BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas berasal dari bahasa inggris yaitu Effective yang berarti berhasil, tepat atau manjur. Efektivitas menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya. (Strawaji, dalam scholaria, 2010:199). Pembelajaran dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen berfungsi secara keseluruhan, peserta merasa senang, puas dengan hasil pembelajaran, membawa kesan, sarana/fasilitas memadai, materi dan metode affordable, guru profesional (Sambasalim, 2009). Tinjauan utama efektivitas pembelajaran adalah outputnya, yaitu kompetensi siswa. Efektivitas dapat dicapai apabila semua unsur dan komponen yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi sesuai dengan tujuan dan sasaran yang di tetapkan. Efektivitas pembelajaran dapat dicapai apabila rancangan pada persiapan, implementasi, dan evaluasi dapat dijalankan sesuai prosedur serta sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Soesasmito menjelaskan guru yang efektif adalah guru yang menemukan cara dan selalu berusaha agar anak didiknya terlibat secara tepat dalam suatu mata pelajaran dengan presentasi waktu belajar akademis yang tinggi dan pelajaran berjalan tanpa menggunakan teknik yang memaksa, negatif atau hukuman.
2.1.2 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu dengan diterapkan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran (Hamdani, 2010:30).
Pembelajaran kooperatif merupakan konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru (Suprijono, 2009:54-55).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk belajar bersama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar yang dipimpin atau diarahkan oleh guru.
Beberapa ciri–ciri pembelajaran kooperatif (Hamdani, 2010:31) yaitu : a. Setiap anggota memiliki peran
b. Terjadi hubungan interkasi langsung di antara siswa
c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas cara berjalannya dan juga teman–teman sekelompoknya.
d. Guru membantu mengembangkan keterampilan–keterampilan interpersonal kelompok e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
Pembelajaran kelompok tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Roger and David Johnson (Anita Lie, 2002:30-34) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperatove learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu :
a. Saling ketergantungan positif
Keberhasilan kelompok sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Dengan cara ini mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil.
b. Tanggung jawab perseorangan
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran cooperatif learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya.
c. Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada
hasil pemikiran dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota.
d. Komunikasi antar anggota
Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
e. Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
2.1.3 Hakikat Team Games Tournament (TGT) 1) Pengertian Team Games Tournament (TGT)
Model pembelajaran Kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT), atau pertandingan permainan tim dikembangkan secara asli oleh David De Vries dan Keath Edward (1995). Pada model ini siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor time mereka (Trianto, 2009:83).
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur pemainan dan reinforcement (Anita Lie, 2002:92).
Ada lima komponen utama dalam TGT (Anita Lie, 2002:92-93), yaitu sebagai berikut : a. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran, guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas. Pada saat penyajian kelas ini, siswa harus benar–benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
Kelompok biasanya terdiri atas empat sampai lima orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game. c. Game
Game terdiri atas pertanyaan–pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri atas pertanyaan–pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai nomor itu. Siswa yang menjawab benar akan mendapat skor. Skor dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
d. Turnamen
Turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Pada turnamen pertama, guru membagi siswa kedalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa yang tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
e. Team Recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, dan masing–masing kelompok akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata–rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.
2) Langkah–Langkah Team Game Tournament (TGT)
Langkah-langkah Team Game Tournament (TGT) menurut Mulyatiningsih (2011: 229-230), yaitu sebagai berikut :
a. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi di kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah dan tanya jawab.
b. Pembentukan Kelompok (team)
Satu kelompok terdiri dari 4 sampai 5 orang peserta didik yang anggotanya heterogen. Masing-masing kelompok diberi tugas untuk belajar bersama supaya semua anggota kelompok dapat memahami materi pelajaran dan dapat menjawab pertanyaan dengan optimal pada saat game dan tournamen.
c. Game
Guru menyiapkan pertanyaan (game) untuk menguji pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari penyajian kelas dan belajar kelompok peserta didik memilih nomor game dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Peserta didik yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar akan mendapat skor, kemudian skor tersebut dikumpulkan untuk turnamen selanjutnya.
d. Turnamen
Turnamen dilakukan seminggu sekali atau setiap satu satuan materi pelajaran telah selesai dilaksanakan. Peserta didik melakukan permainan (game) akademik yaitu dengan cara berkompetisi dengan anggota time yang memiliki kesamaan tugas/materi yang dipelajari. Guru menyiapkan beberapa meja turnamen. Setiap meja diiisi oleh tiga peserta didik yang memiliki kemampuan setara dari kelompok yang berbeda (peserta didik yang pandai berkompetisi dengan peserta didik pandai dari kelompok lainnya, demikian pula peserta didik yang kurang pandai juga berkompetisi dengan peserta didik yang kurang pandai dari kelompok lain). Dengan cara demikian, setiap peserta didik memiliki peluang sukses sesuai dengan tingkat kemampuannya. Akuntabilitas individu dijaga selama kompetisi supaya sesama anggota tim tidak saling membantu.
e. Team Recognize
Tim yang menunjukkan kinerja paling baik akan mendapat penghargaan atau sertifikat. Seperti layaknya lomba, tim yang paling banyak mengumpulkan poin atau skor akan mendapat predikat juara umum, kemudian juara berikutnya berurutan sesuai dengan jumlah poin atau skor yang berhasil diraihnya.
Menurut Mulyatiningsih (2011: 229-230) dalam pembelajaran TGT terdapat tahapan-tahapan dan perlakuan guru, yaitu :
Tabel 2.1
Sintaks Pembelajaran TGT
No Indikator Perlakuan guru
1 Presentasi di kelas Guru memperkenalkan materi dalam TGT.
kelompok) yang beranggotakan 4-5 siswa.
3 Game Guru mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan dan dirancang untuk mengetahui kemampuan siswa serta menyiapkan media dalam permainan.
4 Turnamen Guru menempatkan posisi siswa sesuai dengan kemampuan yang setara.
5 Rekognisi Tim Guru melakukan perhitungan skor dan mengumumkannya serta memberikan penghargaan pada tim yang mengumpulkan skor paling tinggi.
3) Kelebihan dan Kelemahan Team Games Tournament (TGT)
Model pembelajaran Team Game Tournament (TGT) juga memiliki kelebihan dan kelemahan, antara lain :
a. Kelebihan
1) Keterlibatan siswa dalam belajar lebih tinggi. 2) Siswa menjadi bersemangat dalam belajar.
3) Pengetahuan yang diperoleh siswa bukan semata-semata dari guru tetapi juga melalui konstruksi sendiri oleh siswa.
4) Dapat menumbuhkan sikap-sikap positif dalam diri siswa, seperti kerjasama, toleransi, tanggung jawab, serta bisa menerima pendapat orang lain.
5) Melatih siswa mengungkapkan atau menyampaikan gagasan atau idenya. b. Kelemahan
1) Bagi para pengajar pemula, model ini membutuhkan waktu yang banyak. 2) Membutuhkan sarana dan prasana yang memadai.
3) Dapat menumbuhkan suasana gaduh di kelas. 4) Siswa terbiasa dengan adanya hadiah.
2.1.4 Lembar Kerja Siswa (LKS) 1) Pengertian LKS
Hidayah (Hamdani, 2011:74) menyatakan Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu jenis alat bantu pembelajaran. Sementara menurut Belawati (Prastowo, 2011:204) LKS merupakan singkatan dari Lembar Kerja Siswa, yaitu materi ajar yang sudah dikemas, sehingga peserta didik diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri. Dalam LKS, peserta didik akan mendapatkan materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi. Selain itu peserta didik juga dapat menemukan arahan yang terstruktur untuk memahami materi yang diajarkan. Saat yang bersamaan peserta didik diberikan materi serta tugas yang berkaitan dengan materi tersebut.
Secara umum, LKS merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap atau sarana pendukung pelaksanaan Rencana Pembelajaran (RP). Lembar Kerja Siswa berupa lembar kertas yang berupa informasi maupun soal-soal (pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa (Hamdani, 2011:74)).
Dari penjelasan ini dapat dipahami bahwa LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yag harus dikerjakan oleh peserta didik yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus di capai.
2) Fungsi LKS
Berdasarkan pengertian dan penjelasan awal mengenai LKS yang telah kita singgung pada bagian sebelumnya, dapat kita ketahui bahwa LKS memiliki setidaknya empat fungsi (Prastowo, 2011:205-206) sebagai berikut:
a. Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik.
b. Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan.
c. Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih; serta d. Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.
3) Langkah-Langkah Aplikatif Membuat LKS
Langkah-langkah penyusunan lembar kegiatan siswa menurut Diknas (Prastowo, 2011:212-215) yaitu sebagai berikut :
Diagram alir langkah-langkah penyusunan LKS Menyusun peta kebutuhan
LKS Menentukan judul-judul LKS Menulis LKS Merumuskan KD Menentukan alat penilaian Menyusun materi Menentukan struktur bahan ajar Analisis Kurikulum
Melakukan Analisis Kurikulum
Analisis kurikulum merupakan langkah pertama dalam penyusunan LKS. Langkah ini dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Pada umumnya, dalam menentukan materi, langkah analisisnya dilakukan dengan cara melihat materi pokok, pengalaman belajar, serta materi yang akan diajarkan. Selanjutnya, kita juga harus mencermati kompetensi yang mesti dimiliki oleh peserta didik. Jika semua langkah tersebut telah dilakukan, maka kita harus bersiap untuk memasuki langkah berikutnya, yaitu menyusun peta kebutuhan, lembar kegiatan siswa.
1. Menyusun Peta Kebutuhan LKS
Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan untuk mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis serta melihat sekuensi atau urutan LKS-nya. Sekuensi LKS sangat dibutuhkan dalam menentukan prioritas penulisan. Langkah ini biasanya diawali dengan analisis kurikulum dan analisis sumber belajar.
2. Menentukan Judul-Judul LKS
Perlu kita ketahui bahwa judul LKS ditentukan atas dasar kompetensi-kompetensi dasar, materi-materi pokok, atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Satu kompetensi dasar dapat dijadikan sebagai judul LKS apabila kompetensi tersebut tidak terlalu besar. Adapun besarnya kompetensi dasar dapat dideteksi, antara lain dengan cara apabila diuraikan ke dalam materi pokok (MP) mendapat maksimal 4 MP, maka kompetensi tersebut dapat dijadikan sebagai satu judul LKS. Namun, apabila kompetensi dasar itu bisa diuraikan menjadi lebih dari 4 MP, maka harus kita pikirkan kembali apabila kompetensi dasar itu perlu dipecah, contohnya menjadi dua judul LKS. Jika judul-judul LKS telah kita tentukan, maka langkah selanjutnya yaitu mulai melakukan penulisan.
3. Penulisan LKS
Untuk menulis LKS, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : Pertama, merumuskan kompetensi dasar. Untuk merumuskan kompetensi dasar dapat dilakukan dengan menurunkan rumusannya langsung dari kurikulum yang berlaku.contohnya, kompetensi dasar yang diturunkan dari KTSP 2006.
Kedua, menentukan alat penilaian. Penilaian dilakukan terhadap proses kerja dan hasil kerja peserta didik. Alat penilaian yang cocok dan sesuai adalah menggunakan pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau Criterion Referenced Assessment.
Ketiga, menyusun materi. Materi LKS dapat berupa informasi pendukung,yaitu gambaran umum atau ruang lingkup substansi yang akan dipelajari. Materi dapat diambil dari berbagai sumber, seperti buku, majalah, internet, dan sebagainya. Supaya pemahaman peserta didik terhadap materi lebih kuat, di dalam LKS di tunjukan refrensi yang digunakan agar peserta didik bisa membaca lebih jauh tentang materi tersebut. Selain itu, tugas-tugas harus ditulis secara jelas untuk mengurangi pertanyaan dari peserta didik tentang hal-hal yang seharusnya peserta didik dapat melakukannya. Contohya, tugas diskusi.
Keempat, memperhatikan struktur LKS. Ini adalah langkah terakhir dalam penyusunan LKS. Struktur LKS terdiri atas enam komponen, yaitu judul, petunjuk belajar (petunjuk siswa), kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah-langkah kerja, serta penilaian. Ketika menulis LKS, paling tidak ke enam komponen inti tersebut harus ada. Apabila salah satu komponennya tidak ada, LKS tidak akan terwujud dan terbentuk. Meskipun terwujud, itu hanyalah sekumpulan tulisan dan tidak bisa disebut sebagai LKS.
4)hKelebihan dan Kekurangan Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Kelebihan Lembar Kerja Siswa (LKS)
a. Guru dapat menggunakan lembar kerja siswa sebagai media pembelajaran mandiri bagi peserta didik.
b. Meningkatkan aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. c. Praktis dan harga cenderung terjangkau tidak terlalu mahal.
d. Materi di dalam LKS lebih ringkas dan sudah mencakup keseluruhan materi. e. dapat membuat siswa berinteraksi dengan sesama teman.
f. Kegiatan pembelajaran menjadi beragam dengan LKS.
g. Tidak menggunakan listrik sehingga bisa digunakan oleh SD di pedesaan maupun di perkotaan.
2. Kekurangan Lembar Kerja Siswa (LKS)
a. Soal-soal yang tertuang pada lembar kerja siswa cenderung monoton, bisa muncul bagian berikutnya maupun bab setelah itu.
b. Adanya kekhawatiran karena guru hanya mengandalkan media LKS tersebut serta memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. Misalnya siswa disuruh mengerjakan LKS kemudian guru meninggalkan siswa dan kembali untuk membahas LKS itu.
c. Di dalam LKS hanya bisa menampilkan gambar diam tidak bisa bergerak, sehingga siswa terkadang kurang dapat memahami materi dengan cepat.
d. Media cetak hanya lebih banyak menekankan pada pelajaran yang bersifat kognitif, jarang menekankan pada emosi dan sikap.
e. Menimbulkan pembelajaran yang membosankan bagi siswa jika tidak dipadukan dengan media yang lain.
2.1.5 Hasil Belajar
Belajar merupakan sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain. Hal ini mengandung arti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami oleh peserta didik atau siswa. Oleh karena itu pemahaman yang benar mengenai arti belajar sangat diperlukan bagi para pendidik.
Menurut Slameto (2003:2) dalam bukunya Belajar dan Faktor–Faktor yang Mempengaruhinya. Beliau menjelaskan “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Belajar sebagai suatu proses artinya kegiatan belajar terjadi secara dinamis dan terus-menerus yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam diri anak. Perubahan yang dimaksud dapat berupa pengetahuan (knowledge) atau perilaku (behavior).
Dari uraian di atas, dapat di simpulkan seorang individu mengalami segala perubahan baik kecakapan maupun tingkah laku yang terjadi sebagai suatu bukti keberhasilan dari usaha, kemampuan, latihan, dan pengalaman yang dipengaruhi aspek kognitif, afektif dan psikomotor dalam melakukan kegiatan belajarnya. Bagi seorang siswa pengalaman merupakan salah satu faktor pendukung pembelajaran.
Sedangkan hasil belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif (Suprijono, 2009:7).
Menurut Purwanto (2008) hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Manusia mempunyai potensi perilaku kejiwaan yang dapat dididik dan diubah perilakunya yang meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Belajar mengusahakan perubahan perilaku dalam domain-domain tersebut sehingga hasil belajar merupakan perubahan perilaku dalam domain-domain kognitif, afektif dan psikomotorik.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah proses perubahan perilaku individu baik kecakapan maupun tingkah laku yang terjadi dari hasil latihan dan pengalaman yang dipengaruhi aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu.
2.1.6 Pembelajaran IPA
IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis,penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya (Trianto, 2010:136).
Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Powler (Samatowa, 2010:3) bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen/sitematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa hakikat IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala–gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk
ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal (Trianto, 2010:141).
Prihantoro Laksmi (Trianto, 2010:142) mengemukakan sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan, maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu yaitu:
1. Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap; 2. Menanamkan sikap hidup ilmiah;
3. Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan;
4. Mendidik siswa untuk menangani, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya;
5. Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengajaran IPA ditekankan pada proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan.
Adapun standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran IPA yang ada di SD khususnya untuk kelas IV adalah :
Tabel 2.2
SK dan KD IPA Kelas IV Semester Ganjil
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Memahami hubungan antara struktur organ tubuh manusia dengan fungsinya, serta pemeliharaannya
1.1 Mendiskripsikan hubungan antara struktur kerangka tubuh manusia dengan fungsinya.
1.2 Menerapkan cara memelihara kesehatan kerangka tubuh.
1.3 Mendiskripsikan hubungan antara struktur panca indera dengan
fungsinya.
1.4 Menerapkan cara memelihara kesehatan panca indera.
2. Memahami hubungan antara struktur bagian tumbuhan dengan fungsinya.
2.1 Menjelaskan hubungan antara struktur akar tumbuhan dengan fungsinya. 2.2 Menjelaskan hubungan antara struktur
batang tumbuhan dengan fungsinya. 2.3 Menjelaskan hubungan antara struktur
daun tumbuhan dengan fungsinya 2.4 Menjelaskan hubungan antara bunga
dengan fungsinya 3. Menggolongkan hewan,
berdasarkan jenis makanannya.
3.1 Mengidentifikasi jenis makanan hewan
3.2 Menggolongkan hewan berdasarkan jenis makanannya
4. Memahami daur hidup beragam jenis makhluk hidup.
4.1 Mendeskripsikan daur hidup beberapa hewan di lingkungan sekitar, misalnya kecoa, nyamuk, kupu-kupu, kucing.
4.2 Menunjukkan kepedulian terhadap hewan peliharaan, misalnya kucing, ayam, ikan
5. Memahami hubungan sesama
makhluk hidup dan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
5.1 Mengidentifikasi beberapa jenis hubungan khas (simbiosis) dan hubungan “makan dan dimakan” antar makhluk hidup (rantai makanan).
5.2 Mendeskripsikan hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya
6. Memahami beragam sifat dan perubahan wujud benda serta
berbagai cara penggunaan benda berdasarkan sifatnya
6.1 Mengidentifikasi wujud benda padat, cair, dan gas memiliki sifat tertentu 6.2 Mendeskripsikan terjadinya
perubahan wujud cair  padat  cair; cair  gas  cair; padat  gas. 6.3 Menjelaskan hubungan antara sifat
bahan dengan kegunaannya
Tabel 2.3
SK dan KD IPA Kelas IV Semester Genap
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
7. Memahami gaya dapat mengubah gerak dan atau bentuk suatu benda
7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak suatu benda
7.2 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak suatu benda
8. Memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari
8.1 Mendiskripsikan energi panas dan energi bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar serta sifat-sifatnya 8.2 Menjelaskan berbagai energi alternatife
dan cara penggunaannya
8.3bMembuat suatu karya/model untuk menunjukkan perubahan energi gerak akibat pengaruh udara, misalnya roket dari kertas/baling-baling/pesawat kertas/parasut
8.4 Menjelaskan perubahan energi bunyi melalui penggunaan alat musik.
9.bMemahami perubahan
kenampakan permukaan bumi dan benda langit
9.1 Mendeskripsikan perubahan kenampakan bumi.
9.2 Mendeskripsikan posisi bulan dan kenampakan bumi dari hari ke hari. 10.Memahami perubahan
lingkungan fisik dan
pengaruhnya terhadap daratan.
10.1 Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik (angin, hujan, cahaya matahari, dan gelombang air laut).
10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor) 10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan
kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor).
11. Memahami hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat
11.1 Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan
11.2 Menjelaskan hubungan antara Sumber daya alam dengan teknologi yang digunakan
11.3 Menjelaskan dampak pengambilan bahan alamterhadap pelestarian lingkungan
2.2 Kajian Relevan
Penelitian tentang model pembelajaran TGT sebelumnya pernah diuji atau diteliti oleh beberapa orang. Penelitian ini relevan dengan penelitian Ayuk septiana dewi (2010) dengan judul “ Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ( Team Game Tournament ) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD ’’ menyatakan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas V SD diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dibandingkan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai yang berbeda yaitu metode pembelajaran
kooperatif tipe TGT sebesar 82,06 sedang pada metode pembelajaran konvensional sebesar 74,06 dan uji ketuntasan.
Luh Juwita Purwati, (2010) dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Berbantuan Lembar Kerja Siswa (LKS) di Sekolah Dasar” menyimpulkan bahwa adanya peningkatan hasil belajar IPA setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) berbantuan LKS dengan nilai ketuntasan belajar siswa secara klasikal pada siklus I 76,66% berada pada kategori tinggi (23 orang siswa yang dapat mencapai KKM) dan pada siklus II 93,3% berada pada kategori sangat tinggi (28 orang siswa yang dapat mencapai KKM). Ini berarti bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) berbantuan LKS sebesar 16,64%. Berdasarkan analisis data dan pembahasan disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) berbantuan LKS sangat efektif digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD.
Prihatin, Vitalis (2011) dengan judul “Perbedaan Aktivitas dan Hasil Belajar IPS dengan Mengunakan Model Pembelajaran TGT ( Team Games Tournament) dan Simulasi di SD Tlogo Mas Malang Pada Mata Pelajaran IPS”. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran TGT dan model pembelajaran simulasi pada materi koperasi. Aktivitas siswa kelas eksperimen sebesar 65% dengan kategori sangat baik dan baik. Dari 40 siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran, terdapat 6 siswa yang nilai aktivitasnya terkategori sangat kurang. Sedangkan siswa yang nilai aktivitasnya terkategori baik berjumlah 12 orang, dan yang terkategori sangat baik berjumlah 14 orang. Sedangkan aktivitas siswa kelas kontrol sebesar 42,5% dengan kategori sangat baik dan baik. Dari 40 siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran, terdapat 18 siswa yang nilai aktivitasnya terkategori sangat kurang. Sedangkan siswa yang nilai aktivitasnya terkategori baik berjumlah 7 orang, dan yang terkategori sangat baik berjumlah 10 orang.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa terdapat perbedaan aktivitas dan hasil belajar siswa untuk mata pelajaran IPS pada pembelajaran model TGT (Team Games Tournament) dan simulasi. Di mana penggunaan metode pembelajaran kooperatif model TGT (Team Games Tournament) di SD Negeri Tlogomas Malang lebih efektif untuk meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran IPS dibandingkan dengan penggunaan metode pembelajaran kooperatif model simulasi.
2.3 Kerangka Berfikir
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Dalam proses belajar-mengajar terkandung serangkaian perbuatan pendidik/guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar. Guru dalam proses belajar mengajar bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. Selain itu guru di dalam pembelajaran harus menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang sedang dibahas. Karena metode pembelajaran yang sesuai akan berpengaruh pada keberhasilan proses belajar mengajar. Sebagaimana keberhasilan proses pembelajaran tentunya tidak lepas dari guru sebagai salah satu perencana didalam pembelajaran. Tingkat keberhasilan proses belajar mengajar dapat dicerminkan dengan hasil belajar siswa yang mencapai KKM.
Di SD N 1 Ledokdawan dan SD N 2 Ledokdawan dalam pembelajaran IPA semester I sebagian besar siswa kelas IV belum mencapai KKM. Hal ini disebabkan guru di dalam pembelajaran masih menggunakan metode konvensional pada saat pembelajaran berlangsung. Sehingga anak kurang antusias di dalam pembelajaran dan kurang memahami materi. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu digunakan model pembelajaran yang menarik, kreatif dan inovatif oleh guru. Salah satu model pembelajaran yang dapat menjadi alternatif guru adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan bantuan LKS Dengan model ini siswa dilatih untuk selalu berpikir kritis dan belajar secara berkelompok. Berdasarkan uraian diatas, kerangka berfikir penelitian dapat di ilustrasika pada gambar dibawah ini:
Melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan bantuan LKS siswa akan lebih mudah memahami dan menguasai materi dalam pembelajaran IPA, siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran, motivasi belajar siswa lebih optimal, siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga suasana kelas menjadi lebih menarik dan tidak membosankan sehingga dapat menjadikan pembelajaran lebih bermakna, yang akhirnya akan meningkatkan hasil belajar siswa
Kondisi Awal Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
Guru Kurang Optimal dalam menerapkan model pembelajaran TGT Rendahnya pemahaman siswa dalam belajar matematika
Pembelajaran dengan mengunakan alat peraga sederhana pada operasi hitung bilangan bulat, yaitu:
1) Informasi : bilangan bulat positif dan negative operasi penjumlahan bilangan bulat, dan alat peraga dakon, 2) Guru menyampaikan materi dan informasi pembelajaran
dengan menggunakan model TGT dengan LKS kepada siswa dan menjelaskan kepada siswa cara pembentukan kelompok secara heterogen dan membantu setiap kelompok belajar agar berpartisipasi aktif dalam berdiskusi.
3) siswa secara berkelompok berdiskusi mengerjakan soal pada LKS yang telah dibagikan oleh guru, dan siswa secara individu menjawab pertanyaan pada kartu soal yang telah dipilih.
4) siswa menempatkan diri pada meja yang sudah disiapkan oleh guru, serta menjawab pertanyaan pada kartu soal.
Meningkatkan hasil belajar IPA
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan perumusan masalah, kajian teori dan kerangka berpikir, maka dapat diajukan hipotesis penelitian bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe team Game Tournament (TGT) berbantu LKS lebih efektif dari pada penggunaan model pembelajaran konvensional.