• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA TULIS ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "KARYA TULIS ILMIAH"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS TUBERCULOSIS PARU

DI RUANG MELATI RSUD BANGIL

Oleh:

WAHYU PRASETIO NIM : 1601031

PROGRAM DIII KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN KERTA CENDEKIA SIDOARJO

2019

(2)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS TUBERCULOSIS PARU DI

RUANG MELATI RSUD BANGIL

Oleh:

WAHYU PRASETIO NIM : 1601031

PROGRAM DIII KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN KERTA CENDEKIA SIDOARJO

2019

i

(3)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS TUBERCULOSIS PARU DI

RUANG MELATI RSUD BANGIL

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep)

Di Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo

Oleh:

WAHYU PRASETIO NIM. 1601031

PROGRAM DIII KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN KERTA CENDEKIA SIDOARJO

2019

ii

(4)

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Wahyu Prasetio

NIM : 1601031

Tempat, Tanggal Lahir : Surabaya, 17 Juni 1998

Institusi : Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo

Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah berjudul: “ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIAGNOSA MEDIS

Paru)

DI RUANG MELATI RSUD BANGIL PASURUAN” adalah bukan Karya Tulis Ilmiah orang lain baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan sumbernya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi.

Sidoarjo, 24 Mei 2019 Yang Menyatakan,

Wahyu Prasetio

Mengetahui,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Meli Diana, S.Kep.Ns., M.Kes Dini Prastyo Wijayanti S.Kep.,Ns., M.Kep

NIDN. 0724098402 NPP. 89060022

iii

TB PARU (Tuberculosis

(5)

Nama : Wahyu Prasetio

Judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis TB Paru Di Ruang Melati Rsud Bangil – Pasuruan

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah pada tanggal : 25 Juni 2019

Oleh :

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Meli Diana, S.Kep.Ns., M.Kes Dini Prastyo Wijayanti S.Kep.,Ns., M.Kep

NIDN. 0724098402 NPP. 89060022

Mengetahui, Direktur

Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo

Agus Sulistyowati, S.Kep,M.Kes NIDN. 0703087801

iv

(6)

Telah diuji dan disetujui oleh Tim Penguji pada sidang di Program D3 Keperawatan di Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo.

Tanggal: 25 Juni 2019 TIM PENGUJI

Tanda Tangan Ketua : Agus Sulistyowati, S. Kep., M. Kes ...

Anggota : 1. Dini Prastyo Wijayanti S.Kep.,Ns., M.Kep ...

2. Meli Diana S.kep.,Ns., M.Kes ...

Mengetahui Direktur

Akademi Keperawatan Kerta Cendekia

Agus Sulistyowati, S. Kep., M. Kes NIDN. 0703087801

v

(7)

MOTTO

vi

(8)

Lembar Persembahan

Syukur alhamdulillah saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga tugas akhir ini bisa selesai dengan baik.

Tugas akhir ini saya persembahkan kepada :

Bapak, Ibuk, Adik dan kedua mertua saya serta seluruh anggota keluarga saya yang telah memberikan segalanya buat saya, do’a, dukungan, dan kesabaran.

Terima kasih atas segalanya yang kalian berikan semoga saya dapat membahagiakan kalian.

Untuk Istri dan Anakku tercinta Immas Lailatul Faizah dan Azzahra Bilqis Putri Prasetio, terima kasih sudah menjadi salah satu motivasi dan semangat saya untuk tetap fokus membagi kewajiban saya dalam mengerjakan KTI.

Untuk bapak dan ibu dosen terutama ibu Agus Sulistyowati, S.Kep, M.Kes, Ibu Meli Diana S.Kep.,Ns., M.Kes, dan ibu Dini Prastyo Wijayanti S.Kep.,Ns., M.Kep, terima kasih banyak atas bimbingan dan ilmu yang sudah di berikan selama ini tanpa ibu semua ini tidak akan berarti.

Untuk teman seperjuanganku dan teman-teman yang tidak bisa aku sebutkan satu- persatu disini, terimakasih untuk kebersamaan kita selama ini, meskipun banyak persoalan, ada tawa dan ada tangis semua adalah proses pendewasaan semoga tali persaudaraan selalu terjaga dan dapat meraih sukses bersama-sama.. Aamiin..

vii

(9)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Diagnosa Medis Tuberculosis Paru di Ruang Melati RSUD Bangil” ini dengan tepat waktu sebagai persyaratan akademik dalam menyelesaikan Program D3 Keperawatan di Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo.

Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

2. Untuk Orangtua Bapak Subagio dan Ibu Heny Susi Mariyati dan juga adikku Fahrizal Dwi S yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini dari awal hingga akhir.

3. Agus Sulistyowati, S. Kep., M. Kes selaku Direktur Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo yang telah mengesahkan.

4. Meli Diana S.Kep.,Ns., M.Kes selaku pembimbing I yang selalu bijaksana memberikan bimbingan, mencurahkan perhatian, doa, dan nasehat serta yang selalu meluangkan waktunya untuk membantu penulis menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Dini Prastyo Wijayanti S.Kep.,Ns., M.Kep selaku pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan, nasehat serta waktunya selama penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Direktur RSUD BANGIL yang telah membantu dan memberikan izin kepada penulis dalam melakukan penelitian.

7. Para sahabat yang telah mendukung untuk terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini tepat waktu, teman-teman seperjuangan yang telah menemani

viii

(10)

Cendekia Sidoarjo.

8. Pihak-pihak yang turut berjasa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis sadar bahwa Karya Tulis Ilmiah ini belum mencapai kesempurnaan, sebagai bekal perbaikan, penulis akan berterima kasih apabila para pembaca berkenan memberikan masukan, baik dalam bentuk kritikan maupun saran demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis berharap Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi keperawatan.

Sidoarjo, 25 Juni 2019

Penulis

ix

(11)

Sampul Depan ... i

Surat Pernyataan ... ii

Lembar Persetujuan Proposal ... iii

Halaman Pengesahan... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Gambar ... viii

BAB 1 Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat ... 4

1.5 Metode Penulisan ... 5

1.5.1 Metode ... 5

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 5

1.5.3 Sumber Data ... 6

1.5.4 Studi Kepustakaan ... 6

1.6 Sistematika Penulisan ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Konsep Penyakit ... 8

2.1.1 Definisi Hernia ... 8

2.1.2 Etiologi ... 8

2.1.3 Manifestasi Klinis ... 12

2.1.4 Komplikasi ... 12

2.1.5 Patofisiologi ... 13

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang ... 14

2.1.7 Penatalaksanaan ... 14

2.1.8 Pengobatan... 17

2.1.9 Dampak Masalah ... 16

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan ... 18

2.2.1 Pengkajian ... 18

2.2.2 Diagnosa Keperawatan ... 22

2.2.3 Intervensi Keperawatan ... 23

2.2.4 Implementasi Keperawatan ... 34

2.2.5 Evaluasi Keperawatan ... 36

2.3 Pathway ... 38

BAB 3 TINJAUAN KASUS... 39

3.1 Asuhan Keperawatan ... 38

3.1.1 Pengkajian ... 39

3.1.2 Riwayat Kesehatan ... 39

3.1.3 Status Cairan dan Nutrisi ... 40

3.1.4 Genogram ... 41

3.1.5 Pemeriksaan Fisik ... 41

3.1.6 Data Psikososial ... 44

3.1.7 Data Spiritual ... 45

3.1.8 Data Penunjang ... 45 x

(12)

3.2.1 Analisa Data ... ... 47

3.2.2 Diagnosa Masalah Keperawatan ... . 49

3.2.3 Daftar Diagnosa Prioritas ... 49

3.2.4 Rencana Tindakan ... 50

3.2.5 Implementasi Keperawatan ... 53

3.2.6 Catatan Perkembangan ... 58

3.2.7 Evaluasi Keperawatan ... 60

BAB 4 PEMBAHASAN ... 63

4.1 Pengkajian ... 63

4.2 Diagnosa Keperawatan ... 69

4.4 Rencana Tindakan Keperawatan ... 69

4.5 Penatalaksanaan ... 71

4.6 Evaluasi ... 72

BAB 5 PENUTUP ... 74

5.1 Simpulan ... 74

5.2 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN ... 86

xi

(13)

DAFTAR TABEL

No.Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel 3.1 Hasil Laboratorium ... 45

Tabel 3.2.1 Analisa Data ... 47

Tabel 3.2.2 Rencana Tindakan Keperawatan ... 50

Tabel 3.2.3 Implementasi Tindakan Keperawatan... 53

Tabel 3.2.4 Catatan Perkembangan ... 53

Tabel 3.2.5 Evaluasi... 60

xii

(14)

No Gambar Judul Gambar Hal

Gambar 2.6 Kerangka Masalah ... 38 Gambar 3.1.4 Genogram ... 41

xiii

(15)

No Lampiran Judul Lampiran Hal

Lampiran1 Surat Pendahuluan dan Persetujuan ... 79

Lampiran 2 Surat Permohonan Studi Penelitian ... 80

Lampiran 3 Informed Consent ... 81

Lampiran 4 Lembar Konsultasi Pasca Proposal ... 82

xiv

(16)

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tuberkulosis paru (TB Paru) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulose yang menyerang organ paru-paru sehingga pada bagian dalam alveolus terdapat bintil-bintil atau peradangan pada dinding alveolus akan mengecil (Nugroho 2014).

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Microbacterium tuberkulose. Sebagian besar infeksi TB menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nucleus droplet yang berisikan organisme basil tuberkel dari seorang yang terinfeksi (Price & Willson, 2012). Masyarakat yang menderita TB paru banyak yang mengalami kegagalan dalam pengobatan karena mereka menghentikan pengobatan segera setelah mereka merasa kondisinya lebih baik dan atau selama 2 bulan selama menjalani pengobatan. Penderita menghentikan pengobatan disebabkan karena kesalahan persepsi penderita TB tentang pengobatan dengan kesembuhan (Waisbord dalam Purwaningsih, 2017).

Tuberkulosis paru merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Menurut WHO (2006), secara global terdapat 8,9 juta kasus TB dan kira-kira 1,6 juta atau 27 per 100 ribu orang meninggal karena penyakit TB (Depkes 2007). Di Indonesia, TBC merupakan masalah kesehatan baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya.

1

(17)

Penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India (Erawati, 2008).

Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. (Zulkarnain, 2011). Kasus tuberkulosis paru di RSUD Bangil Pasuruan pada bulan Januari- Desember 2017 tercatat sebanyak 661 penderita (Rekam Medik RSUD Bangil, 2018).

Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang paru-paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman Tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai basil tahan asam (BTA). Gejala umumnya berupa batuk terus menerus dan berdahak selama 3(tiga) minggu atau lebih. Gejala lain yang sering dijumpai adalah dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan, tak dapat mencerna, turgor kulit buruk, kulit kering dan bersisik, kehilangan otot dan kehilangan lemak subkulan. Komplikasi pada penderita Tuberkulosis sering terjadi pada penderita stadium lanjut antara lain; Hemoptisis berat yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas, Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial, Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru, Pneumotoraks spontan karena kerusakan jaringan paru.

(18)

Perawat dapat meningkatkan pengetahuan keluarga dan masyarakat tentang penyakit TB Paru dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit tuberkulosis beserta tanda dan gejalanya. Penyakit TB dapat dicegah salah satunya dengan cara menutup mulut / hidung dengan sapu tangan / tissue ketika batuk dan bersin kemudian dibakar. Pengobatan bagi penderita penyakit TBC akan mengalami proses yang cukup lama yaitu berkisar 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan lebih. Penderita TBC dapat melakukan terapi obat isoniazid, Ripamizin, Streptomizin, Pirazinamid dan Etambutol pada saat perawatan dirumah. Untuk mencegah terjadinya kekambuhan perawat dapat memberikan penjelasan untuk menjaga pola hidup sehat dengan olahraga teratur asupan yang sehat dan menghindari asap rokok.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan penyakit ini maka penulis akan melakukan kajian lebih lanjut dengan melakukan asuhan keperawatan Tuberculosis Paru dengan membuat rumusan masalah sebagai berikut

“Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Tn. S dengan diagnosa medis Tuberculosis Paru di Ruang Teratai RSUD Bangil ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada Tn. S dengan diagnosa medis Tuberculosis Paru di Ruang Teratai RSUD Bangil ?

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengkaji pasien dengan diagnosa medis Tuberculosis Paru di Ruang Teratai RSUD Bangil.

(19)

1.3.2.2 Merumuskan diagnosakeperawatan pada Tn. S dengan diagnosa Tuberculosis Paru di Ruang Teratai RSUD Bangil.

1.3.2.3 Merencanakanasuhan keperawatan pada Tn. S dengan diagnosa medis Tuberculosis Paru di Ruang Teratai RSUD Bangil.

1.3.2.4 Melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan diagnosa medis Tuberculosis Paru di Ruang Teratai RSUD Bangil.

1.3.2.5 Mengevaluasi Tn. S dengan diagnosa medis Tuberculosis Paru di ruang Teratai RSUD Bangil.

1.3.2.6 Mendokumentasikanasuhan keperawatan Tn. S dengan diagnosa medis Tuberculosis Paru di Ruang Teratai RSUD Bangil.

1.4 Manfaat Penelitian

Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini diharapkan dapat memberi manfaat :

1.4.1. Akademis, hasil studi kasus ini merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnose Tuberculosis Paru.

1.4.2. Secara praktis, tugas akhir ini akan bermanfaat bagi : 1.4.2.1 Bagi pelayanan keperawatan di rumah sakit

Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan di RS agar dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien Tuberculosis Paru dengan baik.

(20)

1.4.2.2 Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti berikutnya, yang akan melakukan studi kasus asuhan keperawatan pada klien dengan diagnose Tuberculosis Paru.

1.4.2.3 Bagi profesi kesehatan

Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada klien dengan diagnose Tuberculosis Paru.

1.5 Metode Penulisan

1.5.1 Metode

Metode deskriptif yaitu metode yang sifatnya mengungkapkan peristiwa atau gejala yang terjadi pada waktu sekarang yang meliputi studi kepustakaan yang mempelajari, mengumpulkan, membahas data dengan studi pendekatan proses keperawatan dengan langkah-langkah pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data 1.5.2.1 Wawancara

Data diambil/diperoleh melalui percakapan baik dengan klien, keluarga maupun tim kesehatan lain.

1.5.2.2 Observasi

Data yang diambil melalui pengamatan kepada klien.

(21)

1.5.2.3 Pemeriksaan

Meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat menunjang menegakkan diagnose dan penanganan selanjutnya.

1.5.3 Sumber Data 1.5.3.1 Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari klien.

1.5.3.2 Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari keluarga atau orang terdekat klien, catatan medis perawat, hasil-hasil pemeriksaan dan tim kesehatan lain.

1.5.4 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan judul studi kasus dan masalah yang dibahas.

1.6 Sistematika Penulisan

Supaya lebih jelas dan lebih mudah dalam mempelajari dan memahami studi kasus ini, secara keseluruhan di bagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1.6.1 Bagian awal, memuat halaman judul, persetujuan pembimbing, pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi 1.6.2 Bagian inti, terdiri dari lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari

sub bab berikut ini:

Bab 1 : Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, tujuan, manfaat penelitian, sistematika penulisan studi kasus

(22)

Bab 2 : Tinjauan pustaka, berisi tentang konsep penyakit dari sudut medis dan asuhan keperawatan pasien dengan diagnosa medis Tuberculosis Paru serta kerangka masalah

Bab 3 : Tinjauan kasus berisi tentang diskripsi data hasil pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Bab 4 : Pembahasan berisi tentang perbandingan antara teori dengan kenyataan yang ada di lapangan

Bab 5 : Penutup, berisi tentang simpulan dan saran

1.6.3 Bagian akhir, terdiri dari daftar pustakaari daftar pustaka dan lampiran

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab 2 ini akan diuraikan secara teoritis mengenai konsep penyakit dan asuhan keperawatan pasien tuberculosis. Konsep penyakit akan diuraikan definisi, etiologi dan cara penanganan secara medis. Asuhan keperawatan akan diuraikan masalah-masalah yang muncul pada penyakit tuberculosis dengan melakukan asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnose, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi.

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Pengertian

TB paru merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri dan biasanya menyerang bagian paru-paru manusia (amin dan bahar,2006). TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien TB batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernafas (Widoyono, 2008). TB paru juga dapat dirumuskan sebagai suatu penyakit yang menyerang paru dan percikan ludah yang tersebar diudara terhirup orang lain.

2.1.2 Etiologi

Penyebab penyakit Tuberkulosis adalah Mycobakterium Tuberkulosa.

Bakteri ini mempunyai ciri sebagai berikut : bakteri berbentuk basil / batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron, bersifat aerob, terdiri atas asam lemak (lipid) peptidoglikan dan arabionomanan, hidup berpasangan atau berkelompok, tahan asam, dapat bertahan hidup lama pada udara kering maupun

8

(24)

pada udara dingin dan suasana lembab dan gelap dapat bertahan sampai berbulan- bulan, mudah mati dengan sinar ultraviolet dan dapat tahan hidup lama pada suhu kamar, sudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 800C dan 20 menit pada suhu 600C), penularan tuberkulosis terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar menjadi droplet nuklei dalam udara (Jong, 2005).

2.1.3 Manifestasi klinis

Tuberculosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:

2.1.3.1 Gejala respiratorik, meliputi:

Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering di keluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

Batuk darah : Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

Sesak napas : Gejala ini di temukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumotorax, anemia dan lain-lain

(25)

2.1.3.2 Gejala sistemik, meliputi:

Demam : merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.

Gejala sistemik lain : Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.

Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk,panas,sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien menunjukkan deman tingkat rendah, keletihan, anorexia, penurunan BB, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin non produktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis.

Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti perilaku tiada biasa dan perubahan status mental, demam, anorexia, dan penurunan BB. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman.

2.1.4 Tanda dan Gejala 2.1.4.1 Demam 40-41ᵒС.

2.1.4.2 Batuk selama 2-3 minggu 2.1.4.3 Nyeri dada

2.1.4.4 Malaise

2.1.4.5 Keringat malam

(26)

2.1.4.6 Suara napas tambahan, ronchi

2.1.4.7 Demam dan batuk tidak respons terhadap terapi sesuai baku puskesmas

(Nurarif, 2013) 2.1.5 Patofisiologi

Individu rentan yang menghirup basiltuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri.

Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi.

Fagosit (neutrofil dan makrofag)menelan banyak bakteri; limfosit spesifik- tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal.

Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif. Bagian sentral dari massa fibrosa inidisebut tuberkel gon. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk skar kolagenosa.

Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Dalam kasus ini, tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki. Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut.

Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke

(27)

lobus yang berdekatan. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif.

(Nurarif, 2013)

2.1.6 Diagnosa banding 2.1.6.1 Pneumoni

Infeksi atau inflamasi pada parenkim pulmo yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli.

2.1.6.2 Abses paru

Suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulen berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru 2.1.6.3 Kanker paru

Abnormalitas dari sel sel yang mengalami poliferasi dalam paru 2.1.6.4 Bronkiektasis

Kelainan bronkus dimana terjadi pelebaran atau dilatasi bronkus lokal dan permanen karena kerusakan struktur dinding (Hatzsiahaan, 2008)

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan TB yaitu:

2.1.7.1 Pleuritis tuberkulosa

Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening

2.1.7.2 Efusi pleura

Keluarnya cairan dari pembuluh darah atau limfe kedalam jaringan selaput paru, disebabkan oleh adanya bakteri yang masuk

(28)

ke rongga pleura yang dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi.

2.1.7.3 Empiema

Penumpukan cairan atau pus (nanah) pada rongga pleura yang disebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri.

2.1.7.4 Laringitis

Infeksi mycobakterium pada laring yang kemudian menyebabkan laringitis TB.

2.1.7.5 TB Milier (tulang, usus, otak, limfe)

Bakteri mycobakterium tuberculosa bila masuk dan berkumpul didalam saluran pernapasan akan berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya lemah, dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, oleh karena itu infeksi mycobakterium tuberculosa dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan saluran pencernaan.

2.1.7.6 Kerusakan parenkim paru berat

Mycobaterium tuberculosa dapat menyerang atau menginfeksi parenkim paru, sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim yang terinfeksi.

(29)

2.1.7.7 Sindrom gagal napas (ARDS)

Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas, menyebabkan gagal napas atau ketidakmampuan paru-paru untuk mensuplai oksigen keseluruh jaringan tubuh. (Hatzsiahaan, 2008)

2.1.8 Pemeriksaan penunjang

Menurut Ichsan (2006) pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan tuberkulosis sebagai berikut :

2.1.8.1 Pemeriksaan radiologis (Photo Thorax)

Rontgen thorax PA dan lateral. Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu :

1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segmen apikal lobus bawah.

2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular).

3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda.

4) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru.

5) Adanya klasifikasi.

6) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.

7) Bayangan millier.

2.1.8.2 Computed Tomography Scanning (CT-Scan)

Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT-Scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibandingkan dengan radiologis

(30)

biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.

2.1.8.3 Magnetic Resonsnce Imaging ( MRI )

Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat

mengevalusai proses-proses dekat apek paru, tulang belakang, perbatasan dada perut. Sayatan dapat dibuat transversal, sagital dan koronal.

2.1.8.4 Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan tidak spesifik. Pada saat Tuberkulosis baru mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi, laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.

2.1.8.5 Sputum (BTA)

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.

2.1.8.6 Tes tuberculin/ tes mantoux

Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradermal antigen) menunjukan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif.

Reaksi bermakna pada pasien secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif

(31)

tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikrobakterium yang berbeda.

2.1.9 Pencegahan

Usaha untuk mencegah dan mengontrol tuberkulosis bergantung pada vaksinasi bayi dan deteksi serta perawatan untuk kasus aktif. Sejak tahun 2011, satu-satunya vaksin yang tersedia adalah bacillus Calmette–Guérin (BCG).

Walaupun BCG efektif melawan penyakit yang menyebar pada masa kanak- kanak, masih terdapat perlindungan yang inkonsisten terhadap TB paru. Namun, ini adalah vaksin yang paling umum digunakan di dunia, dengan lebih dari 90%

anak-anak yang mendapat vaksinasi. Bagaimanapun, imunitas yang ditimbulkan akan berkurang setelah kurang lebih sepuluh tahun. (Erawati, 2008).

2.1.10 Penatalaksanaan 2.1.10.1 Obat-obatan

1) Isoniazid (H)

Dikenal dengan INH, bersifat bakterisida, dapat membunuh 90%

populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kgBB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dengan dosis 10 mg/kgBB.

2) Rifampisin (R)

Bersifat bakterisida, dapat membunuh kuman semi-dormant yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniazid. Dosis 10 mg/kgBB

(32)

diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.

3) Pirazinamid (Z)

Bersifat bakterisida, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kgBB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kgBB.

4) Streptomisin (S)

Bersifat bakterisida, dosis yang dianjurkan 15 mg/kgBB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita yang berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,5 gr/hari.

5) Etambutol (E)

Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kgBB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kgBB.

2.1.11 Pengobatan 2.1.11.1Fase intensif

Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal. Pada fase ini diberikan pengobatan selama 2-3 bulan dan terdiri dari 4 obat, yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kg BB dan Etambutol 15 mg/kg BB.

(33)

2.1.11.2Fase Rehabilitasi

Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang lebih panjang. Pada fase ini diberikan pengobatan selama 4-7 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk Tuberkulosis Paru dan ekstra paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH. (Zul Dahlan, 2007)

2.1.12 Dampak Masalah

Banyak dampak yang dapat ditimbulkan oleh penyakit Tuberkulosis paru.

Seperti diantaranya dampak biologis, psikologis, sosial, dan spiritual klien yang menderita tuberkulosis paru akan mempengaruhi respon psikologis yang bervariasi tergantung dari koping yang dimiliki oleh masing-masing individu.

Dampak bagi individu penderita penyakit Tuberkulosis paru dari segi psikologis akan merasa takut akan penyakitnya yang tidak dapat disembuhkan. Merasa dikucilkan dari masyarakat serta merasa minder atau tidak percaya diri. (Arisandi, 2012)

2.2 Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik pada sasaran yang dituju, selain itu pengumpulan data dapat diperoleh dari klien, keluarga, tenaga kesehatan, catatan medis, medical record dan literature, menuurut Muttaqin (2008) hal-hal yang dikaji pada klien antara lain :

(34)

2.2.1.1 Pengumpulan data 1) Identitas

Penyakit TB paru tidak mengenal nama, usia, jenis kelamin dan agama karena penyakit ini dapat menginfeksi siapa saja yang mempunyai sistem tubuh yang lemah. Kebanyakan penderita TB paru adalah orang-orang dengan tingkat pendidikan , kesadaran akan kesehatan dan kebersihan yang begitu rendah sehingga mempengaruhi status sosial ekonomi yang berdampak terciptanya lingkungan rumah yang kumuh dan lembab sebagai sarang dari bakteri Tuberkulosis.

2) Keluhan utama

Kebanyakan kasus dijumpai dengan keluhan batuk yang lebih dari 3 minggu.

3) Riwayat penyakit dahulu

Sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada waktu kecil, tuberkulosis dari orang lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes melitus.

4) Pemeriksaan fisik (1) B1 (Breathing)

Inspeksi : Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Sekilas pandang biasanya pasien TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral.

(35)

Apabila adanya penyulit dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihata adanya ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaran intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit. Pada pemeriksaan penunjang gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu : bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segmen apikal lobus bawah, bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular), adanya kavitas, tunggal atau ganda, kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru, adanya klasifikasi, bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian dan adanya bayangan millier.

Palpasi : Gerakan dinding thoraks anterior pada klien Tb paru tanpa komplikasi biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernafasan biasanya ditemukan pada klien TB paru dengan komplikasi dan kerusakan parenkim yang luas.

Perkusi : Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, baiasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama

(36)

jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke posisi yang sehat.

Auskultasi : Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas tambahan (ronkhi) Pada sisi yang sakit.

(2) B2 (Blood)

Inspeksi : adanya keluhan kelemahan fisik Palpasi : denyut nadi perifer melemah

Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura masih mendorong ke sisi yang sehat Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan

(3) B3 (Brain)

Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva anemis, dan sklera ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.

(4) B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syock. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang

(37)

berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama Rifampisin.

(5) B5 (Bowel)

Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan BB.

Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga yang menjadi tidak teratur.

(7) B7 (Penginderaan)

Mata biasanya tidak mengalami gangguan, hidung terdapat secret, mukosa hidung lembab, telinga biasanya tidak mengalami gangguan, perasa baik dan peraba bisa merasakan sentuhan.

(8) B8 (Endokrin)

Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan kelenjar parotis, pada kasus TB paru jarang sekali ditemukan masalah pada sistem endokrin atau hormonal. (Potter, 2008).

2.2.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status kesehatan atau masalah aktual atau potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mensintesis data klinis dan

(38)

menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggungjawabnya.

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien pneumonia Nurarif (2013) menurut adalah:

2.2.2.1 Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan sekret kental.

2.2.2.2 Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan batuk terus menerus

2.2.2.3 Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kurang pengetahuan tentang penyakit.

2.2.2.4 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.

2.2.2.5 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya luas lapang paru.

2.2.2.6 Keletihan berhubungan dengan kelemahan umum.

2.2.2.7 Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.

2.2.2.8 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan 2.2.3 Perencanaan

Setelah pengumpulan data pasien, mengorganisasi data dan menetapkan diagnosis keperawatan maka tahap berikutnya adalah perencanaan. Pada tahap ini perawat membuat rencana perawatan dan menentukan pendekatan apa yang digunakan untuk memecahkan masalah klien. Ada tiga fase dalam tahap perencanaan yaitu menentukan prioritas, menentukan tujuan dan merencanakan tindakan keperawatan. Berikut

(39)

adalah perencanaan dari diagnosa keperawatan pada pasien dengan pneumonia menurut Nurarif (2013) adalah:

2.2.3.1 Diagnosa keperawatan 1

Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan sekret kental

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapakan jalan nafas bersih.

Kriteria Hasil :

1) Mampu mempertahankan jalan nafas 2) Mampu mengeluarkan secret

3) RR 20x / menit 4) Sputum (-) 5) Batuk (-)

6) Suara nafas vesikuler 7) Irama nafas regular

1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga pasien Rasional : Terjadinya hubungan saling percaya antara perawat dan pasien

2. Jelaskan tentang ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pasien Rasional : Meningkatkan pengetahuan tentang ketidakefektifan bersihan jalan nafas

3 Anjurkan pasien untuk posisi semi fowler

Rasional : Membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan

(40)

4 Anjurkan pasien untuk minum air hangat

Rasional : Dengan menggunakan air hangat dapat memobilisasi dan mengeluarkan secret

5 Ajarkan pasien untuk batuk efektif dan latihan nafas dalam Rasional : Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan secret untuk dikeluarkan

6. Observasi fungsi pernafasan (suara, frekuensi, irama, dan penggunaan otot bantu nafas)

Rasioanl : Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelectasis.

Ronkhi, mengi menunjukkan akumulasi secret. Ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas dapat menimbulkan penggunaan otot bantu pernafasan dan peningkatan kerja nafas.

7. Kaji kemampuan pasien untuk mengeluarkan secret dan karateristiknya

Rasional : Sputum yang kental dapat menyulitkan untuk dikeluarkan

8. Observasi TTV

Rasional : Mengetahui keadaan umum pasien

9. Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian O2 sesuai indikasi Rasional : Memberikan cadangan O2 secara adekuat

10. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian agen mukolitik, bronkodilator, dan kortikosteroid sesuai indikasi.

Rasional : Menurunkan kekentalan secret dan meningkatkan diameter lumen percabangan trakeobronkial serta untuk

(41)

keterlibatan luas pada hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam

2.2.3.2 Diagnosa keperawatan 2

Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk terus menerus.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selamanya 1x24 jam diharapkan kebutuhan istirahat tidur klien terpenuhi Kriteria Hasil :

1) Waktu tidur 6-8 jam

2) Pola tidur, kualitas dalam batas normal 3) Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat 4) Mata tidak sembab

5) Wajah terlihat segar dan cerah

1) BHSP

Rasional : agar terjalin hubungan saling percaya antara perawat dengan klien.

2) Lakukan pengkajian masalah gangguan tidur dan penyebabnya Rasional : memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana keperawatan.

3) Ciptakan suasana yang nyaman

Rasional : suasana yang nyaman akan mempermudah pasien untuk tidur

4) Ajarkan batuk efektif pada waktu akan tidur Rasional : mempermudah pasien untuk bisa tidur

(42)

5) Lakukan persiapan untuk tidur malam Rasional : mengatur pola tidur

2.2.3.3 Diagnosa keperawatan 3

Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak terjadi penyebaran infeksi.

1) Pasien bebas dari tanda atau gejala infeksi seperti : (1) Kalor (panas)

(2) Rubor (kemerahan) (3) Dolor (rasa sakit) (4) Tumor (pembengkakan)

(5) Fungtiolaesa (perubahan fungsi).

2) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.

(1) Mencuci tangan sebelum dan sesudah aktifitas (2) Menutup dengan sapu tangan saat bersin

(3) Membuang dahak pada tempat yang telah disediakan Intervensi :

1) Pertahankan teknik isolasi

Rasional : meminimalkan penyebaran infeksi 2) Batasi pengunjung bila perlu

Rasional : Meminimalkan interaksi antara pasien dengan orang lain supaya tidak terjadi penyebaran infeksi.

(43)

3) Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak ditempat penampungan yang tertutup jika batuk.

Rasional : untuk mencegah terjadinya penularan infeksi 4) Gunakan masker setiap melakukan tindakan

Rasional : mengurangi resiko penyebaran infeksi 5) Monitor sputum BTA

Rasional : untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon klien terhadap terapi

6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi Rasional : untuk mempercepat penyembuhan

klien 2.2.3.4 Diagnosa keperawatan 4

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi

1) Nafsu makan membaik 2) Tidak mual muntah

3) Berat badan ideal sesuai tinggi badan

4) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti Intervensi :

1) Jelaskan pentingnya nutrisi

Rasional : Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelelahan yang tidak perlu dan menurunkan iritasi lambung

(44)

2) Anjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering

Rasional : Menurunkan rasa tak enak kareana sisa sputum atau makanan dan menurunkan rangsangan muntah

3) Observasi status nutrisi pasien (Berat badan, mukosa bibir, kemampuan menelan, mual, muntah, anoreksia, diare)

Rasional : Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah nutrisi sebagai evaluasi

4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat

Rasional : Merencanakan diet yang tepat dengan kandungan gizi yang cukup

5) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antiemetic Rasional : Mengurangi mual dengan farmakologis

2.2.3.5 Diagnosa keperawatan 5

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya luas lapang paru

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan status pertukaran gas normal

Kriteria Hasil :

1) Melaporkan tidak terjadi dispnea 2) Tidak menggunakan otot bantu nafas 3) SPO2 90 - 100%

4) RR dalam batas normal 16 – 20x/menit Intervensi :

1) Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis Rasional : akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ vital dan jaringan

(45)

2) Demontrasikan / anjurkan untuk mengeluarkan nafas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis paru

Rasional : meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolaps jalan nafas

3) Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan

Rasional : mengurangi konsumsi O2 pada periode respirasi 4) Monitor GDA

Rasional : menurunnya saturasi O2 / meningkatnya PaCO2 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih adekuat 5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi

Rasional : untuk mempercepat proses penyembuhan pasien 2.2.3.6 Diagnosa keperawatan 6

Keletihan berhubungan dengan kelemahan saat beraktivitas.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan kemampuan dalam melakukan aktifitas meningkat.

1) Memverbalisasikan peningkatan energy dan merasa lebih baik.

2) Menjelaskan penggunaan energy untuk mengatasi kelelahan.

3) Mempertahankan kemampuan untuk berkonsentrasi. Intervensi:

1) Evaluasi deskripsi kelelahan pasien tingkat keparahan, perubahan, tingkat keparahan dari waktu ke waktu, faktor agregasi atau faktor pengurang.

(46)

Rasional: Dengan menggunakan skala penilaian kuantitatif yang tepat, 1 sampai 10 misalnya, dapat membantu pasien merumuskan jumlah kelelahan yang di alami.

2) Tentukan kemungkinan penyebab kelelahan

Rasional: Mengidentifikasi faktor-faktor terkait dengan kelelahan dapat bermanfaat dalam mengenali penyebab potensial dan membangun rencana perawatan kolaboratif.

3) Observasi kemampuan pasien untuk melakukan ADL, aktivitas instrumental kehidupan sehari-hari (ADLs), dan tuntutan hidup sehari-hari (DDLs).

Rasional: Kelelahan dapat membatasi kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan melakukan tanggung jawab perannya dalam keluarga dan masyarakat, seperti bekerja di luar rumah.

4) Observasi konsumsi nutrisi pasien untuk sumber energy dan kebutuhan metabolic yang memadai.

Rasional: Kelelahan mungkin merupakan gejala kekurangan gizi protein, defisiensi vitamin, atau kekurangan zat gizi.

5) Evaluasi perkiraan pasien untuk keletihan lelah, keinginan untuk berpartisipasi dalam strategi mengurangi kelelahan, dan tingkat dukungan keluarga dan social.

Rasional: Ini akan mempromosikan partisipasi aktif dalam merencanakan, menerapkan, dan mengevaluasi manajemen teraupetik untuk mengurangi kelelahan.

(47)

2.2.3.7 Diagnosa keperawatan 7

Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal

Kriteria Hasil :

1) Suhu tubuh dalam rentang normal 36°C-37°C 2) Nadi dan RR dalam rentang normal

3) Tidak ada perubahan warna kulit 4) Tidak ada pusing

1) Kaji suhu tubuh pasien

Rasional : Mengetahui kondisi suhu tubuh pasien 2) Berikan kompres air hangat

Rasional : Mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. air hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.

3) Berikan atau anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi).

Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.

4) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat.

(48)

Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.

5) Observasi input dan output cairan dan tanda – tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi.

Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

6) Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.

Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.

2.2.3.8 Diagnosa keperawatan 8

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan diri

Kriteria Hasil :

1. Tidak malas untuk merawat diri 2. Rambut tidak kotor dan bau 3. Badan tidak kotor dan bau 4. Mulut tidak kotor dan bau

(49)

Intervensi :

1) Diskusi bersama pasien dan keluarga tentang pentingnya kebersihan diri

Rasional : Memberikan pengertian pada pasien dan keluarga agar pasien dan keluarga mempunyai keinginan untuk melakukan perawatan diri pasien

2) Bantu pasien untuk melakukan perawatan diri

Rasional : Mempermudah pasien yang lemah sehingga mampu melakukan perawatan diri.

3) Ingatkan pasien untuk selalu memelihara kebersihan diri baik mandi, mencuci rambut dan menggosok gigi

Rasional : Mendorong pasien untuk melakukan perawatan diri secara rutin

4) Sediakan segala peralatan-peralatan diri dan bila perlu juga sediakan alat bantu.

Rasional : Mempermudah pasien untuk mandi, keramas, ataupun menggosok gigi dalam keadaan lemah

2.2.4 Pelaksanaan

Setelah perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang prioritas maka langkah selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan keperawatan. Terkait dengan masalah yang ada pada pasien TB paru, maka pelaksanaan tindakan keperawatan ditujukan pada klien, perawat dan keluarga. Pelaksanaan pada klien meliputi melakukan, membantu, mengarahkan kebutuhan dan aktivitas kehidupan sehari-hari kilen yang disesuaikan dengan

(50)

kemampuan dan kondisi klien pada saat itu. Pada keluarga ditujukan untuk memahami kebutuhan klien dan memotivasi klien untuk mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannya.

Pelaksanaan atau implementasi pada diagnose resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat antara lain, mengidentifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan, menganjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak ditempat penampungan yang tertutup jika batuk untuk mencegah terjadinya penularan infeksi, menggunakan masker setiap melakukan tindakan, memonitor sputum BTA, berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi.

Pelaksanaan atau implementasi pada diagnose gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan batuk terus menerus antara lain, melakukan pengkajian masalah gangguan tidur dan penyebabnya, menciptakan suasana yang nyaman, mengajarkan batuk efektif pada waktu akan tidur, melakukan persiapan untuk tidur malam.

Pelaksanaan atau implementasi pada diagnose bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan sekret kental antara lain, mencatat untuk kemampuan mengeluarkan secret, memberikan pasien posisi semi fowler, mengajarkan dan bantu batuk efektif dan latihan nafas dalam, membersihkan sekret dari mulut dan trakhea, suction bila perlu, berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi.

Pelaksanaan atau implementasi pada diagnose perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah antar

(51)

lain, mencatat status nutrisi pasien, mengkaji ulang pola diet pasien yang disukai / tidak disukai, memonitor intake dan output secara periodic, melakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan, menganjurkan makan sedikit tapi sering.

Pelaksanaan atau implementasi pada diagnose gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya luas lapang paru antara lain, mengevaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis, menganjurkan untuk mengeluarkan nafas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis paru menganjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan, memonitor GDA, berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi.

Pelaksanaan atau implementasi pada diagnosa keletihan berhubungan dengan kelemahan umum antara lain, menunjukkan Memverbalisasikan peningkatan energy dan merasa lebih baik, Menjelaskan penggunaan energy untuk mengatasi kelelahan, Mempertahankan kemampuan untuk berkonsentrasi.

Pelaksanaan atau implementasi pada diagnosa hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi antara lain, mengkaji suhu tubuh pasien, memberikan kompres air hangat, memberikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi). menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat. mengobservasi input dan output cairan dan tanda – tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi. berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.

(52)

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi pada diagnosa resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat diharapkan tidak terjadi penyebaran infeksi, menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.

Evaluasi pada diagnosa gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan batuk terus menerus, diharapkan kebutuhan istirahat tidur klien terpenuhi, pasien melaporkan dapat beristirahat dengan cukup.

Evaluasi pada diagnosa bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan sekret kental diharapakan pasien dapat batuk dengan efektif dan dapat mengeluarkan sekret dengan mudah dan tanpa bantuan.

Evaluasi pada diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi tidak ada mual muntah, berat badan pasien stabil.

Evaluasi pada diagnosa gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya luas lapang paru diharapkan pasien tidak sesak nafas, tidak terjadi dispnea, bebas dari gejala disstres pernafas

Evaluasi pada diagnosa keletihan berhubungan dengan kelemahan umum adalah diharapkan peningkatan energy meningkat, menunjukkan peningkatan energy dapat di ukur dengan tidak adanya kelemahan, keletihan.

Evaluasi pada diagnosa hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi diharapkan suhu tubuh kembali normal dengan Suhu tubuh 36°C-37°C.

(53)

2.3 Kerangka Masalah

Mycobacterium Tuberculosis

Airbone / Inhalasi Droplet

Saluran Pernafasan

Saluran Pernafasan Atas Saluran Pernafasan Bawah

Bakteri yang besar bertahan dibronkus Paru - Paru

Peradangan Bronkus Alveolus

Penumpukan Sekret

Penyebaran Infeksi Secara, Alveolus Mengalami

Limfogen, Hematogen Konsolidasi dan Eksudasi

Batuk Tidak Efektif Batuk Efektif Anoreksia, Malaise,

Mual dan Munta Terjadi Proses Inflamasi Terjadi Peningkatan

Produksi Sekret

Secret Tidak Keluar Batuk Terus

Saat Batuk menerus Demam

Gangguan Proses Difusi

Osmosis

Bersihan Jalan Nafas Sekret Keluar Peningkatan Suhu Tubuh

Tidak Efektif Saat Batuk

Gangguan Pertukaran Gas

Hipertermi

Penyebaran

Transportasi O2 Terganggu

Droplet Melalui

Udara

Metabolisme Anaerob

Metabolisme Tubuh

Meningkat

Resiko

Penyebaran Kelemahan Fisik

Infeksi

Ketidakseimbangan Nutrisi

Kurang dari Kebutuhan Tubuh

Keletihan

Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur

Produksi Energi Menurun

Kelemahan Defisit Perawatan Diri

Gambar 2.1 Pohon masalah TB (Nanda NIC-NOC, 2015)

(54)

BAB 3

TINJAUAN KASUS

Untuk mendapatkan gambaran nyata tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan Tuberculosis maka penulis menyajikan suatu kasus yang penulis amati mulai tanggal 7 Januari 2019 sampai dengan 10 Januari 2019 dengan data pengkajian pada tanggal 7 Januari 2019 pada pukul 22.00 WIB.

Anamnesa di peroleh dari klien dan filr No. RM 384xxx 3.1 Asuhan Keperawatan

3.1.1 Pengkajian 3.1.1.1 Identitas pasien

Klien adalah seorang laki-laki bernama Tn.S usia 66 tahun tinggal di Gajah Bendo Rt.03 Rw.02 Beji, Pasuruan. Klien beragama islam, berpendidikan terakhir SD dan bekerja sebagai petani. Klien tidak mempunyai istri dan anak, klien diantar oleh keponakannya Tn.N ke IGD pada tanggal 7 Januari 2019 dan dirawat di Ruang Melati RSUD Bangil.

3.1.2 Riwayat Keperawatan 3.1.2.1 Keluhan Utama

Pasien mengatakan sesak dan batuk.

3.1.2.2 Riwayat penyakit saat ini

Pasien mengatakan batuk sejak 1 minggu yang lalu dan pasien tidak berobat ke dokter terdekat maupun meminum obat. Lalu keponakan pasien membawa pasien ke IGD RSUD Bangil pada tanggal 7 Januari 2019 jam 14.00. Setelah diperiksa dan hasil laboratorium pasien di

39

(55)

diagnosa TB paru. Kemudian pasien dipindahkan ke ruang isolasi Melati.

Pada saat dikaji pasien mengatakan sesak dan batuk.

3.1.2.3 Riwayat Keperawatan Sebelumnya

Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit apapun.

Pasien tidak pernah operasi, tidak mempunyai alergi obat dan makanan.

3.1.2.4 Riwayat Kesehatan Keluarga

1) Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga

Pasien mengatakan dari anggota keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit TB atau penyakit yang lainnya.

2) Lingkungan rumah dan komunitas

Pasien mengatakan tinggal sendiri dirumah sehingga pasien mengurus rumah semampunya dan kurangnya ventilasi dirumah.

3) Perilaku yang mempengaruhi kesehatan

Pasien mengatakan dari usia muda sudah merokok hingga sekarang.

3.1.3 Status Cairan dan Nutrisi

Pasien mengatakan saat dirumah pasien jarang sekali makan dan saat dirumah sakit pasien sama sekali tidak mau makan. Hingga berat badan pasien menurun sebelum sakit 3 bulan yang lalu 56 kg saat sakit turun menjadi 50 kg, tinggi badan pasien 167 cm. BBI 60,3 kg. Pasien hanya mau minum kurang lebih 1500 cc/hari.

Masalah Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

(56)

3.1.4 Genogram

Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Meninggal : Pasien

: Tinggal satu rumah Gambar 3.1.4 Genogram 3.1.5 Pemeriksaan Fisik

3.1.5.1 Keadaan Umum

Pasien terbaring lemas dengan GCS 4 5 6 dan terpasang infus ditangan sebelah kanan. TD 140/80 mmHg, suhu 37,0̊C, Nadi 127 x/menit dan Respiration 26 x/menit, SPO2 97%.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan 3.1.5.2 Pernafasan (B1)

Bentuk dada pasien normal dengan susunan ruas tulang belakang normal, irama nafas teratus, terlihat adanya retraksi otot bantu nafas pada

(57)

intercosta, perkusi thorax sonor, menggunakan alat bantu nafas NRBM 10 Lpm, vocal fremitus normal, terdengar suara nafas tambahan ronkhi pada paru kanan atas, ada batuk, ada produksi sputum dengan warna kehijauan dan pasien sesak.

Masalah keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 3.1.5.3 Kardiovaskuler (B2)

Pasien tidak nyeri dada, irama jantung teratur,ictus cordis kuat, bunyi jantung S1 dan S2 tunggal lup dup dan tidak terdengar bunyi jantung tambahan, tidak cianosis, tidak clubbing finger dan tidak ada pembesaran JVP.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan 3.1.5.4 Persyarafan (B3)

Kesadaran pasien composmentis dengan GCS 4 5 6, orientasi baik, tidak kejang, tidak kaku kuduk, tidak brudzinsky, tidak nyeri kepala. Pasien tidur siang hanya 1 jam dan tidur pada malam hari 4 jam, tidak ada kelainan nervus cranialis, pupil isokor dengan reflek cahaya ⁺ /₊ dan pasien tidak bisa tidur karena batuk terus menerus, mata tampak sayu.

Masalah keperawatan : Gangguan pola tidur 3.1.5.5 Perkemihan (B4)

Bentuk alat kelamin normal, libido kemauan dan kemampuan normal, kebersihan alat kelamin tidak terkaji, frekuensi berkemih 4 x/hari dan teratur dengan jumlah kurang lebih 1000 /24 jam dengan bau khas berwarna kuning dan tempat yang di gunakan pispot, alat bantu yang digunakan tidak terpasang kateter.

(58)

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan 3.1.5.6 Pencernaan (B5)

Mukosa bibir kering, bentuk bibir normal, pasien jarang menggosok gigi pada saat sakit, tida ada masalah pada tenggorokan, perut tegang, pasien BAB 1 x sehari dengan konsistensi padat, warna khas, bau khas feses, bising usus 10 x/menit, tidak ada masalah eliminasi alvi.

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan 3.1.5.7 Muskuluskelatal dan integumen (B6)

Kemampuan pergerakan sendi dan tungkai bebas Kekuatan otot :

3 3 33

Tidak ada fraktur, tidak ada dislokasi, akral hangat, kelembapan lembab, turgor elastis, CRT <2 detik, tidak ada odema, kulit bersih, kemampuan melakukan ADL dengan bantuan total, pasien mandi dengan di seka keluarga, pasien makan disuapi oleh kerabatnya.

Masalah keperawatan : keletihan dan defisit perawatan diri 3.1.5.8 Pengindraan (B7)

1) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, tidak ada pembesaran palpebra, tidak ada strabismus, penglihatan sedikit menurun tanpa alat bantu.

2) Hidung : mukosa hidung bersih, tidak ada sekret, ketajaman penciuman normal.

(59)

3) Telinga : bentuk normal, tidak ada keluhan pada telinga, pendengaran normal dan tidak memakai alat bantu.

4) Perasa : pasien dapat merasakan rasa manis, rasa pahit, rasa asam dan rasa asin

5) Peraba normal

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan 3.1.5.9 Endokrin (B8)

Tidak ada pembesran kelenjar thyroid, tidak ada pembesaran kelenjar parotis, tidak ada luka gangren.

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan 3.1.6 Data Psikososial

3.1.6.1 Gambaran Diri

Tanggapan tentang tubuhnya : pasien mengatakan bersyukur dengan anggota tubuhnya yang normal. Pasien menyukai semua anggota tubuhnya.

3.1.6.2 Identitas

Status pasien dalam keluarga : pasien mengatakan pasien sebagai suami dan ayah tetapi pasien cerai dengan istrinya dan anaknya diasuh oleh istrinya.

3.1.6.3 Peran

Tanggapan pasien tentang perannya : Pasien mengatakan merasa gagal menjadi suami dan ayah sehingga pasien tidak menikah lagi dan hidup seorang diri.

Referensi

Dokumen terkait

Topic modeling adalah metode statistik yang melakukan analisa kata dari teks asli untuk menemukan tema yang terdapat pada teks tersebut, bagaiman tema tersebut

Selain  itu,  survey  pemerintah  Jepang  mengindikasikan  terdapatnya  potensi  pelemahan  kembali  pada  perekonomian  Jepang  pada  beberapa  kwartal  mendatang. 

Sehingga diharapkan trajektori status dari sistem dapat dengan cepat menuju permukaan luncur agar sistem menjadi tidak peka akan perubahan parameter maupun gangguan

Bila ada 1 set computer yang nilai awalnya 3 juta, maka pada bulan ke 12 nilai computer tidak mungkin tetap 3 juta, maka diperlukan bia ya penyusutan atau defisit untuk

sekolah berkaitan dengan pendelegasian wewenang kepada kepala sekolah untuk memberdayakan lingkungan sekolah dan masyarakat sekitar dalam meningkatkan kualitas pendidikan;

Dengan tetap mengacu pada visi dan misi Universitas serta mengacu pada aspek Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu; Akademik, Penelitian dan Pengabdian kepada M asyarakat

- Sikap, tindakan atau keputusan yang diambil oleh Direksi didalam menjalankan, mengarahkan dan mengendalikan kegiatan kerja tertentu atau menyelesaikan suatu

Peningkatan defisit APBN satu bulan pertama di tahun ini disebabkan oleh penerimaan negara yang realisasinya baru mencapai Rp 100,1 triliun atau terkontraksi 4,8% (yoy) akibat imbas