• Tidak ada hasil yang ditemukan

GEOLOGI DAN STUDI MATAAIR DAERAH PASEH-CIKANCUNG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GEOLOGI DAN STUDI MATAAIR DAERAH PASEH-CIKANCUNG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

GEOLOGI DAN STUDI MATAAIR DAERAH

PASEH-CIKANCUNG DAN SEKITARNYA,

KABUPATEN BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT

SKRIPSI

Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S-1) pada Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian,

Institut Teknologi Bandung

Oleh:

Anwar Zulkhoiri

12010059

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

GEOLOGI DAN STUDI MATAAIR DAERAH

PASEH-CIKANCUNG DAN SEKITARNYA,

KABUPATEN BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT

SKRIPSI

Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S-1) pada Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian,

Institut Teknologi Bandung

Penulis,

Anwar Zulkhoiri 12010059

Mengetahui/menyetujui,

Pembimbing II Pembimbing I

Ir. Nurcahyo Indro Basuki, M.T., Ph.D. Agus M. Ramdhan, S.T., M.T., Ph.D.

(3)

i GEOLOGI DAN STUDI MATAAIR DAERAH PASEH-CIKANCUNG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT

SARI

Pemetaan geologi dan studi mataair di Kecamatan Paseh-Cikancung, Kabupaten Bandung, dan sekitarnya dilakukan dengan metode pengamatan singkapan batuan, pengukuran parameter fisika, analisis hidrokimia, dan analisis isotop. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi geologi, kualitas airtanah, zona akifer, daerah imbuhan, dan umur airtanah di daerah penelitian.

Daerah penelitian terletak di Zona Gunungapi Kuarter yang terletak di utara G. Guntur. Morfologi daerah penelitian berupa perbukitan landai hingga perbukitan

dengan lereng sangat terjal yang dibagi menjadi dua satuan geomorfologi, yaitu Satuan Kerucut Gunungapi (V3) dan Satuan Kaki Gunungapi (V7).

Penamaan dan pembagian volkanostratigrafi disusun berdasarkan waktu, ciri litologi, dan pusat erupsi dengan menggunakan satuan dasar khuluk dan gumuk. Sejarah geologi daerah penelitian dimulai pada Kala Pleistosen yang dimulai dengan diendapkannya Breksi (PLa1) dan Tuf (PLj2) G. Pulus, kemudian terbentuk Sesar Normal Pulus yang diinterpretasikan terbentuk karena aktivitas vulkanisme G. Pulus. Setelah itu, diendapkan Breksi-Lava G. Pasir Jugul (PJa). Kemudian terbentuk Sesar Menganan Normal Pulus. Kemudian diendapkan Lava Andesit G. Putri (PTl), Tuf Breksian I G. Mandalawangi (Ma1), dan Tuf Breksian II G. Mandalawangi (Ma2). Kemudian terjadi amblesan pada kaki G. Mandalawangi yang menyebabkan terbentuknya Sesar Normal Mandalawangi. Setelah kejadian tersebut, diendapkan Breksi G. Mandalawangi (Ma3), Tuf G. Buleud (Bj), dan Breksi-Lava G. Pangrajin (PRa). Kemudian pada waktu yang relatif bersamaan, erosi terjadi pada Satuan Tuf G. Pulus yang menyebabkan Satuan Breksi G. Pulus tersingkap serta terbentuk Sesar Menganan Normal Cigentur dan Sesar Menganan Normal Kasur. Sesar ini kemungkinan terbentuk akibat pengaruh subduksi Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia dan aktivitas gunungapi yang berada di dalam dan sekitar daerah penelitian.

Hasil pengukuran parameter fisika pada empat belas titik mataair menunjukkan bahwa kualitas airtanah berada dalam baku mutu air minum. Berdasarkan flushing aktif, TDS (Total Dissolved Solid) yang rendah, dan analisis hidrokimia pada lima sampel mataair yang menunjukkan fasies kalsium bikarbonat, akifer airtanah daerah penelitian tergolong zona atas (upper zone). Berdasarkan analisis isotop 2H dan 18O, dan 3H pada tiga sampel mataair, daerah imbuhan airtanah terletak di Kompleks G. Guntur pada elevasi 1719-2240 mdpl dan airtanah berumur modern (<5 hingga 10 tahun).

Kata kunci: mataair, Paseh-Cikancung, hidrokimia, isotop, daerah imbuhan, TDS, volkanostratigrafi, Mandalawangi, fasies

(4)

ii GEOLOGY AND SPRING STUDY OF PASEH-CIKANCUNG DISTRICT

AND ITS SURROUNDING, BANDUNG REGENCY, WEST JAVA PROVINCE

ABSTRACT

The geological mapping and spring study in Paseh-Cikancung District and surrounding were conducted by performing outcrops observation, physical parameter measurement and hydrochemical analysis, and isotopes analysis. The purpose of this study is to know geological setting, quality of groundwater, aquifer zone, recharge area, and age of groundwater in the study area.

The research area is located in the Quaternary Volcanic Zone to the north of Mt. Guntur. Morphological forms of the study are steep to very steep hills. The study area is divided into two geomorphic units, i.e: Volcanic Cones (V3) and Volcanic Footslopes (V7).

Volcanostratigraphy of the study area, using khuluk and gumuk units, was analyzed based on time, lithology, and eruption center. The geological history began at Pleistocene when eruption of Mt. Pulus produced Breccia (PLa1) and Tuff (PLj2), and then Pulus Normak Fault was formed due to volcanic activity of Mt. Pulus. After that, eruption of Mt. Pasir Jugul produced Breccia-lava (PJa). Then Normal Dextral Pulus Fault was formed. After that, deposition of Andesite Lava of Mt. Putri (PTl), deposition of Tuff-Breccia I of Mt. Mandalawangi (Ma1), deposition of Tuff-Breccia II of Mt. Mandalawangi (Ma2), then footslopes of Mt. Mandalawangi collapse formed Mandalawangi Normal Fault. After this event, eruption of Mt. Mandalawangi produced Breccia (Ma3), following by deposition of Tuff of Mt. Buleud (Bj), and deposition of Breccia-lava of Mt. Pangrajin (PRa). At the same time, Tuff of Mt. Pulus (PLj2) was eroded causing cropping out of Breccia of Mt. Pulus (PLa1) and then Cigentur Normal Dextral Fault and Kasur Normal Dextral Fault were formed due to subduction of Indo-Australia Plate with Eurasia Plate and volcanic activity of volcanoes located at reseach area and its surrounding.

Pysical parameters measurement of fourteen springs showed that the groundwater quality meets drinking water standard. Based on active flushing, low TDS (Total Dissolved Solid), and calcium bicarbonate facies, the groundwater is inferred to be located at the upper aquifer zone. Based on the analysis of stable isotopes (2H and 18O) and tritium (3H), recharge area is concluded to be located at Mt. Guntur Complex at the elevation of 1719 - 2240 meter above sea level, and the groundwater is modern groundwater (<5 to 10 years), respectively.

Keywords: spring, Paseh-Cikancung, hydrochemical, isotope, recharge area, TDS, volcanostratigraphy, Mandalawangi, facies

(5)

iii KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul Geologi dan Studi Mataair Daerah Paseh-Cikancung dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat dapat selesai dengan baik. Skripsi ini membahas tentang aspek geologi yang terdapat di daerah penelitian meliputi persebaran litologi, struktur, stratigrafi, dan sejarah geologi, serta studi khusus mataair yang menganalisis kualitas, fasies, daerah imbuhan, dan umur airtanah di daerah penelitian.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungan semua pihak hingga skripsi ini selesai, antara lain kepada:

1. Orang tua dan adik penulis yang telah memberikan dukungan dan do‟a sehingga tugas akhir ini dapat berlangsung dengan lancar,

2. Bapak Agus M. Ramdhan (pembimbing pertama) dan Bapak Nurcahyo I. Basuki (pembimbing kedua) yang telah memberi arahan, masukan dan bimbingan selama penelitian,

3. Pimpinan, para dosen, dan staf program studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung,

4. Bapak Iman dan keluarga yang telah mendukung dalam pengambilan data di lapangan,

5. Rahmad Dwi Putra, teman satu daerah lapangan yang telah menemani suka dan duka selama pengambilan data di lapangan,

6. Teman-teman Teknik Geologi 2010, Gamais 2010, Al-Jibaal, dan IndekosX yang telah menemani kehidupan selama di Bandung,

7. Bapak Irwan Iskandar dan Bapak Bungkus Pratikno yang membantu dalam menganalisis sampel mataair,

8. Teman-teman Rumah C yang telah memberikan pesan-pesan dan menambah warna kehidupan selama mengerjakan TA, dan

9. Semua pihak yang telah ikut serta mendukung berlangsungnya penulisan skripsi ini.

(6)

iv Penulis menyadari banyak kekurangan yang tidak dapat dihindari dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis menerima kritik dan saran untuk bahan pembelajaran ketika menyusun tulisan ilmiah selanjutnya.

Bandung, September 2014 Penulis

(7)

v DAFTAR ISI

SARI i

ABSTRACT iii

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penelitian 1

1.3 Pembimbing 1

1.4 Batasan Masalah 2

1.5 Lokasi Daerah Penelitian 2

1.6 Metode dan Tahap Penelitian 4

1.6.1 Tahap Persiapan dan Studi Pendahuluan 4

1.6.2 Tahap Pengambilan Data Lapangan 5

1.6.3 Tahap Pengolahan dan Analisis Data 5

1.6.4 Tahap Penyusunan Laporan 6

BAB II GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

2.1 Fisiografi Regional 7

2.2 Stratigrafi Regional 7

2.3 Tektonik Regional 11

2.4 Hidrogeologi Regional 13

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.1 Geomorfologi 14

3.1.1 Kelurusan Bukit dan Lembah Daerah Penelitian 14

3.1.2 Pola Aliran Sungai Daerah Penelititan 15

3.1.3 Peta Kemiringan Lereng Daerah Penelitian 17

(8)

vi

3.1.5 Tahap Geomorfik Daerah Penelitian 19

3.1.6 Analisis Tubuh Gunungapi 20

3.2 Stratigrafi Daerah Penelitian 21

3.2.1 Khuluk Pra-Pulus 25

3.2.3 Khuluk Pra-Mandalawangi 31

3.3 Struktur Geologi Daerah Penelitian 41

3.3.1 Sesar Normal Pulus 41

3.3.2 Sesar Menganan Normal Pulus 43

3.3.3 Sesar Normal Mandalawangi 44

3.3.4 Sesar Menganan Normal Cigentur 45

3.3.5 Sesar Menganan Normal Kasur 46

3.4 Sejarah Geologi Daerah Penelitian 46

BAB IV STUDI MATAAIR DAERAH PENELITIAN

4.1 Tinjauan Umum 49

4.1.1 Parameter Fisika Airtanah 49

4.1.2 Hidrokimia 49

4.1.3 Isotop 53

4.2 Metode Pengukuran Parameter Fisika, Hidrokimia, dan Isotop 56

4.3 Data dan Analisis 57

4.3.1 Data 57

4.3.2 Analisis Kualitas Airtanah 61

4.3.3 Analisis Fasies Airtanah 61

4.3.4 Analisis Daerah Imbuhan 64

4.3.5 Analisis Umur Airtanah 72

BAB V KESIMPULAN 75

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)

vii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Lokasi daerah penelitian 3

Gambar 1.2 Morfologi daerah penelitian (citra ASTER GDEM) 4 Gambar 1.3 Petani setempat bercocok tanam pada lereng-lereng bukit;

(a) kebun sayur, (b) sawah

4

Gambar 1.4 Diagram alir tahap penelitian 5

Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (disadur dari van Bemmelen, 1949)

7

Gambar 2.2 Geologi daerah Paseh-Cikancung dan sekitarnya (Alzwar dkk., 1992)

9

Gambar 2.3 Stratigrafi regional di sekitar daerah penelitian (Alzwar dkk., 1992)

9

Gambar 2.4 Pola umum struktur di Jawa Barat (disadur dari Pulunggono dan Martodjojo, 1994)

12

Gambar 2.5 Peta hidrogeologid darah Paseh-Cikancung dan sekitarnya (Soetrisno, 1983)

13

Gambar 3.1 Analisis kelurusan pada citra ASTER GDEM 15 Gambar 3.2 Diagram frekuensi yang menunjukkan pola kelurusan

daerah penelitian memiliki pola utama berarah barat laut-tenggara

15

Gambar 3.3 Jenis pola aliran sungai daerah penelitian 16 Gambar 3.4 Peta kemiringan lereng daerah penelitian 17 Gambar 3.5 Satuan Kerucut Gunungapi G. Mandalawangi dan G.

Buleud

18

Gambar 3.6 Satuan Kerucut Gunungapi G. Pulus dan G. Putri 19 Gambar 3.7 Satuan Kaki Gunungapi (foto diambil dari kaki G. Pulus) 19 Gambar 3.8 Lembah berbentuk “V” pada daerah penelitian 20 Gambar 3.9 Longsoran yang terdapat pada Satuan Geomorfologi

Kerucut Gunungapi; (a) di lereng G. Pulus dan (b) di lereng G. Mandalawangi

20

(10)

viii Gambar 3.11 Analisis tubuh gunungapi pada peta topografi 22 Gambar 3.12 Klasifikasi batuan beku (IUGS ,1973) (disadur dari Cas

dan Wright (1987))

24

Gambar 3.13 Klasifikasi batuan piroklastik berdasarkan: (a) ukuran butir (Fisher dan Scminke, 1984 dalam Gillespie dan Styles, 1999) dan (b) jenis material (Schmidt, 1981)

24

Gambar 3.14 Kontak antara Satuan Tuf G. Pulus dengan Satuan Breksi G. Pulus

26

Gambar 3.15 Singkapan dan sampel Satuan Breksi G. Pulus 27 Gambar 3.16 Singkapan tuf kasar pada Satuan Tuf G. Pulus 28 Gambar 3.17 Singkapan tuf halus pada Satuan Tuf G. Pulus 28 Gambar 3.18 Singkapan dan sampel breksi piroklastik pada Satuan

Breksi-Lava G. Pasir Jugul

30

Gambar 3.19 Singkapan dan sampel lava andesit pada Satuan Breksi-Lava G. Pasir Jugul

30

Gambar 3.20 Singkapan dan sampel lava andesit pada Satuan Lava Andesit G. Putri

31

Gambar 3.21 Singkapan dan sampel tuf-lapili pada Satuan Lava Andesit G. Putri

32

Gambar 3.22 Citra ASTER GDEM yang menunjukkan bahwa morfologi dan pola aliran sungai pada Satuan Tuf Breksian I G. Mandalawangi dipotong oleh morfologi Satuan Tuf Breksian II G. Mandalawangi; dan rona morfologi pada Satuan Breksi Mandalawangi lebih halus daripada rona morfologi pada Satuan Tuf Breksian I dan II G. Mandalawangi

33

Gambar 3.23 Singkapan tuf breksian pada Satuan Tuf Breksian I G. Mandalawangi

34

Gambar 3.24 Singkapan dan sampel tuf kasar pada Satuan Tuf Breksian I G. Mandalawangi

34

Gambar 3.25 Singkapan tuf breksian pada Satuan Tuf Breksian II G. Mandalawangi

(11)

ix Gambar 3.26 Singkapan tuf-lapili pada Satuan Tuf Breksian II G.

Mandalawangi

36

Gambar 3.27 Singkapan breksi piroklastik pada Satuan Breksi G. Mandalawangi yang terdapat arang kayu (foto kiri) dan struktur aliran (foto kanan)

37

Gambar 3.28 Singkapan tuf halus pada Satuan Breksi G. Mandalawangi 37 Gambar 3.29 Singkapan tuf kasar Satuan Tuf G. Buleud 38 Gambar 3.30 Singkapan dan sampel breksi piroklastik pada Satuan

Breksi-Lava G. Pangrajin

40

Gambar 3.31 Singkapan dan sampel lava andesit pada Satuan Breksi-Lava G. Pangrajin

40

Gambar 3.32 Singkapan tuf lapili pada Satuan Breksi-Lava G. Pangrajin 40 Gambar 3.33 Singkapan dan sampel tuf terelaskan pada Satuan

Breksi-Lava G. Pangrajin

41

Gambar 3.34 Sesar di daerah penelitian yang dianalisis berdasarkan kelurusan pada citra ASTER GDEM dan kekar gerus yang terdapat di lapangan

42

Gambar 3.35 Delineasi kelurusan sesar di daerah penelitian 43 Gambar 3.36 Salah satu pengamatan kekar gerus yang terletak di jalur

kelurusan Sesar Menganan Normal Pulus

44

Gambar 3.37 Skema terbentuknya Sesar Normal Mandalawangi 45 Gambar 3.38 Salah satu pengamatan kekar gerus yang terletak di jalur

kelurusan Sesar Menganan Normal Cigentur

46

Gambar 3.39 Diagram blok sejarah geologi daerah penelitian 48 Gambar 4.1 Diagram trilinier yang digunakan untuk menampilkan hasil

analisis kimia air (Piper, 1944 dalam Fetter, 2001)

51

Gambar 4.2 Diagram klasifikasi hidrogeokimia air (Back, 1960 dan 1966) dalam Fetter, 2001)

52

Gambar 4.3 Analisis yang digambarkan oleh Diagram Stiff. Jarak horizontal dari sumbu vertikal merupakan jumlah meq/L untuk tiap anion atau kation (Stiff, 1951 dalam Fetter, 2001)

(12)

x Gambar 4.4 Pola pergeseran jumlah isotop O18 dan 2H dan

proses-proses yang mempengaruhinya (Puradimaja dkk., 2008)

55

Gambar 4.5 Pengukuran parameter fisika di lapangan menggunakan multimeter

56

Gambar 4.6 Lokasi mataair di daerah penelitian 58 Gambar 4.7 Mataair Cigalumpit yang merupakan mataair rekahan 59 Gambar 4.8 Salah satu mataair depresi yang terdapat di daerah

penelitian

59

Gambar 4.9 Plot komposisi ion utama sampel air pada Diagram Stiff (a) MA-14, (b) MA-21, (c) MA-22, (d) MA-23

63

Gambar 4.10 Plot data ion utama dari lima sampel mataair daerah penelitian pada Diagram Piper

64

Gambar 4.11 Diagram alir analisis untuk menentukan daerah imbuhan airtanah daerah penelitian

65

Gambar 4.12 Garis Air Meteorik Wayang Windu (garis biru) dan Garis Air Meteorik Global (garis merah)

66

Gambar 4.13 Grafik δ2H terhadap elevasi 67

Gambar 4.14 Grafik δ18O terhadap elevasi 67

Gambar 4.15 Plot data isotop dan Garis Air Meteorik Wayang Windu (Hendrasto, 2005)

68

(13)

xi DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kolom volkanostratigrafi daerah penelitian 23 Tabel 3.2 Klasifikasi endapan piroklastik berdasarkan ukuran butir.

Disadur dari Schmidt (1981)

24

Tabel 4.1 Data parameter fisika yang diukur di lapangan 60 Tabel 4.2 Data ion utama hasil analisis pada lima sampel mataair di

daerah penelitian

60

Tabel 4.3 Data kandungan isotop hasil analisis pada tiga sampel mataair di daerah penelitian

61

Tabel 4.4 Hasil perhitungan error kesetimbangan ion 62 Tabel 4.5 Hasil perhitungan titik potong sampel mataair daerah

penelitian untuk menentukan kisaran elevasi daerah imbuhan 70

Tabel 4.6 Perhitungan nilai konduktivitas hidrolik 74 Tabel 4.7 Nilai representatif konduktivitas hidrolik untuk beberapa jenis

batuan (Domenico dan Scwartz, 1990)

(14)

xii DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A : PETA LINTASAN GEOLOGI

LAMPIRAN B : PETA GEOMORFOLOGI

LAMPIRAN C : PETA GEOLOGI DAN PENAMPANG

LAMPIRAN D : PENGAMATAN PETROGRAFI BATUAN

LAMPIRAN E : ANALISIS KINEMATIKA STRUKTUR GEOLOGI

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dilalui oleh jalur gunungapi yang memanjang dari bagian barat Sumatra hingga bagian timur Sulawesi. Jajaran gunugapi tersebut terbentuk akibat subduksi Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia. Hal ini membuat pemetaan di daerah volkanik menjadi topik yang menarik untuk dipelajari.

Dari sisi hidrogeologi, di daerah gunungapi banyak sekali terdapat mataair yang menarik untuk diteliti. Pada kenyataannya, masyarakat di daerah penelitian sangat bergantung pada air dari mataair untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, seperti memasak, mencuci, mengairi sawah, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, analisis kualitas air di daerah tersebut perlu dilakukan untuk menjamin kesehatan masyarakat dan juga perlu dilakukan analisis daerah imbuhan airtanah untuk menjaga keberlangsungan mataair di daerah penelitian.

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ini adalah mengaplikasikan ilmu-ilmu geologi yang diperoleh selama perkuliahan dan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana (S-1) dari Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung.

Tujuan penelitian ini adalah:

 Mengetahui geomorfologi dan kondisi geologi daerah penelitian yang berupa persebaran batuan, stratigrafi, stuktur, serta sejarah geologi daerah penelitian.

 Mengetahui kualitas, zona akifer, daerah imbuhan, dan umur airtanah daerah penelitian.

1.3 Pembimbing

Pembimbing penelitian tugas akhir ini yaitu:

1. Agus M. Ramdhan, S.T., M.T., Ph.D. selaku pembimbing pertama, dan 2. Ir. Nurcahyo I. Basuki M.T., Ph.D. selaku pembimbing kedua.

(16)

2 1.4 Batasan Masalah

Pembahasan penelitian ini mencakup:

 Kondisi geologi berupa persebaran batuan, stratigrafi, struktur, dan sejarah geologi daerah penelitian.

 Studi khusus mataair yang membahas kualitas, zona akifer, daerah imbuhan, dan umur airtanah daerah penelitian.

1.5 Lokasi Daerah Penelitian

Daerah penelitian secara administratif terletak di Kecamatan Paseh bagian timur dan Kecamatan Cikancung bagian selatan yang termasuk kedalam wilayah Kabupaten Bandung dan Kecamatan Leles bagian utara yang termasuk kedalam wilayah Kabupaten Garut (Gambar 1.1). Secara geografis, daerah penelitian terletak di koordinat 107° 48' 21.1197" - 107° 51' 4.9026" BT dan 7° 02' 52.2357" - 7° 05' 35.8519" LS. Daerah penelitian memiliki luas 25 km2 dan berada pada ketinggian 755 - 1518 mdpl.

Dari Kota Bandung, daerah penelitian dapat ditempuh melalui jalan darat dalam waktu +3 jam dengan menggunakan angkutan umum bus Damri tujuan Terminal Leuwi Panjang (+15 menit), kemudian dilanjutkan dengan menggunakan bus tujuan Majalaya (+2 jam 30 menit), kemudian dilanjutkan menggunakan angkot menuju basecamp (+15 menit). Selain itu, daerah penelitian dapat ditempuh lebih cepat dengan menggunakan sepeda motor, yaitu selama +1 jam 45 menit.

Secara morfologi, daerah penelitian terletak di perbukitan dan pegunungan yang bergelombang (Gambar 1.2). Sebagian besar penduduk setempat bekerja sebagai petani sayur, tembakau, dan padi yang memanfaatkan lahan pada lereng-lereng bukit (Gambar 1.3).

(17)

3 Gambar 1.1 Lokasi daerah penelitian

(18)

4 Gambar 1.3 Petani setempat bercocok tanam pada lereng-lereng bukit; (a) kebun

sayur, (b) sawah

1.6 Metode dan Tahap Penelitian

Metode penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu tahap persiapan dan studi pendahuluan, tahap pengambilan data lapangan, tahap pengolahan dan analisis data, dan tahap penyusunan laporan (Gambar 1.4).

1.6.1 Tahap Persiapan dan Studi Pendahuluan Tahap ini meliputi kegiatan:

 Studi literatur mengenai kondisi geologi dan hidrogeologi regional daerah penelitian.

Pengadaan peta topografi dan citra The Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer (ASTER) Global Digital Elevation Model (GDEM) untuk analisis geomorfologi.

 Mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan di lapangan, meliputi alat-alat geologi untuk observasi batuan seperti GPS (Global Positionin System), lup, palu geologi, larutan HCl, dan multimeter yang digunakan untuk mengukur parameter fisika air, serta botol sampel air.

 Membuat rencana persiapan ke lapangan yang meliputi pembuatan surat izin melakukan tugas akhir, peminjaman perlengkapan, biaya, dan tempat penginapan (basecamp).

(19)

5 Gambar 1.4 Diagram alir tahap penelitian

1.6.2 Tahap Pengambilan Data Lapangan Tahap ini meliputi:

 Observasi singkapan batuan di lapangan, yang meliputi: jenis litologi, kondisi, kedudukan dan struktur pada batuan.

 Pengambilan sampel batuan untuk analisis petrografi.

 Dokumentasi singkapan batuan dan morfologi daerah penelitian.

 Pengukuran parameter fisika.

 Pengambilan sampel mataair daerah penelitian untuk analisis hidrokimia dan isotop.

1.6.3 Tahap Pengolahan dan Analisis Data Tahap ini meliputi:

 Pembuatan peta lintasan dan peta geomorfologi.

 Analisis petrografi sampel batuan.

Persiapan dan Studi Pendahuluan

Pengambilan Data Lapangan Pengolahan dan Analisis Data

Analisis parameter fisika, hidrokimia,

daerah imbuhan dan umur airtanah

Kesimpulan dan Penyusunan Laporan Analisis

geomorfologi

Peta geologi dan geomorfologi

Analisis struktur sesar Analisis

(20)

6

 Analisis struktur geologi untuk mengetahui jenis dan pola struktur geologi daerah penelitian.

 Pembuatan peta geologi, penampang geologi, dan kolom stratigrafi.

 Mengetahui sejarah geologi daerah penelitian.

 Analisis kualitas, fasies, daerah imbuhan, dan umur airtanah daerah penelitian.

1.6.4 Tahap Penyusunan Laporan

Hasil studi literatur, pengolahan, dan analisis seluruh data yang telah diambil di lapangan ditulis dalam bentuk skripsi untuk dipresentasikan dalam kolokium sebagai persyaratan mengikuti ujian sidang sarjana strata satu (S-1), dan kemudian untuk dipresentasikan dalam sidang sarjana strata satu (S-1).

(21)

7 BAB II

GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

2.1 Fisiografi Regional

Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat zona, yaitu Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat (Southern Mountain), Zona Bandung (Central Depression Zone of Java), Zona Bogor (Bogor Antiklinorium) dan Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat (Alluvial Plains of Northern Java). Batas antara Zona Bandung dan Zona Bogor ditandai oleh adanya rangkaian gunungapi berumur Kuarter. Daerah penelitian terletak pada rangkaian gunungapi tersebut (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (disadur dari van Bemmelen, 1949)

2.2 Stratigrafi Regional

Lokasi daerah penelitian termasuk kedalam Peta Geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk (Alzwar dkk., 1992). Berdasarkan peta geologi tersebut, daerah

(22)

8 penelitian mencakup dua satuan stratigrafi, yaitu Satuan Batuan Gunungapi Guntur-Pangkalan dan Kendang (Qgpk) dan Satuan Gunungapi Mandalawangi-Mandalagiri (Gambar 2.2). Secara regional, tatanan stratigrafi di daerah penelitian berumur Miosen Awal hingga Holosen (Gambar 2.3). Tatanan stratigrafi tersebut dari tua ke muda adalah sebagai berikut.

Diorit Kuarsa (Tmi(d))

Satuan Diorit Kuarsa merupakan satuan batuan terobosan tertua yang tersingkap dan berumur Miosen. Satuan ini memiliki komposisi litologi berupa diorit kuarsa, berwarna abu-abu kehijauan dan porfiritik.

Formasi Jampang (Tomj)

Formasi Jampang merupakan formasi batuan gunungapi tertua yang tersingkap dan berumur Miosen. Formasi ini disusun oleh lava andesit terkekarkan, breksi andesit hornblend, sisipan tuf halus, dan setempat terpropilitkan.

Formasi Bentang (Tmpb)

Formasi Bentang terletak tidak selaras diatas Formasi Jampang. Formasi ini merupakan satuan batuan sedimen berumur Miosen, yang disusun oleh batupasir tufaan, tuf batuapung, batulempung, konglomerat, dan lignit.

Anggota Sukaraja Formasi Bentang (Tmbs)

Satuan ini merupakan anggota Formasi Bentang yang berupa satuan batuan sedimen berumur Miosen. Anggota Sukaraja secara lateral memiliki hubungan menjari dengan Formasi Bentang (Tmbp). Variasi litologi ini disusun oleh batugamping pasiran dan batugamping terumbu.

Formasi Beser (Tmb)

Formasi Beser merupakan satuan batuan gunungapi berumur Miosen yang terletak selaras di atas Formasi Jampang. Formasi ini terdiri dari breksi tufaan dan lava yang bersusunan dari andesit sampai basalt.

(23)

9 Gambar 2.2 Geologi daerah Paseh-Cikancung dan sekitarnya (Alzwar dkk., 1992)

Gambar 2.3 Stratigrafi regional di sekitar daerah penelitian (Alzwar dkk., 1992)

Breksi Tufaan (Tpv)

Satuan ini merupakan satuan batuan gunungapi berumur Pliosen, yang disusun oleh breksi, tuf, dan batupasir. Satuan ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Bentang dan memiliki ketebalan satuan sekitar 600 - 700 m.

(24)

10 Andesit (Tpi(a))

Satuan Andesit merupakan batuan intrusi berumur Pliosen. Satuan ini berumur lebih muda dari batuan intrusi Diorit Kuarsa. Satuan ini memiliki komposisi litologi berupa andesit yang terdiri dari andesit hornblend (Tpah) dan andesit piroksen (Tpap).

Satuan Batuan Gunungapi Kuarter Tua

Satuan ini terdiri dari produk gunungapi berumur Kuarter yang berasal dari beberapa sumber erupsi, yaitu: G. Waringin-Bedil-Malabar Tua (Qwb), Guntur-Pangkalan-Kendang (Qko, Qgpk), Sangianganjung (Qsu), Mandalawangi-Mandalagiri (Qmm), Malabar-Tilu (Qmt), Kancana-Huyung-Tilu (Qkl, Qhl, Qtl), Kracak-Puncakgede (Qkp), dan beberapa produk sekunder tak teruraikan berasal dari sumber erupsi gunungapi tua (Qopu). Produk gunungapi Kuarter Tua terdiri dari produk primer berupa lava andesit (andesit piroksen dan andesit hornblend) sampai basalt, breksi tuf (dengan fragmen batuapung), tuf (tuf hablur halus - kasar dasitan), dan produk sekundernya berupa breksi lahar (mengandung fragmen batuapung dan lava andesit sampai basalt).

Satuan Batuan Gunungapi Kuarter Muda (Qy (w, p, c, m, h, k))

Satuan ini merupakan satuan batuan gunungapi berumur Kuarter yang bersumber dari gunungapi muda, yaitu: G. Wayang (Qyw), G. Windu (Qyw), G. Papandayan(Qyp), G. Cikuray (Qyc), G. Masigit (Qym), G. Haruman (Qyh), dan G. Kaledong (Qyk), serta beberapa produk gunungapi tak teruraikan (Qypu, Qhp, Qhg). Satuan ini terdiri dari produk gunungapi primer berupa lava andesit sampai basalt (basalt labradorit), tuf, dan piroklastik tak terkonsolidasi berupa abu gunungapi, lapili dan eflata. Sedangkan produk sekundernya terdiri dari breksi lahar dengan fragmen andesit sampai basalt.

Satuan Endapan Permukaan

Satuan ini berumur paling muda (Holosen) yang terdiri dari endapan kolovium (Ok), endapan danau (Od), dan endapan alluvium (Oa). Endapan koluvium terdiri dari talus, rayapan, dan runtuhan bagian tubuh kerucut gunungapi tua berupa bongkah batuan beku, breksi tuf, dan pasir tuf (Ok). Endapan danau (Od) terdiri dari

(25)

11 lempung, lanau, pasir halus hingga kerikil dan secara umum bersifat tufaan. Alluvium (Oa) berupa lempung, lanau, pasir halus hingga kerikil serta bongkah-bongkah batuan beku dan sedimen.

Stratigrafi Daerah Penelitian

Satuan yang terdapat di daerah penelitian dari tua ke muda adalah Satuan Batuan Gunungapi Guntur-Pangkalan dan Kendang (Qgpk) dan Satuan Batuan Gunungapi Mandalawangi-Mandalagiri (Qmm) (Gambar 2.2). Menurut Alzwar dkk. (1992), kedua satuan tersebut berumur Pleistosen. Satuan Batuan Gunungapi Guntur-Pangkalan dan Kendang tersusun oleh rempah lepas dan lava bersusun andesit-basalan yang bersumber dari kompleks gunungapi tua G. Guntur-G. Pangkalan dan G. Kendang. Satuan Batuan Gunungapi Mandalawangi-Mandalagiri tersusun oleh tuf kaca yang mengandung batuapung dan lava bersusun andesit piroksen hingga basalan.

2.3 Tektonik dan Struktur Regional

Aktivitas tektonik di sekitar daerah penelitian pada Zaman Tersier dipengaruhi oleh penunjaman Lempeng Samudera Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia (Soeria-Atmadja dkk., 1994). Penunjaman yang terjadi pada Oligosen Akhir - Miosen Awal/Tengah menghasilkan kegiatan gunungapi yang berkomposisi andesit yang diikuti dengan sedimentasi karbonat pada laut dangkal (Alzwar dkk., 1992). Kegiatan magmatik tersebut diakhiri dengan intrusi diorit kuarsa pada akhir Miosen Tengah yang mengakibatkan pempropilitan pada Formasi Jampang di beberapa tempat dan menghasilkan proses mineralisasi. Setelah terjadi perlipatan, pengangkatan dan erosi, terjadi sedimentasi Formasi Bentang di bagian selatan Peta Geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk, Jawa, dan kegiatan gunungapi di utara pada Miosen Akhir - Pliosen Awal. Setelah itu, terjadi kegiatan magmatik yang menghasilkan gunungapi dan diakhiri oleh intrusi andesit pada Pliosen. Pada Plio-Pleistosen kegiatan gunungapi kembali terjadi dan disusul oleh serangkaian kegiatan gunungapi Kuarter Awal hingga sekarang di bagian tengah dan utara Peta Geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk, Jawa, yang tersebar pada lajur barat-timur.

(26)

12 Berdasarkan Pulunggono dan Martodjojo (1994), pola struktur Pulau Jawa terdiri dari tiga pola kelurusan (Gambar 2.4), yaitu:

a. Pola Meratus

Pola ini merupakan kelurusan berarah timur laut-barat daya dan terletak disudut barat daya Pulau Jawa (Cimandiri/Sukabumi). Pola kelurusan ini merupakan jalur subduksi purba yang terbentuk pada zaman Kapur akibat interaksi penunjaman Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia. Jalur ini melewati Ciletuh (Jawa Barat bagian selatan), Pegunungan Serayu (Jawa Tengah), Laut Jawa bagian timur, sampai ke Kalimantan Tenggara.

b. Pola Sunda

Pola ini merupakan kelurusan berarah utara-selatan yang sangat dominan di bagian utara P. Jawa dan kawasan Laut Jawa. Pola ini diwakili oleh sesar-sesar yang membatasi Cekungan Asri, Cekungan Sunda, dan Cekungan Arjuna. Pola ini merupakan jalur subduksi Tersier Awal (Eosen - Oligosen Akhir) yang terbentuk di sepanjang Pulau Jawa.

c. Pola Jawa

Pola ini memiliki kelurusan berarah timur-barat yang umumnya berupa sesar naik ke arah utara yang melibatkan batuan sedimen berumur Tersier. Pola ini merupakan kelanjutan dari interaksi konvergen pada Tersier Awal dan berlangsung selama Tersier Akhir (Oligosen Akhir - Miosen Awal) serta terletak di sepanjang Pulau Jawa.

Struktur daerah penelitian terletak di daerah yang dipengaruhi oleh struktur Pola Meratus, Pola Sunda, dan Pola Jawa (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Pola umum struktur di Jawa Barat (disadur dari Pulunggono dan Martodjojo, 1994)

(27)

13 Berdasarkan Peta Geologi Garut dan Pameungpeuk (Alzwar dkk., 1992), struktur geologi yang terdapat di sekitar daerah penelitian adalah lipatan dan sesar. Terdapat lipatan pada Formasi Bentang yang berarah hampir barat laut-tenggara dan pada Formasi Jampang yang relatif berarah hampir utara-selatan.

Sesar yang terbentuk pada umumnya berarah barat daya-timur laut dan beberapa ada yang berarah hampir barat-timur. Sesar-sesar tersebut merupakan sesar muda karena memotong satuan batuan berumur Tersier dan Kuarter. Sesar-sesar yang berkembang pada umur Kuarter umumnya berlaku sebagai pengontrol munculnya gunungapi-gunungapi muda.

2.5 Hidrogeologi Regional

Secara regional, daerah penelitian termasuk kedalam Peta Hidrogeologi Lembar Bandung (Soetrisno, 1983). Pada daerah penelitian terdapat tiga tipe unit hidrogeologi, yaitu akifer dengan produktivitas sedang dan persebaran luas, setempat akifer produktif, dan daerah airtanah langka atau tak berarti (Gambar 2.5). Akifer dengan produktivitas sedang adalah akifer dengan kemenerusan yang sangat beragam, dan kedalaman muka airtanahnya umumnya adalah dalam. Setempat akifer produktif adalah akifer dengan kemenerusan sangat beragam, umumnya air tanah tidak dimanfaatkan karena letak muka air tanah yang dalam.

(28)

14 BAB III

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian

Bentukan bentang alam mencerminkan proses-proses alam yang terjadi, baik endogen maupun eksogen. Proses endogen merupakan proses yang bersifat konstruktif, seperti pengangkatan dan aliran piroklastik. Proses eksogen merupakan proses yang bersifat dekstruktif, seperti erosi dan pelapukan. Pada daerah volkanik, pembagian satuan geomorfologi sangat berperan untuk menentukan sumber erupsi yang digunakan dalam pembagian satuan geologi (Yuwono, 2004). Analisis morfologi tersebut diharapkan dapat menentukan proses-proses geologi yang terjadi di daerah penelitian.

Metode yang digunakan dalam analisis geomorfologi daerah penelitian adalah analisis terhadap citra ASTER GDEM, peta topografi, dan pengamatan di lapangan (LAMPIRAN A). Analisis tersebut menghasilkan data kelurusan bukit dan lembah, pola aliran sungai, peta kemiringan lereng, satuan geomorfologi, tahap geomorfik dan penentuan tubuh gunungapi. Hasil analisis tersebut dijelaskan pada subbab di bawah berikut.

3.1.1 Kelurusan Bukit dan Lembah Daerah Penelitian

Berdasarkan analisis kelurusan bukit dan lembah/sungai pada citra ASTER GDEM (Gambar 3.1), diperoleh frekuensi diagram kelurusan di daerah penelitian yang berarah dominan barat laut-tenggara (Gambar 3.2). Pola kelurusan tersebut dapat mencerminkan kondisi struktur geologi daerah penelitian seperti yang dijelaskan pada subbab 3.3 Struktur Geologi Daerah Penelitian.

(29)

15 Gambar 3.1 Analisis kelurusan pada citra ASTER GDEM

Gambar 3.2 Diagram frekuensi yang menunjukkan pola kelurusan daerah penelitian memiliki pola utama berarah barat laut-tenggara

3.1.2 Pola Aliran Sungai Daerah Penelitian

Luas daerah penelitian dapat dikatakan cukup kecil untuk mengobservasi pola aliran sungai dengan baik. Agar lebih komprehensif, analisis pola aliran sungai daerah penelitian dilakukan dengan mengamati pola aliran sungai di daerah penelitian dan juga di sekitarnya (Gambar 3.3).

Berdasarkan analisis pada peta topografi, aliran sungai di daerah penelitian menunjukkan pola radial sentrifugal dan pola paralel yang berarah barat laut-tenggara. Pola-pola aliran ini dipengaruhi oleh erupsi gunungapi yang berumur Pleistosen (Alzwar dkk. 1992) dan struktur sesar yang berkembang di daerah penelitian seperti yang dijelaskan pada subbab 3.3.4 Sesar Menganan Normal Cigentur. Gambar 3.3 menunjukkan pola aliran sungai di sekitar daerah penelitian.

(30)

16 Gambar 3.3 Jenis pola aliran sungai daerah penelitian

(31)

17 Pola aliran radial sentrifugal memiliki ciri arah aliran sungai ke segala arah dan hulunya mengarah pada satu pusat. Pola aliran sungai ini dipengaruhi oleh bentuk kerucut gunungapi yang melingkar. Pada daerah penelitian, pola aliran sungai ini terletak di sekitar G. Putri, G. Pulus, G. Pasir Jugul, G. Mandalawangi, dan G. Pangrajin. Sungai-sungai yang menunjukkan pola aliran ini adalah S. Cigentur dan S. Cisungalah.

Pola aliran paralel memiliki ciri arah aliran sungai yang saling sejajar. Pada daerah penelitian, pola aliran ini berarah barat laut-tenggara dan timur laut-barat daya yang relatif sejajar pada bagian hulu hingga bagian hilir. Pada daerah penelititan, pola aliran ini dipengaruhi oleh endapan G. Mandalawangi dengan morfologi berupa perbukitan memanjang. Sungai-sungai yang menunjukkan pola aliran ini adalah S. Cikopo, S. Cisungalah, dan S. Cibalepulang.

3.1.3 Peta Kemiringan Lereng Daerah Penelitian

Peta kemiringan lereng diperoleh dari data ASTER GDEM yang diolah dengan perangkat lunak ArcGis 10. Peta kemiringan lereng ini menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki kemiringan lereng datar hingga sangat curam. Kemiringan lereng datar hingga agak curam terletak di tengah hingga timur laut daerah penelitian, sedangkan kemiringan lereng dominan curam hingga sangat curam terletak di barat daya daerah penelitian (Gambar 3.4).

(32)

18 3.1.4 Satuan Geomorfologi Daerah Penelitian

Untuk penamaan satuan geomorfologi di daerah penelitian digunakan klasifikasi geomorfologi yang disusun oleh van Zuidam (1983). Berdasarkan klasifikasi tersebut, geomorfologi di daerah penelitian dibagi menjadi dua satuan, yaitu Satuan Kerucut Gunungapi (V3) dan Satuan Kaki Gunungapi (V7) (LAMPIRAN B).

3.1.4.1 Satuan Kerucut Gunungapi (V3)

Satuan ini terletak di timur laut daerah penelitian (LAMPIRAN B). Satuan ini terletak di kaki gunungapi G. Mandalawangi, G. Buleud, G. Pangrajin, G. Pulus, G. Pasir Jugul, dan G. Putri (Gambar 3.5 dan 3.6). Satuan ini memiliki pola kontur yang renggang hingga sangat rapat, relief halus hingga kasar, kemiringan lereng datar hingga sangat curam (0 - 140%) dan kisaran elevasi kontur 1100 - 1500 mdpl. Pola aliran sungai yang berkembang pada satuan ini adalah pola aliran sungai radial sentrifugal. Satuan ini tersusun oleh endapan volkanik berupa breksi piroklastik, tuf, lava andesit, tuf terelaskan, dan tuf-lapili (LAMPIRAN A).

Gambar 3.5 Satuan Kerucut Gunungapi G. Mandalawangi dan G. Buleud

3.1.4.2 Satuan Kaki Gunungapi (V7)

Satuan ini terletak di tengah daerah penelitian (LAMPIRAN B). Satuan ini memiliki pola kontur yang renggang hingga agak rapat, relief kasar, kemiringan lereng datar hingga curam (0 - 70%) dan kisaran elevasi kontur 770 - 1200 mdpl (Gambar 3.7). Pola aliran sungai yang berkembang pada satuan ini adalah pola aliran sungai paralel. Dataran ini tersusun oleh litologi tuf halus hingga tuf kasar breksian (LAMPIRAN A).

(33)

19 Gambar 3.6 Satuan Kerucut Gunungapi G. Pulus dan G. Putri

Gambar 3.7 Satuan Kaki Gunungapi (foto diambil dari kaki G. Pulus)

3.1.5 Tahap Geomorfik Daerah Penelitian

Bentuk lembah dan umur batuan menjadi parameter dalam penentuan tahap geomorfik di daerah penelitian. Pada umumnya, sungai-sungai di daerah penelitian menunjukkan bentuk huruf „V‟ dan berdinding terjal (Gambar 3.8). Sungai berbentuk V menandakan erosi vertikal lebih dominan dibandingkan erosi secara lateral. Pada dinding-dinding terjal di lereng-lereng bukit terdapat pergerakan tanah berupa longsoran (Gambar 3.9). Menurut Alzwar dkk. (1992), batuan di daerah penelitian berumur Pleistosen. Berdasarkan hal tersebut, tahap geomorfik daerah penelitian disimpulkan merupakan tahap dewasa.

(34)

20 Gambar 3.8 Lembah berbentuk “V” pada daerah penelitian

Gambar 3.9 Longsoran yang terdapat pada Satuan Geomorfologi Kerucut Gunungapi; (a) di lereng G. Pulus dan (b) di lereng G. Mandalawangi

3.1.6 Analisis Tubuh Gunungapi

Analisis tubuh gunungapi dilakukan untuk menentukan sumber erupsi gunungapi. Analisis ini dilakukan menggunakan citra ASTER GDEM dan peta topografi (Gambar 3.10 dan 3.11). Tubuh gunungapi dicirikan oleh morfologi kerucut dan pola kontur yang relatif rapat dan konsentris. Hasil analisis menunjukkan terdapat enam buah tubuh gunungapi yang terletak di daerah penelitian, yaitu G. Pulus, G. Pasir Jugul, G. Putri, G. Mandalawangi, G. Buleud, dan G. Pangrajin. Gunungapi tersebut selanjutnya disebut sebagai satuan gumuk yang dijelaskan pada

(35)

21 subbab selanjutnya. Hasil analisis ini digunakan dalam penyusunan kolom volkanostratigrafi.

3.2 Stratigrafi Daerah Penelitian

Tatanan satuan stratigrafi di daerah penelitian disusun berdasarkan sumber, jenis batuan, dan urutan kejadian. Penamaan satuan dilakukan dengan mengacu pada satuan resmi volkanostratigrafi Sandi Stratigrafi Indonesia (SSI) (Yuwono, 2004) dengan menggunakan satuan dasar khuluk dan gumuk. Khuluk gunungapi merupakan satuan dasar pada pembagian volkanostratigrafi. Khuluk gunungapi merupakan kumpulan batuan/endapan hasil dari satu atau lebih sumber erupsi, baik berupa sumber erupsi utama maupun erupsi samping (parasiter), yang membentuk satu tubuh gunungapi. Gumuk gunungapi merupakan bagian dari khuluk gunungapi yang terdiri dari satu atau lebih batuan/endapan yang dihasilkan dari satu atau beberapa daur letusan gunungapi.

(36)

22 Gambar 3.11 Analisis tubuh gunungapi pada peta topografi

Penentuan umur relatif satuan khuluk dilakukan berdasarkan hasil analisis tubuh gunungapi yang telah disebutkan sebelumnya dan disebandingkan dengan satuan batuan pada Peta Geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk (Alzwar dkk., 1992).

Gumuk G. Pulus, G. Pasir Jugul, dan G. Putri termasuk kedalam Satuan Batuan Gunungapi Guntur-Pangkalan dan Kendang (Qgpk). Satuan ini kemudian dinamakan Satuan Khuluk Pra-Pulus. Nama Pra-Pulus digunakan dengan asumsi bahwa G. Pra-Pulus merupakan puncak gunungapi yang lebih tua sebelum G. Pulus saat ini dan memiliki lebih dari satu titik erupsi. Kemudian Gumuk G. Mandalawangi, G. Buleud, dan G. Pangrajin termasuk kedalam Satuan Batuan Gunungapi Mandalawangi-Mandalagiri (Qmm). Satuan ini kemudian dinamakan Satuan Khuluk Pra-Mandalawangi. Nama Pra-Mandalawangi digunakan dengan asumsi bahwa G. Pra-Mandalawangi merupakan puncak gunungapi yang lebih tua sebelum G. Mandalawangi saat ini dan memiliki lebih dari satu titik erupsi.

(37)

23 Berdasarkan analisis di atas, Satuan Khuluk Pra-Pulus berumur lebih tua daripada Satuan Khuluk Pra-Mandalawangi. Penentuan umur relatif satuan gumuk dilakukan berdasarkan rona morfologi pada citra ASTER GDEM dan pola potong-memotong pada peta topografi. Analisis pada citra ASTER GDEM menunjukkan bahwa gumuk G. Pulus memiliki rona lebih kasar daripada G. Pasir Jugul dan G. Putri; dan G. Pasir Jugul memiliki rona lebih kasar daripada G. Putri seperti yang terlihat pada Gambar 3.10. Analisis peta topografi menunjukkan bahwa pola kontur G. Pulus dipotong oleh pola kontur G. Pasir Jugul dan G. Putri seperti yang terlihat pada Gambar 3.11. Berdasarkan analisis tersebut, urutan satuan gumuk dari tua ke muda pada Satuan Khuluk Pra-Pulus adalah G. Pulus, G. Pasir Jugul, dan G. Putri.

Analisis peta topografi menunjukkan bahwa pola kontur G. Mandalawangi dipotong oleh pola kontur G. Buleud dan G Pangrajin; dan pola kontur G. Bulued dipotong oleh pola kontur G. Pangrajin seperti yang terlihat pada Gambar 3.11. Berdasarkan analisis tersebut, urutan satuan gumuk dari tua ke muda pada Satuan Khuluk Pra-Mandalawangi adalah G. Mandalawangi, G. Buleud, dan G. Pangrajin.

Berdasarkan analisis yang telah disebutkan di atas dan digabungkan dengan data pengamatan batuan di lapangan (LAMPIRAN A), daerah penelitian dapat dibagi menjadi satuan-satuan volkanostratigrafi seperti ditunjukkan pada Tabel 3.1. Satuan-satuan tersebut akan dijelaskan pada subbab selanjutnya.

(38)

24 Daerah penelitian tersusun oleh batuan beku dan batuan piroklastik. Penamaan batuan beku mengacu pada klasifikasi batuan beku menurut The International Union of Geological Sciences (IUGS, 1973) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.12, dan penamaan batuan piroklastik mengacu pada klasifikasi batuan piroklastik berdasarkan ukuran butir dan jenis material menurut Schmidt (1981) dan berdasarkan ukuran fragmen volkanik menurut Fisher dan Schminke (1984) seperti yang ditunjukan pada Tabel 3.2 dan Gambar 4.13.

Gambar 3.13 Klasifikasi batuan beku (IUGS ,1973) (disadur dari Cas dan Wright (1987))

Tabel 3.2 Klasifikasi endapan piroklastik berdasarkan ukuran butir. Disadur dari Schmidt (1981)

(39)

25 Gambar 4.13 Klasifikasi batuan piroklastik berdasarkan: (a) ukuran butir (Fisher

dan Scminke, 1984 dalam Gillespie dan Styles, 1999) dan (b) jenis material (Schmidt, 1981)

3.2.1 Khuluk Pra-Pulus

Khuluk Pra-Pulus terletak di selatan daerah penelitian (LAMPIRAN C). Satuan khuluk ini merupakan satuan khuluk tertua di daerah penelitian. Satuan ini memiliki morfologi perbukitan terjal dan terletak pada ketinggian 770 - 1518 mdpl. Pola aliran sungai yang berkembang pada satuan ini adalah pola aliran radial sentrifugal (Gambar 3.3). Satuan khuluk ini dibagi menjadi tiga satuan gumuk, yaitu Gumuk G. Pulus, G. Pasir Jugul, dan G. Putri.

3.2.1.1 Gumuk G. Pulus

Gumuk G. Pulus merupakan satuan gumuk tertua di daerah penelitian (LAMPIRAN C). Satuan ini memiliki puncak di selatan daerah penelitian dengan persebaran endapan dominan ke arah utara (Gambar 3.10 dan 3.11). Satuan gumuk ini dibagi menjadi dua satuan litologi, dari tua ke muda yaitu Breksi G. Pulus dan Tuf G. Pulus. Kontak litologi antara Tuf G. Pulus dengan Breksi G. Pulus ditemukan di lapangan dengan kedudukan litologi tuf diendapkan di atas breksi piroklastik (Gambar 3.14). Hal ini menunjukkan bahwa Tuf G. Pulus diendapkan di atas Breksi G. Pulus.

(a)

(40)

26 Gambar 3.14 Kontak antara Satuan Tuf G. Pulus dengan Satuan Breksi G. Pulus

Breksi G. Pulus (PLa1) Persebaran dan Kondisi Batuan

Satuan ini tersebar di selatan daerah penelitian (LAMPIRAN C). Berdasarkan pengukuran pada penampang geologi, tebal satuan ini lebih dari 65 m. Satuan ini tertutupi oleh Tuf G. Pulus dan tersingkap pada lereng bagian timur dan barat G. Pulus (LAMPIRAN C).

Satuan ini tersusun oleh breksi piroklastik yang berwarna abu-abu kehitaman, butiran berukuran debu halus - blok, dengan butiran berbentuk menyudut - membundar tanggung, pemilahan butiran sangat buruk, hubungan antar fragmen dominan kemas terbuka, dan fragmen berupa batuan beku andesit. Fragmen batuan beku andesit tersebut memiliki warna abu-abu, tekstur ekuigranular, tekstur fanerik, dengan bentuk mineral euhedral - subhedral, terdiri dari plagioklas (45%), hornblend (10%) dan piroksen (45%). Fragmen ini tertanam dalam matriks yang berwarna putih abu-abu, butiran berukuran debu halus - lapili, menyudut - menyudut tanggung, terpilah sedang, litik (30%), gelas (60%) dan kristal (10%).

Gambar 3.15 menunjukkan singkapan dan sampel breksi piroklastik satuan ini di lapangan. Pengamatan mikroskopis pada sayatan fragmen breksi piroklastik satuan ini ditunjukkan pada LAMPIRAN D dengan kode sampel DR-18.04.

DR-18.04

Satuan Breksi G. Pulus Satuan Tuf G. Pulus

(41)

27 Umur, Hubungan Stratigrafi, dan Genesa

Satuan ini merupakan satuan litologi tertua di daerah penelitian. Satuan ini berumur Pleistosen dan disetarakan dengan Satuan Batuan Gunungapi Guntur-Pangkalan dan Kendang (Alzwar dkk., 1992). Komposisi matriks yang dominan gelas menunjukkan bahwa satuan ini merupakan endapan piroklastik aliran.

Gambar 3.15 Singkapan dan sampel Satuan Breksi G. Pulus

Tuf G. Pulus (PLj2)

Persebaran dan Kondisi Batuan

Satuan ini tersebar di selatan daerah penelitian (LAMPIRAN C). Berdasarkan pengukuran pada penampang geologi, tebal satuan ini adalah + 43 m.

Satuan ini tersusun oleh tuf kasar secara dominan dan sedikit tuf halus (LAMPIRAN A). Tuf kasar pada satuan ini dicirikan oleh batuan piroklastik berwarna putih abu-abu, butiran berukuran debu halus - kasar, dengan pemilahan butiran baik, butiran berbentuk menyudut tanggung - membundar tanggung, butiran terdiri dari kristal, gelas, dan litik.

Tuf halus pada satuan ini dicirikan oleh batuan piroklastik berwarna coklat kekuningan, kondisi lapuk, memiliki butiran berukuran debu halus - kasar, dan pemilahan butiran baik.

Gambar 3.16 dan Gambar 3.17 menunjukkan singkapan tuf kasar dan tuf halus satuan ini di lapangan. Pengamatan mikroskopis pada sayatan tuf kasar satuan ini ditunjukkan pada LAMPIRAN D dengan kode sampel KS-08.02.

Umur, Hubungan Stratigrafi, dan Genesa

Satuan ini diendapkan di atas satuan Breksi G. Pulus. Satuan ini berumur Pleistosen dan disetarakan dengan Satuan Batuan Gunungapi Guntur-Pangkalan dan

(42)

28 Kendang (Alzwar dkk., 1992). Tekstur pemilahan butiran yang baik menunjukkan bahwa satuan ini merupakan endapan piroklastik jatuhan.

Gambar 3.16 Singkapan tuf kasar pada Satuan Tuf G. Pulus

Gambar 3.17 Singkapan tuf halus pada Satuan Tuf G. Pulus

3.2.1.2 Gumuk G. Pasir Jugul

Satuan ini memiliki puncak di selatan daerah penelitian dengan persebaran endapan dominan ke arah timur (LAMPIRAN C). Satuan gumuk ini hanya memiliki satu satuan litologi, yaitu Breksi-Lava G. Pasir Jugul.

KS-08.02

(43)

29 Breksi-Lava G. Pasir Jugul (PJa)

Persebaran dan Kondisi Batuan

Satuan ini terletak di barat daya daerah penelitian (LAMPIRAN C). Satuan ini secara dominan tersusun oleh breksi piroklastik dan lava andesit. Kedua litologi tersebut dikelompokkan menjadi satu satuan karena persebaran masing-masing litologinya setempat (LAMPIRAN A). Satuan ini tersingkap dengan kondisi segar - lapuk. Berdasarkan pengukuran pada penampang geologi, tebal satuan ini adalah + 279 m.

Breksi piroklastik pada satuan ini dicirikan oleh batuan berwarna abu-abu kehitaman, memiliki butiran berukuran debu halus - blok, dengan butiran berbentuk menyudut - membundar tanggung, pemilahan butiran sangat buruk, hubungan antar fragmen dominan kemas terbuka, dan fragmen berupa batuan beku basalt. Fragmen batuan beku basalt tersebut memiliki warna abu-abu, tekstur ekuigranular, fanerik, euhedral - subhedral, terdiri dari plagioklas (55%), hornblend (5%) dan piroksen (40%). Fragmen ini tertanam dalam matriks yang berwarna putih abu-abu, berukuran tuf - lapili, menyudut - menyudut tanggung, terpilah sedang, litik (35%), gelas (55%) dan kristal (10%).

Gambar 3.18 menunjukkan singkapan breksi piroklastik satuan ini di lapangan. Pengamatan mikroskopis pada sayatan fragmen breksi piroklastik satuan ini ditunjukkan pada LAMPIRAN D dengan kode sampel WL-22.02.

Lava andesit pada satuan ini dicirikan oleh batuan berwarna abu-abu kehitaman, memiliki tekstur porfiritik, keseragaman butiran inekuigranular, dengan bentuk butiran subhedral - euhedral, fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen, dan hornblend yang tertanam dalam massa dasar gelas dan mineral mafik.

Gambar 3.19 menunjukkan singkapan lava andesit satuan ini di lapangan. Pengamatan mikroskopis pada sayatan fragmen breksi piroklastik satuan ini ditunjukkan pada LAMPIRAN D dengan kode sampel DR-15.06.

(44)

30 Gambar 3.18 Singkapan dan sampel breksi piroklastik pada satuan Breksi-Lava G.

Pasir Jugul

Gambar 3.19 Singkapan dan sampel lava andesit pada satuan Breksi-Lava G. Pasir Jugul

Umur, Hubungan Stratigrafi, dan Genesa

Satuan ini diendapkan di atas Satuan Gumuk G. Pulus. Satuan ini berumur Pleistosen dan disetarakan dengan Satuan Batuan Gunungapi Guntur-Pangkalan dan Kendang (Alzwar dkk., 1992). Komposisi matriks pada breksi piroklastik yang dominan gelas dan tekstur porfiritik pada lava andesit menunjukkan bahwa satuan ini merupakan endapan piroklastik aliran dan aliran lava.

3.2.1.3 Gumuk G. Putri (PTl) Persebaran dan Kondisi Batuan

Satuan ini terletak di tenggara daerah penelitian (LAMPIRAN C). Satuan ini tersusun oleh dominan lava andesit dan tuf kasar lapilian secara setempat. Berdasarkan pengukuran pada penampang geologi, tebal satuan ini adalah + 294 m.

WL-22.02

(45)

31 Lava andesit pada satuan ini dicirikan oleh batuan beku berwarna abu-abu, memiliki tekstur porfiritik, keseragaman butiran inekuigranular, memiliki bentuk mineral subhedral - euhedral, fenokris berupa plagioklas (30%), piroksen (10%), hornblend (10%) serta tertanam dalam massa dasar berupa mineral mafik (50%).

Gambar 3.20 menunjukkan singkapan lava andesit satuan ini di lapangan. Pengamatan mikroskopis pada sayatan fragmen breksi piroklastik satuan ini ditunjukkan pada LAMPIRAN D dengan kode sampel JK-21.06B.

Tuf-lapili pada satuan ini dicirikan oleh batuan piroklastik berwarna merah muda, butiran berukuran debu halus - lapilli, terpilah buruk, hubungan antarbutir kemas terbuka, bentuk butir menyudut - menyudut tanggung. Gambar 3.21 menunjukkan singkapan dan sampel tuf-lapili satuan ini di lapangan.

Gambar 3.20 Singkapan dan sampel lava andesit pada satuan Lava Andesit G. Putri

Umur, Hubungan Stratigrafi, dan Genesa

Satuan ini diendapkan di atas Satuan Gumuk G. Pulus. Satuan ini berumur Pleistosen dan disetarakan dengan Satuan Batuan Gunungapi Guntur-Pangkalan dan Kendang (Alzwar dkk., 1992). Tekstur porfiritik pada andesit menunjukkan bahwa batuan beku tersebut mengalami perubahan kecepatan pendinginan. Hal ini menunjukkan bahwa magma yang mengalami kristalisasi lambat di dapur magma kemudian keluar dan mengalir ke permukaan menjadi lava dan menyebabkan kristalisasi yang cepat.

(46)

32 Gambar 3.21 Singkapan dan sampel tuf-lapili pada satuan Lava Andesit G. Putri

3.2.2 Khuluk Pra-Mandalawangi

Nama Pra-Mandalawangi digunakan berdasarkan asumsi bahwa terdapat puncak gunung yang lebih tua daripada puncak saat ini yang dikenal dengan nama Mandalawangi. Endapan khuluk ini tersebar di timur laut daerah penelitian (LAMPIRAN C). Satuan ini memiliki morfologi berupa perbukitan bergelombang dan dataran dengan relief kasar dan terletak pada ketinggian 770 - 1100 mdpl di daerah penelitian. Pola aliran sungai yang berkembang pada satuan ini adalah dominan pola aliran paralel dan sedikit terdapat pola aliran radial sentrifugal (Gambar 3.3). Satuan khuluk ini dibagi menjadi tiga satuan gumuk, yaitu Gumuk G. Mandalawangi, G. Buled, dan G. Pangrajin.

3.2.2.1 Gumuk G. Mandalawangi

Satuan ini memiliki puncak bernama Mandalawangi yang terletak di sebelah timur dan di luar daerah penelitian (Gambar 3.10 dan 3.11). Endapan G. Mandalawangi tersebar di tengah hingga timur daerah penelitian (LAMPIRAN C). Satuan gumuk dibagi menjadi tiga satuan litologi, dari tua ke muda yaitu Tuf Breksian I G. Mandalawangi, Tuf Breksian II G. Mandalawangi, dan Breksi G. Mandalawangi.

Umur relatif satuan litologi G. Mandalawangi ditentukan berdasarkan analisis morfologi pada citra ASTER GDEM dan pola aliran sungai pada peta topografi dan menggabungkannya dengan pengamatan batuan di lapangan (LAMPIRAN B). Hasil analisis menunjukkan bahwa morfologi, pola kontur, dan pola aliran sungai pada Satuan Tuf Breksian I G. Mandalawangi dipotong oleh morfologi, pola kontur, dan

(47)

33 pola aliran sungai pada Satuan Tuf seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.22. Gambar 3.22 juga menunjukkan bahwa rona morfologi pada Satuan Breksi G. Mandalawangi lebih halus daripada rona morfologi Satuan Tuf Breksian I dan II G. Mandalawangi. Dengan demikian, disimpulkan bahwa Satuan Tuf Breksian I G. Mandalawangi lebih tua daripada Satuan Tuf Breksian II G. Mandalawangi dan Satuan Tuf Breksian II G. Mandalawangi lebih tua daripada Satuan Breksi G. Mandalawangi.

Gambar 3.22 Citra ASTER GDEM yang menunjukkan bahwa morfologi dan pola aliran sungai pada Satuan Tuf Breksian I G. Mandalawangi dipotong oleh morfologi

Satuan Tuf Breksian II G. Mandalawangi; dan rona morfologi pada Satuan Breksi Mandalawangi lebih halus daripada rona morfologi pada Satuan Tuf Breksian I dan

II G. Mandalawangi

Tuf Breksian I G. Mandalawangi (Ma1) Persebaran dan Kondisi Batuan

Satuan ini terletak di tengah hingga timur daerah penelitian (LAMPIRAN C). Satuan ini tersusun oleh tuf breksian dan tuf kasar. Berdasarkan pengukuran pada penampang geologi, tebal satuan ini adalah + 80 m.

(48)

34 Tuf breksian pada satuan ini dicirikan oleh batuan piroklastik berwarna abu-abu kecoklatan, butiran berukuran debu halus - blok, lapuk, pemilahan sangat buruk, fragmen (30%) berupa batuan piroklastik dan tertanam dalam massa dasar yang tersusun oleh kristal (10%), gelas (80%) dan litik (10%). Gambar 3.23 menunjukkan singkapan tuf breksian satuan ini di lapangan.

Tuf kasar pada satuan ini dicirikan oleh batuan piroklastik berwarna abu-abu kekuningan, memiliki butiran berukuran debu halus - debu kasar, lapuk, pemilahan sedang, tersusun oleh kristal (30%) dan gelas (70%). Gambar 3.24 menunjukkan singkapan tuf kasar satuan ini di lapangan.

Umur, Hubungan Stratigrafi, dan Genesa

Satuan ini diendapkan di atas Satuan Gumuk G. Pulus. Satuan ini berumur Pleistosen dan disetarakan dengan Satuan Batuan Gunungapi Guntur-Pangkalan dan Kendang (Alzwar dkk., 1992). Komposisi matriks yang dominan gelas dan pemilahan butiran yang sangat buruk pada tuf breksian menunjukkan bahwa satuan ini merupakan endapan piroklastik aliran.

Gambar 3.23 Singkapan tuf breksian pada satuan Tuf Breksian I G. Mandalawangi

Gambar 3.24 Singkapan tuf kasar pada satuan Tuf Breksian I G. Mandalawangi MK-10.23

(49)

35 Tuf Breksian II G. Mandalawangi (Ma2)

Persebaran dan Kondisi Batuan

Satuan ini terletak di barat daya daerah penelitian (LAMPIRAN C). Satuan ini tersusun oleh tuf breksian dan tuf-lapili. Berdasarkan pengukuran pada penampang geologi, tebal satuan ini adalah + 168 m.

Tuf breksian pada satuan ini dicirikan oleh batuan piroklastik berwarna kuning kecoklatan, butiran berukuran debu halus - blok, pemilahan butiran sangat buruk, bentuk fragmen menyudut - membundar tanggung, fragmen polimik berupa andesit dan tuf kasar yang berukuran lapilli - blok.

Gambar 3.25 menunjukkan singkapan tuf breksian satuan ini di lapangan. Pengamatan mikroskopis pada sayatan matriks tuf breksian satuan ini ditunjukkan pada LAMPIRAN D dengan kode sampel CS-12.12.

Tuf-lapili pada satuan ini dicirikan oleh batuan piroklastik berwarna kuning kemerahan, butiran berukuran debu halus - lapili, pemilahan butiran buruk, bentuk butiran menyudut - membundar tanggung, butiran terdiri gelas, litik, dan kristal. Gambar 3.26 menunjukkan singkapan tuf-lapili satuan ini di lapangan.

Umur, Hubungan Stratigrafi, dan Genesa

Satuan ini diendapkan di atas Satuan Gumuk G. Pulus, G. Putri dan satuan Tuf Breksian I G. Mandalawangi. Satuan ini berumur Pleistosen dan disetarakan dengan Satuan Batuan Gunungapi Guntur-Pangkalan dan Kendang (Alzwar dkk., 1992). Komposisi matriks yang dominan gelas dan pemilahan butiran yang sangat buruk pada tuf breksian menunjukkan bahwa satuan ini merupakan endapan piroklastik aliran.

Gambar 3.25 Singkapan tuf breksian pada Satuan Tuf Breksian II G. Mandalawangi CS-12.12

(50)

36 Gambar 3.26 Singkapan tuf-lapili pada Satuan Tuf Breksian II G. Mandalawangi

Breksi G. Mandalawangi (Ma3) Persebaran dan Kondisi Batuan

Satuan ini terletak di bagian timur daerah penelitian (LAMPIRAN C). Satuan ini tersusun oleh breksi piroklastik secara dominan dan sedikit tuf halus (LAMPIRAN A). Berdasarkan pengukuran pada penampang geologi, tebal satuan ini adalah + 94 m.

Breksi piroklastik pada satuan ini dicirikan oleh batuan piroklastik berwarna merah muda kekuningan, butiran berukuran debu halus - blok, pemilahan butiran sangat buruk, dengan butiran menyudut tanggung - membundar tanggung, fragmen monomik berupa tuf lapili yang berukuran blok, matriks berukuran debu halus - kasar, dan terdapat arang kayu dan struktur aliran. Gambar 3.27 menunjukkan singkapan breksi piroklastik satuan ini di lapangan.

Tuf halus pada satuan ini dicirikan oleh batuan piroklastik berwarna kuning kecoklatan, butiran berukuran debu halus, pemilahan butiran baik, dan masif. Gambar 3.28 menunjukkan singkapan tuf halus satuan ini di lapangan. Pengamatan mikroskopis pada sayatan fragmen breksi piroklastik satuan ini ditunjukkan pada LAMPIRAN D dengan kode sampel CH-13.04.

Umur, Hubungan Stratigrafi, dan Genesa

Satuan ini diendapkan di atas Satuan Gumuk G. Pulus, satuan Tuf Breksian I dan II G. Mandalawangi. Satuan ini berumur Pleistosen dan disetarakan dengan Satuan Batuan Gunungapi Guntur-Pangkalan dan Kendang (Alzwar dkk., 1992).

(51)

37 Komposisi matriks yang dominan gelas, tekstur pemilahan butiran yang sangat buruk, dan terdapat arang kayu dan struktur aliran pada breksi piroklastik menunjukkan bahwa satuan ini merupakan endapan piroklastik aliran.

Gambar 3.27 Singkapan breksi piroklastik pada Satuan Breksi G. Mandalawangi, menunjukkan arang kayu (foto kiri) dan struktur aliran (foto kanan)

Gambar 3.28 Singkapan tuf pada Satuan Breksi G. Mandalawangi

3.2.2.2 Gumuk G. Buleud

Satuan ini memiliki puncak bernama Buleud yang terletak di sebelah timur laut dan di luar daerah penelitian (Gambar 3.10 dan 3.11). Endapan G. Buleud tersebar di timur laut daerah penelitian (LAMPIRAN C). Satuan gumuk ini hanya memiliki satu satuan litologi, yaitu Tuf G. Buleud.

CH-13.03

CH-13.04 Arang kayu

(52)

38 Tuf G. Buleud (Bj)

Persebaran dan Kondisi Batuan

Satuan ini terletak di barat daya daerah penelitian (LAMPIRAN C). Satuan ini tersusun oleh tuf halus dengan kondisi singkapan yang lapuk - sangat lapuk. Berdasarkan pengukuran pada penampang geologi, tebal satuan ini adalah + 100 m.

Tuf halus pada satuan ini dicirikan oleh batuan piroklastik berwarna kuning kecoklatan, butiran berukuran debu halus - lapilli, butiran berbentuk menyudut tanggung - membundar, dan pemilahan butiran baik - sedang. Gambar 3.29 menunjukkan singkapan tuf halus satuan ini di lapangan. Pengamatan mikroskopis pada sayatan fragmen breksi piroklastik satuan ini ditunjukkan pada LAMPIRAN D dengan kode sampel BL-17.01.

Umur, Hubungan Stratigrafi, dan Genesa

Satuan ini diendapkan di atas Satuan Gumuk G. Pulus. Satuan ini berumur Pleistosen dan disetarakan dengan Satuan Batuan Gunungapi Guntur-Pangkalan dan Kendang (Alzwar dkk., 1992). Tekstur pemilahan butiran yang baik - sedang pada tuf halus menunjukkan bahwa satuan ini merupakan endapan piroklastik jatuhan.

Gambar 3.29 Singkapan tuf pada Satuan Tuf G. Buleud

3.2.2.3 Gumuk G. Pangrajin

Satuan ini memiliki puncak bernama Pangrajin yang terletak di sebelah timur laut dan di luar daerah penelitian (Gambar 3.10 dan 3.11). Endapan G. Pangrajin tersebar di timur laut daerah penelitian. Satuan gumuk ini hanya memiliki satu satuan litologi, yaitu Breksi-Lava G. Pangrajin.

(53)

39 Breksi-Lava G. Pangrajin (PRa)

Persebaran dan Kondisi Batuan

Satuan ini terletak di timur laut daerah penelitian (LAMPIRAN C). Satuan ini tersusun oleh breksi piroklastik, lava andesit, tuf lapili, dan tuf terelaskan dengan kondisi singkapan yang segar - lapuk. Litologi-litologi tersebut dikelompokkan menjadi satu satuan karena persebaran masing-masing litologinya setempat (LAMPIRAN A). Berdasarkan pengukuran pada penampang geologi, tebal satuan ini adalah + 57 m.

Breksi piroklastik pada satuan ini dicirikan oleh batuan piroklastik berwarna abu-abu keputihan, butiran berukuran debu halus - blok, butiran berbentuk menyudut - membundar tanggung, kemas terbuka, pemilahan butiran sangat buruk, fragmen monomik berupa batuan beku andesit yang tertanam dalam massa dasar tuf kasar gelas. Gambar 3.30 menunjukkan singkapan dan sampel breksi piroklastik satuan ini di lapangan. Pengamatan mikroskopis pada sayatan matriks breksi piroklastik satuan ini ditunjukkan pada LAMPIRAN D dengan kode sampel BL-17.11.

Lava andesit pada satuan ini dicirikan oleh batuan beku berwarna merah keabuan, memiliki tekstur porfiritik, keseragaman butiran inekuigranular, memiliki bentuk mineral subhedral - euhedral, tersusun oleh fenokris berupa plagioklas (30%), piroksen (10%), hornblend (10%), dalam massa dasar yang berupa mineral mafik (50%). Gambar 3.31 menunjukkan singkapan lava andesit satuan ini di lapangan. Pengamatan mikroskopis pada sayatan fragmen breksi piroklastik satuan ini ditunjukkan pada LAMPIRAN D dengan kode sampel BL-11.08.

Tuf lapili pada satuan ini dicirikan oleh batuan piroklastik berwarna abu-abu gelap, butiran berukuran debu halus - lapilli, bentuk butiran menyudut tanggung - membundar, pemilahan butiran sedang - buruk. Gambar 3.32 menunjukkan singkapan tuf lapili satuan ini di lapangan.

Tuf terelaskan pada satuan ini dicirikan oleh batuan piroklastik berwarna putih, keras seperti batuan beku, berlapis baik. Gambar 3.33 menunjukkan singkapan tuf terelaskan satuan ini di lapangan. Pengamatan mikroskopis pada sayatan tuf terelaskan satuan ini ditunjukkan pada LAMPIRAN D dengan kode sampel MK-10.12.

(54)

40 Gambar 3.30 Singkapan dan sampel breksi piroklastik Satuan Breksi-Lava G.

Pangrajin

Gambar 3.31 Singkapan dan sampel lava andesit Satuan Breksi-Lava G. Pangrajin

Gambar 3.32 Singkapan tuf lapili Satuan Breksi-Lava G. Pangrajin BL-17.11

BL-11.08

Gambar

Gambar 1.2 Morfologi daerah penelitian (citra ASTER GDEM)
Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (disadur dari van Bemmelen, 1949)
Gambar 3.4 Peta kemiringan lereng daerah penelitian
Gambar 3.7 Satuan Kaki Gunungapi (foto diambil dari kaki G. Pulus)
+7

Referensi

Dokumen terkait

4.1 Kesebandingan regional satuan batuan tuff, breksi, tuff lapilli dan breksi vulkanik dengan Batuan Gunungapi Kuarter (A.C Effendi, Kusnama

Berdasarkan aspek litostratigrafinya, daerah Hambalang terbagi menjadi lima satuan batuan, dengan urutan dari yang berumur paling tua sampai berumur paling muda yaitu satuan

Satuan batuan tersebut berurutan dari tua ke muda yaitu: Satuan Batulempung A, Satuan Batupasir-Batulempung, Satuan Breksi, Satuan Batulempung B, Satuan Batulempung C,

Hubungan stratigrafi antara Satuan Batuan Batulempung dengan satuan batuan yang ada di atasnya yaitu Satuan Batuan Batupasir Selang-seling Batulempung Sisipan

Daerah penelitian merupakan kawasan yang terdiri atas 6 (enam) satuan batuan tidak resmi, dari tua ke muda adalah Satuan Tuf yang disetarakan dengan Formasi Jampang,

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan dan laboratorium alterasi yang berkembang di daerah penelitian terdapat pada batuan asal satuan tuf lapili

Berdasarkan karakteristiknya batuan ini dapat dikelompokkan ke dalam beberapa satuan stratigrafi tidak resmi, yaitu; Satuan Batupasir yang berumur Miosen Awal (N7 - N9),

Stratigrafi daerah penelitian dengan urutan tua ke muda adalah tersusun atas dua satuan batuan, yaitu : Satuan napal Kalibeng dengan umur Miosen Akhir – Pliosen Akhir N16-N21 diendapkan