PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN
KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA YANG DIAJAR
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
MASALAH (PBM)
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Pada Program Studi Pendidikan Matematika
OLEH:
YUNITA
8136172094
PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
i
ABSTRAK
YUNITA. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis
Siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Berbasis Masalah, Berpikir Kritis, dan Komunikasi Matematis
Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan pembelajaran biasa, (2) Mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan pembelajaran biasa, (3) Mengetahui terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa, (4) Mengetahui terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa, (5) Mengetahui proses penyelesaian masalah berpikir kritis siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan yang diajar dengan pembelajaran biasa, (6) Mengetahui proses penyelesaian masalah komunikasi matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan yang diajar dengan pembelajaran biasa. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini terdiri dari seluruh siswa kelas VIII SMP Al-Washliyah Ampera II Medan yang berjumlah 150 siswa, dengan mengambil sampel dua kelas berjumlah 60 siswa melalui teksin cluster random
sampling. Analisis data dilakukan dengan Anava dua jalur. Hasil penelitian ini
ii
ABSTRACT
YUNITA. Improving on Students’ Critical Thinking Skills and Mathematical Communication Taught with Problem Based Learning Model (PBL). A Thesis: Medan: Postgraduate Program, State University of Medan, 2016.
Keywords: Problem Based Learning Model, Critical Thinking and Mathematical Communication
The purpose of this study are to: (1) Determine improving on students’ critical
thinking skills taught with problem based learning model is higher than ordinary learning, (2) Determine improving on students’ mathematical communication skills taught with problem based learning model is higher than ordinary learning, (3) Determine whether there is an interaction between the learning model with the
students’ ability of early mathematics towards improving the students’ critical thinking skills, (4) Determine whether there is an interaction between the learning model with the students’ ability of early mathematic towards improving the
students’ mathematical communication, (5) Find out the process of students’
solving mathematical communication taught with problem based learning model and ordinary learning., (6) Find out the process ofstudents’ solving mathematical
communication taught with problem based learning model and ordinary learning. This study is a quasi-experimental research. The population in this study consists of 150 students in class VIII SMP Al-Washliyah Ampera II , by taking two classes as sample which are consists of 60 students through teksin cluster random sampling. The analysis data was analyzed using Anova two lanes. The results showed that (1) improving on students’ critical thinking skills taught with problem based learning model is higher than ordinary learning, (2) Improving on students’ mathematical communication skills taught with problem based learning model is higher than ordinary learning, (3) There is an interaction between the learning model with the students’ ability of early mathematics towards improvimg thestudents’critical thinking skills, (4) There is an interaction between the learning model with the students’ ability of early mathematics towards the improving the students’ mathematical communication, (5) The process of settlement issues on students’ critical thinking taught with problem-based learning model is better than those taught with ordinary learning, (6) The
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis,
sehingga penulis dapatmenyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Peningkatan
Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Yang Diajar Dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)”. Shalawat beserta salam penulis sanjungkan kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai pembawa
risalah islam kepada seluruh ummat manusia. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada semua pihak yang telah membantu penulis sampai terselesaikannya tesis
ini. Semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan yang setimpal. Terima kasih
dan penghargaan peneliti sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika
Pascasarjana UNIMED serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf
Program Studi Pendidikan Matematika.
2. Bapak Prof. Dian Armanto, M.Pd., M.A., M.Sc., Ph.D selaku Pembimbing I
dan Bapak Prof. Dr. Mukhtar, M.Pd, selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi yang sangat bermanfaat dan
berharga bagi penulis dalam penyusunan tesis ini sampai dengan selesai.
3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd, Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd, dan Dr.
iv
memberikan saran dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan dan
menjadi motivator dalam penyelesaian tesis ini.
4. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd selaku Direktur Program
Pascasarjana UNIMED dan Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd selaku
Asisten Direktur I Program Pascasarjana UNIMED.
5. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Prodi Pendidikan Matematika Program
Pascasarjana UNIMED yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan
yang bermakna selama menjalani pendidikan.
6. Bapak Sri Panda, S.Pd, M.Pd selaku Kepala SMP Al-Washliyah Ampera II
Medan yang telah memberi kesempatan dan izin kepada penulis untuk
melakukan penelitian.
7. Teristimewa kepada Ayahanda Legimanto dan Ibunda Resti, yang telah
memberikan doa, rasa kasih sayang, perhatian dan dukungan penuh dalam
setiap langkah penulis untuk menyelesaikan perkuliahan. Kakak tersayang
Nursugi Astuti, adik-adik tersayang Heru Susanto, S.E, Yuni Hartati, S.E, dan
Ida Novianti yang telah mendoakan dan memberi dukungan moril bagi penulis
dalam menyelesaikan tesis.
8. Empat sekawan Triana Gusti Ulina Sarumpaet, Budi Darmawan Manurung,
dan Arsad Halomoan Sipahutar, serta sahabat-sahabat seperjuangan Dikmat
B-3 2013 sebagai penyemangat untuk menyelesaikan pendidikan dan
memberikan hasil yang terbaik.
9. Teruntuk dia sang belahan jiwa, semoga kita tetap istiqomah untuk terus
memperbaiki diri menjadi sholeh dan sholehah hingga yakin teguh di dalam
v
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang baik atas bantuan,
dukungan dan bimbingan yang diberikan. Dengan segala kekurangan dan
keterbatasan penulis berharap semoga tesis ini dapat memberi sumbangan dalam
memperkaya khasanah ilmu dalam bidang pendidikan dan menjadi masukan bagi
penelitian lebih lanjut.
Medan, Januari 2016 Penulis
vi 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 12 2.1 Hakikat Belajar Matematika ... 20
2.2 Kemampuan Berpikir Kritis ... 22
2.3 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 26
2.4 Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ... 33
2.4.1 Ciri-Ciri Pembelajaran Berbasis Masalah ... 35
2.4.2 Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 37
2.4.3 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah ... 37
2.4.4 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 38
2.4.5 Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 40
2.5 Pembelajaran Biasa ... 43
2.5.1 Sintaks Pembelajaran Biasa ... 45
2.6 Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... 45
2.7 Penelitian yang Relevan ... 48
2.8 Kerangka Konseptual ... 50
2.8.1 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa antara yang Diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Biasa ... 51
2.8.2 Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa antara yang Diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Biasa ... 53
vii
2.8.4 Interaksi antara Model Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Siswa Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa ... 55
2.8.5 Proses Penyelesaian Masalah Berpikir Kritis Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan yang Diajarkan dengan Pembelajaran Biasa ... 56
2.8.6 Proses Penyelesaian Masalah Komunikasi matematis Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan yang Diajarkan dengan Pembelajaran Biasa ... 57
2.9 Hipotesis Penelitian ... 58
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 60
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 60
3.3 Populasi dan Sampel ... 61
3.3.1 Populasi ... 61
3.3.2 Sampel ... 61
3.4 Desain Penelitian ... 62
3.5 Variabel Penelitian ... 63
3.6 Instrumen Penelitian ... 64
3.6.1 Tes Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 64
3.6.2 Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 66
3.6.3 Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 67
3.7 Uji Coba Instrumen ... 69
3.7.1 Validasi Ahli terhadap Perangkat Pembelajaran ... 69
3.7.2 Validasi Ahli Terhadap Instrumen Penelitian ... 70
3.7.3 Hasil Uji Coba Instrumen ... 75
3.8 Teknik Analisis Data ... 76
3.8.1 Analisis Statistik Inferensial ... 76
3.8.2 Analisis Statistik Deskriptif ... 82
3.9 Prosedur Penelitian ... 85
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 87
4.1.1 Hasil Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM) Siswa ... 87
4.1.2 Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 91
4.1.2.1 Hasil Pretest Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 91
4.1.2.2 Hasil Posttest Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 93
4.1.2.3 Analisis Hasil N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 96
4.1.2.4 Analisis Statistik ANAVA Dua Jalur ... 101
4.1.2.5 Uji Hipotesis ... 102
viii
4.1.3.1 Hasil Pretest Tes Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa ... 104
4.1.3.2 Hasil Posttest Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 107
4.1.3.3 Analisis Hasil N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 110
4.1.3.4 Analisis Statistik ANAVA Dua Jalur ... 116
4.1.3.5 Uji Hipotesis ... 116
4.1.4 Analisis Proses Penyelesaian Masalah ... 118
4.1.4.1 Analisis Proses Penyelesaian Masalah Kemampuan Berpikir Kritis ... 119
4.1.4.2 Analisis Proses Penyelesaian Masalah Kemampuan Komunikasi Matematis ... 133
4.2 Temuan Penelitian ... 148
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ...` 151
4.3.1 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 151
4.3.2 Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 153
4.3.3 Interaksi Antara Model Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matematika Siswa terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 155
4.3.4 Interaksi Antara Model Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matematika Siswa terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 156
4.3.5 Proses Penyelesaian Masalah Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 157
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah ... 38
Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Biasa ... 45
Tabel 3.1 Tabel Randomized Control-Group Pree Test-Post Test Design.. 63
Tabel 3.2 Tabel Weiner tentang Keterkaitan Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 63
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Awal Matematika ... 65
Tabel 3.4 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Awal Matematika Siswa. 66 Tabel 3.5 Kisi-Kisi Butir Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 66
Tabel 3.6 Kriteria Penskoran Hasil Tes Berpikir Kritis ... 67
Tabel 3.7 Kisi-Kisi Butir Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 68
Tabel 3.8 Kriteria Penskoran Hasil Tes Komunikasi Matematis ... 68
Tabel 3.9 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 70
Tabel 3.10 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi ... 74
Tabel 3.11 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 75
Tabel 3.12 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 75
Tabel 3.13 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. 75 Tabel 3.14 Tabel Anava Dua Jalur ... 81
Tabel 3.15 Keterkaitan Permasalahan Penelitian, Hipotesis Statistik, Kelompok Data dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan ... 85
Tabel 4.1 Deskripsi Kemampuan Awal Matematika Siswa Berdasarkan Pembelajaran ... 88
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 89
Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 89
Tabel 4.4 Sebaran Sampel Penelitian ... 90
Tabel 4.5 Deskripsi Pretest Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan Pembelajaran ... 91
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Skor Pretest Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 92
Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Skor Pretest Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 93
Tabel 4.8 Deskripsi Posttest Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan Pembelajaran ... 94
Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Skor Posttest Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 95
Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Skor Posttest Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 96
Tabel 4.11 Deskripsi Data N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Kedua Kelompok Pembelajaran Untuk Kategori KAM ... 97
Tabel 4.12 Deskripsi Data untuk Indikator Ke-1 ... 98
x
Tabel 4.14 Deskripsi Data untuk Indikator Ke-3 ... 99
Tabel 4.15 Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 100
Tabel 4.16 Hasil Uji Homogenitas Skor N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 101
Tabel 4.17 Hasil Uji ANAVA Dua Jalur ... 102
Tabel 4.18 Deskripsi Pretest Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan Pembelajaran ... 105
Tabel 4.19 Hasil Uji Normalitas Skor Pretest Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 106
Tabel 4.20 Hasil Uji Homogenitas Skor Pretest Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 107
Tabel 4.21 Deskripsi Posttest Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan Pembelajaran ... 107
Tabel 4.22 Hasil Uji Normalitas Skor Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 109
Tabel 4.23 Hasil Uji Homogenitas Skor Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 110
Tabel 4.24 Deskripsi Data N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Kedua Kelompok Pembelajaran Untuk Kategori KAM ... 111
Tabel 4.25 Deskripsi Data untuk Indikator Ke-1 ... 112
Tabel 4.26 Deskripsi Data untuk Indikator Ke-2 ... 112
Tabel 4.27 Deskripsi Data untuk Indikator Ke-3 ... 113
Tabel 4.28 Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 114
Tabel 4.29 Hasil Uji Homogenitas Skor N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 115
Tabel 4.30 Hasil Uji ANAVA Dua Jalur ... 116
Tabel 4.31 Proses Jawaban Siswa Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 132
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peran yang penting dalam kehidupan bangsa. Maju
mundurnya proses pembangunan suatu bangsa dalam segala bidang sangat
ditentukan oleh tingkat pendidikan bangsa itu sendiri. Suatu pendidikan dikatakan
bermutu apabila proses pendidikan berlangsung secara efektif dan menghasilkan
individu-individu atau sumber daya manusia yang bermanfaat bagi masyarakat
dan pembangunan bangsa. Pendidikan satu-satunya wadah kegiatan yang dapat
dipandang dan seyogianya berfungsi untuk menciptakan sumber daya manusia
yang bermutu tinggi. Sumber daya manusia yang bermutu ditandai dengan sumber
daya manusia yang memiliki kemampuan handal dalam beradaptasi untuk
menghadapi perubahan zaman yang semakin cepat dan memiliki kemampuan
mengusai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Begitu pentingnya
pendidikan itu bagi kehidupan manusia, karena pendidikan itu dapat
mempengaruhi perkembangan hidup manusia. Salah satu pendidikan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia ini adalah pendidikan matematika. Karena
segala sesuatu yang ada di dunia ini selalu berhubungan dengan matematika.
Morris Kline (dalam Simanjuntak, 1993 : 64) mengungkapkan bahwa “jatuh
bangunnya suatu negara dewasa ini tergantung dari kemajuan dibidang
matematika”.
Matematika merupakan materi pelajaran yang mendapat perhatian khusus,
2
merupakan mata pelajaran disetiap jenjang pendidikan seperti yang diungkapkan
oleh Cockroft (dalam Abdurrahman, 2010 : 253) yang mengatakan bahwa:
Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Sejalan dengan hal tersebut, Johnson & Myklebust (dalam Abdurrahman,
2010: 252) mengemukakan “Matematika merupakan bahasa simbolis untuk
mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan, yang
memudahkan manusia berpikir dalam memecahkan masalah”. Dalam KTSP 2006
telah dijelaskan bahwa pembelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki
kemampuan: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien,
dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan
sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4)
Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) Memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan, yang memiliki rasa ingin tahu, perhatian
dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah. Terkait dengan yang dipelajari disekolah maka siswa
3
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, budaya, humaniora, dengan wawasan
kebangsaan, kenegaraan dan peradaban, untuk itu diperlukan kemampuan berpikir
tingkat tinggi (high order thinking) yaitu berpikir logis, kritis dan mampu
bekerjasama dan berkomunikasi secara proaktif serta memiliki kemandirian
belajar (self regulated learning).
Namun kenyataan yang terjadi pembelajaran yang ada tidak dapat memicu
tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan karena pembelajaran matematika
di sekolah masih didominasi oleh paradigma pembelajaran konvensional. Siswa
diposisikan sebagai objek yang tidak tahu apa-apa dan dianggap seperti gelas
kosong yang harus di isi air sampai penuh. Guru memposisikan diri sebagai orang
yang mempunyai pengetahuan, sebagai satu-satunya sumber ilmu karena adanya
anggapan bahwa otoritas tertinggi terletak pada guru. Jika metode ini terus
diterapkan dalam proes belajar mengajar maka selamanya siswa akan menjadi
seorang pelajar yang pasif yang tidak mempunyai kebebasan untuk berpikir,
bahkan hal tersebut dapat membunuh kemampuan berpikir kritis siswa ketika
menghadapi masalah dan mengalami kesulitan dalam mengkomunikasikan
masalah matematika yang berhubungan dengan bahasa dan simbol matematis.
Hasilnya sikap siswa yang kurang mandiri, tidak berani mengungkapkan pendapat
sendiri, selalu meminta bimbingan guru dan kurang gigih mencoba menyelesaikan
masalah sehingga pengetahuan yang dipahami siswa hanya sebatas apa yang
diberikan guru.
Sabandar (dalam Manfaat, 2013: 1) mengungkapkan belajar matematika
berkaitan erat dengan aktivitas dan proses belajar serta berpikir karena
4
matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis,
yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat.
Reason (dalam Sanjaya, 2011: 230) mengemukakan “berpikir (thinking) adalah
proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat (remembering) dan
memahami (comprehending)”. Siswa yang mengikuti pembelajaran matematika
diharapkan dapat memiliki kemampuan berpikir matematis. Beberapa
keterampilan berpikir yang dapat meningkatkan kecerdasan adalah keterampilan
berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatif dan keterampilan analisis. Oleh sebab
itu, kemampuan berpikir termasuk kemampuan berpikir kritis perlu mendapat
perhatian dalam proses pembelajaran karena kemampuan berpikir kritis siswa
sangat penting dalam memicu timbulnya ide-ide matematika dalam
menyelesaikan masalah.
Pentingnya seorang siswa memiliki kemampuan berpikir kritis karena
dengan kemampuan ini siswa dapat memberikan jawaban yang benar dan
penjelasan yang tepat dalam menyelesaikan masalah. Hasruddin (2009: 50)
mengungkapkan orang yang tidak berpikir adalah orang yang tidak berarti dalam
hidupnya, sehingga kemampuan berpikir sangat diperlukan dan perlu
dikembangkan untuk menjalani hidup lebih bermakna. Dalam hal ini pemahaman
konsep sangat diperlukan, agar siswa bisa menguraikan bagian-bagian tertentu
menjadi lebih sederhana, selain itu siswa juga harus memiliki kemampuan dalam
menggabungkan semua informasi yang diperolehnya sehingga dengan
kemampuan itu siswa menemukan ide yang tepat dalam menyelesaikan masalah.
Bertolak belakang dengan hal tersebut, siswa ternyata masih banyak yang
5
memahami suatu permasalahan dan mengkonstruknya ke dalam model
matematika.
Gambar 1.1 Rendahnya Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Dari beberapa jawaban siswa diambil satu jawaban dan dapat ditunjukkan bahwa
siswa masih belum dapat dapat memahami bacaan dengan kritis, mengambil
pokok pikiran dan mampu membuat pola dari konsep yang ada yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari sehingga tidak dapat diselesaikan dengan benar
sampai tahap kesimpulan.
Selain mempunyai kemampuan dalam berpikir kritis, siswa juga harus bisa
mengkomunikasikan pelajaran matematika dalam bentuk lisan dan tulisan.
Suderajat (2003: 44) menyatakan bahwa “matematika merupakan bahasa untuk
menyampaikan suatu ide”. Berkaitan kemampuan komunikasi matematis, dalam
(Depdiknas, 2004: 24) juga disebutkan bahwa komunikasi matematis merupakan
kesanggupan atau kecakapan siswa untuk menyatakan dan menafsirkan gagasan
matematis secara lisan, tertulis dan mendemonstrasikan apa yang ada dalam
persoalan matematika. Pentingnya komunikasi matematis dalam pembelajaran
matematika dituangkan dalam Principles and Standards for School Mathematics
(NCTM, 2000 : 60) yang menyatakan bahwa program-program pembelajaran
matematika dari pra-TK hingga kelas 12 hendaklah memberikan kesempatan
siswa tidak dapat mengenal dan
memecahkan
6
kepada seluruh siswa untuk (1) Mengatur dan menggabungkan pemikiran
matematis mereka melalui komunikasi; (2) Mengomunikasikan pemikiran
matematis mereka secara logis dan jelas kepada teman-teman, guru, dan orang
lain; (3) Menganalisis dan mengevaluasi pemikiran serta strategi-strategi
matematika orang lain; (4) Menggunakan bahasa matematika untuk
mengekspresikan ide-ide matematis dengan tepat .
Komunikasi yang diharapkan terjalin pada saat pembelajaraan adalah
komunikasi efektif yang mendukung proses belajar mengajar. Komunikasi efektif
adalah shared meaning, shared understanding di mana keberhasilannya terletak
pada keterbukaan, menyimak dengan efektif dan penuh pergertian. Pembelajaran
matematika yang kurang melibatkan siswa secara aktif akan menyebabkan siswa
tidak dapat menggunakan kemampuan komunikasi matematisnya. Tugas guru
bukanlah hanya sebagai pemberi informasi (transfer knowledge) akan tetapi juga
sebagai pendorong siswa belajar (stimulation learning) agar dapat mengonstruksi
pengetahuan sendiri. Oleh karena itu kemampuan komunikasi matematis
memegang peran penting dalam membantu siswa membangun hubungan antara
bahasa yang abstrak dan simbol-simbol bahasa matematis yang perlu
dikembangkan sejak dini.
Namun dari fenomena pembelajaran matematika saat ini, siswa kurang
mengembangkan keterampilan berpikirnya, siswa tidak berani mengungkapkan
pemahaman sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Siswa cenderung
menghapal konsep yang diberikan guru tanpa berpikir memahami konsep
sehingga hal tersebut mengakibatkan kurangnya kemampuan siswa
7
sedang dihadapinya. Hal ini berpengaruh pada kemampuan siswa dalam berpikir
ketika menyelesaikan suatu permasalahan dan pemahaman siswa terhadap bahasa
dan simbol matematika masih kurang karena pembelajaran yang monoton.
Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMP Al-Washliyah Ampera II,
sebahagian guru sudah mulai menggunakan strategi/model dalam pembelajaran
namun masih kurang efektif sehingga pembelajaran yang dilakukan masih fokus
terhadap guru yang secara aktif menyampaikan materi dengan ceramah sedangkan
siswa menjadi pasif, dikarenakan siswa hanya menerima apa yang disampaikan
oleh guru. Proses pembelajaran seperti ini menimbulkan suasana belajar yang
belum optimal. Beberapa materi merupakan materi sulit dipahami siswa dan
sangat berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari, dimana siswa dituntut
untuk berpikir dengan kritis hingga memberikan pendapat untuk
mengkomunikasikan hasil pemikiran mereka kepada orang lain secara lisan dan
tulisan, mendengarkan pendapat orang lain dan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengembangkan pengalaman mereka. Salah satunya adalah Sistem
Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV).
Gambar 1.2 Rendahnya Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Dari beberapa hasil jawaban siswa diambil satu jawaban yang menunjukkan
bahwa siswa sudah mulai memahami apa yang diketahui dan ditanya, namun
siswa masih belum mampu membuat model dan menyusun argument berdasarkan
Siswa mampu membuat model, dan
menyusun argument dalam menyelasaikan
soal cerita
8
permasalahan yang diberikan sehingga masih ada siswa tidak dapat
menyelesaikan cara menentukan harga satuan suatu barang/benda. Berdasarkan
hal ini dapat disimpulkan bahwa siswa belum dapat mengkomunikasikan secara
matematis dari soal yang diberikan dengan benar.
Menyadari akan pentingnya kemampuan berpikir kritis dan komunikasi
matematis, guru harus mengupayakan pembelajaran dengan menerapkan
model-model pembelajaran yang dapat memberikan peluang dan mendorong siswa untuk
melatih kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis. Guru dituntut
memperbaharui cara penyajian materi pelajaran sehingga setiap guru harus
mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, baik penguasaan materi maupun
prosedur yang tepat untuk memprogram pengajaran dengan strategi belajar
mengajar yang kaya dengan variasi. Gulo, W (2002: 3) mengemukakan seseorang
guru yang merencanakan pengajaran lebih dahulu harus memikirkan strateginya,
setelah alternatif barulah ia menyusun rencana pengajaran atau desain
instruksional. Hal ini sejalan dengan pendapat Suherman dan Udin (1992 : 34)
yang menyatakan:
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar-mengajar.
Kenyataan saat ini guru masih mendominasi dalam proses pembelajaran.
Brooks (dalam Ansari, 2009: 2) menamakan pembelajaran seperti itu sebagai
pembelajaran biasa, karena suasana kelas masih didominasi guru dan titik berat
pembelajaran ada pada keterampilan tingkat rendah. Pembelajaran biasa ini
9
prosedur serta lebih banyak menggunakan rumus atau algoritma tertentu. Paling
tidak ada dua konsekuensinya. Pertama, siswa kurang aktif dan pola pembelajaran
kurang menanamkan konsep sehingga kurang mengundang sikap kritis
(Sumarmo: 2000). Kedua, jika siswa diberi soal yang beda dengan soal latihan,
mereka kebingungan karena tidak tahu harus mulai dari mana bekerja sehingga
menyebabkan proses penyelesaian jawaban siswa masih monoton karena siswa
hanya sebatas menghafal apa yang diberikan guru saat menyelesaikan soal. Mettes
(dalam Ansari, 2009: 3)
Kesalahan menggunakan model dapat menghambat tercapainya tujuan
pendidikan yang diinginkan bahkan hal tersebut dapat mempengaruhi khususnya
kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa. Dari beberapa model
pembelajaran, terdapat model pembelajaran yang dapat memicu peningkatan
kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan
soal-soal matematika sehingga proses penyelesaian yang di buat siswa menjadi
lebih sistematis, yaitu Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).
Pembelajaran Berbasis Masalah diadopsi dari istilah Problem Based
Insctruction (PBI). Model ini dikenal sejak zaman Jhon Dewey, dan sampai saat
ini terus dikembangkan termasuk di Indonesia. Menurut Dewey (dalam Sudjana,
2001) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan
respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dengan lingkungan.
Lingkungan disini dapat berupa bantuan masalah, kemudian siswa diarahkan
untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dibahas melalui serangkaian
pembelajaran yang sistematis. Untuk dapat menemukan solusi dalam
10
informasi yang dibutuhkan dari berbagai sumber. Sehingga pada akhirnya siswa
dapat menemukan solusi permasalahan yang sedang dibahas secara kritis dan
sistematis serta mampu mengambil kesimpulan berdasarkan pemahaman mereka.
Dengan penggunaan model pembelajaran berbasis masalah ini diharapkan
tercapainya tujuan-tujuan yaitu: siswa dapat mengembangkan keterampilan
berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa, dapat belajar dengan peranan
yang autentik, serta dapat menjadi pembelajar yang mandiri.
Beberapa hal yang masih perlu diungkap lebih jauh berkaitan dengan
pembelajaran matematika yaitu kemampuan awal matematika. Berdasarkan
kemampuan awal matematika siswa dibedakan ke dalam kelompok tinggi, sedang,
dan rendah terhadap peningkatan kemampuan kemampuan berpikir kritis dan
komunikasi matematis siswa. Dugaan bahwa kemampuan awal matematika siswa
yang dibedakan ke dalam kelompok kemampuan tinggi, sedang dan rendah
tersebut terdapat interaksi terhadap kemampuan berpikir kritis dan komunikasi
matematis yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar matematika.
Disebabkan oleh pemahaman materi atau konsep baru harus mengerti dulu konsep
sebelumnya hal ini harus diperhatikan dalam urutan proses pembelajaran. Hal ini
senada dengan Gagne (dalam Sudjana, 2009 :158) beranggapan bahwa
“kemampuan awal lebih rendah dari pada kemampuan baru dalam pembelajaran,
kemampuan awal merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum
memasuki pembelajaran materi pelajaran berikutnya yang lebih tinggi.
Kemampuan awal matematika siswa merupakan pengetahuan yang
dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung yang harus dimiliki siswa agar
11
yang ada disusun secara terstruktur sehingga apabila seseorang mengalami
kesulitan pada pokok bahasan awal, maka otomatis akan kesulitan dalam
mempelajari pokok bahasan lanjutannya. Sebaliknya siswa yang mempunyai latar
belakang kemampuan awal yang baik akan dapat mengikuti pelajaran dengan
lancar. Siswa yang mengikuti proses belajar mengajar mempunyai latar belakang
kemampuan awal yang berbeda-beda, sehingga kemampuan mengikuti pelajaran
berbeda pula.
Tes awal diberikan kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal
siswa sebelum siswa memasuki materi selanjutnya. Menurut Ruseffendi (1991)
setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda, ada siswa yang pandai, ada
yang kurang pandai serta ada yang biasa-biasa saja serta kemampuan yang
dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan bawaan dari lahir (hereditas), tetapi
juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan lingkungan
belajar khususnya model pembelajaran menjadi sangat penting untuk
dipertimbangkan artinya pemilihan model pembelajaran harus dapat
meningkatkan kemampuan matematika siswa yang heterogen.
Bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi, setelah mendapatkan
pembelajaran kecenderungan hasilnya akan baik. Hal ini terjadi karena siswa
kemampuan tinggi lebih cepat memahami pelajaran. Bagi siswa yang memiliki
kemampuan sedang atau rendah, apabila model pembelajaran yang digunakan
oleh guru menarik dan menyenangkan, sesuai dengan tingkat kognitif siswa tidak
menutup kemungkinan memiliki hasil yang tinggi juga dan akhirnya dapat
12
Dalam pembelajaran matematika materi-materi yang dipelajari tersusun
secara hierarkis dan konsep matematika yang satu dengan yang lain saling
berhubungan membentuk konsep baru yang lebih kompleks. Ini berarti bahwa
pengetahuan matematika yang dimiliki siswa sebelumnya menjadi dasar
pemahaman untuk mempelajari materi selanjutnya. Mengingat matematika
merupakan dasar dan bekal untuk mempelajari berbagai ilmu, dan mengingat
matematika tersusun secara hierarkis, maka kemampuan awal matematika yang
dimiliki peserta didik akan memberikan sumbangan yang besar dalam
memprediksi keberhasilan belajar siswa selanjutnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis ingin fokus pada peningkatan
kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa. Untuk memenuhi
maksud tersebut, maka penulis tertarik mengadakan penelitian mengenai
“Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa yang
diajar dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas dapat diidentifikasi
masalah yang dapat menyebabkan rendahnya kemampuan berpikir kritis dan
komunikasi matematis siswa, sebagai berikut:
1. Hasil belajar matematika siswa masih rendah.
2. Kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan soal matematika
masih rendah.
13
4. Pembelajaran masih berorientasi pada pola pembelajaran yang lebih banyak
didominasi oleh guru.
5. Proses penyelesaian jawaban siswa masih monoton karena siswa hanya
sebatas menghapal apa yang diberikan guru saat menyelesaikan soal.
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka
perlu adanya batasan masalah agar penelitian ini lebih terfokus pada permasalahan
yang akan diteliti yaitu peningkatan kemampuan berpikir kritis dan komunikasi
matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran
berbasis masalah.
1.4 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang diajar dengan
model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari siswa yang diajar
dengan pembelajaran biasa?
2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar
dengan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari siswa yang
diajar dengan pembelajaran biasa?
3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan
awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis
14
4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan
awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa?
5. Bagaimana proses penyelesaian masalah berpikir kritis siswa yang diajar
dengan model pembelajaran berbasis masalah dan yang diajar dengan
pembelajaran biasa?
6. Bagaimana proses penyelesaian masalah komunikasi matematis siswa yang
diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan yang diajar dengan
pembelajaran biasa?
1.5 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran
tentang peningkatan kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa
yang diajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah. Sedangkan secara
khusus penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang
diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari siswa
yang diajar dengan pembelajaran biasa?
2. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi
dari siswa yang diajar dengan pembelajaran biasa?
3. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran
dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan
15
4. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran
dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan
komunikasi matematis siswa?
5. Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian masalah berpikir kritis
siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan yang
diajar dengan pembelajaran biasa?
6. Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian masalah komunikasi
matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah
dan yang diajar dengan pembelajaran biasa?
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi dalam memperbaiki
proses pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran
berbasis masalah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Memberi alternatif atau variasi model pembelajaran matematika untuk
dikembangkan agar menjadi lebih baik dalam pelaksanaannya dengan cara
mengoptimalkan pelaksanaan hal-hal yang telah dianggap baik sehingga dapat
menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
secara khusus.
2. Sebagai bahan pertimbangan kepala sekolah untuk memberikan izin kepada
setiap guru mengembangkan model-model pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis pada khususnya dan hasil belajar
16
3. Menginformasikan bagaimana interaksi antara model pembelajaran dengan
kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan
berpikir kritis siswa.
4. Menginformasikan bagaimana interaksi antara model pembelajaran dengan
kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan
komunikasi matematis siswa.
5. Memberikan sumbangan pemikiran kepada peneliti lain tentang bagaimana
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa
melalui model pembelajaran berbasis masalah.
6. Sebagai sumbangan pengetahuan bagi guru maupun peneliti lainnya
bagaimana mengembangkan proses menyelesaikan permasalaan khususnya
yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis.
7. Sebagai sumbangan pengetahuan bagi guru maupun peneliti lainnya
bagaimana mengembangkan proses menyelesaikan permasalaan khususnya
yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematis siswanya.
8. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah selama penelitian pada
dasarnya memberi pengalaman baru dan mendorong siswa terlibat aktif dalam
pembelajaran sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan
secara benar.
1.7 Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah
yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan
17
1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis adalah usaha untuk merubah suatu
proses berpikir menjadi lebih baik. Proses berpikir yang dimaksud adalah
proses berpikir yang bertujuan untuk memberikan jawaban yang benar dengan
penjelasan yang tepat yang meliputi keterampilan mensintesis, keterampilan
mengenal dan memecahkan masalah, serta keterampilan menyimpulkan.
- Keterampilan mensintesis adalah kemampuan menggabungkan semua
informasi yang diperoleh sehingga menemukan ide dalam menyelesaikan
masalah.
- Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah adalah kemampuan
memahami masalah dengan kritis sehingga siswa mampu menentukan
pikiran pokok permasalahan dan menerapkan konsep yang ada dalam
menyelesaikan masalah.
- Keterampilan menyimpulkan adalah kemampuan menguraikan dan
memahami berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada sebuah
kesimpulan.
2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis adalah usaha untuk merubah
sesuatu kemampuan siswa dalam matematika yang berkaitan dengan
keterampilan berkomunikasi agar menjadi lebih baik. Kemampuan tersebut
diukur dengan:
- Menggambar (drawing) yaitu menyatakan suatu situasi dan ide atau model
matematika ke dalam bentuk gambar.
- Ekspresi matematika (mathematical expression) adalah kemampuan dalam
18
- Menulis (written tex) yaitu menggunakan keahlian membaca, menulis dan
menelaah, untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide, simbol,
istilah serta informasi matematika.
3. Model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan
mengacu pada lima langkah pokok, yaitu:
- Orientasi siswa pada masalah.
- Mengorganisir siswa untuk belajar.
- Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok.
- Mengembangkan dan manyajikan hasil karya.
- Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
4. Pembelajaran biasa adalah suatu pembelajaran yang sering dilaksanakan oleh
guru. Russefendi (1988) mengungkapkan bahwa pembelajaran biasa ialah
pembelajaran pada umumnya yang dilakukan sehari-hari. Senada dengan hal
itu, Ansari (2009) mengungkapkan pembelajaran biasa menekankan pada
latihan mengerjakan soal atau drill dengan mengulang prosedur serta lebih
banyak menggunakan rumus atau algoritma tertentu. Dalam hal ini siswa
kurang aktif mendapatkan informasi atau konsep sebagai tujuan pembelajaran.
Siswa bekerja secara individual atau bekerja sama dengan teman
sebangkunya, kegiatan terakhir siswa mencatat materi yang telah dijelaskan
oleh guru dan siswa diberikan latihan untuk dikerjakan disekolah ataupun
sebagai tugas rumah.
5. Interaksi dalam KBBI diartikan sebagai hal saling melakukan aksi,
berhubungan atau saling mempengaruhi. Dalam penelitian ini interaksi yang
19
awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis dan
komuikasi matematis siswa.
6. Proses penyelesaian masalah adalah cara atau prosedur. Proses penyelesaian
kemampuan berpikir kritis berdasarkan indikatornya, yaitu keterampilan
mensintesis, keterampilan mengenal dan memecahkan masalah, serta
keterampilan menyimpulkan. Sedangkan kemampuan komunikasi matematis
berdasarkan indikatornya, yakni menggambar, ekspresi matematika, dan
menulis, dari siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah
dan yang diajarkan dengan pembelajaran biasa dilihat dari ketercapaian setiap
indikator dan untuk melihat kesulitan yang dihadapi oleh siswa terhadap
161 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah
dikemukakan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa kesimpulan yang
berkaitan dengan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa,
kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa. Simpulan tersebut
sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang diajar dengan
pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan
pembelajaran biasa.
2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan
pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan
pembelajaran biasa.
3. Terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika
siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.
4. Terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika
siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.
5. Proses penyelesaian masalah berpikir kritis siswa melalui pembelajaran
berbasis masalah lebih baik dan bervariasi dibanding dengan pembelajaran
biasa. Hal ini dapat terlihat dari lembar jawaban siswa pada kelas yang diajar
dengan pembelajaran berbasis masalah secara keseluruhan siswa dapat
162
pada kelas yang diajar dengan pembelajaran biasa dapat menyelesaikan soal
dengan benar tetapi kurang lengkap bahkan banyak yang menjawab salah
dalam menyelesaikan soal berpikir kritis.
6. Proses penyelesaian masalah komunikasi matematis siswa melalui
pembelajaran berbasis masalah lebih baik dan bervariasi dibanding dengan
pembelajaran biasa. Hal ini dapat terlihat dari lembar jawaban siswa pada
kelas yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah secara keseluruhan
siswa dapat menyelesaikan soal dengan benar dan lengkap dibandingkan
dengan siswa pada kelas yang diajar dengan pembelajaran biasa dapat
menyelesaikan soal dengan benar tetapi kurang lengkap bahkan banyak yang
menjawab salah dalam menyelesaikan soal komunikasi matematis.
5.2 Implikasi
Berdasarkan simpulan di atas diketahui bahwa penelitian ini berfokus pada
kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa melalui pembelajaran
berbasis masalah. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan
komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM) dan Pembelajaran Biasa secara signifikan. Ditinjau dari interaksi
antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa, hasilnya
dapat dilihat dari model pembelajaran yang diterapkan pada siswa kelas
eksperimen dan siswa kelas kontrol dengan kategori KAM siswa.
Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari
pelaksanaan proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah
163
1. Dari aspek yang diukur, berdasarkan temuan dilapangan terlihat bahwa
kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa masih kurang
memuaskan. Hal ini disebabkan siswa terbiasa dengan selalu memperoleh
soal-soal yang langsung dalam bentuk model matematika, sehingga ketika
diminta untuk untuk memunculkan ide mereka sendiri siswa masih merasa
sulit. Ditinjau ke indikator-indikator berpikir kritis dan komunikasi matematis
siswa dalam menarik kesimpulan masih kurang.
2. Model pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan pada kategori KAM
(Tinggi, Sedang dan Rendah) pada kemampuan berpikir kritis dan komunikasi
matematis siswa. Adapun model pembelajaran berbasis masalah mendapatkan
keuntungan lebih besar terhadap siswa dengan kategori KAM tinggi.
3. Terkait proses penyelesaian masalah siswa dalam menyelesaikan masalah
kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa pada model
pembelajaran berbasis masalah terlihat sudah bervariasi dan penyelesaian
benar dibanding dengan pembelajaran biasa, hal ini dapat ditemukan dari hasil
kerja siswa baik yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah
maupun yang diajar dengan pembelajaran biasa.
5.3 Saran
Penelitian mengenai penerapan pembelajaran dengan pembelajaran
berbasis masalah ini, masih merupakan langkah awal dari upaya
meningkatkan kompetensi dari guru, maupun kompetensi siswa. Oleh
164
dipandang perlu agar rekomendasi-rekomendasi berikutnya dilaksanakan
oleh guru matematika SMP, lembaga dan peneliti lain yang berminat.
1. Kepada Guru
Model pembelajaran berbasis masalah pada kemampuan berpikir
kritis dan komunikasi matematis siswa dapat dapat diperluas penggunaannya.
Oleh karena itu hendaknya model pembelajaran ini terus dikembangkan di
lapangan yang membuat siswa terlatih dalam menyelesaikan masalah
melalui proses berpikir kritis dan komunikasi matematis. Peran guru sebagai
fasilitator perlu didukung oleh sejumlah kemampuan antara lain kemampuan
memandu diskusi di kelas, serta kemampuan dalam menyimpulkan. Disamping itu
kemampuan menguasai bahan ajar sebagai syarat yang harus dimiliki guru. Untuk
menunjang keberhasilan implementasi model pembelajaran berbasis masalah
diperlukan bahan ajar yang lebih menarik. Selain itu LAS dan tes yang dirancang
oleh guru harus menarik agar siswa dapat menguasai bahan ajar oleh karena itu
hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi guru dalam membuat LAS dan tes.
2. Kepada lembaga terkait
Pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah, masih
sangat asing bagi guru dan siswa terutama pada guru dan siswa di daerah,
oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat
meningkatkan kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa yang tentunya
akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan
165
3. Kepada peneliti yang berminat
Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat
dilengkapi dengan meneliti aspek lain secara terperinci yang belum
terjangkau saat ini, misalnya : a) Penelitian ini hanya pada satu pokok bahasan
yaitu Sistem Persamaan Linear Dua Variabel kelas VIII dan terbatas pada
kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa oleh karena itu
disarankan kepada peneliti lain dapat melanjutkan penelitian pada pokok bahasan
dan kemampuan matematis yang lain dengan menggunakan pembelajaran berbasis
masalah (PBM); b) Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat
dilengkapi dengan melakukan penelitian aspek-aspek kemampuan matematis yang
lain yaitu kemampuan komunikasi, pemahaman, pemecahan masalah, koneksi,
dan representasi matematis secara lebih terperinci dan melakukan penelitian
166
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 2010. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Ansari, B. 2009. Komunikasi Matematik. Banda Aceh: Yayasan PeNa
Arends, R. I. 2008. Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar. Buku Dua. Edisi Ketujuh. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Arif, A. 2007. Memahami Berpikir Kritis. Tersedia di:
http://researchengines.com/1007arief3.html, Diakses: 22 Oktober 2014
Arifah. 2008. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa. Tesis
tidak diterbitkan. Padang: Program Pascasarja Universitas Negeri Padang
Arikunto, S. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, S, dan Cepi. 2009. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Budiningsih, C. A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. PT Rineka Cipta
Cangara, H. 2011. Pengantar Ilmu Komunikasi. Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Darhim (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap Hasil
Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal dalam Matematika. Disertasi doktor pada PPS UPI. Tidak diterbitkan
167
Fisher, A. 2008. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga
Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grafindo
Hasruddin. 2009. Memaksimalkan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Pendekatan Kontekstual. Jurnal Tabularasa PPS UNIMED Vol.6 No.1
Hudojo. 1988. Mengajar Belajar Matematika, Depdikbud, Jakarta
Kadir. 2015. Statistika Terapan. Jakarta: Rajawali Pers
Manfaat, B. 2013. Analisis Kemampuan Berfikir Kritis Matematik Siswa dengan
Menggunakan Graded Response Models (GRM). Prosiding IAIN
Syekh Nurjati Cirebon. ISBN : 978–979–16353–9–4
NCTM. 2000. Principles and Standarts for Mathematics. Reston, VA: NCTM
Noer, S. 2009. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP
Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Universitas Lampung.
ISBN : 978-979-16353-3-2
Ruseffendi. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito
Sagala, S. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
. 2012. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana
.2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana
Simanjuntak, L “et al”. 1993. Metode Mengajar Matematika. Jakarta: Rineka
Cipta
168
Sudjana, N. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo
. 2001. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
. 2009. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Suparno. 2000. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius
Syafaruddin dan Irwan Nasution. 2005. Manajemen Pembelajaran. Jakarta: Quantum Teaching
Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Uno, H. 2008. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang
Aktif Dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara