• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802012005 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802012005 Full text"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PADA KARYAWAN HOTEL “X” DI SALATIGA

OLEH

COSMAS FATHAN HUTAGAOL 802012005

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Cosmas Fathan Hutagaol

NIM : 802012005

Program studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:

HUBUNGAN ANTARA DIMENSI BIG F IVE PERSONALITY DENGAN

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) PADA KARYAWAN HOTEL “X” DI SALATIGA Yang dibimbing oleh:

Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 9 Agustus 2016 Yang memberi pernyataan,

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA DIMENSI BIG F IVE PERSONALITY DENGAN

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) PADA KARYAWAN HOTEL “X” DI SALATIGA

Oleh

Cosmas Fathan Hutagaol

802012005

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui pada tanggal 23 Agustus 2016

Oleh:

Pembimbing

Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.

Diketahui oleh, Kaprogdi

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.

Disahkan oleh, Dekan

Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(7)

HUBUNGAN ANTARA DIMENSI BIG F IVE PERSONALITY DENGAN

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) PADA KARYAWAN HOTEL “X” DI SALATIGA

Cosmas Fathan Hutagaol Berta Esti Ari Prasetya

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

i Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dimensi Big Five

Personality dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan hotel X

di Salatiga. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan hotel “X” di Salatiga,

sejumlah 73 karyawan, dengan menggunakan teknik sampel jenuh. Metode penelitian

yang digunakan untuk mengambil data adalah big five inventory (bfi) scale dan

organizational citizenship behavior scale. Analisa data menggunakan korelasi dari

spearman rho. Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara

dimensi extraversion (r = 0,496 , p < 0,05), agreeableness (r = 0,678, p < 0,05),

conscientiousness (r = 0,632, p < 0,05), dan openness to experience (r = 0,546, p < 0,05)

dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan hotel “X” di

Salatiga, sedangkan dimensi neuroticism (r = -0,465, p < 0,05) menunjukkan adanya

hubungan negatif yang signifikan dengan OCB.

Kata kunci: extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience, organizational citizenship behavior

(9)

ii Abstract

The aim of the present study is to understand relationship between dimentions of Big

Five Personality and Organizational Citizenship Behavior OCB toward employees of

hotel “X” in Salatiga. The subjects of this research are employees of hotel “X” in

Salatiga, total subjects are 71 employees, by using boring sample method. The research

method that used to collect the data is method scale that are big five inventory (bfi) and

organizational citizenship behavior scale. Data was analyzed with correlation

Sprearman rho. The result showed is positive significan relationship beetween

dimensions of extraversion (r = 0,496 , p < 0,05), agreeableness (r = 0,678, p < 0,05),

conscientiousness (r = 0,632, p < 0,05), and openness to experience (r = 0,546, p <

0,05) with Organizational Citizenship Behavior (OCB) in employees of hotel “X” in

Salatiga, then for dimension of neuroticism neuroticism (r = -0,465, p < 0,05) showed a

negative significant correlation with OCB.

(10)

PENDAHULUAN

Pariwisata merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia,

dimana pariwisata menjadi salah satu kontributor terbesar terhadap devisa negara.

Pengembangan pariwisata telah terbukti mampu memberi dampak positif dengan

adanya perubahan yang besar dalam kehidupan masyarakat. Secara ekonomi, pariwisata

memberi dampak pada perluasan usaha dan kesempatan kerja, peningkatan income

perkapita dan peningkatan devisa negara. Di Indonesia sendiri, pariwisata memegang

peranan penting dalam ekonomi karena menjadi salah satu sektor devisa terbesar, dan

perhitungan kontribusi ekonomi pariwisata dilakukan berdasarkan neraca Nesparnas

(Panji Priambudi, 2013).

Berdasarkan laporan The World Travel & Tourism Council (WWTC),

Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan pariwisata paling bagus di

antara negara-negara anggota G20. WWTC memperkirakan pada 2014 Indonesia

berpeluang mencapai pertumbuhan wisatawan mancanegara (wisman) sebesar 14,2

persen dan wisatawan nusantara (wisnus) sebesar 6,3 persen. Kontribusi sektor

pariwisata terhadap perekonomian diperkirakan bisa mencapai 8,1 persen (Kompas, 1

April 2014).

Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia pada Januari

hingga September 2015 sebanyak 7.191.771 wisman atau tumbuh 3,53 persen

dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 6.946.849 wisman. Menteri

Pariwisata Arief Yahya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (2/11/2015),

menyebutkan pada September 2015 mencapai 869.179 wisman atau tumbuh sebesar

9,84 persen dibandingkan periode September 2014 sebanyak 791.296 wisman

(11)

Prospek pariwisata ke depan bagi Negara Indonesia sangat menjanjikan bahkan

sangat memberikan peluang besar. Berdasarkan perkiraan WTO mengenai Prospek

Pariwisata kedepanya yakni 1,046 milyar orang (tahun 2010) dan 1,602 milyar orang

(tahun 2020), diantaranya masing-masing 231 juta dan 438 juta orang berada di

kawasan Asia Timur dan Pasifik. Dan akan mampu menciptakan pendapatan dunia

sebesar USD 2 triliun pada tahun 2020. Angka yang fantastis ini bisa menjadi peluang

yang besar bagi Indonesia untuk memaksimalkan potensi pariwisatanya.

Industri perhotelan menjadi salah satu usaha yang terkena dampak dari

peningkatan pariwisata, dengan bertambahnya jumlah wisatawan asing ataupun

domestik, sehingga mempengaruhi pendapatan dari bisnis perhotelan ini. Pada

umumnya dalam industri perhotelan, sebuah hotel dianggap pelayanannya prima jika

karyawan hotel tersebut dapat melayani tamu dan pelanggannya dengan baik.

Kepuasan pelanggan merupakan konstruk yang berdiri sendiri dan di pengaruhi oleh

kualitas layanan (Oliver, 1980). Kualitas layanan juga dapat mempengaruhi loyalitas

pelanggan secara langsung (Zeithaml dkk., 1996) dan mempengaruhi loyalitas

pelanggan secara tidak langsung melalui kepuasan (Caruana, 2002), untuk itu

perusahaan dituntut untuk meningkatkan kualitas sumber daya yang dimiliki untuk

meningkatkan kualitas pelayanan perusahaan. Agar tidak kalah bersaing, hotel dituntut

untuk meningkatkan mutu pelayanannya. Pada era persaingan saat ini dibutuhkan

sumber daya manusia (SDM) yang dapat bekerja secara efektif dan efisien. Ulrich

(1998) mengatakan bahwa kunci sukses sebuah perubahan adalah pada sumber daya

manusia yaitu sebagai inisiator dan agen perubahan terus-menerus, pembentuk proses

(12)

Organisasi yang tidak didukung pegawai/karyawan yang sesuai baik dari aspek

kuantitas, kualitas, strategi, dan operasional yang baik, maka dapat dipastikan organisasi

tersebut akan sulit mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya dimasa yang

akan datang (Riva‟i, 2004). Organisasi perhotelan juga membutuhkan

karyawan/pegawai yang akan melakukan lebih dari sekedar tugas formal mereka dan

mau memberikan kinerja yang melebihi harapan organisasi.

Hardaningtyas (2004), mengatakan bahwa produktivitas kerja dipengaruhi

oleh sikap dan kinerja karyawan dalam organisasi tersebut. Kinerja karyawan yang

tinggi dapat dicapai dengan meningkatkan perilaku intra-role dan extra-role. Perilaku

intra-role adalah perilaku yang telah terdeskripsi secara formal yang harus dikerjakan

dalam suatu organisasi, sedangkan perilaku extra-role adalah perilaku yang tidak

terdeskripsi secara formal yang dilakukan oleh karyawan seperti membantu rekan

kerja menyelesaikan tugas, kesungguhan dalam mengikuti rapat-rapat perusahaan,

sedikit mengeluh banyak bekerja, dan lain -lain. Organ dan Bateman (1983) serta

Smith, Organ, dan Near (1983) menamakan kinerja extra-role dengan istilah

Organizational Citizenship Behaviors (OCB).

Dampak positif yang diberikan OCB yaitu dapat memberikan fleksibilitas yang

diperlukan untuk bekerja dengan banyak keadaan yang tak terduga dan membantu

karyawan dalam suatu organisasi untuk mengatasi kondisi stres dengan saling

bergantung (Smith et. al, 2011 dalam Mohammad et. al, 2011). Fakta menunjukkan

bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki OCB yang baik, akan

memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain (Robbins dan Judge, 2008).

Organ juga (dalam Jahangir et al, 2004) mengungkapkan bahwa organisasi akan dapat

(13)

organisasi yang baik dengan terlibat dalam segala macam perilaku positif. Katz dalam

Bolino, Turnely dan Bloodgood (2002) mengatakan bahwa lebih efektif jika karyawan

memberikan kontribusi yang melebihi tugas-tugas formalnya. Namun, OCB juga

memberikan dampak negatif seperti mengurangi keterlibatan karyawan dalam

pengambilan keputusan pekerjaan (Bolino et. al ; Podsakoff & Mackenzie dalam

Maamari, 2013).

OCB menjadi penting untuk diteliti karena deskripsi kerja formal tidak bisa

mencakup seluruh perilaku yang diperlukan bagi organisasi yang mencapai tujuan

(Vanyperen et. Al dalam Lishchinsky, 2014). Dalam industri jasa seperti perhotelan,

peranan OCB juga sangat diperlukan untuk meningkatkan kinerja karyawan yang dapat

berdampak positif terhadap kepuasan konsumen. Menurut Jayanti (2010) ada

keterkaitan yang erat antara OCB dengan kepuasan pelanggan yaitu semakin tinggi

tingkat OCB di kalangan karyawan sebuah perusahaan, semakin tinggi tingkat kepuasan

pelanggan pada perusahaan tersebut.

Fenomena yang terjadi pada salah satu hotel di Salatiga Jawa Tengah,

berdasarkan wawancara dengan HRM Hotel “X” di Salatiga bahwa, jika ada

departemen yang telah menyelesaikan pekerjaannya, mereka bersedia untuk

memberikan bantuan terhadap departemen yang masih bekerja. Kemudian, ada

karyawan yang bersedia untuk menggantikan shift rekannya yang harus meninggalkan

tempat kerja karena ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan. Para karyawan juga

mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh pihak hotel. Namun, OCB pada karyawan

belum maksimal, sehingga untuk memaksimalkan dan meningkatkan perilaku extra-role

(14)

Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku karyawan yang

melebihi peran yang diwajibkan, yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh

sistem reward formal (Organ dalam Bolino, Turnley dan Bloodgood, 2002).

Karyawan perhotelan membutuhkan perilaku-perilaku extra-role ini demi

menunjang peningkatan mutu dan kualitas dari organisasinya. Robbins (2001)

menyatakan contoh perilaku yang termasuk kelompok OCB adalah membantu rekan

kerja, sukarela melakukan kegiatan ekstra di tempat kerja, menghindari konflik dengan

rekan kerja, melindungi properti organisasi, menghargai peraturan yang berlaku di

organisasi, toleransi pada situasi yang kurang ideal/menyenangkan di tempat kerja,

memberi saran-saran yang membangun di tempat kerja, serta tidak membuang-buang

waktu di tempat kerja.

Menurut Organ (1988), OCB terdiri dari lima dimensi:

a. Altruism, yaitu perilaku membantu meringankan pekerjaan yang ditujukan kepada individu dalam suatu organisasi.

b. Courtesy, yaitu membantu teman kerja mencegah timbulnya masalah

sehubungan dengan pekerjannya dengan cara memberi konsultasi dan informasi

serta menghargai kebutuhan mereka.

c. Sportsmanship, yaitu toleransi pada situasi yang kurang ideal di tempat kerja tanpa mengeluh.

(15)

e. Conscientiousness, yaitu melakukan hal-hal yang menguntungkan organisasi – seperti mematuhi peraturan-peraturan di organisasi.

Menurut Podsakoff et al. (2000), OCB mempengaruhi keefektifan organisasi karena

beberapa alasan. Pertama, OCB dapat membantu meningkatkan produktivitas rekan

kerja. Kedua, OCB dapat membantu meningkatkan produktivitas manajerial. Ketiga,

OCB dapat membantu mengefisienkan penggunaan sumberdaya organisasional untuk

tujuan-tujuan produktif. Keempat, OCB dapat menurunkan tingkat kebutuhan akan

penyediaan sumberdaya organisasi secara umum untuk tujuan-tujuan pemeliharaan

karyawan. Kelima, OCB dapat dijadikan sebagai dasar yang efektif untuk

aktivitas-aktivitas koordinasi antara anggota-anggota tim dan antar kelompok-kelompok kerja.

Keenam, OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan

mempertahankan SDM-SDM handal dengan memberikan kesan bahwa organisasi

merupakan tempat bekerja yang lebih menarik. Ketujuh, OCB dapat meningkatkan

stabilitas kinerja organisasi. Dan terakhir, OCB dapat meningkatkan kemampuan

organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungannya.

Sementara itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi OCB. Menurut Organ

(1995) dan Sloat (1999) dalam Zurasaka (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi

OCB, yaitu: 1) Budaya dan iklim organisasi, 2) Kepribadian dan suasana hati, 3)

Persepsi terhadap dukungan organisasional, 4) Persepsi terhadap kualitas

hubungan/interaksi atasan bawahan, 5) Masa kerja, dan 6) Jenis Kelamin.

Basrah (2012) juga mengkategorikan beberapa faktor yang mempengaruhi OCB

terdiri dari perbedaan individu, sikap pada pekerjaan, dan faktor-faktor kontekstual,

(16)

Feist (2009), kepribadian didefinisikan sebagai pola watak yang relatif permanen

dan karakter yang unik dimana keduanya memiliki konsistensi dan keunikan pada

perilaku individu. Kepribadian dianggap sebagai salah satu faktor yang berpengaruh

signifikan terhadap OCB karena kepribadian merupakan suatu yang melekat pada

individu dan sulit diubah sehingga memiliki pengaruh yang lebih stabil dan bertahan

pada OCB (Purba dan Seniati, 2004).

Big F ive Personality

Salah satu teori kepribadian yang sering digunakan untuk menjelaskan

kepribadian seseorang adalah The Big Five Personality. Dalam The Big Five

Personality terdapat lima dimensi kepribadian, yaitu Extraversion (E),

Agreeableness (A), Conscientiousness (C), Neuroticism (N), dan Openness to New

Experience (O). The Big Five Personality Factor atau lima faktor kepribadian menurut

(Costa & McCrae, 1992; John, 1990 ; Costa & McCrae (Pervin, Cervone & John, 2005).

a. Extraversion didefinisikan sebagai dimensi kepribadian yang enerjik terhadap

dunia sosial dan material serta memiliki watak mudah bergaul, aktif, asertif, dan

memiliki emosi yang positif. Extraversion mengukur jumlah dan intensitas dari

interaksi interpersonal; level aktivitas; kebutuhan untuk stimulasi; dan kapasitas

untuk kegembiraan.

b. Agreeableness didefinisikan sebagai dimensi kepribadian yang berorientasi

prososial pada orang lain serta memiliki watak altruisme, lemah lembut dan

mudah percaya. Agreeableness mengukur kualitas dari salah satu orientasi

interpersonal mendekati sebuah rangkaian kesatuan dari perasaan haru sampai

(17)

c. Conscientiousness didefinisikan sebagai dimensi kepribadian dengan kontrol

impuls yang memfasilitasi pengerjaan tugas dan juga perilaku goal-oriented

seperti berpikir sebelum bertindak, mengikuti norma dan aturan, terorganisasi,

serta memprioritaskan tugas. Conscientiousness mengukur derajat individu

dalam organisasi, ketekunan, dan motivasi pada tujuan yang diperlihatkan secara

langsung dengan perilaku. Kontras dengan hal yang dapat diandalkan,

orang-orang yang terlalu memilih dan tidak mudah puas dengan orang-orang-orang-orang yang lesu

dan tidak rapi.

d. Neuroticism didefinisikan sebagai kepribadian dengan emosi negatif sehingga

rentan mengalami kecemasan, depresi, sedih, agresif, dan lain-lain. Neuroticism

mengidentifikasi kecenderungan individu dalam keadaan distres secara

psikologis, ide yang kurang realistis, keinginan (idaman) berlebihan atau

mendesak, dan respon coping maladaptif.

e. Openness to new experience yang didefinisikan sebagai dimensi kepribadian

dengan daya imajinasi yang tinggi, orisinil, memiliki mental dan pengalaman

hidup yang kompleks, serta berani mencoba hal-hal baru diluar kebiasaannya

(Costa & McCrae, 1992; John, 1990). Openness to experience mengukur

pencarian proaktif dan apresiasi terhadap pengalaman untuk kepentingannya

sendiri; toleransi dan eksplorasi dari hal-hal yang tidak biasa.

Individu yang memiliki skor tinggi pada extraversion umumnya suka bergaul,

tegas, aktif, berani, energik, menantang, dan ekspresif (Goldberg , 1992). Sebaliknya,

mereka yang memiliki skor rendah cenderung pemalu, patuh, diam, dan terhambat.

Dengan demikian, mereka yang tinggi pada extraversion menampilkan perilaku yang

(18)

individu yang memiliki skor tinggi pada extraversion akan lebih menunjukkan perilaku

OCB. Sedangkan, individu yang memiliki skor rendah cenderung kurang menunjukkan

perilaku OCB.

Individu yang memiliki skor agreeableness tinggi umumnya ramah, baik hati,

koperatif , penolong, sopan, dan fleksibel (Barrick & Mount, 1991; Witt, Burke, Barrick

& Mount, 2002). Dalam konteks pekerjaan, karyawan yang menyenangkan

menunjukkan kompetensi interpersonal yang tinggi (Witt et al., 2002) dan bisa

berkolaborasi secara efektif sesuai dengan tindakan yang diperlukan (Gunung et al.,

1998). Sedangkan yang memperoleh skor rendah cenderung kejam, penuh

syakwasangka, pelit, penentang, selalu mengkritik, mudah terluka (Pervin, Cervone &

John, 2005). Jadi, individu yang memiliki skor tinggi pada agreeableness akan lebih

menunjukkan perilaku OCB. Sedangkan, individu yang memiliki skor agreeableness

yang rendah cenderung kurang menunjukkan perilaku OCB.

Individu yang memiliki skor tinggi pada conscientiousness umumnya

melakukan pekerjaannya lebih baik daripada mereka yang memiiki skor rendah (Barrick

& Mount, 1991). Mereka teliti, dapat diandalkan, efisien, dan pekerja keras. Mereka

cenderung untuk mengambil inisiatif dalam memecahkan masalah di tempat

kerjanya(Witt et al., 2002). Sedangkan individu yang memperoleh skor rendah

cenderung bebal, malas, tidak teratur/tertib, selalu terlambat, tidak berarah-tujuan, dan

mudah menyerah (Pervin, Cervone & John, 2005). Jadi, individu yang memiliki skor

tinggi pada conscientiousnessakan lebih menunjukkan perilaku OCB. Sedangkan

individu yang memiliki skor rendah pada conscientiousness cenderung kurang

(19)

Individu yang memiliki skor tinggi pada openness to experience lebih

cenderung menunjukkan sifat-sifat seperti kreativitas, memiliki rasa ingin tahu,

unconventionality, otonomi , dan mengubah penerimaan (Goldberg, 1992) . Mereka

suka mencari pengalaman baru, dan suka dengan ide-ide baru. Sehingga dia akan

bersedia mengerjakan tugas rekannya karena ketertarikan untuk belajar hal-hal baru.

Sedangkan pribadi yang memperoleh skor rendah cenderung riil, tidak kreatif, tunduk

pada konvepsi, menyukai rutinitas, tidak mau tahu, konservatif (Pervin, Cervone &

John, 2005). Jadi, individu yang memiliki skor tinggi pada openness to experience akan

lebih menunjukkan perilaku OCB. Sedangkan individu yang memiliki skor rendah

cenderung kurang menunjukkan perilaku OCB.

Individu yang memiliki skor neuroticism yang tinggi biasanya cenderung

depresi, cemas, marah, malu, khawatir dan gelisah atau merasa tidak aman (Barrick &

Mount, 1991). Sehingga bisa mempengaruhi relasi dengan orang lain. Sedangkan orang

dengan skor neuroticism rendah cenderung lebih tenang dan bisa mengontrol emosi

dengan baik. Individu yang memiliki skor rendah juga tenang, bertemperamen lembut,

puas diri, merasa nyaman, dingin, kukuh (Pervin, Cervone & John, 2005). Jadi, individu

yang memiliki skor neuroticism yang rendah akan lebih menunjukkan perilaku OCB.

Sedangkan individu yang menunjukkan skor neuroticism yang tinggi cenderung kurang

menunjukkan perilaku OCB.

Penelitian-penelitian terdahulu mengenai Big Five Personality dan OCB

menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara conscientiousness, openness to

experience, dan neuroticism dengan OCB. Sedangkan tidak ada hubungan yang

(20)

Berdasarkan penelitian dari Kappagoda (2004) menunjukan bahwa ada

hubungan positif dan signifikan antara extraversion, agreeableness, conscientiousness,

openness to experience dengan OCB, dan hubungan yang signifikan negatif antara

neuroticism dengan OCB.

Hasil dalam jurnal penelitian (Kumar, 2009) menunjukkan ada hubungan

antara extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan neuroticism dengan OCB.

Sedangkan tidak ada hubungan yang signifikan antara openness to experience dengan

OCB.

Berdasarkan latar belakang masalah, penulis bermaksud melakukan studi lebih

lanjut untuk menganalisis hubungan antara dimensi-dimensi The Big Five Personality

(Extraversion, Agreeableness, Conscientiousness, Neuroticism, dan Openness to

experience) dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan dimensi-dimensi

kepribadian mana saja dari The Big Five Personality yang dapat memprediksikan secara

signifikan OCB pada karyawan hotel “X” dengan hipotesis sebagai berikut:

H1: Extraversion berhubungan positif dan signifikan dengan OCB.

H2: Agreeableness berhubungan positif dan signifikan dengan OCB.

H3: Conscientiousness berhubungan positif dan signifikan dengan OCB.

H4: Neuroticism berhubungan negatif dan signifikan dengan OCB.

(21)

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode korelasional, dimana pola

penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan positif dan signifikan

antara dua variabel yang akan diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan/korelasi antara dimensi Big Five Personality (Ekstraversion, Agreeableness,

Conscientiousness, Opennes to Experience, Neuroticism) dengan Organizational

Citizenship Behavior (OCB).

Partisipan

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan hotel “X” di Salatiga. Sampel dalam

penelitian ini adalah 81 karyawan di Hotel “X” di Salatiga yang didapatkan melalui

teknik sampling jenuh, yaitu teknik pengambilan sampel dengan mengambil semua

anggota populasi menjadi sampel penelitian (Sugiono, 2009). Namun, karena angket

yang kembali hanya berjumlah 73, sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian

ini berjumlah 73 subjek/karyawan hotel “X” di Salatiga.

Alat ukur

1. Skala Big Five Personality

Variabel dimensi Big Five Personality menggunakan The Big Five

Inventory (BFI) yang dikembangkan oleh Benet-Martinez & John (1998) yang

mulanya terdiri dari 44 aitem sebelum uji deskriminasi aitem dan uji reliabilitas

(22)

“setuju”,dan “sangat setuju”). Skor skala The Big Five Personality yang

digunakan dalam penelitian ini adalah skor pada masing-masing dimensi The

Big Five Personality sehingga perlu dilakukan uji daya beda dan uji reliabilitas

alpha (a) pada masing-masing dimensi. Reliabilitas alpha (a) pada

masing-masing aspek The Big Five Inventory (BFI), yaitu extraversion 0.88,

agreeableness 0.79, conscientiousness 0.82, neuroticism 0.84, dan openess to

experince 0.82. Menurut Thorndike et al. (1991), koefisien korelasi yang mencapai ≥ 0.20 daya pembedanya dianggap memuaskan. Brikut adalah hasil uji

daya beda dan reliabilitas alpha (a) pada masing-masing dimensi Big Five

Personality:

Hasil seleksi aitem dan reliabilitas dimensi kepribadian extraversion

yang awalnya 8 aitem menyisakan 6 aitem dari setiap aitem yang bergerak mulai

dari 0.233 – 0.623 dengan koefisien Alpha Cronbach sebesar (α = 0,711). Hal

ini menunjukkan bahwa skala BFI dimensi extraversion bersifat reliabel.

Hasil seleksi aitem dan reliabilitas dimensi kepribadian agreeableness

yang awalnya 9 aitem menyisakan 8 aitem dari setiap aitem yang bergerak mulai

dari 0,393 – 0,736 dengan koefisien Alpha Cronbach sebesar (α = 0,811). Hal

ini menunjukkan bahwa skala BFI dimensi agreeableness bersifat reliabel.

Hasil seleksi aitem dan reliabilitas dimensi kepribadian

conscientiousness sebanyak 9 aitem (tidak ada yang gugur) dari setiap aitem

yang bergerak mulai dari 0,387 – 0,736 dengan koefisien Alpha Cronbach

sebesar (α = 0,863). Hal ini menunjukkan bahwa skala BFI dimensi

(23)

Hasil seleksi aitem dan reliabilitas dimensi kepribadian neuroticism yang

awalnya 8 aitem menyisakan 6 aitem dari setiap aitem yang bergerak mulai dari

0,239 – 0,537 dengan koefisien Alpha Cronbach sebesar (α = 0,684). Hal ini

menunjukkan bahwa skala BFI dimensi neuroticism bersifat reliabel.

Hasil seleksi aitem dan reliabilitas dimensi kepribadian openness to

experience yang awalnya 10 aitem menyisakan 8 aitem dari setiap aitem yang

bergerak mulai dari 0,237 – 0,772 dengan koefisien Alpha Cronbach sebesar (α

= 0,819). Hal ini menunjukkan bahwa skala BFI dimensi openness to experience

bersifat reliabel.

2. Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Variabel Organizational Citizenship Behavior menggunakan 24 aitem

five-dimension scale yang dikembangkan oleh Podsakoff dkk (1990) yang berisi

5 dimensi OCB, yakni altruism, conscientiousness, sportmanship, courtesy, dan

civic virtue. Partisipan akan diminta menjawab berdasarkan 4 pilihan jawaban

dengan menggunakan skala Likert 4 poin (“sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “setuju”,dan “sangat setuju”). Uji reliabilitas berdasarkan penelitian

sebelumnya berkisar 0.70 sampai 0.93 (Farh, Earley, & Lin, 1997).

Menurut Thorndike et al. (1991), koefisien korelasi yang mencapai ≥

0.20 daya pembedanya dianggap memuaskan, sehingga hasil seleksi aitem dan

reliabilitas Organizational Citizenship Behavior (OCB) menyisakan 18 aitem

dari setiap aitem yang bergerak mulai dari 0.267 – 0.721 dengan koefisien Alpha

Cronbachsebesar (α = 0,855). Hal ini menunjukkan bahwa skala Organizational

(24)

Dalam uji coba kedua alat ukur dalam penelitian ini, penulis

menggunakan try out terpakai, yaitu subyek yang digunakan untuk try out

sekaligus digunakan untuk penelitian, guna menghemat waktu, tenaga, dan biaya

(Hadi, 2004). Pada metode try out terpakai, penyebaran skala atau pengambilan

data hanya dilakukan satu kali, dalam arti data subyek yang telah digunakan

untuk uji coba juga akan digunakan sebagai data penelitian.

Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan untuk menguji hubungan antara kedua variabel

penelitian adalah korelasi Product Moment bila memenuhi uji asumsi. Namun, jika

tidak memenuhi uji asumsi maka akan digunakan korelasi Spearman’s rho. Dalam

penelitian ini, analisis data akan dilakukan dengan bantuan program khusus komputer

statistik yaitu SPSS version 20.0 for windows.

HASIL

Data Deskriptif

Tabel 1. Statistik Despriptif Skala Big Five Inventory dan Organizational Citizenship

Behavior (OCB).

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Ocb 73 44 68 56,08 5,166

Extraversion 73 13 22 17,74 2,345

Agreeableness 73 19 32 25,36 2,927

Conscientiousness 73 21 36 27,53 3,440

Neuroticsm 73 8 18 12,73 2,162

Openness 73 16 31 24,25 2,773

(25)

Berdasarkan tabel 1, perolehan rerata hasil pengisian Skala Organizational

Citizenship Behavior (OCB) yaitu 56,08. Sedangkan The Big Five Inventory sesuai

urutan rerata dari skor tertinggi sampai terendah sebagai berikut: 1) Conscientiousness

rerata 27,53. 2) Agreeableness rerata 25,36. 3) Openness to experience rerata 24,25. 4)

extraversion rerata 17,74. 5) Neuroticism rerata 12,73. Jadi, dimensi kepribadian

conscientiousnessmerupakan skor faktor kepribadian karyawan hotel “X” Salatiga yang

tertinggi, sedangkan skor dimensi kepribadian neuroticism yang terendah.

Selanjutnya, peneliti membedakan kategori dari masing-masing dimensi

kepribadian dengan menggunakan rumus rentangan berdasarkan standar deviasi dan

mean empiris dilihat dari kurva normal (Azwar, 2008). Kategorisasi yang dilakukan

oleh peneliti terbagi ke dalam 4 kategori, yaitu sangat rendah, rendah, tinggi, dan sangat

tinggi. Berdasarkan rumus pengkategorian skor dari Azwar (2008), peneliti kemudian

mengkategorikan variabel Organizasional Citizenship Behavior (OCB) dan dimensi

dalam Big Five Personality ke dalam tabel-tabel di bawah ini:

Tabel 2. Kategorisasi Skor Variabel Organizational Citizenship Behavior (OCB)

No Interval Kategori Mean F Presentase 1 58,5 ≤ x < 72 Sangat

Tinggi

21 28,8 %

2 45 ≤ x < 58,5 Tinggi 56,08 51 70% 3 31,5 ≤ x < 45 Rendah 1 1,4% 4 18 ≤ x < 31,5 Sangat

Rendah

0 0 %

Jumlah 73 100 %

(26)

Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa pada variabel OCB, ada sebanyak 51 karyawan (70 %) berada pada kategori “Tinggi”, 21 karyawan (28,8 %) berada pada

kategori “Sangat Tinggi”, dan 1 karyawan (1,4 %) berada pada kategori “Rendah”. Dari

tabel di atas juga dapat di lihat bahwa mean/rata-rata karyawan (56,08) berada pada kategori “Tinggi”.

Tabel 2.1. Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Extraversion

No Interval Kategori Mean F Presentase 1 19,5 ≤ x < 24 Sangat

Tinggi

20 27,4 %

2 15 ≤ x < 19,5 Tinggi 17,74 49 67,1 % 3 10,5 ≤ x < 15 Rendah 4 5,5 % 4 6 ≤ x < 10,5 Sangat

Rendah

0 0

Jumlah 73 100 %

SD = 2,345 Min = 13 Max = 22

Berdasarkan tabel 2.1, dapat dilihat bahwa pada dimensi kepribadian

extraversion, sebanyak 49 karyawan (67,1 %) berada pada kategori “Tinggi”, 20 karyawan (27,4 %) berada pada kategori “Sangat Tinggi”, dan 4 karyawan (5,5 %)

berada pada kategori “Rendah”. Dari tabel di atas juga dapat di lihat bahwa mean/rata

-rata karyawan (17,74) berada pada kategori “Tinggi”.

Tabel 2.2. Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Agreeableness

No Interval Kategori Mean F Presentase

1 26 ≤ x < 32 Sangat Tinggi

(27)

2 20 ≤ x < 26 Tinggi 25,36 44 60,3 % 3 14 ≤ x < 20 Rendah 1 1,4 % 4 8 ≤ x < 14 Sangat

Rendah

0 0

Jumlah 73 100 %

SD = 2,927 Min = 19 Max = 32

Berdasarkan tabel 2.2, dapat dilihat bahwa pada dimensi kepribadian

agreeableness, sebanyak 44 karyawan (60,3 %) berada pada kategori “Tinggi”, 28

karyawan (38,4 %) berada pada kategori “Sangat Tinggi”, dan 1 karyawan (1,4 %) berada pada kategori “Rendah”. Dari tabel di atas juga dapat di lihat bahwa mean/rata

-rata karyawan (25,36) berada pada kategori “Tinggi”.

Tabel 2.3. Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Conscientiousness

No Interval Kategori Mean F Presentase 1 29,25 ≤ x < 36 Sangat

Tinggi

15 46 %

2 22,5 ≤ x < 29,25 Tinggi 27,53 57 46 % 3 15,75 ≤ x < 22,5 Rendah 1 8 % 4 9 ≤ x < 15,75 Sangat

Rendah

0 0

Jumlah 73 100 %

SD = 3,440 Min = 21 Max = 36

Berdasarkan tabel 2.3, dapat dilihat bahwa pada dimensi kepribadian

conscientiousness, sebanyak 15 karyawan (46 %) berada pada kategori “Sangat Tinggi”,

(28)

pada kategori “Rendah”. Dari tabel di atas juga dapat di lihat bahwa mean/rata-rata

karyawan (27,5) berada pada kategori “Tinggi”.

Tabel 2.4. Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Neuroticism

No Interval Kategori Mean F Presentase

Berdasarkan tabel 2.4 dapat dilihat bahwa pada dimensi kepribadian

neuroticism, sebanyak 52 karyawan (71,2 %) berada pada kategori “Rendah”, serta 14 karyawan (19,3 %) berada pada kategori “Tinggi”, dan 7 karyawan (9,6 %) berada

pada kategori “sangat rendah”. Dari tabel di atas juga dapat di lihat bahwa mean/rata

-rata karyawan (12,73) berada pada kategori “Rendah”.

Tabel 2.5 Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Openness to experience

(29)

Jumlah 73 100 % SD = 2,773 Min = 16 Max = 31

Berdasarkan tabel 2.5 dapat dilihat bahwa pada dimensi kepribadian openness to

experience, sebanyak 54 karyawan (73,9 %) berada pada kategori “Tinggi”, 16

karyawan (22 %) berada pada kategori “Sangat Tinggi”, dan 3 karyawan (4,2 %) berada pada kategori “Rendah”. Dari tabel di atas juga dapat di lihat bahwa

mean/rata-rata karyawan (24,25) berada pada kategori “Tinggi”.

Uji Asumsi

Penelitian ini adalah penelitian korelasi yang digunakan untuk mengetahui ada

atau tidaknya korelasi antara Big Five Personality dan Organizational Citizenship

Behavior (OCB) pada karyawan hotel “X” di Salatiga. Namun, sebelum dilakukan uji

korelasi, peneliti harus melakukan uji asumsi terlebih dahulu untuk menentukan jenis

statistik parametrik atau non-parametrik yang akan digunakan untuk uji korelasi.

1. Uji Normalitas

Tabel 3. Normalitas skala Big Five Inventory danOCB.

(30)

Uji normalitas menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov yang menunjukkan skala

Organizational Citizenship Behavior (OCB) (K-S-Z = 1,162, p = 0,134> 0,05),

Extraversion (K-S-Z = 1,701, p = 0,006 < 0,05), Agreeableness (K-S-Z = 1,934, p =

0,01< 0,05), Conscientiousness (K-S-Z = 1,873, p = 0,002), Neuroticism (K-S-Z =

2,095, p = 0,00, Openness to experience (K-S-Z = 2,000, p = 0,01). Hasil ini

menunjukkan data Organizational Citizenship Behavior (OCB) berdistribusi

normal, sedangkan data Big Five Personality (Extraversion, Agreeableness,

Conscientiousness, Neuroticism, dan Openness to experience) tidak berdistribusi

normal.

2. Uji Linearitas

Tabel 4. Linearitas skala dimensi kepribadian extraversion dan OCB. ANOVA Table

0,000 (p<0,05) yang menunjukkan hubungan antara dimensi kepribadian extraversion

(31)

Tabel 4.1. Linearitas skala dimensi kepribadian agreeableness dan OCB.

Linearity 1079,276 1 1079,276 103,46

3 ,000

Deviation from

Linearity 205,906 10 20,591 1,974 ,052

Within Groups 636,325 61 10,432

Total 1921,507 72

Dari hasil uji linearitas tabel 4.1 diperoleh nilai F sebesar 103,46 dengan sig = 0,000

(p<0,05) yang menunjukkan hubungan antara dimensi kepribadian agreeableness

dengan OCB adalah linear.

Tabel 4.2. Linearitas skala dimensi kepribadian conscientiousness dan OCB.

ANOVA Table

Dari hasil uji linearitas tabel 4.2 diperoleh nilai F sebesar 89,041 dengan sig =

0,000 (p<0,05) yang menunjukkan hubungan antara dimensi kepribadian

(32)

Tabel 4.3. Linearitas skala dimensi kepribadian neuroticism dan OCB.

Dari hasil uji linearitas tabel 4.3 diperoleh nilai F sebesar 49,089 dengan sig =

0,000 (p<0,05) yang menunjukkan hubungan antara dimensi kepribadian neuroticism

dengan OCB adalah linear.

Tabel 4.4. Linearitas skala dimensi kepribadian openness to experience dan OCB. ANOVA Table

Dari hasil uji linearitas tabel 4.4 diperoleh nilai F sebesar 49,219 dengan sig =

0,000 (p<0,05) yang menunjukkan hubungan antara dimensi kepribadian openness to

experience dengan OCB adalah linear.

Uji Korelasi

Berdasarkan uji asumsi yang telah dilakukan, diketahui bahwa data yang

diperoleh tidak berdistribusi normal dan variabel-variabel penelitian linear maka uji

(33)

digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi Spearman‟s Rho. Tabel 14 menunjukkan

hasil dari uji korelasi.

Tabel 14. Korelasi antara dimensi Big Five Personality (Extraversion, Agreeableness,

Conscientiousness, Neuroticism, Openness to experience) dengan Organizational

Citizenship Behavior.

Correlations

Ocb extravers

ion

Agreeable

ness

conscienti

ousness

Neurotic

sm

Openne

ss

Spearman's

rho Ocb

Correlation

Coefficient 1,000 ,496

**

,678** ,632** -,465** ,546**

Sig. (1-tailed) . ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

N 73 73 73 73 73 73

(34)

PEMBAHASAN

Dari uraian hasil penelitian mengenai hubungan antara dimensi Big Five

Personality dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan hotel “X” di Salatiga didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan/korelasi antara kedua

variabel tersebut. Berdasarkan analisis deskriptif (tabel 2) diperoleh data bahwa

Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan hotel “X” di Salatiga

sebanyak 51 (dari 73 karyawan) berada pada kategori “Tinggi”.

Hasil uji korelasi menunjukkan adanya korelasi positif dan signifikan antara

dimensi kepribadian extraversion dengan OCB, r = 0,496 dengan taraf sig = 0,00 (p <

0,05). Hubungan antara dimensi kepribadian extraversion dengan OCB serupa dengan

hasil penelitian Kappagoda (2004) dan Abbas Muzeal Mushraf et al. (2015) yang

menemukkan bahwa ada korelasi yang signifikan dan positif antara dimensi kepribadian

extraversion dengan OCB. Dari hasil analisis deskriptif (tabel 2.1) diperoleh data bahwa

dimensi extraversion sebanyak 49 (dari 73 karyawan) berada pada kategori “Tinggi”.

Individu yang memiliki skor tinggi pada extraversion umumnya suka bergaul,

tegas, aktif, berani, energik, menantang, dan ekspresif (Goldberg, 1992). Menurut Purba

dan Seniati (2004) untuk mampu menjadi teman yang baik bagi rekan kerja atau

anggota baru, anggota harus memiliki perilaku extraversion yang tinggi, yang berarti

mudah bergaul, banyak teman, banyak bicara, dan aktif. Sebaliknya, individu yang

memiliki skor extraversion rendah cenderung cuek, penyendiri, pendiam, serius, pasif,

tidak berperasaan (Pervin, Cervone & John, 2005), hal ini bisa saja menghambat

(35)

bahwa mereka yang tinggi pada skor extraversion akan lebih mungkin untuk

menunjukkan perilaku OCB.

Ada korelasi positif dan signifikan antara dimensi kepribadian agreeableness

dengan OCB, r = 0,678 dengan taraf sig = 0,00 (p < 0,05). Hubungan antara dimensi

kepribadian agreeableness dengan OCB serupa dengan hasil penelitian Kappagoda

(2004) dan Abbas Muzeal Mushraf et al. (2015) yang menunjukkan bahwa ada korelasi

yang signifikan dan positif antara dimensi kepribadian agreeableness dengan OCB.

Dari hasil analisis deskriptif (tabel 2.2) diperoleh data bahwa dimensi agreeableness

sebanyak 44 (dari 73 karyawan) berada pada kategori “Tinggi”.

Individu yang memiliki skor agreeableness tinggi umumnya ramah, baik hati,

koperatif, penolong, sopan, dan fleksibel (Barrick & Mount, 1991; Witt, Burke, Barrick

& Mount, 2002). Nilai kebersamaan dari Hofstede (Purba dan Seniati, 2004) diberi

istilah kolektivisme, ditunjukkan oleh perilaku agreeableness yaitu mudah bergaul dan

suka berteman, sehingga seringkali mempunyai cara untuk menciptakan ikatan-ikatan

keluarga dengan orang lain yang tidak memiliki hubungan darah tetapi secara sosial

dekat dengannya. Individu yang tinggi pada dimensi ini cenderung mampu menjaga

keharmonisan dalam hubungan yang kurang nyaman dalam bekerja, dan bersedia

mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan kelompoknya. Sebaliknya,

individu yang memperoleh skor rendah cenderung kejam, penuh syakwasangka, pelit,

penentang, selalu mengkritik, mudah terluka (Pervin, Cervone & John, 2005), hal ini

bisa saja menghambat munculnya perilaku OCB seperti sikap prososial karena

hubungan sosial dan emosional yang tidak baik dengan orang lain. Hal ini menunjukkan

bahwa mereka yang tinggi pada skor agreeableness cenderung lebih mungkin untuk

(36)

Ada korelasi positif dan signifikan antara dimensi kepribadian conscientiousness

dengan OCB, r = 0,632 dengan taraf sig = 0,00 (p < 0,05). Hubungan antara dimensi

kepribadian conscientiousness dengan OCB serupa dengan hasil penelitian Kappagoda

(2004) dan Abbas Muzeal Mushraf et al. (2015) yang menunjukkan bahwa ada korelasi

yang signifikan dan positif antara dimensi kepribadian conscientiousness dengan OCB.

Dari hasil analisis deskriptif (tabel 2.3) diperoleh data bahwa dimensi conscientiousness

sebanyak 57 karyawan (dari 73 karyawan) berada pada kategori “Tinggi” dan 15

karyawan berada pada kategori “ Sangat Tinggi”. Individu yang memiliki skor tinggi

pada conscientiousness umumnya melakukan pekerjaan lebih baik daripada mereka

yang memiliki skor rendah (Barrick & Mount, 1991).

Karyawan yang bersedia bekerja keras dan menyelesaikan pekerjaannya hingga

tuntas dan memiliki serta menjalankan prinsip-prinsip etika dalam melakukan

pekerjaannya cenderung tidak terpengaruh jika rekan kerjanya mendapatkan hak

istimewa dari atasan yang tidak didapatkannya, tetap antusias dan sungguh-sungguh

dalam melakukan pekerjaan dan sukarela mengambil tanggung jawab ekstra dalam

pekerjaan (Purba dan Seniati, 2004). Sebaliknya, yang memperoleh skor rendah

cenderung bebal, malas, tidak teratur/tertib, selalu terlambat, tidak berarah-tujuan, dan

mudah menyerah (Pervin, Cervone & John, 2005), hal ini bisa saja menghambat

munculnya perilaku OCB seperti menaati peraturan dari organisasi. Hal ini

menunjukkan bahwa mereka yang tinggi pada skor conscientiousness cenderung lebih

mungkin menunjukkan perilaku OCB.

Adanya korelasi negatif yang signifikan antara dimensi kepribadian neuroticism

dengan OCB, r = -0,465 dengan taraf sig = 0,00 (p < 0,05). Hubungan antara dimensi

(37)

dan Abbas Muzeal Mushraf et al. (2015) yang menunjukkan bahwa ada korelasi yang

signifikan dan positif antara dimensi kepribadian neuroticism dengan OCB. Dari hasil

analisis deskriptif (tabel 2.4) diperoleh data bahwa dimensi neuroticism sebanyak 52

(dari 73 karyawan) berada pada kategori “Rendah” dan 7 (dari 73 karyawan) berada pada kategori “Sangat Rendah”.

Individu yang memiliki skor rendah pada dimensi kepribadian neuroticism

cenderung tenang, bertempramen lembut, puas diri, merasa nyaman, dingin, dan kukuh

(Pervin, Cervone, & John, 2005), sehingga individu akan lebih bisa mengontrol

emosinya dengan baik. Sebaliknya, individu yang memiliki skor tinggi pada

neuroticism cenderung cemas, temperamental, mengasihanivdiri, sadar diri, emosional,

dan rentan (Pervin, Cervone & John, 2005). Hal ini bisa saja menghambat munculnya

perilaku OCB karena individu/karyawan yang dipenuhi emosi negatif cenderung tidak

memiliki relasi atau hubungan yang baik dengan orang lain/rekan kerjanya. Hal ini

menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki skor rendah pada dimensi neuroticism

cenderung lebih mungkin untuk menunjukkan perilaku OCB.

Adanya korelasi antara dimensi kepribadian openness to experience dengan

OCB, r = 0,546 dengan taraf sig = 0,00 (p < 0,05). Hubungan antara dimensi

kepribadian openness to experience dengan OCB serupa dengan hasil penelitian

Kappagoda (2004) dan Abbas Muzeal Mushraf et al. (2015) yang menunjukkan bahwa

ada korelasi yang signifikan dan positif antara dimensi kepribadian openness to

experience dengan OCB. Dari hasil analisis deskriptif (tabel 2.5) diperoleh data bahwa

dimensi openness to experience sebanyak 54 (dari 73 karyawan) berada pada kategori “Tinggi”. Individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi kepribadian openness to

(38)

penerimaan (Goldberg, 1992). Kepribadian ini menilai bagaimana ia menggali sesuatu

yang yang baru dan tidak biasa (Costa & Mc Crae dalam Pervin & John, 2001),

kecenderungannya individu akan bersedia mengerjakan tugas rekannya karena

ketertarikan untuk belajar hal-hal yang baru. Sebaliknya, individu yang memperoleh

skor rendah cenderung riil, tidak kreatif, tunduk pada konvepsi, menyukai rutinitas,

tidak mau tahu, konservatif (Pervin, Cervone & John, 2005), hal ini bisa saja merugikan

organisasi karena karyawan yang tidak produktif cenderung sukar untuk menunjukkan

OCB, seperti sikap peduli terhadap kelangsungan organisasinya (civic virtue). Hal ini

menunjukkan bahwa individu yang memiliki skor openness to experience yang tinggi

cenderung akan menunjukkan perilaku OCB.

Jika dilihat sumbangan efektif yang diberikan dimensi-dimensi Big Five

Personality: 1) Extraversion terhadap variabel OCB sebesar 24,6 %, 2) Agreeableness

terhadap OCB sebesar 45,9 %, 3) Conscientiousness terhadap OCB sebesar 39,9 %, 4)

Neuroticism terhadap OCB sebesar 21,6 %, dan 5) Openness to experience terhadap

OCB sebesar 29,8 %. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi OCB yaitu, budaya dan

iklim organisasi, persepsi terhadap dukungan organisasional, persepsi terhadap kualitas

hubungan/interaksi atasan bawahan, masa kerja, dan jenis kelamin (Organ, 1955, &

(39)

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan antara dimensi

Big Five Personality dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan hotel “X” di Salatiga, maka dapat disimpulkan:

1. Ada hubungan positif dan signifikan antara dimensi extraversion dengan

OCB.

2. Ada hubungan yang positif dan signifikan antara dimensi agreeableness

dengan OCB.

3. Ada hubungan yang positif dan signifikan antara dimensi conscientiousness

dengan OCB.

4. Ada hubungan yang negatif dan signifikan antara dimensi neuroticism

dengan OCB.

5. Ada hubungan yang positif dan signifikan antara dimensi openness to

experience dengan OCB.

6. Rata-rata karyawan memiliki skor dimensi Big Five Personality

(extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan openness to

experience) yang berada pada kategori tinggi, serta skor nauroticism yang

berada pada kategori rendah dan rata-rata karyawan menunjukkan perilaku

(40)

SARAN

Adapun saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian sebagai

berikut:

a. Bagi Pihak Hotel

- Hasil penelitian ini kiranya dapat menjadi acuan bagi management hotel

untuk membuat training dengan mempertimbangkan hubungan antara

dimensi Big Five Personality dengan OCB, agar dapat membentuk,

mengembangkan, serta meningkatkan 5 aspek/dimensi kepribadian pada

karyawannya, sehingga bisa memunculkan perilaku extra role/OCB lebih

maksimal.

b. Bagi peneliti selanjutnya

- Bagi peneliti selanjutnya dapat memperluas cakupan populasinya agar

jumlah subjek penelitian lebih banyak. Serta, hasil penelitian ini bisa

menjadi acuan untuk peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti

faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi OCB, seperti dukungan organisasi,

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2003). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Barrick, M. R., & Mount, M. K. (1991). The big five personality dimensions and job performance: A Meta Analysis. Personnel Psychology, 44, 1–26.

Basrah., & Hendryadi. (2012). Faktor yang mempengaruhi OCB.

Beneti-Martinez, V., & John, O. P. (1998). Los Cinco Grandes across cultures and ethnic groups: Multitrait-multimethod analyses of the Big Five in Spanish and English. Journal of Personality and Social Psychology, 75, 729-750.

Bisnis.com. Jakarta: Industri Pariwisata: Jumlah Wisatawan Asing ke Indonesia 7,1 Juta. http://industri.bisnis.com/read/20151102/12/488166/industri-pariwisata-jumlah-wisatawan-asing-ke-indonesia-71-juta.

Bolino, M.C., Turnley, W.H., & Bloodgood, J.M. (2002). “Citizenship behavior and the creation of social capital in organization”. Academy of Management Journal,

7(4), pp. 502-522.

Caruana, A. (2002). Service loyalty the effects of service quality and the mediating role of customer satisfaction. European Journal of Marketing, 36.

Elanain, H. A. (2009). “Relationship between personality and organizational citizenship behavior: does personality influence employee citizenship?”,

International Review of Business Research Papers,3(4), 31-43.

Feist, Jess., & Gregory, J. Feist. (2009). Theories of Personality (7th Ed.). Singapore: McGraw-Hill.

Goldberg, L. R. (1992). “The development of markers for the big five factor structure”,

Psychological Assessment, 4, pp. 26-42.

Hadi, S. (2004). Metodologi research jilid 1. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Hardaningtyas, D. (2004). Pengaruh tingkat kecerdasan emosi dan sikap pada budaya organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai PT.(Persero) Pelabuhan Indonesia III. Tesis Dipublikasikan, adln.lib.unair.ac.id, Universitas Airlangga.

Jahangir, N., Akbar, MM., & Haq, M. (2004). Perilaku kewargaan organisasi: sifat dan pendahulunya, Journal of BRAC University, 2, 75-85.

(42)

Kappagoda, S. (2004). “The impact of five factor model of personality on organizational citizenship behavior of non-managerial employees in the banking sector in Srilanka”.

Kumar, K. (2009). “Linking the „Big Five‟ Personality domains to organizational citizenship behavior”, International Journal of Psychological Studies,1 (2). Kompas. (2014). “Menparekraf: Perkembangan pariwisata indonesia paling bagus”.

http://travel.kompas.com/read/2014/04/02/0949478/Menparekraf.Perkembangan .Pariwisata.Indonesia.Paling.Bagus

Kompasiana. (2013), “Pariwisata sebagai sebuah pilar ekonomi”. http://www.kompasiana.com/aulia45/pariwisata-sebagai-sebuah-pilar

ekonomi_552838096ea834ea068b45da

Lishchinsky, O. S., & Tsemach, S. (2014). Psychological empowerment as mediator between teacher‟s perception of authentic leadership and their withdrawal and citizenship behavior. Educational Administration Quarterly, 50 (4), 675-712. Maamari, B. E., & Messarra, L. C. (2012). An Empirical study of the relationship

between organizational climate and organizational citizenship behavior.

European journal of management, 12(3), 165-176.

Mushraf, A. M., Al-Saqry, R., & Obaid, H. J. (2015). The impact of big five personality factors on organizational citizenship behaviour. International Journal of Management Science, 93-97.

Oliver, R.L. (1980). A cognitive model of the antecedents and consequences of satisfaction decisions. Journal of Marketing Research, 17.

Organ, D.W., & Bateman, T. S. (1983), Job satisfaction and the good soldier: The relationship between affect and employee “citizenship”.Academy of Management Journal, 26, 587-595.

Organ, D. W. (1988). Organizational citizenship behavior: The good soldier syndrome. Lexington, MA: Lexington Books.

Pervin, L.A, Cervone, D & John, O.P. (2005). Personality theory and research. John Wiley & Sons, Inc.

Podsakoff, P. M., MacKenzie, S. B., Moorman, R. H., & Fetter, R. (1990). Transformational leader behaviors and their effects on followers‟ trust in leader, satisfaction, and organizational citizenship behaviors. Leadership Quarterly, 1, 107–142.

Podsakoff, P. M., MacKenzie, S. B., Paine, J. B., & Bachrach, D. G. (2000). Organizational citizenship behavior: A critical review of the theoretical and empirical literature and suggestions for future research. Journal of Management,

26, 513-563

Priambudi, P. (2013). Pengaruh destination image terhadap behavioral Intention

(43)

Purba, D. E., & Seniati, A. N. C. (2004). Pengaruh kepribadian dan komitmen organisasi terhadap organizational citizenship behavior. Makara, Sosial Humaniora, 8(3), 105-111.

Riva‟i., & Veithzal. (2004).Manajemen Sumberdaya Manusia untuk Perusahaan: dari teori ke praktek. Jakarta, RadjaGrapindo Persada.

Robbins., & Judge. (2008). Perilaku Organisasi, Buku 1, Cet. 12. Jakarta: Salemba Empat.

Robbins, S.P., & M. Coulter. (1996). Management, 5thed. New Jersey: Prentice-Hall. Robbins, S.P., (2001). Organizational Behavior, 9thed. New Jersey: Prentice-Hall. Mohammad, J., Habib, F. Q., & Alias, M. A. (2011). Job satisfaction and organizational

citizenship behavior: an empirical study at higher learning institutions. Asian Academy of Management Journal, 149-165.

Sugiono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif., dan R., & D. Bandung, Alfabeta Karlingger. (1985). Asas-Asas Penelitian Behavioristik. Yogyagkarta. Penerbit : UGM.

Thorndike, R.M., Cunningham, G.K., Thorndike, R.L., & Hagen, E.P. (1991). Measurement and evaluation in psychology and education. New York, NY:

Macmillan Publishing Company.

Ulrich, D. (1998). A new mandate for human resources. Harvard business review. January – February, 124-134.

Witt, L. A., Burke, L. A., Barrick, M. R. & Mount, M. K. (2002), “The interactive effects of conscientiousness and agreeableness on job performance”, Journal of Applied Psychology, 87,pp. 164-169.

Zeithaml, V.A., Berry, L.L., & Parasuraman, A. (1996). The Behavioral Consequences of Service Quality. Journal of Marketing, 60.

Gambar

Tabel 1. Statistik Despriptif Skala Big Five Inventory dan Organizational Citizenship
Tabel 2. Kategorisasi Skor Variabel Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Tabel 2.2. Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Agreeableness
Tabel 2.3. Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Conscientiousness
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan skor koefisien korelasi yang dihasilkan dari perhitungan SPSS maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara dukungan sosial serikat buruh dalam aksi

Begitu juga dengan santriwati, kehidupan yang terpisah dari lingkungan keluarga dan berada di lingkungan yang baru bersama kiai, ustadz dan santriwati yang lain menuntut

Adapun subyek yang dipilih memiliki karakteristik sebagai berikut; anak yang tergolong yatim, piatu, yatim piatu, dhuafa, dan terlantar yang tinggal di panti asuhan yang ada di

[r]

lokal daerah 35.000.000 DPPKKI Blora APBD 25-Apr-13 20-Des-13. 17 Fasilitasi perkembangan

In today's work world, employees are required to have a leadership that tinggi.Guna improve employee leadership training required well-coordinated leadership.. The function of

dilakukan oleh para pendidik Kalām yaitu tentang “Pengelolaan kelas dalam proses pembelajaran Kalām pada program pembelajaran bahasa Arab FAI-UMM periode.

[r]