• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL PENDERITA TUMOR TROFOBLASIK GESTASIONAL (TTG) DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL PENDERITA TUMOR TROFOBLASIK GESTASIONAL (TTG) DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2014"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

1

PROFIL PENDERITA TUMOR TROFOBLASIK GESTASIONAL (TTG) DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2014

I Gde Sastra Winata, Ketut Suwiyoga

Divisi Onkologi Ginekologi, Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar

ABSTRAK

Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) merupakan suatu tumor ganas dari vili korialis, khususnya sel trofoblas yang berasal dari suatu kehamilan, baik molla maupun non molla hidatidosa. Angka kejadian TTG sangat bervariasi di seluruh dunia dan cenderung mangalami peningkatan setiap tahunnya terutama pada negara berkembang. TTG merupakan tumor ganas yang memiliki sifat dan kerakteristik yang unik, seperti: sering mengenai wanita muda dan paritas rendah, mempunyai petanda tumor yang spesifik yaitu β-hCG yang bernilai prognostik, dan satu-satunya keganasan yang dapat diobati secara tuntas. Secara sosioekonomik TTG merupakan keganasan yangmenjadi beban pelayanan kesehatan oleh karena angka insiden yang tinggi,pembiayaan yang mahal dan prognosis yang buruk apabila tidak ditangani dengan tepat. Tulisan ini akan memaparkan mengenai profil penderita TTG di RSUP Sanglah dari tahun 2012 sampai 2014 oleh karena masih belum ada data dasar mengenai kasus TTG di Bali.

Penelitian ini adalah penelitian desktiptif retrospektif bertempat di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi, rawat inap ginekologi, dan Instalasi Rekam Medis RSUP Sanglah Denpasar mulai bulan Nopember sampai Desember 2014.

Selama periode penelitian terdapat 19 kasusTTG. Angka kejadian TTG paling banyak pada rentang 31-35 tahun, yaitu sebesar 36,8% (7 kasus) dengan paritas 2, yaitu sebesar 36,8 (7 kasus), riwayat kehamilan sebelumnya adalah molla hidatidosa, yaitu sebesar 68,4%. Jarak antara kehamilan sebelumnya dengan terjadinya TTG adalah 4 bulan atau kurang, sebesar 36,8%. Kadar β-HCG saat awal terdiagnosisTTG paling banyak adalah lebih dari 100.000 mIU/ml, yaitu sebesar 57,9%. Sebanyak 26,3% mengalami metastasis dengan lokasi 80% paru-paru dan 20% pada tulang. Jenis histopatologis sebesar 68,4% berupa molla hidatidosa dan 31,6% berupa koriokarsinoma. sebagian besar kasus TTG ditemukan pada stadium I, sebesar 63,2% sedangkan stadium II, III dan IV masing-masing sebesar 10,5%, 21,1% dan 5,3%. Jenis khemoterapi yang diberikan berupa Methotrexate (MTX) sebesar 73,7%, khemoterapi kombinasi MTX, Actinomycin D (ACD), Chlorambucil (MAC) dan Etoposide, MTX, ACD, Cyclophosphamide, Oncovine (EMACO) masing-masing sebesar 10,5% dan15,8%.

(2)

2

GESTATIONAL TROPHOBLASTIC NEOPLASIA (GTN) PATIENT PROFILE AT SANGLAH HOSPITAL DENPASAR IN JANUARY 2012-DECEMBER 2014

I Gde Sastra Winata, Ketut Suwiyoga

Gynecology Oncology Division, Obstetric and Gynecologic Department Udayana University/ Sanglah Hospital

ABSTRACT

Gestational Trophoblastic Neoplasia (GTN) was a malignant tumor from Chorionic Villi, especially from trophoblastic cell in pregnancy, mole or non hydadityform mole. The GTN incidence was varies in the world and tend to increasing in every year especially in developing countries. GTN was a malignant tumor that has an unique characteristic, such as: frequently in young women, low parity, has specific tumor marker, β-hCG that has prognostic value, and was be the only malignancy that can be treated thoroughly. In social-economic GTN was a malignancy that became a burden on health services because of the high incidence, high cost therapy, and became poor prognosis if not in the good therapy. This article will explain about GTT patient profile at Sanglah Hospital in 2012-2014. This research was an descriptive retrospective research at Obstetric and Gynecologic Polyclinic, Gynecologic ward and Medical Record Installation at Sanglah Hospital in November until December 2014.

During the research periode that was 19 GTNcases. Number of incident of GTN mostly in 31-35 years patient, about 36,8% (7 cases) with 2 parity, 36,8% (7 cases), with previous pregnancy with hydadityform mole, about 68,4%. Interval between pregnancy with GTN diagnose mostly was more than 100.000mIU/ml, about 57,9%. About 26,3% case metastasized, 80% in lung and 20% in bone. About 68,4% Histopathology type was hydadityform mole and 31,6 % was choriocarcinoma. Most of the GTN cas found in first stage, about 63,2%, in stage II, III and IV is 10,5%, 21,1% and 5,3%. Chemotherapy type that given to the patient, Methotrexate (MTX) 73,7%, combination chemptheraphy, Actinomycin D (ACD), Chlorambucil (MAC) and Etoposide, MTX, ACD, Cyclophosphamide, Oncovine (EMACO) WAS 10,5% AND 15,8%.

(3)

3 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) merupakan suatutumor ganas dari vili korialis, khususnya sel trofoblas. TTG berasal dari suatu kehamilan, baik molla maupun non molla hidatidosa seperti abortus, hamil preterm dan aterm. Secara histopatologis TTG dapat dibagi menjadi tiga, yaitu Koriokarsinoma, Molla Invasif (MI) dan Placental Site Trophoblastic Tumour (PSTT)

Sampai saat ini penyebab pasti dari TTG masih diperdebatkan, namunberbagai faktor risikodiperkirakan dapat mengakibatkan terjadinya TTGantara lain: riwayat kehamilan molla hidatidosa sebelumnya, umur di atas 35 tahun, besar uterus lebih dari 20 minggu pada kehamilan sebelumnya, kadar β-hCG lebih dari 100.000 mIU/ml, dan riwayat kontrasepsi steroid.

Angka kejadian TTG sangat bervariasi di seluruh dunia dan cenderung mangalamipeningkatan setiap tahunnya terutama pada negara berkembang. Pada tahun 2013 di Amerika Serikat diperoleh 27 kasus per 100.000 kehamilan, di Turki diperoleh 38 kasus per 100.000 kehamilan, Paraguay diperoleh sebesar 23 kasus per 100.000 kehamilan dan di Indonesia sebesar1.299 kasus per 100.000 kehamilan.Hal ini disebabkan oleh karena TTG sering memberikan gejala yang tidak khas, seperti: hematemesis, ikterus, hemoptoe atau gangguan neurologik, oleh karena itu TTG sering pula disebut sebagai "The Great Imitator".

(4)

4

TTG merupakan tumor ganas yang memiliki sifat dan kerakteristik yang unik,seperti: sering mengenai wanita muda dan paritas rendah, masa laten yang dapat diukur, mempunyai petanda tumor yang spesifik yaitu β-hCG yang bernilai prognostik, satu-satunya keganasan yang dapat diobati secara tuntas tanpa kehilangan fungsi reproduksi, dan nilai prognosis penyakit ditentukan oleh oleh skor faktor risiko menurut FIGO.

Secara sosioekonomik TTG merupakan kasus keganasan yangmenjadi beban pelayanan kesehatan oleh karena angka insiden yang tinggi,pembiayaan yang mahal dan prognosis yang buruk apabila tidak mendapat penanganan yang tepat. Sekitartiga sampai empat dekade yang lalu, sebagian besar kasusTTGberakhir dengan kematian. Namun, sejak ditemukannya petanda tumor yang spesifikyaitu β-hCG dan modalitas kemoterapi yang efektif, hampir 90% kasus TTG dapat ditangani dengan tuntas.

Keberhasilan penatalaksanaan TTG sangat ditentukan oleh seberapa dini ditemukannya kasus, nilai skor FIGO dan keteraturan untuk berobat. Semakin dini stadium TTG, semakin rendah skor FIGO dan semakin teratur pasien berobat maka semakin tinggi tingkat kesembuhannya. Namun kenyataannya seringkalisulit untuk meminta kepatuhan pasien berobat, hampir sebagian besar kasus ditemukan pada stadium terminal.Sehingga peranan diagnosis dini dan kepatuhan kontrol pasien merupakan hal yang penting dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas pada TTG.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka melalui tulisan ini akan dipaparkan mengenai profil penderita TTG di RSUP Sanglah dari tahun 2012 sampai 2014. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar tentang TTG di RSUP Sanglah Denpasar oleh karena sampai saat ini masih belum ada data dasar mengenai kasus ini. Hal ini nantinya

(5)

5

dapat digunakan menjadi acuan, masukan,dan tambahan pemikiran dalam rangka memperbaiki sistem penanganan TTG, khususnya di RSUP Sanglah Denpasar.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Adapun rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan umur? 2. Bagaimanakah profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan paritas?

3. Bagaimanakah profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan gejala klinis?

4. Bagaimanakah profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan riwayat kehamilan sebelumnya?

5. Bagaimanakah profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan jarak kehamilan sebelumnya?

6. Bagaimanakah profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan kadar β-HCG?

(6)

6

7. Bagaimanakah profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan lokasi metastasis?

8. Bagaimanakah profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan jenis histopatologis?

9. Bagaimanakah profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan stadium?

10. Bagaimanakah profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan terapi?

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan umur. 2. Untuk mengetahui profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP

Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan paritas.

3. Untuk mengetahui profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan gejala klinis.

(7)

7

4. Untuk mengetahui profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan riwayat kehamilan sebelumnya.

5. Untuk mengetahui profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan jarak kehamilan sebelumnya.

6. Untuk mengetahui profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan kadar β-HCG.

7. Untuk mengetahui profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan lokasi metastasis.

8. Untuk mengetahui profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan jenis histopatologis.

9. Untuk mengetahui profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan stadium.

10. Untuk mengetahui profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 berdasarkan terapi.

(8)

8 1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat akademis

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data acuan mengenai profil penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah, Denpasar.

2. Adanya data mengenai Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) dapat digunakan sebagai bahan pendidikan dan penelitian lebih lanjut.

1.4.1 Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapatkan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan atau program pencegahan dan penatalaksanaan Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di Bali.

(9)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG)

Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) adalah sekelompok penyakit yang bersifat ganas danberkaitan dengan vili korialis, terutama sel trofoblasnya, yangberasal dari suatu kehamilan, baik molla maupun nonmolla, tetapiyang terbanyak didahului oleh Molla Hidatidosa (MH).

Kurang lebih 15-20% penderita MH akan mengalami transformasi keganasan, sedangkan dari kehamilan lainnya jauh lebih sedikit. Secara histopatologis TTG dapat diklasifikasi menjadi tiga yaitu: Mola Invasif (MI),Koriokarsinoma (Kr), Placental Site Trophoblastic Tumour (PSTT).

2.2 Epidemiologi Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG)

Angka kejadian Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) sangat bervariasi di seluruh dunia dan cenderung mangalami peningkatan setiap tahunnya terutama pada negara berkembang. Pada tahun 2013 di Amerika Serikat diperoleh 27 kasus per 100.000 kehamilan, di Turki diperoleh 38 kasus per 100.000 kehamilan, di Paraguay diperoleh sebesar 23 kasus per 100.000 kehamilan, diSwedia sebesar 20 kasus per 100.000 kehamilan, diVietnam sebesar 28 kasus 100.000 kehamilan. Sedangkan di Indonesia pada tahun 2012, 2013, dan 2014 masing-masing diperoleh sebesar 103, 119, dan 79 kasus.

Sesungguhnya sampai sekarang Indonesia belum mampu memberikan data yang akurat mengenai TTG.Hal ini disebabkan oleh karena ketidakmampuan untuk melakukan registrasi kasus TTG secara tepat, lengkap dan terpercaya. Walaupun insidensi

(10)

10

sesungguhnya tidak diketahui dengan tepat, jumlahnya cukup banyak, apalagi sebagian besar disertai dengan gejala-gejala klinis yang tidak khas, seperti: hematemesis, ikterus, hemoptoe atau gangguan neurologik, oleh karena itu TTG sering pula disebut sebagai "The Great Imitator".

2.3 Faktor Risiko Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG)

Berbagai faktor risiko yang diduga menjadi penyebab terjadinyaTumor Trofoblastik Gestasional(TTG) adalah sebagai berikut:

a. Riwayat kehamilan sebelumnya

Adanya riwayat kehamilan sebelumnya seperti kehamilan nonmolla hidatidosa ataupunmolla hidatidosa (MH), mempunyai kemungkinan yang sama untuk berkembang menjadi TTG.Hanya saja sebagian besar kasus TTG didahului olehMH, di Indonesia angka kejadian MH berkembang menjadi TTG bahkan mencapai 85%. Apabila penderita MH dilakukan pemantauan dengan baik maka dapat dilakukan diagnosis dini dan penatalaksanaan adekuat sehingga prognosis TTGmejadi lebih baik. Sedangkan pada TTG yang disebabkan oleh kehamilan non MH memiliki kemungkinan menjadi TTG lebih rendah, sehingga tidak ada keharusan untuk dilakakukan pemantauan seperti pada MH. b. Umur

TTG sering terjadi pada penderita pasca MH dengan umur lebih dari 35 tahun. Sehingga pada penderita MH yang berumur 35 tahun atau lebih dengan jumlah anak cukup dianjurkan untuk dilakukan histerektomi dan pemantauan yang lebih ketat, walaupun tindakan profilaktik ini tidak dapat mencegah terjadinya keganasan di luar uterus.

(11)

11

c. Gambaran Klinis pada Saat Menderita Molla Hidatidosa (MH)

Penderita MH dengan uterus di atas 20 minggu, kadar β-hCG di atas 105 mlU/ml dan disertai kista lutein bilateral, memiliki kemungkinan yang lebih untuk menjadi TTG. Semakin besar uterus menunjukkan bahwasemakin banyak jumlah sel trofoblas. Peningkatan sel trofoblas tersebut akan mengakibatkansemakin tingginya kadar β-hCG. Peningkatan kadar β-hCG tersebut akan menimbulkan hiperstimulasi ovarium sehingga tampak sebagai kista lutein bilateral.

d. Gambaran Histopatologi

Secara umum tidak terdapat perbedaan gambaran histopatologi antara MH dengan kariotipe diploidi, triploidi dan tetraploidi. Angka kejadian TTG pada riwayat MH dengan kariotipe diploidi dan tetraploidi masing-masing sebesar 20,77% dan 22,2%. Sedangkan pada kariotipe aneuploidi dan triploidi masing-masing sebesar 7,4% dan 0,9%. Setelah dilakukan analisis antara MH dengan kariotipe diploidi dengan tetraploidi ternyata diperoleh tidak ada perbedaan yang bermakna terkait risiko kejadian TTG.

e. Gambaran Sitogenetik

Perbedaan gambaran sitogenetis dari MH menentukan kemungkinan risiko terjadinya TTG. Pada awalnya kejadian TTG padapasca MH lebih sering terjadi pada gambaran sitogenetik heterozigot, di mana ovum yang kosong dibuahi oleh dua sperma yang berlainan dan menghasilkan kromosom 46 XX atau 46 XY. Namun penelitian lanjutan terkait dengan hal tersebut memperolehbahwa tidak ada perbedaan potensi TTG antara MH yang heterozigot dan yang homozigot.

(12)

12

2.3 Karsinogenesis dan ProgresivitasTumor Trofoblastik Gestasional (TTG)

Sampai saat ini karsinogenesis Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) masih belum diketahui dengan pasti. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menggali secara biologi molekular terkait dengan patogenesis TTG. Beberapa diantara adalah protein C-RAS yang meningkat pada Molla Hidatidosa (MH) sedangkan pada Molla Invasif (MI) dan Koriokarsinoma (Kr) tidak meningkat. Protein GTP ase Activating (GAP) ditemukan meningkat pada MH, MI dan Kr sedangkan pada sel trofoblas yang normal tidak ditemukan adanya peningkatan protein tersebut. ProteinC-erbB-2 dan 3 mengalami peningkatan pada MH dan Kr dibandingkan dengan sel trofoblas yang normal. Protein Nm23 hanya ditemukan pada Kr yang menjadi penanda metastasis TTG.Selain itu adanya faktor ploiditas DNA dan protein membran fosfolipid yang menentukan potensi terjadinya TTG. Pada berbagai penelitian memperoleh bahwa DNA dengan kriotipe diploid memiliki tendensi yang meningkatkan risiko terjadinya TTG. Protein fosfolipid merupakan protein yang penting pada membrane sel yang berperan sebagai transduksi sinyal yang akan melepaskan sinyak transkripsi. Gen Phosphatidylcholine Transfer Protein-Like (PCTP) merupakan gen yang menghasilkan protein fosofolipid yang ditemukan meningkat ekspresinya pada kasus MH, MI dan Kr sehingga protein tersebut dipercaya juga ikut menentukan karsinogenesis TTG.

Konsep karsinogenesis TTG mengacu pada ketidakseimbangan antara dua protein atau gen penentu siklus sel yaituTumor Suppresor Gen (TSG) dan onkogen, di mana onkogen menjadi lebih dominandaripadaTSG. TSG mengakibatkan siklus sel dan pertumbuhan sel tidak dapat dikontrol dengan baik. Onkogen merupakan protein yang berasal dari mutasi proto-onkogen yang mempunyai peran mengaktifkan proliferasi sel.

(13)

13

Berbagai kelainan pada gen dan ekspresi protein gen tersebut dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu onkogen yang memicu pertumbuhan, gen supresor kanker atau tumor yang tidak aktif, perubahan gen perbaikan DNA, dan perubahan gen apoptosis (Kumar dkk., 2010). Secara lengkap pembagian dan fungsi dari masing-masing gen dapat dilihat pada tabel 2.2.Gen-gen yang berperan dalam kejadian koriokarsinoma antara lain gen H19 & IGF-2, gen c-ras, c-erbB-2, p53 dan nm23, c-myc dan ras RNA, gen Bcl-2 dan Bax, gen EGFR, c-erbB-3, Onkogen c-erbB-4, gen DOC-2/hDab2, gen Cyclin E, gen P2Y6.

Tabel 2.1

Gen dan Ekspresi Protein Abnormal pada Tumor Trofoblastik Gestasional Kelompok Lokasi/Kategori Gen Keterangan

Onkogen TGF-α TGF, EGFR, IGFOverekspresi

EGFreceptor HER-2/neu Overekspresi GTP-binding KRAS/HRAS Point mutation RAS signal BRAF Point mutation transduction

Transcriptional MYC Amplifikasi activator

Cyclin dependent CDK1 Amplifikasi kinase

H19 gen P2Y6

Inaktivasi gen Inti sel P53 Penghentian siklus supresor tumor Metastatik gene NM23 sel, apoptosis(-)

gen DOC-2/hDab2

Perubahan Inti sel BCL2 Inhibisi apoptosis gen apoptosis BAX meningkat (Kumar dkk., 2010)

Organ primer terjadinya TTG adalah uterus yang kemudian menggalami progresivitas.Secara umum terdapat dua progresivitas pada TTG yaitu progresivitas pada uterus sendiri dan penyebaran ke organ lain. Progresivitas di dalam uterus yang pertamakali dikenai adalah endometrium dan kavum uteri, kecuali pada MI. Selanjutnya dari kavum uteri, massa tumor akan masuk ke dalam miometrium, kemudian berlanjutpada

(14)

14

perimetrium, dan akhirnya menyebabkan perforasi uterus, seringkali disertai dengan perdarahan kavum peritoneum. Progresivitas kedua berupa penyebaran ke organ lain. Penyebaran ini bisa berlangsung bersamaan dengan progresivitas di uterus. Tumor meluas pada organ genitalia lainnya, Tumor metastasis ke paru-paru, Metastasis jauh dengan atau tanpa metastasis paru-paru.

2.4 DiagnosisTumor Trofoblastik Gestasional (TTG) a. Klinis

Secara klinis pada kasus Kr yang berasal dari MH, sebetulnya mudah untuk membuat diagnosisnya, bahkan dapat dibuat secara dini. asal penderitanya mau memeriksakan diri secara teratur, karena mereka se-sungguhnya sudah diberi informasi tentang adanya kemungkinan keganasan, dan diharuskan untuk melakukan follow up selama satu tahun. Apabila selama pemantauan ditemukan distorsi dari kurva regresi dariβ-hCG sebelum minggu ke-12 atau kenaikan lagi setelah pernah mencapai kadar normal, hal tersebutsudah dapat ditegakkan sebagai suatu Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) hanya saja padakondisi tersebut disebutkan sebagai Persistent Trofoblastik Disease (PTD) oleh karena tidak dibuat pemeriksaan histopatologis.

Pada kondisi yang didahului oleh jenis kehamilan lain, seperti abortus, kehamilan ektopik dan atau aterm diagnosis lebih sukar untuk ditegakkan oleh karena tidak dilakukan pemantauan kadar β-hCG. Berdasarkan hal tersebutmaka Acosta Sison mengusulkan kriteria HBes, untuk menegakkan diagnosis PTD. Kriteria HBEs meliputi H = history expelled a product of conception, B = Bleeding dan Es = Enlargement and softness of the uterus.

(15)

15

Sehingga pada prinsipnya Acosta Sison ingin mengatakan bahwa pada semua wanita yang pernah mengeluarkan hasil kehamilan apapun itu juga jenisnya, kemudian mengalami perdarahan per vaginam, yang disertai dengan adanya subinvolusi uterus, maka salah satu kemungkinan yang dapat dicurigai adalah terjadinya TTG. Terlebih lagi didukung dengan adanya peningkatan kadar hCG dan atau tanda-tanda metastasis lainnya.

b. Laboratorium

Adanya peninggkatan kadar β-hCG akan memperkuat diagnosis dari TTG. Jumlah kuantitatif darikadar β-hCG sangat bernilai dalam menentukan skor faktor risikonya. Selain itu, adanya penyulit hipertirosidisme dan tirotoksikosis mengakibatkan perlunya dilakukanpemeriksaan hormon tyroid, seperti T3, T4 dan TSH.

c. USG

Gambaran USG pada TTG pada uterus tampak adanya gambaran massa komplekdan disertai dengan adanya neovaskularisasi.

d. Histopatologis

Diagnosis pastiTTG ditentukan berdasarkan pada hasil pemeriksaan histopatologis atau Patologi Anatomi. Pada umumnya gambaran PA nya menunjukkan adanya sel-sel trofoblas yang atipik, tanpa vili korialis dan dapat disertai dengan gambaran hemoragik dan nekrosis. 2.5 StadiumTumor Trofoblastik Gestasional (TTG)

Adapun stadium Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) berdasarkan FIGO tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 2.2

(16)

16 Tabel 2.2

Stadium Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) berdasarkan FIGO 2009

Stadium Kriteria

I Tumor terbatas pada uterus

II Tumor meluas pada organ genitalia lainnya

III Tumor metastasis ke paru-paru

IV Metastasis jauh dengan atau tanpa metastasis paru-paru

2.6 Penatalaksanaan Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG)

Kemoterapi diberikan pada semua kasus TTG. Pada kasus TTG yang bertujuan untuk mempertahankan fungsi reproduksi, maka pemberian kemoterapi diberikan pada kasus-kasus seperti tersebut di bawah ini.

1. wanita muda dengan paritas rendah, atau yang masih meng-inginkan anak. 2. besar uterus di bawah 14 minggu

3. tidak ada tanda-tanda perforasi atau ancaman perforasi

4. protokol terapi disesuaikan menurut Skor Faktor Risiko FIGO 2.6.1 Pasien risiko rendah

Pemberian kemoterapi untuk TTG harus diseleksi menggunakan sistem skoring WHO yang dimodifikasi (tabel 2.3) dikombinasikan dengan stadium menurut FIGO (tabel 2.4) Terdapat 2 katagori utama berdasarkan sistem ini, yaitu TTG risiko rendah dan TTG risiko tinggi.

(17)

17 Tabel 2.3

Sistem Skoring menurut WHO

Catatan: Total skor: 0 – 4 = risiko rendah; 5 – 7 = risiko menengah; ≥ 8 = risiko tinggi Tabel 2.4

Kombinasi klasifikasi stadium menurut FIGO dan sistem skoring WHO

Untuk pasien-pasien dengan skor prognosis WHO ≤ 6 dan stadium FIGO I, II, dan III, kemoterapi dengan obat tunggal adalah pilihan utama, baik dengan methotrexate maupun dactinomycin. Histerektomi, pada kasus-kasus tertentu dapat digunakan sebagai terapi primer untuk pasien-pasin dengan tumor non-metastasis yang telah mempunyai cukup anak

(18)

18

atau tidak mengharapkan fertilitas lagi. Operasi dilakukan pada kebanyakan pusat pelayanan sewaktu pemberian kemoterapi tunggal untuk mengeradikasi metastasis yang tidak terlihat (occult) dan mengurangi risiko penyebaran atau implantasi tumor. Obat kemoterapi tunggal dengan methotrexate atau dactinomycin adalah terapi pilihan untuk pasien-pasien yang ingin mempertahankan fertilitasnya.

Methotrexate 0,4 mg/kg (maksimal 25 mg) secara intravena atau intramuskuler setiap hari selama 5 hari untuk setiap seri pengobatan adalah metode yang diterima secara luas. Regimen lain adalah methotrexate 1 mg/kg secara intramuskuler pada hari ke-1, 3, 5, dan 7 dengan kalsium leukoverin 0,1 mg/kg pada hari ke-2, 4, 6, dan 8 sebagai alternatif. Keuntungannya adalah berkurangnya toksisitas tetapi kerugiannya adalah meningkatnya biaya dan ketidaknyamanan pasien. Setiap seri diulang setiap 14 hari tergantung pada toksisitas. Methotrexate juga dapat diberikan sebagai dosis mingguan, 30 mg/m2 secara intramuskuler.

Dactinomycin 12 μg/kg secara intravena setiap hari selama 5 hari setiap 2 minggu (maksimal 500 μg/hari) adalah regimen alternatif dan terapi primer untuk pasien-pasien dengan penyakit hepar dan ginjal atau kontraindikasi pemakaian methotrexate. Sebagai alternatif lain, dactinomycin 1,25 mg/m2 secara intravena setiap 2 minggu menambah kenyamanan pasien. Etoposide 200 mg/m2 peroral setiap hari selama 5 hari setiap 12-14 hari ditemukan lebih efektif dan kurang toksik. Namun, efek samping terutama alopesia mengurangi penggunaannya secara luas. Bahkan beberapa data akhir-akhir ini menemukan adanya kaitan dengan tumor sekunder.

Kemoterapi diubah dari methotrexate ke dactinomycin bila kadar β-hCG menetap atau toksisitas mengurangi pemberian kemoterapi yang adekuat. Dengan berkembangnya

(19)

19

metastasis atau peningkatan kadar β-hCG, kombinasi kemoterapi harus dimulai. Terapi harus diteruskan 1-2 seri kemoterapi setelah kadar β-hCG normal. Sekitar 85-90% pasien-pasien dengan penyakit non-metastasis sembuh dengan regimen kemoterapi yang pertama. Sementara yang lainnya memberikan respon terhadap obat-obat alternatif, sedangkan kemoterapi kombinasi sangat jarang diperlukan.

Untuk penyakit-penyakit risiko rendah yang mengalami metastasis, obat kemoterapi tunggal diberikan seperti halnya penyakit non-metastasis. Bila terjadi resisten terhadap kemoterapi tunggal, diberikan kemoterapi kombinasi. Sekitar 30-50% pasien-pasien pada katagori ini akan mengalami resistensi terhadap kemoterapi awal dan memerlukan terapi obat alternatif. Histerektomi mungkin diperlukan untuk mengeradikasi fokus-fokus penyakit resisten di uterus. Sekitar 5-15% pasien akan memerlukan terapi kombinasi dengan atau tanpa operasi untuk mencapai kesembuhan.

2.6.2 Pasien risiko tinggi

Untuk pasien-pasien dengan stadium FIGO IV dan skoring WHO ≥ 7 (TTG risiko tinggi) dikenal sulit untuk ditangani dan memerlukan kemoterapi kombinasi dengan pemakaian tindakan operasi dan radioterapi secara selektif. Kelompok ini meliputi pasien-pasien dengan metastasis ke otak, hepar, traktus gastrointestinal, di mana komplikasi perdarahan masif bisa muncul lebih awal sejak munculnya penyakit tersebut. Pasien-pasien ini juga sering mengalami resistensi obat setelah kemoterapi yang lama. Terapi harus diberikan oleh tenaga medis yang berpengalaman khususnya di pusat gestational trophoblastic disease atau oleh ahli ginekologi-onkologi.

Standar regimen kemoterapi adalah EMA/CO (etoposide, dactinomycin, dan methotrexate, dengan vincristine dan cyclophosphamide). Newlands dkk. melaporkan 5-YSR sebesar

(20)

20

86%. Faktor-faktor prognosis yang jelek adalah metastasis hepar, metastasis otak, persalinan aterm pada kehamilan sebelumnya, dan interval yang lama dari kehamilan sebelumnya dengan diagnosis. Resistensi obat terjadi pada 17% pasien, di mana 70% di antaranya memerlukan terapi tambahan seperti radioterapi dan operasi. Tindakan operasi meliputi pengangkatan lokasi tumor yang menimbulkan resistensi obat (seperti uterus, lobus paru, bagian tertentu dari otak) diikuti dengan kemoterapi. Regimen yang sering digunakan untuk penyakit yang resisten adalah EP/EMA (etoposide, cisplatin, etoposde, methotrexate, dactinomycin).

Terdapat sedikit laporan tentang terapi dengan obat-obat antikanker baru. Paclitaxel menghasilkan remisi pada sebagian kecil kelompok pasien dengan resisten GTT. Pendekatan lain pada pasien-pasien dengan penyakit yang refrakter adalah pemakaian G-CSF dan kemoterapi dosis tinggi dengan dukungan terapi sumsum tulang. Cisplatin, vinblastin, dan bleomycin juga efektif sebagai terapi second-line. Metastasis sistem saraf pusat diklasifikasikan sebagai mucul secara dini (sebelum terapi) atau lambat (selama atau setelah terapi). Survival wanita-wanita dengan metastasis terjadi dini adalah 80% dan yang terjadi lambat adalah 25%. EMA/CO dengan dosis methotrexate tinggi sampai 1 g/m2 seringkali digunakan. Pada kasus di mana terdapat lesi permukaan sistem saraf pusat, tindakan kraniotomi dengan eksisi kemudian diikuti kemoterapi EMA/CO memberikan hasil yang baik. Radioterapi dengan concurrent kemoterapi telah digunakan untuk metastasis ke sistem saraf pusat dengan 5-YSR sebesar 50%.

2.6.3 Operasi

Penanganan operasi pada kasus TTG dilakukan berdasarkan indikasi sebagai berikut: 1. Indikasi absolut

(21)

21

a. perdarahan pervaginam yang tidak terkontrol dengan terapi medikamentosa b. perforasi uterus terutama bila disertai dengan tanda akut abdomen

2. Indikasi relatif

a. uterus lebih besar dari umur kehamilan 14 minggu

b. adanya ancaman perforasi uterus, berdasarkan gambar USG c. kemoterapi gagal

d. jumlah anak cukup

Pada prinsipnya penanganan operasi pada TTG bertujuan untuk mengontrol perdarahan,mengurangi atau menghilangkan massa tumor, danmengurangi kompresi terhadap organ misalnya di daerah otak. Namun perlu diketahui bahwa apapun jenis operasinya, selalu harus dikuti dengan pemberian kemoterapi. Harus diingat bahwa skor risiko setelah dilakukan operasi, selalu lebih rendah dari perhitungan sebelumnya, khususnya untuk unsur besar massa dan kadar β-hCG. Berikut ini adalah beberapa jenis operasi yang dilakukan pada TTG.

a.Histerektomi

Histerektomi sebagai terapi primer mola hidatidosa telah dilakukan pada beberapa pusat pelayanan. Wanita-wanita dengan mola hidatidosa dapat mengalami perdarahan masif baik pada saat diagnosis maupun setelah evakuasi uterus. Terkadang kondisi perdarahannya mengancam nyawa sehingga histerektomi menjadi tindakan yang rasional terlebih lagi pada wanita-wanita yang jumlah anaknya sudah cukup. Namun, histerektomi tidak mengurangi pentingnya monitoring lanjutan. Histerektomi juga diindikasikan untuk kasus-kasus dengan kelainan ginekologi sebelumnya dan dipertimbangkan sebagai TTG yang kemoresisten dalam penatalaksanaannya. Pada pasien-pasien dengan TTG yang terlokalisir di uterus,

(22)

22

angka kesembuhannya mencapai 100% dengan kemoterapi dan histerektomi serta mengurangi jumlah siklus pemberian kemoterapi.

Meskipun histerektomi berperan penting dalam penatalaksanaan TTG yang persisten, evakuasi uterus kedua dapat menjadi pilihan terapi yang bermanfaat untuk pasien-pasien dengan penyakit trofoblas yang persisten, yang diduga tidak memerlukan pemberian kemoterapi segera, di mana kadar β-hCG < 1500 IU/L. Pasien-pasien dengan penyakit trofoblas yang persisten pada hasil pemeriksaan histologis dari spesimen evakuasi uterus yang kedua sangat memerlukan kemoterapi. Namun, morbiditas yang berkaitan dengan evakuasi uterus yang kedua perlu diperhitungkan. Rasionalitasnya adalah untuk mengontrol perdarahan pervaginal yang masif setelah pemberian kemoterapi dan menangani TTG yang kemoresisten, di mana lesinya terlokalisir di uterus. Pada suatu penelitian terbaru yang meneliti peran histerktomi pada pasien-pasien dengan TTG menyimpulkan bahwa telah terjadi penurunan tindakan histerektomi untuk mengatasi perdarahan yang mengancam jiwa selama 30 tahun terakhir.

Pendekatan operasi konservatif juga dipertimbangkan pada wanita-wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya. Di antara pasien-pasien usia reproduksi, repair primer ruptur uterus atau reseksi uterus segmental adalah modalitas terapi yang dapat dipilih. Embolisasi secara selektif pmbuluh darah besar yang mensuplai uterus dapat dilakukan dengan intervensi radiologis untuk mengurangi perdarahan uterus. Metastasis juga bisa terlihat sebagai nodul vagina. Nodul-nodul ini dapat menyebabkan perdarahan masif pada beberapa kasus. Biopsi nodul ini bisa membahayakan karena perdarahan yang terjadi akibat biopsi sulit diatasi dan harus dicegah kecuali sangat diperlukan kejelasan hasil histopatologisnya.

(23)

23 b. Operasi-operasi lain

Placental site trophoblastic tumors (PSTT) telah diketahui kurang respon terhadap kemoterapi dan bila kemoterapi diindikasikan, harus diberikan kemoterapi kombinasi. Pada kasus-kasus di mana tidak ada bukti penyakit metastasis, tindakan histerektomi dapat memberikan kesembuhan.

Operasi juga digunakan untuk menangani penyakit metastasis. Torakotomi dengan reseksi segmental paru seringkali dilakukan selain histerektomi untuk menghilangkan fokus-fokus yang resisten terhadap obat-obat kemoterapi. Hepatektomi parsial juga dilakukan pada penatalaksanaan TTG persisten. Kraniotomi tidak sering dilakukan sebagai terapi primer. Namun, operasi emergensi diperlukan untuk mencegah perdarahan otak atau menurunkan peningkatan tekanan intrakranial. CT-scan otak sangat penting untuk diagnosis akhir. Kadar β-hCG dalam cairan serebrospinal juga dapat untuk mendiagnosis metastasis otak. Metastasis ke sistem saraf pusat yang tersembunyi dapat dinilai dengan memeriksa rasio kadar β-hCG dalam plasma dengan dalam cairan serebrospinal. Rasio yang normal bila tidak ada metastasis adalah >60:1 dan seringkali <60:1 pada kasus-kasus dengan metastasis otak. Kasus TTG dengan metastasis sistem saraf pusat atau dengan indeks prognosis skroing WHO risiko tinggi, memerlukan 12,5 mg methotrexate melalui injeksi intratekal. 2.6.4 Terapi radiasi

Radiasi otak dan hepar digunakan oleh beberapa pusat pelayanan sebagai adjuvant terhadap kemoterapi untuk menangani kasus-kasus dengan metastasis. Radiasi whole-brain 3000 cGy selama 10 hari harus diberikan bersamaan dengan kemoterapi pada kasus-kasus dengan metastasis otak. Pada kasus-kasus metastasis hepar, radiasi 2000 cGy selama 10 hari dapat digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi.Untuk mengurangi risiko

(24)

24

terjadinya perdarahan spontan, sebaiknya radiasi diberikan bersama-sama kemoterapi, karena ra-diasi dapat berfungsi hemostatika dan tumorisidal.Radioterapi juga digunakan pada metastasis vagina dengan perdarahan yang tidak terkontrol oleh tindakan operasi maupun kemoterapi.

Remisi komplit didefinisikan sebagai hasil pemeriksaan kadar β-hCG normal sebanyak 3 kali berturut-turut dengan interval seminggu. Setelah remisi, kadar β-hCG harus dimonitoring setiap 1-2 minggu untuk 3 bulan pertama, setiap 2-4 minggu untuk 3 bulan berikutnya, dan setiap 1-2 bulan sampai 1 tahun pertama follow-up. Selain akurasi pengukuran kadar β-hCG, jumlah sel-sel tumor sebanyak 104 yang masih ada dapat memberikan hasil pengukuran kadar β-hCG yang normal. Banyak penelitian merekomendasikan pemberian 2-4 siklus kemoterapi pemeliharaan setelah kadar β-hCG mencapai normal, tergantung pada faktor-faktor risiko yang ada pada pasien.

(25)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian desktiptif retrospektif. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi, rawat inap ginekologi, dan Instalasi Rekam Medis RSUP Sanglah Denpasar. Waktupenelitian ini dilaksanakanmulai bulan Nopember sampai Desember 2014.

3.3 Populasi Penelitian

Populasi target penelitian adalah semua pasien Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) yang berobat ke RSUP Sanglah. Populasi terjangkau penelitian adalah semua pasien TTG yang berobat ke RSUP Sanglah dari bulan Januari 2012 sampai Desember 2014.

3.4 Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah semua pasien TTG yang berobat ke RSUP Sanglah dari bulan Januari 2012 sampai Desember 2014 serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian.

3.4.1 Kriteria inklusi

Kriteria inklusi penelitian adalah sebagai berikut: a. Data rekam medis pasien dapat ditemukan b. Data rekam medis pasien terisi lengkap

(26)

26 3.4.2 Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi penelitian ini adalah data rekam medis pasien yang hilang dan atau tidak terisi lengkap.

3.5 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel penelitian adalah sebagai berikut:

a. Umur adalah usia pasien dalam tahun yang diperoleh dari rekam medis pasien.

b. Paritas adalah jumlah janin viabel yang dilahirkan, diperoleh dari rekam medis pasien. c. Gejala klinis adalah keluhan utama pasien saat berobat pertama kali ke poliklinik

Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah, diperoleh dari rekam medis pasien.

d. Riwayat kehamilan sebelumnya adalah kehamilan terakhir yang dialami oleh pasien meliputi kehamilan aterm, abortus, atau molla hidatidosa yang diperoleh dari rekam medis.

e. Jarak kehamilan sebelumnya adalah lama dalam bulan antara kehamilan sebelumnya dengan pasien pertama kali datang ke poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah yang diperoleh dari rekam medis.

f. Kadar β-HCG adalah jumlah kuantitatif dari β-HCG dalam mIU/ml yang dikelompokkam menjadi empat, yaitu < 103, 103-104, 104-105, dan >105 yang diperoleh dari rekam medis pasien.

g. Lokasi metastasis adalah tempat penyebaran dari Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) yang diperoleh dari data rekam medis pasien.

h. Jenis histopatologis adalah tipe mikroskopis dari Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) dapat berupa: kelanjutan molla hidatidosa,koriokarsinoma, Molla Invasif (MI)

(27)

27

dan Placental Site Trophoblastic Tumour (PSTT). Data diperoleh dari rekam medis pasien.

i. Stadium Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) adalah derajat beratnya TTG menurut International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) berdasarkan hasil evaluasi di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi yang diperoleh dari data rekam medis pasien.

j. Terapi Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) adalah jenis regimen khemoterapi yang diberikan kepada pasien, seperti Methotrexate (MTX), Actinomycin D (ACD), kombinasi MTX, ACD, Chlorambucil (MAC) dan Etoposide, MTX, ACD, Cyclophosphamide, Oncovine(EMACO). Data tersebutdiperoleh dari rekam medis pasien.

3.6 Bahan dan Instrumen Penelitian

Bahan dan instrument penelitian adalah rekam medis pasien Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar dari Januari 2012 sampai Desember 2014. 3.7Alur Penelitian

Alur penelitian mengikuti tahapan sebagai berikut:

Pengajuan ijin ke Instalasi Rekam Medis RSUP Sanglah, Denpasar

Pengumpulan data Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar dari Januari 2012

sampai Desember 2014.

Analisis Data

(28)

28 3.8Pengumpulan dan Analisi Data

3.8.1 Pengumpulan data

Data hasil penelitian yang diperoleh dari Poliklinik Obstetri dan Ginekologi, rawat inap ginekologi, dan Instalasi Rekam Medis RSUP Sanglah Denpasar dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam formulir penelitian (terlampir).

3.8.2 Analisi data

Data yang diperoleh pada penelitian adalah data deskriptif sehingga dilakukan analisis data secara deskriptif dengan menggunakan software SPSS 16 for windows yang ditampikan dalam bentuk tabel dan diagram.

(29)

29 BAB IV

HASIL PENELITIAN

Selama periode penelitian terdapat 19 kasusTumor Trofoblastik Gestasional (TTG) yang berobat ke RSUP Sanglah dari Januari 2012 sampai Desember 2014. Adapun profil penderita TTG tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1

Profil Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah dari Januari 2012 sampai Desember 2014

Profil Frekuensi (n) Persentase (%)

Umur (tahun) ≤ 20 21-25 26-30 31-35 36-40 41-45 ≥ 45 2 0 3 7 4 0 3 10,5 0 15,8 36,8 21,1 0 15,8 Paritas 0 1 2 3 ≥ 4 3 5 7 1 3 15,8 31,6 36,8 5,3 15,8 Gejala Klinis Perdarahan Perut membesar Nyeri perut 17 0 2 89,5 0 10,5 Riwayat Kehamilan Sebelumnya

Molla hidatidosa Abortus Hamil aterm 13 2 4 68,4 10,5 21,1

(30)

30 Tabel 4.1

Profil Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah dari Januari 2012 sampai Desember 2014 (lanjutan)

Profil Frekuensi (n) Persentase (%)

Jarak kehamilan Sebelumnya (bulan) ≤ 4 4-6 7-12 ≥ 12 7 5 1 6 36,8 26,3 5,3 21,6 Kadar β-HCG (mIU/ml) ≤ 103 103-104 104-105 > 105 0 4 4 11 0 21,1 21,1 57,9 Histopatologis Molla invasif Koriokarsinoma 13 6 68,4 31,6 Metastasis Tumor Tidak ada Ada Paru-paru Tulang 14 5 4 1 73,7 26,3 80 20 Stadium I II III IV 12 2 4 1 63,2 10,5 21,1 5,3 Terapi MTX MAC EMACO 14 2 3 73,7 10,5 15,8

(31)

31 BAB V PEMBAHASAN

5.1 Profil Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) Berdasarkan Umur di RSUP Sanglah, Denpasar Periode Januari 2012 sampai Desember 2014

Pada penelitian ini diperoleh angka kejadian Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) paling banyak pada rentang umur 31-35 tahun, yaitu sebesar 36,8% (7 kasus). Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan olehOzalp(2014) dimana angka kejadian TTG paling banyak ditemukan pada umur 31 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Cakmak (2014) memperoleh angka kejadian TTG paling banyak ditemukan pada rentang umur 20-30 tahun, yaitu sebesar 54,8%. Penelitian yang dilakukan oleh Sushruta (2014) memperoleh bahwa 80% kasus TTG ditemukan pada umur kurang dari 40 tahun dan hanya 20% kasus lebih dari 40 tahun.Penelitian yang dilakukan oleh Alifrangis (2012) memperoleh angka kejadian TTG paling banyak ditemukan pada umur 31-34 tahun.Penelitian yang dilakukan oleh Tham (2003) memperoleh hasil bahwa angka kejadian TTG paling tinggi ditemukan pada rentang usia 15-40 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Kaye (2002) memperoleh angka kejadian TTG paling tinggi ditemukan pada rentang usia 20-34 tahun yaitu sebesar 41,4%.

5.2 Profil Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) Berdasarkan Paritas di RSUP Sanglah, Denpasar Periode Januari 2012 sampai Desember 2014

Pada penelitian ini kejadian Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) paling sering ditemukan pada paritas 2, yaitu sebesar 36,8 (7 kasus). Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan olehOzalp(2014) dimana angka kejadian TTG paling

(32)

32

banyakditemukan pada paritas 2. Penelitian yang dilakukan oleh Cakmak (2014) memperoleh angka kejadian TTG paling banyak ditemukan pada paritas 2. Penelitian yang dilakukan oleh Tham (2003) memperoleh hasil bahwa angka kejadian TTG paling tinggi ditemukan pada paritas 1. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh oleh Kaye (2002) memperoleh angka kejadian TTG paling tinggi ditemukan pada paritas 5 atau lebih, yaitu sebesar 68,1%.

5.3 Profil Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) Berdasarkan Gejala Klinis di RSUP Sanglah, Denpasar Periode Januari 2012 sampai Desember 2014 Pada penelitian ini gejala klinis terbanyak yang menyebabkan pasien datang ke RSUP Sanglah Denpasar adalah perdarahan pervaginam sebesar 17 kasus (89,5%). Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ozalp (2014) dan Cakmak (2014) dimana keluhan utama yang ditemukan pada penderita TTG adalah perdarahan yang menetap, kemudian diikuti dengan gejala-gejala yang timbul akibat metastasis seperti nyeri perut, batuk darah, hematuria, melena, peningkatan tekanan intrakranial berupa sakit kepala, kejang, dan hemiplegia.

5.4 Profil Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) Berdasarkan Riwayat Kehamilan Sebelumnya di RSUP Sanglah, Denpasar Periode Januari 2012 sampai Desember 2014

Pada penelitian iniriwayat kehamilan sebelumnya yang paling banyak mengakibatkan terjadinya Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) adalah molla hidatidosa, yaitu sebesar 68,4%. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Ozalp (2014) dimana riwayat kehamilan sebelum terjadinya TTG yang paling banyak adalah molla hidatidosa, yaitu sebesar 54,9%. Penelitian yang dilakukan oleh Sushruta (2014) memperoleh riwayat kehamilan sebelum

(33)

33

terjadinya TTG yang paling banyak adalah kehamilan aterm sebesar 50% kemudian abortus dan molla hidatidosa, masing-masing sebesar 30% dan 20%. Penelitian yang dilakukan oleh Alifrangis (2012) memperoleh bahwa riwayat kehamilan sebelum terjadinya TTG yang paling banyak adalah molla hidatidosa, yaitu sebesar 45%. Penelitian yang dilakukan oleh Tham (2003) memperoleh hasil bahwa dimana riwayat kehamilan sebelum terjadinya TTG yang paling banyak adalah molla hidatidosa, yaitu sebesar 65,2% dan 68,2 masing-masing untuk kelompok Asia dan non Asia. Penelitian yang dilakukan oleh Cakmak dan Kayememperoleh hasil yang berbeda. Penelitian Cakmak (2014) dan Kaye (2002) memperoleh riwayat kehamilan sebelum yang paling banyak mengakibatkan terjadinya TTG adalah kehamilan aterm, yaitu masing-masing sebesar 100% dan 61,8%. 5.5Profil Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) Berdasarkan Jarak Kehamilan Sebelumnya di RSUP Sanglah, Denpasar Periode Januari 2012 sampai Desember 2014.

Pada penelitian ini jarak antara riwayat kehamilan sebelumnya dengan terjadinya Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) paling banyak adalah 4 bulan atau kurang, sebesar 36,8%. Penelitian yang dilakukan oleh Escbar (2003) memperoleh hasil yang sama, dimana jarak antara riwayat kehamilan sebelumnya dengan terjadinya Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) adalah kurang dari 6 bulan sebesar 57% dan lebih dari 6 bulan sebesar 43%.

5.6Profil Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) Berdasarkan Kadar β-HCG di RSUP Sanglah, Denpasar Periode Januari 2012 sampai Desember 2014. Pada penelitian kadar β-HCG pada saat awal terdiagnosis Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG)paling banyak adalah lebih dari 100.000mIU/ml, yaitu sebesar57,9%. Penelitian yang dilakukan oleh Alifrangis (2012) memperoleh bahwa kadar kadar β-HCG pada saat

(34)

34

awal terdiagnosis Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) paling banyak adalah lebih dari 100.000 mIU/ml dengan rata-rata kadar β-HCG adalah 4,23.105mIU/ml. Penelitian yang dilakukan oleh Sushruta (2014) memperoleh bahwa kadar kadar β-HCG pada saat awal terdiagnosis Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) paling banyak diantara 1000 sampai 10.000 mIU/ml sebesar 50% kasus, kemudian diikuti dengan lebih dari 100.000 mIU/ml dan diantara 10.000 sampai 100.000 masing-masing sevesar 30% dan 20%.

5.7Profil Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) Berdasarkan Lokasi Metastasis di RSUP Sanglah, Denpasar Periode Januari 2012 sampai Desember 2014 Pada penelitian ini penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) sebanyak 73,7% kasus tidak ditemukan adanya metastasis dan 26,3% mengalami metastasis. Pada TTG yang mengalami metastasissebanyak 80% kasus TTG ditemukan adanya metastasis pada paru-paru dan 20% pada tulang. Penelitian yang dilakukan oleh Sushruta (2014) memperoleh bahwa dari 20% kasus TTG yang mengalami metastasis diperoleh 57% kasus mengalami metastasis paru-paru, 28% otak dan 14% vagina. Penelitian yang dilakukan oleh Alifrangis (2012) memperoleh bahwa metastasis TTG paling sering ditemukan pada paru-paru, sebesar 70% kemudian disusul dengan otak dan hati, masing-masing sebesar 12,1% dan 2,8%. Penelitian yang dilakukan oleh Escbar (2003) memperoleh hasil bahwa metastasis TTG paling sering ditemukan pada paru-paru sebesar 73%.

(35)

35

5.8Profil Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) Berdasarkan Jenis Histopatologis di RSUP Sanglah, Denpasar Periode Januari 2012 sampai Desember 2014

Pada penelitian ini jenis histopatologis penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG)yang diperoleh sebesar 68,4% berupa molla hidatidosa dan 31,6% berupa koriokarsinoma. Penelitian yang dilakukan oleh Ozalp (2014) memperoleh hasil yang sama dimana jenis histopatologis yang ditemukan pada TTG adalah sebesar 49,6% berupa molla hidatidosa, 40,2% berupa koriokarsinoma, dan 10,2% berupaPlacental Site Trophoblastic Tumour (PSTT). Penelitian yang dilakukan oleh Sushruta (2014) memperoleh bahwa jenis histopatologis pada TTG berupa kelanjutan molla hidatidosa sebesar 46%, koriokarsinima sebesar 39% dan molla invasif sebesar 14%. Penelitian yang dilakukan oleh Tham (2003) memperoleh bahwa 86% kasus TTG memiliki jenis histopatologis molla hidatidosa sedangkan koriokarsinoma dan PSTT masing-masing sebesar0,93% danPenelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Alifrangis (2012) memperoleh bahwa jenis histopatologi TTG sebesar 52% adalah koriokarsinoma dan 48% berupa molla hidatidosa. 5.9Profil Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) Berdasarkan Stadium di RSUP Sanglah, Denpasar Periode Januari 2012 sampai Desember 2014

Pada penelitian ini sebagian besar kasus Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) ditemukan pada stadium I, sebesar 63,2% sedangkan stadium II, III dan IV masing-masing sebesar 10,5%, 21,1% dan 5,3%. Penelitian yang dilakukan olehOzalp (2014) memperoleh hasilyang sama dimana sebagian besar kasus Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) ditemukan pada stadium I, sebesar 76,1% sedangkan stadium II, III dan IV masing-masing sebesar 1,1%, 19,5% dan 3,3%.

(36)

36

5.10Profil Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) Berdasarkan Terapi Metastasis di RSUP Sanglah, Denpasar Periode Januari 2012 sampai Desember 2014 Pada penelitian ini sebagian besar kasus Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) memperoleh khemoterapi Methotrexate (MTX) sebesar 73,7% sedangkan yang memperoleh khemoterapi kombinasi MTX, Actinomycin D (ACD), Chlorambucil (MAC) dan Etoposide, MTX, ACD, Cyclophosphamide, Oncovine (EMACO) masing-masing sebesar 10,5% dan15,8%. Penelitian yang dilakukan oleh Ozalp (2014) memperoleh hasil yang sama dimana sebagian besar kasus Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) memperoleh khemoterapi tunggal MTX sebesar 73,1%. Khemoterapi kombinasi yang digunakan berupa EMACO danEtoposide, Methotrexate, Actinomycin, Etoposide dan Cisplatin (EMAEP) masing-masing sebesar 30.3% dan 3,3%.Penelitian yang dilakukan oleh Sushruta (2014) memperoleh bahwa pada kasus TTG yang diberikan khemoterapi, jenis khemoterapi yang digunakan adalah EMACO sebesar 60%, MTX sebesar 17,8% dan ACD sebesar 10,7%.Penelitian yang dilakukan oleh Escbar (2003) memperoleh hasil bahwa sebagian besar kasus TTG memperoleh khemoterapi tunggal MTX dan ACD, sebesar 51% sedangkan khemoterapi kombinasi EMACO sebesar 40%.

(37)

37 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Adapun simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Angka kejadian Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah Denpasar Periode Januari 2012 sampai Desember 2014 sebesar 19 kasus.

2. Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 ditemukan paling banyak pada rentang umur 31-35 tahun, sebesar 36,8%.

3. Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 ditemukan paling banyak dengan paritas dua, sebesar 36,8%.

4. Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 ditemukan paling banyak dengan keluhan perdarahan pervaginam, sebesar 89,5%.

5. Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 ditemukan paling banyak dengan riwayat sebelumnya menderita molla hidatidosa, sebesar 68,4%.

6. Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 paling banyak terdiagnosiskurang dari 4 bulan dengan kehamilan sebelumnya, yaitu sebesar 36,8%.

(38)

38

7. Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 ditemukan pertama kali paling banyak dengan kadar β-HCG lebih dari 100.000 mIU/ml, sebesar 57,9%.

8. Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 paling banyak mengalami metastasis pada paru-paru, sebesar 80%.

9. Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 paling banyak ditemukan pada stadium I, sebesar 63,2%.

10. Penderita Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2012 sampai Desember 2014 paling banyak mendapatkan khemoterapi jenis Methotrexate (MTX), sebesar 73,7%.

6.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan yang dapat digunakan sebagai data acuan mengenai kasus Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah, Denpasar pada periode Januari 2012 sampai Desember 2014. Sehingga mengingat pentingnya data acuan tersebut maka perlu dilakukan kontinuitas penelitian yang serupa setiap tahunnya

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menilai faktor risiko, keberhasilan terapi, prognostikkasus TTG dalam rangka mengembangkan pendidikan, kebijakan, penatalaksanaan terkini kasus berdasarkan yang ada di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah, Denpasar

(39)

39

DAFTAR PUSTAKA

1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT Roche Indonesia.

2. Elston CW. The Histopathology of Throphoblastic tumors. J. Clin Path 1976;29(10);113-31

3. Shahib N, Martasoebrata D, Kondo H, et al. Genetik Origin of Malignant Trophoblastic Neoplasma Analyzed by Sequance Tag Site Polymorphic Markers Gynecol Oncol 2001;81-247-53

4. Shih IM, Kurman RJ. Molecular Basic of Gestational Trophoblastic Dissease. CurrMol Med 2002;2-1-12

5. Fisher RA and Hodges MD. Genomic Imprinting in Gestational Trphoblastic Disease. A Review. Placenta 2003;24,111-8.

6. Li HW, Tsao SW and Cheong ANY. Current Understanding of the Molecular Genetics of Gestational Trophoblastic Disease. Placenta 2002;23-20-31.

7. Kenny, L., Seckl, J.M., Tahun. Treatments for gestational trophoblastic disease. Diunduh dari : http://medscape.com/viewarticle/718375. Waktu akses internet

8. Cunnigham, F.G., Gant, N.F., Leveno K.J., Gilstrap, III L.C., Hauth, J.C., Wenstrom, K.D., 2010. Judul bab. Williams Obstetrics 23rd ed.. USA : The McGraw-Hill Companies. halaman

9. Bangun, T.P., Agus, S., 2009. Editor : Bangun, T.P., Agus, S. Ilmu kandungan sarwono prawirohardjo. Edisi ke-2. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Halaman 10. Hernandez, E., tahun. Gestational trophoblastic neoplasia. Diunduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/279116-overview. Waktu akses internet

11. Berkowits, R.S., Goldstein, D.P., tahun. Gestational trophoblastic disease. Lurain JR. Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology, clinical presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease, and management of hydatidiform mole.penerbit, kota penerbit

12. Yang, X., Zhang, Z., dkk. 2002 The Relation between expression of c-ras, c-erbB-2, nm23, and p53 gene product and development oh thropholastic tumour and their

(40)

40

predictive significance for the malignant transformation of complete hydatiform Mole. Gnecol oncol. 85:438-44.21

13. Durand, S., dkk. 2004. GTT1/StarD, anovel phosphadylcholine transfe protein-like highly expressedin gestational trophoblastic tumour: cloning and characterization placenta. Hal 25:37-44

Referensi

Dokumen terkait

Kacariyos ing nalika Kanjeng Sunan Benang muruk dateng Sunan Kalijaga kasebut ing nginggil, sayid Ngalimukid, inggih punika saderekipun Jeng Sunan Ngampel sanes

Struktur Tata Kelola Perusahaan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Direksi, yang didukung oleh Komite Audit sebagai komite yang bertanggung jawab kepada

Untuk File Lengkapnya silahkan Download File projectnya disini Selamat Mencoba dan Berkreasi. hasil ini dasari dari ide Mary Lou

a) Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal secara teratur dan berkesinambungan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota, RS

Peran Kemandirian dan Kecerdasan Emosional terhadap Penyesuaian Diri pada Siswa Asrama Tahun Pertama SMK Kesehatan Bali Medika Denpasar.. Ni

Selain itu, hasil penemuan kajian ini boleh digunakan oleh Pihak Pengurusan Sumber Manusia di Kementerian Belia &amp; Sukan, Majlis Belia Malaysia (MBM), Badan Gabungan

Uji skala individu menunjukkan bahwa model genetik yang sesuai untuk karakter tinggi dikotomous adalah model aditif-dominan (m[d][h]) karena nilai t-hitung lebih lebih kecil

Selama masa pemeliharaan elver sidat dapat tumbuh dengan baik karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni ketersedian makanan yang cukup dan kemampuan memanfaatkan makanan