• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802011098 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802011098 Full text"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

SURAKARTA

OLEH

HERDIN CAHYO PRASETYO

802011098

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN RESILIENSI PADA

INDIVIDU YANG GAGAL DALAM SELEKSI KEPOLISISAN DI

SURAKARTA

Herdin Cahyo Prasetyo

Berta Esti Ari Prasetya

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

i Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dan resiliensi pada individu yang gagal dalam seleksi kepolisian di Surakarta. Sampel penelitian adalah individu yang gagal dalam seleksi kepolisian di Surakartapadatahun 2015, yang berjumlah 45 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah snowball sampling. Data penelitian diambil menggunakan skala resiliensi menggunakan skala Resilience Question yang dikemukakan oleh Reivich dan shatte (2002) yang terdiridari

56dan 46 item yang dinyatakan lolos seleksi daya diskriminasi item dengan koefisien alpha cronbach 0,928.Skala yang digunakan untuk mengukur tingkat religiusitas

menggunakan skala yang dikemukakan oleh Kendler, dkk (2003)terdiridari 74 item dan 60 item yang dinyatakan lolos seleksi daya diskriminasi item koefisien alpha cronbach 0,957. Berdasarkan uji linearitas yang telah dilakukan diperoleh nilai F = 0,410 (Ftabel = 2,21) dengan deviation from linearity sebesar 1,141 (p>0,05). Metode pengumpulan data dalam penelitian skala ini menggunakan skala model Likert dan analisis statistiknya menggunakan SPSS versi 17.0. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif korelasional. Data dianalisis dengan menggunakan korelasi Pearson product moment, didapat koefesien korelasi (r) sebesar -0,105 dengan taraf signifikansi 0,246 (p > 0,05). Hasil uji korelasi tersebut menunjukan bahwatidak terdapat hubungan antara religiusitas dan resiliensi pada individu yang gagal dalam seleksi kepolisian di Surakarta.

(9)

ii Abstract

The purpose of the research is to know about relationship between religiosity and

resilience in individuals who fail in the selection of police in Surakarta. The research

subjects are individuals who fail in the selection of police in Surakarta in 2015, totaling

45 people. Sampling technique used is snowball sampling. Data research is taken with

resilience scale using scale Resilience Question proposed by Reivich and shatte (2002),

which consists of 56 items and 46 item that got away of from item discrimination power

with alpha cronbach’s coefficient is 0,928. scale used to measure the level of religiosity

using scales proposed by Kendler et al (2003) consists of 74 items and 60 item that got

away of from item discrimination power with alpha cronbach’s coefficient is 0.957.

Based on the linearity test that has been carried out the F value = 0.410 (F table =

2.21) with a deviation from linearity 1.141 (p> 0.05). Methods of data collection in this

research using Likert scale models and statistical analysis using SPSS version 17.0.

Method correlational studies using quantitative methods. Data were analyzed using

Pearson product moment correlation, obtained the correlation coefficient (r) of -0.105

with a significance level of 0.246 (p> 0.05). The correlation test results showed that

there was no correlation between religiosity and resilience in individuals who fail in the

selection of police in Surakarta

(10)

PENDAHULUAN

Negara Indonesia sebagai suatu negara yang besar dengan luas wilayah terbentang dari Sabang hingga Merauke merupakan suatu negara kesatuan dengan berbagai suku, budaya dan adat istiadat. Keanekaragaan tersebut membuat Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat serta alam. Pada sisi lain, keanegarakan tersebut juga memiliki potensi yang sangat rawan terhadap timbulnya konflik baik secara vertikal maupun horisontal, untuk mencegah timbulnya konflik yang terjadi perlu adanya suatu lembaga atau instansi yang memiliki tugas menjaga, memelihara dan mengantisipasi munculnya konflik Zam, (2013). Di Indonesia, salah satu lembaga atau institusi yang memiliki tugas dan wewenang untuk hal tersebut adalah kepolisian.

(11)

Dalam seleksi kepolisi ada beberapa faktor - faktor yang sudah menjadi suatu standar dalam seleksi penerimaan calon Polri baru diantaranya wawancara, test tulis atau psikotes dan tes lapangan. Setiap faktor memiliki nilai bobot tersendiri. Nilai bobot dari tiap faktor inilah yang pada akhirnya akan dipakai sebagai perbandingan antara setiap pelamar sehingga diperoleh calon – calon Polri yang sesuai dengan kriteria. Pihak panitia penerimaan calon Polri baru saat ini menggunakan cara manual dalam menentukan nilai akhir dari seluruh tahapan test dari seorang calon Polri yang melamar. Penilaian tahapan test dengan jumlah pelamar kerja yang banyak akan menyulitkan pihak panitia penerimaan calon Polri baru sehingga hasil penilaian dan pertimbangan pengambilan keputusan cenderung bias dan subjektif. Hal ini membuat pengambil keputusan melakukan penilaian dan pertimbangannya secara “intuitif” sehingga

kecenderungan yang terjadi adalah besarnya tingkat kegagalan apenerimaan Polri baru yang sesuai dengan kriteria dari wilayah secara maksimal (dalam Dahria, Ishak, & Yanti, t.t).

(12)

Surakarta terdapat 246 pendaftar yang terdiri dari 132 Pria dan 114 wanita, dengan peserta yang diterima berjumlah 15 orang (2 pria, 13 wanita). Sedangkan quota yang diambil terkadang sangatlah kecil jika dibandingkan dengan jumlah pendaftarnya. Oleh sebab itu calon siswa tidak hanya mempersiapkan dirinya untuk mencapai persyaratan untuk seleksi saja, namun ia juga harus berlomba menjadi yang terbaik agar tidak gugur dalam seleksi dan lolos menjadi yang mereka inginkan. Jumlah pendaftar yang cukup banyak membuat seleksi Polisi juga semakin ketat, tiap tahap penyelesaian pasti ada pendaftar yang gugur. Hal ini juga berfungsi sebagai upaya untuk mendapatkan anggota yang terbaik nantinya. Gugur dalam seleksi ini bearti gagal untuk menjadi anggota Polisi.

(13)

mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan, seolah-olah lenyap tidak ada hasil, yang apabila ingin kembali harus memulai dari awal lagi.

Selain dampak yang di jelaskan diatas terdapat informasi dari salah satu subjek, terdapat calon polisi yang gagal dalam seleksi kepolisian yang mengalami depresi yang di tunjukan dengan perilakunya yang mengaku kepada orang umum seakan-akan dia menjadi anggota kepolisian.

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada 25 september 2015, kepada orang yang pernah mengikuti seleksi Kepolisian dan mengalami kegagalan, orang tersebut menganggap kegagalannya adalah kesalahan dari dirinya sendiri dan merasa kecewa karena tidak dapat lolos dalam seleksi kepolisian. Perasaan kecewa yang dialami oleh subjek masih dirasakan hingga saat ini. Setelah mengalami kegagalan subjek cenderung mencari pelampiasan atas kekecewaannya dengan merokok dan minum-minuman berakohol. Oleh karena itu di perlukannya sikap resiliensi pada remaja yang mengalami kegagalan didalam seleksi kepolisian.

(14)

individu untuk dapat bertahan, beradaptasi, dan bangkit dari keadaan yang menekan dalam hidupnya.

Berdasarkar teori yang dikemukakan oleh Reivich dan Shatte (2002) pengukuran resiliensi dapat menggunakan Resilience Question. Terdapat tujuh aspek dalam pengukuran resiliensi, yaitu a.) Aspek pertama Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah kondisi yang menekan. bahwa individu yang memiliki kemampuan untuk mengatur emosinya dengan baik dan memahami emosi orang lain akan memiliki self-esteem dan hubungan yang lebih baik dengan orang lain. Hal ini dikarenakan mengekspresikan emosi yang kita rasakan baik emosi positif maupun negatif merupakan hal yang konstruksif dan sehat, bahkan kemampuan untuk mengekspresikan emosi secara tepat merupakan bagian dari resiliensi. b.) Aspek kedua Pengendalian impuls adalah kemampuan Individu untuk mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri. c.) Aspek ketiga optimis adalah Individu yang resilien adalah individu yang optimis, jadi Optimisme adalah ketika kita melihat bahwa masa depan kita cemerlang. d.) Aspek keempat Causal Analysis merujuk pada kemampuan individu untuk mengidentifikasikan secara akurat

(15)

kemampuan berempati cenderung memiliki hubungan sosial yang positif. f.) Aspek keenam Self-Efficacy adalah hasil dari pemecahan masalah yang berhasil. Self-Efficacy merepresentasikan sebuah keyakinan bahwa kita mampu memecahkan masalah yang kita alami dan mencapai kesuksesan. g.) Aspek ketujuh Reaching out adalah Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, bahwa resiliensi lebih dari sekedar bagaimana seorang individu memiliki kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit dari keterpurukan, namun lebih dari itu resiliensi juga merupakan kemampuan individu meraih aspek positif dari kehidupan setelah kemalangan yang menimpa.

(16)

protektif berasal dari dua sumber yaitu internal dan eksternal. Faktor protektif internal meliputi self esteem dan self effcacy dimana adalah aset atau faktor protektif yang secara konstan muncul dalam pembahasan mengenai karakteristik siswa yang resilien dan meliputi kopetensi sosial, kemampuan memecahkan masalah, aktif dalam pembelajaran, otonomi dan kesadaran akan tujuan dan masa depan. Hal ini sering disebut juga sebagai kekuatan pribadi dan merupakan manifestasi dari resiliensi itu sendiri. Faktor-faktor ini dimiliki setiap individu dalam derajat yang berbeda-beda (Chavkin dan Gonzles, dalam Masdianah 2010). Sementara faktor eksternal adalah faktor yang mendukung timbulnya resiliensi individu dari luar diri mereka. Faktor protektif eksternal dapat dikelompokan kedalam tiga katagori yaitu keluarga, sekolah dan lingkungan sehari-hari.

Holaday Haddiningsih (2014) berpendapat individu yang memiliki resiliensi mampu untuk secara cepat kembali kepada kondisi sebelum trauma, terlihat kebal dari berbagai peristiwa-peristiwa kehidupan yang negatif, serta mampu beradaptasi terhadap stress yang ekstrim dan kesengsaraan. Newcomb Haddiningsih (2014) melihat resiliensi sebagai suatu mekanisme perlindungan yang memodifikasi respon individu terhadap situasi-situasi yang beresiko pada titik – titik kritis sepanjang kehidupan seseorang. Menurut Pratiwi (2011) dalam mengembangkan resiliensi, peran religiusitas juga penting, karena salah satu faktor internal yang mempengaruhi resiliensi seseorang adalah religiusitas.

(17)

dimiliki individu tinggi maka akan berpengaruh pula pada kemampuan resiliensinya sehingga akan terbentuk sikap- sikap positif, begitu juga sebaliknya religiusitas yang rendah akan mempengaruhi kemampuan resiliensi individu sehingga sikap-sikap yang terbentuk pada diri individu cenderung negatif Aisha (2014). Menurut Stark dan Glock (1986) religiusitas sebagai komitmen religius,yang dapat dilihat aktivitas atau perilaku individu yang bersangkutan dengan agama yang dianut. Ada beberapa dimensi yang mendukung religiusitas sendiri.

Menurut Kendler. Et al. (2003), dalam jurnal Dimension of Religiosity and Their Relationship to Lifetime Psychiatric and Substance Use Disorders, ada tujuh dimensi,

(18)

memaafkan kepada dunia. e.) Dimensi religiusitas God as judge, Dimensi ini menggambarkan kekuasaan yang dimiliki Tuhan. Mencerminkan persepsi Tuhan sebagai Penetap Takdir, juga menegaskan tentang takdir, serta hukum dan nilai-nilai dari Tuhan. f.) Dimensi religiusitas Unvengefulness, dalam dimensi ke eenam ini, menggambarkan perilaku individu yang tidak mendendam. Dimana dimensi religiusitas Unvengefulness mencerminkan suatu perilaku yang tidak menaruh rasa dendam

terhadap dunia. g.) Dimensi religiusitas thankfulness, dimensi yang terakhir ini adalah bagaimana individu menggambarkan rasa syukur (thankfulness). Dimensi ini merefleksikan perasaan berterimakasih, yang berlawanan dengan marah terhadap kehidupan dan Tuhan.

(19)

memilki religiusitas yang tinggi diharapkan akan selalu siap menghadapi masalah dan tantangan, karena mereka yakin bahwa dalam kesulitan apapun Tuhan akan selalu membantunya sehingga individu akan berfikir jernih dan optimis. Religiusitas juga mampu meningkatkan kompetensi-kompetensi pribadi seseorang seperti, optimisme, kemampuan beradaptasi, pengambilan keputusan Aisha, (2014).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayu (2012) menemukan adanya hubungan antara religiusitas dengan resiliensi pada ibu yang memiliki anak retardasi mental diperoleh hasil koefisien korelasi (r) 0,831 dengan P<0,05 yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara religiusitas dengan resiliensi pada ibu yang memilki anak retardasi mental. Hasil yang sama juga ditemukan oleh Pertiwi (2011) adanya hubungan dimensi religiusitas dan resiliensi pada residen narkoba di BNN lido diperoleh hasil yang signifikan. Hasil yang berbeda ditemukan dalam penelitian Lestari (2015) menunjukan tidak adanya hubungan antara religiusitas dengan resiliensi pada single parents. Hasil analisis menunjukan korelasi sebesar -0,058 dengan taraf signifikan sebesar 0,632 (p>0,05).

Penelitian ini ingin melihat “Apakah ada hubungan positif yang signifikan antara

Religiusitas dengan Resiliensi pada remaja yang gagal dalam seleksi Kepolisian di Surakarta.”

Hipotesis

(20)

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Menurut Azwar (2008), pada pendekatan penelitian kuantitatif, data penelitian hanya akan dapat diinterpretasikan dengan lebih objektif apabila diperoleh lewat suatu proses pengukuran

di samping valid dan reliabel, juga objektif.

Variabel-variabel yang akan dilibatkan dalam penelitiani adalah: a. Variabel terikat (Y) : Resiliensi

b. Variabel bebas (X) : Religiusitas

Populasi dan Sampel

Populasi adalah serumpun atau sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian. Penentuan populasi harus berpedoman pada tujuan dan permasalahan penelitian (Bungin, 2006). Purwanto (2008) juga berpendapat populasi adalah keseluruhan objek yang mempunyai satu karakteristik yang sama.

(21)

Tehnik Pengambilan Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang ditentukan dengan teknik tertentu sehingga mempunyai sifat yang sama dengan populasi (Purwanto 2008). Tehnik Sampling adalah merupakan tehnik pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Snowball Sampling. Snowball sampling merupakan salah satu metode dalam pengambilan sampel dari suatu populasi. Dimana snowball sampling ini adalah termasuk dalam teknik non-probability sampling yang pengambilan sampel dilakukan secara berantai.

Alat Ukur Penelitian

A. Skala Resiliensi

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala resiliensi. Skala resiliensi menggunakan skala Resilience Question yang dikemukakan oleh Reivich dan shatte (2002). Terdapat Tujuh aspek didalam pengukuran resiliensi yaitu a.) Regulasi Emosi, b.)Pengendalian Impuls, c.) Optimis , d.) Casual Analysis, e.) Empati f.) Self-Efficacy, g.) Reaching out. Skala Resilience Question menggunakan 5 poin skala likert dengan 1 menujukkan tidak sesuai sama sekali dan poin 5 menunjukan benar dan sesuai selalu setiap saat. Jumlah keseluruhan item pada skala Resilience Question berjumlah 56 aitem, dengan koefisien realibilitas sebesar 0,894.

B. Skala Religiusitas

(22)

aspek yaitu a.) general religiosity, b.) social religiosity, c.) involved God, d.) forgiveness/love, e.) God ad judge, f.) unvengefulness, dan g.) thankfulness. Skala Seven

Religiosity Dimensions menggunakan 5 poin skala likert dengan 1 menunjukan tidak sesuai sama sekali dan poin 5 menunjukan benar dan sesuai selalu setiap saat. Jumlah keseluruhan aitem pada skala Seven Religiosity Dimensions berjumlah 75 aitem, dengan koefesien realibilitas sebesar 0,98. Penguji validitas dan reliabilitas akan dilakukan lagi pada peneliti ini dengan menggunakan data yang

didapat dari sampel ketika pengambilan data dilakukan (try out terpakai).

Teknik Analisis Data

(23)

HASIL PENELITIAN

Analisa Deskriptif

Tabel 1

Statistik Deskriptif Skala Religiusitas Dan Resiliensi Pada Individu Yang Gagal Seleksi Kepolisian Di Surakarta

(24)

4. 115,2 ≤ x < 166,4 Rendah 0 0%

5. 64 ≤ x < 115,2 Sangat

Rendah 0 0%

Jumlah 45 100 %

x = skor Religiusitas

(25)

Berdasarkan tabel kategorisasi pengukuran skala Resiliensi diatas dapat dilihat bahwa 13 subjek yang memiliki skor Resiliensi yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 28,9%, 28 subjek memiliki skor Resiliensi yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 62,2 %, 4 subjek memiliki skor Resiliensi yang berada pada kategori sedang dengan persentase 8,9%. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 42 sampai dengan skor maksimum sebesar 210 dengan standard deviasi 24,670. Tabel 2 dan 3 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat Religiusitas pada kategori sangat sangat tinggi, sedangkan rata-rata Resiliensi pada remaja yang gagal dalam seleksi kepolisian berada pada kategori tinggi.

Uji asumsi

Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara religiusitas dan resiliensi pada individu yang gagal dalam seleksi kepolisian di Surakarta. Namun, sebelum dilakukan uji korelasi, peneliti harus melakukan uji asumsi terlebih dahulu untuk menentukan jenis statistik parametrik atau non parametrik yang akan digunakan untuk uji korelasi.

Uji Normalitas

(26)

Uji Linearitas

Dari hasil uji linearitas menunjukkan adanya hubungan linear antara Religiusitas dan Resiliensi pada remaja yang gagal dalam seleksi kepolisian dengan deviation from linearity sebesar 1,141 (p>0,05)

Uji Korelasi

Berdasarkan uji asumsi yang telah dilakukan, diketahui bahwa data yang diperoleh berdistribusi normal dan variabel-variabel penelitian linear, maka uji korelasi dilakuka dengan menggunakan statistik parametik. Uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Product moment dari Pearson, karena data normal dan linear.

Tabel 4

Hasil Uji Korelasi Antara Religiusitas Dan Resiliensi

Correlations

Religiusitas Resiliensi Religiusitas Pearson

Correlation

1 -.105

Sig. (1-tailed) .246

N 45 45

Resiliensi Pearson Correlation

-.105 1

Sig. (1-tailed) .246

(27)

Hasil dari uji korelasi menunjukkan tidak adanya korelasi yang signifikan antara Religiusitas dan resiliensi pada remaja yang gagal dalam seleksi kepolisian di Surakarta r = -0,105 dengan p = 0,246 maka p>0,05.

Pembahasan

Hasil uji korelasi pada penelitian ini menunjukkan skor (r= -0,105) dengan signifikansi sebesar 0,246 (p>0,05), yang berarti antara religiusitas dan resiliensi memiliki korelasi negatif yang sangat rendah dan tidak signifikan atau dapat dikatakan tidak ada korelasi antara religiusitas dan resiliensi pada individu yang gagal seleksi tes Kepolisian di Surakarta. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ayu (2012) dan pertiwi (2011) yang menghasilkan temuan bahwa terdapat hubungan antara religiusitas dengan resiliensi. di sisi lain hasil penemuan dari penelitian ini mendukung penelitian Soakokone (2015), Hutapea (2016) dan Lestari (2015) yang menghasilkan temuan bahwa tidak ada hubungan antara religiusitas dan resiliensi. Terdapat beberapa alasan yang dapat menjelaskan tidak adanya hubungan antara religiusitas dan resiliensi. Untuk dapat melihat lebih jelas mengenai penyebab tidak adanya hubungan antara religiusitas dan resiliensi maka dapat dilihat melalui hubungan antara aspek pada resiliensi. Tidak adanya hubungan antara religiusitas dan resiliensi mungkin dapat dikaji dari aspek resiliensi menurut Reivich dan Shatte (2002) yaitu : a) Regulasi emosi, b) Empati, c) Self-efficacy.

(28)

yang menyebabkan tinggi rendahnya regulasi emosi individu pada usia dewasa dini. Faktor-faktor yang dimaksudkan adalah usia, jenis kelamin, kepribadian, pola asuh, budaya, tujuan dilakukannya regulasi emosi (goal), frekuensi individu melakukan regulasi emosi (strategies), kemampuan individu dalam melakukan regulasi emosi (capabilities), perkembangan bahasa, nilai-nilai budaya (Gross, 2007; Anggreiny, 2014). Bahkan lebih lanjut Semplonius et al., (2014) dalam penelitiannya juga memberi bukti yang mendukung penelitian ini, bahwa aktivitas sosial (non-religiusitas) justru yang memiliki hubungan dengan regulasi emosi. Karena lebih lanjut menurutnya faktor inilah yang dapat menjadi dasar dalam memprediksi seseorang mampu meregulasi emosinya dengan baik pada usia dewasa dini, sehingga tidak menjadi masalah jika seseorang memiliki tingkat religiusitas (Praktik keagamaan) yang rendah karena hal ini tidak berhubungan sama sekali.

Aspek kedua dari resiliensi adalah empati. Duriez (2004) juga menghasilkan temuan bahwa tidak terdapat hubungan antara religiusitas dengan salah satu aspek resiliensi yaitu Empati dengan nilai signifikansi sebesar 0,16 (p>0,05). Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa empati menjadi dasar dari perilaku menolong dan sikap altruisme individu terhadap orang lain. Hal ini lebih berfokus pada bagaimana seseorang berproses pada esensi dari sebuah ajaran agama, daripada apa keyakinannya terhadap agama itu sendiri. Sehingga religiusitas dalam hal ini tidak menentukan apakah seseorang memiliki empati yang tinggi terhadap orang lain. Namun, bagaimana seseorang memaknai sebuah peristiwa tersebut sebagai bagian atau proses partisipatif kepada Tuhan.

(29)

antara religiusitas dengan salah satu aspek resiliensi yaitu self efficacy dengan skor (tau b(93)=.055, p=.457). Hasil penelitian yang dilakukan oleh McEntee mengungkapkan bahwa keyakinan diri seseorang dalam menyelesaikan suatu tugas tidak dipengaruhi oleh tingi rendahnya religiusitas orang tersebut. Efikasi diri seseorang lebih banyak dipengaruhi kemampuan penyelesaian masalah (problem solving), kemampuan mengelola stress (coping stress), dan pengalaman seseorang terkait dengan bidang yang ia kerjakan. Tingkat religiusitas mungkin sedikit memberikan pengaruh dalam mengangkat keyakinan bahwa seseorang memiliki kemampuan dalam dirinya untuk menyelesaikan sesuatu, namun sekali lagi hal tersebut tidak terlalu signifikan dalam meningkatkan efikasi diri seseorang.

(30)

sosial terdiri atas informasi yang menuntun orang meyakini bahwa ia diurus dan disayangi.

Banaag (2002), menyatakan bahwa resiliensi adalah suatu proses interaksi antara faktor individual dengan faktor lingkungan. Faktor individual ini berfungsi menahan perusakan diri sendiri dan melakukan kontruksi diri secara positif, sedangkan faktor lingkungan berfungsi untuk melindungi individu dan “melunakkan” kesulitan hidup

individu. Individu yang tetap mampu menjaga interaksi sosialnya dengan lingkungannya akan mampu membantu dirinya untuk memahami karakteristik dirinya sendiri dan orang lain. Ini membantu individu untuk mengetahui seberapa banyak waktu yang diperlukan untuk berkomunikasi, dan seberapa banyak ia dapat menangani berbagai macam situasi. Selain itu, individu yang resilien juga dapat menemukan seseorang untuk meminta bantuan, untuk menceritakan perasaan dan masalah, serta mencari cara untuk menyelesaikan masalah pribadi dan interpersonal. Hal tersebut didukung oleh pendapat ketiga subjek bahwa, mereka masih membutuhkan orang lain apabila mereka memiliki masalah.

KESIMPULAN

(31)

DAFTAR PUSTAKA

AGAMA. ( Skripsi ). Tidak diterbitkan. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Aisha, D.L. (2014). Hubungan antara Religiusitas dengan Resiliensi pada remaja di panti asuhan keluarga yatim Muhammadiyah Surakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta : Fakultas psikologi universitas muhamaddyah.

Anggreiny, N. (2014). Rational emotive behaviour therapy (REBT) untuk meningkatkan regulasi emosi pada remaja korban kekerasan seksual.Tesis (tidak diterbitkan). Universitas Sumatera Utara, Medan.

Ayu, R.A. (2012). Hubungan religiusitas dengan resiliensi pada ibu yang memilih anak retardasi mental. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga : Fakultas psikologi Universitas kristen Satya Wacana.

Banaag, C. G. 2002. Reiliency, street Children, and substance abuse prevention. Prevention Preventif, Nov. 2002, Vol 3

Bungin, B. (2010). Metodologi penelitian kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Dahria, M., Ishak, Yanti, F.Y. (t.t). Pendukung keputusan seleksi calon polri baru di Polda kota Medan menggunakan metode multifaktor evoluation process (MFEP). Jurnal Ilmiah Saintikom. 13, 83-95.

Desmita, (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Duriez. B. ( 2004). Are religious people nicer people?Taking a closer look at the religion–empathy relationship. Mental Health, Religion & Culture Volume 7, Number 3, 2004, 249–254.

Gross, J. (2007). Handbook of regulation emotion. New York: Guilford Press.

(32)

Hutapea, B. (2016). RELIGIOSITY AND RESILIENCE AMONG"UNDERCLASS" INTERNAL MIGRANT YOUNG MEN IN JAKARTA: A STUDY OF TWO DIFFERENT ETHNIC GROUPS. Proceeding of The International Conference on Psychology of Resilience 2011.

INDIVIDU PADA USIA DEWASA DINI YANG TIDAK MELAKUKAN PRAKTIK

Jati, C.k. (t.t). Resiliensi Remaja Yang Gagal Dalam Seleksi TNI/ POLRI.

Kendler, K.S., Liu, X.Q., Gardner, C.O., McCullough, M.E., Larson, D., & Prescott, C.A. (2003). Dimension of religiosity and their relationship to lifetime psychiatric and substance use disorder. Am J Psychiatry, 160, 496–503.

Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Tengah PABANRIM RESTAKA BRIG POL TA.2014. Berita Acara Rapat Kelulusan Hasil Pemerikasaan Administrasi Awal Penerimaan Brigadir Polisi TA.2014. Polresta Surakarta. Lestari, W. (2015). Hubungan antara Religiusitas dengan Resiliensi pada single parent.

(Skripsi). Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Masdianah. (2010). Hubungan antara resiliensi dengan prestasi belajar anak binaan yayasan smart ekseliensi Indonesia. (Skripsi).Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

McEntee. K. (2013). The Effects of Religiosity on Stress, Self-Efficacy and Autonomy Among College Students. Dublin: Department of Psychology DBS School of Arts.

Pertiwi. (2011). Dimensi Religiusitas dan Resiliensi pada residen Narkoba di BNN Lido. (Skripsi). Jakarta ; Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Purwanto. (2008). Metodologi peneltian kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor: 7 Essential Skills For Overcoming Life’s Inevitable Obstacles. Newyork: Broadway Book.

Reza, I.F. (2013). Hubungan antara Religiusitas dengan Moralitas pada remaja di Madrasah Aliyah (MA). (Skripsi).Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah.

(33)

Semplonius, T., Good, M., & Willoughby, T. (2014). Religious and Non-religious Activity Engagement as Assets in Promoting Social Ties Throughout University: The Role of Emotion Regulation. Journal of youth and adolescence, 1-15.

Soakokone, Y.A.T. (2015). HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN REGULASI EMOSI

Solopos.com. (2014). Pendaftaran Polisi 2014 masa pendaftaran tinggal 2 hari sudah

204.440 orang mendaftarkan diri.

http://www.solopos.com/2014/04/17/pendaftaran-polisi-2014-masa-pendaftaran- tinggal-2-hari-sudah-204-440-orang-mendaftarkan-diri-503096

Gambar

Tabel 1 Statistik Deskriptif  Skala Religiusitas Dan Resiliensi Pada Individu Yang Gagal
Tabel 3  Kriteria Skor Resiliensi
Tabel 4 Hasil Uji Korelasi Antara Religiusitas Dan Resiliensi

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui Kinerja Keuangan Bank Central Asia tentang tingkat kesehatan bank dengan pendekatan RGEC khususnya ditinjau dari Risk

Khusus karakter channel (CH) pada posisi Priority Indicator menunjukkan bahwa berita tersebut adalah Check, yang tidak mempunyai Address Indicator.Suatu berita Priority Indicator

pembuangan dan itu mengakibatkan dampak bagi lingkungan di sekitar tetapi sekarang banyak ditemukan cara atau solusi untuk menangani dampak-dampak yang dihasilkan oleh limbah,

Dalam rangka mendukung pencapaian prioritas nasional sebagaimana telah ditetapkan dalam visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang dijabarkan dalam RPJMN periode

Evaluasi ekonomi terhadap suatu pabrik bertujuan untuk mengetahui apakah pabrik yang dirancang memenuhi uji kelayakan atau tidak untuk didirikan.. Oleh karena itu pada

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan

Pengaruh Penambahan Air Kelapa dan Berbagai Konsentrasi Hormon 2,4-D pada Medium MS dalam Menginduksi Kalus Tanaman Anggur (Vitis vinera L.).. Pengaruh Pemberian Ion

DALAM USAHA MENGATISIPASI TERJADINYAKREDIT BERMASALAH (Studi Pada PT.. Bank Tabungan Negara(Persero) Tbk. Kantor