghitung serta

aktivitas spesifik β-galaktosidase isolat bakteri unggul terseleksi penghasil β-galaktosidase dari sampel buah Carica papaya tertinggi, dicapai pada waktu pertumbuhan