• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lp Dan Askep Klien Dengan LNH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lp Dan Askep Klien Dengan LNH"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

LP DAN ASKEP

LP DAN ASKEP KLIEN DENGAN LIMFOMA NON HODGKINKLIEN DENGAN LIMFOMA NON HODGKIN

LIMFOMA NON HODGKIN LIMFOMA NON HODGKIN A. BATASAN

A. BATASAN

Limfoma maligna (LM) adalah proliferasi abnormal sistem

Limfoma maligna (LM) adalah proliferasi abnormal sistem lymfoid dan struktur yang membentuknya,lymfoid dan struktur yang membentuknya, terutama menyerang kelenjar getah bening

terutama menyerang kelenjar getah bening

Limfoma Non Hodgkin adalah keganasan primer berupa gangguan proliferatif tidak terkendali dari Limfoma Non Hodgkin adalah keganasan primer berupa gangguan proliferatif tidak terkendali dari  jaringan limfoid (limfosit B dan sis

 jaringan limfoid (limfosit B dan sistem sel limfosit T).tem sel limfosit T).

B. KLASIFIKASI B. KLASIFIKASI

Limfoma Hodgkin (LH) : patologi khas LH, ada sel

Limfoma Hodgkin (LH) : patologi khas LH, ada sel – – sel Reed Stern berg dan/ atau sel hodgkin sel Reed Stern berg dan/ atau sel hodgkin Limfoma Non Hodgkin (LNH) : patologi khas

Limfoma Non Hodgkin (LNH) : patologi khas non Hodgkin.non Hodgkin.

Klasifikasi Klasifikasi

LNH dibedakan dari LH

LNH dibedakan dari LH (Limfoma Hodgkin) berdasarkan variasi histopatologi. Beberapa klasifikasi LNH(Limfoma Hodgkin) berdasarkan variasi histopatologi. Beberapa klasifikasi LNH yang pernah dilaporkan disampaikan antara lain oleh Rappaport (1966) didasarkan pada sitologi dan yang pernah dilaporkan disampaikan antara lain oleh Rappaport (1966) didasarkan pada sitologi dan susunan arsitektur limfosit maligna dalam kelenjar limfe dan membedakan antara tipe nodular dimana susunan arsitektur limfosit maligna dalam kelenjar limfe dan membedakan antara tipe nodular dimana sel-sel neoplastik berkelompok dan tipe difus. Lukes-Collins ( 1974) membagi LNH berdasarkan prinsip sel-sel neoplastik berkelompok dan tipe difus. Lukes-Collins ( 1974) membagi LNH berdasarkan prinsip imunologi dan fisiologi li

imunologi dan fisiologi limfosit yang terlibat dan membedakan LNH yang berasal dari mfosit yang terlibat dan membedakan LNH yang berasal dari limfosit B (70%)limfosit B (70%) dan limfosit T. Klasifikasi terbaru yang dikenal sebagai formula kerja merupakan hasil kerjasama dan limfosit T. Klasifikasi terbaru yang dikenal sebagai formula kerja merupakan hasil kerjasama berbagai institusi internasional yang didasarkan pada imunologi, fisiologi limfosit, morfologi berbagai institusi internasional yang didasarkan pada imunologi, fisiologi limfosit, morfologi sertaserta tingkahlaku biologi dari limfoma.Formula kerja membedakan LNH berdasarkan derajat keganasan tingkahlaku biologi dari limfoma.Formula kerja membedakan LNH berdasarkan derajat keganasan (median kemungkinan hidup) yang meliputi derajat

(median kemungkinan hidup) yang meliputi derajat keganasan rendah, sedang dan tkeganasan rendah, sedang dan tinggi. Klasifikasiinggi. Klasifikasi selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:

selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut: Formulasi

Formulasi Kerja Kerja Rappaport Rappaport Lukes-Collins Lukes-Collins KielKiel Keganasan Rendah:

Keganasan Rendah:

-Small Lymphocyte/Plasmacytoid -Small Lymphocyte/Plasmacytoid -Foll.Predominancy Small Cleaved Cell -Foll.Predominancy Small Cleaved Cell -Foll.Mixed Small and Large Cell

(2)
(3)

DLWD DLWD Fool.LPD Fool.LPD Foll.MLH Foll.MLH SL + PL SL + PL Foll SCL Foll SCL L + Lpl L + Lpl Foll.CB CC* Foll.CB CC* Foll.CB.CC* Foll.CB.CC* Keganasan Menengah: Keganasan Menengah:

-Foll.Predominancy Large Cell -Foll.Predominancy Large Cell -Diffuse

-Diffuse Small Small Cleaved CellCleaved Cell -Foll.Mixed Small and Large Cell -Foll.Mixed Small and Large Cell

-Foll.Mixed Large Cell and Non-Cleaved -Foll.Mixed Large Cell and Non-Cleaved Foll.H Foll.H DLPD DLPD DMLH DMLH DH DH Foll.LCl + Foll NLCl Foll.LCl + Foll NLCl DSCl DSCl DLCl +DLNCl DLCl +DLNCl Foll.CB CC* Foll.CB CC* DCC DCC DCB CC* DCB CC* + DLp+ DLpl l PolPol

(4)

DCB CC** + DCC** + DCB DCB CC** + DCC** + DCB Keganasan Tinggi:

Keganasan Tinggi:

-Large Cell, Immmunoblastic -Large Cell, Immmunoblastic -Lymphoblastic

-Lymphoblastic

-Small Non-Cleaved Cell -Small Non-Cleaved Cell DH DH Dlbl Dlbl Du Dtt-Non Btt Du Dtt-Non Btt Imb Imb Con L Con L SNCL SNCL Imb Imb Lbl Con Lbl Con Lbl Btt + B Lbl Btt + B

Jenis Lain (Composite): Jenis Lain (Composite):

-True Histiocytic -True Histiocytic -Unclassified -Unclassified -Dll. -Dll. True Histiocytic True Histiocytic Unclassified Unclassified C. ETIOLOGI C. ETIOLOGI

(5)

Etiologi belum jelas mungkin perubahan genetik karena bahan

Etiologi belum jelas mungkin perubahan genetik karena bahan – – bahan limfogenik seperti virus, bahan bahan limfogenik seperti virus, bahan kimia, mutasi sp

kimia, mutasi spontan, ontan, radiasi dan radiasi dan sebagainyasebagainya

D.

D. PATOFISIOLOGI PATOFISIOLOGI DAN DAN GAMBARAN GAMBARAN KLINISKLINIS

Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau penymbatan organ tubuh yang Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau penymbatan organ tubuh yang diserrang dengan gejala yang bervariasi luas. Sering ada panas yang

diserrang dengan gejala yang bervariasi luas. Sering ada panas yang tak jelas sebabnya, penurunan berattak jelas sebabnya, penurunan berat badan

badan

Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar ge

Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar ge tah bening (ekstra nodal).tah bening (ekstra nodal). Gejalanya tergantung pada organ yang diserang, gejala

Gejalanya tergantung pada organ yang diserang, gejala sistemik adalah panas, keringat malam,sistemik adalah panas, keringat malam, penurunan berat badan.

penurunan berat badan.

E. DIAGNOSTIK E. DIAGNOSTIK Pemeriksaan minimal : Pemeriksaan minimal : Ø

Ø Anamnesis dan pemeriksaan fisik : ada tumAnamnesis dan pemeriksaan fisik : ada tumor sistem limfoid, febris keringhat malam, penurunanor sistem limfoid, febris keringhat malam, penurunan berat badan, limfadenopati dann hepatosplenomegali

berat badan, limfadenopati dann hepatosplenomegali Ø

Ø Pemeriksaan laboratorium : Hb, leukosit, LED, hapusPemeriksaan laboratorium : Hb, leukosit, LED, hapusan darah, faal hepar, faal ginjal, LDH.an darah, faal hepar, faal ginjal, LDH. Pemeriksaan Ideal

Pemeriksaan Ideal Ø

Ø Limfografi, IVP, ArteriografiLimfografi, IVP, Arteriografi. Foto organ . Foto organ yang diserang, byang diserang, boneone – – scan, CT scan, CT – – scan, biopsi sunsum tulang, scan, biopsi sunsum tulang, biopsi hepar, USG, endoskopi

biopsi hepar, USG, endoskopi

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan histopatologi. Untuk LH memakai Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan histopatologi. Untuk LH memakai krioteria lukes dan butler (4 jenis). Untuk LNH memakai krite

krioteria lukes dan butler (4 jenis). Untuk LNH memakai kriteria internasional working formulation (IWF)ria internasional working formulation (IWF) menjadi derajat keganasan rendah, sedang dan tinggi

menjadi derajat keganasan rendah, sedang dan tinggi Penentuan tingkat/stadium penyakit (staging)

Penentuan tingkat/stadium penyakit (staging)

Stadium ditentukan menurut kriteria Ann Arbor (I, II, III, IV, A, Stadium ditentukan menurut kriteria Ann Arbor (I, II, III, IV, A, B, E)B, E) Ada

Ada 2 macam 2 macam stage : stage : Clinical Clinical stage danstage dan Pathological stage Pathological stage F.

F. DIAGNOSA DIAGNOSA BANDINGBANDING

Limfadenitis Tuberculosa : Histopatologi, kultur, gejala Limfadenitis Tuberculosa : Histopatologi, kultur, gejala klinikklinik Karsinoma metastatik

(6)

Leukemia, mononukleus Infeksiosa : gambaran hematologik Leukemia, mononukleus Infeksiosa : gambaran hematologik

G. PENATALAKSANAAN G. PENATALAKSANAAN LIMFOMA HODGKIN LIMFOMA HODGKIN Therapy Medik Therapy Medik Ø

Ø Konsutasi ke ahli onkKonsutasi ke ahli onkologi medik (biasanologi medik (biasanya RS type A dan B)ya RS type A dan B) Ø

Ø Untuk stadium II Untuk stadium II b, II E A db, II E A dan B IV dan B, yherapi an B IV dan B, yherapi medik adalah therapy utamamedik adalah therapy utama Ø

Ø untuk stadium I B, I untuk stadium I B, I E A dan B terapy medik E A dan B terapy medik sebagai terapy anjuransebagai terapy anjuran misalnya :

misalnya : Ø

Ø obat minimal terus menerus tiap hari atau dosis tinggi iobat minimal terus menerus tiap hari atau dosis tinggi intermittenddengan siklofosfamidntermittenddengan siklofosfamid dosis :

dosis : -

- Permulaan Permulaan 150 150 mg/m mg/m 2, 2, maintenance maintenance 50 50 mg, mg, m m 2 2 tiap tiap hari hari atauatau -

- 1000 1000 mg/m mg/m 2 2 iv iv selang selang 33 – – 4 minggu 4 minggu Ø

Ø Obat kombinasi intermittend siklofoObat kombinasi intermittend siklofosfamid (Cyclofosfamid), vinkisfamid (Cyclofosfamid), vinkistrin (oncovin), prednison (COstrin (oncovin), prednison (COP)P) Dosis :

Dosis : C

C : : Cyclofosfamid Cyclofosfamid 1000 1000 mg/m mg/m 2 2 iv iv hari hari II O

O : : Oncovin Oncovin 1,4 1,4 mg/m mg/m 2 2 iv iv hari hari II P

P : : Prednison Prednison 100 100 mg/m mg/m 2 2 po po hari hari 11 – – 5 5 Diulangi selang 3 minggu

Diulangi selang 3 minggu Ideal :

Ideal :

Ø Kombinasi obat mustargen,

Ø Kombinasi obat mustargen, vinkistrin (oncovin), procarbazine, prednison (MOPP)vinkistrin (oncovin), procarbazine, prednison (MOPP) Tidak ada formularium RSUD Dr Soetomo

Tidak ada formularium RSUD Dr Soetomo Therapy Radiasi dan bedah

Therapy Radiasi dan bedah Ø

Ø Konsultasi dengan Konsultasi dengan ahli yang ahli yang bersangkutanbersangkutan Ø

(7)

LYMFOMA NON HODGKIN 1. Therapy Medik

Ø Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B) Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)

¨ Tanpa keluhan : tidak perlu therapy

¨ Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal siklofosfamide dengan dosis permulaan po tiap hari atau 1000 mg/m 2 iv selang 3 – 4 minggu.

Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara pemberian seperti pada LH diatas Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)

¨ Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah sebagai terapy utama ¨ Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy anjuran

Minimal : seperti therapy LH

Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin, oncovin, prednison (CHOP) dengan dosis :

C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2 iv hari I H : hydroxo –epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari I O : Oncovin 1,4 mg/ m 2 iv hari I

P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5 Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu Lymfoma non – hodgkin derajat keganasan tinggi (IWF)

¨ Stadium IA : kemotherapy diberikan sebagai therapy adjuvant ¨ Untuk stadium lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy utama

Minimal : kemotherapynya seperti pada LNH derajat keganasan sedang (CHOP) Ideal : diberi Pro MACE – MOPP atau MACOP – B

(8)

Konsultasi dengan ahli radiotherapy dan ahli onkology bedah, selanjutnya melalui yim onkology ( di RS type A dan B)

H. KOMPLIKASI Ø Tranfusi leukemik

Ø Superior vena cava syndrom Ø Ileus

KRITERIA DIAGNOSIS LNH

Ø Riwayat pembesaran kelenjar getah bening atau timbulnya massa tumor di tempat lain Ø Riwayat demam yang tidak jelas

Ø Penurunan berat badan 10 % dalam waktu 6 bulan Ø Keringat malam yang banyak tanpa sebab yang sesuai Ø Pemeriksaan histopatologis tumor, sesuai dengan LNH

Ideal : jika klafisikasi menurut REAL, gradasi malignitas menurut International Working Formulation

LANGKAH PENTAHAPAN (STAGING)

Ø Pemeriksaan Laboratorium lengkap, meliputi : ¨ Darah tepi lengkap termasuk retikulosit dan LED ¨ Gula darah

¨ Fungsi hati termasuk y – GT, albumin, dan LDH ¨ Fungsi ginjal

¨ Imunoglobulin

Ø Pemeriksaan biopsi kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui sub type LNH, bila perlu sitologi  jarum halus (FNAB) ditempat lain yang dicurigai

(9)

Ø Ct – Scan atau USG abdomen, untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar getah bening pada aorta abdomonal atau KGB lainnya massa tumor abdomen dan metastases ke bagian intra abdominal Ø Pencitraan thoraks (PA & lateral) untuk mengatahui pembesaran kelenjar media stinum, b/p CT scan thoraks

Ø Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat dilanjutkan dengan tindakan gstroskopy

Ø Jika diperlukan pemeriksaamn bone scan atau bone survey untuk melihat keterlibatan tulang Ø Jika diperlukan biopsi hati ( terbimbing )

Ø Catat performance status

Ø Stadium berdasarkan Aun Amor

Ø Untuk ekstra nodal stadium berdasarkan kriteria yang ada

THERAPY

Pilihan Pengobatan

Ø Derajat keganasan rendah (DKR/Indolen) : pada prinsipnya simptomatik

Ø Kemo therapy : obat tunggal atau ganda (peroral), jika dianggap perlu (cychlopospamide, oncovin dan prednison)

Ø Radiotherapy : low dose TOI + involved field radiotherapy atau involved field radiotherapy saja Ø Derajat keganasan menengah (DKM)/Agresif Lymfoma

Ø Stadium I : kemotherapy (CHOP/CHV mp/BU) + Radiotherapy

Ø Stadim II – IV : Kemotherapy parenteral kombinasi, radio therapy berperan untuk tuj uan paliasi Ø Derajat kegansan tinggi (DKT)

DKT limfoblastik (LNH – Limfoblastik)

Ø Selalu diberikan pengobatan seperti leukemia lymfoblastik acut (LLA) Ø Reevaluasi hasil pengobatan dilakukan pada :

1. Setelah siklus kemotherapy keempat 2. Setelah siklusn pengobatan lengkap

(10)

PENYULIT

Ø Akibat langsung penyakitnya :

a. Penekanan terhadap organ, khususnya jalan nafas, usus dan saraf b. Mudah terjadi infeksi, bisa total

Ø Akibat efek samping pengobatan a. Aplasi sunsum tulang

b. Gagal jantung akibat golongan obat antrasiklin c. Gagal ginjal akibat sisplatinum

d.Kluenitis akibat obat vinkristin e. dll

A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN Pengkajian

A. Pengumpulan data a. Identitas

Nama, umur, jenis kelamin, agama , suku dana kebangsaan, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor regester, tanggal Masuk Rumah Sakit , diagnosa medis

b. Keluhan Utama

Keluhan yang paling dirasakan adalah nyeri telan c. Riwayat penyakit sekarang

Ø Alasan MRS

Menjelaskan riwayat penyakit yang dialami adalah pasien mengeluh nyeri telan dan sebelum MRS mengalami kesulitan bernafas, penurunan berat badan, keringaty dimalam hari yang terlalu banyak, nafsu makan menurun nyeri telamn pada daerah lymfoma

(11)

Ø Keluhan waktu didata

Dilakukan pada waktu melakukan pengkajian yaitu keluhan kesulitan bernafas, dan cemas atas penyakit yang dideritanya

Ø Riwayat kesehatan Dahulu

Riwayat Hypertensi dan Diabetes mielitus perlu dikaji dan riwayat pernah masuk RS dan penyakit yang pernah diderita oleh pasien

d. Riwayat kesehatan keluarga

Terdapat riwayat pada keluarga dengan penyekit vaskuler : HT, penyakit metabolik :DM atau penyakit lain yang pernah diderita oleh keluarga pasien

e. ADL

Ø Nutrisi : Perlu dikaji keadaan makan dan minum pasien meliputi : porsi yang dihabiskan susunan menu, keluhan mual dan muntah, sebelum atau pada waktu MRS, dan yang terpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit, terutama menyangkut dengan keluhan utama pasien yaitu kesulitan menelan

Ø Istirahat tidur : dikaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam sehari dan apakan ada kesulitan waktu tidur dan bagaimana perunbahannya setelah sakit klien dengan LNH

Ø Aktifitas : Aktifitas dirumah ataua dirumah sakit apakah ada kesenjangan yang berarti misalnya pembatasan aktifitas, pada klien ini biasanya terjadi perubahan aktifitas karena adanya limfoma dan penuruna aktifitas sosial karena perubahan konsep diri

Ø Eliminasi : Mengkaji kebiasaan eliminasi alvi dan uri meliputi jumlah, warna, apakah ada gangguan. Ø Personal Hygiene : mengkaji kebersihan personal Hygienemeliputi mandi, kebersihan badan, gigi dan mulut, rambut, kuku dan pakaian dan kemampuan serta kemandirian dalam melakukan kebersihan diri f. Data Psikologi

Perlu dikaji konsep diri apakah ada gangguan dan bagaimana persepsi klien akan penyakitnya terhadap konsep dirinya

Perlu dikaji karena pasien sering mengalami kecemasan terhadfap penyakit dan prosedur perawatan g. Data Sosial

(12)

Pada klien dengan LNH mungkin terjadi gangguan interaksi sosial karena perubahan body image sehingga pasien mungkin menarik diri

h. Data Spiritual

Bagaimana persepsi klien terhadap penyakit dan hubungan dengan agama yang dianut i. Pemeriksaan Fisik

Secara umum

Ø Meliputi keadaan pasien Ø Kesadaran pasien

Ø Observasi tanda – tanda vital : tensi, nadi, suhu dan respirasi Ø TB dan BB untuk mengetahui keadaan nutrisi

Secara khusus :

Dilakukan secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi yamh meliputi dari chepalo kearah kauda terhadap semua organ tubuh antara lain

Ø Rambut Ø Mata telinga Ø Hidung mulut Ø Tenggorokan Ø Telinga

Ø Leher sangat penting untuk dikaji secara mendetail karena LNH berawal pada serangan di kelenjar lymfe di leher mel;iputi diameter (besar), konsistensi dan adanya nyeri tekan atau terjadi pembesaran Ø Dada Abdomen

Ø Genetalia

Ø Muskuloskeletal Ø Dan integumen

 j. Pemeriksaan penunjang

(13)

B. Analisa Data

Data yang dikumpulkan dikelompokkan meliputi : data subyektif dan data obyektif kemudian dari data yang teridentifikasi masalah dan kemungkinan penyebab dapat ditentukan yang menjadi acuan untuk menentukan diagnosa keperawatan.

C. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah tahap dari perumusan masalah yang menentukan masalah prioritas dari klien yang dirawat yang sekaligus menunjukkan tindakan prioritas sebagai perawat dalam

mengahadapi kasus LNH.

Perencanaan

Membuat rencana keperawatan dan menentukan pendekatan yang dugunakan untuk memecahkan masalah klien. Ada 3 tahap dalam fase perancanaan yaitu menetukan prioritas, menulis tujuan dan perencanan tindakan keperawatan.

Pelaksanaan.

Pelaksanaan merupakan realisasi dari rencana keperawatan yang merupakan bentuk riil yang dinamakan implementasi, dalam implementasi ini haruslah dicatat semua tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien dan setiap melakukan tindakan harus didokumentasikan sebagai data yang menentukan saat evaluasi.

Evaluasi

Evaluasi adalaha merupakan tahapa akhir dari pelaksaan proses keperawatan dan asuhan keperawatan evaluasi ini dicatatat dalam kolom evaluasi dengana membandingkan data aterakhir dengan dengan data awal yang juga kita harus mencatat perkembangan pasien dalam kolom catatan perkembangan.

Diposkan oleh abdul sahid di 05.24

(14)

ASUHAN KEPERAWATANPADA KLIEN LIMFOMA NON HODGKIN LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN LIMFOMA NON HODGKIN

KONSEP MEDIS

Pengertian

Penyebab

Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat bahwa terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunologik persisten yang menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak terkendali. Diduga ada hubungan dengan virus Epstein Barr terutama pada limfoma Burkitt. LNH kemungkinan ada kaitannya dengan faktor keturunan karena ditemukan fakta bila salah satu

anggota keluarga menderita LNH maka risiko anggota keluarga lainnya terj angkit tumor ini lebih besar dibanding dengan orang lain yang tidak termasuk keluarga itu (Gani, 1995).

Keterangan singkatan:

D = Diffuse, Foll = Follicular, LWD = Lymphocytic Well Differenciated, MLH = Mixed Lymphocytic Histiocytic, H = Hystiocytic, Lbl = Lymphoblastic, SL = Small Lymphocyte, U = Undifferencyated, Pl L = Plasmacytoid Lymphocyte, S Cl = Small Cleaved, L Cl = Large Cleaved, LN Cl = Large Non-Cleaved, Imb = Immunoblastic, Con = Convoluted, SNCl = Small Non Cleaved, L = Lymphoblastic, L pl =

Lymphoplasmacytic/cytoid, CC = Centrocytic, CB = Centrobalstic, LBl Btt = Lymphoblastic Burkitt, * = Small, ** = Large

(15)

Patofisiologi

Telah diketahui bahwa penjalaran penyakit LNH terjadi secara limfogen dengan melibatkan rantai kelenjar getah bening yang saling berhubungan dan merambat dari satu t empat ke tempat yang berdekatan. Walaupun demikian, hubungan antara kelenjar getah bening pada leher kiri dan daerah aorta pada LNH jenis folikular tidak sejelas seperti apa yang terlihat pada LNH jenis difus.

Rosenberg melaporkan bahwa pada semua penderita dengan jangkitan pada sum-sum tulang juga didapati jangkitan pada kelenjar getah bening para aorta yang terjadi sebelum atau bersamaan dengan terjadinya jangkitan pada sum-sum tulang. Tetapi bila sum-sum tulang terkena lebih dahulu, didapatkan bahwa 25 % penderita LNH folikular tidak menunjukkan terjadinya jangkitan pada ke lenjar getah bening aorta.

Chabner melaporkan bahwa penyebaran ke kelenjar mesentrium, portal dan ke organ-organ lain di bawah diafragma terjadi 80 % pada penderita dengan limfangiogram positif dan 18 % pada penderita dengan limfangiogram negatif. Chabner juga menunjukkan bahwa hasil limfagiogram negatif akan menyisihkan adanya jangkitan penyakit pada hati.

Walaupun pada LNH timbul gejala-gejala konstitusional (demam, penurunan berat badan, berkeringat pada malam hari) insidensnya lebih rendah daripada penyakit Hodgkin. Ditemukan adanya

limfadenopati difus tanpa rasa nyeri, dapat menyerang satu atau seleuruh kelenjar limfe perifer. Biasanya adenopati hilus tidak ditemukan tetapi sering ditemukan adanya efusi pleura. Kira-kira 20 % atau lebih penderita menunjukkan adanya gejala-gejala yang berkaitan dengan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal atau mesentrium dan timbul bersama nyeri abdomen atau defekasi yang t idak teratur. Sering didapatkan dapat menyerang lambung dan usus halus yang ditandai dengan gejala yang mirip dengan gejala tukak lambung, anoreksia, penurunan berat badan, nausea, hematemesis dan melena. Pada limfoma histiositik difus, limfe tonsil pada orofaring dan nasofaring (cincin Waldeyer) juga dapat terserang, yaitu sekitar 15 % sampai 30 % (Johnson, 1988)

Penyakit-penyakit susunan saraf pusat walaupun jarang terjadi tetap dapat timbul pada limfoma histisitik difus (imunoblastik sel besar).

Antigen ↓

Sel Induk ↓

Normal ← Diferensiasi → Normal

(16)

Limfosit B1 Proliferasi Limfosit T

↓ (Keganasan LNH) ↓

Small Cleaved Cell ↓ Imunobals T

↓ Diferensiasi terhenti ↓

Large Cleaved Cell Limfosit T kecilKeganasan dapat terjadi pada semua tingkat diferensiasi sel limfosit B (70%) dan limfosit T

↓ (T-helper)

Small Non Cleaved ↓

↓ Imunitas Seluler

Large Non Cleaved ↓

Imunoblas B ↓

Limfosit B2 + Sel Plasma ↓

Imunitas Humoral

Gejala Sistem Limfatik: Gejala Sistemik Proses Keganasan:

(17)

- Limfa -BB↓ 10% dalam 6 bulan

- Timus - Keringat malam

- Cincin Waldeyer - Apendiks

-Peyer’s patch Stadium

Penentuan stadium merupakan salah satu pola penting dalam manajemen LNH yang bertujuan untuk mengetahui status penyakit dan memilih pengobatan yang relevan serta memudahkan evaluasi hasil terapi. Klasifikasi yang populer digunakan adalah klasifikasi menurut Arnn Arborr (1971) sebagai berikut:STADIUM INTERPRETASI

Stadium I Stadium II

Stadium III

Stadium IV Terserang satu kelenjar limfe pada daerah tertentu atau ekstra limfatik

Terserang lebih dari satu kelenjar limfe di daerah di atas diafragma dengan atau tanpa ekstra limfatik Terserang kelenjar limfe diatas dan di bawah diafragma atau disertai limfoma ekstra limfatik, limpa atau keduanya.

Tersebar menyeluruh pada organ ekstra limfatik dengan atau tanpa melibatkan kele njar limfe.

Terapi

Terapi terpilih untuk penderita dengan penyakit ekstranodal yang terbatas adalah radiasi, radioterapi lokal atau radioterapi dengan lapangan yang luas terutama pada kasus limfoma histiositik difus. Penderita penyakit stadium II difus memerlukan kombinasi kemoterapi dan radiasi. Agen

kemoterapeutik yang sering dipakai pada LNH adalah: Obat Pemberian Toksisitas Generik Dangang Akut Jangka Panjang

(18)

Vesikel berat dengan nekrosis jaringan, nausea

Flebitis lokal, nausea

Gangguan saluran cerna, retensi air

Alopesia, sistitis hemo-ragik, miolosupresi, imunosupresi, amenorea, ste ril pada pria.

Mielosupresi, Alopesia, Toksisitas pada jantung dengan dosis kumulatif

Neuropati perifer, miopati, alopesia.

Gangguan sal. cerna, diabetes kimiawi, retensi air, osteoporosis, psikosis.

FOKUS PENGKAJIAN

Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:

Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah: 1. Aktivitas/istirahat:

Gejala:

- Kelelelahan, kelemahan atau malaise umum

(19)

- Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak Tanda:

- Penurunan kekuatan, bahu merossot, jalan lamban, dan tan-tanda lain yang menunjukkan kelelahan.

2. Sirkulasi: Gejala:

- Palpitasi, nyeri dada Tanda:

- Takikardia, disritmia

- Sianosis wajah akibat obstruksi drainase vena karena pembesaran kelenjar limfe (jarang terjadi) - Ikterus sklera/umum akibat kerusakan hati dan obstruksi duktus empedu (tanda lanjut) - Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.

3. Integritas ego: Gejala:

- Gejala-gejala stres yang berhubungan dengan ancaman kehilangan pekerjaan, perubahan peran dalam keluarga, prosedur diagnostik dan terapi serta masalah finansial (biaya pemeriksaan dan

pengobatan, kehilangan pekerjaan) Tanda:

- Perilaku menarik diri, marah, pasif-agresif 4. Eliminasi:

Gejala:

- Perubahan karakteristik urine dan atau feses

- Riwayat obstruksi usus, sindrom malabsobsi (infiltrasi kelj.limfe retroperitoneal) Tanda:

- Nyeri tekan kuadran kanan atas, hepatomegali - Nyeri tekan kuadran kiri atas, splenomegali

(20)

- Disfungsi usu dan kandung kemih (kompresi spinal cord pada gejala lanjut) 5. Makanan dan cairan:

Gejala:

- Anoreksia

- Disfagia (tekanan pada esofagus)

- Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan ≥ 10 % dalam 6 bulan tanpa upaya diet pembatasan.

Tanda:

- Pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau ekstremitas atas (kompresi vena cava superior) - Edema ekstremitas bawah, asites (kompresi vena cava inferior oleh pembesaran kelj.limfe intraabdominal)

6. Neurosensori: Gejala:

- Nyeri saraf (neuralgia) yang menunjukkan terjadinya kompresi akar saraf oleh pembesaran kelenjar limfe pada brakial, lumbar dan pleksus sakral

- Kelemahan otot, parestesia. Tanda:

- Status mental letargi, menarik diri, kurang minat/perhatian terhadap keadaan sekitar.

- Paraplegia (kompresi batang spinal, ketelibatan diskus intervertebralis, kompresi suplai darah terhadap batang spinal)

7. Nyeri dan Kenyamanan: Gejala:

- Nyeri/nyeri tekan pada nodus yang terkena misalnya pada sekitar mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral), nyeri tulang (keterlibatan tulang limfomatus)

Tanda:

- Fokus pada diri sendiri, perilaku hati-hati. 8. Pernapasan:

(21)

Gejala:

- Dispnea pada saat aktivitas atau istirahat, nyeri dada. Tanda:

- Dipnea, takipnea - Batuk nonproduktif

- Tanda-tanda distres pernapsan (frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat, penggunaan otot bantu pernapsan, stridor, sianosis)

- Parau (paralisis laringeal akibat tekanan pembesaran kelj. Limfe terhadap saraf laringeal) 9. Keamanan:

Gejala:

- Riwayat infeksi (sering terjadi) karena abnormalitas sistem imun seperti infeksi herpes sistemik,TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial.

- Riwayat ulkus/perforasi/perdarahan gaster.

- Demam Pel Ebstein (peningkatan suhu malam hari sampai beberapa minggu), diikuti demam menetap dan keringat malam tanpa menggigil.

- Integritas kulit: kemerahan, pruritus umum, vitiligo (hipopigmentasi). Tanda:

- Demam (suhu tubuh > 380C) menetap dengan etiologi yang tidak dapat dijelaskan, tanpa gejala infeksi

- Kelj. limfe asimetris, tak nyeri, membengkak/membesar terutama kelj. limfe servikal (kiri > kanan), nodus aksila dan mediastinum

- Pembesaran tonsil - Pruritus umum

- Sbagian area kehilangan melanin (vitiligo) 10. Seksualitas:

Gejala:

(22)

11. Penyuluhan/pembelajaran: Gejala:

- Pengetahuan tentang faktor risiko dalam keluarga.

- Pengetahuan tentang faktor risiko lingkungan (pemajanan agen karsinogenik kimiawi)

Tes Diagnostik

Tes diagnostik yang dilakukan diuraikan pada tabel berikut:Jenis Pemeriksaan Interpretasi Hasil Hitung Darah Lengkap:

-SDP -Diferensial SDP -SDM dan Hb/Ht Eritrosit: -Morfologi SDM -LED

(23)

-Kerapuhan eritrosit osmotik

-Trombosit

-Test Coomb

Serum:

-Besi serum dan TIBC -Alkalin fosfatase -Kalsium serum -Asam urat serum

-BUN -Globulin

Foto thoraks, vertebtara, ekstremitas proksimal, pelvis dan area tulang nyeri tekan.

CT Scan dada, abdominal, tulang

(24)

Biopsi sum-sum tulang

Biopsi nodus limfe

Mediatinoskopi.

Variasi normal, menurun atau meningkat secara nyata.

Neutofilia, monosit, basofilia dan eosinofilia mungkin ditemukan. Limfofenia sebagai gejala lanjut.

Menurun

Normositik, hipokromik ringan sampai sedang.

Meningkat selama tahap aktif (inflamas, malignansi)

Meningkat

Menurun (sum sum tulang digantikan oleh limfoma atau hipersplenisme)

(25)

Menurun

Meningkat pada eksaserbasi

Mungkin meningkat bila tulang terkena

Meningkat (destruksi nukleoprotein, keterlibatan hati dan ginjal) Mungkin meningkat bila ginjal terlibat.

Hipogammaglobulinemia umum dapat terjadi pada penyakit lanjut.

Dilakukan untuk area yang terkena dan membantu penetapan stadium penyakit.

Dilakukan bila terjadi adenopati hilus dan memastikan keterlibatan nodus limfe mediatinum, abdominal dan keterlibatan tulang.

Mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limfe retroperitoneal

Menentukan keterlibatan sum sum tulang, invasi sum sum tulang terlihat pada tahap luas

Memastikan klasifikasi diagnosa limfoma.

Mungkin dilakukan untuk membuktikan keterlibatan nodus mediatinal.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola pernapasan tidak efektif bd obstruksi trakeo bronkhial akibat pembesaran kelenjar limfe servikal, mediastinum.

(26)

2. Keletihan b/d peningkatan kebutuhan metabolik (proses keganasan) dan perubahan kimiawi tubuh sebagai efek kemoterapi.

3. Perubahan membran mukosa oral bd efek samping agen kemoterapi dan radiasi 4. Kerusakan integritas kulit/jaringan b/d efek radiasi dan kemoterapi

5. Perubahan pola seksualitas bd kelelahan, kecemasan dan efek kemoterapi/radiasi.

6. Perubahan proses keluarga bd perubahan situasi (perubahan peran/status ekonomi keluarga, ancaman kehilangan/perpisahan dengan anggota keluarga)

7. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prosedur diagnostik dan terapi bd kurangnya pemaparan informasi.

8. Kurang nutrisi bd anoreksia, nausea, disfagia

9. Gangguan konsep diri (gambaran diri) b/d perubahan bentuk/struktur tubuh (pembesaran kelenjar limfe)

10. Risiko tinggi terhadap infeksi bd ketidakadkuatan sistem imunitas tubuh dan terapi imunosupresif (supresi sum-sum tulang belakang)

11. Risiko tinggi terhadap konstipasi/diare bd iritasi mukosa gastrointestinal (efek dari kemoterapi, radiasi)

INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx.1 Pola pernapasan tidak efektif bd obstruksi trakeo bronkhial Intervensi dan Rasional:

Kaji/awasi frekuensi pernapsan, kedalaman, irama, adanya dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan dan gangguan ekspansi dada.

- Perubahan seperti takipnea, dispnea, penggunaan otot aksesori dapat mengindikasikan berlanjutnya keterlibatan kelenjar limfe mediastinal yang membutuhkan intervensi lebih lanjut. Bantu perubahan posisi secara periodik

- Meningkatkan aerasi semua segmen paru dan membantu mobilisasi sekresi Ajarkan teknik napas dalam (bibir, difragma, abdomen)

(27)

Kaji/awasi warna kulit, perhatikan adanya tanda pucat/sianosis)

- Proliferasi SDP dapat menurunkan kapasitas pembawa oksigen darah dan dapat menimbulkan hipoksemia.

Kaji respon pernapasan terhadap aktivitas

- Penurunan oksigenasi seluler menurunkan toleransi aktivitas, istirahat menurunkan kebutuhan oksigen dan mencegah kelelahan dan dispnea.

Observasi distensi vena leher, nyeri kepala, pusing, edema preorbital, dispnea, stridor.

- Klien LNH dengan sindrom vena cava superior dan obstruksi jalan napas menunjukkan kedaruratan onkologis.

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis!

Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest

Diposkan oleh haeril anwar di 19.38

http://keperawatanhaerilanwar.blogspot.com/2012/08/asuhan-keperawatanpada-klien-limfoma.html

BAB ІІ

PEMBAHASAN

2.1. Anatomi dan fisiologi.

Sistem limfatik adalah bagian penting sistem kekebalan tubuh yang memainkan peran kunci dalam pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan kanker. Cairan limfatik adalah cairan putih mirip susu yang mengandung protein, lemak dan limfosit (sel darah putih) yang semuanya mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfatik.

(28)

Yang membentuk sistem limfatik dan cairan yang mengisis pembuluh ini disebut limfe. Komponen Sistem Limfatik antara lain :

a) Pembuluh Limfe.

b) Kelenjar Limfe (nodus limfe). c) Limpa.

d) Tymus.

e) Sumsum Tulang

1. Anatomi fisiologi sistem limfatik. a. Pembuluh limfe.

Pembuluh limfe merupakan jalinan halus kapiler yang sangat kecil atau sebagai rongga limfe di dalam  jaringan berbagai organ dalam vili usus terdapat pembuluh limfe khusus yang disebut lakteal yang

dijumpai dalam vili usus.

Fisiologi kelenjar limfe hampir sama dengan komposisi kimia plasma darah dan mengandung sejumlah besar limfosit yang mengalir sepanjang pembuluh limfe untuk masuk ke dalam pembuluh darah. Pembuluh limfe yang mengaliri usus disebut lakteal karena bila lemak diabsorpsi dari usus sebagian besar lemak melewati pembuluh limfe. Sepanjang pergerakan limfe sebagian mengalami tarikan oleh tekanan negatif di dalam dada, sebagian lagi didorong oleh kontraksi otot.

Fungsi pembuluh limfe mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi darah, mengankut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi darah, membawa lemak yang sudah dibuat emulasi dari usus ke sirkulasi darah. Susunan limfe yang melaksanakan ini ialah saluran lakteal, menyaring dan menghancurkan mikroorganisme, menghasilkan zat antibodi untuk melindungi terhadap kelanjutan infeksi.

b. Kelenjar limfe (nodus limfe)

Kelenjar ini berbentuk bulat lonjong dengan ukuran kira-kira 10 – 25 mm. Limfe disebut juga getah bening, merupakan cairan yang susunan isinya hampir sama dengan plasma darah dan cairan jaringan. Bedanya ialah dalam cairan limfe banyak mengandung sel darah limfosit, tidak terdapat karbon dioksida,

(29)

dan mengandung sedikit oksigen. Cairan limfe yang berasal dari usus banyak mengandung zat lemak. Cairan limfe ini dibentuk atau berasal dari cairan jaringan melalui difusi atau filtrasi ke dalam kapiler – kapler limfe dan seterusnya akan masuk ke dalam peredaran darah melalui vena.

Fungsinya yaitu menyaring cairan limfe dari benda asing, pembentukan limfosit, membentuk antibodi, pembuangan bakteri, membantu reasoprbsi lemak.

c. Limpa.

Limpa merupakan sebuah organ yang terletak di sebelah kiri abdomen di daerah hipogastrium kiri bawah iga ke-9,-10,-11. Limpa berdekatan pada fundus dan permukaan luarnya menyentuh diafragma. Jalinan struktur jaringan ikat di antara jalinan itu membentuk isi limpa/ pulpa yang terdiri dari jaringan limpa dan sejumlah besar sel – sel darah.

Fungsi limpa sebagai gudang darah seperti hati, limpa banyak mengandung kapiler – kapiler darah, dengan demikian banyak arah yang mengalir dalam limpa, sebagai pabrik sel darah, limfa dapat

memproduksi leukosit dan eritrosit terutama limfosit, sebagai tempat pengahancur eritrosit, karena di dala limpa terdapat jaringan retikulum endotel maka limpa tersebut dapat mengancurkan eritrosit sehingga hemoglobin dapat dipisahkan dari zat besinya, mengasilkan zat antibodi.

Limpa menerima darah dari arteri lienalis dan keluar melalui vena lienalis pada vena porta. Darah dari limpa tidak langsung menuju jantung tetapi terlebih dahulu ke hati. Pembuluh darah masuk ke dan keluar melalui hilus yang berbeda di permukaan dalam. Pembuluh darah itu memperdarhi pulpa sehingga dan bercampur dengan unsur limpa.

d. Thymus.

Kelejar timus terletak di dalam torax, kira – kira pada ketinggian bifurkasi trakea. Warnanya kemerah – merahan dan terdiri dari 2 lobus. Pada bayi baru lahir sangat ke cil dan beratnya kira – kira 10 gram atau lebih sedikit; ukurannya bertambah pada masa remaja beratnya dari 30 – 40 gram dan kemudian

mengkerut lagi. Fungsinya diperkirakan ada sangkutnya dengan produksi antibody dan sebagai tempat berkembangnya sel darah putih.

e. Bone marrow / sumsum tulang.

Sumsum tulang (Bahasa Inggris: bone marrow atau medulla ossea) adalah jaringan lunak yang

ditemukan pada rongga interior tulang yang merupakan tempat produksi sebagian besarsel darah baru. Ada dua jenis sumsum tulang: sumsum merah(dikenal juga sebagai jaringan myeloid) dan sumsum kuning. Sel darah merah, keping darah, dan sebagian besar sel darah putihdihasilkan dari sumsum

(30)

banyak dikandungnya. Kedua tipe sumsum tulang tersebut mengandung banyak pembuluh dan kapiler darah. Sewaktu lahir, semua sumsum tulang adalah sumsum merah. Seiring dengan pertumbuhan,

semakin banyak yang berubah menjadi sumsum kuning. Orang dewasa memiliki rata-rata 2,6 kg sumsum tulang yang sekitar setengahnya adalah sumsum merah. Sumsum merah ditemukan terutama pada tulang pipih seperti tulang pinggul, tulang dada, tengkorak, tulang rusuk, tulang punggung,tulang belikat, dan pada bagian lunak di ujung tulang panjangfemur dan humerus.

Sumsum kuning ditemukan pada rongga interior bagian tengah tulang panjang. Pada keadaan sewaktu tubuh kehilangan darah yang sangat banyak, sumsum kuning dapat diubah kembali menjadi sumsum merah untuk meningkatkan produksi sel darah.

2. Lokasi-lokasi nodus limfe.

Daerah khusus, tempat terdapat banyak jaringan limfatik adalah palatin (langit mulut) dan tosil faringeal, kelenjar timus, agregat folikel limfatik di usus halus, apendiks dan limfa.

3. Fisiologi sistem limfatik

Fungsi Sistem limfatik sebagai berikut :

a. Pembuluh limfatik mengumpulkan cairan berlebih atau cairan limfe dari jaringan sehingga memungkinkan aliran cairan segar selalu bersirkulasi dalam jaringan tubuh.

b. Merupakan pembuluh untuk membawa kembali kelebihan protein didalam cairan jaringan ke dalam aliran darah.

c. Nodus menyaring cairan limfe dari infeksi bakteri dan bahan-bahan berbahaya. d. Nodus memproduksi limfosit baru untuk sirkulasi.

e. Pembuluh limfatik pada organ abdomen membantu absorpsi nutrisi yang telah dicerna, terutama lemak.

4. Mekanisme Sirkulasi Limfatik.

Pembuluh limfatik bermuara kedalam vena-vena besar yang mendekati jantung dan disini terdapat tekanan negatif akibat gaya isap ketika jantung mengembang dan juga gaya isap torak pada gerakan inspirasi.

Tekanan timbul pada pembuluh limfatik, seperti halnya pada vena, akibat kontraksi otot-otot, dan

(31)

ke belakang. Juga terdapat tekanan ringan dari cairan jaringan akibat ada rembesan konstan cairan segar dari kapiler-kapiler darah. Apabila terdapat hambatan pada aliran cairan limfe yang melalui sistem limfatik, terjadilah edema, yaitu pembengkakan jaringan akibat adanya kelebihan caiaran yang

terkumpul didalamnya. Edema juga bisa terjadi akibat obstruksi vena, karena vena juga berfungsi mengalirkan sebagian cairan jaringan.

2.2. Definisi

Limfoma non-Hodgkin adalah suatu kelompok penyakit heterogen yang dapat didefinisikan sebagai keganasan jaringan limfoid selain penyakit Hodgkin. Manifestasinya sama dengan penyakit Hodgkin, namun penyakit ini biasanya sudah menyebar keseluruh system limfatik sebelum pertama kali terdiagnosis. Apabila penyakitnya masih terlokalisasi, radiasi merupakan penanganan pilihan. Jika

terdapat keterlibatan umum, digunakan kombinasi kemoterapi. Pemberian dosis rendah pada penderita HIV-positif dianjurkan untuk mencegah terjadinya infeksi berat yang potensial mematikan. Seperti pada penyakit Hodgkin, infeksi merupakan masalah utama. Keterlibatan system saraf pusat juga sering terj adi. Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa dari limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin.

Limfoma malignum non-Hodgkin atau Limfoma non-Hodgkin adalah suatu keganasan k elenjar limfoid yang bersifat padat. Limfoma nonhodgkin hanya dikenal sebagai suatu limfadenopati lokal atau

generalisata yang tidak nyeri. Namun sekitar sepertiga dari kasus yang berasal dari tempat lain yang mengandung jaringan limfoid ( misalnya daerah orofaring, usus, sumsum tulang, dan kulit. Meskipun bervariasi semua bentuk limfoma mempunyai potensi untuk menyebar dari asalnya sebagai penyebaran dari satu kelenjar kekelenjar lain yang akhirnya menyebar ke limfa, hati, dan sumsum tulang.

Limfoma Non Hodgkin adalah keganasan primer berupa gangguan proliferatif tidak terkendali dari  jaringan limfoid (limfosit B dan sistem sel limfosit T).

Limfoma atau Kanker Getah Bening adalah tipe kanker yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening. Sel tersebut cepat menggandakan diri dan tumbuh secara tidak terkontrol. Limfoma Non Hodgkin sering disingkat jadi LNH.

Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh, maka selain di kelenjar getah bening tempat yang paling sering terkena Limfoma adalah limpa dan sumsum tulang. Selain itu bisa terbentuk di pe rut, hati atau

(32)

yang jarang sekali di otak. Seringkali lebih dari satu bagian tubuh terserang oleh penyakit ini. Limfoma pada otak atau urat saraf tulang belakang disebut limfoma susunan saraf pusat (SSP).

Penyakit Limfoma dapat menyerang disegala usia, namun lebih sering menyerang usia tua 65 tahun.

2.3. Etiologi

Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat bahwa terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunologis persisten yang menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak terkendali. Diduga ada hubungan dengan virus Epstein Barr LNH kemungkinan ada

kaitannya dengan factor keturunan karena ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga menderita LNH maka risiko anggota keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih besar disbanding dengan orang lain yang tidak termasuk keluarga itu. Pada penderita AIDS : semakin lama hidup semakin besar risikonya menderita limfoma.

Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain :

a) Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH antara lain adalah :severe combined immunodeficiency, hypogammaglobulinemia, common variable

immunodeficiency, Wiskott Aldrich syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubugkan pula dengan Epstein Barr Virus (EBV) dan  jenisnya beragam.

b) Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic. Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui.

c) Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organic.

d) Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV4,5.

2.4. Klasifikasi limfoma non-Hodgkin. Ada 2klasifikasi besar penyakit ini yaitu: 1. Limfoma non Hodgkin agresif.

Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin agresif ini tumbuh dengan cepat.

(33)

sangat baik terhadap pengobatan.Meskipun pasien yang penyakitnya t idak berespon baik terhadap standar pengobatan lini pertama,sering berhasil baik dengan kemoterapi dan transplantasi sel induk. Pada kenyataannya, limfoma nonHodgkin agresif lebih mungkin mengalami kesembuhan total daripada limfoma non Hodgkin indolen.

2. Limfoma non Hodgkin indolen.

Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak terditeksi untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter mungkin menemukan pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin. Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X, dada, mungkin menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma non Hodgkin. Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Karena limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat pertama terdiagnosis.

2.5. Patofisiologi

Telah diketahui bahwa perjalan penyakit LNH terjadi secara limfogen dengan melibatkan rantai kelenjar getah bening yang saling berhubungan dan merambat dari satu tempat ketempat yang berdekatan. Meskipun demikian, hubungan antara kelenjar getah bening pada leher kiri dan daerah aorta pada LNH  jenis folikular tidak sejelas seperti apa yang terlihat pada LNH jenis difus.

Walaupun pada LNH timbul gejala-gejala konstitusional (demam, penurunan berat badan, berkeringat pada malam hari) : namun insidennya lebih rendah dari pada penyakit Hodgkin. Ditemukan adanya limfadenopati difus tanpa rasa nyeri, Dapat menyerang satu atau seluruh kelenjar limfe perife r. Biasanya adenopati hilus tidak ditemukan, tetapi sering ditemukan adanya efusi pleura. Kira-kira 20% atau lebih penderita menunjukkan gejala-gejala yang berkaitan dengan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal atau mesentrium dan timbul bersama nyeri abdomen atau defekasi yang tidak teratur. Sering didapatkan dapat menyerang lambung dan usus halus yang ditandai dengan gejala yang mirip dengan gejala tukak lambung, anoreksia, penurunan berat badan, nausea, hematemesis, dan melena. Penyakit-penyakit susunan saraf pusat walaupun jarang terjadi tetap dapat timbul pada limfoma histisitik difus (imunoblastik sel besar).

(34)

Criteria diagnosis medic LNH adalah sebagai berikut:

1. Riwayat pembesaran kelenjar getah bening atau timbulnya massa tumor ditempat lain. 2. Riwayat demam yang tidak jelas

3. Penurunan berat badan 10% dalam waktu enam bulan 4. Keringat malam yang banyak tanpa sebab yang sesuai 5. Pemeriksaan histopatologis tumor sesuai dengan LNH

2.6. Manifestasi klinis.

Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu :

a. Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit. b. Demam.

c. Keringat malam.

d. Rasa lelah yang dirasakan terus menerus. e. Gangguan pencernaan dan nyeri perut. f. Hilangnya nafsu makan.

g. Nyeri tulang.

h. Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena. i. Limphadenopaty.Gejala Penyebab Kemungkinan timbulnya gejala Gangguan pernafasan

Pembengkakan wajah Pembesaran kelenjar getah bening di dada 20-30% Hilang nafsu makan

Sembelit berat

Nyeri perut atau perut kembung Pembesaran kelenjar getah bening di perut 30-40% Pembengkakan tungkai Penyumbatan pembuluh getah bening di selangkangan atau perut 10% Penurunan berat badan

(35)

 Diare

Malabsorbsi Penyebaran limfoma ke usus halus 10%> Pengumpulan cairan di sekitar paru-paru

(efusi pleura) Penyumbatan pembuluh getah bening di dalam dada 20-30%

Daerah kehitaman dan menebal di kulit yang terasa gatal Penyebaran limfoma ke kulit 10-20% Penurunan berat badan

Demam

Keringat di malam hari Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh 50-60% Anemia

(berkurangnya jumlah sel darah merah) Perdarahan ke dalam saluran pencernaan Penghancuran sel darah merah oleh limpa yang membesar & terlalu aktif

Penghancuran sel darah merah oleh antibodi abnormal (anemia hemolitik) Penghancuran sumsum tulang karena penyebaran limfoma

Ketidakmampuan sumsum tulang untuk menghasilkan sejumlah sel darah merah karena obat atau terapi penyinaran 30%, pada akhirnya bisa mencapai 100%

Mudah terinfeksi oleh bakteri Penyebaran ke sumsum tulang dan kelenjar getah bening, menyebabkan berkurangnya pembentukan antibody 20-30%

1. Limfadenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri pada satu atau lebih region kelenjar getah bening perifer.

2. Gejala konstitusional. Demam, keringat pada malam hari dan penurunan berat badan lebih jarang terjadi dibandingkan pada penyakit Hodgkin. Adanya gejala tersebut biasanya menyertai penyakit diseminata. Dapat terjadi anemia dan infeksi dengan jenis yang ditemukan pada penyakit Hodgkin.

3. Gangguan orofaring. Pada 5-10% pasien, terdapat penyakit distruktur limfoid orofaringeal (cincin waldeyer) yang dapat menyebabkan timbulnya keluhan “sakit tenggorok” atau napas berbunyi atau tersumbat.

(36)

4. Anemia, netropenia dengan infeksi, atau trombositopenia dengan purpura mungkin merupakan gambaran pada penderita penyakit sumsum tulang difus. Sitopenia juga dapat disebabkan oleh autoimun.

5. Penyakit abdomen. Hati dan limpa sering kali membesar dan kelenjar getah bening

retroperitoneal atau mesenterika sering terkena. Saluran gastrointestinal adalah lokasi ekstranodal yang paling sering terkena setelah sumsum tulang dan pasien dapat datang dengan gejala abdomen akut.

6. Organ lain. Kulit, otak, testis dan tiroid sering terkena. Kulit juga secara primer terkena pada dua jenis limfoma sel T yang tidak umum dan sindrom sezary.

2.7. Tahapan penyakit

Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.

a. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar getah bening. b. Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau perut.

c. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut.

d. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya pada satu organ lain  juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak.

Penentuan stadium merupakan salah satu pola penting dalam manajemen LNH yang bertujuan untuk mengetahui status penyakit dan memilih pengobatan yang relevan serta memudahkan evaluasi hasil terapi. Klasifikasi yang populer digunakan adalah klasifikasi menurut Arnn Arborr (1971) sebagai berikut:STADIUM INTERPRETASI

Stadium I

Stadium II

(37)

Stadium IV Terserang satu kelenjar limfe pada daerah tertentu atau ekstra limfatik

Terserang lebih dari satu kelenjar limfe di daerah di atas diafragma dengan atau tanpa ekstra limfatik Terserang kelenjar limfe diatas dan di bawah diafragma atau disertai limfoma ekstra limfatik, limpa atau keduanya.

Tersebar menyeluruh pada organ ekstra limfatik dengan atau tanpa melibatkan kelenjar limfe.

2.8. Pemeriksaan diagnostic.

1. Pemeriksaan laboratorium lengkap, meliputi hal berikut. 2. Darah tepi lengkap termasuk retikulosit dab LED

3. Gula darah

4. Fungsi hati termasuk y-GT, albumin, dan LDH 5. Fungsi ginjal

6. Immunoglobulin.

7. Pemeriksaan biopsy kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui subtype LNH, bila perlu sitologi jarum halus (FN HB) ditempat lain yang dicurigai.

8. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang

9. Ct-Scan atau USG abdomen, untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar getah bening pada aorta abdominal atau KGB lainnya, massa tumor abdomen, dan metastase kebagian

intraabdominal.

10. Pencitraan toraks (PA dan lateral) untuk mengetahui pembesaran kelenjar media stinum, bila perlu CT scan toraks.

11. Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat dilanjutkan dengan tindakan gastroskopi

12. Jika diperlukan pemeriksaan bone scan atau bone survey untuk melihat keterlibatan tulang. 13. Jika diperlukan biopsy hati (terbimbing)

(38)

15. Stadium berdasarkan aun amor

16. Untuk ekstra nodal stadium berdasarkan criteria yang ada.

Tabel tes diagnostic dan interpretasi pada klien LNHJenis pemeriksaan Interpretasi hasil Hitung darah lengkap:

a) Sel darah putih (SDP)

Variasi normal, menurun atau meningkat secara nyata.

b) Diferensial SDP Neutofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia mungkin ditemukan. Limfofenia sebagai gejala lanjut.

c) Sel darah merah dan Hb/Ht Menurun Eritrosit

d) Morfologi SDM

Normositik, hipokromik ringan sampai sedang e) Kerapuhan eritrosit osmotikMeningkat

Laju endap darah (LED) Meningkat selam tahap aktif (inflamasi, malignansi)

Trombosit Menurun (sumsum tulang digantikan oleh limfomi atau hipersplenisme) Test comb Reaksi positif (anemia hemolitik), reaksi negative pada tahap lanjut. Alkalin fosfatase Mungkin meningkat bila tulang terkena

Kalsium serum Meningkat pada eksaserbasi BUN Mungkin meningkat bila ginjal terlibat

Globulkin Hipogammaglobulinemia umum dapat terjadi pada penyakit lanjut

Foto toraks, vertebra, ekstremitas proksimal serta nyeru tekan pada area pelvis Dilakukan untuk area yang terkena dan membantu penetapan stadium penyakit

CT scan dada, abdominal, tulang Dilakukan bila terjadi adenopati hilus dan memastikan keterlibatan nodus limfe mediatinum, abdominal, dan keterlibatan tulang.

USG abdominal Mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limferetroperitoneal

Biopsy sumsum tulang Menentukan keterlibatan sumsum tulang, invasi sumsum tulang terlihat pada tahap luas.

(39)

Biopsy nodus limfe Memastikan klasifikasi diagnosis limfoma

2.9. Penatalaksanaan 1. Therapy Medik.

Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B). a. Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)

1) Tanpa keluhan : tidak perlu therapy.Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal siklofosfamide dengan dosis permulaan po tiap hari atau 1000 mg/m 2 iv selang 3 – 4 minggu.

2) Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara pemberian seperti pada LH diatas 3) Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)

4) Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah sebagai terapy utama 5) Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy anjuran

6) Minimal : seperti therapy LH

7) Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin, oncovin, prednison (CHOP) dengan dosis :

8) C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2 iv hari I 9) H : hydroxo –epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari I 10) O : Oncovin 1,4 mg/ m 2 iv hari I

11) P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5 12) Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu 13) Lymfoma non – hodgkin derajat keganasan tinggi (IWF)

14) Stadium IA : kemotherapy diberikan sebagai therapy adjuvant 15) Untuk stadium lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy utama

(40)

17) Ideal : diberi Pro MACE – MOPP atau MACOP – B.

2. Therapy radiasi dan bedah.

Konsultasi dengan ahli radiotherapy dan ahli onkology bedah, selanjutnya melalui yim onkology ( di RS type A dan B).

Penatalaksanaan penderita LNH bergantung pada golongan histologisnya. Karenapengobatannya bersifat simptomatis maka penderita LNH derajat keganasan rendah tidak perlu ditentukan tingkat penyakitnya. Pengobatan hanya diberikan untuk menghilangkan gejala klinis akibat tumornya. Penderita LNH derajat keganasan tinggi harus diobati dengan kemoterapi apabila penyakitnya telah mencapai stadium 2 atau lebih, karena itu prosedur diagnostik hanya dilakukan pada mereka yang setelah pemeriksaan fisik dan laboratorium memberi kesan masih mungkin berada pada stadium 1. Prosedur diagnostik lengkap dilakukan

Pada penderita LNH derajat keganasan menengah yang setelah pemeriksaan fisik dan laboratorium memberi kesan masih mungkin berada pada stadium 2.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian

a. Pernapasan

Gejala : dipnea pada saat aktivitas, nyeri dada Tanda :

1) Dipnea, takipnea 2) Batuk non produktif

3) Tanda-tanda distress pernapasan (frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat, penggunaan otot bantu pernapasan, stridor, sianosis)

(41)

4) Parau (paralisis paringeal akibat tekanan pembesaran kelenjar limfe terhadap saraf laringeal) b. Sirkulasi

Gejala : palpitasi, nyeri dada Tanda :

1) Takikardia, disritmia

2) Sianosis wajah akibat obstruksi drainase vena karena pembesaran kelenjar limfe (jarang terjadi) 3) Ikterus sclera/umum akibat kerusakan hati dan obstruksi duktus empedu (tanda lanjut)

4) Pucat (anemia), diaphoresis, dan keringat malam

c. Neurosensori Gejala :

1) Nyeri saraf (neuralgia) yang menunjukkan terjadinya kompresi akar saraf oleh pembesaran kelenjar limfe pada brakial, lumbal dan pleksus sacral

2) Kelemahan otot, parastesi

Tanda :

1) Status mental letargi, menarik diri, kurang minat/perhatian terhadap keadaan sekitar

2) Paraplegia (kompresi batang spinal, keterlibatan diskus intervertebralis, kompresi suplai darah terhadap batang spinal)

d. Nyeri dan kenyamanan Gejala :

1) Nyeri tekan pada nodus yang terkena, misalnya: pada sekitar mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral), nyeri tulang (keterlibatan tulang limfomatus)

(42)

e. Integritas ego Gejala :

1) Gejala-gejala stress yang berhubungan dengan ancaman kehilangan pekerjaan, perubahan peran dalam keluarga, prosedur diagnostic dan terapi, serta masalah financial (biaya pemeriksaan dan pengobatan, kehilangan pekerjaan)

Tanda : perilaku menarik diri, marah dan pasif agresif

f. Keamanan Gejala :

1) Riwayat infeksi (sering terjadi) karena abnormalitas system imun seperti infeksi herpes sistemik, TB, toksoplasmosis, atau infeksi bacterial.

2) Riwayat ulkus/perforasi/perdarahan gaster

3) Demam pel ebstein (peningkatan suhu malam hari sampai beberapa minggu), diikuti demam menetap dan keringat malam tanpa menggigil

4) Integritas kulit: kemerahan, pruritus umum, vitiligo (hipopigmentasi) Tanda :

1) Demam (suhu tubuh > 3800C) menetap dengan etiologi yang tidak dapat dijelaskan, tanpa gejala infeksi

2) Kelenjar limfe asimetris, tidak ada nyeri, membengkak/membesar terutama kelenjar limfe servikal (kiri>kanan), nodus aksila dan mediastinum

3) Pembesaran tonsil 4) Pruritus umum

5) Sebagian area kehilangan melanin (vitiligo)

g. Eliminasi Gejala :

1) Perubahan karakteristik urine dan/atau feses

(43)

Tanda :

1) Nyeri tekan kuadran kanan atas, hepatomegali 2) Nyeri tekan kuadran kiri atas, splenomegali

3) Penurunan keluaran urin, warna lebih gelap/pekat, anuria (obstruksi uretral, gagal ginjal) 4) Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi spinal cord pada gejala lanjut)

h. Makanan dan cairan Gejala :

1) Anoreksia

2) Disfagia (tekanan pada esophagus)

3) Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan ³10% dalam 6 bulan tanpa upaya diet pembatasan

Tanda :

1) Pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau ekstremitas atas (kompresi vena cava superior) 2) Edema ekstremitas bawah, asites(kompresi vena cava inferior oleh pembesaran kelenjar limfe intradominal)

i. Aktivitas/istirahat Gejala :

1) Kelelahan, kelemahan, atau malaise umum

2) Kehilangan produktivitas dan penurunan toleransi aktivitas 3) Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak

Tanda :

1) Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan kelelahan.

(44)

 j. Seksualitas

Gejala : masalah fertilitas, kehamilan, dan penurunan libido akibat efek terapi k. Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala :

1) Pengetahuan tentang factor risiko dalam keluarga

2) Pengetahuan tentang factor risiko lingkungan (pemajanan agen karsinogenik kimiawi)

2. Diagnose keperawatan

1) Bersihan Jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan secret pada jalan napas sekunder dan obstruksi trakeobronkhial akibat pembesaran kelenjar limfe servikal, mediastinum.

2) Nyeri akut yang berhungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran kelenjar limfe, efek sekunder pemberian agen antileukimia, peningkat produksi asam laktat jaringan local.

3) Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan ketidakadekuatan system imunitas tubuh dan terapi imunosupresif (supresi tulang belakang).

4) Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolic (proses keganasan) dan perubahan kimiawi tubuh sebagai efek kemoterapi.

5) Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.

6) Kecemasan individu dan keluarga yang berhubungan dengan prognosis sakit.

3. Intervensi keperawatanBersihan Jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan secret pada jalan napas sekunder dan obstruksi trakeobronkhial akibat pembesaran kelenjar limfe

servikal, mediastinum.

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam jalan napas klien kembali efektif

Criteria : secara subjektif pernyataan sesak berkurang , RR 26-24 kali/menit, tidak ada penggunaan ototaksesori, tidak terdengar bunyi napas tambahan.

Intervensi Rasional

Kaji/awasi frekuensi pernapasan, kedalaman, irama, adanya dispnea, penggunaan otot bantu

(45)

aksesori dapat mengindikasikan berlanjutnya keterlibatan kelenjar limfe mediastinal yang membutuhkan intervensi lebih lanjut.

Bantu perubahan posisi secara periodic Meningkatkan aerasi semua segmen paru dan membantu mobilisasi sekresi.

Ajarkan teknik napas dalam (bibir, diafragma, abdomen) Meningkatkan aerasi semua segmen paru dan membantu mobilisasi sekresi.

Kaji/awasi warna kulit, perhatikan adanya tanda pucat/sianosis Proliferasi sel darah putih dapat menurunkan kapasitas pembawa oksigen darah dan menimbulkan hipoksemia.

Kaji respon pernapasan terhadap aktivitas Penurunan oksigenasi seluler menurunkan toleransi aktivitas, istirahat menurunkan kebutuhan oksigen serta mencegah kelelahan dan dispnea.

Observasi distensi vena leher, nyeri kepala, pusing, edema preorbital, dispnea, stridor Klien LNH dengan sindrom vena cava superior dan obstruksi jalan napas menunjukkan kedaruratan onkologis.

Nyeri akut yang berhungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran ke lenjar limfe, efek sekunder pemberian agen antileukimia, peningkat produksi asam laktat jaringan local.

Tujuan: dalam waktu 3x24 jam terdapat penurunan respon nyeri

Criteria: secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, secara objektif didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi penurunan perfusi perifer.

Intervensi Rasional

Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, serta lama dan penyebarannya Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian

Lakukan manejemen nyeri keperawatan:

f) Atur posisi fisiologis Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang mengalami nyeri sekunder dari iskemia

g) Istirahatkan klien Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer, sehingga akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan

h) Manajemen lingkungan: lingkungan tenang dan batasi pengunjung Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada diruangan

i) Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalamMeningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia jaringan

(46)

 j) Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorvin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan kekorteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri

k) Lakukan manajemen sentuhan Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai darah dan oksigen kearea nyeri dan menurunkan sensasi nyeri

Kolaborasi pemberian terapi. a) Analgetik

Digunakan untuk mengurangi nyeri sehubungan dengan hematoma otot yang besar dan perdarahan sendi

Analgetika oral non oploid diberikan menghindari ketergantungan terhadap narkotika pada nyeri kronis. b) Kemoterapi Pemberian disesuaikan dengan derajat penyakit

c) Radiasi Terapi terpilih untuk penderita dengan penyakit ekstranodal yang terbatas adalah radiasi, radioterapi local, atau radioterapi dengan lapangan yang luas, terutama pada kasus limfoma histiositik difus.

Penderita

Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan ketidakadekuatan system imunitas tubuh dan terapi imunosupresif (supresi tulang belakang).

Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi infeksi

Criteria: kien dan keluarga mampu mengidentifikasi factor risiko yang dapat dikurangi serta menyebutkan tanda dan gejaladini infeksi

Intervensi Rasional

Monitor TTV Adanya infeksi akan bermanifestasi pada perubahan TTV.

Demam atau hipotermia mungkin mengindikasikan munculnya infeksi pada klien granulositopenik. Kaji dan catat factor yang meningkatkan risiko infeksi Menjadi data dasar dan meminimalkan risiko infeksi

Lakukan tindakan untuk mencegah pemajanan pada sumber yang diketahui atau potensial terhadap infeksi.

(47)

a) Pertahankan isolasi protektif sesuai kebijakan institusional b) Pertahankan teknik mencuci tangan dengan cermat

c) Beri hygiene yang baik

d) Batasi pengunjung yang sedang demam, flu, atau infeksi e) Berikan hygiene parianal 2 kali sehari setiap BAB

f) Batasi bunga segar dan sayur segar

g) Gunakan protocol perawatan mulut Kewaspadaan meminimalkan pemajanan klien terhadap bakteri, virus, dan pathogen jamur, baik eksogen ,aupun endogen

Laporkan bila ada perubahan tanda vital Perubahan tanda-tanda vital merupakan tanda terjadinya sepsis, terutama bila terjadi peningkatan suhu tubuh

Jelaskan alasan kewaspadaan dan pantangan Pengertian klien dapat memperbaiki kepatuhan dan mengurangi factor risiko

Yakinkan klien dan keluarganya bahwa peningkatan kerentanan pada infeksi hanya sementara Granulositopenia dapat menetap 6-12 minggu. Pengertian tentang sifat

sementaragranulositopenia dapat membantu mencegah kecemasan klien dan keluarganya

Minimalkan prosedur invasive Prosedur tertentu dapat menyebabkan trauma jaringan, meningkatkan kerentanan infeksi

Kolaborasi pemberian antibiotika Menurunkan kehadiran organism endogen

Pantau laboratorium sel darah putih Mengonfirmasikan keterlibatan sel darah putih terhadap infeksi

Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam klien atau keluarga mampu mengembangkan koping yang positif Criteria evaluasi: klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan, mampu menyatakan atau

mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terj adi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negative.

Intervensi Rasional

Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ke tidakmampuan. Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi.

(48)

Identifikasi arti kehilangan atau disfungsi pada klien Beberapa klien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri. Sedangkan yang lain mempunyai kesulitan membandingkan mengenal dan mengatur kekurangan.

Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan termasuk permusuhan dan kemarahan Menunjukkan penerimaan, membantu klien untuk mengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut. Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari dan menyatakan inilah kematian Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negative terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan emosional.

Berikan informasi status kesehatan pada klien dan keluarga Klien dengan hemophilia sering

memerlukan bantuan dalam menghadapi kondisi kronis, keterbatasan ruang kehidupan, dan kenyataan bahwa kondisi tersebut merupakan penyakit yang akan diturunkan kegenerasi berikutnya.

Dukung mekanisme koping efektif Sejak masa kanak-kanak, klien dibantu untuk menerima dirinya sendiri dan penyakitnya serta mengidentifikasi aspek positif dari kehidupan mereka. Mereka harus didorong untuk merasa berarti dan tetap mandiri dengan mencegah trauma yang dapat menyebabkan episode perdarahan akut dan mengganggu kegiatan normal.

Hindari factor peningkatan stress emosional Perawat harus mengetahui pengaruh stress tersebut secara professional dan personal serta menggali semua sumber dukungan untuk mereka sendiri, begitu  juga untuk klien dan keluarganya.

Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan.

Anjurkan orang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi.

Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat dan partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu dimasa mendatang.

Dukung penggunaan alat-alat yang dapat mengadaptasikan klien, tongkat, alat bantu jalan, tas panjang untuk kateter. Meningkatkan kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan

menunjukkan posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial.

Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, lethargi, dan rendah diri. Dapat

mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut.

Referensi

Dokumen terkait

&nfiltrasi kelenjar submandibula terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis &nfiltrasi kelenjar submandibula terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau

Leukemia limfositik kronik (LLK) adalah penyakit limfoproliferatif klonal sel-B dengan limfosit yang berakumulasi dalam darah, sumsum tulang, dan sering pada kelenjar getah bening

Kelenjar limfe berbentuk bulat lonjong dengan ukuran kira-kira '&-' mm. Kelenjar limfe yang disebut juga getah bening merupakan cairan dengan susunan lisis hampir sama

tumor dengan metastasis hilus kontralateral atau kelenjar getah bening mediastinum atau ke skalenus atau kelenjar lime supraklaikular  atau setiap tumor yang

Sebagaimana stadium IIIB, tetapi telah menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening Kanker telah menyebar lebih dari 10 titik disaluran getah bening dibawah tulang

Limpa, kelenjar tonsil, kelenjar adenoid, plak Peyer di usus, dan kelenjar getah bening perifer dapat mengecil atau tidak ada pada individu dengan Agammaglobulinemia

Limfoma hodgkin adalah suatu penyakit keganasan yang melibatkan kelenjar getah bening yang ditandai dengan adanya sel Ree Stenberg. 

Leukemia limfositik kronik (LLK) adalah penyakit limfoproliferatif klonal sel-B dengan limfosit yang berakumulasi dalam darah, sumsum tulang, dan sering pada kelenjar getah bening