• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di berbagai daerah, gurami dikenal dengan berbagai sebutan, di antaranya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di berbagai daerah, gurami dikenal dengan berbagai sebutan, di antaranya"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Gurami

2.1.1. Klasifikasi Ikan Gurami

Di berbagai daerah, gurami dikenal dengan berbagai sebutan, di antaranya gurameh (Jawa), gurame (Sunda, Betawi), kalui, kali, dan alui (Sumatra) (Redaksi Agro Media, 2008). Dalam daftar klasifikasi, gurami menurut Saanin (1995) dalam Anggie (2008) termasuk dalam filum Chordata yang merupakan ikan bertulang belakang, dan kelas pisces yaitu ikan yang bernafas dengan insang. Klasifikasi gurami secara lengkap menurut Saanin (1984) :

Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Perciformes Familia : Ospluronnemidae Genus : Osphronemus

(2)

2.1.2. Ciri-ciri Morfologi

Gurami merupakan ikan air tawar yang termasuk dalam golongan ikan Labyrinthici, yaitu ikan yang mempunyai alat pernafasan tambahan berupa selaput tambahan berbentuk tonjolan pada tepi atas lapisan insang pertama yang disebut labyrin. Fungsi labyrin untuk menghirup oksigen langsung dari udara. alat ini memiliki pembuluh darah kapiler yang memungkinkan gurami mengambil zat asam dari udara yang berada di ruangan labyrin (Khairuman & Amri, 2002). Oksigen yang terisap akan diikat labyrin, maka dengan demikian gurami dapat hidup dalam perairan dengan kondisi oksigen terlarut sangat rendah (Sitanggang & Sarwono, 2007).

Gurami mempunyai tubuh tinggi dan pipih ke samping. Pada bagian mulut kecil, miring dan dapat disembulkan. Gurami memiliki garis lateral tunggal dan tidak terputus. Sisik stenoid berukuran besar. Gurami mempunyai gigi pada rahang bawah (Gufron & Kordi, 2010).

Gurami yang masih muda berukuran 9 cm, memiliki 8 garis tegak berwarna hitam pada kedua sisi badannya. Garis tegak yang ada pada gurami biasanya hilang setelah dewasa (Khairuman & Amri, 2008). Hal tersebut yang membedakan antara ikan gurami muda dengan ikan gurami tua. Ikan gurami yang sudah tua, pada bagian sirip punggungnya akan termodifikasi sehingga memunculkan duri dan sirip dubur yang ukurannya kecil akan semakin besar (Agung, 2007).

(3)

alat detektor yang fungsinya sebagai peraba. Sepasang peraba yang terletak pada bagian dadanya tersebut sesungguhnya adalah sirip perut yang telah mengalami modifikasi menjadi sepasang benang yang panjang. Hal tersebut memperlihatkan alat untuk bergerak sudah berubah menjadi alat yang tidak kalah vitalnya, peraba (Darsono, 1989).

2.1.3. Sifat Biologi

Gurami pada umumnya mendiami perairan yang tenang dan ditemukan hidup di perairan payau. Gurami biasanya mulai memijah pada umur 2-3 tahun pada musim kemarau, tetapi di kolam-kolam dapat memijah sepanjang tahun (Darsono, 2001). Hal tersebut dapat meningkatkan produktivitas telur gurami.

Gurami mempunyai kebiasaan meletakkan telur hasil pemijahan di dalam sarang yang terbuat dari tumbuhan-tumbuhan air, rumput atau serabut-serabut lain yang ada disekitarnya (Ghufran & Kordi, 2010). Telur tersebut akan menetas dalam waktu 10 hari. Umumnya, gurami yang masih muda bersikap agresif, tetapi sifat tersebut akan berkurang seiring dengan pertambahan umurnya (Khairuman & Amri, 2002).

2.1.4. Habitat

Gurami hidup di habitat air tawar di seluruh dunia. Penyebarannya mulai Amerika Selatan, Afrika, Asia Selatan, hingga Asia Tengggara termasuk Indonesia. Gurami menyebar di Indonesia meliputi daerah-daerah bersuhu hangat seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sementara di luar Pulau Jawa gurami banyak terdapat di Pulau Sumatra dan Sulawesi. Di Sulawesi Utara berkembang di Airmadidi dekat Menado (Sitanggang & Sarwono, 2007).

(4)

Pada umumnya, gurami mudah berkembang dengan baik di daerah dataran rendah. Namun, ikan tersebut juga masih dapat hidup di dataran tinggi, tetapi perkembangan tubuhnya tidak secepat saat hidup di dataran rendah (Khairuman & Amri, 2008). Hal tersebut disebabkan karena adanya faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan gurami secara fisiologinya.

Salah satu faktor yang membedakan dataran rendah dan dataran tinggi adalah suhu. Suhu di dataran rendah lebih tinggi (lebih panas) dibanding di dataran tinggi. Berkaitan dengan suhu, gurami tumbuh dengan baik pada suhu antara 24-28 0C. Gurami sangat peka terhadap suhu sehingga jika dipelihara pada suhu rendah, kurang dari 150C, gurami tidak akan dapat berkembangbiak (Ghufran & Kordi, 2010).

2.2. Bakteri Aeromonas hydrophila

Bakteri Aeromonas hydrophila merupakan genus Aeromonas yang berasal dari yunani yang berarti unit monas udara / gas maka maka dapat diartikan suatu unit penghasil gas. Klasifikasi A. hydrophila menurut Holt dkk. (1994):

Filum : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Pseudomonadales Famili : Vibironaceae Genus : Aeromonas

(5)

Gambar 2.2. A. hydrophila dengan pewarnaan Gram dan morfologi bakteri

pembesaran 100x (Samsundari, 2016)

Gambar 2.2. menunjukkan bakteri A. hydrophila hanya terlihat bila diberi

warna. Bakteri ini berbentuk batang dengan sebuah flagel (Susanto, 2003). A.hydrophila merupakan bakteri Gram- negatif, fakultatif anaerobik, non-sporoforming, bakteri berbentuk batang. Bakteri tersebut ditemukan di makanan, hewan piaaraan dan perairan (Daskalov, 2005). Aeromonas hydrophila mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1980. Hal tersebut terjadi di Jawa Barat yang menyebabkan kematian 82,2 ton ikan tawar dalam jangka sebulan (Mulia, 2012). Terkait dengan kasus penyakit klinis, patogen ini menghasilkan faktor virulensi yang berbeda seperti eksotoksin, sitotoksin, dan lainnya. Spektrum penyakit yang terkait mikroorganisme tersebut meliputi gastroenteritis, infeksi luka traumatik dan akuatik, dan infeksi septisemia (Daskalov, 2005).

Bakteri A. hydrophila merupakan bakteri yang virulen (Kamaludin, 2011) dan bersifat patogen oportunis serta hanya dapat menimbulkan penyakit pada populasi ikan yang memiliki daya tahan tubuh lemah atau sebagai infeksi sekunder saat ikan terserang penyakit A. hydrophila merupakan penyebab umum

(6)

dari penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS) dan dapat menginfeksi ikan terutama pada kondisi ikan stress atau tercampur dengan patogen lainnya sebagai penginfeksi sekunder (Nurwirnawati, 2016).

Peningkatan kepadatan ikan yang berlebihan akan menyebabkan penurunan laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan akibat adanya infeksi bakteri A.hydrophila. Menurut hasil penelitian Mulia (2012) yang melakukan uji postulat Koch pada 10 isolat A. hydrophila pada gurami, ikan gurami mencapai kematian 87,5-100%. Hal tersebut menunjukkan bahwa isolat A. hydrophila memiliki tingkat keganasan yang tinggi akibat bakteri A. hydrophila.

Ikan yang terserang bakteri A. hydrophila, memiliki beberapa gejala eksternal dan internal. Gejala eksternal yang timbul insang dan tubuh pucat disertai bercak-bercak merah (haemorhagik) pada punggung di belakang operculum, sirip dan bagian tubuh lain, terdapat luka pada bekas sutikan, bahkan sudah ada yang membentuk borok dan ditumbuhi jamur, mata menonjol hingga lepas, terkadang disertai penglupasan kulit dan daging di sekitarnya, lendir banyak, sirip gripis, dan perut kembung /bengkak.

Gejala internal yang timbul yaitu ginjal merah pucat, merah kehitaman sampai coklat tua, bahkan ada yang timbul bintil-bintil putih berdiameter 0,5-3 mm. Hati berwarna merah pucat, merah kehitaman sampai coklat, bahkan ada yang bengkak. Lambung pucat, kecoklatan, bahkan ada yang pecah. Usus pucat, kosong dan menggelembung, serta rongga perut banyak cairan kuning (Mulia, 2012).

(7)

2.3. Penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS)

Penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS) adalah penyakit bakterial yang disebabkan oleh A. hydrophila. Infeksi A. hydrophila terjadi apabila inang mengalami immunosupressed karena stres atau infeksi penyakit lainnya. Gejala eksternal yang muncul akibat penyakit MAS adalah ulser yang berbentuk bulat atau tidak teratur dan berwarna merah keabu-abuan, inflamasi, dan erosi di dalam rongga dan sekitar mulut. Selain itu, terjadi hemorrhagik pada sirip serta mata membengkak dan menonjol (Mulia, 2012).

Bakteri A. hydrophila menyerang bagian luar tubuh ikan (eksternal) dan menyerang bagian dalam tubuh (internal). Akibat serangannya dapat bermacam-macam, mulai dari hilangnya sebagian selaput sirip ikan hingga dengan tersisa jari-jarinya. Diantara parasit yang menyerang, bakteri termasuk paling berbahaya. (Susanto, 2003). Ikan yang terserang bakteri umumnya menemui kematian, jarang ada ikan yang tertolong karena rata-rata sudah langsung parah. Di antara banyaknya species, bakteri yang sering menyerang ikan ialah penyebab penyakit serangan bakteri A. hydrophila.

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila mudah menular. Penyebaran penyakit ini yaitu melalui air yang telah terkontaminasi A. hydrophila atau penularan dari ikan yang sakit (Mulyana dkk., 2012). Penyakit MAS memiliki potensi penginfeksian yang tinggi, maka perlu diatasi dengan penggunaan obat. Tetapi, penggunaan obat-obatan kimia dapat berdampak negatif bagi kehidupan ikan di antaranya membunuh organisme bukan sasaran, timbulnya

(8)

patogen resisten, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan serta menimbulkan pencemaran lingkungan (Rahmi dkk., 2016).

Salah satu cara yang paling aman untuk pengobatan ikan yang terserang MAS ialah dengan memanfaatkan obat-obatan herbal yang ramah terhadap lingkungan dan mudah terurai di perairan, selain itu produk dari tumbuhan alami memiliki efek samping yang relatif rendah serta ketersediaanya sangat melimpah.

2.4. Bakau Api-Api (Avicennia marina)

2.4.1. Klasifikasi Bakau Api-Api (Avicenniamarina)

Api-api (Avicennia marina) merupakan salah satu tumbuhan bakau yang termasuk ke dalam magnoliopsida yaitu tumbuhan dikotil atau berbiji dua (Gambar 2.3.). Avicennia merupakan genus yang memiliki kemampuan toleransi terhadap kisaran salinitas yang luas dibandingkan genus lainnya (Oktavianus, 2013). Klasifikasi A. marina secara lengkap menurut Cronquist (1981):

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Sub Class : Asteridae Order : Lamiales Family : Acanthaceae Genus : Avicennia

(9)

Gambar 2.3. A. Pohon Avicennia marina B. Daun Avicennia marina

2.4.2. Deskripsi Bakau Api-Api (Avicennia marina)

Avicennia marina biasanya tumbuh di tepi laut yang merupakan bagian dari komunitas hutan bakau A. marina tumbuh dengan tegak, serta memiliki banyak cabang. Api-api memiliki batang yang mengeluarkan getah dan memiliki rasa yang pahit. Akarnya termasuk dalam akar nafas berbentuk ramping yang panjang dan rapat, dapat membantu pengikatan sedimen, dan mempercepat proses pembentukan tanah timbul.

Bagian daun tumbuhan A. marina tumbuh berhadapan, bertangkai, berbentuk bulat telur terbalik dengan ujung tumpul dan pangkal yang rata. Bunga tumbuhan ini berwarna kuning dengan kelopak bunga yang pendek dan pucat. Buah berbentuk kotak, berkatup, berbiji satu serta berkecambah sebelum rontok. Kulit kayu tumbuhan ini halus, berwarna kelabu dan hijau loreng. Akar napas api-api tumbuh lurus, berbentuk ramping dan berjumlah banyak (Windaya, 2015). Daun A. marina mengandung senyawa aktif alkaloid, triterpenoid, saponin, tanin,

(10)

glikosida, dan flavonoid yang sangat potensial digunakan sebagai antioksidan, antimikroba, antifungi, dan antibiotik (Wibowo dkk., 2009).

2.4.3. Ekstraksi Senyawa Bioaktif

Ekstraksi adalah cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen-komponen yang terpisah. Ekstraksi tersebut didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Mufida, 2013).

Ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu fase air (aqueus phase) dan fase organik (organic phase). Ekstraksi fase air ialah ekstraksi yang menggunakan air sebagai pelarut sedangkan ekstraksi fase organik ialah ekstraksi yang menggunakan pelarut organik seperti kloroform, eter, dan sebagainya (Nurwirnawati, 2016).

Ekstraksi dilakukan dengan cara pengambilan bahan aktif yang bersifat sebagai bahan anti bakteri. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Salah satu bahan alam yang mengandung senyawa bioaktif ialah A. marina. Analisis fitokimia pada bakau Avicennia spp menurut Harbone (1987) dan Hosettmann (1991) dalam Oktavianus (2013) dapat dilihat pada Tabel 2.1.

(11)

Tabel 2.1. Analisis Fitokimia Bakau Avicennia spp

Jenis uji fitokimia

Avicennia marina Avicennia lanata Avicennia alba

Isi buah Batang Daun Kayu Akar daun getah Kayu akar daun Alkaloid ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ +++ ++++ ++++ ++++ +++ Saponin ++++ ++++ ++++ +++ ++++ ++++ ++ ++++ ++++ ++++ Tannin ++++ + +++ ++ +++ ++++ ++ - + + Fenolik ++ - - + + _ +++ + + + Flavonoid ++++ +++ ++ ++++ ++++ ++++ +++ +++ ++++ +++ Triterpono id ++++ ++ ++++ ++++ ++++ +++ ++++ ++++ +++ +++ Steroid - - - -Glikosida ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ Keterangan : - : Positif ++ : Positif +++ : Positif kuat

+++ +: Positif sangat kuat

Sumber : Harbone (1987) dan Hosettman (1991) dalam Oktavianus (2013) Berdasarkan Tabel 2.1. dapat dilihat bahwa seluruh bagian tanaman memiliki kandungan senyawa bioaktif di antaranya alkaloid, saponin, dan glikosida yang cukup tinggi. Jenis bakau yang menunjukkan kandungan senyawa bioaktif yang lebih besar dan kompleks ialah Avicennia marina.

2.5. Kualitas Air

Air berfungsi sebagai media internal dan eksternal bagi ikan. Sebagai media internal, air berfungsi sebagai bahan baku untuk metabolisme tubuh, pengangkut bahan makanan ke seluruh tubuh, pengangkut sisa metabolisme, untuk dikeluarkan dari dalam tubuh, dan pengatur atau penyangga suhu tubuh. Sementara sebagai media eksternal, air berfungsi sebagai habitat. Oleh karena itu, peran air sangat esensial dalam kehidupan ikan. Kualitas dan kuantitas air harus dijaga agar sesuai kebutuhan ikan peliharaan (Ghufran & Khudri, 2010).

(12)

Dalam penelitian Mulyana dkk. (2012) yang bertujuan untuk mengetahui dosis rosella terbaik terhadap ketahanan tubuh benih ikan yang diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila, disebutkan bahwa kualitas air merupakan faktor yang paling penting dalam budidaya ikan sebab air diperlukan sebagai media hidup ikan. Menjaga kualitas air di dalam akuarium percobaan tetap stabil, maka dilakukan penyiphonan setiap hari dan penambahan air. Penyiphonan dilakukan dengan cara mengangkat sisa pakan dan kotoran hasil metabolisme benih ikan sebanyak 70% dari jumlah total air per akuarium percobaan dan penambahan air sebanyak jumlah total air per akuarium yang disipon. Penyiponan dilakukan pada jam 07.00 WIB sebelum pemberian pakan pertama diberikan.

Menjaga kualitas air merupakan faktor yang penting pada habitat ikan. Kualitas air yang baik akan berpengaruh pada kehidupan ikan. Beberapa parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas air meliputi suhu air, oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO), dan derajat keasaman (pH) (Nurfaidah, 2015).

2.5.1. Suhu Air

Suhu air dapat mempengaruhi kehidupan biota air secara tidak langsung, yaitu melalui pengaruhnya terhadap oksigen di dalam air. Semakin tinggi suhu air, semakin rendah daya larut oksigen di dalam air, dan sebaliknya. Pengaruh suhu secara tidak langsung yang lain adalah terhadap metabolisme, daya larut gas, termasuk oksigen serta berbagai reaksi kimia di dalam air. Semakin tinggi suhu air, semakin tinggi laju metabolisme biota budidaya yang berarti semakin besar konsumsi oksigennya, padahal kenaikan suhu akan mengurangi daya larut oksigen

(13)

Faktor yang dapat menjaga kestabilan suhu di dalam air, salah satunya dengan melihat kedalaman air. Suhu air berpengaruh pada pembentukan antibodi. Pada suhu yang optimal pembentukan antibodi akan berjalan dengan baik, sedangkan pada suhu yang tidak optimal pembentukan antibodi akan terhambat (Mulia, 2012).

Menurut penelitian lain yang dilakukan oleh Mulyana dkk. (2012), suhu pada ikan gurami yang baik yaitu diusahakan konstan antara 28-30 °C, dan untuk menjaga suhu media pemeliharaan dipasang lampu watt dan heater pada setiap akuarium percobaan.

2.5.2. DO (Dissolved Oxygen) Air

Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernapasannya harus dalam kondisi terlarut dalam air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas sehingga bila ketersediaanya ada di dalam air tidak mencukupi kebutuhan budidaya maka segala aktivitas biota akan terhambat. Menurut Zonneveld dkk. (1991), kebutuhan oksigen ikan terhubung dengan dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tegantung pada metabolisme tubuh ikan. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi ikan dari spesies tertentu disebabkan oeh adanya perbedaan struktur molekul sel darah ikan yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dan derajat kejenuhan oksigen dalam sel darah (Ghufran & Kordi, 2010).

Pada ikan gurami, batas minimal kandungan oksigen yang diperlukan ialah sebesar 5 ppm. Apabila kadar oksigen rendah, maka dapat ditingkatkan dengan

(14)

cara menjaga aliran air agar tetap lancar dan membiarkan permukaan kolam dengan kondisi terbuka (Agus dkk., 2008).

2.5.3. Derajat Keasaman (pH) Air

Derajat keasaman (pH) air mempengaruhi tingkat kesuburuan perairan karena memengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah (keasaman tinggi), kandungan oksigen terlarut akan berkurang. Akibatnya, konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernafasan naik, dan selera makan berkurang. (Ghufran & Kordi, 2010).

Kolam pemeliharaan gurami idealnya memiliki pH netral yaitu 6,5-7,5. Apabila besarnya pH kurang dari 6 yang berarti kondisi kolam asam, maka harus di netralkan dengan penambahan CaCO3atau soda kue kue dalam air. (Agus dkk.,

2001) menurut penelitian lain yang dilakukan oleh Verawati dkk. (2015) Nilai pH yang baik selama pemeliharaan ikan gurami berkisar antara 6,70 – 7,12. Selama masa pemeliharaan tersebut cenderung terjadi penurunan pH yang disebabkan semakin meningkatnya buangan metabolisme (cenderung asam) seiring meningkatnya padat penebaran. Selain itu, penurunan pH disebabkan oleh peningkatan CO2 akibat proses respirasi. Nilai pH tersebut masih dalam kisaran yang ditoleransi oleh ikan gurami (BSN & Boyd, 1990).

Kadar karbondioksida yang diperuntukan bagi kebutuhan ikan air tawar sebaiknya mengandung kadar karbondioksida bebas < 5 mg/L. Karbondioksida bebas sebesar 10 mg/L masih dapat ditolerir oleh organisme akuatik, asal disertai

(15)

bakteri A. hydrophilla, untuk mengurangi tingkat stres pada ikan diperlukan pengontrolan kualitas air khususnya pH (Mulyana dkk., 2013).

Gambar

Gambar 2.2. A. hydrophila dengan pewarnaan Gram dan morfologi bakteri pembesaran 100x (Samsundari, 2016)
Gambar 2.3. A. Pohon Avicennia marina B. Daun Avicennia marina
Tabel 2.1. Analisis Fitokimia Bakau Avicennia spp Jenis  uji

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa jenis penyebab penyakit ikan golongan bakteri yang sering menimbulkan kerugian dalam usaha budidaya ikan antara lain meliputi.. Aeromonas hydrophila, Aeromonas

Menurut Herwig (1979), Aeromonas hydrophila adalah penyebab penyakit ikan yang dikenal dengan Haemorrhagic septicemia, motile aeromonas septicaemia, ulcer disease atau red

Patogen adalah bakteri, virus, parasit, atau fungsi yang dapat menyebabkan penyakit di dalam tubuh. Masing-masing patogen terdiri dari beberapa bagian yang biasanya

Pada sebagian besar infeksi daerah operasi bakteri patogen berasal dari endogen yaitu flora kulit, membran mukosa dan traktus gastrointestinal atau berasal dari

Beberapa karakter penting yang digunakan dalam memilih jenis bakteri probiotik yang akan diaplikasikan dilapangan diantaranya adalah: (1) tidak bersifat patogen

Mikroorganisme rumen tidak saja terdiri dari bakteri maupun protozoa yang bersifat nonpatogen tetapi juga terdapat bakteri serta protozoa yang bersifat patogen, bakteri

Dibanding dengan jamur, protozoa dan cacing, bakteri merupakan penyebab penyakit yang sering menyerang pada ikan nila.. Bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua

Daerah yang menyebabkan bakteri mudah berkembang biak, sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap yang dan mudah menimbulkan penyakit (Solin, 2000). Tampon dan pembalut