• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANCAMAN PENYAKIT JEMBRANA DAN BOVINE VIRAL DIARRHEA TERHADAP PETERNAKAN SAPI BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANCAMAN PENYAKIT JEMBRANA DAN BOVINE VIRAL DIARRHEA TERHADAP PETERNAKAN SAPI BALI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ANCAMAN PENYAKIT JEMBRANA DAN BOVINE VIRAL

DIARRHEA TERHADAP PETERNAKAN SAPI BALI

(The Treat of “Jembrana” and Bovine Viral Diarrhea on Bali Cattle

Farming)

ARIF SUPRIYADI1, PINARDHY PRAWITO1, M.H. NENSY1, DIAN KARYANTI1dan ARIF MURDIARTO2

1

Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional V Banjarbaru Jl. Ambulung Loktabat Banjarbaru, Kalimantan Selatan

2

Dinas Pertanian Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur

ABSTRACT

There was an outbreak of Jembrana Disease and Bovine Viral Diarrhea Disease in Petung sub district, Penajam Paser Utara district, East Kalimantan, which happend from March until late April 2006. This outbraek caused 9 cattle died from 800 population. This investigation was done to determine the cause of death of the cattle. The samples were 72 blood serums and whole blood, and then were tested against Jembrana Disease using Western immunoblotting, one sample was positive from nine samples. Two samples were positive from 11 samples using ELISA test. Haematology test result indicated anemia, leucopenia, and thrombocytopenia, PCR test from 5 whole blood sample showed positive Jembrana Disease. Histopathology test: hemorrhagi, lymphoid follicles necrosis, lymphoreticuler cell proliferation were found in spleen; lymphoreticular cell infiltration and inflamatory cells in portal area were found in liver; nephritis was found in kidney. The change led to Jembrana Disease. Elisa test using BVD antibody from 62 samples showed positive for 34 samples.

Key Words: Jembrana Disease, BVD, Bali Cattle, West Kalimantan

ABSTRAKS

Wabah penyakit Jembrana dan Bovine Viral Diarrhea di Kecamatan Petung, Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, yang berlangsung sejak Maret sampai akhir April 2006 menimbulkan kematian 9 dari 800 ekor populasi sapi. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menentukan penyebab kematian pada sapi di daerah tersebut. Materi pemeriksaan adalah serum dan darah berjumlah 72 buah, dari sampel ini dilakukan pemeriksaan antibodi penyakit Jembrana dengan metode Western Immunoblotting sebanyak 9 sampel diperoleh 1 sampel positif, ELISA sebanyak 11 sampel diperoleh 2 positif. Pemeriksaan hematologi diperoleh anemia, leukopenia dan trombositopenia, hasil pemeriksaan PCR terhadap 5 buah darah positif penyakit Jembrana. Pemeriksaan histopatologi pada limpa ditemukan adanya hemoragi, nekrosis limpoid folikel, dan proliferasi sel-sel limporetikuler, hati; infiltrasi sel-sel limporetikuler dan sel radang di daerah portal, ginjal, nephritis. Perubahan ini mengarah pada penyakit Jembrana. Hasil pemeriksaan PCR positif penyakit Jembrana. Pemeriksaan antibodi BVD dengan ELISA sebanyak 62 sampel diperoleh 34 positif.

Kata Kunci: Penyakit Jembrana, BVD, Sapi Bali, Kalimantan Timur

PENDAHULUAN

Sapi Bali merupakan primadona dalam usaha peternakan sapi potong karena memiliki banyak kelebihan seperti daya adaptasi, produktivitas dan reproduksi yang tinggi. Namun demikian memiliki kelemahan yaitu peka terhadap penyakit JD (Jembrana), sedangkan jenis sapi yang lain tidak. Selain itu

sapi Bali juga peka terhadap Bovine Viral

Diarrhea. Kedua jenis penyakit ini sangat

membahayakan karena sifatnya yang laten dan immunosupresif. Karena itu diagnosa, pencegahan, pengendalian, dan pengobatan harus dilakukan dengan cepat dan tepat.

Penyakit JD pertama kali ditemukan di desa Sangkar Agung, Kabupaten Jembrana, Bali pada tahun 1964 (ADIWINATA, 1967) dan kini

(2)

telah menyebar hampir ke seluruh Indonesia. Kasus JD di Kalimantan Selatan terjadi di Tanah Laut, Pleihari, pada Agustus 1991 (PUTRA, 1994), di Kalimantan Timur pada tahun 2004 di Long Ikis Kabupaten Penajam Paser Utara (HARTANINGSIH, 2004) sedangkan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah seropositif (ANONIMUS, 2006).

JD disebabkan oleh Lentivirus, Famili

Retroviridae (WILCOX et al, 1992;

KERTAYADNYA et al., 1993). Masa inkubasi bervariasi antara 4 sampai 12 hari. Gejala klinis ditandai dengan demam tinggi 42°C merupakan gejala awal penyakit yang ditemukan pada semua hewan terserang berlangsung selama 5 – 12 hari rata-rata 7 hari, diikuti diare berdarah, kebengkakan kelenjar limfe prescapularis, prefemoralis, parotis dan bercak-bercak darah pada kulit (DHARMA et

al., 1991)

Pada kejadian yang bersifat akut, khusus bila terjadi wabah pertama, kematian dapat terjadi tiba-tiba. Kematian biasanya terjadi dalam waktu relatif singkat pada sejumlah hewan dengan kondisi tubuh yang masih bagus. Kematian akibat penyakit ini sangat rendah dan biasanya karena adanya infeksi sekunder seperti pneumonia (DHARMA et al., 1994) dan uremia yang memperburuk kondisi sapi (SOESANTO et al., 1990).

Mekanisme penyembuhan pada JD belum diketahui secara pasti. Penelitian terbaru membuktikan bahwa penyembuhan JD terjadi secara selular meskipun antibodi terhadap virus baru terdeteksi 11 minggu setelah infeksi. Sebagian besar hewan yang terserang sudah menunjukkan kesembuhan secara klinis 5 minggu setelah infeksi (HARTANINGSIH et al, 1994). Pemberantasan penyakit ini susah dilakukan karena hewan yang sembuh dapat menjadi karier. Pencegahan dilakukan dengan pemberantasan vektor lalat atau nyamuk dan vaksinasi.

Bovine Viral Diarrhea

Bovine Viral Diarrhea merupakan penyakit

kontagious yang menyerang sapi dengan gejala depresi ringan, lemah, perubahan nasal dan diare. Hewan bunting yang terinfeksi mengakibatkan terjadi abnormalitas dan kematian anak yang dikandungnya. Penyakit

ini juga bersifat immunosupresif yang akan menjadi penyebab munculnya penyakit yang lain pada ternak yang masih muda (BAKER, 1987).

Penyebab penyakit ini adalah Bovine Viral

Diarrhea Virus (BVDV) merupakan genus

pestivirus, famili Flaviviridae. Virus ini tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi pada antibodi 50 – 90%, sedangkan prevalensi di Kalimantan adalah 60% (ANONIMUS,2006). Hasil pemeriksaan serologis diperoleh lebih dari 70% pada kasus akut adalah seronegatif. Masa inkubasi lebih kurang satu minggu diikuti dengan demam ringan, leukopenia dan viremia sampai dengan 15 hari. Sumber penularan berasal dari hewan yang laten kemudian tersebar ke lingkungan atau makanan yang tercemar.

Tujuan penelitian adalah untuk menentukan penyebab kematian pada sapi yang terjadi di Kecamatan Petung, Kabupaten Penajam Paser Utara Kalimantan Timur, yang berlangsung sejak Maret sampai akhir April 2006.

MATERI DAN METODE

Materi yang diperiksa adalah 47 buah darah dan serum, 1 buah organ yang berasal dari Desa Petung yang diambil pada tanggal 8 Maret 2006. Darah dan serum 16 buah, organ 3 buah yang berasal dari Desa Girimukti Kecamatan Petung. Darah dan serum 8 buah dari Desa petung yang diambil pada tanggal 5 April 2006.

Metode yang digunakan dalam mendiagnosa penyakit dilakukan dengan pengamatan dan pemeriksaan fisik hewan kemudian dilakukan pengujian terhadap penyakit JD dan BVD. Pengujian penyakit JD dilakukan dengan PCR dari darah dan limpa, ELISA, Western Immunoblotting, Hematologi dan Histologi. Pengujian antibodi terhadap BVD dengan ELISA dari CEDI.

PCR JD

Isolasi RNA total dari sampel limpa dan darah menggunakan Trizol-LS (Invitrogen). Limpa dibuat suspensi 20% dengan PBS. Sebanyak 250 µl gerusan atau darah ditambah dengan 750 Trizol-LS µl dan diaduk dengan pipet. Ke dalam campuran kemudian

(3)

ditambahkan 200 µl kloroform, divortex, diinkubasi suhu ruang 5 menit dan disentrifus 12.000 rpm selama 15 menit suhu 4ºC. Sebanyak 500 µl supernatan dipindahkan ke tabung baru dan ditambah dengan 500 µl propanol-2, divortex, diinkubasikan 5 menit suhu ruang dan disentrifus 12.000 rpm selama 10 menit suhu 4ºC. Supernatan dibuang secara perlahan dan pellet yang tertinggal sebagai sumber RNA. PCR dilakukan dengan komposisi DNA template 2 µl, master mix 25 ul, primer I 20 pmol/ul 2 µl, primer II 20 pmol/ul 2 µl, dan nuclease free water 19 µl. Siklus PCR dilakukan dengan pre denaturasi 94°C 1 menit, denaturasi 94°C 5 menit dan 94°C 30 detik sebanyak 35 siklus, annealing 66°C 1 menit, polimerisasi 72°C 30 detik dan 10 menit. Hasil PCR dilihat dibawah kamera UV, positif ditemukan band DNA pada posisi 362 bp.

ELISA JD

Plate mikrowell dilapis dengan antigen Jgag 6 dalam coating buffer 1 : 400 sebanyak 50 µl pada lobang B2 sampai dengan G11, lobang B1 sampai dengan G1 (blank) hanya diisi dengan coating buffer 50 ul kemudian dishaker dan diinkubasikan pada suhu 4°C semalam. Plate dicuci dengan PBST 3 kali, dan diisi dengan serum sampel standar mulai pengenceran 1 : 100 hingga 1:3200 mulai lobang B2 hingga G2, sampel serum referens positif JD pada lobang B3 dan C3, positif lentivirus pada lobang D3 dan E3, negatif jembrana dan lentivirus pada lobang F3 dan G3. Plate dicuci 3 kali dengan PBST. Plate diisi dengan konjugate antibovine horse radish peroksoidase pada semua lobang dan diinkubasikan 37°C selama 1 jam kemudian dicuci. Plate diisi dengan substrat OPD dan dibaca dengan elisa reader pada 405 nm. Setelah pembacaan absorbance dikurangi nilai absorbance pada blank maka dilihat besaran nilai absorbance dibandingkan dengan nuilai referen sampel serum A,B, atau C. Jika nilai absorbance ≥ dengan refferent A maka positif antibodi JD, diantara referen setrum A dan B maka positif antibodi lentivirus, dan jika ≤ referen serum C maka negatif antibodi JD dan Lentivirus.

Western Immunoblotting

Kertas nitroselulose yang sudah dilabel dengan protein virus dimasukkan dalam 8 buah sumuran. Sumuran diisi dengan serum yang sudah diencerkan 1 : 20 kemudian diinkubasikan dalam suhu ruang semalam. Kertas nitroselulose dicuci dengan TTBS 2 kali dan TBS 1x. Sumuran diisi dengan konjugat antibovine IgG alkalin pospatase 1 : 200 dalam skim milk dan diinkubasikan selama satu jam sambil dishaking. Dicuci TTBS 2 kali dan TBS 1x dan ditambahkan I ml substrat NBT. Diinkubasikan di ruang gelap sampai muncul band, reaksi dihentikan dengan aquadest. Hasil positif antibodi jika ditemukan adanya band pada kertas nitroselulose.

Hematologi dan histologi

Hematologi dilakukan dengan hematologi analyser dengan menggunakan mesin terhadap pemeriksaan WBC, limfosit, monosit, neutrofil, eosinofil, basofil, RBC, MCV, HCT, MCH, MCHC, HB, dan THR. Pemeriksaan Histopatologi dengan pengecatan Hematoksinin Eosin.

ELISA BVD

Pengujian BVD dilakukan dengan metode ELISA dengan cara mengisikan larutan buffer diisikan 100 ul pada lubang A1 dan B1, serum referens 1 diisi 50 ul pada lubang C1 dan D1, serum referens 2 diisikan 50 ul pada lubang E1 dan F1, serum referens 3 diisikan 50 ul pada lubang G1 dan H1, serum sampel diisi 50 ul pada A2-H2-A12-H12, antigen diisikan 50ul pada semua lubang, kecuali A1 dan B1. Mikro plate ditutup, dishaker dan diinkubasikan selama 1 jam pada suhu ruang (20 – 25°) kemudian dicuci dengan PBS sebanyak 6 kali, minimal 200ul per lubang. Konjugat diisikan 100ul pada semua lubang, mikroplate ditutup dan diinkubasikan selama 1 jam pada suhu ruang. Mikroplate dicuci dengan PBS sebanyak 6 kali minimal 200 ul per lubang. Substrat diisikan pada semua well sebanyak 100ul, diinkubasikan selama 15 menit pada suhu ruang. Reaksi dihentikan dengan stop solution pada semua lubang sebanyak 100ul, setelah 15 menit terlihat adanya perubahan warna. Hasil

(4)

dibaca dengan ELISA Reader dengan panjang gelombang 450 nm dan dihitung dengan rumus:

Corrected OD 450 test sampel PI = 100 --- x 100%

OD max

PI = >/50% (Positif); PI = < 50% (Negatif), OD 450A1 dan B1 <0.150, OD max (C1 dan D1) >1.000, Serum referens 2 >50%, Serum referens 3 >50%

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan laporan Dinas Pertanian Kabupaten Penajam Paser Utara telah terjadi kematian sapi sebanyak 4 ekor sapi dewasa, dan seekor anak sapi dan keguguran 4 ekor sapi bunting pada awal Maret di Desa Petung. Kasus kemudian meluas ke Desa Girimukti yang menyebabkan kematian 2 ekor sapi dewasa dan seekor anak sapi. Gejala penyakit adalah demam, diare, keringat darah, dan kematian setelah 2 hari sakit. Populasi sapi di Desa Petung berjumlah 800 total angka kesakitan mencapai 20%.

Seekor anak sapi umur 9 bulan yang berasal dari Desa Petung yang sakit dengan gejala demam, lemah perbesaran limpoglandula prescapularis dan femoralis telah dinekropsi hasilnya ditemukan adanya ulser pada pangkal lidah, perbesaran dan pendarahan limpa, perdarahan pada mukosa ileum dan medulla ginjal. Hasil pemeriksaan histopatologinya pada limpa ditemukan adanya hemoragi, nekrosis limpoid folikel, dan proliferasi sel-sel limporetikuler, hati; infiltrasi sel-sel limporetikuler dan sel radang di daerah portal, ginjal; nephritis. Perubahan patologis ini mengarah pada infeksi penyakit JD. Hasil pemeriksaan terhadap sampel limpa sapi ini dengan metode PCR positif penyakit JD.

Sedangkan dari 3 ekor sapi yang berasal dari Girimukti menunjukkan gejala klinis demam, anoreksia diare darah, dan keringat darah selama 2 – 7 hari. Hasil nekropsinya ditemukan hemoragik pada jantung dan usus, dan empysema paru-paru. Hasil pemeriksaan patologi pada limpa ditemukan adanya hemoragi, nekrosis limpoid folikel, dan proliferasi sel-sel limporetikuler, hati; infiltrasi sel-sel limporetikuler dan sel radang di daerah portal, ginjal; nephritis. Perubahan patologis

Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium

Jenis sampel Metode pengujian Jumlah Hasil Keterangan Serum ELISA JD 11 2 (+), 9 ( - ) Positif antibodi JD

Western Imunoblotting JD 9 1 (+), 8 ( - ) Positif antibodi JD

ELISA BVD 62 34 ( + ), 28 ( - ) Positif antibodi BVD

Whole Blood PCR 5 5 (+) Positif JD

Hematologi 72 anemia

leukopenia

eosinopenia

trombositopenia

Organ PCR 1 1 ( + ) Positif JD

Histopatologi 4 limpa: hemoragi,

nekrosis limphoid folikel

Mengarah ke JD

hati: infiltrasi sel-sel limporetikuler dan sel radang di daerah

portal

(5)

ini mengarah pada penyakit JD hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan PCR dari 5 buah darah yang positif penyakit JD.

Pemeriksaan serologis dengan metode

western immunoblotting dari 9 sampel yang

berasal dari Desa petung yang diambil pada tangga 9 April diperoleh 1 serum positif antibodi JD. Hasil pemeriksaan ELISA terhadap 11 sampel diperoleh satu sampel positif antibodi JD. Sedangkan hasil pemeriksaan antibodi BVD dengan ELISA terhadap 47 sampel diperoleh positif 28 sampel negatif 19 sampel. Uji ELISA BVD ini diulangi satu bulan lagi, hasilnya dari sepuluh sampel yang yang semula 3 positif tetap 3 ekor yang positif ditemukan antibodi terhadap BVD. Hasil analisa hematologi ditemukan anemia, eosinopenia, leukopenia, dan trombositopenia. Hasil pengujian ELISA terhadap 16 sampel yang berasal dari Desa Girimukti positif 8 buah dan negatif 8 buah. Hasil analisa hematologinya ditemukan anemia, eosinopena leukopenia dan trombositopenia.

Hasil pemeriksaan ELISA tidak diperoleh adanya antibodi. Hal ini disebabkan oleh munculnya antibodi terbentuk setelah dua bulan infeksi. Pada waktu pemeriksaan yakni saat terjadinya kasus belum terbentuk antibodi sehingga hasil pemeriksaannya juga negatif. Hasil ELISA JD ini juga menunjukkan bahwa kemungkinan infeksi JD sudah terjadi dua bulan yang lalu, walaupun secara klinis tidak kelihatan gejala penyakit. Kasus penyakit JD kemungkinan sudah menginfeksi di Petung sejak tahun 2004 yang lalu. Akibatnya sifat penyakit JD tidak bersifat ganas lagi (angka mortalitas tinggi) pada suatu daerah yang sudah terkena.

Selain terinfeksi penyakit JD sapi sudah juga terinveksi BVD. Hal ini berdasarkan hasil pengujian ELISA yang ditemukan antibodi terhadap BVD (70%). Ada kemungkinan bahwa sapi sudah terinfeksi BVD secara sub klinis, sifat BVD yang immmunosupresif bisa menyebabkan rentan terhadap infeksi JD. Ketika terkena penyakit jembrana yang sifatnya akut maka gejala BVD juga muncul menyebabkan secara klinis juga nampak gejala penyakit tersebut. Dugaan BVD ini dengan dasar bahwa setelah dilakukan pemeriksaan serologis secara seri dua kali dengan interval 1 bulan tetap ditemukan titer antibodi BVD.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan sejarah epidemiologi penyakit, gejala klinis, dan pemeriksaaan laboratorium maka diketahui sapi Bali terinfeksi virus Jembrana dan BVD. Kasus JD yang terjadi tidak ganas karena di Petung sudah pernah terinfesi penyakit. Kasus BVD yang terjadi tidak secara klinis muncul akan tetapi bisa berbahaya ketika kondisi turun dan bisa menjadi klinis. Penyakit JD yang terjadi juga bersifat akut maka kejadian dari lapangan adalah penyakit yang sudah bercampur.

Penyakit JD merupakan penyakit yang berakibat kematian bagi sapi Bali yang bersifat immunosupresif akan membuka peluang terjadinya penyakit lain seperti BVD, sehinga berakibat lebih buruk bagi ternak.

Hewan yang terinfeksi JD maupun BVD diobati dengan antibiotik dan elektrolit. Pada daerah wabah perlu dilakukan isolasi, pembatasan lalu lintas ternak, dan penyemprotan insektisida. Untuk mencegah JD dengan vaksinasi pada daerah yang terancam selama 3 tahun berturut-turut.

DAFTAR PUSTAKA

ADIWINATA, R.T. 1967. Some Informative Notes on A Rinderpest-like Disease on the Island of Bali. Folia Veterinaria Elveka 2: 1 – 6.

ANONIMUS. 2006. Peta Penyakit Hewan Di Kalimantan Tahun 2005. Balai Penyidikan Dan Pengujian Veteriner Regional V Banjarbaru.

BAKER, J.C. 1987. Bovine Viral Diarrheae Virus: A Review. J. Am. Vet. Med. Assoc. 190: 1449 – 1458.

DHARMA, D.M.N., A. BUDIANTONO, R.S.F. CAMPBELL and P.W. LADDDS. 1991. Studies on Experemintal Jembrana Disease In Bali Cattle III. Pathology J. Comp. Pathol. 105: 397 – 414.

DHARMA, D.M.N., P.W. LADDS, G.F. WILCOX, and R.S.F. CAMPBELL. 1994. Immunopathology of Experimental Jembrana Disease in Bali Cattle.Vet. Imunopathol. 44: 31 – 44.

HARTANINGSIH, N., G.F. WILCOX, G. KERTAYADNYA and M. ASTAWA. 1994. Antibody Response to Jembrana Disease Virus in Bali Cattle. Vet.

(6)

HARTANINGSIH, N. 2004. Laporan Hasil Penyidikan Penyakit Sapi di Kalimantan Timur. Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional VI Denpasar.

KERTAYADNYA, G., G.F. WILCOX, S. SOEHARSONO, N. HARTANINGSIH, R.J. COELEN, R.D. COOK, M.E. COLLINS and J.I. BROWNLIE. 1993. Characteristics of A Retrovirus Associated With Jembrana Disease in Bali Cattle. J. Gen

Biol.

PUTRA, A.A., D.M.N. DHARMA dan J. KALIANDA. 1994 Laporan Penyidikan Survei Seroepedemiologi Penyakit Jembrana di Kab. Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

SOESANTO, M., S. SOEHARSONO, A. BUDIANTONO, K. SULISTYANA, M. TENAYA and G.E. WILCOX. 1990. Studies On Experemintal Jembrana Disesae In Bali Cattle.II. Clinical Sign And Haematological Changes. J. Comp. Pathol., 103: 61 – 71.

RESSANG, A.A. 1987. Penyakit Viral Pada Hewan. Cetakan I. Universitas Indonesia Press. hlm. 54 – 70.

WILCOX, G.E., G. KERTAYADNYA, N. HARTANINGSIH, D.M.N. DHARMA, S. SOEHARSONO and T. ROBERTSON. 1992. Evidence For Viral Aethology of Jembrana Disease in Bali Cattle.

Referensi

Dokumen terkait

Memahami dan menganalisa dari konsep andragogik Dalam membentuk manusia dewasa seutuhnya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Anderson menyimpulkan, tujuh ciri

Hal ini disebabkan perbandingan penggunaan konsentrasi hormon tumbuh yang sudah sesuai, sehingga perlakuan hormon BAP dan giberelin yang diperlakukan bisa mempengaruhi

Gambar 4.9 merupakan gambar keseluruhan dari perlakuan (buah mengkudu muda, buah mengkudu tua, daun mengkudu muda, daun mengkudu tua) terlihat bahwa daya hambat yang

Putusan tersebut menyatakan Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“ dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana adalah bertentangan dengan

sector publik, namun juga pada sektor swasta seperti perbankan. Perbuatan secara melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai, direksi, komisaris, pemegang saham, dan/atau

Rakyat Indonesia akan ikut emosi karena Asian Games 2018 sebentar lagi dihelat, tapi Anies dan Sandi sebagai tuan rumah tidak becus dalam mempersiapkan segala hal untuk

Biomekanika merupakan ilmu yang memfokuskan pada teknik gerak, sehingga sangat logis bila para guru pendidikan jasmani harus menggunakan prinsip-prinsip biomekanika

Hal ini dilakukan karena apabila EMD dilakukan pada level yang lebih tinggi maka sinyal EKG yang dihasilkan menjadi datar, sehingga tidak terlihat perbedaan