BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Kepuasan Pasien 1. Definisi Kepuasan
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan yang berorientasi pada kepuasan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata pengguna jasa. Kepuasan adalah suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan dapat dipenuhi melalui produk yang diberikan (Haffizurrachman, 2004).
Kepuasan adalah bentuk perasaan seseorang setelah mendapatkan pengalaman tehadap kinerja pelayanan yang telah memenuhi harapan (Gerson, 2004). Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa yang muncul setelah membandingkan antara persepsi terhadap kinerja atau hasil suatu produk atau jasa dan harapan-harapan (Kotler,2007).
Berdasarkan pada beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kepuasan adalah perasaan seseorang terhadap hasil yang diterima serta memenuhi harapan dan keinginannya. 2. Kepuasan pasien
Kepuasan berkaitan dengan kesembuhan pasien dari sakit atau luka. Hal ini lebih berkaitan dengan konsekuensi sifat pelayanan kesehatan itu sendiri, berkaitan pula dengan sasaran dan hasil pelayanan. Kepuasan pasien dalam menilai mutu atau pelayanan yang baik, dan merupakan
pengukuran penting yang mendasar bagi mutu pelayanan. Hal ini karena memberikan informasi terhadap suksesnya pemberi pelayanan bermutu dengan nilai dan harapan pasien yang mempunyai wewenang sendiri untuk menetapkan standar mutu pelayanan yang dikehendaki (Hafizurrachman, 2004).
Kepuasan pasien dapat diartikan sebagai suatu sikap konsumen yakni beberapa derajat kesukaan atau ketidaksukaanya terhadap pelayanan yang pernah dirasakan, oleh karena itu prilaku konsumen dapat juga diartikan sebagai model perilaku pembeli (Ilyas, 1999).
Kepuasan pasien merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampau harapan pasien. Dengan demikian kepuasan timbul apabila evaluasi yang diharapkan menunjukkan bahwa alternatif yang diambil lebih rendah dari harapan (Kusumapraja, 1997).
Kotler (2007), mendefinisikan bahwa kepuasan pasien adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia rasakan dibanding dengan harapannya. Menurut Gerson (2004), kepuasan pasien adalah persepsi pasien bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui. Sedangkan menurut Nurachmah (2005), kepuasan pasien didefinisikan sebagai evaluasi paska konsumsi bahwa suatu produk yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan.
Menurut Sabarguna (2004), kepuasan pasien adalah merupakan nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Tapi walaupun
subyektif tetap ada dasar obyektifnya, artinya walaupun penilaian itu dilandasi oleh pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu itu dan pengaruh lingkungan waktu itu, tetapi tetap akan didasari oleh kebenaran dan kenyataan obyektif yang ada.
Kepuasan pasien akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa dari pembeli jasa kepada pasien sesuai dengan apa yang dipersepsikan pelanggan. Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor subyektifitas yang dapat membuat perbedaan persepsi atau kesenjangan antara pelanggan dan pemberi jasa, ada lima kesenjangan dalam kualitas jasa (Hafizurrachman, 2004) :
a. Kesenjangan antara persepsi manajemen tentang harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa.
b. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. c. Kesenjangan antara spesifikasi jasa dan jasa yang disajikan.
d. Kesenjangan antara penyampaian jasa aktual dan komunikasi eksternal kepada konsumen.
e. Kesenjangan antara jasa yang diharapkan dan jasa aktual yang diterima konsumen.
Kepuasan pasien adalah tingkat kepuasan pelayanan pasien dari persepsi pasien/ keluarga terdekat. Kepuasan pasien akan tercapai, apabila diperoleh hasil yang optimal bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan memperhatikan kemampuan pasien atau keluarganya, ada perhatian terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan memprioritaskan
kebutuhan pasien, sehingga tercapai keseimbangan yang sebaik-baiknya antara tingkat rasa puas atau hasil dan derita-derita serta jerih payah yang telah dialami guna memperoleh hasil tersebut (Soejadi, 1996).
Berdasarkan pada beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien merupakan nilai subyektif pasien terhadap pelayanan yang diberikan setelah membandingkan dari hasil pelayanan yang diberikan dengan harapannya. Pasien akan merasa puas jika pelayanan yang diberikan sesuai harapan pasien atau bahkan lebih dari apa yang diharapkan pasien.
3. Dimensi Kepuasan Pasien
Dimensi kepuasan yang dirasakan seseorang sangat bervariasi sekali, namun secara umum dimensi dari kepuasan sebagaimana yang didefinisikan diatas mencakup hal-hal berikut (Azwar, 1996) :
a. Kemampuan yang mengacu hanya pada penerapan standart kode etik profesi.
Pelayanan kesehatan dikatakan memenuhi kebutuhan kepuasan pasien apabila pelayanan yang diberikan mengikuti standart serta kode etik yang disepakati dalam suatu profesi, atau dengan kata lain yaitu bila suatu pelayanan kesehatan yang diberikan telah mengacu pada standar yang telah ditetapkan oleh profesi yang berkompeten serta tidak menyimpang dari kode etik yang berlaku bagi profesi tersebut. Ukuran-ukuran yang digunakan untuk menilai pemikiran seseorang terhadap kepuasan yang diperolehnya mencakup hubungan
petugas-pasien (relationship), kenyamanan pelayanan (amenities), kebebasan melakukan pilihan (choice), pengetahuan dan kompetensi teknis (scientific knowledge and technical skill), efektifitas pelayanan (effectivess) dan keamanan tindakan (safety).
b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan
Persyaratan suatu pelayanan kesehatan dinyatakan sebagai pelayanan yang bermutu dan dapat memberikan kepuasan pada penerima jasa apabila pelaksanaan pelayanan yang diajukan atau ditetapkan, yang didalamnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai ketersediaan pelayanan kesehatan (available), kewajaran pelayanan kesehatan (appropriate), kesinambungan pelayanan kesehatan (continue), penerimaan pelayanan kesehatan (acceptable), ketercapaian pelayanan kesehatan (accessible), keterjangkauan pelayanan kesehatan (affordable), efisiensi pelayanan kesehatan (efficient) dan mutu pelayanan kesehatan (quality).
Untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang memenuhi semua persyaratan pelayanan tidak semudah yang diperkirakan, sehingga untuk mengatasi hal ini diterapkan prinsip kepuasan yang terkombinasi secara selektif dan efektif, dalam arti penerapan dimensi kepuasan kelompok pertama dilakukan secara optimal, sedangkan beberapa dimensi kelompok kedua dilakukan secara selektif yaitu yang sesuai dengan kebutuhan serta kemampuan (Azwar, 1996 ).
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
Kepuasan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor dari pihak pemberi pelayanaan saja, tetapi juga dipengaruhi faktor dari luar maupun dari dalam diri pasien. Faktor dari dalam mencakup sumber daya, pendidikan, pengetahuan, dan sikap. Faktor dari luar mencakup budaya, sosial ekonomi, keluarga dan situasi yang dihadapi (Gerson, 2004). Penilaian kualitas pelayanan dikaitkan dengan kepuasan pasien dengan berfokus pada aspek fungsi dari proses pelayanan (Supranto, 2001), yaitu :
a. Tangibles (Wujud nyata) adalah wujud langsung yang meliputi fasilitas fisik, yang mencakup kemutahiran peralatan yang digunakan, kondisi sarana, kondisi SDM perusahaan dan keselarasan antara fasilitas fisik dengan jenis jasa yang diberikan.
b. Reliability (kepercayaan) adalah pelayanan yang disajikan dengan segera dan memuaskan dan merupakan aspek – aspek keandalan system pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan rencana, kepedulian perusahaan kepada permasalahan yang dialami pasien, keandalan penyampaian jasa sejak awal, ketepatan waktu pelayanan sesuai dengan janji yang diberikan keakuratan penanganan.
c. Responsiveness (tanggung jawab) adalah keinginan untuk membantu dan menyediakan jasa yang dibutuhkan konsumen. Hal ini meliputi kejelasan informasi waktu penyampaian jasa, ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan administrasi, kesediaan pegawai dalam membantu
konsumen, keluangan waktu pegawai dalam menanggapi permintaan pasien dengan cepat.
d. Assurance (jaminan) adalah adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan memberikan jaminan keamanan yang meliputi kemampuan SDM, rasa aman selama berurusan dengan karyawan, kesabaran karyawan, dukungan pimpinan terhadap staf.
e. Empathy (empati) adalah berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada konsumen yang meliputi perhatian kepada konsumen, perhatian staf secara pribadi kepada konsumen, pemahaman akan kebutuhan konsumen, perhatian terhadap kepentingan konsumen, kesesuaian waktu pelayanan dengan kebutuhan konsumen.
Menurut Hafizurrachman (2004), kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi : reliabilitas (konsistensi dan kehandalan), ketanggapan (kesediaan, kesiapan dan ketepatan waktu), kompetensi (kemudahan kontak dan pendekatan), komunikasi (mendengarkan serta memelihara hubungan pengertian), kredibilitas (nilai kepercayaan dan kejujuran), jaminan rasa aman (dari risiko dan keraguan), pengertian (upaya untuk mengerti keluhan dan kenginan pasien), ujud pelayanan yang dirasakan.
Menurut Mediawati (2000), menyebutkan bahwa puas atau tidak puasnya pasien biasanya ditentukan oleh hal-hal meliputi mutu produk atau jasa, mutu pelayanan, harga, waktu penyerahan, dan keamanan.
Semua faktor kepuasan pasien tersebut pada hakikatnya sangat berkaitan dan ditentukan oleh mutu kerja para perawat, sehubungan dengan hal tersebut, pada dasarnya kepuasan pasien dipengaruhi oleh faktor-faktor : teknologi, kemampuan kerja perawat, kemauan perawat, dan lingkungan kerja perawat. Notoatmodjo (2003), berpendapat bahwa faktor-faktor dasar yang mempengaruhi kepuasan yaitu :
a. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi prilaku individu, yang mana makin tinggi tingkat pengetahuan seseorang tentang kesehatan, maka makin tinggi untuk berperan serta.
b. Kesadaran
Bila pengetahuan tidak dapat dipahami, maka dengan sendirinya timbul suatu kesadaran untuk berprilaku berpartisipasi
c. Sikap positif
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sedangkan salah satu kompensasi dari sikap yang positif adalah menerima (receiving), diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.
d. Sosial ekonomi
Pelayanan yang diberikan oleh perawat sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan oleh pasien. Semakin tinggi biaya yang dikeluarkan oleh pasien maka semakin baik pelayanan yang diberikan.
e. Sistem nilai
Sistem nilai seseorang pasien sangat mempengaruhi seseorang pasien untuk mempersepsikan pelayanan kesehatan yang diberikan.
f. Pemahaman pasien tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya Tingkat pemahaman pasien terhadap tindakan yang diberikan akan mempengaruhi tingkat kepuasan seseorang terhadap tindakan.
g. Empati yang ditujukan oleh pemberi pelayanan kesehatan, sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pasien (compliance).
5. Mengukur tingkat kepuasan
Untuk mengetahui tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan atau penerima pelayanan maka perlu dilakukan pengukuran. Menurut Supranto (2001), pengukuran tingkat kepuasan dimulai dari penentuan pelanggan, kemudian dimonitor dari tingkat kualitas yang diinginkan dan akhirnya merumuskan strategi. Lebih lanjut juga dikemukakan bahwa harapan pelanggan dapat terbentuk dari pengalaman masa lalu, komentar dari kerabat serta janji dan informasi dari penyedia jasa dan pesaing. Kepuasan pelanggan dapat digambarkan dengan suatu sikap pelanggan, berupa derajat kesukaan (kepuasan) dan ketidaksukaan (ketidakpuasan) pelanggan terhadap pelayanan yang pernah dirasakan sebelumnya.
Menurut Kotler (2007), ada beberapa macam metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan :
a. Sistem keluhan dan saran
Organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) memberikan kesempatan yang luas kepada para pelangganya untuk menyampaikan keluhan dan saran. Misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar, dan hubungan telefon langsung dengan pelanggan.
b. Ghost shopping
Mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai pembeli potensial, kemudian melaporkan temuanya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka.
c. Lost customer analysis
Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi.
d. Survei kepuasan pelanggan
Penelitian survey dapat melalui pos, telepon dan wawancara langsung. Responden juga dapat diminta untuk mengurutkan berbagai elemen penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik perusahaan dalam masing-masing elemen. Melalui survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelangganya.
Tingkat kepuasan dapat diukur dengan beberapa metode diatas. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran tiap-tiap metode mempunyai hasil yang berbeda. Pada penelitian yang menggunakan metode survei kepuasan pelanggan, data/ informasi yang diperoleh menggunakan metode ini lebih fokus pada apa yang ingin diteliti sehingga hasilnyapun akan lebih valid.
6. Manfaat pengukuran kepuasan
Menurut Gerson (2004), manfaat utama dari program pengukuran adalah tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan obyektif. Dengan hasil pengukuran orang biasa melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaanya, membandingkanya dengan standar kerja dan memutuskan apa yang harus dilakukan untuk melakukan perbaikan berdasarkan pengukuran tersebut. Ada beberapa manfaat dari pengukuran kepuasan antara lain sebagai berikut :
a. Pengukuran menyebabkan seseorang memiliki rasa berhasil dan ber prestasi, yang kemudian diterjemahkan menjadi pelayanaan yang prima kepada pelanggan.
b. Pengukuran biasa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar prestasi yang harus dicapai, yang mengarahkan mereka menuju mutu yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang semakin
c. Pengukuran pemberian umpan balik segera kepada pelaksana, terutama bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau yang memberi pelayanan.
d. Pengukuran memberitahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki mutu dan kepuasan pelanggan bagaimana harus melakukannya, informasi ini juga biasa datang dari pelanggan.
e. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi.
Menurut Azwar (1996), di dalam situasi rumah sakit yang mengutamakan pihak yang dilayani, karena pasien adalah klien yang terbanyak, maka manfaat yang dapat diperoleh bila mengutamakan kepuasan pasien antara lain sebagai berikut :
a. Rekomendasi medis untuk kesembuhan pasien akan dengan senang hati diikuti oleh pasien yang merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit.
b. Terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena pasien yang puas tersebut akan memberitahukan kepuasannya kepada orang lain. Hal ini secara akumulatif akan menguntungkan rumah sakit karena merupakan pemasaran rumah sakit secara tidak langsug.
c. Citra rumah sakit akan menguntungkan secara sosial dan ekonomi. Bertambahnya jumlah orang yang berobat, karena ingin mendapatkan pelayanan yang memuaskan seperti yang selama ini mereka dengarkan
menguntungkan rumah sakit secara sosial dan ekonomi (meningkatkan pendapatan rumah sakit).
d. Berbagai pihak yang berkepentingan di rumah sakit, seperti perusahaan asuransi akan lebih menaruh kepercayaan pada rumah sakit yang mempunyai citra positif.
e. Didalam rumah sakit yang berusaha mewujudkan kepuasan pasien akan lebih diwarnai dengan situasi pelayanaan yang menjunjung hak-hak pasien. Rumah sakitpun akan berusaha sedemikian rupa sehingga malpraktek tidak terjadi.
Menurut Jacobalis (1989), untuk mengukur kepuasan pasien dapat digunakan sebagai alat untuk evaluasi kualitas pelayanan kesehatan, evaluasi terhadap konsultasi intervensi dan hubungan antara prilaku sehat dan sakit, membuat keputusan administrasi, evaluasi efek perubahan dari organisasi pelayanaan, administrasi staf dan fungsi pemasaran serta formasi etik profesional.
7. Klasifikasi kepuasan
Menurut Nursalam (2003), untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan, sebagai berikut : sangat tidak memuaskan (1), tidak memuaskan (2), cukup memuaskan (3), memuaskan (4), sangat memuaskan (5). Pasien akan merasa sangat tidak puas apabila hasil pelayanan yang diberikan oleh perawat/ didapatkan pasien jauh dibawah harapannya, jika hasil pelayanan
yang diberikan oleh perawat belum memenuhi harapan pasien maka pasien akan merasa tidak puas terhadap pelayanan yang diterima pasien. Pelayanan akan cukup memuaskan jika pelayanan yang diberikan oleh perawat sudah nemenuhi sebagian harapan pasien. Pelayanan akan memuaskan apabila pelayanan yang diberikan oleh perawat sudah memenuhi harapan rata-rata pasien, sedangkan pasien akan merasa sangat puas apabila pelayanan yang diberikan oleh perawat melebihi apa yang diharapkan pasien.
B. Imobilisasi 1. Definisi
Konsep imobilisasi merupakan hal yang relatif dalam arti tidak saja kehilangan pergerakan total tetapi juga terjadi penurunan aktivitas dari normalnya. Kim et al. (1995) dalam Perry dan Potter (2005), imobilisasi sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Imobilisasi pasien tidak dapat menghindari pembatasan gerakan pada setiap aspek kehidupan (Priharjo, 1999). Imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan atau aktivitas (Aziz, 2006).
Kesimpulan dari beberapa definisi diatas bahwa imobilisasi merupakan keterbatasan fisik atau ketidakmampuan seseorang untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari yang disebabkan adanya gangguan
fisik, penurunan fungsi fisik yang dikarenakan suatu proses penyakit atau sebagai proses terapi pasien.
Macam-macam imobilisasi menurut Priharjo (1999) dan Aziz (2006), secara umum sesuai yang dihadapi pasien, ada beberapa macam keadaan imobilitas, antara lain :
a. Imobilitas fisik, yaitu suatu keadaan dimana seseorang mengalami pembatasan fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun keadaan orang tersebut.
b. Imobilitas intelektual, dapat disebabkan kurang pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi oleh karena kerusakan otak karena proses penyakit, kecelakaan serta pasien retardasi mental.
c. Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Keadaan ini terjadi akibat pembedahan atau kehilangan seseorang yang dicintai.
d. Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi imobilisasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya pergerakan atau immobilisasi adalah sebagai berikut (Perry dan Potter, 2005) :
a. Faktor fisiologis
Setiap sistem tubuh akan beresiko terjadi gangguan apabila ada perubahan mobilisasi, tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur klien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat imobilisasi yang dialami. Faktor fisiologis mempengaruhi perubahan setiap sistem tubuh yaitu perubahan pada sistem metabolik, respiratori, kardiovaskuler, musculoskeletal, integument dan sistem eliminasi.
b. Faktor psikososial/ emosional
Imobilisasi menyebabkan respon emosional, intelektual sensori, dan sosiokultural. Perubahan status emosional bisa terjadi secara bertahap, perubahan emosional yang paling umum adalah depresi, perubahan prilaku, perubahan siklus tidur-bangun, dan gangguan koping.
c. Faktor perkembangan
Sepanjang kehidupan, penampilan tubuh dan fungsinya, tubuh mengalami perubahan. Pengaruh terbesar terlihat pada usia kanak-kanak dan lansia, imobilisasi dapat menimbulkan pengaruh yang bermakna pada tingkat kesehatan, kemandirian, dan status fungsional lansia.
3. Efek dari imobilisasi
Imobilitas dapat berefek secara fisik dapat menimbulkan beberapa masalah antara lain : masalah musculoskeletal, eliminasi urine, metabolisme gastro- intestinal, respirasi, dan masalah kardiovaskuler.
Imobilisasi yang terlalu lama juga akan menyebabkan penekanan yang berat dan terus-menerus pada bagian-bagian yang menonjol, sehingga sirkulasi darah ke area tersebut menjadi berkurang yang lama-kelamaan menjadi nekrosis (dekubitus).
Secara umum efek yang dapat ditimbulkan akibat imobilisasi yang terlalu lama adalah meliputi (Roper, 1996) : melemahnya otot-otot, kontraktur sendi, deformitas, berubahnya pola mobilitas, nekrosis jaringan (dekubitus), menurunya perhatian dan kemampuan terhadap pemeliharaan kebersihan diri.
C. Pelayanan Keperawatan 1. Definisi
Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan dengan menggunakan asuhan keperawatan untuk memecahkan masalah yang dihadapi pasien. Pelayanan keperawatan merupakan gabungan dari ilmu kesehatan dan seni merawat, kegiatan klinik dan sosial (WHO Expert Committee On Nursing, 1993). Sementara itu Gillies (1996), menyatakan bahwa manajemen keperawatan adalah proses pelaksanaan keperawatan melalui upaya staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan, pengobatan dan rasa aman bagi pasien, keluarga dan masyarakat.
O’malley (1997), mendefinisikan kebutuhan pasien terhadap pelayanan keperawatan yang meliputi kebutuhan untuk mendapatkan
perawatan profesional, kebutuhan dimengerti, diapresiasi dan direspek atau dihormati, kebutuhan untuk mendapatkan rasa empati, kebutuhan mendapatkan kelemah lembutan dan informasi kesehatan, kebutuhan untuk mendapatkan bantuan dan pertolongan yang ramah dan tepat waktu, kebutuhan untuk mendapatkan kenyamanan fisik dan mental, kebutuhan untuk mendapatkan rasa aman dan nyaman dari tindakan malpraktek, kebutuhan untuk mendapatkan perhatian dari petugas, dan kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan yang bermartabat.
2. Tujuan pelayanan keperawatan
Tujuan pelayaanan keperawatan adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas pelayanan, meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap profesi keperawatan, meningkatkan produktifitas dan kualitas kerja staf (Gillies, 1996). Pelayanan yang didapatkan dari seorang perawat yang akan memberikan dasar pelayanan yang baik, Sikap baik memiliki elemen-elemen, diantaranya keterlibatan dengan pasien, rasa respek terhadap pribadi pasien, dan kesanggupan dalam sikap dan prilaku (Depkes RI, 1989).
3. Asuhan keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau kegiatan pada praktik keperawatan yang langsung diberikan pada pasien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusian dengan menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik moral dan etika
keperawatan. Asuhan keperawatan dilaksanakan oleh perawat profesional pada praktik keperawatan ilmiah dengan menggunakan kode etik keperawatan sebagai tuntutan asuhan keperawatan profesional oleh perawat terhadap pasien.
Standar pelayanan keperawatan sesuai asuhan keperawatan profesional menurut Nanda (1990) dalam Capernito (2000) meliputi: (a) Pengkajian, adalah data untuk mengetahui tanda-tanda dan gejala untuk menentukan diagnosa keperawatan; (b) Diagnosa keperawatan, adalah penilaian klinik tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan/ proses kehidupan potensial atau aktual; (c) Perencanaan, adalah rencana tindakan yang akan diberikan sesuai diagnosa yang muncul; (d) Implementasi adalah menguraikan intevensi yang akan diberikan pada pasien serta rasionalnya dari intervensi; (e) Evaluasi, adalah hasil yang diharapkan untuk mengatasi masalah pasien.
4. Standar asuhan keperawatan
Standar asuhan keperawatan dalam standar pelayanan termasuk dalam standar proses yang diperlukan untuk menentukan kualitas pelayanan. Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pasien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat. Oleh karena itu asuhan keperawatan sangat berpengaruh terhadap kepuasan pasien (Nursalam,2002).
Standar praktik keperawatan adalah norma atau penegasan tentang mutu pelayanan yang baik, tepat dan benar yang dirumuskan sebagai
pedoman pemberian asuhan keperawatan serta merupakan tolak ukur dalam menilai penampilan kerja seorang perawat. Standar merupakan suatu pernyataan yang absah, model yang disusun berdasarkan wewenang, kebiaasaan, atau kesepakatan mengenai apa yang memadai atau sesuai, dapat diterima dan layak dalam praktek keperawatan, standar praktek menguraikan apa yang harus dilakukan, mengidentifikasikan tanggung jawab dan pelaksanaan tanggung jawab tersebut (Nursalam, 2002).
Pelayanan keperawatan yang diberikan perawat terhadap pasien dibedakan menjadi tiga pelayanan sesuai fungsi perawat, yaitu fungsi independen, fungsi dependen, dan fungsi interdependen. Fungsi dependen merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain, fungsi interdependen dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan lainnya, serta fungsi independen merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti: kebutuhan fisiologis (kebutuhan nutrisi, oksigenasi, personal hygiene dll), kebutuhan rasa aman nyaman dll (Aziz, 2004).
5. Personal hygiene a. Definisi
Personal hygiene adalah tindakan memelihara kebersihan dan
1989). Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka. Perawat bekerja dengan bervariasi pasien yang memerlukan bantuan higiene pribadi atau harus belajar teknik higiene yang sesuai, perawat juga harus mengetahui tingkat kemampuan pasien untuk melakukan perawatan diri dan memberikan perawatan higiene menurut kebutuhan dan pilihan pasien. Pemeliharaan higiene perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanaan, dan kesehatan (Perry dan Potter, 2005).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
personal hygiene merupakan kegiatan/ tindakan membersihkan seluruh
anggota tubuh yang bertujuan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene
Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan
personal hygiene (Perry dan Potter, 2005), yaitu :
1) Citra tubuh
Penampilan umum pasien dapat menggambarkan pentingnya higiene pada orang tersebut, citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya.
2) Praktik sosial
Kelompok-kelompok sosial wadah seseorang pasien berhubungan dapat mempengaruhi praktik higiene pribadi.
3) Status sosioekonomi
Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik kebersihan yang dilakukan.
4) Pengetahuan
Pengetahuan tentang pentinya higiene dan implikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktik higiene.
5) Kebudayaan
Kepercayaan kebudayaan pasien dan nilai pribadi mempengaruhi perawatan higiene.
6) Pilihan pribadi
Kebebasan individu untuk memilih waktu untuk perawatan diri, memilih produk yang ingin digunakan, dan memilih bagaimana cara melakukan higiene.
7) Kondisi fisik
Pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri berkurang sehingga perlu bantuan untuk melakukan perawatan diri. c. Macam-macam tindakan personal hygiene
Aziz (2006), membagi macam-macam personal hygiene menjadi dua yaitu :
1) Berdasarkan waktu pelaksanaan
a) Perawatan dini hari. Merupakan perawatan diri yang dilakukan pada waktu bangun tidur, untuk melakukan tindakan seperti perapian dalan pengambilan bahan pemeriksaan (urin atau feses), memberikan pertolongan, mempersiapkan pasien dalam melakukan makan pagi dengan melakukan tindakan perawatan diri, seperti mencuci muka, tangan, dan menjaga kebersihan mulut.
b) Perawatan pagi hari. Merupakan yang dilakukan setelah melakukan makan pagi dengan melakukan perawatan diri seperti melakukan pertongan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi (buang air besar dan kecil), mandi atau mencuci rambut, melakukan perawatan kulit, melakukan pijatan pada punggung, membersihkan mulut, kuku, dan rambut, serta merapikan tempat tidur pasien.
c) Perawatan siang hari. Perawatan diri yang dilakukan setelah melakukan berbagai tindakan pengobatan atau pemeriksaan dan setelah makan siang. Berbagai tindakan perawatan diri yang dapat dilakukan, antara lain mencuci muka dan tangan, membersihkan mulut, merapikan tempat tidur, dan melakukan pemeliharaan kebersihan lingkungan kesehatan pasien.
d) Perawatan menjelang tidur. Perawatan diri ynag dilakukan pada saat menjelang tidur agar pasiendapat tidur atau beristoirahat
denagn tenang. Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain pemenuhan kebutuhan eliminasi (buang air besar dan kecil), mancuci tangan dan muka, membersihkan mulut, dan memijat daerah punggung.
2) Berdasarkan tempat
Perawatan diri berdasarkan tempat dibagi dua, yaitu : perawatan diri pada kulit, perawatan diri pada kuku dan kaki.
Tindakan higiene perorangan yang biasanya/ sebagian besar dilakukan oleh perawat ruangan untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri pasien yang berorientasi pada kebutuhan higiene yang utama serta mempunyai manfaat besar bagi pasien. Perry dan Potter (2005), mengidentifikasi tipe-tipe personal hygiene menjadi beberapa tindakan, meliputi perawatan kulit (memandikan, perawatan perineum, gosokan punggung), perawatan kaki dan kuku, higiene mulut, perawatan rambut, perawatan mata, telinga dan hidung, dan perawatan lingkungan ruangan pasien.
Manfaat yang dapat diperoleh dari tindakan pemeliharaan
personal hygiene yang dilakukan oleh perawat selama memberikan
asuhan keperawatan di rumah sakit (Perry dan Potter, 2005) : a) Perawatan kulit (memandikan)
Memandikan klien adalah bagian perawatan higienis total. Mandi dapat dikategorisasikan sebagai pembersihan atau terapeutik. Keluasaan mandi klien dan metode yang digunakan
untuk mandi berdasarkan pada kemampuan fisik klien dan kebutuhan tingkat higiene yang dibutuhkan. Mandi ditempat tidur yang lengkap diperlukan bagi klien dengan ketergantungan total dan memerlukan perawatan higienis dan mandi sebagian ditempat tidur dilakukan pada pasien yang tergantung pada higiene yang sebagian atau klien yang berbaring di tempat tidur dengan kecukupan diri yang tidak mampu mencapai semua bagian badan.
Memandikan pasien di tempat tidur baik total maupaun sebagian diberikan pada pasien-pasien dalam keadaan pasien tersebut merupakan pasien baru yang tidak dapat mandi sendiri terutama bila pasien dalam keadaan kotor sekali dan keadaan umumnya memungkinkan untuk dilakukan tindakan memandikan, dan pada pasien yang telah dirawat sekurang-kurangnya dua kali sehari dilakukan tindakan memandikan atau sesuai kondisinya. Pada pasien-pasien yang mengalami luka bakar, pasien yang koma, serta pasien-pasien yang terpasang alat-alat kesehatan tidak dianjurkan untuk dilakukan tindakan memandikan.
Saat memandikan pasien mendapatkan salah satu kesempatan perawat untuk mengenal pasien, mengamati keadaan fisik dan emosionalnya, dan mengetahui apakah hal-hal tersebut ada kaitan dengan kesehatannya. Lebih jauh
dijelaskan bahwa saat itu seringkali merupakan kesempatan yang paling baik untuk mengajarkan berbagai hal tentang kesehatan kepada pasien, ketika ia menunjukkan kesediaan untuk belajar.
Banyak pasien menyatakan bahwa perhatian dan perawatan yang tulus kepada pasien diperlihatkan paling baik oleh mereka yang menunjukkan perhatian secara pribadi. Meskipun banyak kesempatan untuk berhubungan dengan pasien sepanjang hari, tetapi tidak ada waktu yang lebih lama daripada saat mempersiapkan dan membantu pasien mandi. Karena itulah perawat harus memikirkan masak-masak sebelum memutuskan menyuruh orang lain memandikan, disaat kesempatan untuk memanfaatkan waktu tersedia bagi perawat, bagi pasien yang kegiatanya terbatas dan bagi mereka yang tak biasa bergerak, mandi merupakan hal yang menyegarkan dan secara psikologis menimbulkan rangsangan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh perawat dalam memandikan pasien yaitu : memberikan privasi, memelihara keamanan, memelihara kehangatan, dan meningkatkan kebebasan pasien. Secara garis besar tujuan memandikan pasien di atas tempat tidur meliputi : membersihkan kulit untuk mengurangi keringat, beberapa bakteri, sebum, dan sel kulit mati, yang meminimalkan iritasi kulit dan mengurangi
kesempatan infeksi, dengan penggunaan air hangat dan usapan yang lembut pada ekstremitas dapat menimbulkan stimulasi untuk sirkulasi darah, peningkatan citra diri karena dengan mandi dapat meningkatkan relaksasi dan perasaan segar kembali dan kenyamanan, bau badan pasien berkurang karena mandi dan penggunaan antiperspirant dapat meminimalkan bau, pada saat mandi gerakan-gerakan yang dilakukan dapat meningkatkan rentang gerak.
b) Perawatan rambut
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa rambut atau bulu bisa mengandung bakteri, ini sangat penting bagi perawat yang merawat pasien yang lemah dengan luka terbuka dan mereka yang bertugas di ruang operasi dan ruang persalinan (Depkes RI, 1989).
Penampilan dan kesejahteraan seseorang seringkali tergantung dari cara penampilan dan perasaa mengenai rambutnya. Pada rambut pasien imobilisasi akan terlihat menjadi kusut. Perawatan rambut dilakukan pada pasien yang rambutnya kotor, rambut kotor dapat menjadi media perkembangnya bakteri dan kuman yang dapat menimbulkan penyakit-penyakit pada kulit kepala, rambut kotor juga dapat menggurangi kesejahteraan pasien; pasien yang akan menjalani operasi, sebelum masuk ruang operasi pasien harus dalam
keadaan seluruh tubuh bersih karena ruang operasi adalah ruang steril serta untuk menghindarkan terjadinya keadaan tidak steril pada alat-alat yang seharusnya steril; lima hari sekali secara rutin, bila keadaan pasien mendukung untuk dilakukan perawatan rambut maksimal lama hari karena waktu lima hari itulah maksimal rambut akan bertahan bersih dari kuman dan bakteri.
Mencuci rambut merupakan tindakan untuk menghilangkan kotoran pada rambut dan kulit kepala dengan menggunakan sabun atau sampo kemudian dibilas dengan air bersih sampai bersih. Mencuci rambut tidak hanya sekedar menghilangkan kotoran dan membersihkan rambut pasien saja tapi juga dapat merangsang sirkulasi darah dikulit kepala pasien sehingga pasien tampak lebih segar dan memberikaaan perasaan senang pada pasien.
c) Perawatan kaki dan kuku
Kaki dan kuku seringkali memerlukan perhatian khusus untuk mencegah infeksi, bau, dan cidera pada jaringan. Perawatan kaki dan kuku dapat digabungkan selama mandi atau pada waktu yang terpisah.
Perawatan kaki dan kuku merupakan tindakan untuk membantu klien merawat dan memotong kuku yang panjang karena tidak dapat melakukanya sendiri. Tujuan merawat dan
memotong kuku adalah : (1) menjaga kebersihan kuku tangan dan kak,kuku yang kotor akan menjadi media berkembangnya bakteri dan kuman yang akan mempengaruhi kesehatan pasien secara total ; (2) mencegah timbulnya infeksi, infeksi merupakan keadaan berkelanjutan karena penanganan kuku tangan dan kaki tidak adekuat. Jika keadaan kuku tangan dan kaki tertangani dengan adekuat maka tidak akan terjadi infeksi pada kuku tangan dan kaki ; (3) Mencegah kaki berbau tidak sedap,karena infeksi tidak ada maka tidak akan timbul bau pada kaki, keadaan itu dikarenakan kuku kaki terawat dengan baik ; (4) mengkaji/memonitor masalah-masalah pada kuku kaki dan tangan, kuku tangan dan kaki yang bersih akan memudahkan mengkaji dan memonitor keadaan kuku tangan dan kaki jika terjadi masalah-masalah pada kuku tangan dan kaki.
d) Perawatan mulut
Perawatan mulut adalah suatu tindakan untuk membersihkan rongga mulut, gigi dan lidah untuk mempertahankan agar mulut tetap bersih dan sehat. Pemeliharaan kebersihan mulut meliputi : menyikat gigi, membersihkan mulut. Tujuan dari pemeliharaan gigi dan mulut meliputi : (1) Supaya mulut dan gigi tetap bersih dan tidak bau, perawatan mulut akan membersihkan sisa-sisa makanan pada gigi yang akan menimbulkan bau, dengan perawatan mulut ini
gigi menjadi bersih dan tidak berbau ; (2) Mencegah infeksi pada mulut, kerusakan gigi, bibir dan lidah pecah-pecah dan
stomatitis, perawatan mulut akan menjadikan gigi dan gusi
dalam keadaan bersih dan meminimalkan tumbuhnya bakteri pada gigi ; (3) Memberikan perasaan senang dan segar pada pasien, mulut yang bersih akan memberikan perasaan senag dan menjadikan pasien menjadi lebih segar ; (4) Mendidik klien dalam kebersihan perorangan, perawatan mulut akan membantu klien memahami pentignya kebersihan gigi dan secara tidak langsung membiasakan untuk melakukan perawatan mulut.
e) Perawatan lingkungan ruang pasien
Perawatan lingkungan pasien adalah suatu tindakan membantu pasien mengganti pakaian, karena pasien tidak mampu melakukanya sendiri. Lingkungan pasien sangat mempengaruhi kesehatan pasien secara tidak langsung, perawatan lingkungan ruang klien mempunyai tujuan antara lain : lingkungan yang bersih akan memberikan perasaan senang dan nyaman bagi pasien yang akan menimbulkan rasa percaya diri pasien meningkat, mencegah terjadinya dekubitus dan terpeliharanya kebersihan dan kerapihan lingkungan ruang pasien.
D. Hubungan Antara Praktek Personal Hygiene Perawat Dengan Kepuasan Pasien
Personal hygiene dalam pelayanan keperawatan merupakan tindakan
yang paling mendasar dan merupakan kebutuhan dasar pasien yang harus dipenuhi untuk menunjang tindakan keperawatan selanjutnya. Kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan selama dirawat di rumah sakit mencakup beberapa aspek pelayanan salah satunya adalah kepuasan pasien terhadap praktek personal hygiene oleh perawat. Penelitian yang berkaitan dengan kepuasan pasien yaitu penelitian yang pernah dilakukan oleh Damayanti (2000), dengan judul ’Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan Keperawatan dalam hal kemampuan, ketanggapan, dan hubungan personal di ruang rawat inap kelas I dan II dr. Sardjito Yogyakarta”, hasil penelitiannya menyebutkan bahwa semakin meningkat kualitas pelayanan keperawatan maka akan semakin meningkat pula kepuasan pasien.
E. Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Hafizurrachman (2004).
F. Kerangka Konsep
Bagan 2.2 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen Kepuasan pasien
imobilisasi Praktek personal
hygiene
Pasien
Imobilisasi Kepuasan pasien imobilisasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan dalam pelayanan kesehatan : Reliabilitas Ketanggapan Kompetensi Komunikasi Kredibilitas
Jaminan rasa aman Pengertian
Ujud pelayanan yang dirasakan.
Pelayanan keperawatan: Praktek personal
G. Variabel Penelitian
Variabel adalah karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (Nursalam, 2003).
Variabel yang ada dalam penelitian adalah : 1. Variabel Independen
Merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat), variabel ini disebut bebas artinya variabel yang bebas mempengaruhi variabel lain (Notoatmodjo, 2005). Variabel independen dalam penelitian ini adalah : praktek personal hygiene oleh perawat.
2. Variabel Dependen
Merupakan variabel yang dipengaruhi/ menjadi akibat karena variabel bebas (Notoatmodjo, 2005). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah: kepuasan pasien imobilisasi.
H. Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan sementara terhadap perbandingan hubungan yang diteliti (Notoatmodjo, 2005). Hipotesis yang ditegakkan dalam penelitian adalah : “Ada hubungan antara praktek personal hygiene oleh perawat dengan kepuasan pasien imobilisasi di ruang rawat inap kelas III RSUD Tugurejo Semarang”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif korelatif, yaitu mencari hubungan antara variabel bebas (praktek personal hygiene oleh perawat) dengan variabel terikat (kepuasan pasien imobilisasi). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, dimana variabel-variabel yang termasuk faktor risiko dan variabel-variabel yang termasuk faktor efek diobservasi sekaligus dalam waktu yang sama (Notoatmodjo, 2005).
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah seluruh unit yang mempunyai karakteristik atau karakteristik-karakteristik sama dengan yang sedang diteliti (Nursalam, 2003).
Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah semua pasien imobilisasi yang sedang menjalani perawatan di ruang rawat inap kelas III RSUD Tugurejo Semarang. Berdasarkan data dari rekam medis di RSUD Tugurejo Semarang rata-rata pasien imobilisasi dalam 1 bulan sebanyak 140 pasien imobilisasi.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai/ karakteristiknya akan diukur dan yang nantinya dipakai untuk menduga karakteristik dari populasi (Sugiyono, 2006). Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik aksidental sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan kebetulan/ insedental bertemu dengan peneliti selama pasien dirawat di ruang rawat inap kelas III RSUD Tugurejo Semarang dan memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan.
Kriteria inklusi pada populasi penelitian yaitu: pasien telah dirawat di bangsal rawat inap kelas III RSUD Tugurejo Semarang selama 2 hari atau lebih, pasien berada dalam kesadaran penuh, pasien telah berusia 15 tahun atau lebih (pasien dewasa), pasien dalam kondisi imobilisasi fisik, pasien mampu berbicara lancar, serta pasien bersedia menjadi responden dengan kriteria bersedia menandatangani surat persetujuan yang diajukan peneliti..
Untuk menentukan besar sampel digunakan rumus :
n
(
)
(
)
(
)
p p z N d N p p z − ⋅ + − ⋅ − ⋅ = 1 1 1 2 2 2 Keterangan : d = Derajat ketepatan 0,1Z = Standart deviasi pada derajat kepercayaan 95 % = 1,96 p = Proporsi 0,5
n = Besar sampel n
(
)
(
)
(
)
5 , 0 1 5 , 0 96 , 1 1 140 1 , 0 140 5 , 0 1 5 , 0 96 , 1 2 2 2 − ⋅ + − ⋅ − ⋅ = n = 9604 , 0 39 , 1 140 25 , 0 8416 , 3 + ⋅ ⋅ n = 3504 , 2 456 , 134 n = 60C. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala 1. Kepuasan
pasien imobilisasi
Perasaan pasien imobilisasi mengenai praktek personal hygiene oleh perawat selama dirawat di ruang rawat inap kelas III RSUD Tugurejo Semarang. Sedangkan yang dimaksud imobilisasi adalah merupakan keterbatasan fisik atau ketidak mampuan seseorang untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari yang disebabkan adanya gangguan fisik, penurunan fungsi fisik yang dikarenakan suatu proses penyakit atau sebagai proses terapi.
Kuesiner dengan 18 item pertanyaan. Menggunakan skala likert :
Skor 1 = sangat tidak puas Skor 2 = tidak puas Skor 3 = cukup puas Skor 4 = puas Skor 5 = sangat puas Dengan skor terendah 18 dan skor tertinggi 90
Jumlah skor penelitian dengan nilai terendah (18) - nilai tertinggi (90). Dengan kategori : Skor 18-41= kepuasan rendah Skor 42-66= kepuasan sedang Skor 67-90= kepuasan tinggi Interval 2. Praktek personal hygiene
Tindakan keperawatan mandiri untuk membantu pasien dalam memelihara dan mempertahankan kebersihan tubuhnya untuk tujuan memberi rasa nyaman. Kegiatan yang dilakukan adalah memandikan pasien
Kuesioner dengan 12 item pertanyaan. Meggunakan skala likert :
Skor 1 = Tidak Skor 2 = kadang-kadang Skor 3 = ya
Dengan skor terendah 12 dan skor tertinggi 36
Jumlah skor penelitian dengan nilai terendah (12) - nilai tertinggi (36). Dengan kategori: Skor 12-19 = keadaan buruk Skor 20-27 = keadaan cukup Skor 28-36 = keadaan baik Interval
D. Metode Dan Alat Pengumpulan Data 1. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara langsung pada pasien menggunakan kuesioner tentang kepuasan pasien imobilisasi dan kuesioner tentang praktek personal
hygiene yang telah terstuktur yang dilakukan sendiri oleh peneliti dan data
mengenai kunjungan pasien diperoleh dari bagian rekam medis RSUD Tugurejo Semarang. Lembar wawancara ini berisi pertanyaan tentang identitas pasien, kepuasan pasien, dan praktek personal hygiene oleh perawat di ruang rawat inap kelas III RSUD Tugurejo Semarang.
2. Alat Pengumpulan data
a. Alat pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, yaitu peneliti mengumpulkan data formal pada responden untuk menjawab pertanyaan pada lembar kuesioner.
b. Kuesioner dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : 1) Bagian I
Kuesioner yang berisi pertanyaan untuk mendapatkan data identitas pasien mengenai nama pasien , alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin, lama hari rawat, pendidikan pasien.
2) Bagian II
Pertanyaan tentang kepuasan pasien imobilisasi, yang terdiri dari 18 item pertanyaan kepada responden dalam hal ini adalah pasien imobilisai di ruang rawat inap kelas III RSUD Tugurejo Semarang, pertanyaan dengan pilihan Sangat tidak puas diberi skor: 1, Tidak puas: 2, Cukup puas: 3, Puas: 4, Sangat puas: 5. Sebelum mengisi kuesioner responden diberi penjelasan tentang cara pengisian dan jika ada responden yang mengalami kesulitan untuk menulis atau
membaca maka peneliti akan mengisikan atau membacakan sesuai jawaban yang dipilih oleh responden, kemudian hasilnya diambil saat itu juga.
3) Bagian III
Pernyataan tentang praktek personal hygiene oleh perawat, kuesioner berjumlah 12 item pernyataan yang terdiri atas pernyataan positif dan negatif. Urutan pernyataan positif omor 1, 3, 4, 6, 7, 8, 9 dan 12 dengan skor penilaian :
a. Jawaban Ya : 3 b. Jawaban Kadang-kadang : 2 c. Jawaban Tidak : 1
Adapun untuk pertanyaan negatif nomor 2 dan 5 dengan skor : a. Jawaban Ya : 1
b. Jawaban Kadang-kadang : 2 c. Jawaban Tidak : 3
E. Metode Pengolahan dan Analisa Data 1. Uji coba instrumen
Sebelum instrumen digunakan dilakukan uji coba terlebih dahulu yaitu dengan pengujian validitas dan reliabilitas.
a) Pengujian validitas instrument
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang akan diukur ( Arikunto, 2006 ),
dalam hal ini yang akan diukur adalah kepuasan pasien dan praktek
personal hygiene. Sebelum kita gunakan kuesioner terlebih dahulu
dilakukan uji coba pada 30 orang klien ( pilot study ) yang dirawat di ruang rawat inap kelas III RSUD Kota Semarang. Selanjutnya dari hasil jawaban responden kita lakukan uji korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total dengan memakai rumusan korelasi pearson product moment ( Hastono, 2001).
Dengan rumusan sebagai berikut :
( )
{
2 2}
{
2( )
2}
y) x ( -xy) N( y y N x x N r Σ − Σ Σ − Σ ∑ ∑ ∑ = Keterangan : N : jumlah terujir : korelasi antara dua variabel yang dikorelasikan x : skor butir
y : skor total. Keputusan Uji :
Bila r hitung lebih besar dari r tabel (0,361) HO ditolak, artinya variabel valid.
Bila r hitung lebih kecil dari r tabel (0,361) HO gagal ditolak, artinya variabel tidak valid
Hasil uji coba terhadap 18 item pertanyaan tentang kepuasan pasien pada 30 orang klien di ruang rawat inap kelas III RSUD Kota
Semarang didapatkan hasil antara 0,371-0,719, sedangkan hasil uji coba terhadap 12 item pertanyaan tentang praktek personal hygiene didapatkan hasil 0,388-0,654. Berdasarkan hasil uji coba tersebut diatas r hitung lebih besar dari r tabel (0,361), sehingga instrumen penelitian tersebut dinyatakan valid.
b) Pengujian reliabilitas instrumen
Jika alat ukur telah dinyatakan valid, maka selanjutnya adalah alat ukur diuji reliabilitasnya. Reliabilitas menunjukkan pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instument tersebut sudah baik (Arikunto, 2006).
Uji realibilitas menggunakan rumus Alpha yaitu :
(
)
⎥⎦⎤ ⎢⎣⎡ Σ ⎥⎦⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = h k k n 2 1 1 σ Keterangan : n : Reliabilitas instrument 2 σΣ : Jumlah varian butir
k : Banyaknya butir pertanyaannya atau item h : Varian total
Keputusan uji :
Jika r alpha positif dan > r tabel (0,361), maka butir atau variabel tersebut reliabel.
Jika r alpha positif dan < r tabel (0,361), maka butir atau variabel tersebut tidak reliabel.
Hasil uji coba terhadap 18 item pertanyaan tentang kepuasan pasien pada 30 orang klien di ruang rawat inap kelas III RSUD Kota Semarang didapatkan nilai alpha cronbach 0,886, sedangkan hasil uji coba 12 item pertanyaan tentang praktek personal hygiene didapatkan nilai alpha cronbach 0,817. Berdasarkan hasil uji coba tersebut diatas nilai alpha cronbach lebih besar dari r tabel (0,361). Sehingga instrumen penelitian tersebut yang telah dinyatakan valid ternyata juga reliabel, sehingga dapat digunakan untuk penelitian.
2. Pengolahan Data
Agar dalam penelitian menghasilkan informasi yang benar, ada empat langkah-langkah yang harus dilalui, yaitu :
a) Editing
Mengecek isi formulir atau jawaban kuesioner sudah diisi semua atau belum.
b) Coding
Memberikan nilai pada lembar jawaban dan kemudian menjumlahkan
nilai jawaban pada masing-masing lembar kuesioner. 1) Variabel kepuasan pasien imobilisasi
Kuesioner pada variabel kepuasan pasien imobilisasi terdiri dari 18 item pertanyaan dengan jumlah skor kepuasan pasien imobilisai dengan nilai terendah 18 dan nilai tertinggi 90.
Dikategorikan sebagai berikut :
Kode 1 : kepuasan rendah jika skor 18 – 41. Kode 2 : kepuasan sedang jika skor 42 – 66. Kode 3 : kepuasan tinggi jika skor 67 – 90. 2) Variabel praktek personal hygiene
Kuesioner pada variabel praktek personal hygiene terdiri dari 12 item pertanyaan dengan jumlah skor praktek personal hygiene dengan nilai terendah 12 dan nilai tertinggi 36.
Dikategorikan sebagai berikut : Kode 1 : keadaan buruk jika 12 – 19. Kode 2 : keadaan cukup jika 20 – 27. Kode 3 : keadaan baik jika 28 – 36. c) Entry Data
Memasukkan data atau jawaban kuesioner yang sudah dinilai ke dalam perangkat komputer.
d) Tabulating
Mengolah data yang sudah dientry tentang kepuasan pasien dan praktek personal hygiene menjadi tabel distribusi frekuensi dan dalam bentuk diagram tebar sehingga mudah dibaca .
3. Analisis Data
Terkait sifat penelitian ini, yaitu menggambarkan secara deskriptif dan pengujian hipotesis, maka data yang telah diolah disajikan dalam bentuk tabel-tabel frekuensi dan menggunakan analisis statistik untuk
selanjutnya dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan piranti lunak statistik. Berdasarkan tujuan dari penelitian ini maka beberapa teknik analisis data yang akan dalam penelitian ini adalah :
a. Analisis univariat ( diskriptif )
Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik masing-masing variable yang diteliti, yaitu variabel personal hygiene dan kepuasan.
b. Analisis bivariat
Setelah dilakukan karakteristik masing-masing variabel dapat diteruskan analisis hubungan antara dua variabel . Sebelum variabel bebas dan terikat dianalisis terlebih dahulu dilakukan uji kolmogorov
Smirnov. Hasil uji kenormalan ternyata data berdistribusi normal,
sehingga untuk mengetahui hubungan antara variabel praktek personal
hygiene oleh perawat dengan variabel kepuasan pasien imobilisasi
digunakan uji korelasi Pearson.
F. Etika Penelitian
Komponen etika penelitian meliputi : 1. Informed concernt
Peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan serta maksud penelitian sebelum menyerahkan kuesioner penelitian, kemudian peneliti memberikan surat permohonan menjadi responden sebagai permintaan pasien untuk menjadi responden. Setelah pasien membaca lembar
permohonan menjadi responden, kemudian peneliti menyerahkan lembar persetujuan menjadi responden, pasien memberikan tanda tangan dilembar persetujuan sebagai bukti bersedia menjadi responden.
2. Anonimity ( tanpa nama )
Peneliti tidak mencantumkan nama pada lembar kuesioner tapi hanya memberikan kode sebagai no urut menjadi responden.
3. Confidentiality ( kerahasiaan )
Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset dan data yang sudah tidak dibutuhkan lagi maka seluruh data dimusnahkan.
G. Jadwal Penelitian
Penelitian di RSUD Tugurejo Semarang yang akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2008, dengan judul ”Hubungan Antara Praktek
Personal Hygiene Oleh Perawat Terhadap Kepuasan Pasien Imobilisasi Di
Ruang Rawat Inap kelas III RSUD Tugurejo Semarang”. Jadwal penelitan dapat dilihat pada lampiran 6.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umun Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap kelas III RSUD Tugurejo Semarang pada tanggal 31juli - 7 Agustus 2008. RSUD Tugurejo merupakan rumah sakit umum yang terletak di Kecamatan Tugu Semarang. RSUD Tugurejo melayani rawat jalan dan rawat inap yang terbagi dalam 4 kelas perawatan, yaitu kelas I, II, III dan VIP, yang tersebar dalam 11 ruang rawat inap serta mempunyai 231 tempat tidur. Kriteria responden dalam penelitian ini adalah pasien imobilisasi, pasien telah dirawat di bangsal rawat inap kelas III RSUD Tugurejo Semarang selama 2 hari atau lebih, pasien berada dalam kesadaran penuh, pasien telah berusia 15 tahun atau lebih (pasien dewasa), pasien mampu berbicara lancar, serta pasien bersedia menjadi responden dengan kriteria bersedia menandatangani surat persetujuan yang diajukan peneliti.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 60 responden di ruang rawat inap kelas III RSUD Tugurejo Semarang diketahui bahwa sebagian besar responden berumur >60 tahun, yaitu 15 responden (25 %), selebihnya berumur <20 sebanyak 5 responden (8,3 %), 21-30 tahun sebanyak 8 responden (13,3%), 31-40 tahun sebanyak 7 responden (11,7%), 41-50 tahun sebanyak 14 responden (23,3%), 51-60 tahun sebanyak 11 responden (18,3%).
Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 33 respoden (55%) dan selebihnya berjenis kelamin perempuan 27 responden (45%).
Pendidikan responden terbanyak adalah tamat SD yaitu sebanyak 27 responden (45%), selebihnya tidak tamat SD sebanyak 3 responden (5,0%), tamat SMP sebanyak 15 responden (25,0%), tamat SMA sebanyak 14 responden (23,3%), tamat PT yaitu sebanyak 1 responden (1,7%).
Lama hari rawat respoden terbanyak 2-7 hari adalah 41 responden (68,3%), selebihnya 8-14 hari sebanyak 13 responden (21,7%) dan >15 hari sebanyak 6 responden (10,0%). Klasifikasi penyakit responden terbanyak adalah muskuloskeletal, yaitu 26 responden (43,3%), selebihnya pernafasan sebanyak 9 responden (15,0%), pembuluh darah dan kardiovaskuler sebanyak 7 responden (11,7%), endokrin sebanyak 6 responden (10,0%), neurologi sebanyak 4 responden (6,7%), pencernaan sebanyak 3 responden (5,0%), perkemihan sebanyak 3 responden (5,0%), dan hematologi sebanyak 2 responden (3,3%).
B. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat
a. Praktek Personal Hygiene
Tabel 4.1 Distribusi Praktek Personal Hygiene Oleh Perawat Di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Tugurejo Semarang Tahun 2008.
No Praktek personal hygiene Frekuensi Persentase (%)
1 2 3 Baik Cukup Buruk 19 39 2 31,7 65,0 3,3
Hasil analisis dari Tabel 4.1 didapatkan bahwa sebagian besar responden menyatakan praktek personal hygiene oleh perawat kategori cukup 39 responden (65%), serta sisanya kategori baik yaitu 19 responden (31,7%), dan kategori buruk 2 responden (3,3%).
Tabel 4.2 Distribusi Gambaran Praktek Persona Hygiene Oleh Perawat Di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Tugurejo Semarang
Tahun 2008.
Frekuensi Persentase (%)
Pertanyaan
Ya Kadang- kadang Tidak Ya Kadang- kadang Tidak
Perawat menyarankan anda untuk
mandi ketika anda kelihatan kotor 37 22 1 61,7 36,7 1,7
Perawat membiarkan anda dalam keadaan kotor.
6 21 33 10,0 35,0 55,0
Apakah perawat mengingatkan anda
pada saat waktunya mandi. 35 22 3 58,3 36,7 5,0
Apakah semua peralatan mandi
disediakan oleh rumah sakit. 0 0 60 0,0 0,0 100,0
Apakah anda menyediakan sendiri
semua peralatan mandi. 60 0 0 100,0 0,0 0,0
Perawat membantu anda menyiapkan keperluan mandi saat anda tidak mampu melakukannya sendiri.
27 33 0 45,0 55,0 0,0
Perawat membantu anda mandi saat anda tidak mampu melakukannya sendiri.
22 38 0 36,7 63,3 0,0 Perawat membantu anda membuang
linen mandi dan mengembalikan peralatan mandi setelah selesai mandi.
0 0 60 0,0 0,0 100,0
Perawat menanyakan keadaan anda setelah selesai mandi.
20 39 1 33,3 65,0 1,7 Apakah perawat menjaga privasi
anda ketika anda mandi. 35 20 5 58,3 33,3 8,3
Apakah anda tidak mandi maksimal
3 hari. 48 10 2 80,0 16,7 3,3
Apakah perawat menyarankan keluarga anda untuk membantu anda mandi.
31 28 1 51,7 46,7 1,7
Analisis Tabel 4.2 tentang gambaran praktek personal
yang telah diberikan, didapatkan hasil bahwa pertanyaan tentang perawat menyarankan klien untuk mandi, yaitu 37 responden (61,7%) menyatakan ya, 22 responden (36,7%) menyatakan kadang-kadang, serta 1 responden (1,7%) menyatakan tidak. Pertanyaan tentang perawat membiarkan pasien dalam keadaan kotor, yaitu 33 responden (55,0%) menyatakan tidak, 21 responden (35%) menyatakan kadang-kadang, dan 6 responden (10,0%) menyatakan ya. Pertanyaan perawat mengingatkan pasien pada saatnya mandi, yaitu 35 responden (58,3%) menyatakan ya, 22 responden (36,7%) menyakan kadang-kadang, dan 3 responden (5,0%) menyatakan tidak.
Pertanyaan tentang fasilitas yang disediakan di ruangan rawat inap kelas III RSUD Tugurejo Semarang. Meliputi pertanyaan apakah semua peralatan mandi disediakan oleh rumah sakit, yaitu 60 responden (100,0%) menyatakan tidak dan sebaliknya 60 responden (100,0%) menyatakan semua peralatan mandi disediakan sendiri.
Pertanyaan tentang pelaksanaan personal hygiene di ruang rawat inap kelas III RSUD Tugurejo Semarang. Meliputi pertanyaan perawat membantu pasien menyiapkan keperluan mandi, yaitu 27 responden (45,0%) menyatakan ya, serta 33 responden (55,0%) menyatakan kadang-kadang. Pertanyaan perawat membantu pasien mandi saat tidak mampu melakukan sendiri, yaitu 22 responden (36,7%) menyatakan ya dan 38 responden (63,3%) menyatakan kadang-kadang. Pertanyaan perawat membantu pasien membuang
linen mandi dan mengembalikan peralatan mandi setelah selesai mandi, yaitu 60 responden (100,0%) menyatakan tidak.
Pertanyaan perawat menanyakan keadaan pasien setelah selesai mandi, yaitu 20 responden (33,3%) menyatakan ya, 39 responden (65,0%) menyatakan kadang-kadang, dan 1 responden (1,7%) menyatakan tidak. Pertanyaan perawat menjaga privasi anda ketika pasien mandi, yaitu 35 responden (58,3%) menyatakan ya, 20 responden (33,3%) menyatakan kadang-kadang, serta 5 responden (8,3%) menyatakan tidak. Pertanyaan pasien tidak mandi maksimal 3 hari, yaitu 48 responden (80,0%) menyatakan ya, 10 responden (16,7%) menyatakan kadang-kadang, serta 2 responden (3,3%) menyatakan tidak. Pertanyaan perawat menyarankan kepada keluarga pasien untuk mebantu pasien mandi, yaitu 31 responden (51,7%) menyatakan ya, 28 responden (28%) menyatakan kadang-kadang, serta 1 responden (1,7%) menyatakan tidak.
b. Kepuasan Pasien Imobilisasi
Tabel 4.3 Distribusi Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Tugurejo Semarang tahun 2008.
No Kepuasan pasien Frekuensi Persentase (%)
1 2 3 Tinggi Sedang Rendah 6 54 0 10,0 90,0 0,0 Total 60 100,0
Hasil analisis dari Tabel 4.3 didapatkan bahwa sebagian besar responden menyatakan kepuasan kategori sedang 54 responden (90%), serta sisanya kategori tinggi yaitu 6 responden (10%).
Tabel 4.4 Distribusi Gambaran Kepuasan Pasien Imobilisasi Di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Tugurejo Semarang Tahun 2008.
Frekuensi Persentase(%) Pertanyaan
STP TP CP P SP STP TP CP P SP Perawat memperkenalkan diri kepada anda
sebelum membantu melaksanakan perawatan
kebersihan diri. 0 0 38 22 0 0,0 0,0 63,3 36,7 0,0
Perawat bersikap sopan dan ramah pada saat
membantu palaksanaan perawatan diri anda. 0 0 12 48 0 0,0 0,0 20,0 80,0 0,0
Perawat menjelaskan dimana tempat-tempat yang penting untuk kelancaran pelaksanaan perawatan
kebersihan diri. 0 2 42 16 0 0,0 3,3 70,0 26,7 0,0
Perawat menjelaskan tujuan pelaksanaan
perawatan kebersihan diri. 0 0 42 18 0 0,0 0,0 70,0 30,0 0,0
Perawat memperhatikan keluhan anda tentang
pelaksanaan perawatan kebersihan diri. 0 0 34 26 0 0,0 0,0 56,7 43,3 0,0
Perawat menanggapi keluhan anda tentang
pelaksanaan perawatan kebersihan diri. 0 0 27 33 0 0,0 0,0 45,0 55,0 0,0
Perawat memberikan keterangan tentang
melaksanakan tindakan perawatan kebersihan diri. Perawat meminta persetujuan kepada anda sebelum
melakukan tindakan perawatan kebersihan diri. 0 0 38 22 0 0,0 0,0 63,3 36,7 0,0
Perawat menjelaskan prosedur yang akan dilakukan sebelum melakukan tindakan perawatan
kebersihan diri. 0 2 46 12 0 0,0 3,3 76,7 20,0 0,0
Perawat menjelaskan risiko atau bahaya suatu tindakan pada pasien sebelum melakukan tindakan
perawatan kebersihan diri. 0 23 32 5 0 0,0 38,3 53,3 8,3 0,0
Perawat selalu memantau atau mengobservasi keadaan anda secara rutin sesudah pelaksanaan
perawatan kebersihan diri. 0 3 35 21 1 0,0 5,0 58,3 35,0 1,7
Perawat selalu menjaga kebersihan lingkungan dan alat-alat yang dipakai untuk perawatan kebersihan
diri. 0 0 2 21 37 0,0 0,0 3,3 35,0 61,7
Perawat melakukan tindakan perawatan kebersihan
diri dengan terampil dan percaya diri. 0 0 24 36 0 0,0 0,0 40,0 60,0 0,0
Dalam melakukan tindakan perawatan kebersihan
diri, perawat selalu berhati-hati. 0 0 31 29 0 0,0 0,0 51,7 48,3 0,0
Setelah melakukan tindakan perawatan kebersihan
diri, perawat selalu menilai kembali keadaan anda. 0 0 35 25 0 0,0 0,0 58,3 41,7 0,0
Perawat selama melakukan tindakan keperawatan kebersiihan diri sambil mengajak anda untuk
berkomunikasi. 0 0 22 36 2 0,0 0,0 36,7 60,0 3,3
Selama perawat melakukan tindakan perawatan
kebersihan diri anda merasa nyaman. 0 0 36 24 0 0,0 0,0 60,0 40,0 0,0
Keterangan :
STP : Sangat tidak puas P : Puas
TP : Tidak puas SP : Sangat puas
CP : Cukup puas
Analisis Tabel 4.4 penelitian dari kuesioner kepuasan pasie imobilisasi secara umum didapatkan hasil yaitu, pernyataan tentang perawat memperkenalkan diri pada pasien, yaitu 22 responden (63,3%) menyatakan cukup puas, 37 responden (36,7%) menyatakan puas. Pernyataan perawat bersikap sopan dan ramah pada pasien, yaitu 12 responden (20,0%) menyatakan cukup puas, 48 responden (80,0%) menyatakan puas. Pernyataan perawat menjelaskan dimana tempat-tempat yang penting untuk kelancaran pelaksanaan perawatan kebersihan diri, yaitu 2 responden (3,3%) menyatakan tidak puas, 42 responden (70,0%) menyatakan cukup puas, serta 16 responden
(26,7%) menyatakan puas. Pernyataan perawat menjelaskan tujuan pelaksanaan perawatan kebersihan diri, yaitu 42 responden (70,0%) menyatakan cukup puas, 18 responden (30,0%) menyatakan puas. Pernyataan perawat memperhatikan keluhan pasien tentang pelaksanaan perawatan kebersihan diri, yaitu 34 responden (56,7%) menyatakan cukup puas, 26 responden (43,3%) menyatakan puas.. Pernyataan perawat menanggapi keluhan pasien, yaitu 27 responden (45,0%) menyatakan cukup puas, 33 responden (55,0%) menyatakan puas. Pernyataan perawat memberikan keterangan tentang kebersihan diri, yaitu 1 responden (1,7%) menyatakan tidak puas, 41 responden (68,3%) menyatakan cukup puas, serta 18 responden (30,0%) menyatakan puas. Pernyataan perawat memberikan penjelasan sebelum melaksanakan tindakan perawatan kebersihan diri, yaitu 2 responden (3,3%) menyatakan tidak puas, 37 responden (61,7%) menyatakan cukup puas, 21 responden (35,0%) menyatakan cukup puas.
Pernyataan perawat meminta persetujuan kepada pasien, yaitu 38 responden (63,3%) menyatakan cukup puas, serta 22 responden (36,7%) menyatakan puas. Pernyataan perawat menjelaskan prosedur sebelum melakukan tindakan perawatan kebersihan diri, yaitu 2 responden (3,3%) menyatakan tidak puas, 46 responden (76,7%) menyatakan cukup puas, serta 12 responden (20,0%) menyatakan puas. Pernyataan perawat menjelaskan resiko suatu tindakan, yaitu 23 responden (38,3%) menyatakan tidak puas, 32 responden (53,3%) menyatakan cukup puas, dan 5 responden (8,3%) menyatakan puas. Pernyataan perawat selalu mengobservasi keadaan pasien secara rutin sesudah pelaksanaan perawatan kebersihan diri, yaitu 3 responden (5,0%) menyatakan tidak puas, 35 responden (58,3%) menyatakan cukup puas, 21 responden (35,0%) menyatakan puas, 1 responden (1,7%) menyatakan sangat puas. Pernyataan perawat selalu menjaga kebersihan lingkungan dan alat-alat yang dipakai untuk perawatan kebersihan diri, yaitu 2 responden (3,3%) menyatakan cukup puas, 21 responden (35,0%) menyatakan puas, 37 responden (61,7%) menyatakan sangat puas.
Pernyataan perawat melakukan tindakan perawatan kebersihan diri dengan terampil, 24 responden (40%) menyatakan cukup puas, 36 responden (60,0%) menyatakan puas. Pernyataan
perawat selalu berhati-hati dalam melakukan tindakan kebersihan diri, yaitu 31 responden (51,7%) menyatakan cukup puas, 29 responden (48,3%) menyatakan puas. Pernyataan perawat selalu menilai kembali setelah melakukan tindakan perawatan kebersihan diri, yaitu 35 responden (58,3%) menyatakan cukup puas, 25 responden (41,7%) menyatakan puas. Pernyataan perawat mengajak komunikasi pasien selama melakukan perawatan kebersihan diri, yaitu 22 responden (36,7%) menyatakan cukup puas, 36 responden (60,0%) menyatakan puas, dan 2 responden (3,3%) menyatakan sangat puas. Pernyataan perawat melakukan tindakan perawatan kebersihan diri pasien merasa nyaman, yaitu 36 responden (60,0%) menyatakan cukup puas, dan 24 responden (40,0%) menyatakan puas.
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan Praktek Personal Hygiene Oleh Perawat Terhadap Kepuasan Pasien Imobilisasi Di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Tugurejo Semarang Tahun 2008.
Grafik 4.1 Diagram Tebar Hubungan Praktek Personal Hygiene Oleh Perawat Terhadap Kepuasan Pasien Imobilisasi Di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Tugurejo Tahun 2008.
Praktek personal hygiene
32 30 28 26 24 22 20 18 Kepuasan 70 68 66 64 62 60 58 56 54
Diagram tebar terlihat data menyebar dengan pola positif artinya semakin tinggi (baik) praktek personal hygiene oleh perawat
maka semakin tinggi pula kepuasan pasien (makin puas). Uji
Kolmogorov-Smirnov didapatkan data normal maka digunakan analisis
data Korelasi Pearson. Hasil analisis hubungan variabel independen (praktek personal hygiene) dengan variabel dependen (kepuasan pasien imobilisasi) didapatkan r = 0,353 serta p-value sebesar 0,006, karena hasil p lebih kecil dari 0,01 maka Ho ditolak dan Ha diterima, jadi ada hubungan antara praktek personal hygiene oleh perawat dengan kepuasan pasien imobilisasi di ruang rawat inap kelas III RSUD Tugurejo Semarang tahun 2008.
C. Pembahasan
1. Analisis Univariat
a. Praktek Personal Hygiene
Hasil penelitian praktek personal hygiene di ruang rawat inap kelas III RSUD Tugurejo Semarang kategori praktek personal
hygiene baik adalah 31,7%, kategori praktek personal hygiene cukup
65%, sedangkan praktek personal hygiene buruk sebanyak 3,3%. Dari data tersebut dapat dikatakan praktek personal hygiene di ruang rawat inap kelas III RSUD Tugurejo Semarang sebagian besar responden menyatakan praktek personal hygiene kategori cukup.