• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

9 A. Kajian Teori

2.1 Pengertian Metode Bermain Peran

Pengertian bermain peran sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan dan dalam suasana riang gembira. Melalui bermain berkelompok anak akan mempunyai penilaian terhadap dirinya tentang kelebihan yang dimilikinya sehingga dapat membantu pembentukkan konsep diri yang positif, pengelolaan emosi yang baik, memiliki rasa empati yang tinggi, memiliki kendali diri yang bagus, dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi. Melihat manfaat besar bermain untuk kehidupan anak-anak, dapat dilakukan inovasi menggunakan bermain sebagai model pembelajaran. Bermain peran dapat membantu siswa memahami materi pelajaran lebih mendalam dengan melakukan permainan tentang materi pelajaran yang disajikan. Inovasi pembelajaran yang sudah dilakukan dikenal dengan model pembelajaran bermain peran.

Menurut Uno (2007: 25-26) teknik bermain peran yaitu sebagai model pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema atau masalah dengan kelompok. Artinya, melalui bermain peran siswa menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran- peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Hal ini akan bermanfaat bagi siswa pada saat terjun kemasyarakat kelak.

Menurut Suradisastra,etc (1993: 93-94) teknik bermain peran (role playing) termasuk simulasi atau sosiodrama. Teknik ini sangat menarik banyak perhatian siswa SD. Sebagai suatu pembelajaran, di dalamnya dapat melibatkan aspek-aspek

(2)

kognitif (problem solving, pemecahan masalah), dan afektif (sikap, nilai-nilai pribadi atau orang lain, membandingkan dan mempertentangkan nilai-nilai, mengembangkan empati dan sebagainya) atas dasar tokoh yang mereka perankan.

Biasanya guru memperkenalkan suatu masalah, kemudian menunjuk beberapa siswa untuk memerankan peran tertentu yang ditentukan oleh guru sehubungan dengan pemecahan masalah tersebut, pemeranan dapat dilakukan beberapa lama sambil disaksikan oleh siswa lain. Setiap adegan dapat dihentikan atau sampai seluruh adegan diselesaikan untuk dibahas sampai masalah itu dapat dianggap selesai atau terpecahkan.

Menurut Sumantri (1999: 65-66) teknik role playing, siswa mengkaji masalah-masalah hubungan manusia dengan memerankan situasi-situasi masalah, kemudian mendiskusikannya. Siswa dapat menjelajah dan mengkaji perasaan, sikap, nilai dan strategi pemecahan masalah. Beberapa individu telah mencobakan dengan bermain peran dan pemecahan masalahnya hampir sama. Bermain peran sebagai teknik mengajar berakar pada dimensi personal dan sosial dari pendidikan.

Teknik ini mencoba membantu individu untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok sosial. Pada dimensi sosial model ini memungkinkan individu untuk bekerjasama dalam menganalisis situasi sosial. Terutama permasalahan interpersonal, dalam mengembangkan cara-cara yang demokratis untuk menghadapi situasi tersebut. Ini merupakan salah satu teknik mengajar karena kelompok sosial merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam perkembangan manusia dan karena kesempatan yang unik dari pemain peran ini untuk mengatasi dilema sosial dan interpersonal.

Pada tahap yang sederhana bermain peran ini menghadapi permasalahan melalui

(3)

kegiatan suatu masalah yang akan ditelaah, ditindak dan didiskusikan. Sebagian siswa adalah pemain peran yang lainnya mengamati. Seseorang meletakkan dirinya pada posisi orang lain yang juga bermain peran.

Bila empati, simpati, kemarahan, dan kasih sayang serta apeksi dilakukan dalam berinteraksi, bermain peran dilaksanakan dengan baik akan menjadi bagian dari kehidupan. Esensi bermain peran adalah keterlibatan partisipan dan pengamat dalam situasi atau masalah nyata dan keinginan untuk mengatasinya. Pemahaman atas keterlibatan ini menyajikan contoh kehidupan perilaku manusia yang merupakan contoh hidup bagi siswa untuk menjajagi perasaannya, menambah pengetahuan tentang sikap, nilai-nilai dan persepsinya, mengembangkan keterampilan dan sikapnya dalam memecahkan masalah, dan mengkaji pelajaran dengan berbagai cara.

Menurut Hamalik (2003: 48) bermain peran (role playing) adalah penerapan pengajaran berdasarkan pengalaman. Strategi ini bermanfaat untuk mempelajari masalah-masalah sosial dan memupuk komunikasi antar insan di kalangan siswa di kelas. Sesungguhnya dalam bermain peran, peran nonintervensi dari guru tetap berlaku para siswa memainkan watak, perasaan, dan gagasan- gagasan persona lain di suatu situasi yang khusus.

Berdasarkan pengertian teknik bermain peran menurut para ahli, dapat disimpulkan yaitu bahwa bermain peran yaitu teknik pembelajaran dimana siswa memainkan peran, seolah-olah dia memainkan peran orang lain dalam situasi tertentu, sehingga siswa menjadi aktif saat mengikuti pembelajaran hal ini dikarenakan siswa terlibat langsung.

(4)

Pada penggunaan teknik bermain peran terdapat beberapa keuntungan yaitu, pada waktu dilaksanakannya bermain peran, siswa dapat bertindak dan mengekspresikan perasaan dan pendapat tanpa kekhawatiran mendapat sanksi.

Dapat mengurangi dan mendiskusikan isu-isu yang bersifat manusiawi dan pribadi tanpa ada kecemasan. Bermain peran memungkinkan para siswa mengidentifikasi situasi-situasi dunia nyata dengan ide-ide orang lain. Identifikasi tersebut mungkin cara untuk mengubah perilaku dan sikap sebagaimana siswa menerima karakter orang lain melalui cara ini, siswa dilengkapi dengan cara yang aman dan kontrol untuk meneliti dan mempertunjukkan masalah-masalah diantara kelompok atau individu.

2.2 Tujuan Bermain Peran dalam Pembelajaran

Bermain peran dalam proses pembelajaran yang ditujukan agar siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial atau manusia. Menurut Santosa (2010: 18) tujuan bermain peran adalah agar siswa dapat: (a) memahami perasaan orang lain, (b) menempatkan diri dari situasi orang lain, (c) mengerti dan menghargai perbedaan pendapat. Dengan demikian peran mereka dapat menghayati peranan apa yang dimainkan, mampu menempatkan diri dalam situasi orang lain yang dikehendaki guru. Siswa tersebut juga bisa belajar watak dari orang lain, cara bergaul dengan orang lain, cara mendekati dan berhubungan dengan orang lain, dalam situasi itu mereka harus bisa memecahkan masalahnya sendiri.

(5)

2.3 Langkah-langkah Penerapan Bermain Peran

Metode Role Playing (bermain peran) merupakan cara terbaik untuk memperkuat kecenderungan perilaku berulang termasuk dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Menurut Maufur (2009: 58-59) langkah-langkah metode Role Playing (bermain peran) adalah sebagai berikut:

a. Guru menyusun atau menyiapkan skenario yang akan ditampilkan.

b. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum kegiatan belajar mengajar.

c. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang (sejumlah siswa di kelas).

d. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.

e. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan.

f. Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan mengamati skenario yang sedang diperagakan.

g. Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas.

h. Guru memberikan kesimpulannya secara umum.

i. Penutup

2.4 Kelebihan dan Kelemahan Metode Bermain Peran

Dalam penggunaan metode bermain peran, pasti mempunyai kelebihan dan kelemahan. Menurut Maufur (2009: 57-58) kelebihan metode Role Playing (bermain peran) yaitu:

a. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.

(6)

b. Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.

c.

Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.

d.

Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.

e.

Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

Walaupun metode ini banyak memberi kelebihan dalam penggunaannya tetapi metode ini juga mengandung kelemahannya. Menurut Wahab (2009: 111) kelemahan metode bermain peran yaitu:

a. Jika siswa tidak dipersiapkan dengan baik ada kemungkinan tidak akan melakukan secara sungguh-sungguh.

b. Bermain peran mungkin tidak akan berjalan dengan baik jika suasanan kelas tidak mendukung.

c. Bermain peran tidak selamanya menuju pada arah yang diharapkan seseorang yang memainkannya. Bahkan juga mungkin akan berlawanan dengan apa yang diharapkannya.

d. Siswa sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik khususnya jika mereka tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan baik. Siswa perlu mengenal dengan baik apa yang diperankannya.

e. Bermain memakan waktu yang banyak.

f. Untuk berjalan baiknya sebuah bermain peran, diperlukan kelompok yang sensitif, imajinatif, terbuka, saling mengenal sehingga dapat bekerjasama dengan baik.

(7)

2.5 Berbicara

Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang lebih sering memilih berbicara untuk berkomunikasi, karena komunikasi lebih efektif jika dilakukan dengan berbicara. Berbicara memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa ahli bahasa telah mendefinisikan pengertian berbicara, diantaranya sebagai berikut.

Menurut (Tarigan, 2008: 14) Berbicara diartikan sebagai kemampuan menngucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan dan menyampaikan pikiran, gagasan serta perasaaan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 144) berbicara adalah suatu berkata, bercakap, berbahasa atau melahirkan pendapat, dengan berbicara manusia dapat mengungkapkan ide, gagasan, perasaan kepada orang lain sehingga dapat melahirkan suatu interaksi. Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat disimpulkan berbicara adalah sebuah kemampuan dalam menyampaikan sebuah pesan melalui sebuah kata kepada lawan berbicara.

Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah suatu kemampuan seseorang untuk bercakap- cakap dengan mengujarkan bunyi-bunyi bahasa untuk menyampaikan pesan berupa ide, gagasan, mak sud atau perasaan untuk melahirkan intraksi kepada orang lain.

2.6 Tujuan Berbicara

Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seyogyanya sang pembaca memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Dia harus mampu mengevaluasi

(8)

efek prinsip – prinsip terhadap para pendengarnyadan harus mengetahui prinsip – prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan baik secara umum maupun perorangan (Tarigan, 2008: 16)

Menurut Ochs and Winker dalam (Tarigan, 2008: 17) Sebagai alat sosial (social tool) ataupun sebagai alat perusahaan maupun profesional (bussines or profesional tool), maka pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud umum, yaitu :

a. Memberitahukan dan melaporkan (to inform) b. Menghibur (to entertain)

c. Membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade)

Gabungan atau campuran dari maksud itu mungkin saja terjadi suatu pembicaraan misalnya mungkin saja merupakan gabungan dari melaporkan dan menjamu begitu pula mugkin sekaligus menghibur dan menyajikan.

2.7 Parameter Keterampilan Berbicara

Tujuan dan alat penilaian merupakan dua hal yang sangat erat hubungannya dalam kegiatan pembelajaran guru di kelas. Penilaian pembelajaran bertujuan untuk mengetahui keluaran belajar tersebut memang sudah sesuai dengan tujuan atau tidak. Hal itu, dapat dijawab oleh alat penilaian. Oleh karenanya, dalam menyusun alat penilaian haru didasarkan pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya agar dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan (Supartinah, 2010: 17).

Pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Jawa yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi berbahasa siswa agar dapat berkomunikasi di dalam keluarga dan masyarakat yang sesuai dengan tatakrama dan unggah-ungguh bahasa

(9)

Jawa, juga memerlukan alat penilaian yang dapat mengungkap keterampilan berbicara siswa dengan baik. Sehingga diharapkan alat penilaian tersebut tidak saja, melainkan juga unsur-unsur paralinguistik seperti patrap dan konteks budaya Jawa yang melingkupinya. Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan bahasa setelah mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk berbicara. Supaya dapat berbicara suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosakata yang bersangkutan. Di samping itu, diperlukan juga penguasaan masalah atau gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara.

Dalam kegiatan berbicara diperlukan penguasaan terhadap lambang bunyi baik untuk keperluan menyampaikan maupun menerima gagasan. Lambang yang berupa tanda-tanda visual seperti yang dibutuhkan dalam kegiatan membaca dan menulis tidak diperlukan. Itulah sebabnya orang yang buta huruf pun dapat melakukan aktivitas berbicara secara baik, misalnya para penutur asli. Penutur yang demikian mungkin tidak menyadari kompetensi kebahasaanya, tidak “mengerti”

sistem bahasanya sendiri. Kenyataan itu sama sekali membuktikan bahwa penguasaan bahasa lisan lebih fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kemampuan berbicara seharusnyalah mendapat perhatian yang cukup dalam pembelajaran bahasa dan tes kemampuan berbahasa. Menurut Djiwandono (2008:

119) sasaran tes berbicara meliputi:

1) Isi

Seorang pembicara harus memiliki pesan, masalah atau topik tertentu yang ingin disampaikan kepada pendengar. Dalam penilaian kemampuan

(10)

berbicara isi pembicaraan harus sesuai dan relevan dengan pesan, masalah atau topik yang dibahas

2) Bahasa

Wacana yang diungkapkan harus dengan bahasa yang baik, dengan susunan kalimat yang gramatikal, dan pilihan kata yang tepat.

3) Pelafalan

Lafal adalah cara sesorang atau sekolompok orang dalam mengucapkan bunyi bahasa. Lafal dalam berbicara harus baik dan jelas dalam pengucapannya.

Tergantung pada kebutuhan suatu tes berbicara yang diselenggarakan.

Rincian sasarannya dapat berupa kriteria yang umum dan luas atau bersifat lebih khusus atau terperinci. Penting untuk diupayakan demi penyelenggaraan tes berbicara yang baik adalah penetapan titik berat sasaran tes dalam bentuk rincian kemampuan berbicara sebagai patokan dalam melakukan penilaian.

2.8 Unggah-ungguh Bahasa Jawa

Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa daerah masyarakat jawa, bahasa jawa merupakan bahasa yangg beragam karena di dalam bahasa Jawa terdapat tingkatan-tingkatan bahasa atau disebut juga sebagai unggah-ungguh basa.

Unggah-ungguh basa tersebut yang harus dipatuhi oleh pemakaiannya sebagai cermin kesopansantunan atau tata krama dalam berbicara.

Kesopan santunan dalam berbicara dapat dilihat ketika seseorang berbicara selain memperhatikan kaidah-kaidah tata bahasa, juga harus memperhatikan siapa orang yang diajak berbicara, seperti berbicara dengan orang tua, orang yang lebih tua, atau orang yang dituakan tentunya berbeda kemudian berbicara dengan anak

(11)

kecil, orang yang lebih muda, atau orang yang dimudakan. Itulah yang dinamakan unggah-ungguh basa.

Menurut Hardyanto dan Utami (2001: 47) tingkat tutur bahasa Jawa (unggah-ungguhing basa) pada dasarnya ada 2 macam, yaitu ragam ngoko dan ragam krama. Ragam ngoko meliputi ngoko lugu dan ngoko alus. Ragam krama meliputi krama lugu dan krama alus. Ragam ngoko adalah bentuk unggah-ungguh basa yang intinya adalah leksikon ngoko, bukan leksikon yang lain. Apabila di dalam ragam krama tidak terdapat kata-kata krama inggil, ragam tersebut menjadi ragam ngoko lugu. Akan tetapi apabila di dalam ragam ngoko terdapat kata-kata krama inggil, ragam tersebut berubah menjadi ragam ngoko alus.

Menurut Sasangka, 2007: 113 Ragam krama adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang intinya adalah leksikon krama, bukan leksikon. Apabila di dalam ragam krama tidak terdapat kata-kata krama inggil¸ ragam tersebut menjadi ragam krama lugu. Akan tetapi, apabila di dalam ragam krama terdapat kata-kata krama inggil, ragam tersebut berubah menjadi krama alus.

2.8.1 Ragam Ngoko

Menurut (Sasangka, 2007: 103) Ragam ngoko adalah bentuk unggah- ungguh bahasa Jawa yang berintikan leksikon ngoko, atau yang menjadi unsur inti di dalam ragam ngoko adalah leksikon ngoko bukan leksikon yang lain. Afik yang muncul dalam ragam ini pun semuanya berbentuk ngoko misalnya: afiks di-, e-,dan –ake. Ragam ngoko dapat digunakan oleh mereka yang sudah akrab dan oleh mereka yang merasa dirinya lebih tinggi status sosialnya daripada lawan bicaranya

(12)

(mitra wicara). Ragam ngoko mempunyai dua bentuk varian, yaitu: ngoko lugu dan ngoko alus.

2.8.1.1 Ngoko Lugu

Ngoko lugu adalah bentuk unggah-ungguh yang semua kosakatanya berbentuk ngoko dan netral (leksikon ngoko dan netral) tanpa terselip leksikon krama, krama inggil, dan krama andhap baik O1, O2, maupun O3 (Sasangka, 2007:

103)..

2.8.1.2 Ngoko Alus

Ngoko alus adalah unggah-ungguh yang didalamnya bukan hanya terdiri atas leksikon ngoko dan netral saja, melainkan juga terdiri atas leksikon krama, krama inggil, dan krama andhap. Namun leksikon krama, krama inggil, dan krama andhap yang muncul di dalam ragam ini sebenarnya hanya dugunakan untuk menghormati mitra wicara O2 atau O3.

Leksikon krama inggil yang muncul di dalam ragam ini biasanya hanya terbatas pada kata benda (nomina), kata kerja (verba), atau kata ganti orang (pronomina). Jika leksikon krama andhap muncul dalam ragam ini, biasanya leksikon itu berupa kata kerja, dan leksikon krama muncul dalam ragam ini, leksikon itu biasanya berupa kata kerja atau kata benda (Sasangka, 2007: 107- 108).

2.8.2 Ragam Krama

Ragam santun dalam bahasa Jawa adalam ragam krama. Kesantunan tersebut terlihat pada pilihan kata yang digunakan saat berbicara menggunakan

(13)

ragam krama. Penggunaan pilihan kata tersebut dimaksudkan untuk menghargai atau menghormati seseorang yang diajak berbicara.

Ragam krama menurut (Sasangka, 2007: 113) adalah bentuk unggah- ungguh bahasa Jawa yang berintikan leksikon krama, atau yang menjadi unsur inti di dalam ragam krama adalah leksikon krama bukan leksikon yang lain. Afiks yang muncul dalam ragam krama ini pun semuanya berbentuk krama (misalnya afiks dipun-, -ipun, dan -aken). Ragam krama digunakan oleh mereka yang belum akrab dan oleh mereka yang merasa dirinya lebih rendah status sosialnya daripada lawan bicara. Ragam krama mempunyai dua bentuk varian, yaitu krama lugu dan krama alus.

2.8.2.1 Ragam Krama Lugu

Menurut (Sasangka, 2007: 113) Ragam krama lugu dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk ragam krama yang kadar kehalusannya rendah. Meskipun begitu, jika dibandingkan dengan ngoko alus, ragam krama lugu tetap menunjukkan kadar kehalusannya. Masyarakat awam menyebut ragam ini dengan sebutan krama madya. Ragam krama lugu sering muncul afiks ngoko di-, -e, dan –ake daripada afiks dipun-, -ipun, dan –aken. Selain afiks ngoko, klitik madya mang- juga sering muncul dalam ragam ini.

2.8.2.2 Ragam Krama Alus

Yang dimaksud dengan krama alus menurut (Sasangka, 2007: 120) adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang semua kosakatanya terdiri atas leksikon krama dan dapat ditambah dengan leksikon krama inggil atau krama andhap.

Meskipun begitu, yang menjadi leksikon inti dalam ragam ini hanyalah leksikon

(14)

yang berbentuk krama. Secara semantis ragam krama alus dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk ragam krama yang kadar kehalusannya tinggi.

2.9 Pembelajaran Bahasa Jawa di Sekolah Dasar

Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa daerah sehingga perlu dilestarikan supaya tidak hilang keberadaannya. Kurikulum Bahasa Jawa (2004: 1) pelestarian dan pengembangan Bahasa Jawa didasarkan pada beberapa hal sebagai berikut:

a. Bahasa Jawa sebagai alat komunikasi sebagian besar penduduk Jawa, b. Bahasa Jawa memperkokoh jati diri dan kepribadian orang dewasa,

c. Bahasa Jawa, termasuk didalamnya sastra dan budaya Jawa, mendukung kekayaan khasanah budaya bangsa,

d. Bahasa, Sastra dan budaya Jawa merupakan warisan budaya adiluhung, e. Bahasa, Sastra, dan budaya Jawa dikembangkan untuk mendukung life skill.

Menyikapi masalah kurang diperhatikannya pelajaran bahasa Jawa saat ini, upaya paling tepat dan efektif dalam pelestarian kebudayaan dan bahasa Jawa adalah melalui jalur pendidikan, yaitu melalui pembelajaran bahasa dan sastra Jawa dalam kerangka budaya yang ada di masing-masing daerah dijelaskan bahwa kajian bahasa mencakup bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing dengan pertimbangan: (1) bahasa Indonesia merupakan bahasa Nasional (2) bahasa daerah merupakan bahasa ibu siswa (3) bahasa asing terutama bahasa Inggris merupakan bahasa Internasional yang sangat penting kegunaannya dalam pergaulan global.

Pembelajaran bahasa Jawa baik menyangkut masalah penyusunan rencana pembelajaran, penyajian materi maupun evaluasi hasil belajar. Mata pelajaran

(15)

bahasa Jawa dalam pelaksanaannya di sekolah dasar juga mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Sudjarwadi (konggres bahasa Jawa IV, 2006: 74) menjelaskan tujuan pembelajaran bahasa Jawa bagi sekolah dasar sebagai berikut:

a. Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Jawa sebagai bahasa daerah dan berkewajiban mengembangkan serta melestarikannya, Siswa memahami bahasa Jawa dari segi bentuk, makna dan fungsi serta menggunakannya dengan tepat untuk bermacam-macam tujuan

keperluan, keadaan, misalnya di sekolah, dirumah, di masyarakat dengan baik dan benar,

b. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Jawa yang baik benar, c. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Jawa yang baik dan

benar untuk meningkatkan keterampilan, kemampuan intelektual (berfikir kreatif menggunakan akal sehat, menerapkan kemampuan yang berguna, menggeluti konsep abstrak, dan memecahkan masalah), kematangan emosional dan sosial, dan

d. Siswa dapat bersikap positif dalam tata kehidupan sehari-hari di lingkungannya.

Fungsi bahasa Jawa yang tadinya lebih luas meliputi sampai pada bahasa resmi di kalangan pemerintahan dan ilmu pengetahuan di sekolah sekarang menjadi lebih singkat. Sabdwara dalam (Supartinah, 2010: 24) fungsi bahasa Jawa antara lain:

(16)

a. Bahasa Jawa adalah bahasa budaya di samping berfungsi komunikatif juga berperan sebagai sarana perwujudan sikap budaya yang sarat dengan nilai-nilai luhur.

b. Sopan santun berbahasa Jawa berarti mengetahui akan batas-batas sopan santun, mengetahui cara menggunakan adat yang baik dan mempunyai rasa tanggung jawab untuk perbaikan hidup bersama.

c. Agar mencapai kesopanan yang dapat menjadi hiasan diri pribadi seseorang, maka syarat yang harus ditempuh adalah sebagai berikut:1) Pandai menegangkan perasaan orang lain di dalam pergaulan, 2) Pandai menghormati kawan maupun lawan, dan 3) Pandai menjaga tutur kata, tidak kasar, dan tidak menyakiti hati orang lain

Pembelajaran bahasa Jawa di sekolah dasar meliputi membaca, menyimak, berbicara, menulis. Membaca diarahkan pada kemampuan memahami isi bacaan, makna suatu bacaan ditentukan oleh situasi dan konteks dalam bacaan. Kegiatan menyimak pada hakikatnya sama dengan kegiatan membaca hanya saja pada menyimak merupakan pemahaman teks lisan. Kegiatan menulis diarahkan untuk mengembangkan kemampuan mengungkapkan gagasan, pendapat, pesan dan perasaan secara tertulis. Kegiatan berbicara diarahkan pada kemampuan mengungkapkan gagasan, pendapat, pesan dan perasaan secara lisan dengan menggunakan bahasa Jawa. Program Pengajaran Bahasa Jawa, lingkup mata pelajaran bahasa Jawa meliputi penguasaan kebahasaan, kemampuan memahami mengapresiasi sastra dan kemampuan menggunakan bahasa Jawa. Bahasa Jawa mempunyai tiga ragam bahasa yaitu ngoko, madya, dan krama.

(17)

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka sangat tepat bahwa integrasi pendidikan karakter dalam pembelajaran bahasa Jawa diajarkan dari periode masa anak sekolah dasar karena sebagai landasan perkembangan perilaku pada periode selanjutnya.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian pertama yang dilakukan oleh Kariono pada tahun 2011 dengan judul “upaya peningkatan keterampilan berbicara berbicara krama inggil materi unggah-ungguh basa pada pelajaran bahasa Jawa melaui strategi Role Playing siswa kelas V SDN Ngraseh Kecamatan Dander Bojonegoro” penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Fokus penelitian ini tentang peningkatan kemampuan berbicara bahasa Jawa pada siswa kelas V. Adapun hasil penelitian yang bisa disimpulkan “Pembelajaran dengan strategi role playing dapat meningkatkan keterampilan berbicara krama inggil materi unggah-ungguh basa jika langkah-langkah atau prosedur diimplementasikan secara benar. Sebelum pelaksanaan tindakan hasil keterampilan berbicara krama inggil siswa belum baik dan benar, tetapi setelah diadakan penelitian dan perbaikan pembelajaran, tingkat keterampilan berbicara krama inggil jadi lebih baik”. Maka dari itu penelitian ini sangat penting untuk dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berbicara.

Penelitian kedua yang dilakukan oleh Rabiatul Andawiyah pada tahun 2013 dengan judul “Peningkatan kemampuan berbicara melalui metode bermain peran pada siswa Kelas V SDN 1 Mulyoagung Dau Malang” penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Fokus penelitian ini tentang keterampilan berbicara pada saat berwawancara. Adapun hasil penelitian yang bisa disimpulkan “penerapan metode bermain peran pada pembelajaran bahasa indonesia dapat meningkatkan

(18)

kemampuan berbicara siswa dalam berbahasa indonesia khususnya tentang berwawancara sederhana. Siswa mencapai ketuntasan belajar sesuai dengan KKM yang ditentukan yaitu 75% semakin meningkat dan dapat disimpulkan bahwa penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa”. Maka dari itu perlu diadakannya sebuah penelitian untuk meningkatkan keterampilan berbicara.

Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Anis Lestari pada tahun 2015 dengan judul “Metode bermain peran dalam pembelajaran berbicara bahasa Indonesia kelas III SD Muhammadiyah 08 DAU” penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif.

Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar tingkat kemampuan berbicara berdialog dengan media telepon. Adapun hasil penelitian yang bisa disimpulkan “proses pembelajaran bahasa indonesia dengan metode bermain peran ini harus dilakukan sesuai dengan langkah-langkah yang telah ditentukan agar siswa dapat lebih memahami materi yang disampaikan. Penggunaan metode bermain peran ini dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa dengan penggunaan model sosio drama. Model ini digunakan agar siswa lebih cepat menguasai percakapan yang ada karena siswa lebih cepat menguasai percakapan yang ada karena siswa akan terlibat langsung dalam kegaiatan berdialog menggunakan telepon”. Maka dari itu perlu diadakannya sebuah penelitian untuk menganalisis sebuah pembelajaran dengan fokus terhadap keterampilan berbicara siswa.

Selanjutnya persamaan dari beberapa penelitian di atas dengan penelitian yang sekarang adalah sama-sama fokus terhadap keterampilan berbicara. Kemudian untuk perbedaan dari beberapa penelitian di atas dengan penelitian yang sekarang adalah untuk penelitian yang pertama dan yang kedua yaitu untuk meningkatkan

(19)

keterampilan berbicara dan untuk penelitian yang ketiga terdapat perbedaan yaitu terletak pada mata pelajaran yaitu mata pelajaran bahasa Indonesia sedangkan pelajaran yang dilakukan oleh peneliti adalah pelajaran bahasa Jawa.

C. Kerangka Pikir

Bagan 2.1 Kerangka pikir

Kerangka pikir di atas menjelaskan bahwa langkah awal yang dilakukan peneliti dalam penelitian melakukan wawancara dengan kepala sekolah dan guru kelas V SDN 3 Sudimoro, melakukan observasi dan membuat dokumentasi, selanjutnya pelaksanaan metode bermain peran dalam pembelajaran berbicara Bahasa Jawa kelas V dilaksanakan dengan menggunakan materi berbicara.

Kerangka pikir ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses perencanaan pembelajaran, pelaksanaan, serta evaluasi yang dilakukan oleh guru dengan

Metode bermain peran dalam pembelajaran berbicara telah dilaksanakan di SDN Sudimoro 3 pada kelas V mata pelajaran bahasa Jawa meliputi:

Pelaksanaan metode Bermain Peran dalam pembelajaran berbicara bahasa Jawa kelas V dengan menggunakan materi unggah-ungguh basa

Hasil pelaksanaan metode bermain peran dalam pembelajaran berbicara bahasa Jawa Kelas V sebagai

refleksi Mendeskripsikan

perencanaan pembelajaran dengan metode bermain peran dalam pembelajaran

berbicara bahasa Jawa Kelas V SDN Sudimoro 3

Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran

dengan metode bermain peran dalam pembelajaran

berbicara bahasa Jawa Kelas V SDN Sudimoro 3

Mendeskripsikan evaluasi pembelajaran dengan metode bermain peran

dalam pembelajaran berbicara bahasa Jawa Kelas V SDN Sudimoro 3

(20)

memakai metode pembelajaran bermain peran dalam kegiatan belajar berbicara bahasa Jawa kelas V dengan memakai metode bermain peran dapat membantu siswa untuk menganalisis dan memahami situasi serta memikirkan masalah, dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa untuk bermain peran dalam menghadapi masalah. Selain itu dengan menggunakan metode bermain peran akan lebih menarik karena pembelajaran menjadi lebih bermakna. Kemudian setelah tujuan itu tercapai semuanya peneliti dapat mendapatkan hasil dari keseluruhan pelaksanaan metode bermain peran dalam pembelajaran berbicara Bahasa Jawa kelas V SDN 3 Sudimoro sebagai refleksi.

Referensi

Dokumen terkait

dan eigen-vector melalui suatu vektor tak nol yang telah ditentukan sebelumnya secara sebarang. Dalam Tugas Akhir ini, akan diturunkan suatu teorema secara

Hal ini dikarenakan bangunan bekas benteng ini sekarang beralih fungsi pemanfaatannya menjadi pemukiman bagi para penduduk, baik di sisi utara benteng atau sisi

Dengan demikian, apabila ketika melakukan evaluasi kinerja hanya berfokus dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu dan mengabaikan ukuran-ukuran yang lain dalam

menggunakan metode deskriptif dengan wawancara dan identifikasi dilapangan (Kristianti 2013) dan untuk menentukan potensi pada kawasan hutan adat Gunung Semarong

Ketidak jelasan konsep atau konstruksi hukum yang dipaparkan Para Penggugat dalam gugatannya menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya, oleh karena pembuktian adanya jual

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang maha Esa karena atas nikmat-Nya penyusunan Laporan Kuliah Kerja Magang (KKM) STIE PGRI Dewantara Jombang dapat diselesaikan tepat

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan studi di Fakultas Sains dan