• Tidak ada hasil yang ditemukan

(1)153 MANAJEMEN RISIKO SYARIAH MENURUT FATWA MUI Oleh: Sri Rahmany, S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "(1)153 MANAJEMEN RISIKO SYARIAH MENURUT FATWA MUI Oleh: Sri Rahmany, S"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

153 MANAJEMEN RISIKO SYARIAH MENURUT FATWA MUI

Oleh: Sri Rahmany, S. EI Dosen STIE Syariah Bengkalis

ABSTRAK

Kajian manajemen risiko memang tengah naik daun. Lembaga keuangan termasuk bank Syariah, setidaknya telah mengakui bahwa mereka harus memperhatikan cara-cara untuk memitigasi risiko agar bisa tetap mempertahankan daya saing, pro_tabilitas, dan loyalitas nasabah. Oleh karena itu bank-bank tengah berselancar pada penerapan manajemen risiko yang merupakan proses berkesinambungan serta memakan banyak pikiran, tenaga, dan uang.

Risiko di dalam konteks bisnis bank dan lembaga keuangan lainnya, tidaklah selalu mewakili sesuatu hal yang buruk. Kenyataannya risiko bisa mengandung di dalamnya suatu peluang yang sangat besar bagi mereka yang mampu mengelolanya dengan baik. Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial baik yang dapat diperkirakan maupun yang tidak diperkirakan yang berdampak negative terhadap terhadap pendapatan dan permodalan bank. Dalam implementasi proses manajemen risiko, pada tahap awal bank harus secara tepat mengidenti_kasi risiko dengan cara mengenal dan memahami seluruh risiko yang sudah ada (inherent risks)11 maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru bank, termasuk risiko yang bersumber dari perusahaan terkait dan a_liasi lainnya

Aspek terpenting dalam penerapan manajemen risiko adalah kecukupan prosedur dan metodologi pengelolaan risiko, sehingga kegiatan usaha bank tetap dapat terkendali (manageable)12 pada batas yang dapat diterima serta menguntungkan bank. Namun demikian mengingat perbedaan kondisi pasar struktur, ukuran serta kompleksitas usaha bank, tidak ada satu sistem manajemen risiko yang universal untuk seluruh bank, sehingga setiap bank harus membangun sistem manajemen risiko sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen risiko pada bank.

Keywords: risiko, manajemen A. Latar Belakang

Kehadiran Bank Syariah memberikan wajah baru dalam dunia perbankan, yang menunjukkan bahwa konsep Islam bukan hanya sekadar amalan ritual semata, namun jauh dari itu. Islam mempunyai konsep yang cukup luas serta ajarannya yang cukup komplit mencakup seluruh aspek muamalat (ekonomi) yang menjadi bagian dalam setiap gerakan kehidupan manusia Bank, sebagaimana perusahaan yang lain yang menjalankan usaha dalam bentuk apapun, pasti akan di hadapkan dengan risiko. Risiko-risiko tersebut akan membawa dampak yang luas jika tidak dikelola dengan baik. Disinilah fungsi praktisi perbankan bisa memperkirakan dan menanggulangi semua risiko yang ada.

Manajemen risiko adalah mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan jalannya kegiatan usaha dengan tingkat risiko yang wajar secara terarah.

Risiko secara lebih luas bisa diartikan, kemungkinan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Tetapi risiko dari sisi yang lain, sebetulnya bisa menjadi pembuka peluang untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar Secara sederhana pengertian manajemen risiko adalah, pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko,

(2)

154 terutama risiko yang dihadapi oleh bank, perusahaan atau kelompok-kelompok lain.

substantif, manajemen risiko adalah, sebuah kegiatan untuk merencanakan, mengorganisir, menyusun, memimpin dan mengawasi proses penanggulangan risiko1.

Faktor internal disini adalah kejadian yang bersumber dari lembaga yang bersangkutan, seperti kesalahan sistem, kesalahan manusia, kesalahan prosedur dan lain- lain. Risiko semacam ini pada dasarnya bisa dicegah. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah kejadian yang bersumber dari luar yang tidak mungkin dapat dihindari oleh perbankan. Seperti, bencana alam, kerusuhan, perang, krisis ekonomi lokal, krisis ekonomi regional, krisis ekonomi global, hingga efek domino dari masalah ekonomi yang ada di sebuah negara2.

B. Tujuan

a. Untuk mengetahui penerapan manajemen risiko yang sesuai dengan Fatwa MUI.

b. Untuk mengetahui seberapa efisien pelaksanaan manajemen risiko yang telah diatur oleh BI dan .

c. Untuk mengetahui secara realnya penerapan sistem menajemen risiko terhadap pembiayaan dengan sistem bagi hasil, apakah sesuai dengan syariah Islam.

Berikut adalah tabel yang menunjukkan beberapa risk event yang terjadi pada industri keuangan yang mempunyai dampak fenomenal pada perbankan.

Tabel 1 (Risk Event)4

Tahun Risk Event 1986 Krisis hutang Amerika Latin 1987 Bursa saham global hancur 1989 Krisis pinjaman dan tabungan AS 1990 Kehancuran junk bond

1992 Krisis nilai tukar Eropa 1994 Krisis tingkat suku bunga AS 1995 Krisis hutang Amerika Latin 1997 Krisis nilai tukar Asia

1998 Krisis hedge fund, kredit dan default Rusia C. Klasifikasi dari Manajemen Risiko yang sesuai dengan PBI dan DSN

Manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perbankan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi, karena itu perlu lebih dahulu dipahami tentang konsep-konsep yang dapat memberikan makna, cakupan yang luas dalam rangka proses memahami manajemen risiko tersebut.

Konsep risiko timbul karena adanya ketidakpastian. Ketidakpastian inilah yang menyebabkan timbulnya risiko. Adapun Jenis-Jenis Risiko Perbankan Syariah diantaranya adalah:

1. Risiko Pembiayaan

Risiko pembiayaan adalah risiko yang disebabkan karena kegagalan nasabah dalam memenuhi kewajibannya atau disebut risiko kredit macet.5 Risiko pembiayaan muncul

1Adiwarman A Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, h. 225

2Soesno djojosoedarso, Prinsip-Prinsip Manajemen dan Asuransi, h. 4

(3)

155 karena bank dirugikan dengan tidak kembalinya modal pokok atau nisbah bagi hasilnya. Faktor penting penyebab risiko pembiayaan adalah terkait dengan produk- produk di dalam perbankan itu sendiri, misalnya pada produk yang berbasis Murabahah, Salam, Istisna dan Musyarokah.

Beberapa risiko yang terjadi pada pembiayaan, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor:6

a. Karakter jenis usaha yang bersangkutan, yang dapat berpengaruh pada tingkat penjualan dan harga jual barang/jasa.

b. Kondisi internal perusahaan nasabah, seperti manjamen, organisasi, pemasaran, teknis produksi yang dilakukan tidak secara professional sesuai standart pengelolaan yang disepakati antara nasabah dan bankTurunnya nilai jual kembali jaminan.

d. Kelalaian nasabah terhadap bisnis yang di biayai bank.

e. Pelanggaran ketentuan yang telah disepakati sehingga nasabah dalam menjalankan bisnisnya tidak lagi sesuai dengan kesepakatan.

f. Faktor negatif lainnya, misalnya terjadi pemogokan, tuntutan pihak lain atas jaminan, kondisi group usaha, permasalahan hukum dan sebagainya.

Dalam Peraturan Bank Indonesia Pasal 14 telah dijelaskan bahwa: Bank wajib memastikan pengamanan informasi dilaksanakan secara efektif dengan memperhatikan paling kurang hal-hal sebagai berikut:

1) Pengamanan informasi ditujukan agar informasi yang dikelola terjaga kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity) dan ketersediaannya (availability) secara efektif dan efisien dengan memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku;

2) Pengamanan informasi dilakukan terhadap aspek teknologi, sumber daya manusia dan proses dalam penggunaan Teknologi Informasi;

3) Pengamanan informasi mencakup pengelolaan aset bank yang terkait dengan informasi, kebijakan sumber daya manusia, pengamanan fisik, pengamanan akses, pengamanan operasional, dan aspek penggunaan Teknologi Informasi lainnya;

4) Adanya manajemen penanganan insiden dalam pengamanan informasi; dan

5) Pengamanan informasi diterapkan berdasarkan hasil penilaian terhadap risiko (risk assessment) pada informasi yang dimiliki Bank.

Pasal 15

1) Bank wajib melaksanakan sistem pengendalian intern secara efektif terhadap semua aspek penggunaan Teknologi Informasi.

2) Sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang mencakup:

a. Pengawasan oleh manajemen dan adanya budaya pengendalian;

b. Identifikasi dan penilaian risiko;

c. Kegiatan pengendalian dan pemisahan fungsi;. Sistem informasi, sistem akuntansi dan sistem komunikasi;

d. Kegiatan pemantauan dan koreksi penyimpangan, yang dilakukan oleh satuan kerja operasional, satuan kerja audit intern maupun pihak lainnya.

e. Sistem informasi, sistem akuntansi dan sistem komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d harus didukung oleh teknologi, sumber daya manusia dan struktur organisasi Bank yang memadai.

f. Kegiatan pemantauan dan tindakan koreksi penyimpangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e paling kurang meliputi:

a) Kegiatan pemantauan secara terus menerus;

b) Pelaksanaan fungsi audit intern yang efektif dan menyeluruh;

(4)

156 c) Perbaikan terhadap penyimpangan baik yang diidentifikasi oleh satuan kerja

operasional, satuan kerja audit intern maupun pihak lainnya.

Dalam fatwa DSN No: 37/DSN-MUI/X/2002 Tentang Pasar Uang : Ketentuan Umum Pasar Uang Antar bank Berdasarkan Prinsip Syariah

Pasar uang antar bank yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antar bank yang berdasarkan bunga.

Berdasarkan Firman Allah SWT, QS. al-Baqarah [2]: 278 Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”

Dalam ayat ini Allah secara tersirat menegaskan bahwa sesuatu yang mengandung riba itu haram hukumnya, Islam memberikan jalan untuk orang-orang yang melakukan berbagai transaksi, baik itu jual beli atau pun hal lain yang sejenis, asal akad yang digunakan tidak bertentangan dengan syara.

Dewan Pengawas Syariah (DPS) memiliki peran penting dan strategis dalam penerapan prinsip Syariah di perbankan Syariah. DPS bertanggung jawab untuk memastikan semua produk dan prosedur bank Syariah sesuai dengan prinsip Syariah. Karena pentingnya peran DPS tersebut, maka dua Undang-Undang di Indonesia mencantumkan keharusan adanya DPS tersebut di perusahaan Syariah dan lembaga perbankan Syariah, yaitu Undang- Undang UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dengan demikian secara yuridis, DPS di lembaga perbankan menduduki posisi yang kuat, karena keberadaannya sangat penting dan strategis3.

2. Risiko Pasar

Yang dimaksud dengan risiko pasar adalah risiko kerugian pada portofolio yang dimiliki oleh bank karena adanya pergerakan variable pasar berupa suku bunga dan nilai tukar.9 Risiko pasar ini mencakup tiga hal, yaitu:

a. Risiko tingkat suku bunga (interest rate risk)

Risiko tingkat bunga adalah risiko yang timbul sebagai akibat dari fluktuasi tingkat suku bunga. Meskipun bank syariah tidak menetapkan tingkat bunga, baik dari sisi pendanaan maupun dari sisi pembiayaan, tetapi bank syariah tidak akan dapat terlepas dari risiko tingkat bunga. Hal ini disebabkan pasar yang dijangkau oleh bank syariah tidak hanya untuk nasabah-nasabah yang loyal penuh terhadap syariah.

b. Risiko pertukaran uang (foreign exchange risk)

Risiko pertukaran mata uang adalah suatu konsekuensi sehubungan dengan pergerakan atau fluktuasi nilai tukar terhadap laba rugi bank. Meskipun aktifitas treasury syariah tidak terpengaruh oleh risiko kurs secara langsung karena adanya syarat tidak boleh melakukan transaksi yang bersifat spekulasi, tetapi bank syariah tidak akan dapat terlepas dari adanya posisi dalam valuta asing. Mengingat bank syariah tidak diperkenankan berspekulasi, maka posisi seperti forward, swap dan option tidak boleh dijalankan. Yang diperkenankan adalah transaksi tunai (spot).

3Lihat Undang-undang Nomer 40 tahun 2007 pasal 109 tentang Perseroan Terbatas:

a. Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah.

b. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli Syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.

c. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip Syariah.

(5)

157 c. Risiko likuiditas (liquidity risk)

Risiko likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajibannya segera dan atau pada saat jatuh tempo.

Dalam Peraturan Bank Indonesia Pasal 15 telah dijelaskan bahwa:10

1) Bank wajib melaksanakan sistem pengendalian intern secara efektif terhadap semua aspek penggunaan Teknologi Informasi.

2) Sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang mencakup:

a) Pengawasan oleh manajemen dan adanya budaya pengendalian;

b) Identifikasi dan penilaian risiko;

c) Kegiatan pengendalian dan pemisahan fungsi;

d) Sistem informasi, sistem akuntansi dan sistem komunikasi;

e) Kegiatan pemantauan dan koreksi penyimpangan, yang dilakukan oleh satuan kerja operasional, satuan kerja audit intern maupun pihak lainnya.

3) Sistem informasi, sistem akuntansi dan sistem komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d harus didukung oleh teknologi, sumber daya manusia dan struktur organisasi Bank yang memadai.

4) Kegiatan pemantauan dan tindakan koreksi penyimpangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e paling kurang meliputi:

a) Kegiatan pemantauan secara terus menerus;

b) Pelaksanaan fungsi audit intern yang efektif dan menyeluruh;

c) Perbaikan terhadap penyimpangan baik yang diidentifikasi oleh satuan kerja operasional, satuan kerja audit intern maupun pihak lainnya.

Dalam Fatwa DSN No: 37/DSN-MUI/X/2002 Tentang Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah:11

1. Pasar uang antar bank yang dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antar bank yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Menggunakan dasar

Firman Allah SWT , QS. al-Maidah [5]: 1

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman tunaikanlah akad-akad itu…”

Kata-kata akad disini adalah akad yang dibenarkan menurut syara. Begitu juga Hadis Nabi riwayat Muslim, al-Tirmizi, al-Nasai, Abu Daud, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah yang dengan lafad yang jelas bahwa dalam islam tidak dibenarkan segala bentuk penipuan.

Artinya:“Rasulullah SAW melarang jual beli yang mengandung gharar”.

3. Risiko Operasional

Risiko operasional adalah risiko antara lain disebabkan oleh ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal, prosedur, kontrol, sistim informasi, kesalahan manusiawi, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank yang bisa berakibat pada kerugian yang tidak diharapkan. Selain itu risiko operasional dapat diakibatkan juga karena:

a) Adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan bank atau adanya persepsi negatif terhadap bank.

b) Tidak dipatuhinya ketentuan-ketentuan yang ada, baik internal ataupun eksternal.

c) Adanya permasalahan dan Kurangnya exelent service yang diberikan kepada nasabah terhadap produk-produk yang disediakan.

d) Adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang kurang tepat

e) Adanya kelemahan aspek yuridis, seperti adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan (perjanjian), seperti

(6)

158 tidak dipenuhinya syarat keabsahan suatu kontrak atau pengikatan agunan yang tidak sempurna.

Dalam Peraturan Bank Indonesia Pasal 2 telah dijelaskan bahwa:12 Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif dalam penggunaan Teknologi Informasi.

a) Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat satu paling kurang mencakup:

b) Pengawasan aktif dewan Komisaris dan Direksi;

c) Kecukupan kebijakan dan prosedur penggunaan Teknologi Informasi;

d) Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko penggunaan Teknologi Informasi; dan

e) Sistem pengendalian intern atas penggunaan Teknologi Informasi.

Penerapan manajemen risiko harus dilakukan secara terintegrasi dalam setiap tahapan penggunaan Teknologi Informasi sejak proses perencanaan, pengadaan, pengembangan, operasional, pemeliharaan hingga penghentian dan penghapusan sumber daya Teknologi Informasi.

Pasal 12

Bank wajib mengidentifikasi dan memantau serta mengendalikan risiko yang terdapat pada aktivitas operasional Teknologi Informasi, pada jaringan komunikasi serta pada end user computing untuk memastikan efektifitas, efisiensi dan keamanan aktivitas tersebut antara lain dengan :

a) Menerapkan pengendalian fisik dan lingkungan terhadap fasilitas Pusat Data (Data Center) dan Disaster Recovery Center;

b) Menerapkan pengendalian hak akses secara memadai sesuai kewenangan yang ditetapkan;

Dalam Peraturan Bank Indonesia Pasal 15 telah dijelaskan bahwa:10

1) Bank wajib melaksanakan sistem pengendalian intern secara efektif terhadap semua aspek penggunaan Teknologi Informasi.

2) Sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang mencakup:

a. Pengawasan oleh manajemen dan adanya budaya pengendalian;

b. Identifikasi dan penilaian risiko;

c. Kegiatan pengendalian dan pemisahan fungsi;

d. Sistem informasi, sistem akuntansi dan sistem komunikasi; e)Kegiatan pemantauan dan koreksi penyimpangan, yang dilakukan oleh satuan kerja operasional, satuan kerja audit intern maupun pihak lainnya.

3) Sistem informasi, sistem akuntansi dan sistem komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d harus didukung oleh teknologi, sumber daya manusia dan struktur organisasi Bank yang memadai.

4) Kegiatan pemantauan dan tindakan koreksi penyimpangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e paling kurang meliputi:

a) Kegiatan pemantauan secara terus menerus;

b) Pelaksanaan fungsi audit intern yang efektif dan menyeluruh;

c) Perbaikan terhadap penyimpangan baik yang diidentifikasi oleh satuan kerja operasional, satuan kerja audit intern maupun pihak lainnya.

D. Strategi Pengawasan

(7)

159 Kata pengawasan dipakai sebagai arti harfiah dari kata controlling. Dengan demikian pengertian pengawasan meliputi segala kegiatan penelitian, pengamatan dan pengukuran terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan, penafsiran dan perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta, melakukan tindakan koreksi penyimpangan, dan perbandingan antara hasil (out put) yang dicapai dengan masukan (input) yang digunakan.

Mampu memprioritaskan pengawasan terhadap bank berdasarkan : a. Kondisi usaha

b. Perilaku pemilik/pengurus

c. Kemampuan pemilik/pengurus Menganalisa dan menanggapi laporan bank yang bersifat rutin dan non-rutin dengan menetapkan indikator-indikator guna mempermudah pengawasan:

d. Mengamati setiap pos laporan yang disampaikan beserta kewajaran dan perubahannya.

e. Melihat target dan upaya pencapaian target tsb f. Menganalisa permasalahan yang dihadapi bank Aspek Dasar Keuangan dan Pengawasan

1) Power to License

a) Penilaian ahlak dan moral calon pemilik/pengurus b) Kemampuan penyediaan modal

c) Kesungguhan calon pengurus/pemilik melakukan kegiatan perbankan 2) Power to Regulate

Merumuskan ketentuan dan peraturan untuk terciptanya perbankan yang sehat 3) Power to Control

Melakukan pengawasan terhadap bnk dalam batasan wewenang yang jelas 4) Power to Impose Sanction

Kewenangan memberikan sanksi atas pelanggaran ketentuan E. Pembagian Manajemen Risiko

Tipe Pertama dan yang lebih tradisional merupakan risiko yang sulit dikendalikan manajemen perusahaan, seperti risiko kebakaran akibat arus listrik dan penipuan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Perusahaan biasanya melindungi dirinya, misalnya, dengan cara membeli asuransi.

Tipe Kedua adalah risiko yang dapat dikendalikan oleh manajemen perusahaan.

Risiko ini dapat terjadi misalnya pada saat perusahaan membangun pabrik baru, meluncurkan produk baru atau membeli saham dan perusahaan lain. Jika salah memprediksi, perusahaan tersebut akan menderita kerugian.Untuk mengidentifikasi setiap bentuk kerugian maka, harus bisa mengidentifikasi Hazard adalah mempertimbangkan semua aspek dari situasi saat ini dan yang akan datang, lingkungan dan masalah yang secara historis sudah diketahui. Dalam mengidentifikasi hazard, pengalaman tidak dapat terlalu diandalkan. Oleh karena itu identifikasi ini merupakan alat paling efektif yang tersedia. Pengidentifikasian hazard harus didekati secara bersama karena tidak seorang pun yang dapat melakukannya sendiri dengan sukses. Semboyannya : “Pikirkanlah kesalahan yang dapat terjadi, sekecil apa pun kemungkinannya”.

(8)

160 Berdasarkan hasil identifikasi hazard, tahap berikutnya adalah menganalisis risiko yang terkait, bagaimana dan seberapa besar kemungkinannya. Kesuksesan tahap ini tergantung pada kualitas analisis risiko dan biaya.

1. Apa hasil terbaik ?

2. Apa hasil yang paling mungkin ?

3. Bagaimana kemungkinannya masing-masing ?4

Ketiga pertanyaan tersebut masing-masing harus mendapat perhatian yang cukup.

Analisis dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif, tergantung pada situasi (waktu, biaya dan kapabilitas).

Konsep penting lainnya adalah interaksi. Interaksi terjadi bila dua buah hazard atau lebih terjadi sekaligus. Misalnya, situasi lemahnya pengawasan internal terjadi pada ketidakjujuran yang terjadi dalam suatu lingkungan. Pengalaman dan pikiran jernih merupakan jalan terbaik untuk menaksir interaksi secara konsisten.

Supaya setiap risiko bisa diatasi maka harus dilaksanakan pengawasan risiko sebagai berikut

a. Membangun Pengawasan Risiko : kadar pengawasan yang harus dibangun untuk mengeliminasi hazard dan mengurangi risiko. Begitu pengawasan risiko dibangun, maka risiko dievaluasi sampai ia dapat dikurangi hingga ke tingkat dimana manfaatnya lebih banyak dari pada biaya potensial.

b. Mengidentifikasi Pengawasan Risiko : pembangunan pengawasan risiko diawali dengan pengambilan tingkat risiko yang ditentukan sebelumnya, dan mengidentifikasi sebanyak mungkin pilihan pengawasan risiko yang mungkin diambil bagi semua hazard yang melampaui tingkat risiko yang bisa diterima.

c. Menentukan Efektifitas Risiko : setelah identifikasi pilihan pengawasan risiko, proses berikutnya adalah menentukan efek dari setiap pengawasan yang berkaitan dengan hazard.

Memilih Pengawasan Risiko : pengawasan terbaik adalah yang konsisten dengan tujuan operasional dan penggunaan sumber daya yang tersedia secara optimal.

Setiap keputusan pengelolaan risiko harus dibuat secara dini dalam tahap penyusunan perencanaan. Hal ini lebih mudah diintegrasikan dalam suatu operasi dari pada mencoba menyelipkannya pada tahap akhir. Keputusan yang demikian dibuat setelah menganalisis secara hati-hati semua aspek operasi. Proses tersebut harus logis melalui konsultasi dengan semua unsur atau pihak yang relevan. Pada dasarnya tahap ini harus dilakukan oleh kelompok manajemen senior yang bertanggungjawab atas strategi pengelolaan risiko.

Sistem pengendalian manajemen mempunyai unsur-unsur : a. Detektor

b. Selektor c. Efektor d. Komunikator5

4Zainal Arifin. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, 2006, Edisi Revisi, Cetakan II, Pustaka Alvabet, Jakarta, h. 230.

(9)

161 Unsur-unsur Sistem Pengendalian Manajemen di atas satu sama lain saling berhubungan dan membentuk suatu proses kerja. Di bawah ini digambarkan proses kerja Sistem Pengendalian Manajemen.

Gambar II-1 Proses Pengendalian Manajemen

Sumber : Edi Sukarno, Sistem Pengendalian Manajemen Suatu Pendekatan Praktis, Edisi Revisi, Cetakan I, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000, h. 3.

Dari gambar pengendalian manajemen tersebut terlihat bahwa proses awal ketika detector mencari informasi tentang aktivitas. Detektor ini dapat berupa informasi, baik formal maupun informal yang menyediakan informasi kepada pimpinan mengenai apa yang terjadi di dalam suatu aktivitas.

Setelah informasi diperoleh, aktivitas yang terekam di dalamnya dibandingkan dengan standar atau petokan berupa kriteria mengenai apa yang seharusnya dilaksanakan dan seberapa jauh perlunya pembenaran.

Proses perbaikan dilaksanakan oleh efektor, sehingga penyimpangan-penyimpangan diubah agar kegiatan kembali mengikuti kriteria yang telah diterapkan. Begitulah proses pengendalian manajemen, dinamis dan berkelanjutan.

Kerangka manajemen risiko merupakan dasar dari setiap pengawasan yang dilaksanakan diantaranya6 :

5 Edy Sukarno, 2000, Sistem Pengendalian Manajemen Suatu Pendekatan Praktis, Edisi Revisi, Cetakan I, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 3.

6http://www.pembiayaansyariah.co.id, 05 Juli 2007

2. Perbandingan dengan Standar (Selektor) Perangkat

Pengendalian

3. Pengubahan prilaku jika terjadi penyimpangan (Efektor) 1. Informasi mengenai

apa yang terjadi (detector)

Obyek Pengendalian

(10)

162 a. Identifikasi risiko dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap karakteristik risiko

yang melekat pada aktivitas fungsional, risiko terhadap produk dan kegiatan usaha.

b. Pengukuran risiko dilaksanakan dengan melakukan evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko, penyempurnaan terhadap sistem pengukuran risiko terhadap perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi dan factor risiko yang bersifat material.

Pemantauan risiko dilaksanakan dengan malakukan evaluasi terhadap eksposure risiko penyempurnaan prosses pelaporan terhadap perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi, faktor risiko, teknologi informasi dan sistem informasi manajemen yang bersifat materil pelaksanaan proses pengendalian risiko, digunakan untuk mengelola risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha

Gambar II-2. Struktur Untuk Mengatur Risiko

Sumber : Husein Umar, Manajemen Risiko Bisnis, Edisi II, Cetakan II, Gramedia, Jakarta, 2001, h. 12

Perusahaan harus mampu mengidentifikasi risiko, menetapkan kebijaksanaan, mengambil tindakan, dan memantau risiko, seperti yang diperlihatkan oleh bagan tersebut, ia merupakan proses yang berlangsung terus-menerus. Jika digunakan dengan wajar, manajemen risiko dapat membantu perusahaan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan perusahaan. Manajemen risiko dapat membantu perusahaan untuk mengatur kembali dirinya sendiri dan membuatnya menjadi lebih kompetitif. Manajemen risiko merupakan suatu alat yang dapat membuat perusahaan atau bank menjadi kuat.

Pengawasan kegiatan ekonomi pada lingkungan ekonomi Islam, disamping adanya pengawasan syariat yang dilaksanakan oleh kekuasaan umum, ada pula pengawasan yang lebih ketat dan aktif, yakni pengawasan dari hati nurani yang terbina atas kepercayaan adanya Allah dan perhitungan hari akhir. Hati nurani ini adalah hasil bumi Islam, hasil iklim Islam

Mengidentifikasi dan menaksir risiko

Memonitor Risiko Menetapkan

kebijakan

Melaksanakan kebijakan dan mengatur risiko

Memperkenalkan dan menguji rencana jika

terjadi hal yang tak terduga

(11)

163 dan hasil pendidikan Islam yang dijiwai dengan kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, sebagaimana disebutkan dalan hadist:

1. “Dan Allah ada bersamamu dimana saja kamu berada“

2. “Sesungguhnya bagi Allah tidak ada sesuatupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit“

3. “Dia (Allah) mengatahui mata yang berkhianat dan apa yang tersembunyi dalam dada“

4. tatkala Rasulullah itu di tanya tentang maksud berbuat baik, beliau bersabda:

“(berbuat baik itu) engkau sembah Allah seolah olah engkau melihat Dia. Jika engkau tida melihat Nya maka Dia sesungguhnya melihatmu“.

Dalam Islam, konsep dasar manajemen risiko sudah dituliskan dalam Al-Quran sekitar 14 abad yang lalu. Salah satu cerita yang sangat indah dalam Al-Quran adalah mengenai Yusuf a.s. yang dalam satu bagiannya diperkenalkan bagaimana caranya mengelola risiko.

Allah SWT memperkenalkannya sendiri dengan firman dalam surat Yusuf



































Artinya : Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang tidak mengetahui.

Praktik manajemen risiko cemerlang lainnya juga dilakukan dalam perjalanan ke Madinah. Dari pada menempuh jalan yang paling singkat menuju Madinah yang terletak di arah utara dari Mekkah, seperti yang diperkirakan oleh para musyrikin, Nabi dan mengarah ke Yaman. Beberapa riwayat juga menyebutkan Nabi berjalan dengan ujung jari kaki (jinjit) agar tidak meninggalkan jejak kaki. Kisah ini memperkuat pesan bahwa bahkan Nabi sendiri perlu bertindak untuk memperkecil risiko, meskipun beliau yakin Allah akan selalu menolong.7

Pelajaran penting yang dapat dipetik dari kedua cerita di atas tentang Nabi Yusuf a.s.

dan Nabi Muahammad saw. Islam tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip manajemen risiko, sepanjang praktek tersebut tidak mengandung unsur gharar (ketidakpastian), maisir (perjudian), riba (bunga), dan dzulum (ketidakadilan terhadap sesama).

Karakterisitik pengelolaan risiko yang baik meliputi beberapa elemen, yaitu:

1. Memahami bisnis perusahaan. Hal ini merupakan salah satu kunci keberhasilan manajemen risiko perusahaan. Pemahaman mendalam terhadap bisnis perusahaan dan keunikannya akan menghasilkan pelaksanaan manajemen risiko yang berbeda antar perusahaan.

2. Formal dan terintegrasi. Elemen ini merupakan upaya khusus yang didukung oleh organisasi dan manajemen puncak. Manajemen risiko formal meliputi tiga hal, yaitu infrastruktur keras seperti ruang kerja, struktur organisasi, komputer, model statistik dan

7Muhaimin Iqbal, 2006, Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik, Edisi I, Cetakan I, Gema Insani, Jakarta, h. 18

(12)

164 sebagainya. Kedua adalah infrastruktur lunak seperti budaya kehati – hatian, dan organisasi yang responsif terhadap risiko. Ketiga adalah proses manajemen risiko itu sendiri yang meliputi indentifikasi, pengukuran dan pengelolaan risiko. Setelah itu kemudian ketiga hal tersebut diintegrasikan dalam perusahaan.

3. Mengembangkan infrastruktur risiko. Pembentukan sebuah komite manajemen risiko adalah salah satu contoh dari alat yang akan digunakan untuk mengembangkan infrastruktur risiko yang telah ada.

4. Menetapkan mekanisme kontrol. Manajemen risiko yang baik mempunyai sistem pengendalian yang baik pula. Mekanisme saling kontrol akan selalu tercipta. Dengan menggunakan mekanisme tersebut, tidak ada orang yang mempunyai kekuasaan yang berlebihan untuk mengambil risiko atas nama perusahaan.

5. Menetapkan batas (limits). Penentuan batas merupakan bagian integral dari manajemen risiko. Manajer harus diberitahu kapan bisa/harus jalan dan kaapn harus berhenti.

Keputusan bisnis bisa diumpamakan sebagai gas, sedangkan manajemen risiko bisa diumpamakan sebagai rem. Jika manajemen risiko tidak berfungsi berarti perusahaan bisa diumpamakan mobil yang melaju kencang tanpa rem.

6. Fokus pada aliran kas. Manajemen risiko yang baik harus selalu fokus pada aliran kas.

Pengawasan terhadap aliran kas ini harus memadai, sehingga mengurangi risiko kas yang mengalir ke tempat yang tidak semestinya.

7. Sistem insentif yang tepat. Hal ini akan membuat seseorang berperilaku tertentu. People respond to incentives.

8. Mengembangkan budaya sadar risiko. Budaya ini dapat diciptakan melalui cara – cara antara lain dengan menetapkan suasana keseluruhan yang kondusif untuk perilaku hati – hati, menetapkan prinsip – prinsip manajemen risiko yang mampu mengarahkan budaya organisasi, mendorong komunikasi yang terbuka, memberikan program pelatihan dan pengembangan, dan mendorong perilaku yang mendukung manajemen risiko.

Dengan demikian, ketika manusia melaksanakan pengelolaan risiko dengan baik dan sempurna, berarti manusia telah berusaha menjaga harta kekayaan Tuhan yang dibebankan kepada manusia. Dengan mendasarkan diri pada prinsip inilah kemudian dalam tataran lahiriah aplikasi dilaksanakan dengan mengelola risiko baik risiko murni maupun risiko spekulatif. Dan sejatinya ketika manusia telah melakukan pengelolaan risiko ini dengan baik maka dia telah memperoleh hidayah jalan yang lurus dengan adanya pemahaman dalam jiwanya mengenai arti penting pengelolaan risiko dengan baik.

Manusia ini tentunya akan mempertimbangkan bahwa di masa kehidupan setelah mati nantinya akan mempertanggungjawabkan segala apa yang telah diperbuatnya terhadap harta kekayaan yang telah Allah berikan kepada mereka. Meskipun ketika seorang manusia gagal mengelola risiko kemudian menemui kerugian, tidak dengan sendirinya mengurangi harta kekayaan Allah. Kerugian itu kemudian hanya akan menimpa orang yang gagal mengelola risiko saja. Tidak berdampak apapun terhadap kekayaan Tuhan. Yang terjadi kemudian hanyalah perpindahan kekayaan dari orang satu kepada orang lainnya saja.

Kegagalan mengelola risiko ataupun keberhasilannya tidak berdampak apapun terhadap kekayaan Tuhan. Kegagalan dan keberhasilan hanya berdampak langsung kepada manusia itu sendiri. Kegagalan mengelola risiko juga hanyalah akibat kesalahan manusia sendiri. Bukan kemudian menjadi kesalahan Tuhan, meski Tuhan mempunyai kehendak atas apapun yang terjadi pada diri manusia. Manajemen risiko bagi umat Islam adalah suatu hal yang penting untuk dilaksanakan. Manajemen risiko yang baik mengindikasikan bahwa manusia berusaha menjaga amanah Tuhan atas harta kekayaan. Kegagalan mengelola risiko tidak kemudian membawa kerugian bagi Allah, tetapi hanya akan berdampak kepada manusia

(13)

165 yang telah gagal dalam mengelola risiko tersebut. Kerugian yang dialami manusia akibat kegagalan mengelola risiko tidak berdampak apapun terhadap jumlah kekayaan Tuhan atas langit dan bumi ini. Kerugian yang diderita manusia yang gagal mengelola risiko hanya akan memindahkan amanat kekayaan kepada orang lain yang lebih baik dalam mengelola risiko.

Dengan pemahaman atas pengelolaan risiko yang baik, akan berdampak pada kemampuan manusia menemukan Tuhan. Sebagaimana metodologi Ibrahim dalam memahami penemuan akan Tuhannya yang melalui proses yang panjang dengan penalaran yang benar.

Daftar Pustaka

Antonio, Syafii, Muhammad. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press, Jakarta, 2001

Chapra, Umer. Islam dan Pembangunan ekonomi, Edisi I, Cetakan I, Gema Insani, Jakarta, 2000.

Djojosoedarso, Soeisno. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Asuransi, Edisi Revisi, Cetakan I, Salemba Empat, Jakarta, 2003.

Hartono Mardjono, 2000, Petunjuk Praktis Menjalankan Syariat Islam Dalam Bermualah yang Sah Menurut Hukum Nasional, Studia Press, Jakarta.

H. Kara, Muslim, 2005, Bank Syariah di Indonesia Analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia Tentang Perbankan Syariah, UII Press, Yogyakarta.

Iqbal, Muhaimin. Asuransi Umum Syariah Dalam Praktek, Edisi I, Cetakan I, Gema Insani, Jakarta, 2005.

Lubis, Ibrahim. Pengendalian dan Pengawasan Proyek Manajemen, Edisi VI, Cetakan II, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000.

Muhammad, 2000, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, UII Press, Yogyakarta Patrik, Purwahid, 1994, Dasar dasar Hukum Perikatan (Perikatan yang lahir dari Perjanjian

dan dari Undang Undang), Mandar Maju, Bandung

Sudarsono, Heri. Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi II, Cetakan II, Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta,2003.

Sukarno, Edy. Sistem Pengendalian Manajemen Suatu Pendekatan Praktis, Edisi Revisi, Cetakan I, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000.

Sutanta, Edhy. Sistem Informasi Manajemen, Edisi I, Cetakan I, Graha Ilmu, Jakarta, 2003.

Tampubolon, Robert. Risk Management (Manajemen Risiko Pendekatan Kualitatif Untuk Bank Komersial, Edisi I, Cetakan I, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2004.

Tunggal, Widjaja, Amin. Manajemen Suatu Pengantar, Edisi I, Cetakan I, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2002.

Umar, Husein. Manajemen Resiko Bisnis, Edisi II, Cetakan II, Gramedia, Jakarta, 2001.

Referensi

Dokumen terkait

Observasi langsung menu rut Adimihalja dan Hikmat (2004), merupakan metode perolehan informasi yang mengandalkan pengamatan langsung di lapangan, baik menyangkut objek,

Di samping itu, Islam juga tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan kerja dan meraih prestasi yang setinggi-tingginya pada bidang-bidang

Fatwa-fatwa DSN-MUI bersifat mengikat bank Syariah karena UU Perbankan Syariah mengharuskan bank Syariah mengikuti prinsip-prinsip Syariah yang difatwakan oleh

Pengujian dilakukan untuk 2 kuisoner yaitu kuisioner kerangka kerja pengendalian biaya dan kuisioner cost control function breakdown structure. Kuisioner Kerangka

Di dalam kasus ahli waris pengganti di desa Kalisoka, peneliti menyimpulkan bahwa pembagian harta ahli waris pengganti tidak sesuai dengan pembagian yang ada di

Dengan mempertimbangkan seluruh karakter yang dipelajari maka secara berturut-turut Arjuna, Pena Boto, DT-6, Lokal Lendang Ree, Lokal Rempek, dan Lokal Tumbu adalah genotipe

Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa: (a) Kegiatan sosialisasi oleh TPMPS disetiap sekolah model terhadap warga sekolah sudah

Terminal bus ini berada pada pusat kota kabupaten yang perencanaannya telah dari dulu disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Landak dan hingga saat ini