• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi sebagai berikut :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi sebagai berikut :"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Aset

Elemen-elemen statemen keuangan adalah makna yang sengaja ditentukan dalam perekayasaan untuk mempresentasi realitas kegiatan badan usaha sehingga orang dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang realitas tersebut secara keuangan tanpa harus menyaksikan sendiri secara fisis realitas tersebut. Salah satu komponen rerangka konseptual adalah identifikasi dan definisi elemen. FASB mendefiniskan tiga belas elemen statemen keuangan (termasuk tiga elemen aliran kas).

Teori elemen statemen keuangan tidak terbatas pada penalaran tentang definisi tetapi meliputi pula penalaran tentang pengukuran, penilaian, pengakuan, penyajian, dan pengungkapan. Penalaran ini menjadi basis pemilihan kebijakan baik pada tingkat perekayasaan maupun penetapan standar.

Konsep kesatuan usaha menegaskan bahwa perusahaan merupakan entitas yang berdiri sendiri dan bertindak atas namanya sendiri dan perusahaan menjadi fokus pelaporan. Ini berarti bahwa fungsi pengelolaan dan pemilikan terpisah sehingga hubungan keduanya dipandang sebagai hubungan bisnis. Hubungan bisnis menghendaki agar manajemen bertanggung jelas kepada kreditor dan investor atas sumber ekonomik yang dipercayakan kepadanya. Aset merupakan elemen neraca yang akan membentuk informasi semantik brupa posisi keuangan bila dihubungkan dengan elemen yang lain yaitu kewajiban dan ekuitas. Aset merepresentasi potensi jasa fisis dan nonfisis yang memampukan badan usaha untuk meyediakan barang dan jasa.

Pengertian

FASB mendefinisi aset dalam rerangkan konseptualnya sebagai berikut :

Assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a particular entity as a result of past transactions or events.

(Aset adalah manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti diperoleh atau dikuasasi/dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.) Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi sebagai berikut :

An asset is a resource controlled by the enterprise as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to the enterprise.

(2)

Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standars Board (AASB) mendefinisi aset sebagai berikut :

Assets are service potential or future economic benefits controlled by the reporting entity as a result of past transaction or other past events.

Definisi IASC dan AASB menanggalkan kata probable karena dianggap bahwa tia merupakan kriteria pengakuan bukan sifat dari aset.

Definisi yang menggabungkan makna, pengukuran, pengakuan diajukan oleh APB dalam APB No. 4 sebagai berikut :

Assets-economic resources of an enterprise that are recognized and measured in conformity with generally accepted accounting principles. Assets also include certain deferred charges that are not resources but that are recognized and measured in conformity with generally accepted accounting principles.

Definisi FASB dan AASB cukup luas dibanding definisi lain karena aset disifati sebagai manfaat ekonomik (economic benefits) dan bukan sebagai sumber ekonomik (resources) karena manfaat ekonomik tidak membatasi bentuk atau jenis sumber ekonomik yang dapat dimasukkan sebagai aset. Definisi tersebut tidak membedakan antara aset real (real assets) dan aset finansial (financial assets) dan antara sumber ekonomik (resources) dan nonsumber ekonomik (nonresources). APB No. 4 mendefinisi sumber ekonomik sebagai berikut :

Economic resources are the scarce means (limited in supply relative to desired uses) available for carrying on economic activities.

APB juga membedakan aset menjadi sumber ekonomik dan nonsumber ekonomik. APB No. 4 merinci aset yang digolongkan sebagai sumber ekonomik sebagai berikut :

1. Sumber produktif (productive resources) :

a. Sumber produktif kesatuan usaha yang meliputi bahan baku, gedung, pabrik, perlengkapan, sumber alam, paten, dan semacamnya, jasa dan sumber lain yang digunakan dalam produksi barang dan jasa.

b. Hak kontraktual atas sumber produktif meliputi semua hak untuk menggunakan sumber ekonomik pihak lain dan hak untuk mendapatkan barang atau jasa dari pihak lain.

(3)

2. Produk (products) yang merupakan keluaran kesatuan usaha terdiri atas : a. Barang jadi yang menunggu penjualan

b. Barang dalam proses 3. Uang (money)

4. Klaim untuk menerima uang (claims to receive money)

5. Hak pemilikan atau investasi pada perusahaan lain (ownership interest in other enterprises)

Sumber ekonomik yang didefinisi APB di atas dapat diklasifikasi menjadi objek fisis (physical objects) dan hak (rights)

APB menggolongkan bentuk atau jenis aset selain yang disebut di atas sebagai nonsumber ekonomik meskipun tetap masuk dalam pengertian aset. Nonsumber ekonomik meliputi beban atau pengurang pendapatan tangguhan (deferred charges) seperti : goodwill, rugi selisih kurs, kos organisasi, dan beberapa pos yang timbul akibat penyesuaian (sering disebut pos-pos transitoris).

Berbeda dengan FASB, IASC memaknai manfaat ekonomik masa datang (future economic benefits) bukan sebagai potensi jasa yang sekarang dikuasai badan usaha tetapi sebagai manfaat yang diharapkan mengalir ke badan usaha. Jaadi, manfaat ekonomik yang dimaksud oleh IASC bukan manfaat yang dikandung oleh sumber ekonomik yang dikuasai tetapi manfaat yang didatangkan atau mengalir ke badan usaha. Karena bukan manfaat yang dikandung, pengertian manfaat ekonomik masa datang oleh IASC dapat diinterpretasi sebagai aliran masuk manfaat akibat pemrolehan sumber ekonomik baru lantaran pertukaran dengan sumber ekonomik yang sebelumnya dikuasai atau lantaran aliran masuk pendapatan.

Definisi FASB dan AASB lebih luas dibanding definisi lain dalam hal entitas yang dicakupi. Dengan menyatakan a particular entity dan reporting entity bukannya enterprise sebagai pengendali aset, FASB dan AASB tidak membatasi pengertian aset hanya berlaku untuk organisasi bisnis tetapi juga untuk organisasi bisnis tetapi juga untuk organisasi nonbisnis. Kata enterprise yang digunakan oleh IASC dan APB memberi kesan bahwa aset didefinisi dalam konteks organisasi bisnis.

(4)

Dengan berbagai perbedaan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek atau pos dapat disebut aset yaitu : (a) manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti, (b) dikuasai atau dikendalikan oleh entitas, dan (c) timbul akibat transaksi masa lalu. Kriteria (a) merupakan kriteria utama dan lebih memuat aspek semantik sedangkan kriteria (b) dan (c) lebih memuat aspek pengakuan daripada semantik.

Manfaat Ekonomik

Sejalan dengan APB, FASB menyatakan bahwa aset adalah sumber ekonomik karena potensi jasa (service potential) atau utilitas (utility) yang melekat di dalamnya yaitu suatu daya atau kapasitas langka (scarce) yang dapat dimanfaatkan kesatuan usaha dalam upayanya untuk mendatangkan pendapatan melalui kegiatan ekonomik yaitu konsumsi, produksi, dan pertukaran.

Uang atau kas mempunyai manfaat atau potensi jasa karena apa yang dapat tia beli atau karena daya tukarnya. Dengan kata lain, potensi jasa kas dapat ditukarkan dengan potensi jasa apapun yang diperlukan kesatuan usaha untuk melaksanakan kegiatan ekonomiknya. Kemampuan ini disebut dengan daya beli atas sumber ekonomik (command over resources). Daya beli uang menjadi pengukur manfaat ekonomik masa datang.

FASB mengajukan dua hal yang harus dipertimbangkan dalam menilai apakah pada saat tertentu suatu pos atau objek masih dapat disebut aset yaitu :

(a) Apakah suatu pos yang dikuasai oleh suatu kesatuan usaha pada mulanya mengandung manfaat ekonomik masa datang.

(b) Apakah semua atau sebagian manfaat ekonomik tersebut masih tetap ada pada saat penilaian.

Dikuasai oleh Entitas

Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek atau pos tidak harus dimiliki oleh entitas tetapi cukup dikuasai oleh entitas. Pemilikian (ownership) mempunyai makna yuridis atau legal. Artinya, untuk memiliki suatu objek diperlukan proses yang disebut transfer hak milik (transfer of title). Bila pemilikan menjadi kriteria aset, akan banyak pos yang tidak

(5)

masuk sebagai aset sehingga tidak dapat dilaporkan dalam neraca. Dengan kata lain, pemilikan sebagai kriteria akan menyebabkan banyak pos dilaporkan diluar neraca.

Most mengemukakan bahwa penguasaan atau kendali terhadap suatu objek dapat diperoleh dengan cara :

1. Pembelian (by purchase) 2. Pemberian (by gift) 3. Penemuan (by discovery) 4. Perjanjian (by agreement)

5. Produksi/transformasi (by production/transformation) 6. Penjualan (by sale)

7. Lain-lain seperti pertukaran (by barter), peminjaman (by loan), penjaminan (by bailment), pengkonsignaan (by consignment), dan berbagai transaksi komersial (by commercial transactions) yang diakui hukum atau kebiasaan bisnis.

Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu

Kriteria ini sebenarnya menyempurnakan kriteria penguasaan dan sekaligus sebagai kriteria atau tes pertama (first-test) pengakuan objek sebagai aset tetapi tidak cukup untuk mengakui secara resmi dalam sistem pembukuan. Aset harus timbul akibat transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Jadi, manfaat ekonomik dan penguasaan hak atas manfaat saja tidak cukup untuk memasukkan suatu objek ke dalam aset kesatuan usaha untuk dilaporkan via statemen keuangan (neraca). Kriteria pengakuan yang lain harus dipenuhi (keterandalan, keberpautan, dan keterukuran).

Penguasaan harus didahului oleh transaksi atau kejadian ekonomik. Sebagai contoh, manfaat baru atau kenaikan nilai karena pertumbuhan alamiah (akresi) dalam industri pertanian atau kehutanan secara automatis dikuasai oleh kesatuan usaha. Akan tetapi, manfaat tersebut tidak dengan sendirinya dapat diakui sebagai aset kesatuan usaha karena kriteria pengakuan lain juga harus dipenuhi. Pertumbuhan alamiah dapat dikatakan sebagai suatu

(6)

kejadian (event) masa lalu yang menimbulkan manfaat ekonomik sehingga akresi memenuhi definisi aset.

FASB memasukkan transaksi atau kejadian sebagai kriteria aset karena transaksi atau kejadian tersebut dapat menimbulkan (menambah) atau meniadakan (mengurangi) aset. Aset atau nilainya dapat dipengaruhi oleh kejadian atau keadaan yang sebagian atau seluruhnya di luar kemampuan kesatuan usaha atau manajemennya untuk mengendalikan misalnya kenaikan harga, perubahan tingkat bunga, pertumbuhan alamiah (akresi), penyusutan (shrinkage), pencurian, huru-hara, kecelakaan, dan bencana alam. Berbagai transaksi, kejadian, atau keadaan pada akhirnya akan memicu pengakuan atau penghapusan manfaat ekonomik suatu objek (aset).

Karakteristik Pendukung

Selain ketiga karakteristik di atas, FASB menyebutkan beberapa karakteristik pendukung yaitu melibatkan kos, berwujud, tertukarkan, terpisahkan, dan berkekuatan hukum. Karakteristik pendukung tersebut lebih menguatkan atau meyakinkan adanya aset tetapi tiadanya karakteristik pendukung tidak menghalangi suatu objek untuk memenuhi syarat sebagai aset.

 Melibatkan Kos

Pemrolehan aset pada umumnya melibatkan kos (pengluaran sumber ekonomik misalnya kas) sebagai penghargaan sepakatan. Bila kos terjadi karena pemrolehan suatu objek terjadi akibat pertukaran atau pembelian, objek tersebut lebih kuat untuk masuk sebagai aset. Akan tetapi, tiadanya kos tidak membatalkan suatu objek sebagai aset. Jadi, meskipun suatu kesatuan usaha umumnya mengeluarkan atau mengorbankan sumber ekonomik (menjadi kos), kos yang terjadi tersebut tidak dengan sendirinya membentuk aset. Esensi aset lebih terletak pada manfaat ekonomik masa datang daripada terjadinya kos. Walaupun demikian, terjadinya kos merupakan hal penting untuk mengaplikasi definisi kos karena dua hal yaitu : (1) sebagai bukti pemrolehan suatu aset dan (2) sebagai pengukur atribut aset yang cukup objektif.  Berwujud

Bila suatu sumber ekonomik secara fisis dapat diamati, tia memang lebih kuat untuk disebut sebagai aset. Akan tetapi, keterwujudan bukan kriteria untuk mendefinisi aset.

(7)

Most mengajukan tiga tes (kriteria) untuk memasukkan suatu pos ke dalam aset tak berwujud yaitu :

(1) Apakah pos tersebut diperoleh dari suatu transaksi dengan pihak independen? Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penilaian lebih atas aset tak berwujud.

(2) Dapatkah manfaat ekonomik masa datang diharapkan diidentifikasi? Dapat diidentifikasi artinya dapat dikaitkan dengan kemampuan perusahaan mendatangkan laba di masa datang. Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa objek tak berwujud memenuhi kriteria utama aset.

(3) Dapatkah kos pos tersebut dipisahkan dengan kos aset lain yang diperoleh? Misalnya suatu kesatuan usaha membeli sebuah mesin yang secara khusus dirancang oleh perusahaan lain melalui riset dan pengembangan.

 Tertukarkan

Untuk memenuhi syarat sebagai aset, suatu sumber ekonomik harus dapat ditukarkan dengan sumber ekonomik lainnya. Syarat ini diajukan dengan alasan bahwa manfaat ekonomik akan menjadi cukup pasti dan terukur kalau suatu sumber ekonomik mempunyai daya atau nilai tukar.

 Terpisahkan

Syarat ini diajukan berkaitan dengan ketertukaran. Untuk dapat ditukarkan suatu sumber ekonomik harus dapat dipisahkan dengan sumber ekonomik lain atau berdiri sendiri. Syarat ini diajukan oleh Chambers dengan alasan bahwa posisi keuangan harus ditentukan dengan pengukuran nilai berbagai aset dan kewajiban secara individual. Kalau syarat ini dimasukkan sebagai kriteria aset, goodwill tidak akan memenuhi syarat untuk disebut dan diakui sebagai aset.

 Berkekuatan Hukum

Penguasaan atau hak atas aset tidak harus didukung secara yuridis formal. Klaim seperti piutang usaha tidak harus didukung oleh dokumen yang mempunyai daya paksa secara hukum untuk memenuhi definisi aset. Meskipun demikian, hak paksa yang melekat pada hak-hak hukum bukan merupakan syarat mutlak untuk mengakui

(8)

adanya aset kalau suatu entitas dapat memperoleh dan menguasai manfaat dengan cara lain.

Pengukuran

Pengukuran disini adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada suatu objek asset pada saat terjadinya yang akan dijadikan data dasar untuk mengikuti aliran fisis objek tersebut. Dengan konsep kontinuitas usaha, pos atau sumber ekonomik akan mengalami tiga tahap perlakuan sejalan dengan kegiatan usaha yaitu tahap pemerolehan (acquisition), pengolahan (processing), dan penjualan/penyerahan (sales/delivery). Tahap terakhir (penjualan) melibatkan penyerahan barang atau jasa (keluarnya sumber ekonomik).

Secara akuntansi (aliran informasi), aliran fisis suatu sumber ekonomik atau objek harus dipresentasi dalam jumlah rupiah sehingga hubungan antar objek bermakna sebagai informasi. Kos merupakan representasi kuantitatif suatu objek. Kos menjadi data dasar untuk mengikuti aliran fisis kegiatan ekonomik badan usaha. Sebagai aliran informasi, kosjuga mengalami tiga tahap perlakuan akuntansi mengikuti aliran fisis yaitu:

1) Pengukuran (measurenment), pengakuan (recognition), dan klasifikasi (clasification) pertama kali saat terjadinya. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahapini disebut pengukuran saja

2) Pencatatan berikutnya dalam rangka mengikuti aliran fisis asset berupa alokasi, distribusi, dan penggabungan untuk kepentingan internal/manajerial atau untuk kepentingan pengkosan produk. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut penelusuran (tracing)

3) Pembebanan ke pendapatan perioda berjalan atau perioda-perioda yang akan dating. Kos yang belum menjadi beban pendapatan (biaya) akan tetap melekat pada objek menjadi asset badan usaha. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut pembebanan kependapatan (charging to revenues)

Secara konseptual suatu sumber ekonomik harus diperlakukan dahulu sebagai asset dan baru kemudian diperlakukan sebagai biaya pada saat asset tersebut dianggap telah keluar dari kesatuan usaha dan mendatangkan pendapatan. Secara teknis pembukuan atau karena alas an kepraktisan, dapat saja suatu sumber ekonomik langsung dicatat sebagai upaya (biaya) sehingga kasnya langsung didebit ke akun biaya tanpa melalui akun asset.

(9)

Perlu ditegaskan kembali bahwa kos adalah pengukur sedangkan asset dan biaya adalahelemen yang diukur. Sebagai pengukur elemen, kos melekat pada asset atau biaya sehingga kos, asset, dan biaya, ketiganya sering dirancukan. Kerancuan dapat timbul karena secara teknis pembukuan suatu kos dapat dibebankan atau didebit ke asset atau biaya pada saat terjadinya.

Gambar Hubungan Kos, Aset, dan Biaya

Secara

konseptual kos semua sumber ekonomik yang diperoleh dianggap telah diperlakukan sebagai asset walaupun hanya sesaat. Akibatnya, pos asset misalnya sediaan sering dinyatakan dalam pengukurnya sebagai kos sediaan; sediaan sering diidentikkan dengan kos sediaan. Sementara itu kos juga melekat pada biaya sehingga biaya sering disebut dengan kos saja. Karena kos mempresentasi manfaat ekonomik, bila kos diperlakukan sebagai asset, kos tersebut disebut

(10)

dengan kos belum habis atau takterhabiskan (unexpired cost) artinya kos yang belum habis dimanfaatkan dalam menghasilkan pendapatan. Bila manfaat ekonomik telah digunakan dalam mendatangkan pendapatan, bagian dari kos asset yang mempresentasi manfaat yang telah dihabiskan disebut dengan kos terhabiskan (expired cost) dan menjadi pengukur biaya Kos Sebagai Pengukur dan Bahan Olah Akuntansi

Konsep dasar penghargaan sepakatan menegaskan bahwa pengukur asset pada saat pemerolehan yang paling objektif adalah jumlah rupiah yang terlibat dalam transaksi pertukaran antara dua pihak independen yang sama-sama berkehendak (arm’s length barganing). Dalam arti luas kos mempunyai makna sebagai agregat harga (price agregat) dalam perolehan suatu asset

Penghargaan sepakatan (kos) dalam transaksi antarpihak independen menjadi dasar pengukuran karena jumlah rupiah tersebut dianggap cukup terandalkan untuk mendekati/ mengaproksimasi nilai sebenarnya (true value) atau nilai wajar (fair value) suatu objek pada saat transaksi. Kos yang didasarkan atas penghargaan sepakatan lebih terandalkan karena penyebarannya lebih terpusat atau variansi (variance) lebih kecil atau sempit daripada kos yang didasarkan atas penilaian secara subjektif atau selain penghargaan sepakatan. Dengan kata lain, kos atas dasar sepakatan lebih akurat (accurate) daripada atas dasar yang lain. Penghargaan Sepakatan Sebagi Bukti

Transaksi pertukaran (jual-beli) dapat dijadikan landasan untuk menetukan kos yang terandalkan karena penghargaan sepakatannya didasarkan atas mekanisme pasar yang bebas sehingga tia menjadi bukti validitas pengukuran kos lebih-lebih dalam mekanisme pasar sempurna (perfect market). Mekanisme pasar bebas menjamin dan menghendaki agar:

a) Pihak bertransaksi sama-sama berkehendak dan bebas tanpa tekanan atau ancaman b) Pihak bertransaksi sama-sama berkemampuan memperoleh informasi secara bebas c) Barang yang dipertukarkan cukup standar (umum) dan tersedia cukup banyak di

pasar bebas. Dengan kata lain, cukup banyak penjual dan pembeli sehingga tak seorangpun cukup kuat untuk mempengaruhi harga

Kondisi (a) menghindari adanya transaksi sepihak. Transaksi-transaksi seperti merger, likuidasi, dan akuisisi internal sering dilakukan secara sepihak atas kehendak pihak yang

(11)

lebih berkuasa. Demikian juga,. Gaji staf yang ditentukan oleh perusahaan yang dikuasai dan dimiliki oleh staf itu sendiri mungkin tidak mencerminkan harga pasar yang berlaku untuk jasa tenaga kerja.

Kondisi (b) menjamin bahwa penghargaan sepakatan benar-benar merefleksi nilai wajar atau nilai sebenarnya yaitu nilai yang paling objektif. Bila pihak yang bertransaksi tidak mempunyai pengetahuan dan informasi sama (terjadi asimetri informasi) penghargaan sepakatan mungkin tidak lagi merefleksi nilai wajar.

Kondisi (c) dimaksudkan untuk meyakinkan keobjektifan kos atas dasar penghargaan sepakatan karena harga yang disepakati dalam tawar-menawar anatara pihak yang bebas biasanya menunjukkan nilai wajar yang berlaku pada saat transaksi. Hal ini benar khususnya untuk barang atau jasa yang bersifat standar dan relative mudah diperoleh

Jadi bila kondis-kondisi di atas tidak dipenuhi, penghargaan sepakatan yang terjadi tidak dapat diterima begitu saja sebagai pengukur kos yang objektif. Walaupun demikian, berdasarkan konsep dasar relativitas bukti (veriviable objective evidence) dapat dianggap bahwa penghargaan yang akhirnya dicapai merupakan bukti yang terbaik diperoleh (best obtainable) sebagai dasar penentuan kos.

Pengukuran Kos

Dalam praktiknya, pemerolehan asset merupakan proses yang tidak terjadi begitu saja selesai dlam satu kegiatan tetapi terdiri dari serangkaian kegiatan, misalnya menempatkan order, menerima barang, meneliti kecocokan, mengangkut barang, mencoba barang, menyimpan atau menempatkan barang, dan akhirnya menggunakan barang. Besar kecilnya kos yang harus dicatat pertama-kali sebagai pengukur suatu asset pada saat pemerolehan ditentukan oleh dua hal yaitu: (1) batas kegiatan yang disebut pemerolehan dan (2) jenis penghargaan. Batas Kegiatan

Batas kegiatan berkaitan dengan masalah unsur pengorbanan sumber ekonomik apa saja yang membentuk kos suatu asset. Secara teoritis dan sebagai ketentuan umum, batas akhir kegiatan untuk memasukkan unsur kos sebagai bagian dari kos asset, adalah saat dimulainya penggunaan asset. Kos utama merupakan unsur kos yang mempresentasi penghargaan sepakatan pada waktu suatu asset diperoleh atau pada saat pertukaran. Pada umumnya

(12)

pertukaran merupakan kegiatan utama dalam serangkaian kegiatan pemerolehan suatu asset sampai asset siap digunakan.

Jenis Penghargaan

masalah ini berkaitan dengan penentuan kos utama yang harus dicatat. Dalam transaksi pertukaran, penghargaan sepakatan dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk sumber ekonomik atau instrument yang diserahkan oleh pemeroleh asset. Bentuk instrument mempengaruhi dasar penentuan kos utama.

Agar penghargaan yang telah disetujui dapat dicatat dalam system akuntansi, penghargaan tersebut harus dinyatakan dalam satuan uang. Persyaratan ini akan mudah dilakukan kalau penghargaan tersebut berwujud uang tunai (kas). Bila transaksi terjadi dalam mekanisme pasar bebas antara pihak independen, kos tunai (cash cost) adalah pengukur asset yang paling valid dan objektif.

Kalau sumber ekonomik nonkas merupakan penghargaan yang digunakan dalam transaksi, pengukur yang ideal untuk menentukan kos asset yang diperoleh adalah jumlah rupiah uang tunai yang akan diperoleh seandainya sumber ekonomik tersebut dijual dulu secara tunai kepada umum. Jumlah rupiah melekat ini disebut jumlah setara tunai (money or cash equivalent) atau kos tunai terkandung atau implicit (implied cash cost) dari penghargaan yang diserahkan oleh pemeroleh asset.

Kos Dalam Barter. Barter atau pertukaran asset adalah pemerolehan asset adalah pemerolehan asset (biasanya asset berwujud atau nonmoneter) dengan penghargaan berupa asset berwujud atau nonmoneter lainnya. Bila hal ini terjadi, pengukuran asset yang diperoleh bergantung pada apakah asset yang dipertukarkan sejenis (similar) atau taksejenis (dissimilar). Asset sejenis artinya asset yang fungsinya sama dan tidak harus asset yang identik.

Bila suatu usaha menukarkan asset sejenis, secara konseptual dianggap bahwa perusahaan tersebut melakukan pemeliharaan atau pemertahanan capital (daya produksi) dan bukan melakukan penjualan sehingga penerimaan asset dan penyerahan asset dianggap sebagai transaksi pemeliharaan bukan transaksi penjualan. Dengan demikian, fungsi asset dalam memberi kontribusi untuk pembentukan pendapatan belum berhenti atau habis. Jadi, proses pembentukan pendapatan oleh fungsi asset tersebut belum selesai oleh karena itu kalau terjadi untung (gain) tidak selayaknyalah untung tersebut diakui karena cara konseptual

(13)

untung tidak dapat timbul dari transaksi pemeliharaan atau pembelian; untung hanya timbul dari transaksi penjualan.

Bila kesatuan usaha menukarkan asset tidak sejenis, secara konseptual dianggap transaksi tersebut melibatkan dua transaksi yaitu penjualan dan pembelian. Dalam hal ini dianggap bahwa kesatuan usaha menjual asset yang diserahkan secar tunai kemudian seketika itu pula menggunakan seluruh kas yang diterima untuk membeli asset yang diterima (baru).

Dalam barter, dapat pula terlibat kas sebagai tombok (boot) baik dari pihak kesatuan usaha atau dari lawan barter. Bila dalam barter asset sejenis tombok diberikan oleh lawan barter, maka barter tersebut tidak murni sejenis tetapi campuran. Artinya, asset yang diserahkan sebagian ditukar dengan asset sejenis dan sebagian dengan kas. Oleh karena itu, bagian untung yang timbul dari penjualan tunai dapat diakui sebagai untung yang masuk dalam statement laba-rugi. Utung yang dapat diakui adalah proporsional antara tombok dan harga pasar asset yang diterima kesatuan usaha.

Atas dasar penalaran atau teori diatas berikut ini disarikan prinsip-prinsip penentuan kos asset yang diterima dalam barter atau pertukaran.

1. Pertukaran taksejenis, tanpa pembayaran tombok : asset yang diterima dicatat sebesar nilai wajar/pasar asset yang diserahkan atau nilai wajar asset yang diterima, mana yang lebih mudah atau jelas ditentukan. Untung atau rugi yang timbul diakui pada saat pertukaran.

2. Pertukaran taksejenis, dengan pembayaran tombok : asset yang diterima dicatat sebesar nilai wajar/pasar asset yang diserahkan ditambah tombok atau nilai wajar asset yang diterima, dalam hal ini nilai pasar asset yang diserahkan menunjukan kas yang akan diterima seandainya asset tersebut dijual. Untung atau rugi yang timbul diakui pada saat pertukaran.

3. Pertukaran sejenis, tanpa pembayran tombok : asset yang diterima dicatat sebesar nilai buku atau nilai pasar asset yang diserahkan, mana yang lebih rendah. Ini berarti bahwa kalau terjadi untung maka untung tidak diakui dan sebaliknya kalau terjadi rugi, rugi tersebut diakui pada saat transaksi.

4. Pertukaran sejenis, dengan pembayaran tombok: asset yang diterima dicatat sebasar nilai buku asset yang diserahkan ditambah tombok atau nilai pasar asset yang

(14)

diserahkan ditambah tombok, mana yang lebih rendah. Ini juga berarti bahwa kalau terjadi untung maka untung tidak diakui dan sebaliknya kalau terjadi rugi, rugi tersebut diakui pada saat transaksi.

5. Pertukaran sejenis, dengan pembayaran tombok:

Bila terjadi rugi: asset yang diterima dicatat sebesar harga pasar asset yang diserahkan dikurangi kas yang diterima. Ini Berarti rugi yang terjadi diakui semua pada saat terjadinya transaksi.

Bila terjadi untung: asset yang diterima dicatat sebesar nilai buku asset yang diserahkan dikurangi porsi nilai buku asset yang diserahkan yang dianggap dijual (ditukar dengan kas). Atau, nilai pasar/wajar asset yang diterima dikurangi untung tangguhan (deferred gain).

Pertukaran sejenis dengan penerimaan tombok sebanarnya merupakan transaksi campuran yaitu asset yang diserahkan sebagian ditukar dengan asset sejenis dan sebagaian yang lain ditukar dengan asset taksejenis (kas). Oleh karena itu, bila terjadi untung, hanya untung yang berasal dari pertukaran taksejenis (kas) yang dapat diakui dan sisa untung diperlakukan sebagai untung tangguhan yang melekat pada (mengurangi kos) asset yang diterima.

Uang total = nilai pasar aset diserahkan – nilai buku aset diserahkan Untung diakui = tombok (kas diterima) x untung total

Tombok + nilai pasar aset diterima

Untung tangguhan = nilai pasar aset diterima x untung total Tombok + nilai pasar aset diterima

Porsi nilai buku sejenis = nilai pasar aset diterima x nilai buku aset diserahkan Tombok + nilai pasar aset diterima

Porsi nilai buku taksejenis = tombok (kas diterima) x nilai buku aset diserahkan Tombok+nilai pasar aset diterima

(15)

Merupakan salah satu bentuk pemerolehan aset dengan barter. Dalam beberapa kasus transaksi yang menggunakan saham perusahaan sebagai penghargaan untuk barang dan jasa yang diperoleh, nilai nominal ataupun nilainyataan (stated value) untuk tiap saham tidak dapat merepresentasi kos yang sebenarnya (true value) pada saat transaksi. Pengukur yang tepat untuk menentukan kos dalam situasi semacam itu adalah rupiah uang tunai yang akan diterima oleh perusahaan seandainya perusahaan menerbitkan saham-saham yang digunakan untuk penghargaan diatas. Dalam beberapa hal, jumlah setara tunai saham dapat dicari dengan membandingkan harga tunai jenis saham yang sama untuk memperoleh dana tunai (kas) yang diterbitkan kira-kira bersamaan dengan penyerahan saham untuk memperoleh aset bersangkutan.

Kos Dalam Reorganisasi

Bila suatu perusahaan sudah berjalan atau beroperasi cukup lama kemudian mengalami reorganisasi, perusahaan tersebut biasanya tidak mempunyai data kos yang memadai untuk menentukan kos aset yang dikuasainya. karena tujuan reorganisasi biasanya adalah menentukan nilai perusahaan pada saat tersebut, diperlukan taksiran nilai yang wajar seluruh aset perusahaan dengan mempertimbangkan kondisi aset dan keadaan pasar pada waktu itu.

Hadiah atau Hibah

Masalah khusus timbul bilamana barang atau jasa yang jelas-jelas mempunyai manfaat ekonomik yang besar diperoleh perusahaan tanpa kos yang berarti atau dengan kos yang tidak sebanding dengan nilai ekonomik barang yang diperoleh. Gedung dan tanahnya yang diperoleh perusahaan melalui sumbangan atau hibah adalah contoh pemerolehan aset tanpa kos. Oleh karena itu pengakuan kos yang wajar diperlukan untuk menentukan secara tepat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang biasanya ditunjukkan oleh tingkat kembalian investasi.

Temuan

Kadangkala terjadi bahwa suatu sumber alam atau sarana ditemukan atau dikembangkan dan mempunyai nilai ekonomik yang jauh melebihi pengeluaran yang sebenarnya untuk memperolehnya. Misalnya, tambang minyak yang sangat berharga ditemukan dengan pekerjaan eksplorasi dengan kos nominal (cukup rendah dibandingkan dengan hasilnya). Demikian juga suatu peralatan atau teknik pemrosesan yang mempunyai

(16)

harga pasar yang cukup tinggi mungkin dikembangkan dan didaftarkan hak patennya tanpa suatu pengeluaran yang sebanding dengan nilai pasar temuan tersebut. Dalam kondisi yang khusus seperti ini, diperlukanlah suatu pengukur kos baru atas dasar jumlah tunai implisit. Jumlah ini adalah jumlah rupiah uang tunai (kas) yang pasti diperlukan untuk memperoleh sumber alam atau teknik pemrosesan tersebut seandainya keduanya sudah dalam keadaan siap pakai atau dalam status siap dipasarkan.

Kos Dalam Pembelian Kredit

Dengan sistem kredit, nilai waktu uang menjadi faktor yang sangat penting dalam mengukur kos yang sebenarnya (true cost). kos yang sebenarnya dalam transaksi kredit bukanlah berapa nilai kontrak yang harus dilunasi dalam beberapa kali angsuran tetapi berapa kos yang sebenarnya pada transaksi. Dalam transaksi kontrak pembelian dengan harga kontrak tertentu, harga kontrak yang disepakati mungkin melebihi harga pembelian tunai. Pada umumnya, perusahaan tidak berusaha untuk menentukan harga tunai efektif baik dengan cara menanyakan langsung ke toko penjual barang ataupun dengan cara mendiskun nilai kontrak dengan tarip bunga yang berlaku. Kalau ini terjadi maka akibatnya dalah bahwa kos tercatat terlalu tinggi. Walaupun demikian, kalau jangka waktu kontrak pendek maka jumlah kelebihan kos adalah kecil dan tidak cukup berarti sehingga nilai kontrak dapat dianggap sebagai jumlah rupiah tunai sebagai dasar untuk mencatat kos.

Potongan tunai dan Keringanan

Kos akan tercatat terlalu tinggi kalau potongan tunai (cash disount) dan keringanan-keringanan lain tidak dikurangkan terhadap harga kesepakatan. Secara teknis, pembukuan memang dimuungkinkan untuk sementara mendebit harga faktur bruto ke dalam akun aset yang bersangkutan dan nantinya harus dilakukan penyesuaian untuk mengurangi jumlah yang tercatat tersebut menjadi jumlah setara tunai.potongan yang dimanfaatkan oleh pembeli sering dianggap sebagai laba. Hal ini tidak sejalan dengan konsep yang mendasarinya yaitu bahwa laba tidak diperoleh melaui proses pembelian atau pemerolehan potensi jasa. Pembelian semata-mata merupakan langkah pertama dalam upaya (effort) untuk menghasilkan pendapatan laba. Dalam perusahaan yang dikelola dengan baik, melewatkan potongan merupakan suatu kesalahan yang mengakibatkan rugi. Rugi bukan sumber ekonomik dan kerananya tidak selayaknya kalau dicatat sebagai aset. Sebenarnya perusahaan sudah tau pasti berapa harga yang sesungguhnya harus dibayar dalam suatu transaksi.

(17)

Rugi Dalam Pemerolehan Aset

Sebelum pendapatan terjadi yang ditimbulkan oleh upaya yang direpresentasi olh biaya, kos semata-mata mengalami penghimpunan, penggabungan dan reklasifikasi. Kos yang terhimpun tersebut tetap merepresentasi aset kalau aset tersebut belum dikeluarkan sebagai biaya. Akan tetapi, dapat terjadi bahwa karena sesuau hal (atau keadaan yang tidak normal) potensi jasa tertentu menjadi tidak mempunyai lagi kemampuan atau daya dalam menghasilkan pendapatan pada waktu mendatang. Pengikatan atau kontrak yang tidak bijaksana, kecurangan pihak lain atau sekadar musibah belaka tidak jarang mengakibatkan hangusnya (dissipation) manfaat ekonomik dalam perioda pendirian badan usaha atau pembangunan pabrik. Pemogokan yang berkepanjangan, kebakaran besar, banjir bandang atau bencana lainnya adalah contoh keadaan khusus yang tidak normal yang dapat mengakibatkan rugi besar.

Penilaian

Pengukuran adalah penentuan angka satuan pengukur terhadap suatu objek untuk menunjukkan makna tertentu objek tersebut. Ojek dapat berupa barang, jasa, binatang, tubuh manusia, dan benda atau konstruk lainnya. Makna (atribute) dapat berupa nilai, luas, berat, volume, tinggi, umur, indeks prestasi, dan sebagainya. Di dalam akuntansi istilah pengukuran dan penilaian sering tidak dibedakan karena adanya asumsi bahwa akuntansi menggunakan unit moneter untuk mengukur makna ekonomik suatu objek, pos, atau elemen. Pengukuran biasanya digunakan akuntansi untuk menunjukan proses penentuan jumlah rupiah yang harus dicatat untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dicatat untuk objek pada saat pemerolehan. Dalam penilaian suatu pos untuk tujuan penyajian, akuntansi dapat menggunakan berbagai dasar penilaian (bases for valuation) bergantung pada makna yang ingin direpresentasi melalui pos statemen keuangan. Penilaian pos aset dimaksudkan untuk menentukan berapa jumalah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap pos aset dan apa dasar penilaiannya.

Tujuan Penilaian Aset

Karena aset merupakan elemen pembentuk posisi keuangan sebagai informasi semantik sebagai investor dan kreditor, tujuan penilaian aset harus berpaut dengan tujuan pelaporan keuangan. Tujuan pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi yang dapat

(18)

membantu investor dan kreditor dalam menilai jumlah, saat dan ketidakpastianaliran kas bersih ke badan usaha. Jadi tujuan penilaian aset adalah merepresentasi atribut pos-pos aset yang berpaut dengan tujuan pelaporan keuangan dengan menggunakan basis penilaian yang sesuai.

Konsep dan Basis Penilaian

Hendriksen dan Van Breda (1992) membahas konsep dan dasar penilaian aset untuk tujuan pelaporan keuangan dari dua dimensi yaitu arah aliran aset dan waktu.karena aset merupakan komponen penentu posisi keuangan pada saat tertentu, baisi pengukuran untuk menilai aset pada saat tersebut yang paling valid adalah harga atau nilai pertukaran (exchange prices atau values). Nilai yang diperoleh atas dasar pertukaran disebut dengan nilai pemasukan (input/entry values atau exchange input values). Sedangkan yang diperoleh dari pertukaran pemanfaatan disebut nilai keluaran (output/exit values atau exchange output values). Gambar berikut menyarikan hubungan antara berbagai dasar pengukuran tersebut.

Nilai masukan nilai keluaran Masa lalu kos historis harga jual masa lalu Sekarang kos pengganti harga jual sekarang Masa datang kos harapan nilai terealisasi harapan

Dasar diatas lebih mengarahkan untuk mencapai keterandalan penilaian atas dasar nilai pertukaran. Pos-pos tertentu lebih objektif atau terandalkan penilaiannya kalau didasarkan atas nilai masukan sedangkan pos-pos lainnya lebih terandalkan kalau didasarkan atas nilai keluaran. Karena pemakai dianggap berkepentingan dengan aliran kas bersih, penilaian aset harus berpaut atau relevan dengan kepentingan tersebut. Bila aliran kas menjdai basis pengukuran aliaran kas tersebbut harus cukup pasti atau jelas melekat pada pos aset yang diukur. Pada umumnya, pos-pos aset moneter dapat ditukarkan dengan atau berubah menjadi kas dengan cukup pasti sehingga penilaiannya dapat didasarkan pada nilai keluaran (nilai aliran kas bila pos tersebut keluar atau dijual).

(19)

Nilai Masukan

Didasarkan atas jumlah rupiah yang harus dikeluarkan atau dikorbankan untuk memperoleh aset atau objek jasa tertentu yang masuk dalam unit usaha. Kalau tujuan menyajikan makna aset ini adalah untuk menunjukkan aliran kas yang akan keluar dari unit usaha (seandainya unit usaha harus memperoleh objek jasa yang sama) maka nilai masukan merupakan alternatif nilai keluaran untuk objek jasa bila memang tidak ada pasar objek tersebut sehingga nilai keluaran tidak dapat diukur dengan cukup pasti dan andal. Sebagai nilai alternatif nilai keluaran, nilai masukan menunjukkan secara konservatif nilai maksimum objek jasa atau pos aset bersangkutan.

Kos Historis

Kos Historis sebagai nilai masukan merupakan pengukur potensi jasa yang paling objektif untuk pos aset yang baru diperoleh. Kos menunjukan harga pertukaran pada saat terjadinya. Salah satu keunggulan pos historis dari sudut konsep penilaian adalah dapat diujinya hasil penilaian tersebut (verifiable) karena kos historis terjadi dari hasil kesepakatan dua pihak yang independen. Karena dapat diuji validitas penilaiannya, kos historis dapat dihandalkan sebagai informasi (reliable). Kos historis merupakan nilai kesepakatan terendah bagi pembeli karena dianggap pembeli tidak dapat memperoleh barang/jasa yang sama ditempat lain dengan nilai lebih rendah.

Kos kebijaksanaan adalah kos selayaknya yang manajemen bijaksana, atau hati-hati bersedia membayarnya untuk suatu objek. Kos ini tidak termasuk kos yang merepresentasi ketidaknormalan atau ketidakbijaksanaan seperti pemborosan (waste), manipulasi salah urus, atau kurang kompetennya manajemen.

Kos standar adalah kos yang seharusnya terjadi dalam kondisi proses produksi tertentu yang diasumsi. Walaupun kos standar lebih banyak diterapkan untuk tujuan internal manajemen (untuk pengendalian), kos standar dapat dipertimbangkan sebagai pengukur aset (khususnya sediaan barang) untuk merefleksi kos produksi dalam kondisi perusahaan beroperasi pada tingkat efisiensi dan kapasitas normal.

Kos asli merupakan kos suatu aset bagi perusahaan yang pertama kali menempatkannya untuk digunakan dalam layanan publik. Kos asli dikenal dalam konteks layanan publik khususnya bila perusahaan membeliaset bekas dari perusahaan layanan publik

(20)

lain. Walaupun bermanfaat untuk penetapan tarif layanan publik, kos asli tidak relevan untuk tujuan penilaian aset karena tidak merefleksi penghargaan sepakatan.

Kos Pengganti

Kos Pengganti atau kos masukan sekarang menunjukan jumlah rupiah harga pertukaran atau kesepakatan yang diperlukan sekarang oleh unit usaha untuk memperoleh aset yang sama jenis dan kondisinya atau penggantinya yang setara (ekuivalen). Kos pengganti hampir sama konsepnya dengan kos standar sekarang (current standart cost). Kos standar sekarang adalah berapa kos yang seharusnya untuk menghasilkan suatu produk dengan kondisi harga, teknologi, dan efisiensi sekarang. Kos pengganti berbeda dengan kos standar sekarang karena kos pengganti hanya didasarkan pada harga sekarang tetapi masih tetap didasarkan pada teknologi dan efisiensi masa lalu.

Nilai penaksiran adalah nilai taksiran kos sekarang atau nilai sekarang yang ditentukan dengan prosedur dan analisis sistematik oleh pihak independen yang kompeten. Nilai penaksiran biasanya ditujukan untuk aset tetap perusahaan yang berjalan terus guna menetapkan “nilai buku sekarang” yaitu kos pengganti atau reproduksi sekarang dikurangi depresiasi sampai tanggap penaksiran.

Nilai wajar secara umum berarti jumlah rupiah yang dapat diterima untuk suatu objek dalam suatu transaksi antara pihak-pihak yang berkehendak bebas tanpa tekanan atau keterpaksaan. Secara khusus, nilai wajar dimaksudkan untuk menunjuk jumlah rupiah aset untuk menentukan agar laba yang diperoleh merepresentasi tingkat kembalian wajar (fair return) bagi investor.

Nilai terrealisasi bersih dikurangi laba normal adalah nilai yang diharapkan merepresentasi kos pengganti bila data untuk menentukan kos pengganti tidak tersedia. Jadi, nilai terrealisasi bersih / netto dikurangi laba normal merupakan cara untuk menaksir kos pengganti atau kos sekarang.

Kos Harapan

Secara semantik, kos harapan suatu aset adalah nilai pengorbanan ekonomik di masa datang seandainya potensi jasa aset tersebut diperoleh secara bagian demi bagian (piecemeal) dan bukan sekaligus (lump sum). Untuk penilaian sekarang, kos harapan harus didiskon

(21)

menjadi kos harapan sekarang atau kos masukan masa datang diskonan (discounted future input cost). Untuk dapat menggunakan dasar penilaian ini tentu saja harus ada alternatif pemerolehan aset secara bagian demi bagian sebagai pembanding dan diketahui dengan pasti kos masa datang tiap bagian tersebut.

Nilai Keluaran

Nilai keluaran didasarkan atas jumlah rupiah kas atau penghargaan lainnya (nonkas) yang diterima suatu unit usaha apabila suatu aset atau potensi jasa akhirnya keluar dari kesatuan usaha melalui pertukaran atau konversi. Secara umum, penilaian ini lebih berpaut dengan aset tujuannya adalah dijual atau dikonversi menjadi kas dan bukan digunakan untuk kegiatan produksi. Ada berbagai dasar penilaian yang dapat digunakan dan tiap pos aset dapat dinilai menurut dasar yang paling sesuai dengan tujuan pelaporan tiap pos tersebut.

Harga Jual Masa Lalu

Harga jual masa lalu (past selling price) sebenarnya menunjukkan kas yang cukup pasti akan diterima dari konversi suatu pos aset yang timbul karena transaksi masa lalu. Pos yang mempunyai atribut semacam ini adalah piutang usaha karena jumlah rupiah piutang usaha merupakan harga jual masa lalu. Oleh karena itu, harga jual masa lalu merupakan salah satu bentuk khusus penilaian yang disebut nilai terrealisasi netto (net realizable values). Disebut netto atau bersih karena niai keluaran piutang atau sediaan barang tidak termasuk rugi piutang tak tertagih atau kos kegiatan penjualan tambahan untuk mendapatkan nilai sekarang pos-pos aset tersebut.

Harga Jual Sekarang

Penentuan kos yang berkaitan dengan kegiatan tambahan untuk menuntaskan transaksi konversi atau penjualan dalam hal tertentu sulit ditentukan atau ditaksir. Sebagai alternatif, penilaian dapat didasarkan atas harga jual sekarang (current selling price). Untuk piutang, harga jual sekarang dapat ditentukan atas dasar harga yang disepakati oleh perusahaan anjak piutang (factoring company).

Harga jual sekarang didasarkan pada anggapan bahwa perusahaan akan berlangsung terus dan transaksi dilaksanakan dalam pasar yang normal. Bila tidak ada pasar regular, penilaian dapat ditentukan atas dasar nilai likuidasi (liquidation values). Nilai likuidasi hanya

(22)

dapat digunakan apabila kondisi berikut dipenuhi: (1) bila produk atau potensi jasa lainnya telah berkurang manfaat normalnya lantaran menjadi usang atau tidak laku lagi dipasarkan dan (2) bila unit usaha merencanakan untuk menutup usaha dalam waktu dekat sehingga tidak dapat menjual seluruh potensi jasa unit usaha dalam pasar yang normal sehingga perusahaan ada di dalam posisi tawar-menawar yang lemah (disadvantaged bargaining power).

Nilai jual sekarang sebenarnya didasari oleh konsep setara tunai sekarang (current cash equivalents). Nilai ini menunjukkan jumlah rupiah kas atau daya beli yang dapat direalisasi dengan cara menjual setiap jenis aset di pasar bebas dalam kondisi perusahaan melikuidasi (menjual) asetnya secara normal. Secara teoritis, setara kas sekarang merupakan atribut atau properitas yang relevan untuk semua aset. Artinya, semua aset dapat menggunakan dasar penilaian ini pada titik waktu tertentu sehingga agregasi jumlah rupiah aset menjadi bermakna tanpa menghadapi masalah agregasi jumlah rupiah masa lalu, sekarang, dan masa datang yang skala daya belinya berbeda. Kelemahannya adalah tidak semua aset mempunyai pasar (untuk barang tangan kedua) dan harga pasar kutipan sehingga hasil pengukuran kurang terandalkan.

Nilai Terrealisasi Harapan

Secara semantik, nilai terrealisasi harapan suatu aset adalah penerimaan kas atau potensi jasa masa datang yang jumlah dan waktunya cukup pasti. Untuk penilaian sekarang suatu aset, nilai terrealisasi harapan harus didiskon menjadi nilai terrealisasi harapan sekarang atau penerimaan kas / potensi jasa masa datang diskonan (discounted future cash receipts / service potensials).

Dasar penilaian ini lebih bermanfaat dan valid untuk menilai investasi tunggal atau perusahaan secara keseluruhan dari sudut pandang investor. Untuk penilaian aset secara individual, dasar penilaian ini mengandung beberapa kelemahan yaitu:

1. Kalau tidak ada pasar untuk aset bersangkutan, penentuan aliran kas masa datang bersifat subjektif sehingga sulit diverifikasi.

2. Pemilihan tarif yang cukup representatif untuk merefleksi risiko tiap aset sangat problematik.

(23)

3. Aliran kas ke perusahaan dihasilkan oleh seluruh aset sebagai satu kesatuan dalam menghasilkan produk yang akhirnya dijual untuk mendatangkan kas.

4. Memperkuat alasan 3 diatas, beberapa aset memang tidak terpisahkan (severable) sehingga nilai sekarang seluruh aset (the value of the firm) tidak akan sama dengan penjumlahan semua kas masa datang diskonan tiap pos aset.

Kos atau Pasar yang Lebih Rendah

Penilaian atas dasar kos atau pasar yang lebih rendah (KAPYLR, baca: kapiler) atau cost or market whichever is lower (COMWIL) atau lower of cost or market (LOCOM) ini merupakan kombinasi nilai masukan dan keluaran karena pengertian pasar dalam hal ini dapat berarti pasar barang masukkan atau keluaran (input atau output market).

Penggunaan konsep penilaian ini didasari oleh konsep dasar konservatisme. Dalam kondisi ketidakpastian, kreditor secara historis mendasarkan keputusannya pada nilai konversi aset yang terendah sehinga penyajian aset dalam neraca juga mengikuti konsep ini.

Secara teoritis, penilaian atas dasar kos atau pasar yang lebih rendah mempunyai banyak kelemahan sehingga mengundang banyak kritik. Penilaian ini dianggap lemah secara teoretis karena alasan berikut:

1. Konservatisme cenderung merendahkan aset total. Ini disebabkan nilai sediaan tidak pernah dilaporkan lebih tinggi dari kos pemerolehan.

2. Lebih rendahnya sediaan akhir pada suatu periode akan berakibat lebih rendahnya biaya (dalam bentuk kos barang terjual) pada periode berikutnya sehingga laba menjadi lebih tinggi.

3. Terjadi inkonsistensi penilaian baik dalam suatu tahun atau antar periode. Karena penilaian antarperiode dapat berubah-ubah dari kos ke pasar, penilaian ini dapat mengakibatkan penilaian dalam suatu periode secara internal tidak konsisten.

4. Salah satu argumen digunakannya metode KAPYLR adalah bila terjadi penurunan manfaat akibat kerusakan, keusangan, perubahan harga, atau kemampuan mendatangkan laba maka selayaknyalah bahwa kos juga harus diturunkan.

KAPYLR sebenarnya merupakan penilaian atas dasar kos pengganti untuk merefleksi nilai pasar masukan. Argumen yang mendasari adalah bahwa penurunan dalam kos pengganti

(24)

pada umumnya merefleksi atau memberi indikasi dalam penurunan harga jual. Dengan kos pengganti (melalui KAPYLR), perusahaan dapat mempertahankan tingkat laba kotor penjualan normal (normal profit margin). Lebih dari itu, bila kos pengganti dibawah kos tetapi lebih tinggi dari nilai terrealisasi bersih (NTB) penjualan (net realizable value) yaitu harga jual dikurangi pengeluaran yang wajar untuk menjual, selisih tersebut akan merupakan penilaian lebih (overstatement) sediaan barang.

Atas dasar penalaran diatas, ketentuan umum penilaian sediaan dinyatakan sebagai berikut: Sediaan dinilai atas dasar KAPYLR dengan ketentuan bahwa pasar tidak melebihi nilai terrealisasi bersih atau tidak lebih rendah dari nilai terrealisasi bersih dikurangi laba kotor normal / LKN (normal profit margin).

Penilaian Menurut FASB

Konsep-konsep penilaian yang dibahas diatas menjadi dasar untuk menjelaskan berbagai dasar yang dapat digunakan untuk mengukur atau menilai elemen statement keuangan sesuai dengan atribut yang ingin direpresentasi oleh pengukuran. Bila dikaitkan dengan aset, dasar penilaian menurut FASB (SFAC No. 5, prgf 67) dapat disarikan sebagai berikut ini:

a. Historical Cost. Tanah, gedung, perlengkapan, perlengkapan pabrik, dan kebanyakan sediaan dilaporkan atas dasar kos historisnya yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang dikorbankan untuk memperolehnya.

b. Current (replacement) Cost. Beberapa sediaan disajikan sebesar nilai sekarang atau penggantinya yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang harus dikorbankan kalau aset tertentu yang sejenis diperoleh sekarang.

c. Current Market Value. Beberapa jenis investasi dalam surat berharga disajikan atas dasar nilai pasar sekarang yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang dapat diperoleh kesatuan usaha dengan menjual aset tersebut dalam kondisi perusahaan yang normal (tidak akan dilikuidasi).

d. Net Realizable Value. Beberapa jenis piutang jangka pendek dan sediaan barang disajikan sebesar nilai terrealisasi bersih yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang akan diterima (tanpa didiskon) dari aset tersebut dikurangi dengan

(25)

pengorbanan (kos) yang diperlukan untuk mengkonversi aset tersebut menjadi kas atau setaranya.

e. Present (or Discounted) Value of Future Cash Flows. Piutang dan investasi jangka panjang disajikan sebesar nilai sekarang penerimaan kas di masa mendatang sampai piutang terlunasi (dengan tarif diskon implisit) dikurangi dengan tambahan kos yang mungkin diperlukan untuk mendapatkan penerimaan tersebut.

Pengakuan

Suatu jumlah rupiah atau kos diakui sebagai aset apabila jumlah rupiah tersebut timbul akibat transaksi, kejadian, atau keadaan yang mempengaruhi aset. Dengan mengutip Sterling, Belkaoui (1993, hlm. 194-195) menunjukkan kondisi perlu (necessary) dan kondisi cukup (sufficient) yang merupakan penguji (test) yang cukup rinci untuk mengakui aset yaitu:

1. Deteksi adanya aset (Detection of Existence Test). Untuk mengakui aset, harus ada transaksi yang menandai timbulnya aset.

2. Sumber ekonomik dan kewajiban (Economic Resources and Obligation Test). Untuk mengakui aset, suatu objek harus merupakan sumber ekonomik yang langka, dibutuhkan, dan berharga.

3. Berkaitan dengan entitas (Entity Association Test). Untuk mengakui aset, kesatuan usaha harus mengendalikan atau menguasai objek aset.

4. Mengandung nilai (Non-zero Magnitude Test). Untuk mengakui aset, suatu objek harus mempunyai manfaat yang dapat ditentukan besarnya secara moneter.

5. Berkaitan dengan waktu pelaporan (Temporal Association Test). Untuk mengakui aset, semua penguji diatas harus dipenuhi pada tanggal pelaporan (tanggal neraca). 6. Verifikasi (Verification Test). Untuk mengakui aset, harus ada bukti pendukung

untuk meyakinkan bahwa kelima penguji diatas dipenuhi.

Apa yang dikemukakan Belkaoui diatas sebenarnya adalah apa yang disebut dengan kaidah pengakuan (Recognition Rules) yang merupakan petunjuk teknis atau prosedur untuk menerapkan empat kriteria pengakuan (Recognition Criteria) FASB yaitu definisi, keterukuran, keberpautan, dan keterandalan.

(26)

Beban Tangguhan

Untuk beberapa kasus, pelaksanaan kaidah diatas menjadi pelik karena karakteristik unik kos yang terlibat menyebabkan keraguan. Paton dan Littleton (1970) sangat mengkritik penggunaan istilah beban tangguhan inikarena secara konseptual semua aset (yang dipresentasi dengan kos) merupakan beban tangguhan. Lebih baik kalau pos tersebut diberi nama yang jelas sesuai dengan sifatnya dan disajikan secara terpisah dengan pos-pos aset lainnya.

Kos yang mempunyai karakteristik unik sehingga menimbulkan masalah penangguhan pembebanan misalnya adalah kos yang terlibat dalam transaksi, kejadian, atau keadaan berikut:

a. Sewaguna

b. Bunga selama masa konstruksi aset tetap c. Riset dan pengembangan

d. Eksplorasi minyak dan gas bumi e. Rugi selisih kurs valuta asing f. Sumber daya manusia

g. Kos organisasi

Sewaguna

Sewaguna (lease) menimbulkan masalah pelik dalam pengakuan aset karena di Amerika pada mulanya sewa guna digunakan sebagai sarana pemerolehan aset tetap atau fasilitas fisis tanpa harus menunjukkan utang yang timbul dari pemerolehan tersebut.

Oleh karena itu, dengan konsep dasar substansi diatas bentuk (Substance Over Form), FASB mewajibkan untuk mengakui dan melaporkan kewajiban yang timbul dari sewaguna dan mengakui (mengkapitalisasi) fasilitas yang disewaguna sebagai aset perusahaan kalau secara substantif perjanjian sewaguna tersebut sebenarnya merupakan pembelian angsuran. Yang menjadi masalah adalah apa kriteria yang harus dipenuhi agar suatu sewaguna dapat

(27)

dinyatakan sebagai pembelian angsuran. FASB mengajukan empat kriteria berikut ini (SFAS No. 13, prgf. 7):

a. Kontrak sewaguna menyebutkan adanya transfer hak milik barang atau properitas (property) kepada tersewaguna (lessee) pada akhir jangka sewaguna.

b. Kontrak sewaguna memuat pasal bahwa tersewaguna boleh pilih untuk membeli pada tanggal yang ditetapkan dalam jangka sewaguna dengan harga yang ditetapkan dan harga tersebut cukup murah sehingga dapat dipastikan di muka bahwa tersewaguna akan memilih membeli properitas bersangkutan. Pasal semacam ini disebut Bargain Purchase Option.

c. Jangka sewaguna adalah 75% atau lebih dari sisa umur ekonomis taksiran properitas sewagunaan sejak penandatanganan kontrak. Bila sisa umur ekonomik mulai dari penandatanganan kontrak kurang dari 25% umur ekonomik total, kriteria ini tidak berlaku.

Aset Memenuhi Syarat

Dalam keadaan tertentu kapitalisasi bunga tidak perlu dilakukan. Standar akuntansi menentukan aset yang memenuhi syarat (cukup disebut aset memenuhi) untuk dilekati kos bunga (qualifying assets) yang dalam PSAK No.26 disebut aset tertentu. FASB (SFAS No.34, prg.9) menetapkan bahwa kapitalisasi bunga hendaknya dilakukan hanya aset yang memenuhi syarat:

a. Aset yang dibangun atau diproduksi untuk digunakan sendiri oleh perusahaan (termasuk aset yang dibangun atau diproduksi oleh pihak lain atas pesanan perusahaan dan untuk pesanan/kontrak tersebut perusahaan melakukan pembayaran uang muka atau pembayaran bertahap atas dasar kemajuan pekerjaan pembangunan aset bersangkutan)

b. Aset dibangun atau diproduksi dengan tujuan untuk dijual sebagai suatu unit atau projek yang berdiri sendiri terpisah dari orijek atau kegiatan operasi lainnya (misalnya kapal, kawasan industri, estat real, jembatan, atau semacamnya)

c. Investasi jangka panajang (ekuitas, pinjaman, dan penanaman kas) yang diperlakukan dengan metoda ekuitas sementara terinvestasi (investee) sedang melaksanakan kegiatan pembangunan fasilitas fisis asalkan kegiatan

(28)

tersebut menggunakan dana investasi itu untuk memperoleh fasilitas fisis tersebut.

Manfaat informasioanal tambahan yang diperoleh dari kapitalisasi tersebut tidak sepadan dengan tambahan kos akuntansi dan administrasinya. Karakteristik lain suatu aset yang tidak dapat menjadi objek kapitalisasi adalah:

a. Aset yang sudah digunakan atau yang sudah siap digunakan sesuai dengan tujuan penggunaan dalam operasi menghasilkan pendapatan. b. Aset yang belum digunakan dalam kegiatan menghasilkan pendapatan

perusahaan dan juga tidak mengalami penyelesaian/perbaikan atau kegiatan lain yang diperlukan untuk menjadikan aset tersebut siap digunakan dalam operasi. Jadi, kalau kegiatan konstruksi berhenti, bunga selama berhentinya kegiatan tidak dapat dikapitalisasi.

c. Aset yang tidak dimasukkan dalam neraca konsolidasian perusahaan induk dan perusahaan-perusahaan anaknya.

d. Investasi yang diperlukan dengan metoda ekuitas setelah kegiatan operasi utama yang direncanakan oleh terinvestasi dimulai.

e. Investasi dalam perusahaan regulasian (regulated investees) yang mengkapitalisasi baik kos utang maupun ekuitas (cost of debt and equity capital).

f. Aset yang diperoleh dengan dana hadiah atau hibah yang dibatasi penggunaanya oleh penghadiah atau penghibah semata-mata untuk pemerolehan aset tersebut.

Besarnya Kapitalisasi Bunga

Besarnya bunga yang harus dikapitalisasi adalah bagian dari kos bunga yang terjadi selama perioda-perioda pemerolehan aset yang secara teoritis dapat dihindari seandainya kesatuan usaha tidak membangun fasilitas fisis yang bersangkutan. Secara teknis, jumlah rupiah bunga yang dikapitalisasi dalam suatu perioda pemerolehan adalah tingkat bunga atau tarif kapitalisasi (capitalization rate) dikalikan dengan rata-rata pengeluaran dana untuk konstruksi selama perioda akuntansi tersebut.

(29)

Kapitalisasi kos bunga diperhitungkan untuk perioda pemerolehan (acquisition period) sehingga perioda tersebut menjadi perioda kapitalisasi. Perioda kapitalisasi dimulai ketiaka tiga kondisi berikut dipenuhiPerioda kapitalisasi dimulai ketiaka tiga kondisi berikut dipenuhi:

a. Pengeluaran untuk pembangunan aset telah dilakukan atau terjadi.

b. Kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk menyelesaikan pembangunan sampai siap dipakai masih berlangsung

c. Kos bunga telah terhimpun (occured) atau terjadi bersamaan dengan berjalannnya pembangunan aset.

Kapitalisasi bunga dapat terus dilakukan untuk tiap perioda akuntansi selama ketiga kondisi diatas dipenuhi.

Pengungkapan

Bila sebagian atau seluruh bunga dikapitalisasitentu saja akan ada sebagian informasi yang hilang. Oleh karena itu, perlu ada pengungkapan (disclosure) tentang hal ini sehingga statemen keuangan tidak menyesatkan. Agar statemen keuangan tetap informatif, hal-hal berikut ini harus diungkapkan sebagai penjelesan statemen keuangan:

a. Bila tidak ada kos bunga yang dikapitalisasi, total bunga yang terjadi selama perioda dan dibebankan sebagai biaya perioda tersebut.

b. Bila sebagian kos bunga dikapitalisasi, bunga total yang terjadi dan bagian yang dikapitalisasi.

Penyajian

Prinsip akuntansi berterima umum, terutama standar akuntansi, menetapkan penyajian dan pengungkapan tiap pos-pos aset. Walaupun aset didefinisi secara umum sebagai manfaat ekonomik masa datang yang dikuasai kesatuan usaha dan yang benar-benar timbul dari transaksi yang sah, tiap pos aset didefinisi lebih lanjut atau spesifik sesuai dengan sifat pos tersebut. Pengungkapan dan penyajian pos-pos aset harus dipelajari dari standar yang mengatur tiap pos. Secara umum, prinsip akuntansi berterima umum memberi pedoman penyajian dan pengungkapan aset sebagai berikut:

a. Aset disajikan di sisi debit atau kiri dalam neraca berformat akun atau dibagian atas dalam neraca berformat laporan.

(30)

c. Aset diurutkan penyajiannya atas dasar likuiditas atau kelancarannya, yang paling lancar dicantumkan pada urutan pertama.

d. Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan pos-pos tertentu harus diungkapkan (misalnya metoda depresiasi aset dan dasar penilaian sediaan barang).

Kalau suatu kontrak sewaguna memuat pasal – pasal atau ketentuan – ketentuan yang memenuhi salah satu atau lebih kriteria diatas maka sewaguna tersebut harus diperlakukan sebagai kontrak pembelian angsuran dan properitas yang terlibat harus dikapitalisasi.

IAI juga mengeluarkan standar untuk mengkapitalisasi sewaguna.kriteria yang diajukan adalah (PSAK No.30,bab II prg.3 )

A. Penyewa guna usaha memiliki hak opsi untuk membeli aset yang disewagunausahakan pada akhir masa masa sewa guna usaha dengan harga yang disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian sewa guna usaha.

B. Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh penyewa guna usaha ditambah dengan nilai sisa mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang disewagunakan serta bunganya,sebagai keuntungan perusahaan sewa guna usaha C. Masa sewa guna usaha minimum 2 tahun.

Jadi kriteria kaoitalisasi menurut PSAK No 30 adalah lemah bahkan kosong dengan makna kesubstanfan transaksi sebagaipembelian sehingga kalau suatu sewa memenuhi ketiga kriteria kapitalisasi tersebut akan bersifat arbirer.

Kos bunga

Dalam FASB menyebutkan bahwa tujuan mengkapitalisasi kos bunga adalah untuk mendapatkan angka kos pemerolehan yang paling merefleksi investasi total kesatuan usaha dalam aset dan untuk membebankan suatu kos yang berkaitan dengan memperoleh suatu sumber ekonomik yang akan memberi manfaat dimasa datang untuk ditandingkan dengan pendapatan yang dihasilkan oleh maanfaat tersebut.

Ada berapa argumen pendukung dan penolak dikapitalisasinya bunga dan akhirnyamenghasilkan berbagai kemungkinan perlakuan kos bunga selama masa pembangunan.beberapa alternatif perlakuan adalah.

(31)

1. Bunga tidak dikapitalisasikan dan diperlukan sebagai biaya perioda.

2. Bunga dikapitalisasi dan dimasukan sebagai bagian dari kos fasilitas fisis yang dibangun sendiri.jumlah yang dikapitalisasi dapat sebesar :

a. Jumlah rupiah sesungguhnya dibayar atau terjadi untuk dana yang khusus dipinjam untuk pembangunan.

b. Jumlah rupiah semua bunga yang sesungguhnya dibayar atau terjadi untuk semua dana pinjaman yang ada.ini dilakukan apabila tidak ada dana khusus yang disediakan untuk pembangunan aset bersangkutan.

c. Bunga dikapitalisasi sebesar jumlah rupiah bunga implisit dana yang tertanam dalam perusahaan tanpa memperhatikan sumbernya.

3. Bunga dikapitsalisasi tetapi tidak termasuk sebagai elemen kos fasilitas fisis yang dibangun sendiri.

Gambar

Gambar Hubungan Kos, Aset, dan Biaya

Referensi

Dokumen terkait

Pembahasan dititikberatkan pada permasalahan yang dibatasi dan ditinjau dari disiplin ilmu arsitektur serta dititikberatkan pada perencanaan dan pengembangan Pasar Grosir Batik

Apakah strategi yang dipraktikkan oleh kontraktor kecil untuk memenangi sebut harga di Majlis Perbandaran Sepang?... 1.4

membandingkan adalah hal yang alami, siswa dapat belajar untuk mengendalikan diri mereka ketika mereka hendak melakukan perbandingan mengenai penampilan mereka, dan menanggapinya

Untuk dapat mengikuti uji kompetensi, siswa ditekankan harus memenuhi 4 persya- ratan utama terlebih dahulu yaitu siswa harus kelas 12 yang sudah mengikuti ujian akhir

Pelayanan petugas pada saat terjadinya keterlambatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf b adalah tersedianya petugas pelaksana angkutan udara haji yang

Hasil survai ekologi TNC pada Tahun 2001 dikutip DKP Raja Ampat (2009) menunjukkan bahwa kawasan ini memiliki kurang lebih 284 jenis ikan karang dalam sekali penyelaman

Sustainable Indonesia Palm Oil Industry : Study Case Multi stakeholders Partnership FOKSBI • Menakar Sayap Politik Perempuan.. Partai : Studi Garnita Malayahati

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI