• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Model Konseptual Pengukuran Kinerja Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perancangan Model Konseptual Pengukuran Kinerja Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

Perancangan Model Konseptual

Pengukuran Kinerja Penyelarasan

Pendidikan dengan Dunia Kerja

Program Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

Direktorat Jendral Pendidikan Non Formal dan Informal

Kementerian Pendidikan Nasional

2010

(2)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja i

KATA PENGANTAR

Berkaitan dengan visi dan misi Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing, Kementerian Pendidikan Nasional telah melakukan berbagai upaya untuk memberikan jaminan pendidikan yang bermutu melalui pengembangan standar nasional pendidikan sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta relevan dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Namun berbagai upaya tersebut ditengarai masih belum mencapai hasil yang optimal karena masih banyak lulusan dari berbagai jenjang pendidikan yang belum terserap dalam dunia kerja atau mampu berwirausaha. Hal ini menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam Kabinet Indonesia Bersatu II dan diwujudkan dengan penyusunan program penguatan relevansi antara pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja untuk mendukung pembangunan ekonomi. Secara konkrit program ini diimplementasikan melalui Program Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja, dengan menitikberatkan pada pembentukan lulusan yang selaras dengan kebutuhan dunia kerja dan memiliki jiwa serta kemampuan berwirausaha.

Untuk meningkatkan keselarasan antara pendidikan dengan dunia kerja, diperlukan adanya suatu model dan sistem pengukuran kinerja penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja yang dapat memberikan ukuran kinerja penyelarasan di seluruh wilayah Indonesia, di semua sektor, dan untuk seluruh level pendidikan. Model dan sistem pengukuran kinerja tersebut dapat digunakan untuk mengukur tingkat keselarasan pendidikan dengan dunia kerja saat ini. Ukuran kinerja penyelarasan tersebut dapat dijadikan sebagai pijakan dalam penetapan target keselarasan di masa mendatang dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengukur efektivitas upaya – upaya penyelarasan yang dilakukan.

Dalam laporan ini akan dipaparkan hasil perancangan model konseptual pengukuran kinerja penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja. Model konseptual ini akan menjadi dasar bagi proses perancangan selanjutnya yang meliputi perancangan model fungsional, model teknis, dan instrumen pengukuran.

Akhir kata, Tim Peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam perancangan model konseptual ini. Semoga model ini dapat digunakan secara optimal untuk proses perancangan selanjutnya.

(3)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja ii

EXECUTIVE SUMMARY

Kebutuhan akan adanya suatu ukuran kinerja penyelarasan dirasa semakin mendesak dewasa ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini semua pihak telah banyak berupaya untuk meningkatkan kesesuaian antara lulusan pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja, baik dalam hal kompetensi, jumlah, maupun lokasi. Namun demikian, sampai saat ini masalah ketidakselarasan antara lulusan dengan dunia kerja masih terus didengungkan dan fakta tentang meningkatnya angka pengangguran masih tetap merupakan permasalahan yang belum terselesaikan. Benarkah upaya yang telah dilakukan selama ini tidak berdampak sama sekali pada peningkatan keselarasan antara lulusan pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja ? Pertanyaan tersebut sangatlah sulit untuk dijawab tanpa adanya ukuran yang jelas, valid, dan akurat.

Untuk mengukur tingkat keselarasan pendidikan dengan dunia kerja saat ini dan untuk mengukur capaian upaya – upaya penyelarasan yang telah dilakukan, untuk menetapkan target keselarasan yang ingin dicapai di masa mendatang, serta untuk mengevaluasi keefektifan upaya – upaya peningkatan keselarasan selanjutnya, sangat perlu dikembangkan suatu ukuran kinerja penyelarasan antara pendidikan dengan dunia kerja. Di sisi pendidikan, ukuran kinerja penyelarasan tersebut akan dapat dipergunakan untuk mengukur keselarasan di semua bidang keahlian, untuk semua tingkatan pendidikan, dan untuk seluruh wilayah Indonesia. Di sisi dunia kerja, ukuran kinerja tersebut akan dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat pemenuhan kebutuhan dunia kerja di semua sektor, dari berbagai tingkatan pendidikan, dan untuk seluruh wilayah Indonesia. Dengan tersedianya ukuran kinerja penyelarasan tersebut akan dapat diketahui akar permasalahan penyebab pengangguran, bidang keahlian maupun sektor kerja yang sangat prospek maupun yang akan mengalami penurunan di masa mendatang, tingkat pendidikan yang paling besar berkontribusi terhadap tingkat pengangguran, serta keefektifan upaya-upaya peningkatan keselarasan.

Laporan ini memaparkan penyusunan konsep penyelarasan, kondisi riil interaksi permintaan dari dunia kerja dan pasokan dari dunia pendidikan, serta proses perancangan model Alignment Index (AI) dan Fulfilment Index (FI) yang diperlukan untuk mengukur kondisi keselarasan pendidikan dengan dunia kerja. Model AI dan FI inilah yang nantinya akan menjadi ukuran kinerja penyelarasan yang merepresentasikan dimensi kompetensi atau kualitas, jumlah atau kuantitas, lokasi, dan waktu.

Agar dapat dipergunakan secara praktis secara nasional, model konseptual yang dipaparkan dalam laporan ini perlu ditindaklanjuti dengan perancangan model fungsional dan perancangan model teknis yang mampu menjabarkan model konseptual tersebut dalam setiap jenis dan tingkatan pendidikan. Selanjutnya perlu dikembangkan instrumen yang dapat dipergunakan sebagai alat pengumpulan data. Seluruh model dan instrumen yang dikembangkan perlu diujicobakan dalam beberapa situasi untuk mengetahui keakuratan dan kemampu-terapan model dan instrumen tersebut.

(4)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja iii

DAFTAR ISI

1. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Permasalahan... 5 1.3 Tujuan ... 6

1.4 Ruang Lingkup Kajian ... 6

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Definisi Penyelarasan Menurut Literatur ... 7

2.2 Model Konsep Penyelarasan ... 7

2.2.1 Model Sisi Permintaan Tenaga Kerja ... 10

2.2.2 Model Sisi Penawaran Lulusan ... 12

2.3 Pengukuran Kinerja ... 15

2.4 Penelitian dan Kajian Terdahulu ... 16

3. MODEL KONSEPTUAL ... 19

3.1 Identifikasi Kondisi Eksisting Supply Side ... 19

3.2 Identifikasi Kondisi Eksisting Demand side ... 21

3.2.1 Gambaran Lapangan Pekerjaan yang Diserap oleh Lulusan... 21

3.2.2 Sektor Ekonomi Menurut Lapangan Usaha ... 23

3.3 Model Kombinasi Kondisi Supply dan Demand ... 24

3.4 Identifikasi Definisi Penyelarasan dan Dimensi Penyelarasan ... 31

3.5 Identifikasi Variabel dan Parameter Model ... 33

3.6 Model Konseptual ... 35

4. TINDAK LANJUT ... 40

(5)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja iv

5.1 Kesimpulan ... 43 5.2 Saran ... 44

(6)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Konsep Penyelarasan ... 8

Gambar 2.2 Model Sisi Permintaan ... 11

Gambar 2.3 Model Sisi Penawaran ... 12

Gambar 2.4 Mekanisme Koordinasi Antar Pemangku Kepentingan ... 14

Gambar 3.1 Lulusan Lembaga Pendidikan Menurut Status ... 19

Gambar 3.2 Klasifikasi Penduduk dan Tenaga Kerja Menurut BPS ... 20

Gambar 3.3 Lapangan Pekerjaan yang Diserap oleh Lulusan ... 22

Gambar 3.4 Kondisi Demand Lebih Kecil dari Supply (1.1) ... 25

Gambar 3.5 Kondisi Demand Lebih Kecil dari Supply (1.2) ... 26

Gambar 3.6 Kondisi Demand Lebih Kecil dari Supply (1.3) ... 26

Gambar 3.7 Kondisi Demand Lebih Besar dari Supply (2.1) ... 27

Gambar 3.8 Kondisi Demand Lebih Besar dari Supply (2.2) ... 28

Gambar 3.9 Kondisi Demand Lebih Besar dari Supply (2.3) ... 28

Gambar 3.10 Kondisi Demand sama dengan Supply (3.1) ... 29

Gambar 3.11 Kondisi Demand sama dengan Supply (3.2) ... 30

Gambar 3.12 Kondisi Demand sama dengan Supply (3.3) ... 30

Gambar 3.13 Model Konseptual Alignment Index (AI) ... 36

(7)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 1

BAB I

PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan pendidikan erat kaitannya dengan kondisi tenaga kerja di Indonesia. Pendidikan terakhir yang ditamatkan akan menentukan kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh setiap tenaga kerja. Dalam setiap tahun, hampir selalu terjadi kondisi dimana jumlah angkatan kerja melebihi jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Hal ini tentunya memicu terjadinya pengangguran, baik pengangguran terdidik atau tak terdidik. Pengangguran yang terus meningkat dari tahun ke tahun dapat terjadi karena berbagai hal. Di satu sisi peningkatan angka pengangguran terjadi karena kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia. Pertumbuhan ekonomi yang dianggap mampu meningkatkan peluang kerja ternyata tidak mampu menyerap angkatan kerja yang semakin bertambah. Pertumbuhan ekonomi yang terjdi hanya didorong oleh peningkatan konsumsi bukan peningkatan investasi sehingga tidak mampu mendukung peningkatan peluang kerja di Indonesia.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi tidak disertai dengan perubahan struktur tenaga kerja yang berimbang. Sebagai contoh, sejak tahun 1995 pertumbuhan ekonomi paling pesat terjadi pada sektor industri, bukan lagi sektor pertanian. Pertumbuhan dengan pola seperti ini berlangsung selama periode 2001. Sementara itu, pola struktur penyerapan tenaga kerja selama periode 1995-2001 tidak mengalami perubahan. Dalam hal ini, economic turning point tercapai lebih dulu dibanding labor turning point. Pada periode tersebut penyerapan sektor pertanian tetap yang paling tinggi padahal dengan pola struktur pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama periode tersebut, sektor industri seharusnya mempunyai daya serap yang lebih tinggi dibanding sektor pertanian. Hal tersebut memungkinkan terjadinya eksploitasi sumber daya di ektor primer atau pertanian sehingga sektor ini dipaksa untuk menyerap tenaga kerja melebihi

(8)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 2

kemampuannya dalam berkontribusi terhadap Product Domestic Bruto (PDB). Informasi tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan struktur pangsa produksi yang tidak disertai oleh terjadinya perubahan struktur pangsa penyerapan tenaga kerja secara proporsional dan mengakibatkan penumpukan tenaga kerja pada sektor tertentu.

Ketidakseimbangan struktur tenaga kerja dengan struktur pertumbuhan ekonomi dapat dipicu oleh ketidaksesuaian kualitas dan kompetensi tenaga kerja dengan kebutuhan dunia kerja sehingga sebagian pencari kerja harus bekerja pada bidang yang tidak sesuai dengan keahliannya. Perusahaan seringkali mengeluhkan kompetensi tenaga kerja. Dunia pendidikan dinilai kurang responsif dalam menanggapi perubahan pasar kerja sehingga menyebabkan kualitas lulusan yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja (underqualified).

Secara umum telah terjadi perbaikan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia, yang dibuktikan dengan semakin besarnya komposisi penduduk dengan pendidikan setara pendidikan menengah ke atas dan semakin berkurangnya komposisi penduduk dengan tingkat pendidikan sekolah dasar. Namun masalahnya adalah perbaikan kualitas sumberdaya manusia tersebut tidak diikuti oleh adanya kemampuan dari pemerintah Indonesia untuk menciptakan kesempatan kerja sesuai dengan kualifikasi sumber daya yang ada. Hal ini selanjutnya ditengarai akan menimbulkan permasalahan yaitu ketidaksesuaian antara output dunia pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja.

Pada tahun 2008 pengangguran terbuka yang dihasilkan lulusan SMK sebesar 17,26% dari jumlah angkatan kerjanya. Kemudian disusul lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) 14,31%, lulusan universitas 12,59%, lulusan diploma 11,21%, lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) 9,39%, dan Sekolah Dasar (SD) ke bawah 4,57% (Tim Penyelaras, 2010). Data tersebut menunjukkan bahwa lulusan SMK, SMA, dan universitas banyak yang tidak terserap dan menjadi pengangguran padahal termasuk dalam kategori tenaga kerja terdidik dan terlatih.

Ketidakmampuan lulusan pendidikan memenuhi permintaan dunia kerja menunjukkan terjadinya gap antara dunia pendidikan (supply side) dengan dunia kerja (demand side) dan mengarah pada masalah pengangguran. Terjadinya gap

(9)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 3

ini disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah pendidikan di masing-masing daerah tidak sesuai dengan karakteristik setiap daerah sehingga potensi daerah terbengkalai. Penyerapan tenaga kerja di daerah akan tinggi apabila pendidikan di masing-masing daerah disesuaikan dengan karakteristik daerahnya, seperti Bali yang potensi daerahnya adalah di bidang pariwisata, maka fokus pembangunan kompetensi lulusannya seharusnya berbasis pariwisata. Dalam hal ini, sektor unggulan daerah dianggap sebagai sektor yang mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak. Selain itu, terjadinya gap disebabkan oleh kurang adanya kerja sama antara supply side dengan demand side. Selama ini, kurikulum pendidikan dianggap kurang berorientasi pada permintaan pasar sehingga kurikulum pendidikan kurang mendukung kompetensi lulusan yang dibutuhkan. Untuk itu diperlukan sebuah konsep penyelarasan yang terintegrasi. Penyelarasan yang dimaksudkan adalah penyesuaian antara output yang dihasilkan dunia pendidikan dengan kebutuhan yang diharapkan oleh dunia kerja. Penyelarasan yang dilakukan meliputi dimensi kuantitas, kualitas, lokasi, dan waktu. Tingkat kebutuhan di setiap lokasi baik di pasar dalam negeri ataupun luar negeri setiap tahunnya berbeda-beda baik seberapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan dan jenis kompetensi seperti apa yang dibutuhkan.

Pada tahun 2010 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan lima belas Program Pilihan Presiden bagi seluruh kementrian, lembaga dan departemen. Salah satunya adalah meningkatkan kualitas relevansi antara kualitas pendidikan terhadap dunia kerja, baik di jenjang pendidikan menengah umum maupun kejuruan, hingga di perguruan tinggi (Kompas, 2010). Presiden menunjuk Kemendiknas sebagai koordinator dalam menjalankan program pilihan ini. Selanjutnya, Menteri Pendidikan Nasional, Muhammad Nuh, mengintegrasikan program pilihan tersebut dengan program kerja 100 hari Kementrian Pendidikan Nasional (Sidiknas, 2010). Dalam hal pendidikan, pemerintah pusat ataupun daerah berkomitmen mengarahkan bidang pendidikan untuk dapat membentuk kemampuan menciptakan lapangan kerja, kemampuan kewirausahaan, dan menjawab tantangan kebutuhan pasar kerja. Untuk itu penyelarasan yang meliputi dimensi kuantitas, kualitas, lokasi, dan waktu akan sangat dibutuhkan dalam hal ini.

(10)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 4

Spekulasi tentang penyebab tingginya angka pengangguran selama ini terus berkembang dan selalu dikaitkan dengan dunia pendidikan selaku pencetak lulusan yang akan menjadi angkatan kerja. Untuk itulah dibutuhkan sebuah metode pengukuran yang tidak hanya mengukur seberapa besar daya serap setiap sektor atau seberapa besar lulusan terserap di dunia kerja, namun metode pengukuran yang lebih komprehensif yang hasilnya dapat menjawab beberapa pertanyaan terkait dengan penyebab terjadinya peningkatan pengangguran selama ini, apakah karena jumlah lapangan yang tersedia tidak mencukupi atau karena lulusan yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja, atau kombinasi diantara keduanya. Selain itu, metode pengukuran yang komprehensif ini juga harus dapat mengakomodasi isu penyelarasan yang dianggap mampu mengatasi masalah penggangguran yang terjadi. Dalam program penyelarasan yang dimaksudkan adalah penyelarasan dari supply side dan demand side. Penyelarasan dari supply side merupakan upaya penyesuaian lulusan yang dihasilkan oleh dunia pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja yang direpresentasikan melalui tingkat penyerapan tenaga kerja. sedangkan penyelarasan dari demand side direpresentasikan melalui tingkat pemenuhan permintaan dunia kerja.

Selama ini, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan perhitungan jumlah angkatan kerja dan pengangguran melalui Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Tingkat penyerapan tenaga kerja diukur melalui indikator Angka Partisipasi Angkatan Kerja (APAK). Perhitungan APAK hanya dilakukan berdasarkan jumlah angkatan kerja yang terserap di dunia kerja dan tidak mempertimbangkan apakah angkatan kerja tersebut bekerja pada pekerjaan yang sesuai dengan bidang kompetensi, level pendidikan, level gaji, dan lain-lain. Hasil perhitungan APAK tidak dapat menunjukkan tingkat penyerapan di setiap tahunnya karena perhitungan APAK dilakukan secara akumulatif atau agregat sehingga tidak dapat memberikan informasi yang akurat tentang perubahan yang terjadi di setiap tahunnya. Indikator lainnya yang digunakan untuk mengetahui kondisi angkatan kerja adalah indikator rata-rata waktu tunggu dan rata-rata gaji pertama. Indikator rata-rata waktu tunggu merepresentasikan seberapa lama lulusan yang menjadi angkatan kerja menunggu hingga mendapatkan pekerjaan

(11)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 5

pertama. Indikator ini hanya memberikan informasi terkait dengan kemampuan lulusan terserap di dunia kerja dan kemampuan daya serap sektor lapangan kerja. Indikator lainnya yang digunakan adalah rata-rata gaji pertama. Indikator ini dapat memberikan informasi apakah lulusan yang menjadi angkatan kerja mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan level pendidikannya sehingga gaji yang diperoleh juga berimbang atau sebaliknya.

Keberadaan indikator-indikator tersebut hanya merepresentasikan kondisi yang terkait dengan angkatan kerja dan pengangguran secara parsial. Tidak mampu membuktikan apakah pengangguran terjadi akibat kurangnya lapangan kerja, atau ketidaksesuaian kualitas lulusan dengan kebutuhan dunia kerja, atau kombinasi diantara keduanya. Untuk itu dibutuhkan indikator yang mampu memberikan jawaban atas permasalahan di atas. Berdasarkan definisi penyelarasan dan kekurangan-kekurangan yang ada pada setiap indikator tersebut maka dalam penelitian ini akan dihasilkan indikator yang selanjutnya disebut dengan Alignment Index (AI) dan Fulfillment Index (FI). Kedua indikator ini dapat menjawab beberapa permasalahan terkait dengan penyebab terjadinya peningkatan pengangguran selama ini sehingga nantinya dapat diambil langkah-langkah yang dapat mendukung terciptanya penyelarasan dunia pendidikan (supply side) dengan dunia kerja (demand side).

1.2

Permasalahan

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam kajian ini adalah bagaimana merancang model konseptual pengukuran kinerja penyelarasan yang dapat mengukur seberapa besar tingkat penyerapan lulusan di dunia kerja melalui

Alignment Index (AI) dan tingkat pemenuhan permintaan dunia kerja melalui Fulfillment Index (FI) berdasarkan empat dimensi penyelarasan yaitu dimensi

(12)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 6

1.3

Tujuan

Adapun tujuan dari kajian ini antara lain : 1. Membangun definisi penyelarasan.

2. Merancang model konseptual Alignment Index yang dapat mengukur kinerja penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja berdasarkan empat dimensi yaitu kuantitas, kualitas, lokasi, dan waktu.

1.4 Ruang Lingkup Kajian

Adapun batasan yang digunakan dalam kajian ini adalah model konseptual yang dirancang dalam kajian ini adalah model konseptual Alignment Index, sedangkan model konseptual Fulfillment Index akan dirancang dan

(13)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penyelarasan Menurut Literatur

Robst (2007) mendefinisikan selaras (match) sebagai kesesuaian pendidikan atau bidang studi yang dimiliki oleh pekerja dengan pekerjaan yang dijalani sekarang. Lebih lanjut Robst (2007) menjelaskan lulusan perguruan tinggi dapat bekerja dengan kondisi yaitu kompetensi yang dimiliki sesuai atau tidak dengan bidang pekerjaannya. Kondisi dimana pekerjaan agak berhubungan dengan bidang kompetensi pekerja dapat disebut dengan partially mismatched dan kondisi dimana pekerjaan sama sekali tidak berhubungan dengan bidangnya disebut dengan completely mismatched. Sedangkan Sloane dalam Robst (2006) menyebutkan bahwa pekerja yang termasuk dalam kategori mismatched adalah mereka yang level pendidikannya sesuai tapi jenis pendidikannya tidak sesuai dengan pekerjaannya. Dalam hal ini pendidikan mempunyai peranan penting dalam menentukan jenis pekerjaan yang diinginkan. Apabila pekerjaan yang dimiliki tidak sesuai dengan kompetensi bidang studi pendidikannya maka dapat dikatakan tidak ada penyelarasan antara pekerjaan dengan kompetensi pekerjanya.

2.2 Model Konsep Penyelarasan

Prioritas pembangunan pendidikan diarahkan demi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang didukung penyelarasan antara ketersediaan tenaga pendidik dengan kemampuan menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan dan menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja. Untuk mewujudkannya diperlukan sebuah model konsep penyelarasan agar lebih mudah memahami konsep penyelarasan yang akan dilakukan. Konsep penyelarasan mengisyaratkan adanya kebutuhan koordinasi yang baik antara pihak penyedia lulusan pendidikan dengan pihak yang membutuhkan tenaga lulusan. Analisis kebutuhan dunia kerja yang

(14)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 8

meliputi kualitas/kompetensi dan kuantitas pada lokasi dan waktu yang berbeda merupakan informasi awal yang perlu disediakan dalam proses penyelarasan. Informasi kebutuhan dunia kerja yang akurat dan rencana pengembangan nasional di berbagai sektor diperlukan dalam reengineering sistem pendidikan pada setiap level dan bidang dalam menyediakan SDM sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.

Penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja dilakukan dengan menyesuaikan pola pasokan/pendidikan dengan permintaan dari dunia kerja. Kondisi permintaan akan bervariasi berdasarkan sektor bidang kerja pada beberapa sektor lapangan kerja dan akan mengendalikan sistem pendidikan di sisi pasokan. Sistem pendidikan yang termasuk didalamnya pelatihan perlu didisain sedemikian rupa sehingga mampu menjawab kebutuhan permintaan berdasarkan empat dimensi yang sama. Sehingga perlu dilakukan deployment untuk merancang sistem pendidikan yang berkualitas baik dari sisi sarana prasarana, pendidik dan sistem pembelajarannya. Ketiga aspek yang perlu didisain ulang tersebut dilakukan pada setiap level pendidikan pada pendidikan formal dan setiap jenis pelatihan serta aktivitas pendidikan lainnya.

Berikut model konsep penyelarasan yang digunakan sebagai acuan untuk merancang model pengukuran kinerja penyelarasan:

Gambar 2.1 Model Konsep Penyelarasan (Sumber : Tim Penyelaras, 2010)

Berdasarkan model konsep penyelarasan di atas, penyelarasan dapat didefinisikan sebagai upaya penyesuaian pendidikan sebagai pemasok sumber daya manusia (supply side) dengan dunia kerja yang memiliki kebutuhan dan

(15)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 9

tuntutan yang dinamis (demand side). Penyelarasan perlu dilakukan pada setiap level bidang pendidikan dengan memperhatikan kebutuhan dunia kerja. Penyelarasan dapat dicapai melalui efektivitas fungsi dari ketiga elemen utama yaitu dunia kerja pada sisi permintaan (demand side), pendidikan sebagai pemasok tenaga kerja dan wirausaha (supply side), serta koordinasi lintas departemen dan institusi terkait.

Dalam Kerangka Kerja Konsep Penyelarsan Pendidikan dengan Dunia Kerja (Tim Penyelaras, 2010), pengembangan kerangka kerja penyelarasan pendidikan harus memperhatikan tiga komponen utama yaitu sisi permintaan (demand side), sisi pasokan (supply side), dan mekanisme penyelarasan. Dalam merumuskan program penyelarasan yang bersifat komprehensif dibutuhkan gambaran ke depan dari beberapa dimensi yang relevan. Berdasarkan kerangka konsep penyelarasan di atas, ada empat dimensi yang akan diselaraskan yaitu:

1) Dimensi kuantitas

Proyeksi kebutuhan ke depan terhadap jumlah tenaga kerja perlu dilakukan agar dunia pendidikan dapat memenuhi kebutuhan dunia kerja.

2) Dimensi kualitas/kompetensi

Proyeksi kebutuhan ke depan terhadap kompetensi yang dibutuhkan dari dunia kerja perlu dilakukan sehingga dunia pendidikan dapat menyesuaikan kompetensi lulusannya dengan kebutuhan yang diharapkan oleh dunia kerja. Informasi peramalan tersebut akan memberikan gambaran tentang berbagai jenis kompetensi yang yang dibutuhkan.

3) Dimensi lokasi

Proyeksi kebutuhan tenaga kerja baik jumlah maupun kompetensi pada setiap lokasi di Indonesia sangat diperlukan dan harus mengacu pada karakteristik khusus dan potensi yang dimiliki oleh lokasi atau daerah tersebut sehingga dapat memenuhi kebutuhan industri di daerah dan sekitarnya.

(16)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 10

4) Dimensi waktu

Kebutuhan tenaga kerja baik jumlah maupun jenis kompetensi akan berbeda-beda setiap waktu sehingga harus dilakukan peramalan untuk tiap tahunnya.

Informasi rencana pengembangan diperlukan sebagai dasar peramalan ke depan. Pertimbangan rencana pembangunan daerah dalam program penyelarasan diharapkan dapat mengurangi terjadinya disparitas dalam hal aksesibilitas dan mampu mendayagunakan potensi yang ada di daerah. Dimensi lokasi akan mendukung peningkatan serapan tenaga kerja di tingkat kabupaten/kota melalui tambahan kompetensi dan keahlian sekolah yang mempertimbangkan keunggulan daerahnya. Dalam Studi Potensi Industri SMK yang dilakukan Direktorat Pembinaan SMK (2009) disebutkan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan memanfaatkan potensi produk lokal. Setiap daerah di Indonesia mempunyai sektor unggulan yang berbeda-beda sesuai dengan potensi yang dimiliki. Sektor unggulan dapat diidentifikasi melalui kontribusi PDRB terhadap pembentukan PDB. Kabupaten/kota yang mempunyai tren positif dalam proyeksi PDRB untuk sektor ekonomi tertentu dan share sektornya mengalami peningkatan maka di kabupaten/kota terkait menunjukkan adanya kebutuhan tenaga kerja yang cukup besar di sektor tersebut. Hal ini menjadi peluang bagi SMK sebagai salah satu jenjang pendidikan menengah untuk mengisi kesempatan kerja di sektor tersebut.

2.2.1 Model Sisi Permintaan Tenaga Kerja

Model permintaan yang didesain dalam model konsep penyelarasan harus mampu menghasilkan informasi kebutuhan tenaga kerja dan peluang usaha di pasar kerja dan juga dapat memberikan gambaran fungsi dan peran yang seharusnya diberikan oleh Kemenakertrans dan semua Kementerian yang membina berbagai sektor kegiatan ekonomi antara lain sektor manufaktur dan pengolahan, sektor pertanian (pertanian, perkebunan, perikanan dan kehutanan), sektor telekomunikasi, sektor perdagangan, sektor perhubungan, sektor pekerjaan umum/jasa konstruksi dan sektor keuangan dan jasa lainnya. Secara lebih jelas

(17)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 11

kerangka kebutuhan informasi di sisi permintaan dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Model Sisi Permintaan (Sumber : Tim Penyelaras, 2010)

Berdasarkan Kerangka Kerja Model Penyelarasan Pendidikan dan Dunia SMK (Tim Penyelaras, 2010), pemetaan potensi lapangan kerja dan peluang usaha dapat dilakukan dengan melakukan pemetaan, baik kondisi saat ini maupun kondisi yang akan datang berdasarkan sejumlah dimensi yang relevan. Terdapat empat dimensi utama yang perlu diperhatikan dalam pemetaan yaitu kuantitas, kualitas (kompetensi), lokasi dan waktu. Ketepatan dalam mendefinisikan kebutuhan pada sisi permintaan dalam empat dimensi tersebut sangat menentukan ketepatan dalam membangun sistem pendidikan nasional yang dapat dilakukan oleh lintas Kementerian Negara maupun pihak swasta. Informasi terkait dengan dimensi kualitas/kompetensi akan memberikan gambaran tentang berbagai jenis kompetensi yang diperlukan dan seberapa tinggi level kompetensi tersebut. Setiap sektor memerlukan profil tenaga kerja yang bervariasi baik berdasarkan jenis maupun tingkat kompetensinya serta jumlah yang dibutuhkan. Karakteristik kebutuhan atas profil tenaga kerja serta trend berdasarkan waktu juga bisa bervariasi untuk setiap lokasi wilayah di Indonesia maupun di luar negeri. Oleh karena itu, pemetaan yang komprehensif tersebut menjadi sangat penting untuk dilakuan.

(18)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 12 2.2.2 Model Sisi Penawaran Lulusan

Dalam Kerangka Kerja Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja (Tim Penyelaras, 2010) disebutkan bahwa pendekatan market-driven dalam upaya penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja, memberikan konsekuensi bahwa sisi pasokan atau pendidikan harus berusaha merespon dinamika kebutuhan dunia kerja. Berikut gambaran model sisi penawaran :

Gambar 2.3 Model Sisi Penawaran (Sumber : Tim Penyelaras, 2010)

Kebutuhan dunia kerja seperti digambarkan pada model sebelumnya merupakan informasi yang harus diakomodasikan dalam sistem pendidikan nasional baik melalui pendidikan formal, informal maupun nonformal dalam bentuk pendidikan berjenjang (umum, kejuruan dan spesialisasi) dan bentuk pelatihan. Sehingga informasi kebutuhan dari sisi permintaan selanjutnya dapat menjadi acuan untuk pihak penyedia pendidikan.

Model pasokan harus menggambarkan interaksi antar aktivitas input-proses-output yang dikehendaki serta fungsi dan peran dari pemangku kepentingan berada pada sisi pasokan. Selain itu, informasi yang ada perlu direspon dengan baik oleh dunia pendidikan dalam empat dimensi yang sama guna merencanakan dan menetapkan kurikulum serta kebijakan pembangunan pendidikan, seperti : penyediaan sarana pra sarana, peningkatan kompetensi guru atau dosen dalam mendidik siswa atau mahasiswa, dan sistem pembelajaran atau kurikulum yang berlaku harus didasarkan pada kebutuhan penyelarasan dengan dunia kerja.

(19)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 13

Dalam Kerangka Kerja Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja (Tim Penyelaras, 2010), informasi dari hasil pemetaan dunia kerja adalah berupa karakteristik kebutuhan lapangan kerja dan peluang usaha yang digambarkan dengan kebutuhan empat dimensi pada setiap sektor dunia kerja. Berangkat dari kebutuhan saat ini dan yang akan datang kemudian dilakukan analisis kebutuhan terhadap sejumlah fasilitas yang diperlukan untuk mengurangi kesenjangan antara kebutuhan dan kemampuan pasok sistem pendidikan saat ini dan di masa mendatang. Beberapa fasilitas yang sangat penting untuk menunjang dihasilkannya SDM atau calon angkatan kerja dan wirausaha yang andal adalah ketersediaan sarana/prasarana yang memadai, guru dan pendidik yang berkualitas dalam jumlah yang cukup serta model pembelajaran yang mampu membangun kompetensi dan jumlah lulusan sesuai yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Pemerataan pendidikan secara nasional juga sangat penting untuk dilakukan, untuk itu pemetaan dan analisis juga dilakukan berdasarkan ketersediaan berbasis lokasi di Indonesia.

Berdasarkan hasil pemetaan dan analisis kesenjangan, proses deployment perlu dilanjutkan untuk melihat apakah setiap level dan jenis pendidikan yang diselenggarakan selama ini sudah memiliki sistem yang mampu menghasilkan berbagai kebutuhan yang meliputi kualitas/kompetensi dan kuantitas/jumlah serta terdistribusi merata di setiap lokasi di Indonesia. Di samping itu juga untuk melihat apakah telah memiliki rencana pengembangan untuk pemenuhan kebutuhan di masa mendatang. Informasi ini kemudian menjadi awal rencana perbaikan sistem pendidikan nasional.

2.2.3 Mekanisme Penyelarasan

Dalam Kerangka Kerja Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja (Tim Penyelaras, 2010) disebutkan bahwa penyelarasan akan efektif jika terjadi koordinasi dan sinergi antar berbagai kementerian dan institusi yang terkait baik pada sisi pasokan maupun sisi permintaan. Untuk mempertegas arah program penyelarasan, maka perlu dirumuskan dan disepakati bersama ukuran yang digunakan untuk mencerminkan tingkat penyelarasan. Hal ini penting karena dengan adanya ukuran atau indikator yang menjadi acuan pengembangan, maka

(20)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 14

program penyelarasan yang disusun akan mengarah pada pencapaian target atas indikator yang ditetapkan dan dievaluasi secara periodik. Oleh karena itu, perlu didesain sebuah sistem pengukuran kinerja penyelarasan yang mampu memberikan guidance dalam proses penyelarasan dengan indikator yang terukur yaitu nilai Indeks Penyelarasan (Alignment Index).

Mengingat program penyelarasan ini adalah bersifat nasional dan merupakan tanggung jawab bersama, maka supaya lebih efektif dan efisien perlu ditentukan fungsi dan peran dari setiap pemangku kepentingan. Berikut adalah mekanisme koordinasi antar pemangku kepentingan dalam membantu pelaksanaan konsep penyelarasan:

Gambar 2.4 Mekanisme Koordinasi Antar Pemangku Kepentingan (Sumber : Tim Penyelaras, 2010)

Pada sisi pasokan, institusi pemerintah penyelenggara pendidikan dan pelatihan akan bertanggung jawab dalam mendefinisikan aktivitas dan program terkait dengan pendidikan. Pihak-pihak yang banyak berperan di sisi pasokan adalah Kemendiknas, Kementerian Agama dan kementerian lain yang karena tujuan khusus perlu menyelenggarakan jenis pendidikan atau pelatihan yang spesifik untuk ruang lingkup tertentu. Pada sisi permintaan yang merupakan sumber informasi penting tentang kebutuhan dunia kerja, harus mampu menjamin ketersediaan informasi tersebut. Karakteristik kebutuhan setiap sektor bersifat

Pemerintah Pusat dan Daerah Masyarakat Umum (User)

(21)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 15

spesifik terhadap empat dimensi pemetaan, untuk itu perlu ditentukan penanggung jawab dari setiap sektor yaitu Kementerian yang membawahi masing-masing sektor. Selanjutnya pemetaan dilakukan oleh setiap penanggung jawab sektor dan harus berkomitmen melakukan update terhadap perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dengan berjalannya waktu pada setiap dimensi yang diperhatikan.

2.3 Pengukuran Kinerja

Brumbrach dalam Armstrong (2000) mendefinisikan performance atau kinerja sebagai perilaku dan hasil. Untuk dapat mengatur kinerja baik tim atau individual maka harus mempertimbangkan kedua hal input dan output yaitu perilaku dan hasil. Proses mengatur kinerja dimulai dengan mendefinisikan harapan ke depan dalam bentuk target, standar, dan kemampuan yang dibutuhkan dengan tidak mengabaikan kondisi sekarang. Untuk dapat mengetahui pencapaian kinerja dibutuhkan pengukuran. Menurut Yohan dalam Novita (2008), di Indonesia istilah kinerja atau performansi diartikan sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Kemudian performansi dapat diartikan juga sebagai suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara nyata dapat tercermin keluaran yang dihasilkan. Performansi merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Armstrong dan Baron dalam Armstrong (2000) mendefinisikan pengukuran sebagai sebuah konsep yang penting dalam manajemen performansi. Pengukuran merupakan dasar untuk mempersiapkan dan menghasilkan umpan balik (feed back). Pengukuran mampu mengidentifikasi kapan sesuatu hal dikatakan baik dan tidak baik sehingga tindakan korektif dapat dilakukan. Pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan (Bacal, 1999). Pengertian tersebut sejalan dengan pengertian pengukuran kinerja yang

(22)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 16

didefinisikan oleh Anthony, Banker, Kaplan, dan Young yaitu kegiatan mengukur performansi sebuah aktivitas atau segenap value chain.

Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalianm (Bacal, 1999). Hope dalam Armstrong (2000) menyebutkan bahwa dalam proses pengukuran biasanya terjadi permasalahan seperti terlalu banyak ukuran yang digunakan, ukuran tidak berhubungan dengan strategi, ukuran yang digunakan bersifat bisa, dan lain-lain. Untuk itu diperlukan ukuran atau indikator yang sesuai dalam pengukuran kinerja. Indikator kinerja merupakan ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.

2.4 Penelitian dan Kajian Terdahulu

Beberapa penelitian terkait dengan konsep link and match dan upaya penyelarasan telah banyak dilakukan Direktorat Pembinaan SMK. Direktorat Pembinaan SMK melakukan penelitian terkait Studi Potensi Industri di SMK (2009) dan Studi Pasar Kerja Indonesia dan Sekitarnya untuk Lulusan SMK (2008). Dalam Studi Potensi Industri di SMK (2009) dijelaskan mengenai pemetaan sektor unggulan untuk setiap kabupaten/kota berdasarkan PDRB dan identifikasi bidang keahlian SMK untuk mengetahui apakah sudah sesuai dengan sektor unggulan yang dipetakan, dan melakukan proyeksi pertumbuhan sektor unggulan dan penyerapan lulusan SMK di kabupaten/kota yang bersangkutan. Penentuan sektor unggulan dilakukan dengan menggunakan metode Location

Quotien (LQ), dengan cara membandingkan peranannya di dalam perekonomian

daerah yang bersangkutan terhadap peranan kegiatan sejenis dalam perekonomian regional (tingkatan daerah di atasnya) atau nasional. Dalam Studi Pasar Kerja Indonesia dan Sekitarnya untuk Lulusan SMK (2008) dijelaskan mengenai struktur pasar kerja nasional dan internasional serta mengidentifikasi pengaruh kondisi makroekonomi terhadap keterserapan tenaga kerja lulusan SMK. Kedua studi di atas menerapkan kerangka kerja penyelarasan secara parsial. Keempat

(23)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 17

dimensi penyelarasan yang terdiri dari kuantitas, kualitas, lokasi, dan waktu tidak digunakan secara keseluruhan dan bersamaan. Selain itu, kedua studi di atas hanya melakukan pemetaan dalam rangka penyelarasan tetapi tidak melakukan pengukuran terhadap kinerja penyelarasan.

Studi lainnya yang dilakukan oleh Direktorat Pembinaan SMK (2008) adalah Strategic Paper Pengembangan Industri Manufaktur Berbasis SMK. Studi ini menggambarkan bahwa sektor manufaktur adalah sektor yang potensial dan strategis sehingga diupayakan penguasaan teknologi bagi lulusan SMK untuk menjadi tenaga yang handal dalam sektor ini. Berdasarkan pemetaan kondisi SMK saat ini selanjutnya dibuat strategi pengembangan industri manufaktur berbasis SMK yang mempunyai skala prioritas yang berbeda-beda.

Menurut Joesoef dan Muawanah dkk (2007) dalam studinya terdapat pengaruh kualitas lulusan SMK terhadap pasar tenaga kerja. Kualitas lulusan SMK dilihat dari dua indikator yaitu rerata Nilai Ujian Nasional (NUN) dan tingkat kelulusan. Selain itu, studi ini juga meneliti apakah ada pengaruh pasar tenaga kerja yang dibentuk oleh lulusan SMK terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Dalam studi ini tidak dijelaskan bagaimana cara untuk meningkatkan kualitas lulusan SMK agar dapat memenuhi kebutuhan dunia kerja sehingga memberikan pengaruh kepada pertumbuhan ekonomi regional.

Robst (2007) mempertimbangkan hubungan antara college major (bidang studi di perguruan tinggi) dengan pekerjaan yang dimiliki oleh lulusan Perguruan Tinggi (PT). Robst (2007) menggunakan regresi untuk mengetahui probabilitas terjadinya mismatched pada lulusan PT dan menguji apakah ketidaksesuaian pendidikan lebih sering terjadi pada pekerja yang bidang studinya menyediakan

general skill dan jarang terjadi pada jurusan yang menyediakan occupation spesific skill. Selain itu, Robst (2007) juga menguji apakah pekerja yang

pekerjaanya tidak sesuai dengan bidang studinya akan mendapat gaji yang lebih rendah dibanding pekerja yang sesuai dengan bidang studinya.

Masih banyak penelitian terkait dengan upaya penyelarasan dunia pendidikan dengan dunia kerja baik yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan oleh berbagai pihak. Selama ini, belum ada penelitian yang

(24)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 18

menghasilkan sebuah metrik yang dapat mengukur seberapa besar kinerja penyelarasan yang dicapai oleh dunia pendidikan dengan dunia kerja. Oleh karena itu pada kajian ini, dilakukan kajian terkait dengan perancangan model pengukuran kinerja penyelarasan. Model yang dirancang disebut dengan model

Alignment Index (AI). AI dihitung dari seberapa besar lulusan yang dihasilkan

dunia pendidikan terserap di dunia kerja dengan kondisi selaras menurut empat dimensi penyelarasan yaitu dimensi kuantitas, kualitas/kompetensi, lokasi, dan waktu. Program penyelarasan merupakan program yang bersifat menyeluruh dari sisi pasokan hingga sisi pemintaan. Dalam kajian ini, model pegukuran kinerja penyelarasan akan diarahkan untuk lebih mengakomodasi kondisi sisi pasokan selaku pemasok tenaga kerja.

(25)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 19

BAB III

MODEL KONSEPTUAL

3. MODEL KONSEPTUAL

3.1 Identifikasi Kondisi Eksisting Supply Side

Pada sub bab ini akan diidentifikasi kondisi salah satu elemen penyelarasan yaitu supply side. Supply side diwakili oleh dunia pendidikan sebagai pemasok sumber daya manusia. Dalam kajian ini, dunia pendidikan yang dimaksudkan adalah pendidikan SMK. Untuk memudahkan perancangan model pengukuran kinerja penyelarasan maka terlebih dahulu digambarkan kondisi eksisting salah satu elemen penyelarasan ini.

Pada bagian ini akan dipaparkan gambaran mengenai lulusan lembaga pendidikan yang terbagi ke dalam beberapa status. Berikut adalah model konseptual yang menggambarkan kondisi tersebut.

Gambar 3.1 Lulusan Lembaga Pendidikan Menurut Status

Bekerja di tempat yang sesuai di lokasi yang sesuai

Bekerja di tempat yang sesuai di luar lokasi

Bekerja di tempat yang tidak sesuai di lokasi yang sesuai

Bekerja di tempat yang tidak sesuai di luar lokasi

Wirausaha 1 tahun kemudian 2 tahun kemudian 3 tahun kemudian 4 tahun kemudian SUPPLY

Bukan Angkatan Kerja (BAK) Pengangguran Terbuka Tidak bekerja 0 tahun u Lulusan tahun ke-t 1 2 3 4 5 7 7.1 7.2 Setengah Pengangguran 6

(26)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 20

Gambar di atas memberikan ilustrasi kondisi lulusan lembaga pendidikan berdasarkan statusnya. Dalam hal ini digambarkan beberapa alternatif kondisi yaitu lulusan bisa langsung mendapatkan pekerjaan di tahun yang sama dengan kelulusannya atau beberapa tahun setelah kelulusannya. Kondisi pekerjaannya pun bervariasi yaitu lulusan bisa bekerja di tempat yang sesuai atau tidak sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Lulusan bisa saja bekerja di daerah asalnya atau mendapat pekerjaan di luar daerah. Hal ini dapat terjadi karena beberapa kemungkinan seperti keterbatasan kesempatan kerja di daerah asalnya sehingga memaksa mereka untuk mencari pekerjaan di daerah lain baik di dalam negeri ataupun luar negeri. Selain bekerja, kondisi lain yang teridentifikasi dari gambar di atas adalah tidak bekerja yang terdiri dari Bukan Angkatan Kerja (BAK). Kondisi ini mengacu pada klasifikasi penduduk dan tenaga kerja yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai berikut.

Gambar 3.2 Klasifikasi Penduduk dan Tenaga Kerja Menurut BPS (Sumber : BPS, 2010)

Penduduk dipandang dari sisi ketenagakerjaan merupakan supply bagi pasar tenaga kerja di suatu negara namun tidak semua penduduk dikatakan sebagai tenaga kerja karena hanya penduduk yang berusia kerja yang bisa menawarkan tenaganya di pasar kerja. Tenaga kerja atau manpower adalah seluruh penduduk dalam usia kerja yaitu berusia 15 tahun atau lebih (Data statistik, 2010). Berdasarkan gambar di atas, penduduk usia kerja dibagi menjadi dua golongan yaitu:

Penduduk Usia Kerja (PUK)

Angkatan Kerja

(Economically Active)

Bukan Angkatan Kerja

(Not Economically Active)

Sekolah Ibu Rumah

Tangga Pensiun Lain-lain

Bekerja (Employed) Setengah Menganggur (Under Employed) Bekerja Penuh (Fully Employed) Setengah Menganggur Kentara Setengah Menganggur Tidak Kentara

Mencari Pekerjaan / Menganggur

(27)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 21

1. Angkatan Kerja (AK) adalah penduduk usia kerja yang aktif bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan.

2. Bukan Angkatan Kerja (BAK) adalah penduduk usia kerja yang masih bersekolah, menjadi ibu rumah tangga, menjadi pensiunan dan lain-lain (Data statistik, 2010).

Angkatan kerja yang bekerja terdiri dari bekerja penuh (fully employed) dan setengah menganggur (under employed). Setengah menganggur merupakan bagian angkatan kerja yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu). Di dalam angkatan kerja terdapat pengangguran terbuka yaitu:

1) mereka yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah penah berkerja),

2) mereka yang sedang mempersiapkan suatu usaha,

3) mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan

4) mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (Data statistik, 2010).

3.2 Identifikasi Kondisi Eksisting Demand side

Konsep penyelarasan mengisyaratkan adanya kebutuhan koordinasi yang baik antara pihak penyedia lulusan pendidikan dengan pihak yang membutuhkan tenaga lulusan yang selanjutnya disebut dengan demand side.

3.2.1 Gambaran Lapangan Pekerjaan yang Diserap oleh Lulusan

Demand side yang diwakili oleh dunia usaha dan dunia kerja dalam hal ini

sering disoroti terkait dengan kemampuannya dalam menyediakan kesempatan kerja. Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia masih lebih bersifat excess supply

labour market, oleh karena itu perlu melihat ke depan tentang trend kesempatan

kerja, yang dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi karena tersedianya lapangan kerja dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan ekonomi yaitu setiap pertumbuhan ekonomi 1% akan memicu terserapnya kurang lebih 400.000 orang tenaga kerja

(28)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 22

(Tarumingkeng, dkk., 2004). Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu maka harus ada kegiatan atau aktivitas ekonomi seperti adanya investasi baik yang berasal dari dalam negeri maupun asing, majunya perdagangan luar negeri baik ekspor maupun impor, dan lain-lain. Hal ini pula yang mempengaruhi struktur lapangan kerja. Semakin banyak investasi di sebuah sektor, maka akan semakin banyak pula perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor tersebut. Sektor-sektor tertentu yang menghasilkan Product Domestic Bruto (PDB) tinggi seharusnya mampu menyediakan kesempatan kerja yang tinggi sehingga daya serap sektor tersebut seimbang dengan kontribusinya ke PDB.

Pada bagian ini akan dipaparkan gambaran mengenai kondisi eksisting

demand side yang diwakili oleh lapangan pekerjaan yang akan diserap oleh

lulusan yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Berikut gambaran lapangan pekerjaan yang diserap oleh lulusan.

Gambar 3.3 Lapangan Pekerjaan yang Diserap oleh Lulusan

Gambar di atas memberikan ilustrasi kondisi lapangan pekerjaan pada tahun ke-t yang diserap oleh lulusan dari dunia pendidikan dari tahun ke-t atau lulusan tahun-tahun sebelumnya. Lulusan yang mengisi pekerjaannya pun beragam, bisa lulusan yang levelnya ssesuai dengan permintaan dunia kerja ataupun sebaliknya. Selain itu, Gambar di atas juga menggambarkan bahwa lapangan pekerjaan di suatu daerah dapat diserap oleh lulusan dari daerah yang sama ataupun dari luar daerah. Gambaran kondisi eksisting demand side ini akan

Diisi oleh lulusan (tahun tertentu) yang sesuai kompetensinya dan lokal

Diisi oleh lulusan (tahun tertentu) yang tidak sesuai kompetensinya dan lokal

Diisi oleh lulusan (tahun tertentu) ttidak sesuai kompetensinya dan non-lokal

Diisi oleh lulusan yang levelnya tidak sama (tahun tertentu) dan lokal

Diserap oleh lulusan yang levelnya tidak sama (tahun tertentu) dan non-lokal Diisi oleh lulusan (tahun tertentu) yang

sesuai kompetensinya dan non-lokal

DEMAND Lapangan kerja tahun ke-t 1 2 3 4 5 6

(29)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 23

digabungkan dengan gambaran kondisi supply side membentuk sebuah model konseptual pengukuran kinerja penyelarasan.

3.2.2 Sektor Ekonomi Menurut Lapangan Usaha

Menurut definisi BPS (2009), lapangan usaha adalah bidang kegiatan usaha di berbagai sektor ekonomi yang terkait dengan produksi barang ataupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Informasi kebutuhan tenaga kerja dan peluang usaha di pasar kerja dapat diperoleh dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) dan semua Kementerian yang membina berbagai sektor kegiatan ekonomi. Berdasarkan klasifikasi yang dilakukan BPS terdapat sembilan sektor yang menjadi lapangan usaha yang disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.1 Sektor Ekonomi Menurut Lapangan Usaha

SEKTOR SUB SEKTOR

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

Tanaman Bahan Makanan, Tanaman Perkebunan, Peternakan, Kehutanan, Perikanan.

2. Pertambangan dan Penggalian Pertambangan Minyak dan Gas Bumi,

Pertambangan Bukan Migas, Penggalian.

3. Industri Pengolahan

a. Industri Migas (Pengilangan Miyak Bumi dan LNG)

b. Industri Bukan Migas (Industri Makanan, Minuman dan Tembakau; Industri Tekstil, Barang dari Kulit dan Alas Kaki; Industri Kayu dan Produk Lainnya, Industri Produk Kertas dan Percetakan; Industri Produk Pupuk, Kimia dan Karet; Industri Produk Semen dan Penggalian Bukan Logam; Industri Logam Dasar Besi dan Baja; Industri Peralatan, Mesin dan PerlengkapanTransportasi; Produk Industri Pengolahan Lainnya.

4. Listrik, Gas dan Air Bersih Listrik, Gas, Air Bersih.

5. Konstruksi Konstruksi.

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran

Perdagangan Besar dan Eceran, Hotel, dan Restoran.

(30)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 24

Tabel 3.2 Sektor Ekonomi Menurut Lapangan Usaha (Lanjutan)

SEKTOR SUB SEKTOR

7. Pengangkutan & Komunikasi

a. Pengangkutan (Angkutan Rel; Angkutan Laut; Angkutan Sungai; Danau, dan Penyebrangan; Angkatan Udara; dan Jasa Penunjang Angkutan).

b. Komunikasi

8. Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan

Bank, Lembaga Keuangan Tanpa Bank, Jasa Penunjang Keuangan, Real Estat, Jasa Perusahaan.

9. Jasa-jasa

a. Pemerintahan Umum (Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan; Jasa Pemerintahan Lainnya

b. Swasta (Jasa Sosial Kemasyarakatan, Jasa Hiburan dan Rekreasi, Jasa Perorangan dan Rumah tangga

Sumber : BPS, 2009.

3.3 Model Kombinasi Kondisi Supply dan Demand

Jumlah permintaan tenaga kerja (demand) oleh dunia kerja tidak selalu berimbang dengan jumlah penawaran tenaga kerjanya (supply). Jumlah permintaan kerja bisa lebih besar/lebih kecil/sama dengan jumlah penawaran tenaga kerja. Beberapa kondisi supply dan demand dapat dikombinasikan sehingga menghasilkan alternatif-alternatif kondisi.

Pengkombinasian dilakukan untuk memperoleh gambaran terkait dengan kondisi supply dan demand tenaga kerja yang terjadi di lapangan sehingga mempermudah perancangan model konseptual dan matematis nantinya. Untuk lebih mempermudah pendefinisian tersebut, berikut digambarkan alternatif kondisi supply dan demand dalam beberapa kondisi :

1. Kondisi demand lebih kecil dari supply (D < S)

Kondisi 1 ini dapat dikembangkan ke dalam beberapa alternatif kondisi berikut ini.

(31)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 25

1.1 Kondisi tidak semua demand terpenuhi dan tidak semua supply terserap dapat digambarkan seperti berikut.

Gambar 3.4 Kondisi Demand Lebih Kecil dari Supply (1.1)

Gambar di atas terbagi ke dalam tiga bagian yang masing-masing menggambarkan definisi yang berbeda yaitu :

a. Daerah I menggambarkan lulusan yang tidak tertampung atau tidak terserap di dunia kerja.

b. Daerah II menggambarkan demand atau kesempatan kerja yang tidak terpenuhi.

c. Daerah III merupakan daerah irisan yang mempunyai dua definisi. Dari segi supply, daerah III dapat didefinisikan sebagai lulusan yang terserap di dunia kerja. Sedangkan dari segi demand, daerah III didefinisikan sebagai demand atau kesempatan kerja yang terpenuhi. Gambar 3.4 menggambarkan bahwa jumlah lulusan yang ditawarkan lebih banyak daripada jumlah kebutuhan tenaga kerjanya sehingga mengakibatkan ada sebagian lulusan yang tidak terserap di dunia kerja. Selain itu, dari kesempatan kerja yang tersedia, tidak semua dapat dipenuhi. Hal ini bisa diakibatkan oleh adanya ketidaksesuaian antara kompetensi lulusan dengan jenis kompetensi yang dibutuhkan oleh pekerjaan.

Lulusan yang tidak tertampung

di dunia kerja

Demand yang tidak terpenuhi Lulusan yang terserap di dunia kerja Demand yang terpenuhi I III II

(32)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 26

1.2 Kondisi semua demand terpenuhi dan tidak semua supply terserap dapat digambarkan seperti berikut.

Gambar 3.5 Kondisi Demand Lebih Kecil dari Supply (1.2)

Gambar 3.5 menggambarkan bahwa jumlah lulusan yang ditawarkan lebih banyak daripada jumlah kebutuhan tenaga kerjanya sehingga mengakibatkan ada sebagian lulusan yang tidak terserap di dunia kerja. Sedangkan dari segi demand, semua kesempatan kerja yang tersedia dapat dipenuhi.

1.3 Kondisi semua demand tidak terpenuhi dan semua supply tidak terserap yang dapat digambarkan seperti berikut.

Gambar 3.6 Kondisi Demand Lebih Kecil dari Supply (1.3)

Kondisi di atas menggambarkan bahwa jumlah lulusan yang ditawarkan lebih banyak daripada jumlah kebutuhan tenaga kerjanya. Tidak adanya kesesuaian antara kompetensi yang dimiliki lulusan dengan jenis kompetensi yang dibutuhkan oleh pekerjaan yang tersedia dapat mengakibatkan semua

Lulusan yang tidak tertampung di dunia kerja Semua demand terpenuhi Lulusan yang terserap di dunia kerja Semua Lulusan tidak tertampung di dunia kerja

Semua demand tidak terpenuhi

(33)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 27

lulusan tidak ada yang terserap di dunia kerja dan tidak ada kesempatan kerja yang terpenuhi.

2. Kondisi demand lebih besar dari supply (D > S)

Kondisi 2 ini dapat dikembangkan ke dalam beberapa alternatif kondisi berikut ini.

2.1 Kondisi tidak semua demand terpenuhi dan tidak semua supply terserap yang disajikan dalam Gambar 3.7.

Gambar 3.7 menggambarkan bahwa jumlah permintaan tenaga kerja lebih banyak daripada jumlah lulusan yang ditawarkan. Meskipun kesempatan kerja lebih banyak tersedia dibanding lulusannya tetap saja ada sebagian lulusan yang tidak terserap di dunia kerja dan tidak semua demand dapat dipenuhi. Hal ini bisa diakibatkan oleh adanya ketidaksesuaian antara kompetensi lulusan dengan jenis kompetensi yang dibutuhkan oleh pekerjaan yang tersedia.

Gambar 3.7 Kondisi Demand Lebih Besar dari Supply (2.1)

2.2 Kondisi tidak semua demand terpenuhi dan semua supply terserap yang disajikan pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8 menggambarkan bahwa jumlah permintaan tenaga kerja lebih banyak daripada jumlah lulusannya sehingga semua lulusan mampu terserap di dunia kerja. Sedangkan dari segi demand, tidak semua kesempatan kerja yang tersedia dapat dipenuhi. Hal ini dapat terjadi karena pengembangan kompetensi lulusan tidak disesuaikan dengan perencanaan kebutuhan tenaga

Lulusan yang terserap di dunia kerja

Demand yang terpenuhi Lulusan yang

tidak tertampung di

(34)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 28

kerja sehingga terjadi ketimpangan antara permintaan tenaga kerja di sektor yang satu dengan sektor yang lainnya.

Gambar 3.8 Kondisi Demand Lebih Besar dari Supply (2.2)

2.3 Kondisi semua demand tidak terpenuhi dan semua supply tidak terserap yang dapat digambarkan seperti berikut.

Gambar 3.9 Kondisi Demand Lebih Besar dari Supply (2.3)

Kondisi di atas menggambarkan bahwa jumlah permintaan tenaga kerja lebih banyak daripada jumlah lulusannya. Namun tidak ada lulusan yang terserap dan demand tidak ada yang terpenuhi. Hal ini dapat diakibatkan oleh adanya kesenjangan kesesuaian antara kompetensi yang dimiliki lulusan dengan jenis kompetensi yang dibutuhkan oleh pekerjaan yang tersedia.

Semua Lulusan terserap di dunia kerja Demand yang tidak

terpenuhi

Demand yang terpenuhi

Semua lulusan tidak tertampung di dunia kerja

(35)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 29 3. Kondisi demand sama dengan supply (D = S)

Kondisi 3 ini dapat dikembangkan ke dalam beberapa alternatif kondisi berikut ini.

3.1 Kondisi tidak semua demand terpenuhi dan tidak semua supply terserap yang dapat digambarkan seperti berikut.

Gambar 3.10 Kondisi Demand sama dengan Supply (3.1)

Gambar 3.10 menggambarkan bahwa jumlah permintaan tenaga kerja sama dengan jumlah lulusan yang ditawarkan. Meskipun kesempatan kerja yang tersedia sama dengan jumlah lulusannya tetap saja ada sebagian lulusan yang tidak terserap di dunia kerja dan tidak semua demand dapat terpenuhi. Hal ini bisa diakibatkan oleh adanya ketidaksesuaian antara kompetensi lulusan dengan jenis kompetensi yang dibutuhkan oleh pekerjaan yang tersedia.

Demand yang tidak terpenuhi

Lulusan yang terserap di dunia

kerja

Demand yang terpenuhi Lulusan yang

tidak tertampung di dunia kerja

(36)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 30

3.2 Kondisi semua demand terpenuhi dan semua supply terserap yang dapat digambarkan seperti berikut.

Gambar 3.11 Kondisi Demand sama dengan Supply (3.2)

Kondisi di atas menggambarkan bahwa jumlah permintaan tenaga kerja sama dengan jumlah lulusan yang ditawarkan. Sedangkan dari segi demand, semua kesempatan kerja yang tersedia dapat dipenuhi. Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena pengembangan kompetensi lulusan telah disesuaikan dengan perencanaan kebutuhan tenaga kerja. Kondisi ini merupakan gambaran kondisi ideal karena semua lulusan yang dihasilkan dapat terserap dan semua

demand terpenuhi.

3.3 Kondisi semua demand tidak terpenuhi dan semua supply tidak terserap yang dapat digambarkan seperti berikut.

Gambar 3.12 Kondisi Demand sama dengan Supply (3.3)

Semua Lulusan terserap di dunia kerja

Semua demand terpenuhi

Semua lulusan tidak tertampung di

dunia kerja

(37)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 31

Gambar 3.12 menggambarkan bahwa jumlah permintaan tenaga kerja sama dengan jumlah lulusan yang ditawarkan. Namun tidak ada lulusan yang terserap di dunia kerja dan tidak ada demand yang terpenuhi. Hal ini dapat diakibatkan adanya kesenjangan kesesuaian antara kompetensi yang dimiliki lulusan dengan jenis kompetensi yang dibutuhkan oleh pekerjaan yang tersedia.

3.4 Identifikasi Definisi Penyelarasan dan Dimensi Penyelarasan

Beberapa kajian telah mendefinisikan penyelarasan menurut sudut pandang yang berbeda-beda. Dalam kajian ini dibutuhkan definisi penyelarasan yang komprehensif guna menjamin validitas dari model pengukuran kinerja penyelarasan yang dibuat. Seperti yang telah dijelaskan pada bab tinjauan pustaka, penyelarasan meliputi dua sisi yaitu sisi pasokan (supply side) dan sisi permintaan (demand side). Untuk itu, definisi penyelarasan yang dibangun harus megakomodasi dua sisi tersebut.

Robst (2005) menyebutkan bahwa selaras merupakan kesesuaian pendidikan atau bidang studi yang dimiliki oleh pekerja dengan pekerjaan yang dijalani sekarang. Dalam hal ini, definisi Robst tentang penyelarasan lebih mengakomodasi sisi pasokan karena penyelarasan dilakukan dari arah sisi pasokan ke sisi permintaan. Sementara itu, Sloane dalam Robst (2006) menyebutkan bahwa pekerja yang termasuk dalam kategori mismatched adalah mereka yang level pendidikannya sesuai tapi jenis pendidikannya tidak sesuai dengan pekerjaannya. Definisi ini menunjukkan bahwa penyelarasan bukan hanya upaya penyesuaian kompetensi tenaga kerja dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh pekerjaannya, tetapi juga mengikutsertakan penyesuaian level pendidikan dari tenaga kerja tersebut dengan kualifikasi level pendidikan yang dibutuhkan oleh pekerjaannya. Definisi Sloane terkait penyelarasan juga lebih mengakomodasi sisi pasokan.

Berdasarkan model konsep penyelarasan yang digunakan sebagai acuan untuk merancang model pengukuran kinerja penyelarasan, penyelarasan sejatinya bersifat dua arah yaitu penyelarasan dengan pendekatan dari sisi pasokan dan pendekatan dari sisi permintan. Dalam konsep penyelarasan, sisi pasokan yang

(38)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 32

diwakili oleh dunia pendidikan harus mampu menghasilkan lulusan yang jumlah dan kompetensinya sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. yang berbeda-beda untuk setiap daerah dan setiap waktu. Sehingga dalam penyelarasan ini tidak hanya dibutuhkan dimensi kuantitas dan kualitas, tetapi juga dibutuhkan dimensi lokasi dan waktu untuk lebih mneyempurnakan konsep penyelarasan. Dengan demikian definisi yang dibangun tentang penyelarasan dengan pendekatan dari sisi pasokan adalah seberapa besar lulusan yang dihasilkan oleh dunia pendidikan dapat terserap di dunia kerja dan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja di suatu daerah, baik secara kuantitas maupun kualitas pada periode waktu tertentu pula.

Sisi permintaan yang dalam hal ini diwakili oleh dunia kerja adalah penyedia lapangan kerja atau peluang usaha. Berdasarkan model konsep penyelarasan, apabila sisi pasokan saja yang berperan dalam menyesuaikan lulusan yang dihasilkan dengan kebutuhan dunia kerja tanpa diikuti dengan peran serta sisi permintaan, maka penyelarasan tersebut akan berjalan timpang. Untuk itulah dibutuhkan penyelarasan dengan pendekatan dari sisi permintaan yang dapat didefinisikan sebagai sebagai seberapa besar jumlah permintaan dapat dipenuhi oleh sisi pasokan dimana pemenuhan tersebut sesuai dengan kebutuhan dunia kerja baik kuantitas maupun kualitasnya di setiap daerah pada waktu tertentu.

Kondisi permintaan (demand side) akan bervariasi di semua sektor lapangan usaha (industri barang dan jasa). Untuk itu, dalam merumuskan program penyelarasan antara supply side dengan demand side yang bersifat komprehensif dibutuhkan gambaran ke depan dari beberapa dimensi yang relevan. Berdasarkan kerangka kerja penyelarasan dan definisi tentang penyelarasan yang telah dibangun di atas, maka ada empat dimensi yang dibutuhkan dalam penyelarasan yaitu :

a) Dimensi Kuantititas

Dimensi kuantitas akan memberikan gambaran tentang jumlah kebutuhan tenaga kerja yang diminta oleh dunia kerja yang juga merepresentasikan jumlah lulusan yang terserap sebagai tenaga kerja di dunia usaha dan dunia kerja.

(39)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 33

b) Dimensi Kualitas

Dimensi kualitas atau kompetensi akan memberikan gambaran tentang berbagai jenis kompetensi yang diperlukan untuk sebuah jabatan atau posisi di pekerjaan yang dimiliki. Dimensi ini akan menjawab apakah lulusan bekerja sesuai dengan bidangnya atau tidak.

c) Dimensi Lokasi

Dimensi lokasi akan memberikan gambaran bahwa setiap daerah mempunyai karakteristik dan potensi daerah yang berbeda sehingga kebutuhan terhadap tenaga kerja baik jumlah maupun jenis kompetensinya akan berbeda pula di setiap level.

d) Dimensi Waktu

Dimensi ini akan memberikan gambaran kebutuhan tenaga kerja baik jumlah maupun jenis kompetensi yang berbeda-beda setiap waktu.

3.5 Identifikasi Variabel dan Parameter Model

Model merupakan suatu abstraksi dari dunia nyata yang disederhanakan sehingga hanya variabel dan parameter yang penting saja muncul dalam strukturnya. Sebelum merancang model konseptual terlebih dahulu diidentifikasikan dan didefinisikan variabel dan parameter dari model yang akan dibuat. Variabel adalah sekumpulan data atau informasi dengan karakteristik yang sama, yang hendak diamati perubahannya. Adapun variabel yang digunakan dalam model pengukuran kinerja penyelarasan ini sebagai berikut.

1. Angkatan Kerja (AK) merupakan jumlah siswa yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan SMK pada berbagai program studi keahlian yang ada dan memutuskan (mempunyai niat dan usaha) untuk mencari kerja, tidak melanjutkan sekolah dan tidak menjadi ibu rumah tangga. Dalam istilah statistik BPS, AK selanjutnya disebut dengan Economically Active (EA). 2. Bukan Angkatan Kerja (BAK) merupakan jumlah siswa yang telah

(40)

©Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 34

dan memutuskan untuk melanjutkan sekolah atau pendidikan ke jenjang pendidikan tertentu atau menjadi ibu rumah tangga. Dalam istilah statistik BPS, BAK selanjutnya disebut dengan Not Economically Active (NEA). 3. Lulusan yang bekerja sebagai karyawan merupakan jumlah dari lulusan

yang menjadi tenaga kerja di berbagai sektor ekonomi, baik yang bekerja penuh (fully employed) maupun setengah pengangguran (under employed), baik yang bekerja pada orang lain atau instansi/kantor/perusahaan dengan menerima upah/gaji baik berupa uang/barang. Selanjutnya lulusan yang bekerja sebagai karyawan disebut dengan Employee (E).

4. Lulusan yang berwirausaha merupakan jumlah dari lulusan yang berusaha/bekerja atas resiko sendiri yang dalam usahanya mempekerjakan pekerja ataupun tidak. Selanjutnya lulusan SMK yang berwirausaha disebut dengan Entrepreneur (ER).

5. Lulusan yang belum bekerja merupakan bagian dari angkatan kerja yaitu jumlah dari lulusan yang memutuskan untuk mencari kerja tapi belum mendapatkan pekerjaan/sedang mencari pekerjaan baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah pernah bekerja atau yang sedang mempersiapkan suatu usaha. Dalam istilah statistik BPS. angkatan kerja yang belum bekerja selanjutnya disebut dengan pengangguran atau Unemployment (U).

Total lulusan yang dihasilkan pada suatu periode tertentu merupakan hasil penjumlahan dari lulusan yang menjadi angkatan kerja dan lulusan yang menjadi bukan angkatan kerja. Total lulusan yang menjadi angkatan kerja merupakan hasil penjumlahan dari lulusan yang bekerja dan lulusan yang belum bekerja. Sedangkan total lulusan yang yang bekerja (Working) merupakan penjumlahan dari lulusan yang bekerja sebagai karyawan dan berwirausaha.

Gambar

Gambar 2.1 Model Konsep Penyelarasan  (Sumber : Tim Penyelaras, 2010)
Gambar 2.2 Model Sisi Permintaan  (Sumber : Tim Penyelaras, 2010)
Gambar 2.3 Model Sisi Penawaran   (Sumber : Tim Penyelaras, 2010)
Gambar 2.4 Mekanisme Koordinasi Antar Pemangku Kepentingan   (Sumber : Tim Penyelaras, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kemasan yang digunakan mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia berdasarkan pada : Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor

Dalam riset ini, analisis kebutuhan telah mengacu pada: (1) SMK wajib mempersiapkan siswa dengan kompetensi yang relevan untuk mengisi kebutuhan calon tenaga kerja di dunia kerja

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan

Dalam scenario baseline, petumbuhan PDB ril diperkirakan ~5% YoY antara 2018-2030, jumlah lapangan kerja tambahan di tahun 2030 diperkirakan sekitar 22 juta dengan

Kemasan yang digunakan mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia berdasarkan: Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor

dan aplikasi tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa Telah dibanguns ebuah aplikasi sistem pendukung keputusan untuk mengolah sebuah data yang dirancang

Kami  telah  menjelaskan  secara  detail  pada  pada  Bab  3.2,  bahwa,  meskipun  KPS 

Studi kali ini akan mempelajari karakterisasi reservoir batupasir Duri “B2” di lapangan RantauBais bagian utara, yang meliputi studi tentang fasies pengendapan, stratigrafi