BAB II
TELAAH PUSTAKA
Pendahuluan
Berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki. Sebagai pelaksana dalam kegiatan sebuah organisasi, karyawan dituntut untuk memiliki sikap mental yang baik, berdedikasi, disiplin, dan memiliki kinerja yang tinggi. Kinerja karyawan merupakan unsur penting yang dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap keberhasilan sebuah organisasi. Tapi bukan hanya kinerja karyawan melainkan juga dan terutama kinerja dari pemimpinnya. Namun kinerja pemmipin ditentukan oleh banyak faktor, dan salah satu yang sangat penting adalah karakternya. Karena itu dalam kajian teoritis ini penulis mencoba mengulas berbagai konsep penting yakni kinerja dan karakternya serta kaitannya.
Salah satu cara untuk dapat mengetahui baik atau tidak kinerja karyawan dalam suatu organisasi dapat dilakukan dengan penilaian kinerja terhadap karyawan maupun pemimpinnya. Namun dalam penelitian ini, penulis belum menggunakan penilaian kinerja pemimpin, melainkan persepsi warga saja, karena bagaimanapun anggota atau warga organisasi itu mempunyai kepentingan untuk menilai
kinerja pemimpinnnya, apalagi dalam organisasi keagamaan yang non-profit oriented.
Pada bab ini, penulis akan menguraikan tentang konsep-konsep yang berhubungan dengan kinerja dan karakter. Hal ini penting untuk menjawab persoalan penelitian.
2.1 Kinerja (Performance)
2.1.1Definisi KinerjaKeberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan bukan hanya pada sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki tetapi juga tergantung pada bagaimana para personel dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Setiap individu yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk bekerja pada suatu organisasi tertentu diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang memuaskan dan memberikan konstribusi yang maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi tersebut.
Kinerja dapat digambarkan dalam cara yang berbeda. Benardin dan Russel (1993) mendefinisikan kinerja adalah catatan hasil yang dihasilkan dari fungsi pekerjaan atau suatu kegiatan tertentu selama suatu periode waktu tertentu. Hasibuan (2001) mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang di bebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan pengalaman dan kesungguhan serta waktu.
Kinerja juga merupakan salah satu ukuran dari perilaku yang aktual di tempat kerja yang bersifat multidimensional, dalam hal ini meliputi kualitas kerja, kuantitas kerja, waktu kerja dan kerja sama dengan rekan kerja (Mathis dan Jackson, 2002). Lebih lanjut Menurut Mangkunegara (2001) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja dibedakan menjadi dua yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja individu baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah di tentukan, sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dengan kinerja kelompok.
Robbins (2001) mengemukakan bahwa tingkat kinerja pegawai sangat tergantung oleh kemampuan pegawai itu sendiri. Tingkatan yang dimaksudkan terdiri dari tingkat pendidikan, pengetahuan dan pengalaman, serta motivasi kerja pegawai yaitu dorongan dari dalam diri pegawai untuk melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan menurut Dessler (2000), kinerja merupakan prestasi kerja, yaitu perbandingan antara hasil kerja yang secara nyata dengan standar kerja yang ditetapkan.
Bastian (2001) menjelaskan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut. Menurut Wibowo
(2007) Pengertian performance sering diartikan sebagai kinerja, hasil kerja/prestasi kerja. Mangkunegara (2000) mengemukakan bahwa istilah kinerja berasal dari kata job
performance atau actual performance (prestasi kerja atau
prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang), yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Para teoritikus mendefinisikan kinerja sebagai “Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi, visi, misi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika” (Prawirosentono, 1999)
Berdasarkan pengertian diatas maka kinerja adalah hasil kerja seorang individu dalam hal ini pendeta dalam melakukan tugasnya yang sesuai dengan visi misi organisasi gereja.
2.1.2. Aspek-Aspek Kinerja
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi.Perbaikan kinerja baik untuk individu
maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi (Mathis & Jackson, 2002). Aspek-aspek yang terkait di dalamnya yaitu quantity of work yang ditentukan: kuantitas kerja; kesesuaian dan kesiapannya,
pengetahuan akan pekerjaan, kreativitas, tanggung jawab, inisiatif, kualitas personal.
Hasibuan (2006) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang dinilai sebagai kinerja mencakup: Kesetiaan, Hasil kerja, Kejujuran, Kedisiplinan, Kreativitas, Kerjasama, Kepemimpinan, Kepribadian, Prakarsa, Kecakapan, Tanggung jawab. Sedangkan Menurut Gomes (2001) aspek-aspeknya adalah: 1) Quantity of work: Jumlah kerja yang dilakukan dalam satu periode yang telah di tentukan. 2) Quality of work: kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. 3) Job Knowledge: Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya. 4)
Creativeness: Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan
dari tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul. 5) Cooperation: kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama anggota organisasi). 6) Dependability: Kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja tepat pada waktunya. 7)
Initiative: Semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru
dan dalam memperbesar tanggung jawabnya. 8) Personal
Qualities: Menyangkut kepribadian, kepemimpinan,
Selanjutnya menurut Sariyathi, (2003) pengukuran kinerja dapat dilakukan melalui aspek-aspek sebagai berikut: a) Kualitas kerja, yakni berkaitan dengan ketrampilan, ketelitian, kerapian dan kesesuaian hasil pekerjaan yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu. b) Kuantitas kerja yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas regular dan tugas tambahan. c) Sikap berkaitan dengan ketaatan mengikuti perintah kebiasaan mengikuti peraturan, keslamatan, inisiatif, ketepatan waktu kehadiran dan dapat menunjukan seberapa jauh tanggung jwab terhadap pelaksanaan tugas, serta bagaimana tingkat kerja sama rekan kerja dan atasan dalam menyelesaikan pekerjaan. d) Ketepatan waktu yakni ketepatan waktu menyelesaikan tugas berdasarkan standar kerja yang ditetapkan.
Adapun aspek-aspek/format penilaian pelaksanaan pekerjaan pegawai/pelayan organik Gereja Protestan Maluku (GPM) Bab 2 pasal 3 tentang dp3 (daftar penilaian, pelaksanaan pekerjaan ayat 2. sebagai berikut:
1. Kesetiaan
Berarti apapun yang dikatakan akan dilakukan dalam tugas dan tanggung jawab sebagai seorang pemimpin di Gereja. Tuhan memanggil orang-orang untuk berkomitmen untuk iman kita dan saat berjalan bersamanya. Ketika kita berkomitmen kepada-Nya maka apapun tugasnya kita akan setia dalam perjalanan kita sebagai seorang Kristen.
2. Pretasi Kerja
Hasil kerja maksimal yang ditunjukkan pendeta GPM secara Stuktural dan fungsional. Yang dimaksud dengan Stuktural yaitu mampu untuk melaksanakan tugas-tugas yang dilegasikan sebagaimana yang diamanatkan oleh persidangan jemaat klasis, sinode dan kebijakan-kebijakan stuktural lainnya yang berkaitan dengan pengembangan misi gereja, sedangkan fungsional yaitu mampu menyelesaiakn kasus pastoral, menjaga keutuhan umat, menjaga hubungan antara gereja-gereja Oikumene dan dominasi lainnya.
3. Tanggung Jawab
Pendeta bertugas untuk pelayanan kependetaan mengatur, memberikan instruksi rohani kepada jemaat, melaksanakan ordinasi-ordinansi, mengetuai semua pertemuan-pertemuan gereja, dan untuk mengawasi pengalaman pribadi dan kehidupan anggota jemaat-menasihati, memperingatkan, mereka yang dipercayakan dengan sikap yang peduli. sebagaimana di tuntut oleh profesi dan organisasi
4. Kedekatan & Kerjasama
Terkait dengan dua aspek ini, pendeta harus bisa menjalin hubungan kerjasama di gereja dan jemaat lainnya dalam ha-hal tertentu sebagai perwujudan dari semua warga keluarga Allah dan anggota dari satu tubuh kristus. Pendeta juga bekerjasama
dengan masyarakat dan instansi pemerintah sebagai mitra demi kepentingan kesejahteraan
5. Kejujuran
Terkait dengan kejujuran menentukan kesuksesan hidup seseorang dalam bekerja. Pengertian kejujuran yang paling sederhana adalah tidak berbohong. Tapi tidak hanya itu saja, arti atau makna kejujuran adalahkata-kata yang mengandung tiga unsur berikut: kebenaran, kebaikan dan kegunaan.
6. Prakarsa
Kemampuan inisiatif terkait dengan pelaksanaan tugas-tugas kependetaan dan bagaimana seorang pendeta mampu menatalayanan dengan Ide-ide yang baru dalam pelayanan dalam konteks gereja dan masyarakat.
7. Kehidupan Moral
Terkait dengan aspek kehidupan Sikap, Perbuatan dan gaya hidup pendeta biasa menjadi contoh yang baik dan menjadi panutan bagi jemaat dan anggota masyarakat.
8. Kepemimpinan
Tugas pimpinan gereja "bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani" dan menjadi gembala yang tidak "memerintah atas mereka yang dipercayakan" kepadanya, melainkan yang "menjadi teladan" (bdk Mat 20:25-28, Mrk 10:45; Yoh 13:5-15 dll), dan tidak menggunakan paksaan melainkan kesukarelaan (bdk 1 Petr 5:2-4). Disini gereja harus
menjadi teladan untuk dunia tentang kepemimpinan yang sebenarnya, dan bukan sebaliknya.seorang pemimpin gereja terutama dipahami sebagai pelayanan kepada Tuhan. Namun dimensi vertikal ini tidak pernah terlepas dari dimensi horisontal, karena tidak ada jalan lain untuk melayani Allah kecuali melalui melayani sesama manusia.
Dari ke delapan aspek di atas penulis mengunakan semua aspek yaitu kedekatan dan kerjasama, prakarsa, kehidupan moral, kepemimpinan. Prestasi kerja kejujuran, kesetiaan dan tanggung jawab. Alasan pengambilan aspek-aspek yang dipakai Oleh Gereja Protestan Maluku (GPM) Untuk mengukur, kinerja yang selama ini dilakukan oleh Pendeta dalam melakukan pelayanan dalam satu periode. Kalau dicermati, maka dari ke delapan unsur penilaian kinerja tersebut sangatlah berat bobot karakternya. Itulah yang mendorong penulis meneliti masalah kinerja dan karakter pemimpin dalam organisasi gereja.
2.1.3. Kriteria Penilaian Kinerja
Menurut Bernardin dan Rusell (1993) bahwa terdapat 6 kriteria penilaian kinerja yaitu:
1. Kualitas (Quality) Yaitu merupakan tingkatan sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan
2. Kuantitas (Quantity) Yaitu merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya nilai mata uang, unit, dan siklus kegiatan yang dilakukan
3. Ketepatan waktu (Timeliness) Yaitu merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendkaki dengan memperhatikan kordinasi output lain
4. Efektivitas (cost effectiviness) Yaitu tingkatan dimana penggunaan sumber daya organisasi berupa manusia, teknologi, keuangan dimaksimalkan untuk mendapatkan hasil yang tertinggi atau pengurangan kerugian tiap unit.
5. Kemandirian (Need for Supervision) Tingkatan dimana seorang karyawan dapat melakukan pekerjaannya tanpa perlu meminta pertolongan atau bimbingan dari atasannya.
6. Komitmen kerja (Interperssonal Impact) Tingkatan dimana seseorang merasa percaya diri, punya keinginan yang baik dan bekerja sama antara rekan kerja.
Dari ke-6 kriteria penilaian kinerja penulis mengambil 3 kriteria yaitu Kualitas, kuantitas dan Komitmen kerja, dengan menyadari kriteria ini maka bisa melakukan tugas dan tanggunng jawab dalam bekerja untuk mencapai visi dan misi dalam organisasi.
Penilaian kinerja bersifat obyektif dan subyektif menurut Siagian (1995) yaitu sebagai berikut: Obyektif:
Kinerja dapat juga diterima, diukur, oleh pihak lain, selain yang melakukan penilaian dan bersifat kuantitatif. Sedangkan Subyektif: pengukuran yang berdasarkan pendapat pribadi atas standar pribadi orang yang melakukan penilaian dan sulit untuk diverivikasi oleh orang lain. Menurut penulis pengertian penilaian kinerja merupakan suatu sistem penilaian secara berkala terhadap kinerja karyawan yang mendukung kesuksesan lembaga atau organisasi yang terkait dengan pelaksanaan tugasnya, dan untuk penelitian ini, penulis menggunakan penilaian subyektif, alasannya karena mereka secara langsung melihat bagaimana kinerja pendeta tersebut dan merasakan kedekatan mereka selaku jemaat dengan pendeta.
2.2. Karakter
1.2.1. Definisi karakter
Sastrapradja (1978) mengatakan bahwa karakter merupakan sebuah kata yang artinya watak, ciri khas seseorang sehingga ia berbeda dari orang lain. Suyanto dalam wardani 2010 karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi cirri khas tiap individu untuk hidup bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Klann (2007) mendefinisikan karakter sebagai kualitas yang secara internal dipahatkan dalam diri individu menjadi sebuah bagian integral (terpadu) dalam diri mereka. dalam Semua kualitas ini kemudian direflesikan dalam pola perilaku seseorang.Dengan demikian, perilaku pemimpin merefleksikan apa yang menjadi sudut pendirian mereka dan sifat alami/sifat dasar yang mereka miliki
Klann melanjutkan, karakter kepemimpinan didefinisikan sebagai perilaku yang memiliki pengaruh positif terhadap orang lain. Perilaku kepemimpinan mengacu terutama pada perilaku yang dilakukan ketika orang lain hadir: Tindakan, komentar, sinyal/tanda non verbal dan perangai personal, sebagaimana juga sikap umum, laku dan pembawaan diri. Karakter kepemimpinan tidak hanya dilihat dalam perilaku pemimpin terkait dengan krisis, tekanan atau dalam situasi yang meliputi sebuah dilema etis, namun karakter ini terlihat dalam semua perilaku pemimpin dan dalam segala hal yang berhasil ataupun gagal mereka lakukan. Perilaku sehari-hari dan umum lebih memberikan banyak informasi mengenai karakter seorang pemimpin. Karakter seseorang adalah sesuatu yang konsisten yang dimiliki untuk berperilaku dalam konteks apapun. Perilaku merefleksikan karakter pemimpin tak peduli apapun konteksnya. Dalam setiap konteks, karakter seseorang akan diperhatikan dan di nilai.
Penulis tertarik dengan deksripsi dan penjelasan Tom Hill pendiri dari Character First (FC), suatu organisasi yang
melatih karakter untuk para pegawai perusahaan. Tom Hill (2010: 33) mulai dengan mengatakan apa yang tidak dimaksudkan dengan karakter. Pertama, karakter bukanlah reputasi. Dia mengutip Thomas Paine yang mengatakan bahwa “ reputasi adalah apa yang dipikirkan oleh orang-orang lain terhadap kita; karakter adalah apa yang Allah dan malaikat ketahui tentang siapa kita.” Maksudnya adalah bahwa reputasi adalah sesuatu yang berdasarkan pandangan yang subyektif dari pihak lain yang bisa saja apalagi kalau kita kurang dekat atau mengenal seseorang, sedangkan karakter adalah siapa anda sesungguhnya dan mungkin hanya Tuhan dan malaikat yang tahu persis siapa kita. Yang kedua adalah, bahwa karakter bukanlah kepribadian (personality). Kepribadian lebih berkaitan dengan cirri natural/alami dari perilaku manusia, misalnya apakah seseorang itu pendiam, menarik dari atau suka bicara dan suka bertemu orang lain. Ciri kepribadian apapun dapat memunculkan karakter apapun, misalnya seorang pemalu atau sebaliknya bisa saja berkarakter peduli kepada sesama, jujur dll.
Kemudian Tom Hill( 2010: 35) mendefinisikan karakter sebagai “ an inner sense of right and wrong with a commitment
to do what is right regardless of the cost.”Jadi bilamana,
seorang dihadapkan dengan pilihan-pilihan yang mempunyai konsekwensi-konsekwensi, maka karakter yang baiklah yang menununtun seseorang membuat keputusan yang benar. Betapa pentingnya karakter dalam hidup manusia, sehingga
Henry Clay( Tom Hill: 2010, 35). mengatakan “ dari semua milik yang dipunyai seseorang yang terhormat, tak ada satupun yang lebih dihargai daripada karakter itu sendiri.” 2.2.2. Atribut (traits) Karakter Pemimpin
Gene Klann dalam bukunya Building Character:
Strengthening the Heart of Good Leadership ( Klann: 2007,
21),mengatakan ada 5 atribut karakter pemimpin yang menentukan keberhasilan/kinerja seorang pemimpin dalam organisasi, yaitu keberanian, kepedulian, optimisme, kontrol diri, dan komunikasi.Pemimpin yang mengembangkan perilaku kepemimpinan profesional berdasarkan kelima atribut ini akan meningkatkan efektivitas pengaruh dan produktivitas mereka sebagai pemimpin. Maka seorang pendeta yang adalah pemimpin juga perlu memiliki karakter seperti ini dalam kepemimpinannya.
1. Keberanian.
Tipe keberanian yang perlu dikembangkan dalam karakter kepemimpinan adalah keberanian moral atau keberanian manajerial.Keberanian moral berarti berpegang teguh pada nilai-nilai tertentu dan berani mengambil risiko dikritisi. Keberanian ini juga dapat berarti suatu keinginan untuk menerima risiko kehilangan kekuatan, posisi, kepemilikan, atau reputasi. Di luar tekanan-tekanan internal maupun eksternal yang ada, pemimpin yang berani tetap melakukan apa yang diyakininya benar. Hasil dari
tindakan keberanian moral umumnya tidak hanya bagi diri sendiri namun bagi orang lain, kelompok, organisasi, komunitas, atau masyarakat secara umum.
Pengaruh Positif Keberanian, Sebuah momen keberanian
moral dapat membuat seorang pemimpin memperoleh rasa hormat yang instan dan bertahan lama. Sebaliknya, seorang pemimpin dapat kehilangan rasa hormat selamanya ketika gagal berperilaku secara berani ketika situasi menuntut keberanian tersebut. 2. Kepedulian.
Kepedulian berarti rasa tertarik yang tulus untuk memperhatikan orang lain. Konsep kepedulian meliputi hal-hal seperti pertimbangan, empati, pemeliharaan, dan cinta.Kepedulian bukan berarti memberikan toleransi dan tidak memperhatikan hal-hal negatif yang dilakukan organisasi, sikap-sikap yang buruk, dan ketidakjujuran. Menciptakan kebudayaan dan lingkungan yang berkepedulian juga tidak berarti membiarkan semua orang melakukan apa saja yang membuat mereka senang. Kepedulian berarti memandang manusia sebagai sumber daya yang paling penting dalam sebuah organisasi. Pengaruh Positif
Kepedulian, Apabila pemimpin memperlakukan pengikut
mereka dengan perilaku kepedulian seperti penghargaan, pengertian, perhatian, kesetiaan, penguatan, maka sebaliknya si pemimpin akan
memperoleh perilaku mau bekerja sama dan suportif dari pengikutnya.
3. Optimisme
Optimisme adalah kecenderungan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang yang berpengharapan dan menyenangkan serta berharap hasil yang terbaik.Menjadi orang yang optimis adalah kebalikan dari menjadi orang yang negatif, pesimistis, suram, sinis, dan skeptis. Optimisme berarti ketiadaan rasa putus asa dan hilang harapan.Orang-orang yang optimis mencari kesempatan dan kemungkinan-kemungkinan dalam setiap situasi. Mereka memelihara harapan dan rasa percaya diri terhadap situasi mereka saat ini maupun di masa depan. Pengaruh Positif Optimisme, Optimisme menciptakan sebuah hubungan emosional yang signifikan antara pemimpin dan yang dipimpinnya. Orang akan secara alami tertarik pada pemimpin yang positif dan menyenangkan.
4. Kontrol Diri
Kontrol diri berarti mengendalikan emosi, tindakan, keinginan, dan hasrat pribadi.Ini tentang bagaimana mengendalikan tindakan, kebiasaan, kekuatan, dan keinginan kita. Kontrol diri mencakup kedisiplinan diri dalam perilaku dan gaya hidup. Bagi pemimpin, kontrol diri juga berarti melakukan hal-hal yang secara normal memiliki pengaruh positif yang besar terhadap orang lain dan menghindari hal-hal yang memiliki pengaruh negatif. Kontrol dirijuga berarti suatu kemampuan
untuk beradaptasi dan fleksibel ketika situasi berubah.
Pengaruh Positif Kontrol Diri, Kontrol diri merupakan
fondasi dari pencapaian pribadi dalam jangka panjang.Kontrol diri membantu seseorang untuk terus termotivasi dan fokus pada tujuan.
5. Komunikasi
Komunikasi berarti sikap dan keahlian yang mendasari interaksi langsung antar pribadi yang efektif. Secara lebih mendasar, komunikasi merupakan transmisi makna antara pengirim dan penerima. Terdapat beberapa metode komunikasi interpersonal: tertulis, verbal, tanda-tanda non verbal, sikap, dan bahasa tubuh, seperti juga komunikasi melalui tindakan dan tampilan. Perlu diingat bahwa mendengarkan juga tidak kalah penting dalam komunikasi. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam komunikasi, yaitu mengkomunikasikan informasi, mendengarkan, dan berkomunikasi dengan tindakan dan sikap. Pengaruh
Positif Komunikasi, Semakin efektif komunikasi maka
akan semakin kuat ikatan dalam organisasi.
Terdapat hubungan yang kuat di antara keberanian, kepedulian, optimisme, kontrol diri, dan komunikasi.Suatu sinergi terbentuk ketika seorang pemimpin mampu mengembangkan kelimanya secara bersama-sama.Hal inipun yang dimiliki kepribadian seorang pendeta sebagai pemimpin yang memiliki kepribadian dengan karakter tersebut.
2.2.3. Aspek-aspek Karakter Pemimpin (Pendeta)
Menzies dan Horton (2003) mengatakan bahwa, Karakter hamba dan pimpinan yang baik akan menampakkan diri pada sikap dan perilaku yang terikat kepada kebenaran, kebajikan, kejujuran, kesetiaan, dan ketahanan dalam pengabdian. Demikian juga karakter yang baik membuahkan kebaikan moral, relasi social dengan orang lain, sehingga menjamin keberhasilan dalam pelayanan. Dengan demikian, beberapa aspek dalam karakter pemimpin adalah:
1. Kesadaran Diri sebagai pelayan: sejumlah perilaku yang secara sadar dilakukan seorang pimpinan menunjukkan konsep dirinya (menjadi seorang pelayan) juga sikap intensinya (melakukan tindakan pelayanan) dalam menempatkan orang lain lebih dahulu sebelum dirinya.
2. Diri yang otentik: perilaku pimpinan yang mengindikasikan posisi dirinya yang otentik dalam huhbungannya dengan orang lain, dikarakteristikkan melalui: kerendahan hati, integritas, akuntabilitas. 3. Spiritualitas transenden: perilaku para pimpinan
yang memanifestsikan suatu keyakinan yang mendasar bahwa ia seseorang yang mampu mengatasi diri, eksis dan membuat kehidupan ini penuh makna.
4. Moralitas: perilaku para pimpinan yang mengankat perilaku moral atau etis pimpinan, dan anggota yang dipimpin (jemaat).
5. Hubungan persekutuan: perilaku para pimpinan yang memupuk keikhlasan, kedalaman dan hubungan yang langgeng melalui kasih yang tanpa syarat, penerimaan, keseimbangan, kebergunaan, kolaborasi. 2.3. Hubungan Karakter dan Kinerja
Kinerja dapat dipahami dan dibagi dalam dua bagian yakni kinerja yang baik atau positif dan kinerja yang buruk atau negatif.Kinerja yang positif terkait dengan pengukuran secara kontekstual dan tindakan pendeta itu sendiri, dilihat dari tercapainya tujuan-tujuan, fungsi dan peran pendeta.Artinya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya; 1) seorang pendeta adalah juga seorang “teolog”. Karena itu ia harus dapat memberikan suatu pertanggungjawaban teologis tentang pekerjaannya. Pertanggung jawaban ini bukan hanya dari segi teoritis, tetapi dari segi-segi eksistensial maupun karakternya. Sebagai pendeta ia hidup dalam satu tradisi tertentu. Kalau ia tidak menghiraukan tradisi itu ia dapat “tumbang”. Karena dengan tradisi keagamaannya harus terdapat “perdamaian”. 2) Penataan gereja secara institusional atau stuktural; dan 3) Penata layanan Kehidupan bergereja dan berjemaat secara fungsional (Abineno, 2006).
Organisasi atau lembaga gereja membutuhkan figur seorang pemimpin dalam hal ini pendeta untuk membimbing warga jemaat dalam melaksanakan tugasnya masing-masing. Jika seorang pendeta memiliki karakter yang baik selaku
seorang hamba Tuhan dan mampu mencerminkan kirerja yang baik selaku seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas dan fungsi-fungsinya,makasangat mungkin organisasi atau lembaga gereja yang dipimpinnya dapat mencapai sasarannya. Kinerja dan karakter pendeta yang baik mengarah pada presepsi yang positif dari warga jemaat. Sehingga tidak terdapat kerenggangan antara warga jemaat dengan pendeta dalam kehidupan berjemaat.