• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI PULAU TERNATE FADILA TAMNGE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI PULAU TERNATE FADILA TAMNGE"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG

PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI PULAU TERNATE

FADILA TAMNGE

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

(2)

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG

PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI PULAU TERNATE

FADILA TAMNGE

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

(3)

RINGKASAN

FADILA TAMNGE. Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe Habitat di Pulau Ternate. Dibimbing Oleh YENI ARYATI MULYANI dan ANI MARDIASTUTI.

Pulau Ternate yang tercatat sebagai kawasan Endemic Bird Area (EBA) dengan nomor ID 171 (Chan et al. 2004) memiliki beberapa tipe habitat diantaranya hutan pantai, mangrove, hutan primer, kebun campuran tua, danau, permukiman, dan Ruang Terbuka Hijau yang dapat dikembangkan sebagai kantong-kantong atau habitat burung. Ketersediaan tipe habitat yang beraneka ragam akan mempengaruhi tinggi rendahnya keanekaragaman jenis burung yang ada pada suatu lokasi. Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) mendeskripsikan habitat burung, (2) mengidentifikasi keanekaragaman jenis burung, dan (3) mengidentifikasi komposisi guild burung. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan data atau informasi sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam pengembangan Kota Ternate.

Penelitian dilaksanakan pada lima tipe habitat (kebun campuran tua, hutan pantai, danau, permukiman, dan Ruang Terbuka Hijau) di Pulau Ternate pada bulan Januari-Februari 2012. Kondisi vegetasi dan habitat digambarkan menggunakan data kualitatif yang dikumpulkan secara langsung, pengumpulan data burung menggunakan metode IPA, dan pengelompokkan guild merujuk pada Faaborg (1988) dan Coates dan Bishop (1997). Analisis data profil habitat dan guild dilakukan secara deskriptif, sedangkan analisis keanekaragaman jenis burung menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dan indeks kesamaan komunitas burung.

Tercatat 51 jenis burung dari 17 suku yang ditemukan di Pulau Ternate. Terdapat 11 jenis burung yang tidak ditemukan serta 22 jenis baru jika dibandingkan dengan hasil Widodo et al. (2011). Keanekaragaman jenis burung tertinggi ditemukan di habitat danau, sedangkan habitat RTH merupakan habitat dengan keanekaragaman jenis burung terendah. Habitat dengan nilai H’ tertinggi yaitu habitat danau (H’=2,56) sedangkan yang terendah yaitu habitat RTH (H’=0,89). Habitat dengan nilai E tertinggi yaitu permukiman (E=0,76), sedangkan yang terendah yaitu habitat RTH (E=0,43). Habitat dengan kesamaan komunitas burung tertinggi adalah permukiman dan RTH (IS=0,54) yang dipengaruhi oleh keberadaan jenis vegetasi dan kesamaan karakteristik habitat. Guild tertinggi berdasarkan jumlah jenis dan individu burung yaitu dari kelompok pemakan serangga sedangkan guild dengan jumlah jenis dan individu burung terendah yaitu dari kelompok grup burung lain. Ada beberapa kebijakan dalam pengelolaan yang dapat diimplementasikan, yaitu (1) mempertahankan habitat bagi berbagai jenis burung, (2) penanaman jenis-jenis vegetasi yang digemari oleh burung, (3) monitoring berkala, dan (4) pengembangan kegiatan berbasis lingkungan hidup.

(4)

ABSTRACT

FADILA TAMNGE. Birds Diversity at Several Habitat in Ternate Island. Under Supervision of YENI ARYATI MULYANI and ANI MARDIASTUTI.

Ternate Island is a small island that has not been studied intensively for it bird community. The objectives of this research were (1) to describe the habitat of birds, (2) to examine bird diversity, and (3) to examine guild composition. The research was conducted at five habitats (mix planting, coastal forest, lake area, residential area, and open spaces (OS)) in January- February 2012. A descriptive analysis was used to describe the habitat profile and guild, whilst bird diversity was analyzed using Shannon-Wienner diversity index and Jaccard index of similarity. A total of 51 bird species from 17 families was recorded. The highest diversity was in the lake area (H’= 2,56) and the lowest diversity was in OS (H’= 0,89). The highest similarity index was between residential area and OS (IS= 0,54). The most dominant guild was insectivores and the most dominant bird was Passer montanus. Recommended management implication are: (1) provide and maintain bird habitat, (2) planting a favourite vegetation for birds, (3) intensive monitoring, and (4) develop an environmental education programs.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe Habitat di Pulau Ternate” adalah benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi ataupun lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

Fadila Tamnge E34070022

(6)

Judul Skripsi : Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe Habitat di Pulau Ternate

Nama : Fadila Tamnge

NIM : E34070022

Mengetahui, Pembimbing I,

Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc. NIP. 19610411 198703 2 001

Pembimbing II,

Prof.Dr. Ir. Ani Mardiastuti,M.Sc. NIP. 19590925 198303 2 002

Mengetahui

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim.

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT dengan segala karunia, curahan rahmat dan kekuatan serta kasih sayang-Nya yang maha luas sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Karya ilmiah yang berjudul “Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe Habitat di

Pulau Ternate” dengan pembimbing Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc dan Prof.

Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Sebagai ujian akhir dari masa perkuliahan, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tidak lupa, penulis juga memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun selama ini.

Bogor, Februari 2013

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Fadila Tamnge dilahirkan di Ternate pada tanggal 8 Maret 1989 sebagai anak pertama dari 4 bersaudara pasangan Bapak Riswan Rosita dan Ibu Ruslia Tamnge. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1993 di Taman Kanak-kanak Al-Chairaat dan lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar SDN 1 Bastiong pada tahun 1995-2001, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan sekolah ke SMPN 1 Ternate hingga tahun 2004. Tahun 2004 penulis diterima sebagai siswa non-test di SMAN 1 Ternate dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan.

Selama kuliah di IPB penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan, diantaranya menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) (tahun 2008-sekarang). Penulis adalah anggota HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata), Kelompok Pemerhati Burung (KPB) “Perenjak” (tahun 2008 - 2010). Penulis juga tergabung sebagai anggota dalam Komunitas Seni Masyarakat Rumput Fakultas Kehutanan (tahun 2009 - 2010). Penulis pernah menjabat sebagai sekretaris dalam Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Tengah (tahun 2009 dan 2010).

Pengalaman lapangan penulis meliputi praktikum Ekologi Satwaliar di Taman Nasional Way Kambas Lampung tahun 2008, Eksplorasi Flora dan Fauna Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Rawa Danau Banten tahun 2009, RAFFLESIA di Cagar Alam Burangrang Purwakarta tahun 2010, SURILI di Taman Nasional Manupeu Tanadaru Nusa Tenggara Timur tahun 2009, SURILI di Taman Nasional Sebangau Palangkaraya Kalimantan Tengah tahun 2010. Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Pangandaran-Gunung Sawal, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, dan pada tahun 2011

(9)

iii

penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Lampung.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe Habitat di Pulau Ternate” dibawah bimbingan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc.

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang dan kekuatan-Nya yang maha luas sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penghargaan dan terimakasih yang pertama penulis sampaikan kepada kedua orangtua tercinta (mama dan papa) atas doa dan kasih sayang serta dukungan moril dan materi yang telah diberikan. Kepada Abubakar Tamnge (alm) dan Norma Duwila (alm) atas kasih sayang dan pelajaran hidup kepada penulis. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc dan Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc selaku dosen pembimbing atas arahan, bimbingan, dan dorongan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Ibu Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si yang telah menjadi moderator saat seminar skripsi, Bapak Dr. Soni Trison, S.Hut, M.Si yang telah bersedia sebagai penguji pada ujian komprehensif serta Ibu Resti Meilani, S.Hut, M.Si yang telah bersedia menjadi ketua sidang dalam ujian komprehensif penulis.

3. Nursjafani, M. Viktor Tamnge, dan Mukhlis Tamnge atas kasih sayang dan doanya selama ini. Untuk saudara dan saudariku tersayang M. Fadhli Ramadhan Rosita, M. Gifran Tamnge, Nurul Maghfira Amelia Rosita, dan spesial untuk Nurul Salsabhilla Rosita yang selalu menyempatkan diri menemani penulis selama penelitian.

4. Ibu Ratna, Ibu Titin, Pak Acu, dan Ibu Evan serta segenap staf tata usaha Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah banyak membantu persiapan administrasi dari awal penelitian hingga proses ujian komprehensif.

5. Indah Sulistin, Reza Pradipta, Agus Prayitno, Sri Gosleana, Windy Mardiqa dan Hadi Surono atas bantuannya dalam pembuatan peta dan sketsa profil pohon. 6. Rifnaldi, Ino, Kak Dev, Iduks, Mba Asty dan Ko Bas sebagai partner dan teman

(11)

v

7. Anindya Gitta, Brigitta Prita, Meli Maria Ulpah, dan Choirunnisa Wihda Desyanti atas beberapa cobaan yang disuguhkan, mengatasi cobaan tersebut dan akhirnya kita tumbuh bersama.

8. Fadhillah Iqra, Fela Aditina, Resi Nurlinda, Destian Nori, Asih Ratnasih, dan Adam Febriansyah atas semangat, doa, dan motivasinya.

9. Insan Kurnia, S.Hut M.Si, Lina K Dewi, S.Hut, Hari Poernomo, S.Hut, dan Dera Syafrudin, S.Hut atas masukan, diskusi, saran dan motivasi selama penyusunan skripsi.

10. KPB 44 dan 45 “Perenjak” Zulfikri, Aditya Wahyu, Tutia Rahmi, Aronika, Rahmat Hidayat, Faid, Dahlan, Nayunda, Hireng, Muthia, Setiawan, Arya Metananda, Septiani Dian Arimukti, Eko Okta, Rama Wisnu, Aditya Kuspriyangga, Dwi Meylinda, dan Annieke Stevani atas ilmu, moment, dan pengalaman berharga.

11. Keluarga Besar HIMAKOVA, terima kasih atas ilmu dan pengalaman berorganisasi. Beberapa hal yang sempat menjengkelkan dan melelahkan adalah sesuatu yang indah.

12. Didith Prahara, S.H atas kasih sayang dan motivasinya.

13. Teman-teman seperjuangan KSHE 44 “KOAK” dan FAHUTAN 44 atas kebersamaan selama ini serta menjadi ruang untuk pendewasaan diri dan persaudaraan.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis ucapkan banyak terima kasih.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………... i

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL ……… viii

DAFTAR GAMBAR ………... ix DAFTAR LAMPIRAN ……… xi BAB I PENDAHULUAN ……… 1 1.1 Latar belakang ………... 1 1.2 Tujuan ……… 2 1.3 Manfaat ……….. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 4

2.1 Habitat burung ………... 4

2.2 Keanekaragaman jenis burung ………. 4

2.3 Guild ……….. 8

2.4 Gangguan terhadap burung ……… 9

2.5 Kota dan ruang terbuka hijau ……… ……….. 10

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ……….. 12

3.1 Kondisi geografis ………... 12

3.2 Kondisi fisik pulau ternate ……… 12

3.2.1 Geomorfologi ……… 12

3.2.2 Topografi dan ketinggian wilayah ……… 13

3.2.3 Iklim ……….. 13

3.3 Kondisi Biotik Pulau Ternate ……… 14

3.3.1 Flora ……….. 14

3.3.2 Fauna ……… 14

3.4 Kondisi Sosial Ekonomi ……… 15

3.4.1 Kependudukan ……….. 15

BAB IV METODE PENELITIAN ……… 16

(13)

4.2 Alat ……… 19

4.3 Alat yang dikumpulkan ………. 19

4.4 Metode pengumpulan data ……… 19

4.4.1 Profil Habitat ……… 19

4.4.2 Keanekaragaman jenis burung ………. 20

4.4.3 Guild burung ………. 20

4.5 Analisis Data ……….. 21

4.5.1 Analisis profil habitat ………... 21

4.5.2 Indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis burung ….. 21

4.5.3 Indeks kesamaan komunitas burung ……… 22

4.5.4 Analisis guild ……… 22

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 24

5.1 Hasil ………... 24

5.1.1 Deskripsi habitat ………... 24

5.1.2 Keanekaragaman jenis burung ……… 37

5.2 Pembahasan ………... 46

5.2.1 Keanekaragaman jenis burung pada beberapa tipe habitat di pulau ternate ……….. 46 5.2.2 Indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis burung ... 52

5.2.3 Indeks kesamaan komunitas burung ……….. 53

5.2.4 Keanekaragaman guild di lokasi penelitian ……….. 53

5.2.5 Status burung dilindungi ………... 56

5.2.6 Implementasi terhadap kebijakan pengelolaan ……… 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………... 59

6.1 Kesimpulan ……….. 59

6.2 Saran ………. 60

DAFTAR PUSTAKA ……….. 61

(14)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Jenis-jenis burung yang dijumpai pada observasi 26 Juli-12

Agustus 2009 di Pulau Ternate ... 5 2 Jenis-jenis burung hasil survei Burung Indonesia di Pulau Ternate

(Januari 2011-Februari 2012) ……….……. 6

3 Deskripsi habitat di lokasi penelitian ... 16 4 Klasifikasi nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener ...…….. 21 5 Jenis burung yang ditemukan di habitat kebun campuran tua …….. 26 6 Jenis burung yang ditemukan di habitat hutan pantai …………... 29 7 Jenis burung yang ditemukan di habitat danau …………...………. 32 8 Jenis burung yang ditemukan di habitat permukiman ... 35

9 Jenis burung yang ditemukan di habitat RTH ………. 37

10 Kekayaan jenis burung pada lima tipe habitat di Pulau Ternate ….. 38 11 Indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener (H’) dan indeks

kemerataan (E) pada lima tipe habitat di Pulau Ternate ……….... 39 12 Indeks Kesamaan komunitas burung pada lima tipe habitat ……. 39 13 Jumlah jenis burung yang dilindungi menurut UU dan

CITES……… 40

14 Pengelompokkan jenis guild burung berdasarkan kebiasaan hidup

(Coates dan Bishop 1997) ……….. 40

15 Jumlah jenis dan individu pada setiap guild ………. 43 16 Jumlah individu dan spesies penyusun guild di habitat kebun

campuran tua ……… 44

17 Jumlah individu dan spesies penyusun guild di habitat hutan pantai 44 18 Jumlah individu dan spesies penyusun guild di habitat danau ... 45 19 Jumlah individu dan spesies penyusun guild di habitat

permukiman ……….. 45

(15)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Peta batas administrasi Pulau Ternate ………. 18

2 Ilustrasi penggunaan kombinasi metode titik hitung dan metode jalur (IPA) ……… 20

3 Hierarki kategori guild komunitas burung di Pulau Ternate …... 23

4 (a) Tutupan tajuk yang jarang menyebabkan lantai kebun campuran tua di Desa Moya ditumbuhi semak belukar; (b) kebun campuran tua Desa jan dengan lantai kebun yang dipenuhi serasah; (c) plot pengamatan pertama di lokasi kebun campuran tua Desa Jati ………. 25

5 Profil vegetasi secara vertikal kebun campuran tua di Desa Moya .. 25

.6 Profil vegetasi secara vertikal kebun campuran tua di Desa Jan …. 25 7 Profil vegetasi secara vertikal kebun campuran tua di Desa Jati …. 26 8 (a) Bibit Rhizophora sp yang ditanam oleh dinas perikanan Kota Ternate bersama masyarakat sekitar di pantai DesaTobololo; (b) sampah plastik buangan masyarakat di sepanjang pantai Desa Kulaba; (c) vegetasi Callophyllum inophyllum mendominasi pantai Desa Kastela ……… 27

9 Profil vegetasi secara vertikal hutan pantai di Desa Kulaba ……… 28

10 Profil vegetasi secara vertikal hutan pantai di Desa Tobololo ……. 28

11 Profil vegetasi secara vertikal hutan pantai di Desa Kastela ……… 28

12 (a) Vegetasi Syzigium cumini di sepanjang track pengamatan danau Tolire Besar; (b) track pengamatan di danau Ngade; (c) posisi danau Tolire Kecil yang dekta dengan pantai ... 30

13 Profil vegetasi secara vertikal di danau Tolire Besar ... 31

14 Profil vegetasi secara vertikal di danau Ngade ... 31

15 Profil vegetasi secara vertikal di danau Tolire Kecil ... 31 16 (a) Vegetasi dominan di Perumahan Ngade atas yaitu tumbuhan 33

(16)

hias; (b) sepanjang track di perumahan Ngade bawah masih didominasi oleh alang-alang; (c) taman di perumahan Jambula yang baru mengalami penghijauan ...

17 Profil vegetasi secara vertikal di perumahan Desa Ngade Atas ….. 33 18 Profil vegetasi secara vertikal di perumahan Desa Ngade Bawah ... 34 19 Profil vegetasi secara vertikal di perumahan Desa Jambula ... 34 20 (a) (b) Jalur hijau didominasi oleh vegetasi Samanea saman; (c)

kondisi taman kota yang didominasi oleh tumbuhan hias dan

palem ……… 36

21 Profil vegetasi secara vertikal di RTH hutan buatan …….……….. 36 22 Profil vegetasi secara vertikal di RTH jalur hijau …..……….. 36 23 Profil vegetasi secara vertikal di RTH taman kota …………..……. 37 24 Jumlah keanekaragaman jenis burung pada setiap suku ………….. 38

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Daftar jenis burung yang dijumpai di Pulau Ternate ………….. 66

2 Indeks keanekaragaman dan kemerataan burung pada lima tipe habitat ………. 70

3 Indeks keanekaragaman dan kemerataan burung di habitat kebun campuran tua ……… 74

4 Indeks keanekaragaman dan kemerataan burung di habitat hutan pantai ………. 74

5 Indeks keanekaragaman dan kemerataan burung di habitat danau ……… 76

6 Indeks keanekaragaman dan kemerataan burung di habitat permukiman ………. 77

7 Indeks keanekaragaman dan kemerataan burung di habitat RTH 78 8 Jumlah jam pengamatan pada lima tipe habitat ……….. 78

9 Jumlah individu burung per jam di habitat kebun campuran tua. 79 10 Jumlah individu burung per jam di habitat hutan pantai ……… 79

11 Jumlah individu burung per jam di habitat danau ………. 80

12 Jumlah individu burung per jam di habitat permukiman ……... 81

13 Jumlah individu burung per jam di habitat RTH ………. 81

14 Jenis burung dilindungi pada lima tipe habitat yang diteliti …. 82 15 Jenis burung yang dilindungi di habitat kebun campuran tua …. 84 16 Jenis burung yang dilindungi di habitat hutan pantai ... 84

17 Jenis burung yang dilindungi di habitat danau ……… 84

18 Jenis burung yang dilindungi di habitat permukiman ………… 85

19 Jenis burung yang dilindungi di habitat RTH ……….. 85

20 Lay out danau Tolire Besar ……….. 86

21 Lay out danau Tolire Kecil ………. 87

(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Burung merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang memiliki nilai tinggi, baik ditinjau dari segi ekologi, ilmu pengetahuan, ekonomis, rekreasi, seni, dan kebudayaan. Burung perlu dilestarikan karena mempunyai manfaat yang besar bagi kehidupan manusia, diantaranya (1) mengendalikan serangan hama, (2) membantu proses penyerbukan, (3) memiliki nilai ekonomi, (4) memiliki suara yang dapat menimbulkan suasana menyenangkan, (5) sebagai atraksi rekreasi, (6) merupakan sumber plasma nutfah, dan (7) sebagai objek untuk pendidikan dan penelitian (Hernowo 1989). Miller (2010) menyatakan bahwa burung berfungsi sebagai komponen integral dan sangat signifikan bagi ekosistem di seluruh dunia. Penelitian terhadap burung sangat penting karena burung juga merupakan indikator yang sangat baik untuk kesehatan lingkungan dan nilai keanekaragaman hayati lainnya (Rombang & Rudyanto 1999). Mengingat peranan burung yang demikian besar bagi manusia dan ekosistem maka kehadiran burung dalam suatu ekosistem perlu dipertahankan (Arumasari 1989).

Burung dapat hidup di berbagai tipe habitat. Berdasarkan tipe habitatnya, burung dapat dikelompokkan ke dalam burung perkotaan, daerah perkampungan, persawahan, padang rumput dan semak belukar, danau/rawa, daerah tepi sungai, daerah padang terbuka, hutan, hutan pegunungan, dan dataran tinggi (di atas 300 mdpl) (Ontario et al. 1991). Keanekaragaman habitat tersebut merupakan faktor penting yang berperan sebagai penyedia sumber makanan, tempat berlindung, tempat beristirahat, dan tempat bersarang bagi burung. Keberhasilan burung untuk hidup di suatu habitat ditentukan oleh keberhasilannya dalam memilih dan menciptakan relung khusus bagi dirinya. Keadaan ini tercipta melalui proses seleksi lingkungan dalam waktu yang panjang (Peterson 1980).

Pulau Ternate yang tercatat sebagai kawasan Endemic Bird Area (EBA) dengan nomor ID 171 (Chan et al. 2004) memiliki beberapa tipe habitat misalnya hutan pantai, mangrove, hutan primer, kebun campuran tua, danau, permukiman, dan

(19)

ruang terbuka hijau (RTH) yang dapat dikembangkan sebagai habitat burung. Seiring dengan lajunya pertumbuhan penduduk di perkotaan berbagai jenis burung terancam kepunahan. Areal-areal bervegetasi yang merupakan habitat burung diubah menjadi wilayah permukiman, pertanian, dan industri. Oleh karena itu, dibutuhkan pembinaan habitat burung yang dapat memadukan kepentingan manusia dengan keperluan burung. Berdasarkan peranan tumbuhan dalam membentuk populasi dan penyebaran burung, usaha-usaha pengelolaan habitat burung di daerah perkotaan sebaiknya dilakukan melalui pengaturan ruang terbuka hijau.

Perbedaan kondisi habitat akan berpengaruh terhadap keanekaragaman dan komposisi jenis burung. Data dan informasi yang tersedia dari Widodo (2011) tentang kajian ekologi burung pada tiga tipe habitat yaitu untuk mengetahui indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman burung di Pulau Ternate. Data lain yaitu hasil survei Burung Indonesia selama periode Januari 2011 - Februari 2012 yang dilakukan pada lima tipe habitat hanya untuk mengetahui daftar jenis burung tanpa menghitung keanekaragaman dan kelimpahan burung di Pulau Ternate. Penelitian ini dilakukan pada lima tipe habitat yang bertujuan untuk mengetahui nilai keanekaragaman dan pengaruh tutupan tajuk terhadap komposisi burung. Inventarisasi burung secara berkala dan terarah diperlukan sebagai bahan pertimbangan pemerintah Kota Ternate terkait pembangunan dan pengembangan kota.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mendeskripsikan habitat burung pada lima tipe habitat di Pulau Ternate, yaitu habitat kebun campuran tua, hutan pantai, danau, permukiman, dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

2. Mengidentifikasi keanekaragaman jenis burung pada lima tipe habitat tersebut. 3. Mengidentifikasi komposisi guild burung pada lima tipe habitat tersebut.

(20)

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi mengenai potensi keanekaragaman jenis burung di Pulau Ternate sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Kota dalam pengembangan Kota Ternate.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Burung

Secara umum, habitat satwa didefinisikan sebagai tempat hidup satwa. Habitat satwa harus dapat menyediakan keperluan dasar bagi satwa yaitu pakan, air, dan pelindung (Morrison et al. 1992). Habitat merupakan hasil interaksi antara berbagai komponen seperti komponen fisik dan komponen biologis (Alikodra 2002). Habitat yang baik akan mendukung perkembangbiakan organisme yang hidup di dalamnya secara normal. Bailey (1984) menyatakan bahwa kelengkapan habitat terdiri dari berbagai jenis termasuk makanan, perlindungan dan faktor lain yang diperlukan oleh jenis satwa untuk bertahan hidup. Beberapa faktor yang menentukan keberadaan burung adalah ketersediaan makanan, tempat untuk beristirahat, bermain, berkembang biak, bersarang, bertengger, dan berlindung. Untuk hidup di dalam suatu habitat, burung memerlukan syarat-syarat tertentu seperti kondisi habitat yang cocok, baik, dan aman dari segala gangguan (Ontario et al. 1991).

Hubungan antara habitat dengan satwaliar dapat terlihat pada sketsa profil vegetasi. Komposisi dari suatu profil habitat sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan tentang suatu hubungan antara derajat kelimpahan satwaliar dengan tipe habitatnya (Alikodra 2002).

2.2 Keanekaragaman Jenis Burung

Pada tingkat yang paling sederhana, keanekaragaman didefinisikan sebagai jumlah jenis yang ditemukan dalam komunitas (Primack et al. 2007). Pengukuran terhadap keanekaragaman merupakan dugaan atas jenis-jenis penting pada suatu komunitas berdasarkan jumlah, biomassa, cover, dan produktivitas. Menurut Desmukh (1992) keanekaragaman lebih besar jika kelimpahan populasi satu sama lain merata. Keragaman jenis tidak hanya menyangkut kekayaan jenis, tetapi juga kemerataan dari kelimpahan individu tiap jenis. Menurut Mardiastuti (1999) keanekaragaman hayati (biodiversity) adalah kelimpahan berbagai jenis sumberdaya alam hayati (tumbuhan dan hewan) yang terdapat di muka bumi. Keanekaragaman

(22)

hayati dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkat yaitu keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik, dan keanekaragaman komunitas. Ketiga tingkatan keanekaragaman hayati tersebut diperlukan untuk kelanjutan kelangsungan hidup di bumi dan penting bagi manusia.

Kekayaan jenis burung di suatu tempat tidak tersebar merata tetapi tinggi di beberapa habitat tertentu dan rendah di habitat lainnya (Sujatnika et al. 1995). Krebs (1978) menyebutkan bahwa ada 6 faktor penting yang berkaitan dengan keanekaragaman jenis suatu komunitas yaitu waktu, keragaman, ruang, persaingan, pemangsaan dan kestabilan lingkungan serta produktivitas. Selain itu, stratifikasi tajuk juga merupakan faktor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis burung (Sayogo 2009). Penutupan tajuk, tinggi tajuk, dan keanekaragaman jenis pohon juga menentukan keanekaragaman jenis burung di suatu tempat.

Berdasarkan hasil pengamatan Widodo (2011) di kawasan hutan pegunungan Gamalama (periode Juli - Agustus 2009) tercatat sebanyak 34 jenis burung dari 15 suku (Tabel 1).

Tabel 1 Jenis-jenis burung yang dijumpai pada observasi 26 Juli - 12 Agustus 2009 di Pulau Ternate

No Famili Nama Lokal Nama Ilmiah

1 Podicipedidae Titihan telaga Tachybaptus ruficollis 2 Pandionidae Elang tiram Pandion haliaetus 3 Megapodidae Gosong kelam Megapodius freycinet 4 Rallidae Kareo zaitun Amaurornis olivaceus 5 Columbidae Uncal ambon Macropygia amboinensis 6 Columbidae Delimukan zamrud Chalcophaps indica 7 Columbidae Walik dada-merah Ptilinopus bernsteinii 8 Columbidae Pergam mata-putih Ducula perscipillata 9 Psittacidae Kakatua putih Cacatua alba 10 Psittacidae Kasturi ternate Lorius garrulus 11 Psittacidae Nuri kalung-ungu Eos squamata 12 Psittacidae Nuri bayan Eclectus roratus 13 Cuculidae Bubut alang-alang Centropus bengalensis 14 Strigidae Celepuk maluku Otus magicus

15 Apodidae Walet sapi Collocalia esculenta 16 Alcedinidae Cekakak biru-putih Halcyon diops 17 Alcedinidae Cekakak sungai Halcyon chloris

(23)

Tabel 1 Lanjutan

No Famili Nama Lokal Nama Ilmiah

18 Alcedinidae Udang-merah kerdil Ceyx lepidus 19 Meropidae Kirik-kirik australia Merops ornatus 20 Pittidae Paok mopo Pitta erythrogaster 21 Hirundinidae Layang-layang batu Hirundo tahitica 22 Campephagidae Kapasan halmahera Lalage aurea

23 Corvidae Gagak orru Corvus orru

24 Monarchidae Sikatan kilap Myiagra alecto 25 Rhipiduridae Kipasan kebun Rhipidura leucophrys 26 Pachycephalidae Kancilan Pachycephala sp 27 Pachycephalidae Kancilan emas Pachycephala pectoralis 28 Sturnidae Perling ungu Aplonis mysolensis 29 Meliphagidae Myzomela remang Myzomela obscura 30 Nectariniidae Burung madu hitam Leptocoma sericea 31 Nectariniidae Burung madu sriganti Cinnyris jugularis 32 Zosteropidae Kacamata gunung Zosterops montanus 33 Paseridae Burung gereja erasia Passer montanus 34 Estrildidae Bondol-hijau muka-biru Erythrura trichroa Sumber: Widodo (2011)

Hasil survei Burung Indonesia di Pulau Ternate selama periode Januari 2011 - Februari 2012 mencatat 63 jenis burung dari 35 suku (Tabel 2).

Tabel 2 Jenis-jenis burung hasil survei Burung Indonesia di Pulau Ternate (Januari 2011-Februari 2012)

No Famili Nama Lokal Nama Ilmiah

1 Hydrobatidae Petrel-badai matsudaira Ocean odroma matsudairae 2 Podicipedidae Titihan telaga Tachybaptus ruficollis 3 Sulidae Angsa-batu coklat Sula leucogaster 4 Ardeidae Kuntul perak Egretta intermedia 5 Ardeidae Kuntul karang Egretta sacra 6 Ardeidae Kokokan laut Butorides striata 7 Accipitridae Elang tiram Pandion haliaetus 8 Accipitridae Elang bondol Haliastur indus 9 Accipitridae Elang-laut perut-putih Haliaetus leucogaster 10 Accipitridae Elang -alap nipon Accipiter novaehollandiae 11 Accipitridae Rajawali kuskus Aquila gurneyi

12 Falconidae Alap-alap sapi Falco moluccensis 13 Megapodiidae Gosong kelam Megapodius freycinet

(24)

Tabel 2 Lanjutan

No Famili Nama Lokal Nama Ilmiah

14 Charadriidae Cerek kernyut Pluvialis fulva 15 Scolopacidae Gajahan pengala Numenius phaeopus 16 Scolopacidae Trinil pantai Actitis hypoleucos 17 Scolopacidae Trinil ekor kelabu Heteroscelus brevipes 18 Laridae Dara laut biasa Sterna hirundo 19 Columbidae Walik raja Ptilinopus superbus 20 Columbidae Walik topi biru Ptilinopus monacha 21 Columbidae Walik kepala kelabu Ptilinopus hyogastra 22 Columbidae Uncal ambon Macropygia amboinensis 23 Columbidae Tekukur biasa Fgereja erasia

24 Columbidae Delimukan zamrud Chalcophaps indica 25 Psittacidae Nuri kalung ungu Eos squamata 26 Psittacidae Kasturi Ternate Lorius garrulus 27 Psittacidae Perkici dagu merah Charmosyna placentis 28 Psittacidae Kakatua putih Cacatua alba

29 Psittacidae Betet kelapa paruh besar Tanygnathus megalorynchos 30 Cuculidae Wiwik rimba Cacomantis varoilosus 31 Cuculidae Kakrakalo australia Scythrops novaehollandiae 32 Cuculidae Bubut alang-alang Centropus bengalensis 33 Apodidae Walet maluku Collocalia infuscatus 34 Apodidae Kapinis laut Apus pacificus 35 Alcedinidae Cekakak biru putih Halcyon diops 36 Alcedinidae Cekakak suci Halcyon sancta 37 Alcedinidae Cekakak pantai Halcyon saurophaga 38 Meropidae Kirik-kirik australia Merops ornatus 39 Bucerotidae Julang irian Aceros plicatus 40 Hirundinidae Layang-layang api Hirundo rustica 41 Motacillidae Kicuit batu Motacilla cinerea 42 Campepagidae Kapasan halmahera Lalage aurea

43 Pycnonotidae Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster 44 Pycnonotidae Brinji emas Alophoixus affinis

45 Sylviidae Cikrak pulau Phylloscopus pollocephalus 46 Muscicapidae Sikatan burik Muscicapa griseisticta

(25)

Tabel 2 Lanjutan

No Famili Nama Lokal Nama Ilmiah

47 Muscicapidae Sikatan bodoh Ficedula hyperythra 48 Monarchidae Kehicap pulau Monarcha cinerascens 49 Monarchidae Sikatan kilap Myiagra alecto 50 Rhipiduridae Kipasan kebun Rhipidura leucophrys 51 Rhipiduridae Kipasan dada hitam Rhipidura rufifrons 52 Pachycephalidae Kancilan emas Pachycephala pectoralis 53 Pachycephalidae Kancilan tunawarna Pachycephala griseonota 54 Nectariniidae Burung madu hitam Leptocoma sericea 55 Nectariniidae Burung madu sriganti Cinnyris jugularis 56 Zosteropidae Kacamata gunung Zosterops montanus 57 Meliphagidae Myzomela remang Myzomela obscura 58 Estrildidae Bondol taruk Lonchura molucca 59 Ploceidae Burung gereja erasia Passer montanus 60 Sturnidae Perling ungu Aplonis metallica 61 Dicruridae Srigunting lencana Dicrurus bracteatus 62 Artamidae Kekep babi Artamus leucorynchus

63 Corvidae Gagak orru Corvus orru

Sumber: Burung Indonesia (Januari 2011- Februari 2012). 2.3 Guild

Guild adalah kelompok jenis yang menggunakan sumberdaya pada kelas dan cara yang sama (Root 2001). Secara umum pengelompokan suatu jenis ke dalam guild dilakukan berdasarkan respons terhadap lingkungan atau lokasi, adaptasi terhadap pola hidup tertentu, kondisi umum, penyebaran geografis, dan tipe makanan (Root 2001). Selain itu, menurut Wiens (1989) secara umum pengelompokan suatu jenis ke dalam guild pada suatu komunitas dilakukan dengan dua cara yaitu a priori dan a posteriori. Pendekatan a priori dilakukan berdasarkan kriteria yang ditentukan secara subyektif sebelum dilakukan pengambilan dan analisis data. Pendekatan a posteriori sebaliknya dilakukan dengan mengelompokkan secara lebih obyektif berdasarkan hasil analisis terhadap pengamatan yang dilakukan.

(26)

Perubahan guild dalam suatu gradien lingkungan dapat diketahui melalui hubungan antar faktor - faktor lingkungan terhadap kepadatan populasi, laju reproduksi, dispersal, dan kemampuan menghindar dari predator (Root 2001). Pengamatan terhadap guild yang mendiami suatu daerah sangat dianjurkan sebagai indikator. Hal ini karena komposisi guild bisa mewakili aliran energi dan makanan dalam suatu ekosistem. Selain itu penghitungannya bisa dilakukan dari daftar jenis burung yang telah ada sebelumnya hingga membutuhkan lebih sedikit biaya (de Long dan Weerd 2006 dalam Novarino 2008).

2.4 Gangguan terhadap Burung

Manusia mempunyai peranan yang sangat besar terhadap timbulnya gangguan terhadap burung (Alikodra 2002). Penyebab utama masalah gangguan terhadap satwaliar termasuk burung yaitu pertumbuhan penduduk yang membutuhkan lahan hutan lebih banyak untuk pembangunan sehingga mendesak kehidupan burung. Sutopo (2008) menambahkan bahwa terdapat empat jenis ancaman terhadap burung diantaranya (1) perusakan dan perubahan habitat, (2) perburuan dan perdagangan, (3) perusakan tempat berkembang biak, dan (4) pencemaran dan pestisida. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Sujatnika et al. (1995) bahwa meningkatnya tekanan terhadap hidupan liar dan ekosistem alami antara lain disebabkan oleh terus meningkatnya jumlah penduduk, ketidakpastian tata guna dan pengelolaan lahan, dan kebijakan ekonomi serta pembangunan. Selain itu, erat kaitannya dengan kemiskinan, tekanan penduduk, pemanfaatan sumberdaya dan lahan hutan serta pengembangan pertanian.

Van Balen (1999) menjelaskan bahwa gangguan terhadap burung disebabkan oleh tekanan pertumbuhan populasi manusia sehingga berpengaruh juga terhadap kelimpahan dan distribusi burung-burung di hutan. Besarnya jumlah penduduk dan meningkatnya eksploitasi terhadap sumberdaya yang memiliki nilai ekonomi, maka tidak dapat dipungkiri bahwa hutan didesak sampai ke puncak gunung yang paling tinggi, burung-burung diburu untuk dimakan, untuk olahraga atau dijual (MacKinnon et al. 1998).

(27)

2.5 Kota dan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas. Kota juga merupakan tempat pemusatan atau cabang kekuatan politik dan ekonomi serta menjadi motor pembangunan dan pertumbuhan ekonomi (Inoguchi et al. 1999). Menurut Irwan (2005) kota merupakan sebuah sistem yaitu sistem terbuka, baik secara fisik maupun sosial ekonomi, bersifat tidak statis dan dinamis atau bersifat sementara. Sedangkan perkotaan diartikan sebagai area terbangun dengan struktur jalan-jalan, sebagai suatu pemukiman yang terpusat pada suatu area dengan kepadatan tertentu yang membutuhkan sarana dan pelayanan pendukung yang lebih lengkap dibandingkan dengan daerah pedesaan (Branch 1995). Menurut Simonds (1983) kawasan perkotaan merupakan suatu bentuk lanskap buatan manusia yang terjadi akibat manusia dalam mengelola kepentingan hidupnya. Biasanya, ruang dalam kota dihubungkan melalui koridor yang dapat berupa pedestrian, jalan, jalur sungai, ataupun jalur hijau.

Jalur hijau, taman lingkungan, kebun, pekarangan, areal rekreasi, lapangan rumput, makam, tepian sungai, kanal, dan lainnya merupakan bagian dari RTH kota (Prasetyo & Hernowo 1989). RTH tidak hanya merupakan salah satu bentuk ruang terbuka kota tetapi juga merupakan penjaga keseimbangan ekosistem kota. Menurut Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007, RTH adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Berbagai tumbuhan yang terdapat didalam suatu RTH yaitu tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants) dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya) sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan (Direktorat Jenderal Penataan Ruang 2005).

Tujuan dibentuk dan disediakannya RTH di wilayah perkotaan adalah untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan dan sebagai pengaman sarana lingkungan perkotaan serta untuk menciptakan keserasian lingkungan alam dan

(28)

lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan masyarakat. Selain tujuan pembentukannya, RTH juga memiliki fungsi dan manfaat. Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2005) fungsi dari RTH diantaranya sebagai (1) fungsi bio-ekologis, (2) fungsi sosial, (3) ekosistem perkotaan, dan (4) fungsi estetis. Sedangkan manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi menjadi (1) manfaat langsung (tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), dan (2) manfaat tidak langsung (intangible) seperti perlindungan tata air dan keanekaragaman hayati.

Selain tujuan dan manfaat yang telah disebutkan, RTH kota juga merupakan salah satu komponen habitat berbagai jenis satwaliar terutama burung. Menurut Prasetyo dan Hernowo (1990), jenis-jenis burung yang umumnya dijumpai pada RTH kota di Pulau Jawa diantaranya cinenen kelabu (Orthotomus ruficeps), cabe jawa (Dicaeum trochileum), burung madu sriganti (Cinnyris jugularis), burung madu kelapa (Anthreptes malacensis), perenjak jawa (Prinia familiaris), dan bondol jawa (Lonchura leucogastroides). Sedangkan beberapa jenis burung tipe perkotaan yaitu gereja erasia (Passer montanus), cinenen jawa (Orthotomus sepium), gelatik batu (Parus major), layang-layang batu (Hirundo tahitica), gagak hitam (Corvus macrorhynchus), dan perenjak jawa (Prinia familiaris) (Ontario et al. 1991).

(29)

BAB III

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Kondisi Geografis

Kota Ternate merupakan ibukota Provinsi Maluku Utara. Kota Ternate memiliki karakter sebagai kota pulau yang terdiri dari tujuh pulau yaitu Pulau Ternate, Pulau Hiri, Pulau Moti, Pulau Batang Dua, Pulau Tifure, Pulau Mayau, dan Pulau Gurida. Pulau Ternate paling pesat pertumbuhannya karena merupakan pulau utama sebagai pusat aktivitas ekonomi. Secara administrasi Pulau Ternate terbagi menjadi empat kecamatan yaitu Kecamatan Ternate Utara, Kecamatan Ternate Tengah, Kecamatan Ternate Selatan, dan Kecamatan Pulau Ternate. Secara geografis Pulau Ternate terletak di sebelah barat Pulau Halmahera dan di sebelah barat laut Pulau Tidore yaitu 0o75’LU-0o90’LU dan 127o07’BT-127o13’BT (Dewi 2006).

3.2 Kondisi Fisik Pulau Ternate 3.2.1 Geomorfologi

Pulau Ternate berbentuk bulat kerucut atau strato volcano. Sebagian besar daerah di Pulau Ternate berbukit dan bergunung serta memiliki ciri topografis bervariasi dengan kemiringan diatas 40 derajat, yaitu seluas 51% dari luas wilayahnya. Pulau Ternate memiliki gunung vulkanis yaitu gunung Gamalama dengan tinggi 1715 m. Pulau Ternate terdiri dari pulau vulkanis dan pulau karang dengan kondisi jenis tanah regosol dan rensina. Jenis tanah regosol yaitu jenis tanah yang khas berada di daerah vulkanis. Tanah regosol memiliki bahan induk utama batu pasir yang potensial untuk dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan material bangunan. Adapun jenis tanah podsolik yaitu tanah batuan beku yang memiliki daya dukung terhadap beban bangunan yang sangat baik.

Secara geomorfologi, terdapat lahan berkelerengan tinggi dengan luasan yang cukup besar sehingga sulit dikembangkan untuk kegiatan permukiman dan industri skala besar. Pengembangan lahan untuk perkotaan terbatas di wilayah pesisir meskipun tidak menutup kemungkinan untuk pengembangan reklamasi kawasan

(30)

pantai. Keberadaan gunung berapi Gamalama di tengah-tengah Pulau Ternate yang masih aktif dan sulit diprediksi keaktifannya menjadi pembatas dalam pengembangan lahan perkotaan. Pembangunan pusat-pusat permukiman masih terkonsentrasi di kawasan pantai dengan konsentrasi kepadatan tertinggi yaitu di bagian selatan (Dewi 2006).

3.2.2 Topografi dan Ketinggian Wilayah

Tingkat ketinggian lahan dari permukaan laut di wilayah Pulau Ternate cukup bervariasi yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori. Kategori rendah (0-500 m) untuk permukiman, pertanian, perdagangan, dan pusat pemerintahan; kategori sedang (500-700 m) untuk hutan konservasi dan usaha kehutanan; kategori tinggi (>700 m) untuk hutan lindung. Ciri topografi atau kemiringan rendah terletak linear memanjang mengikuti beberapa pesisir pantai pada posisi 0-2 derajat seluas 54,96 km2 atau 22%. Daya dukung pengembangan ruang-ruang budidaya di Pulau Ternate hanya terbatas pada bagian pesisir dengan kemiringan sampai sekitar 25%. Dukungan lahan untuk fungsi permukiman hanya tersebar di bagian pesisir dengan kelandaian yang sesuai syarat untuk dijadikan perumahan (Dewi 2006).

3.2.3 Iklim

Pulau Ternate adalah daerah kepulauan dengan ciri iklim tropis. Curah hujan bulan tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu 546 mm dan terendah pada bulan Oktober 42 mm. Nilai rata-rata curah hujan bulanan adalah 184,68 mm dan rata-rata curah hujan tahunan sekitar 2.322,70 mm. Jumlah hari hujan rata-rata 202 hari dan nilai rata-rata hujan tertinggi pada bulan Januari dan November yaitu 20 hari hujan dan terendah bulan Agustus sebanyak 12 hari hujan (Badan Meteorologi dan Geofisika Kota Ternate 2004).

Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan angin di wilayah Pulau Ternate berkisar antara 2,9-5,2 knot dengan kecepatan terbesar bulanan berkisar antara 16-28 knot. Arah angin terbanyak dari Barat Laut yang terjadi pada bulan Januari, Februari, Maret, dan April. Sedangkan bulan Mei dan Juni angin terbanyak bertiup dari Barat

(31)

Daya serta pada bulan Juli, Agustus, September, dan Oktober angin terbanyak bertiup dari arah Tenggara (Pancaroba), pada bulan November dan Desember angin kembali bertiup dari arah Barat Laut. Nilai rata-rata kelembaban tertinggi pada bulan-bulan yang curah hujannya tinggi, meskipun variasi tiap bulannya tidak tinggi. Kelembaban tertinggi pada bulan Februari, Maret, dan Desember 85% dan terendah pada bulan Juli dan Agustus yaitu 76% (Badan Meteorologi dan Geofisika Kota Ternate 2011).

3.3 Kondisi Biotik Pulau Ternate 3.3.1 Flora

Jenis-jenis flora yang berada di Pulau Ternate bervariasi menurut ketinggian tempat. Ketinggian dibawah 100 mdpl atau kawasan disekitar tepi laut ditumbuhi dengan kelapa hijau (Cocos nucifera), waru laut (Hibiscus tiliaceus), ketapang (Terminalia catappa), nyamplung (Callophyllum inophyllum), dan rusa/bakau-bakauan. Pada ketinggian 100-800 mdpl dapat dijumpai kawasan dengan habitat hutan tanaman perkebunan seperti cengkeh (Syzygium aromaticum), pala (Myristica fragrans), kayu manis (Cinnamomum burmanii), durian (Durio zibethinus), sengon (Parasarianthes falcataria), dan bambu (Bambusa sp). Pada ketinggian 800-1000 mdpl dijumpai area penghijauan dengan pohon linggua (Pterocarpus indicus), mahoni (Swietenia mahagoni), matoa (Pometia pinnata), pala (Myristica fragrans), nyatoh (Payena leerii), dan durian (Durio zibethinus) yang ditanam dalam rangka Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kota Ternate tahun 2007/2008. Sedangkan diatas ketinggian 1000-1460 mdpl mulai ditemukan tumbuhan asli seperti kelapa hutan (Borrassodendron sp), rufu, paku-pakuan, limo-limo, dan gusale (Widodo 2011).

3.3.2 Fauna

Beberapa jenis fauna yang terdapat di Pulau Ternate yaitu biawak (Varanus salvator), ular (Phyton sp), soa-soa, kuskus mata biru (Phalanger matabiru), beberapa jenis kelelawar, dan kupu-kupu (Nursjafani 2006). Selain itu tentunya burung-burung yang hidup di kawasan Pulau Ternate memiliki keunikan tersendiri

(32)

karena adanya Gunungapi Gamalama. Berdasarkan hasil observasi Burung Indonesia, terdapat 63 jenis burung dari 35 suku yang ditemukan di Pulau Ternate. Sedangkan berdasarkan penelitian Widodo (2011), jenis-jenis burung yang umumnya dijumpai selama dilakukannya observasi di sekitar kaki gunung Gamalama Pulau Ternate yaitu Walet sapi (Collocalia esculenta), perling maluku (Aplonis mysolensis), burung madu hitam (Leptocoma sericea), dan nuri kalung ungu (Eos squamata). Jumlah jenis burung yang dijumpai di sekitar kaki gunung Gamalama Pulau Ternate yaitu 34 jenis atau sekitar 25% dari total jenis burung yang seharusnya terdapat di Ternate.

3.4 Kondisi Sosial Ekonomi 3.4.1 Kependudukan

Jumlah penduduk Pulau Ternate berdasarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara tahun 2011 sebanyak 185.705 jiwa atau 17,88% dari jumlah penduduk Provinsi Maluku Utara. Kota Ternate yang memiliki luas 133,74 km2 dengan jumlah penduduk 185.705 jiwa mempunyai kepadatan penduduk sekitar 60,01 jiwa/km2 (Badan Pusat Statistik 2011).

Perkembangan penduduk di Pulau Ternate selama lima tahun terakhir mengalami kecenderungan peningkatan khususnya di wilayah Kecamatan Kota Ternate Selatan dan Kecamatan Kota Ternate Utara. Peningkatan ini disebabkan faktor urbanisasi, migrasi, maupun dari kawasan Pulau Halmahera akibat konflik etnis beberapa waktu lalu dan migrasi dari regional lain yaitu Sulawesi, Ambon, Papua bahkan dari Kalimantan, Jawa, dan Sumatera. Meningkatnya arus urbanisasi dan migrasi juga disebabkan oleh semakin terbukanya arus transportasi laut yang menghubungkan Kota Ternate dengan kawasan sekitarnya dan beberapa kota lainnya (Dewi 2006).

(33)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada lima tipe habitat yaitu hutan pantai, kebun campuran tua, habitat danau, permukiman (perumahan), dan daerah perkotaan (RTH kota, yang meliputi taman kota, jalur hijau, dan hutan buatan) di Pulau Ternate (Gambar 1). Penelitian dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Januari - Februari 2012 (Tabel 3). Waktu pengamatan dilakukan pada pagi (Pukul 06.15-09.15 WIB) dan sore hari (pukul 16.00-18.00 WIB). Jumlah hari pengamatan pada setiap habitat sudah meliputi kegiatan pengamatan burung dan habitat.

Tabel 3 Deskripsi habitat di lokasi penelitian

Tipe Habitat Deskripsi Habitat ∑ Jalur Ulangan Plot Contoh ∑ Hari Hutan pantai Jenis vegetasi

dominan: nyamplung, waru laut, dan kelapa. Panjang jalur pantai rata-rata ± 1-2,5 km.

3 3 Hutan pantai Desa Kastela, hutan pantai Desa Tobololo, dan hutan pantai Desa Kulaba.

9

Kebun campuran tua

Kebun masyarakat secara turun temurun sejak tahun 1955 di sekitar kaki Gunung Gamalama.

3 3 Desa Moya, Desa Jan, dan Desa Jati.

3

Permukiman Perumahan baru dengan jenis vegetasi: tumbuhan obat, hias, penghasil buah, & alang-alang. Luas lokasi 24 ha.

3 3 Perumahan Ngade atas, perumahan Ngade bawah, dan perumahan Jambula.

9

RTH Terletak di pusat kota. Luas lokasi ± 3 ha. Panjang jalur 2-3 km

3 3 Taman kota, jalur hijau, dan hutan buatan.

(34)

Tabel 3 Lanjutan

Tipe Habitat Deskripsi Habitat ∑ Jalur Ulangan Plot Contoh ∑ Hari Habitat danau Merupakan lokasi

wisata setiap akhir pekan. Terdapat jenis vegetasi jamblang, kelapa, sagu, mangga. Luas lokasi ± 8 ha.

3 3 Danau Laguna, danau Tolire besar, dan danau Tolire kecil.

(35)
(36)

4.2 Alat

Alat yang digunakan yaitu binokuler, GPS, kamera digital, handycam, alat perekam suara, tally sheet, dan buku panduan lapang burung-burung di kawasan Wallacea (Coates & Bishop 2000).

4.3 Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer meliputi:

1. Karakteristik habitat (profil pohon secara vertikal) yang meliputi jenis vegetasi, topografi habitat, kondisi tutupan tajuk, dan jarak tanam antar vegetasi.

2. Jenis burung dan kekayaan jenis burung.

3. Komposisi guild burung pada setiap tipe habitat.

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi bioekologi burung dan kondisi umum lokasi penelitian.

4.4 Metode Pengumpulan Data 4.4.1 Profil Habitat

Analisis profil habitat meliputi jenis pohon, profil pohon, dan deskripsi habitat. Pengukuran dilakukan terhadap tinggi pohon, tinggi total, tinggi bebas cabang, tutupan tajuk, dan kedudukan vegetasi serta deskripsi habitat untuk mengetahui komponen penyusun habitat yang mendukung kehidupan burung. Tutupan tajuk digambarkan dalam bentuk profil pohon secara vertikal. Profil pohon secara vertikal dibuat dengan mengukur tinggi tajuk dan tinggi bebas cabang dari suatu pohon. Panjang sumbu-x profil pohon pada suatu habitat bervariasi tergantung dari keanekaragaman jenis pohon pada habitat tersebut, jika pada habitat atau lokasi penelitian tersebut memiliki komposisi jenis pohon yang beranekaragam (heterogen) maka panjang jalur dari sketsa tutupan tajuk yaitu 100 m, yaitu pada habitat hutan pantai. Namun jika jenis pohon atau vegetasi di habitat tersebut cenderung homogen maka panjang jalur dari pembuatan sketsa tutupan tajuk yaitu hanya 30-40 m, yaitu pada habitat kebun campuran tua, danau, permukiman, dan RTH. Tujuan dari

(37)

pembuatan profil pohon pada setiap habitat yaitu untuk melihat kondisi habitat pada lokasi penelitian secara melintang.

4.4.2 Keanekaragaman Jenis Burung

Untuk menginventarisasi dan mengidentifikasi jenis burung digunakan metode kombinasi metode titik hitung dan metode jalur. Pada setiap tipe habitat dibuat jalur atau mengikuti jalur yang sudah ada dengan panjang jalur 1000 m. Titik-titik pengamatan berjarak 100 m dengan radius pengamatan 50 m dan mencatat semua burung yang terdeteksi di dalam radius pengamatan selama 10 menit. Diperlukan waktu lima menit untuk berjalan ke titik pengamatan selanjutnya (Gambar 2). Pengamatan pada setiap jalur penelitian dilakukan sebanyak tiga kali pada hari yang berbeda. Identifikasi burung menggunakan bantuan buku panduan lapang Coates dan Bishop (1997), sedangkan penamaan burung dan famili mengikuti Sukmantoro et al. (2007).

100 m

1000 m

Gambar 2 Ilustrasi penggunaan kombinasi metode titik hitung dan metode jalur (IPA).

4.4.3 Guild Burung

Semua kelompok jenis burung yang berhasil diidentifikasi seperti jenis burung pemangsa (misal: elang), burung yang tidak menghuni tajuk bawah (misal: walet dan layang-layang) dan jenis burung penghuni tajuk (misal: kancilan emas) dimasukkan kedalam analisis. Pengelompokan kategori guild dilakukan melalui telaah pustaka. Jenis burung yang teridentifikasi dibagi kedalam tujuh kategori guild

(38)

dan merujuk pada Faaborg (1988), sedangkan penjelasan masing-masing guild per jenis burung mengikuti Coates & Bishop (1997).

4.5 Analisis Data

4.5.1 Analisis Profil Habitat

Profil habitat dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk melihat hubungan antara komposisi burung dengan vegetasi pada setiap habitat yang menjadi lokasi penelitian.

4.5.2 Indeks Keanekeragaman Jenis (H’) dan Indeks Kemerataan (E)

Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener digunakan untuk menghitung keanekaragaman jenis burung :

H’ = - ∑ pi ln pi

Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman jenis

pi = Proporsi nilai penting

ln = Logaritma natural

Tabel 4 Klasifikasi nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

Nilai Indeks Shannon-Wiener Kategori

< 1 Keanekargaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap jenis rendah dan kestabilan komunitas rendah.

1-3 Kenekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap jenis sedang dan kestabilan komunitas sedang.

>3 Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap jenis tinggi dan kestabilan komunitas tinggi.

Untuk mengetahui proporsi kelimpahan jenis burung digunakan indeks kemerataan (index of evennes) yaitu :

E = H’/ln S Keterangan : E = Indeks kemerataan

H’ = Indeks keanekaragaman jenis

S = Jumlah jenis

(39)

4.5.3 Indeks Kesamaan Komunitas Burung (IS)

Untuk melihat kesamaan komunitas jenis burung antar lokasi penelitian maka yang digunakan adalah indeks kesamaan jenis, dengan rumus :

IS =

Keterangan : a = jumlah jenis yang hanya terdapat pada lokasi 1 b = jumlah jenis yang hanya terdapat pada lokasi 2 c = jumlah jenis yang terdapat pada lokasi 1 dan 2

Untuk melihat tingkat kesamaannya, digunakan dendogram dari komunitas burung antar lokasi penelitian. Penggunaan dendogram ini akan mempermudah dalam melihat hubungan antar lokasi.

4.5.4 Analisis Guild

Analisis komposisi guild burung pada setiap habitat dilakukan dengan cara mengecek perilaku makan, makanan utama dan tempat mencari makan dari setiap jenis burung. Kemudian setiap jenis burung pada setiap tipe habitat dikelompokkan berdasarkan kategori guild burung. Komposisi guild pada setiap habitat akan dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk melihat keterkaitan antara sumberdaya jenis dengan sumberdaya pakan yang mendukungnya (Gambar 3).

(40)

Gambar 3 Hirarki kategori guild komunitas burung di Pulau Ternate.

Keterangan:

SB: Burung laut, CIW: burung pesisir pantai & burung pedalaman, SwB: Burung perenang, AF: mencari mangsa sambil terbang di atas air, LW: mencari mangsa di sungai, SSMB: mencari mangsa di area peralihan (danau & pantai) & area berlumpur, CS: burung pemakan daging dan bangkai hewan, I: pemakan serangga, AI: pemakan serangga di atas tajuk, FI: pemakan serangga sambil melayang, GI: pemakan serangga di dahan pohon, N: pemakan madu, F: pemakan buah, WF: pemakan buah secara luas, OWF: pemakan buah (dunia lama), OBG: grup burung lain.

OBG WF GI FI AI SSMB LW AF SwB Other Bird Group (OBG) Frugivores (F) Nectarivores (N) Insectivores (I) Carnivores and Scavengers (CS) Coastal & interior waterbirds (CIW) Seabird (SB) Guild

(41)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil

5.1.1 Deskripsi Habitat

5.1.1.1 Kebun Campuran Tua

Kebun campuran tua merupakan kebun masyarakat yang sudah ada sejak tahun 1955 di sekitar kaki gunung Gamalama dan sudah turun temurun diwariskan kepada anak cucu. Menurut keterangan penduduk setempat sebagian besar tanaman yang berada di kebun campuran tua telah berumur lebih dari 30 tahun. Penduduk menanami beberapa daerah yang terbuka dengan tanaman palawija ataupun sayur-sayuran.

Tutupan tajuk pada habitat kebun campuran tua jarang hingga rapat. Kondisi kebun yang tutupan tajuknya rapat menyebabkan cahaya matahari tidak dapat menyentuh lantai kebun sehingga tidak ada satu tanaman pun yang tumbuh, lantai kebun hanya dipenuhi dengan serasah daun, sedangkan pada kondisi kebun yang tutupan tajuknya jarang masih ada cahaya matahari yang menyentuh lantai kebun dan dibawahnya masih terdapat beberapa jenis tumbuhan dan semak belukar (Gambar 4). Vegetasi masing-masing lokasi penelitian, yaitu di kebun campuran tua Desa Moya (Gambar 5), Desa Jan (Gambar 6), dan Desa Jati (Gambar 7) digambarkan menggunakan profil pohon secara vertikal.

Topografi habitat kebun campuran tua bergelombang hingga curam (30-40%) dengan ketinggian 200-700 mdpl. Jenis-jenis vegetasi di kebun campuran tua masyarakat berupa cengkeh (Syzygium aromaticum), pala (Myristica fragrans), durian (Durio zibethinus), manggis (Garcinia mangostana), kayu manis (Cinnamomum burmanii) dan akasia (Acacia mangium). Jenis-jenis vegetasi yang ditanam oleh masyarakat merupakan jenis-jenis penghasil buah untuk kebutuhan komoditas saat musim panen tiba. Jarak tanam pohon cengkeh 2-3 meter, jarak tanam pohon pala 2 meter, dan jarak tanam pohon durian ± 2-3 meter, sedangkan jarak tanam jenis pohon lain seperti kayu manis, akasia dan manggis ± 1-1.5 meter.

(42)

(a) (b) (c)

Gambar 4 (a) Tutupan tajuk yang jarang menyebabkan lantai kebun campuran tua di Desa Moya ditumbuhi semak belukar; (b) kebun campuran tua Desa Jan dengan lantai kebun yang dipenuhi serasah; (c) plot pengamatan pertama di lokasi kebun campuran tua Desa Jati.

Gambar 5 Profil vegetasi secara vertikal kebun campuran tua di Desa Moya.

(43)

Gambar 7 Profil vegetasi secara vertikal kebun campuran tua di Desa Jati.

Sebanyak 13 jenis burung dari 10 suku ditemukan di habitat kebun campuran tua (Tabel 5). Jenis burung yang paling banyak ditemukan yaitu jenis Collocalia esculenta.

Tabel 5 Jenis burung yang ditemukan di habitat kebun campuran tua

No Nama Suku Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah perjumpaan

(ind)

Ind/27Jam 1 Accipitridae Elang bondol Haliastur indus 2 0.07 2 Columbidae Uncal ambon Macrophygia

amboinensis

2 0.07

3 Apodidae Walet sapi Collocalia esculenta 42 1.56 4 Alcedinidae Udang merah kerdil Ceyx lepidus 1 0.04 5 Hirundinidae Layang-layang api Hirundo rustica 8 0.30 6 Hirundinidae Layang-layang batu Hirundo tahitica 8 0.30 7 Monarchidae Sikatan kilap Myiagra alecto 2 0.07 8 Rhipiduridae Kipasan kebun Rhipidura leucophrys 16 0.60 9 Rhipiduridae Kipasan dada hitam Rhipidura rufifrons 1 0.04 10 Meliphagidae Myzomela remang Myzomela obscura 1 0.04 11 Nectariniidae Burung madu hitam Leptocoma sericea 10 0.40 12 Nectariniidae Burung madu sriganti Cinnyris jugularis 5 0.18 13 Ploceidae Burung gereja erasia Passer montanus 2 0.07

Total 105 3.89

5.1.1.2 Hutan Pantai

Habitat hutan pantai di lokasi penelitian memiliki ketinggian tempat berkisar antara 0-8 mdpl. Hutan pantai pada ketiga lokasi penelitian memiliki karakteristik yang hampir sama yaitu topografi yang datar dan kondisi lantai berupa tanah berpasir dan berbatu. Salah satu dari lokasi penelitian yaitu di hutan

(44)

pantai Desa Tobololo merupakan lokasi penanaman mangrove oleh Dinas Perikanan Kota Ternate yang bekerjasama dengan masyarakat sejak bulan Desember 2011. Penanaman mangrove sepanjang ±1 km di hutan pantai Desa Tobololo bertujuan untuk meminimalisasi dampak abrasi dan gelombang pasang, selain itu juga untuk berkembangbiaknya biota laut seperti ikan, udang, dan kepiting sehingga dapat dimanfaatkan oleh nelayan untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi (Gambar 8).

Habitat hutan pantai pada desa Kulaba dan Tobololo memiliki tutupan tajuk jarang, sedangkan pada Desa Kastela memiliki tutupan tajuk yang rapat. Beberapa jenis vegetasi yang tumbuh disekitar habitat hutan pantai yaitu nyamplung (Calophyllum inophyllum), ketapang (Terminalia catappa), waru laut (Hibiscus tiliaceus), kedondong utan (Spondias pinnata), kayu telur (Xanthophyllum axecelsum), kelapa (Cocos nucifera), dan pisang (Musa paradisiaca). Jenis vegetasi nyamplung, ketapang dan kelapa mendominasi habitat hutan pantai. Vegetasi masing-masing lokasi penelitian, yaitu di hutan pantai Desa Kulaba (Gambar 9), Desa Tobololo (Gambar 10), dan Desa Kastela (Gambar 11) digambarkan menggunakan profil pohon secara vertikal.

(a) (b) (c)

Gambar 8 (a) Bibit Rhizophora sp yang ditanam oleh Dinas Perikanan Kota Ternate bersama masyarakat sekitar di pantai Tobololo; (b) sampah plastik buangan masyarakat di sepanjang pantai Kulaba; (c) vegetasi Calophyllum inophyllum mendominasi pantai Kastela.

(45)

Gambar 9 Profil vegetasi secara vertikal hutan Pantai di Desa Kulaba.

Gambar 10 Profil vegetasi secara vertikal hutan pantai di Desa Tobololo.

(46)

Sebanyak 25 jenis burung dari 17 suku ditemukan di habitat hutan pantai. (Tabel 6). Jenis Fregata ariel merupakan jenis burung dengan individu terbanyak yang ditemukan di habitat hutan pantai.

Tabel 6 Jenis burung yang ditemukan di habitat hutan pantai

No Suku Nama Lokal Nama Ilmiah ∑ Ind/36Jam

1 Fregatidae Cikalang kecil Fregata ariel 130 3.61 2 Laridae Dara laut batu Sterna anaethetus 22 0.61 3 Phalacrocoracidae Pecuk padi hitam Phalacrocorax sulcirostris 4 0.11 4 Ardeidae Kuntul kecil Egretta garzetta 3 0.08 5 Ardeidae Kuntul karang Egretta sacra 6 0.17 6 Ardeidae Kokokan laut Butorides striatus 1 0.03 7 Ardeidae Kowak malam merah Nycticorax caledonicus 1 0.03 8 Accipitridae Elang tiram Pandion haliaetus 3 0.08 9 Scolopacidae Trinil ekor kelabu Heteroscelus brevipes 29 0.80 10 Scolopacidae Gajahan kecil Numenius minutus 1 0.03 11 Scolopacidae Gajahan timur Numenius madagascariensis 26 0.72 12 Columbidae Walik dada merah Ptilinopus bernsteinii 1 0.03 13 Columbidae Walik topi biru Ptilinopus monacha 1 0.03 14 Cuculidae Wiwik rimba Cacomantis variolosus 1 0.03 15 Apodidae Walet sapi Collocalia esculenta 27 0.75 16 Alcedinidae Cekakak pantai Halcyon saurophaga 6 0.17 17 Hirundinidae Layang-layang batu Hirundo tahitica 5 0.14

18 Corvidae Gagak orru Corvus orru 5 0.14

19 Rhipiduridae Kipasan kebun Rhipidura leucophrys 57 1.58 20 Artamidae Kekep babi Artamus leucorynchus 2 0.06 21 Sturnidae Perling maluku Aplonis mysolensis 7 0.19 22 Sturnidae Perling ungu Aplonis metallica 11 0.30 23 Nectariniidae Burung madu hitam Leptocoma sericea 10 0.28 24 Nectariniidae Burung madu sriganti Cinnyris jugularis 20 0.56 25 Ploceidae Burung gereja erasia Passer montanus 11 0.30

Total 390 10.83

5.1.1.3 Danau

Danau Tolire Besar dan Tolire Kecil terletak 10 km dari pusat kota Ternate. Letak kedua danau ini bersebelahan yaitu sekitar 200 meter, sedangkan Danau Ngade terletak ± 5 km dari pusat kota Ternate. Luas Danau Tolire Besar, Tolire Kecil, dan Ngade secara berturut-turut yaitu 5 ha, 1 ha, dan 2 ha. Topografi pada lokasi penelitian yaitu datar hingga bergelombang dan terletak pada ketinggian 0-200 mdpl (Gambar 12).

(47)

Danau Tolire Besar menyerupai mangkuk raksasa, terletak di kaki gunung Gamalama, bersebelahan dengan kebun kelapa milik masyarakat, dan dekat dengan pantai (Lampiran 20). Danau Tolire Kecil berbatasan langsung dengan pantai dan terletak di sisi barat Pulau Ternate, namun airnya tetap tawar (Lampiran 21). Sedangkan Danau Ngade terletak di tengah-tengah pemukiman masyarakat. Di sekitar Danau Ngade terdapat kebun masyarakat dan sedikit lapangan penggembalaan sapi (Lampiran 22). Jarak Danau Ngade dengan pantai sekitar 100 m. Ketiga danau tersebut juga merupakan lokasi wisata di Pulau Ternate yang ramai dikunjungi setiap hari libur dan akhir pekan karena keindahan alam dan cerita legenda yang menarik dari ketiga danau tersebut.

Habitat danau memiliki tutupan tajuk yang jarang. Jenis-jenis vegetasi di sekitar habitat danau yaitu jamblang (Syzygium cumini), kelapa (Cocos nucifera), sagu (Metroxylon sagu), mangga (Mangifera indica), dan durian (Durio zibethinus). Vegetasi masing-masing lokasi penelitian, yaitu di danau Tolire Besar (Gambar 13), Ngade (Gambar 14), dan Tolire Kecil (Gambar 15) di gambarkan menggunakan profil vegetasi secara vertikal.

(a) (b) (c)

Gambar 12 (a) Vegetasi Syzygium cumini di sepanjang track pengamatan Danau Tolire Besar; (b) track pengamatan di Danau Ngade; (c) posisi Danau Tolire kecil yang dekat dengan pantai.

(48)

Gambar 13 Profil vegetasi secara vertikal di Danau Tolire Besar.

Gambar 14 Profil vegetasi secara vertikal di Danau Ngade.

Gambar

Tabel 1 Jenis-jenis burung yang dijumpai pada observasi 26 Juli - 12 Agustus 2009 di  Pulau Ternate
Tabel 1 Lanjutan
Tabel 2 Lanjutan
Tabel 2 Lanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan berbagai pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir tingkat tinggi dalam mengembangkan piki- ran dan beberapa fakta atau

[r]

Berdasarkan uraian dan pernyataan di atas, penulis mencoba memaparkan dan membahas nilai moral yang terdapat dalam novel Furinkazan yang dicerminkan oleh para tokoh berupa

administrator. 1) Uji coba yang dilakukan user yaitu melihat informasi mengenai obyek wisata yang terbagi menjadi tiga kategori yaitu wisata alam, wisata kuliner,

Pengaruh Aplikasi Media Komputer Coreldraw Terhadap Peningkatan Belajar Menggambar Tabung Untuk Anak Tunarungu Kelas X SMALB.. Universitas Pendidikan Indonesia |

From the classroom observation, it can be concluded that the active teachers’ use of English gave most of the students positive influence on their activeness in the class, strong

atau orang yang ditugaskan oleh direktur/pimpinan perusahaan dengan membawa surat tugas dari direktur/pimpinan perusahaan dan kartu pengenal. Demikian disampaikan, atas

dapat diakses secara luas oleh masyarakat, dan juga untuk menghindari plagiarisme. Berdasarkan surat edaran dari Kemenristek Dikti dan untuk meningkatkan kualitas