• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Rumah sakit merupakan salah satu sektor yang penting keberadaannya dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Rumah sakit merupakan salah satu sektor yang penting keberadaannya dalam"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang Masalah

Rumah sakit merupakan salah satu sektor yang penting keberadaannya dalam masyarakat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.983/Men.Kes/SK/XI/1992 rumah sakit memiliki tugas melaksanakan upaya kesehatan yang mengutamakan pencegahan, penyembuhan dan pemulihan penyakit secara terpadu. Dalam mempertahankan keberadaanya, rumah sakit sebagaimana industri lainnya juga menghadapi berbagai tantangan dari segi ekonomi, sosial, politik maupun teknologi.

ASEAN Free Trade Area atau AFTA yang akan diterapkan pada tahun 2015 memberikan tantangan baru dari segi ekonomi dalam pengelolaan industri rumah sakit. Tantangan ini berbentuk bebasnya kesempatan bagi investor asing untuk berinvestasi di Indonesia sehingga memunculkan banyaknya persaingan industri sejenis. Investor akan lebih selektif dalam menentukan investasinya dan akan melihat perkembangan pasar sebagai indikator dalam menentukan investasinya.

Rumah sakit dalam mempertahankan perkembangan pasarnya sangat bergantung pada sikap masyarakat yang menentukan pilihannya terhadap pelayanan kesehatan. Hal ini kemudian memunculkan tantangan dari segi ekonomi. Saat ini, trend yang berlaku di masyarakat dalam menentukan pilihan terhadap pelayanan kesehatan adalah kecenderungan untuk memeriksakan kesehatan atau melakukan perawatan penyembuhan ke luar negeri.

(2)

Kecenderungan masyarakat ini didorong oleh anggapan bahwa mutu pelayanan di rumah sakit luar negeri jauh lebih baik dibandingkan mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia.

Tantangan dalam bidang teknologi merupakan salah satu penyebab munculnya kecenderungan masyarakat untuk melakukan perawatan penyembuhan ke luar negeri. Berkembangnya teknologi yang digunakan dalam pemeriksaan kesehatan dan proses penyembuhan menyebabkan semakin canggihnya peralatan kesehatan yang digunakan. Kedua, dengan perkembangan teknologi, masyarakat sebagai konsumen semakin mudah mendapatkan informasi mengenai pelayanan kesehatan dan mengetahui rumah sakit mana yang dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhannya. Ketiga, perkembangan teknologi juga memberikan akses yang lebih luas kepada konsumen untuk mendapatkan berita serta rumor mengenai pelayanan kesehatan tertentu serta akses untuk menyampaikan keluhan atas pelayanan kesehatan yang dialami. Keluhan yang beberapa waktu terakhir muncul adalah mengenai kualitas pelayanan yang didapatkan oleh konsumen, sehingga menghasilkan anggapan bahwa kualitas atau mutu pelayanan yang diberikan rumah sakit di dalam negeri cenderung rendah dibandingkan dengan mutu pelayanan rumah sakit di luar negeri. Hal ini berdampak pada bertambah buruknya citra yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan di Indonesia.

Tantangan teknologi juga membawa dampak berikutnya yaitu timbulnya tantangan dari segi politik. Karena tuntutan masyarakat akan tersedianya layanan kesehatan yang bermutu, maka pemerintah dituntut untuk membuat aturan-aturan

(3)

mengenai pelayanan terhadap konsumen, yang mana hal tersebut dapat dituangkan kedalam suatu regulasi, peraturan atau undang undang seperti, namun tidak terbatas pada:

1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999. 2) Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009

Sebagai contoh :

a) Pasal 40 menuangkan mengenai kewajiban tiap rumah sakit untuk melakukan Akreditasi Rumah Sakit secara berkala setiap 3 tahun sebagai upaya meningkatkan mutu pelayanan.

b) Pasal 43 menuangkan mengenai tata cara penerapan standar keselamatan pasien.

Aturan-aturan tersebut bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit sehingga dapat menarik konsumennya, dan hal ini menjadi suatu tantangan bagi setiap rumah sakit khususnya tantangan bagi pengelola rumah sakit. Para pengelola rumah sakit dituntut untuk mempersiapkan, mengimplementasikan serta melakukan pengawasan terhadap pengelolaan rumah sakit yang sesuai dengan standar yang ditentukan.

Rumah sakit selain harus menghadapi tantangan-tantangan yang dijelaskan di atas namun juga harus menghadapi persaingan yang semakin meningkat terutama di daerah DKI Jakarta sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 1.1 berikut ini.

(4)

Tabel 1.1 Data Pertumbuhan Fasilitas Kesehatan di Wilayah DKI Jakarta FASILITAS KESEHATAN 2010 2011 2012 2013 PERTUMBUHAN

Rumah Sakit 145 153 158 159 5,26%

Puskesmas Kecamatan 44 44 44 44 0,00%

Puskesmas Kelurahan 295 296 296 297 0,34%

Balai Pengobatan Umum 779 779 779 779 0,00%

Balai Pengobatan Gigi 113 125 125 125 9,60%

Klinik Spesialis 171 153 168 168 11,76%

Laboratorium 170 175 175 175 2,86%

Apotik 1811 1811 1922 2159 0,00%

Posyandu 4185 4241 4245 4290 1,33%

TOTAL 9787 9852 9962 10246 7,6%

Sumber: Biro Pusat Statistik DKI Jakarta (2015)

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa pertumbuhan fasilitas kesehatan di wilayah DKI Jakarta dalam waktu 4 tahun secara total mencapai 7,6%, dengan pertumbuhan rumah sakit sebesar 5,26%. Pertumbuhan ini berarti persaingan yang makin tajam diantara pengelola-pengelola rumah sakit untuk mempertahankan pelanggannya.

Rumah Sakit Ibu dan Anak Asih (RSIA Asih) merupakan salah satu rumah sakit di daerah DKI Jakarta yang turut serta dalam menerima tantangan persaingan bisnis rumah sakit adalah. RSIA Asih, merupakan rumah sakit yang mengkhususkan pelayanannya dalam lingkup kesehatan Ibu dan Anak. RSIA Asih awalnya bernama Rumah Sakit Bersalin Asih (RSB Asih) yang telah mulai mengembangkan usahanya sejak tahun 1978, dan memiliki nama yang cukup baik dalam komunitas masyarakat Jakarta Selatan.

Pengelola RSIA Asih pada tahun 2011 mulai melakukan pembenahan diri dalam pengelolaan layanannya demi meningkatkan mutu pelayanannya. Hasil akhir dari peningkatan mutu pelayanan tersebut diharapkan dapat meningkatkan

(5)

kepercayaan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh RSIA Asih. Salah satu langkah yang dilakukan adalah mengikuti proses akreditasi dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Untuk pemenuhan tujuan akreditasi tersebut, manajemen RSIA Asih (saat itu RSB Asih) harus menata ulang seluruh pengelolaan pelayanannya, dengan tujuan bukan hanya agar sesuai dengan ketentuan yang dibuat oleh pemerintah namun juga agar memperhatikan efektivitas dan efisiensi proses pelayanan. Dalam proses akreditasi, manajemen RSIA Asih (saat itu RSB Asih) harus menetapkan beberapa dokumen guna akreditasi seperti tidak terbatas pada visi dan misi perusahaan, nilai inti perusahaan, strategi perusahaan, serta tata kelola perusahaan. Setelah dokumen tersebut telah disusun, maka langkah yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan implementasi pelayanan berdasarkan dokumen yang telah disusun dengan tujuan apa yang dilakukan dapat menghasilkan perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan.

Pengelola RSIA Asih (saat itu RSB Asih) dalam implementasi upaya peningkatan mutu pelayanan menghadapi hambatan yang muncul dari dalam organisasi. Berdasarkan hasil survei kepada karyawan/wati untuk menyebutkan 5 permasalahan yang dianggap menghambat upaya peningkatan mutu pelayanan, didapatkan data sebagaimana tercantum pada Tabel 1.2.

(6)

Tabel 1.2 Data Survei Permasalahan yang Menghambat Peningkatan Mutu Pelayanan

PERMASALAHAN RESPON PERSENTASE

Kerjasama kurang baik 30 20

Kurang Kompak (Solid) 28 18,7

Sering terjadi miscommunication/ salah paham 23 15,3

Rekan kerja tidak peduli (cuek) 20 13,3

Tidak Mengerti Prosedur 17 11,3

Pemimpin tidak tegas, tidak memotivasi, tidak menjadi teladan 15 10 Saling Lempar tanggung jawab (salah-salahan) 3 2 Membentuk kelompok-kelompok kecil (Nge-gank) 2 1,3

Tidak Ada Respon (Kosong) 12 8

TOTAL RESPON 150 100

Sumber: Survey karyawan RSIA Asih (sebelumnya RSB Asih)

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa permasalahan yang dianggap menghambat kinerja RSIA Asih (sebelumnya RSB Asih) adalah kerjasama tim yang kurang baik. Kesimpulan ini penulis ambil berdasarkan pada pendapat Wahab (2007: 27) bahwa suatu tim tidak dapat bekerja efektif apabila anggota tim tidak mengetahui mengetahui tugas dan tanggung jawab masing-masing, tidak memiliki pemimpin yang dapat mengarahkan dan memberi motivasi, anggota tim tidak terlibat aktif dan menunjukkan sikap peduli serta toleransi kepada anggota lainnya, serta tidak adanya pola komunikasi yang terbuka dan efektif.

Kerjasama tim atau teamwork adalah kegiatan yang dikelola atau dilakukan sekelompok orang yang tergabung dalam satu organisasi yang memiliki perbedaan keahlian sehingga menjadi suatu kekuatan dalam mencapai tujuan organisasi tersebut (Tracy, 2006: 5). Secara umum, hasil kerjasama tim diharapkan lebih baik dibandingkan hasil kerja perorangan. Harapan ini menjadi penting bagi RSIA Asih (saat itu RSB Asih) agar hal ini dapat menjadi proses yang berkelanjutan. Kerjasama tim yang kurang baik dalam tubuh RSIA Asih

(7)

(saat itu RSB Asih) sebagai satu kesatuan akan menghambat proses mutu pelayanan yang diberikan kepada pelanggannya. Hal ini dapat berdampak pada ketidakmampuan RSIA Asih (saat itu RSB Asih) untuk mempertahankan pangsa pasarnya diantara persaingan dan tantangan yang ada.

RSIA Asih (saat itu RSB Asih) berusaha menghadapi permasalahan kerjasama tim ini dengan mengembangkan suatu budaya organisasi yang fokus pada kerjasama tim. Budaya organisasi yang diciptakan manajemen RSIA Asih (sebelumnya RSB Asih) adalah HIKI yang merupakan singkatan dari 4 nilai inti yaitu Humanitas, Integritas, Kerjasama dan Inovasi. HIKI diharapkan dapat menjadi suatu nilai inti yang berkembang menjadi sikap dan perilaku para anggota organisasi. Namun, dalam prosesnya budaya organisasi yang dikembangkan ini masih belum mampu meningkatkan kerjasama tim, hal ini nampak dalam data hasil penilaian terhadap aspek kompetensi dasar yang dikembangkan dari nilai inti perusahaan (HIKI) karyawan/wati RSIA Asih tahun 2015 yang ditampilkan dalam Gambar 1.1.

(8)

Gambar 1.1 Penilaian Kompetensi Dasar Karyawan/wati RSB Asih Tahun 2015 Sumber: Data Sub Bagian SDM RSIA Asih (2015)

Gambar 1.1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata aspek kerjasama merupakan nilai terendah dibanding aspek yang lain. Nilai ini menunjukkan bahwa proses internalisasi budaya HIKI masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu, Gambar 1.1 juga memperlihatkan bahwa aspek lain dalam budaya HIKI yang nilainya rendah adalah aspek kemampuan membangun hubungan dan aspek kepercayaan diri. Rendahnya kedua aspek pribadi ini diasumsikan dapat mempengaruhi kerjasama tim. Asumsi ini berlandaskan pada pendapat Nugraheni dan Utomo (2011:8) bahwa faktor kepribadian dari seorang karyawan berpengaruh pada kerjasama timnya.

Gardner dalam Rozali (2015:448) berpendapat bahwa untuk dapat bekerja sama dalam suatu tim dengan baik maka seseorang membutuhkan kemampuan untuk membangun relasi dan mempertahankan relasi sosialnya. Setiyanti (2012:59) juga berpendapat bahwa untuk membentuk kerjasama tim yang baik

(9)

dibutuhkan rasa saling percaya dan keterbukaan yang didasari oleh kepercayaan diri individu anggotanya. Kemampuan membangun relasi, membangun kepercayaan dan saling terbuka merupakan suatu kemampuan yang disebut kompetensi interpersonal.

Manajemen RSIA Asih (sebelumnya RSB Asih) juga melakukan upaya lain untuk meningkatkan mutu pelayanan yaitu melalui program pendidikan dan pelatihan. Namun, berdasarkan data program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan di RSIA Asih (saat itu RSB Asih) diketahui bahwa program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan lebih menfokuskan pada keterampilan teknis karyawan/wati, sebagaimana terlihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3 Rekap Data Program Pelatihan RSB Asih Tahun 2013 s/d 2015 TAHUN KETERAMPILAN TEKNIS PROSEDUR SOFT SKILL TOTAL

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

2013 7 70,0 3 30,0 0 0 10 100

2014 27 69,2 12 30,8 0 0 39 100

2015 16 40,0 24 60,0 0 0 40 100

TOTAL 50 60 39 40 0 0 89 100

Sumber: Data Sub Bagian SDM RSIA Asih (2015)

Tabel 1.3 menunjukkan bahwa program pelatihan yang selama ini diadakan di RSIA Asih (saat itu RSB Asih) lebih terfokus pada peningkatan keterampilan teknis, yaitu sebesar 60%. 40% dari program pelatihan lainnya yang selenggarakan adalah terkait dengan prosedur kerja, sementara program pelatihan soft skill tidak pernah diselenggarakan. Soft Skill menurut Wahyono (2014) adalah suatu keterampilan non teknis yang diperlukan untuk dapat beradaptasi dengan

(10)

lingkungannya. Keterampilan ini antara lain kepemimpinan, pengambilan keputusan, penyelesaian konflik, komunikasi, kreativitas, kemampuan presentasi, kerendahan hati dan kepercayaan diri, kecerdasan emosional, integritas, komitmen, dan kerjasama (Kaipa & Milus, dalam Wahyono, 2014).

Tidak diselenggarakannya program pelatihan soft skill ini diduga berpengaruh terhadap kerjasama tim karyawan RSIA Asih (sebelumnya RSB Asih). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyadi (2012:72) bahwa intervensi dari program pelatihan dapat meningkatkan kerjasama tim.

Penjabaran diatas menunjukkan bahwa terdapat tiga aspek yang diasumsikan berpengaruh terhadap kerjasama tim karyawan RSIA Asih (sebelumnya RSB Asih, yaitu kompetensi interpersonal, budaya organisasi, dan program pelatihan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk membuktikan dugaan tersebut. Penelitian ini akan diberi judul “Pengaruh Kompetensi Interpersonal, Budaya Organisasi, dan Program Pelatihan terhadap Kerjasama Tim Karyawan RSIA Asih”.

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Latar belakang permasalahan di RSIA Asih (sebelumnya RSB Asih) menunjukkan bahwa:

1) Pengelola rumah sakit RSIA Asih perlu meningkatkan mutu pelayanannya untuk dapat mempertahankan pelanggannya dan menghadapi persaingan.

(11)

2) Survey kepada karyawan/wati RSIA Asih (sebelumnya RSB Asih) menunjukkan bahwa permasalahan yang dianggap menghambat peningkatan mutu pelayanan adalah kurangnya kerjasama tim.

3) Hasil penilaian kompetensi dasar karyawan menunjukkan bahwa:

a) Budaya organisasi yang difokuskan pada kerjasama tim belum cukup terinternalisasi.

b) Aspek kompetensi interpersonal yang berkaitan erat dengan kerjasama tim memiliki nilai yang rendah.

4) Data program pelatihan yang diselenggarakan di RSIA Asih (sebelumnya RSB Asih) menunjukkan kurangnya program pelatihan yang terkait dengan peningkatan kerjasama tim.

1.2.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan permasalahan penelitian adalah sebagai berikut :

1) Apakah pengembangan kompetensi interpersonal dapat mempengaruhi kerjasama tim karyawan RSIA Asih?

2) Apakah budaya organisasi dapat mempengaruhi kerjasama tim karyawan RSIA Asih?

3) Apakah program pelatihan dapat mempengaruhi kerjasama tim karyawan RSIA Asih?

4) Apakah kompetensi interpersonal, budaya organisasi, dan program pelatihan, secara bersama–sama dapat mempengaruhi kerjasama tim?

(12)

1.3 Maksud danTujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data, sehingga dapat diolah dan dihasilkan suatu deskripsi menyeluruh tentang pengaruh kompetensi interpersonal, budaya organisasi dan program pelatihan terhadap kerjasama tim karyawan Rumah Sakit Ibu dan Anak Asih.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis:

1) Pengaruh kompetensi interpersonal terhadap kerjasama tim karyawan RSIA Asih.

2) Pengaruh budaya organisasi terhadap kerjasama tim karyawan RSIA Asih. 3) Pengaruh program pelatihan terhadap kerjasama tim karyawan RSIA Asih. 4) Pengaruh bersama kompetensi interpersonal, budaya organisasi, dan program

pelatihan terhadap terhadap kerjasama tim karyawan RSIA Asih.

1.4 Manfaat dan Kegunaan Penelitian 1.4.1 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai pentingnya kompetensi interpersonal, budaya organisasi, dan program pelatihan untuk meningkatkan kerjasama tim di RSIA Asih.

(13)

1.4.2 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini antara lain: 1) Kegunaan bagi perkembangan teori.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wacana dalam bidang manajemen sumber daya manusia dan landasan empiris mengenai pengaruh kompetensi interpersonal, budaya organisasi, dan program pelatihan terhadap kerjasama tim.

2) Kegunaan bagi RSIA Asih

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh manajemen RSIA Asih dalam menyusun perencanaan strategis dan mengelola sumber daya manusianya. Hasil yang paling utama adalah mengenai kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kerjasama tim.

Gambar

Tabel 1.1 Data Pertumbuhan Fasilitas Kesehatan di Wilayah DKI Jakarta  FASILITAS KESEHATAN  2010  2011  2012  2013  PERTUMBUHAN
Gambar 1.1 Penilaian Kompetensi Dasar Karyawan/wati RSB Asih Tahun 2015
Tabel 1.3 Rekap Data Program Pelatihan RSB Asih Tahun 2013 s/d 2015  TAHUN  KETERAMPILAN TEKNIS  PROSEDUR  SOFT SKILL  TOTAL

Referensi

Dokumen terkait

Lingkungan rumah juga cukup dominan untuk menentukan atas kemandirian dalam belajar, perhatian khusus dari orang tua untuk mengajar anak dalam memanfaatkan waktu

kebijakan fiskal, sistem ekonomi Islam menggunakan sumber lain yakni zakat. Zakat merupakan alat yang efektif untuk mewujudkan tujuan fiskal yang juga diharapkan akan

Stetoskop Elektronik Berbasis PC untuk Auskultasi Jantung pernah dibuat oleh (Badarudin Hakim, 2010), output dari alat ini berupa suara yang keluar melalui speaker dan

Spektrofotometri IR adalah metode analisis untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang ada dalam suatu senyawa. Daerah IR pada spektrum elektromagnetik berada pada daerah

Jika masing-masing variabel keputusan membentuk harmoni yang baik, pengalaman tersebut akan disimpan dalam variabel memori, yang nantinya akan memperbesar kemungkinan

Artinya perusahaan pelat merah ini tinggal menggejar 56,09% untuk mencapai target pendapatan dan 30,1% untuk laba.. Memang, selama ini kontrak WSKT mayoritas datang dari

Untuk penelaahan data sifat fisis mekanis (kerapatan dan keteguhan tarik sejajar serat) dari 23 jenis rotan berdiameter kecil (<1,2 cm), digunakan analisa keragaman

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa perkuatan dengan menggunakan material kapur sebagai pengisi drainase vertikal memiliki perkuatan yang paling bagus, karena