• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Widjojoko,. et all (2009) dengan judul Kajian

Finansial dan Nilai Tambah Gula Semut (Granular Sugar) di Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas menyebutkan usaha gula semut di

Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas secara finansial menguntungkan bagi perajinnya. Usaha agroindustri gula semut ini juga sudah dilakukan secara efisien, yang ditunjukkan oleh nilai R/C ratiolebih besar dari 1, yaitu 1,15 yang berarti setiap 1 rupiah biaya yang dikeluarkan akan didapatkan penerimaan 1,15 dari biaya yang dikeluarkan. Penelitian ini memiliki kesamaan komoditas yaitu gula semut namun di lokasi yang berbeda yaitu Kabupaten Banyumas, untuk itu penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam penelitian Analisis Komparatif Usaha Pembuatan Gula Merah dan Gula Semut di Kabupaten Kulon Progo.

Hasil penelitian Sumiati (2002) dengan judul Usaha Agroindustri Gula

Kelapa Di Kabupaten Kulon Progo menyebutkan bahwa rata-rata

penerimaan selama bulan Agustus 2002 adalah Rp 546.775,00 sehingga rata-rata pendapatan bersih yang diterima produsen gula kelapa adalah Rp 124.050,00. Agrondustri gula kelapa di Kulon Progo telah efisien dengan nilai R/C ratio 1,293 yang berarti setiap 1 rupiah biaya yang dikeluarkan akan didapatkan penerimaan 1,293 dari biaya yang dikeluarkan. Penelitian ini memiliki kesamaan komoditas yaitu gula kelapa atau gula merah. Penelitian Analisis Komparatif Usaha Pembuatan Gula Merah dan Gula Semut di Kabupaten Kulon Progo ini juga dapat menjadi pembaharuan penelitian mengenai analisis usaha gula merah di Kabupaten Kulon Progo karena jarak kedua penelitian ini terpaut lebih dari sembilan tahun.

Hasil penelitian Maninggar (2010) dengan judul Analisis Usaha

Industri Gula Jawa Skala Rumah Tangga Di Kabupaten Wonogiri

(2)

commit to user

39.151,56 per hari sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh produsen gula jawa sebesar Rp 5.031,55 per hari. Profitabilitas industri gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri adalah sebesar 14,75%, yang berarti industri gula jawa menguntungkan. Industri gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri yang dijalankan selama ini sudah efisien yang ditunjukkan dengan R/C ratio lebih dari satu yaitu sebesar 1,15. Penelitian ini memiliki kesamaan komoditas yaitu gula kelapa atau gula merah dan menggunakan metode analisis data yang sama untuk menentukan biaya, keuntungan dan efisiensi.

Agroindustri gula kelapa mempunyai prioritas tertinggi dalam pengembangan usaha kecil agroindustri kelapa tingkat kelompok tani di Kabupeten Kulon Progo (Budiarto, 2010). Dibandingkan agroindustri nata de

coco, arang aktif, sabut kelapa, dan virgin coconut oil, agroindustri gula

kelapa akan memberikan nilai tambah dari usahatani kelapa serta membuka lapangan kerja baru di perdesaan. Faktor penting dalam pengembangan agroindustri gula kelapa ini adalah terjaminnya pasar dan kontinuitas pasokan bahan baku. Aktor terpenting dalam pengembangan agroindustri gula kelapa ini adalah pemerintah. Penelitian ini merupakan penelitian yang lebih mendukung bagi peneliti bahwa agroindustri kelapa di Kabupaten Kulon Progo yang mempunyai prioritas tertinggi adalah usaha gula kelapa.

B. Tinjauan Pustaka 1. Kelapa

Tanaman kelapa merupakan tumbuhan asli daerah tropis, yakni daerah-daerah yang terletak di sepanjang garis khatulistiwa. Di Indonesia, tanaman kelapa dapat ditemukan hampir di seluruh provinsi, baik di daerah pantai yang datar sampai ke daerah pegunungan yang agak tinggi. Di daerah yang padat penduduknya, tanaman kelapa lebih banyak ditanam di tegalan atau pekarangan, sedangakan di daerah yang jarang penduduknya misalnya daerah transmigrasi, tanaman kelapa banyak ditanam di lahan yang luas yang berbentuk perkebunan kelapa (Warisno,2003 ).

(3)

commit to user

Dalam tatanama atau sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, tanaman kelapa (Cocos nucifera) dimasukkan ke dalam klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spernatophyta Sub-Divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyliedonae Ordo : Palmales Familia : Palmae Genus : Cocos

Spesies : Cocos nucifera L (Warisno, 2003).

Kelapa dapat tumbuh di daerah tropis, dan tumbuh baik pada iklim panas yang lembab. Pusat-pusat perkebunan kelapa yang penting terletak pada zone antara 15° LU dan 15° LS. Di luar zone ini hanya terdapat pohon-pohon kelapa yang tidak mampu menghasilkan buah (Setyamidjaja, 1982).

Kelapa dapat tumbuh dan berproduksi pada berbagai jenis tanah, baik tanah mineral maupun organik. Hampir semua ordo tanah mineral dapat dimanfaatkan untuk pertanaman kelapa. Produktivias bervariasi tergantung pada kandungan hara dalam tanah dan kondisi iklim. Pada tanah berpasir, tanaman kelapa masih dapat tumbuh asalkan hara dan air cukup tersedia. Tanaman kelapa Oleh karena itu banyak ditemukan pada tanah-tanah berpasir di sepanjang pantai di beberapa daerah di Indonesia (Adurrachman dan Mulyani, 2003).

2. Nira Kelapa

Nira adalah cairan manis yang diperoleh dengan melaksanakan perlakuan khusus terhadap mayang kelapa yang belum membuka pada stadia umur tertentu yang disebut dengan penyadapan. Penyadap dapat menentukan apakah suatu mayang telah dapat disadap atau tidak dengan melihat bentuk dan ukuran mayang tersebut. Ada berbagai cara untuk

(4)

commit to user

menyadap mayang kelapa, tergantung kebiasaan-kebiasaan setempat (Setyamidjaja, 1982).

Nira diperoleh dari penyadapan mayang yang sudah cukup umur. Nira yang digunakan untuk gula kelapa harus mempunyai pH 5,5-7,0 dan kadar gula reduksi (glukosa dan fruktosa) relative rendah. Nira segar biasanya mempunyai pH 6,0-7,0 (Anonim, 2011).

Menurut Goutara dan Wijandi dalam Muhammad Wahyu (1992) komposisi nira dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : varietas tanaman, umur tanaman, kesehatan tanaman, keadaan tanah, iklim, pemupukan dan pengairan. Pada umumnya nira yang mengalami kerusakan ditandai dengan rasanya yang asam, berbuih dan berlendir. Kerusakan ini terjadi karena aktivitas mikroba kontaminan yang memfermentasi gula yang terdapat pada nira.

3. Gula Merah

Gula merah merupakan hasil olahan dari nira dengan cara menguapkan airnya, kemudian dicetak. Gula merah adalah gula yang berbentuk padat dan berwarna coklat kemerahan sampai dengan coklat tua. Nira yang digunakan biasanya berasal dari tanaman kelapa, aren, lontar dan siwalan dan pohon tebu (Dachlan, 1984 dalam Nurlela, 2002).

Mutu gula merah terutama ditentukan dari bentuk, warna dan kekerasan. Kekerasan dan warna gula sangat dipengaruhi oleh warna nira yang telah terfermentasi (Sardjono, 1986). Gula merah memiliki aroma dan rasa yang khas. Rasa manis pada gula merah disebabkan karena gula merah mengandung beberapa jenis gula seperti sukrosa, fruktosa, glukosa dan maltose (Santoso, 1993).

Gula kelapa atau gula merah dibuat dari bahan nira kelapa (legen). Cara pembuatan gula kelapa cukup sederhana yaitu nira kelapa atau legen disaring agar bersih kemudian dididihkan menggunakan jadi atau

kenceng atau alat lain yang permukaannya lebar. Selama proses tanak

gula kelapa harus sering diaduk agar tidak hangus. Setelah menjadi pekat gula diturunkan sambil terus diaduk. Adonan yang siap dicetak

(5)

commit to user

dituangkan ke dalam cetakan yang terbuat dari tempurung kelapa atau bambu. Setelah gula dingin dan mengeras dikeluarkan dari cetakan. Pengemasan dilakukan dengan cara membungkus gula dengan klaras atau daun pisang kering. Klaras dan daun kelapa atau gedebok pisang yang dikeringkan untuk gula yang dicetak berbentuk lingkaran datar. Pengemasan juga bisa menggunakan plastik terutama untuk gula yang berbentuk balok. Gula yang sudah dikemas kemudian disimpan di tempat yang kering dan siap untuk dipasarkan (Pemkab Purworejo,2006).

4. Gula Semut

Gula semut merupakan bentuk diversifikasi produk gula merah yang berbentuk serbuk. Bila dibandingkan dengan gula merah, gula semut memiliki beberapa keunggulan yaitu lebih awet karena kadar airnya lebih rendah, karena bentuknya kristal mudah dalam pengemasan serta penggunaannya lebih praktis, harganya pun lebih tinggi dari gula merah cetak. Meskipun memiliki beberapa keunggulan, pengrajin gula kelapa kurang berminat unttuk memproduksi gula semut ini. Penyebabnya antara lain karena sering mengalami kegagalan dalam proses pembuatan, antara lain dalam proses pengkristalan. Faktor utama yang mempengaruhi adalah mutu bahan baku yaitu nira (Hamzah dan Hasbullah, 1997).

Gula semut merupakan hasil pengentalan nira dari beberapa jenis tanaman, dengan langkah mengubah gula yang terlarut menjadi gula padat dalam bentuk butiran kristal. Pengentalan nira tercapai dengan cara pemberian panas yang disertai pengontrolan suhu bahan pada 120°C selama proses evaporasi hingga diperoleh titik jenuh pada Brix tertentu dan selanjutnya pembentukan butiran kristal dilakukan dengan pendinginan dalam proses kristalisasi. Selama pengolahan dilakukan pengadukan secara manual (Wulandari, 2010).

Proses produksi gula semut hampir sama dengan gula cetak, perbedaannya adalah gula aren semut proses pemasakan lebih lama dibandingkan pada gula aren cetak. Setelah nira aren yang dimasak berubah menjadi pekat, api kemudian dikecilkan. Setelah 10 menit, kuali

(6)

commit to user

diangkat dari tungku dan dilakukan pengadukan secara perlahan sampai terjadi pengkristalan (Naibaho, 2011).

5. Biaya, Penerimaan dan Keuntungan a. Biaya

Menurut Mulyadi (2005), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi, sedang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan atau revenue yang akan dipakai sebagai pengurang penghasilan (Supriyono, 2000).

Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (a) biaya tetap (fixed cost) dan (b) biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap ini didefinisikan sebagai biaya yang relative tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya untuk sarana produksi. (Soekartawi, 1995).

Menurut Firdaus (2008), biaya total merupakan keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan. Secara sistematis biaya total dapat dirumuskan sebagai berikut :

TC = TFC + TVC Keterangan :

TC ( Total Cost) = biaya total

TFC (Total Fixed Cost) = total biaya tetap TVC (Total Variable Cost) = total biaya variabel b. Penerimaan

Penerimaan adalah keseluruhan nilai hasil yang diperoleh dari se-mua cabang usahatani dan sumber dalam usahatani yang dapat diperhi-tungkan dari hasil penjualan, pertukaran atau penaksiran kembali (Hadisapoetra, 1973).

(7)

commit to user

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut:

TR = Y. Py

Yaitu : TR = Total Penerimaan

Y= produksi yang diperoleh dalam usahatani Py = harga Y

(Soekartawi, 1995). c. Keuntungan

Keuntungan ditentukan dengan cara mengurangkan berbagai biaya yang dikeluarkan dari hasil penjualan yang diperoleh. Biaya yang dikeluarkan meliputi pengeluaran untuk bahan mentah, pembayaran upah, pembayaran bunga, sewa tanah, dan penyusutan (depresiasi). Apabila hasil penjualan yang diperoleh dikurangi dengan biaya-biaya tersebut nilainya adalah positif maka diperoleh keuntungan (Sukirno, 2005).

Keuntungan (profit) adalah tujuan utama dalam pembukaan usaha yang direncanakan. Semakin besar keuntungan yang diterima, semakin layak usaha yang dikembangkan. Didasarkan pada perkiraan dan perencanaan produksi dapat diketahui pada jumlah produksi berapa perusahaan mendapat keuntungan dan pada jumlah produksi berapa pula perusahaan mendapat kerugian (Ibrahim, 2003).

Menurut Yusuf et al., (1999), keuntungan pedagang merupakan imbalan atas jasa yang dilakukan selama melakukan proses pemasaran. Keuntungan pedagang berbeda-beda antara pedagang satu dengan pedagang yang lain. Hal ini diduga karena jasa yang telah dilakukan oleh para pedagang tersebut berbeda-beda.

6. Efisiensi

Dalam terminology ilmu ekonomi, maka pengertian efisensi dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu efisiensi teknis, efisensi alokatif (efisiensi harga) dan efisiensi ekonomi. Suatu penggunaan faktor produksi

(8)

commit to user

dikatakan efisien secara teknis kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga atau efisensi alokatif kalau nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi kalau usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis sekaligus juga mencapai efisiensi harga (Soekartawi, 1991 ).

R/C ratio adalah perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total. Semakin besar R/C ratio maka akan semakin besar pula keuntungan yang akan diperoleh petani. Hal ini dapat dicapai bila petani mengalokasikan faktor produksi dengan lebih efisien (Soekartawi, 2001). 7. Profitabilitas

Menurut Adi (2007), profitability ratio adalah alat untuk mengukur keuntungan yang dicapai oleh pengusaha. Adapun rasio profitabilitas dapat dirumuskan sebagai berikut :

Profitabilitas = B

. x 100%

Keterangan :

π (Profit) = keuntungan TC (Total Cost) = biaya total

Kriteria yang digunakan dalam perhitungan profitabilitas adalah : Profitabilitas > 0 berarti usaha yang dijalankan menguntungkan Profitabilitas ≤ 0 berarti usaha yang dijalankan tidak menguntungkan C. Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah

Setiap produsen dalam menjalankan usahanya bertujuan unuk memperoleh keuntungan dan efisiensi usaha yang tinggi. Analisis biaya sangat penting dilakukan oleh produsen gula merah dan gula semut dalam mengambil keputusan. Biaya merupakan semua input yang diperlukan, yang dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan sesuatu produk. Biaya dikelompokkan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang nilainya tidak akan berubah walaupun volume produksi yang dihasilkan berubah-ubah. Biaya tetap dalam usaha pembuatan

(9)

commit to user

gula merah dan gula semut yaitu biaya penyusutan peralatan dan biaya bunga modal investasi. Selain biaya tetap, dalam proses produksi juga terdapat biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya yang nilainya dipengaruhi oleh volume barang yang diproduksi. Biaya variabel dalam usaha pembuatan gula merah dan gula semut adalah biaya bahan (bahan baku dan bahan penolong), biaya tenaga kerja, biaya transportasi, biaya bahan bakar dan biaya pengemasan. Total biaya yang dikeluarkan pengolah nira kelapa merupakan penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel, dirumuskan:

TC = TFC + TVC

Dimana :

TC : Biaya total (Rp) TFC : Biaya tetap total (Rp) TVC : Biaya variabel total (Rp)

Dalam proses produksi, pengolah nira kelapa menjadi gula merah dan gula semut memperoleh penerimaan. Nilai total penerimaan diperoleh dari hasil perkalian total produksi gula merah dengan harga setiap kilogram gula merah, begitu juga dengan gula semut, penerimaan usaha gula semut diperoleh dari total produksi gula semut dengan harga setiap kilogram gula semut. Sedangkan keuntungan merupakan hal yang sangat penting dalam suatu usaha. Keuntungan diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Nilai profitabilitas atau tingkat keuntungan usaha pembuatan gula merah dan gula semut, merupakan hasil bagi antara keuntungan dengan total biaya yang dinyatakan dengan persentase.

Efisiensi usaha dapat dihitung dengan menggunakan R/C rasio. R/C rasio adalah perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Apabila nilai R/C > 1 berarti usaha pembuatan gula kelapa sudah efisien, R/C = 1 berarti usaha pembuatan gula merah dan gula semut belum efisien atau impas (BEP) dan apabila R/C < 1 berarti usaha pembuatan gula merah dan gula semut tidak efisien. Setelah diketahui keuntungan, profitabilitas dan efisiensi pada masing-masing usaha gula merah dan gula semut maka akan dilakukan analisis komparatif.

(10)

commit to user

Dari pemaparan mengenai analisis komparatif usaha pembuatan gula merah dan gula semut ini dapat digambarkan dengan kerangka berpikir pendekatan masalah seperti pada gambar 1 berikut.

(11)

commit to user

18

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah

1

8

Usaha Pembuatan Gula Kelapa

Gula Merah Gula Semut

Proses Produksi Output (Gula Merah) Input Biaya Tetap: 1. Biaya penyusutan peralatan 2. Biaya bunga modal investasi

Biaya Total Penerimaan

Analisis Usaha 1. Keuntungan 2. Profitabilitas 3. Efisiensi Biaya Variabel: 1. Bahan baku 2. Bahan penolong 3. Bahan Bakar 4. Pengemasan 5. Tenaga kerja

Proses Produksi Output (Gula Semut) Input Biaya Tetap: 1. Biaya penyusutan peralatan 2. Biaya bunga modal investasi Biaya Total Penerimaann Analisis Usaha 1. Keuntungan 2. Profitabilitas 3. Efisiensi Biaya Variabel: 1. Bahan baku 2. Bahan penolong 3. Biaya Bahan Bakar 4. Pengemasan 5. Tenaga kerja

Analisis Komparatif Keuntungan

(12)

commit to user D. Asumsi

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Harga input dan output menggunakan harga yang berlaku pada saat penelitian di daerah penelitian.

2. Seluruh input yang digunakan dalam proses produksi diperoleh dari pembelian.

3. Seluruh produk yang dihasilkan terjual seluruhnya.

4. Teknologi yang digunakan dalam produksi adalah tetap selama masa penelitian.

E. Pembatasan Masalah

1. Analisis usaha yang dimaksud dalam penelitian ini didasarkan pada biaya, penerimaan dan keuntungan usaha pengolahan nira kelapa menjadi gula merah dan gula semut di Kabupaten Kulon Progo.

2. Responden dalam penelitian ini adalah produsen gula merah dan gula semut di Kabupaten Kulon Progo.

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Gula merah merupakan gula dari nira kelapa yang diproses dan dicetak dalam bentuk padat. Di tempat penelitian gula merah ini disebut dengan gula bathok karena asal cetakannya yang menggunakan tempurung kelapa (Jawa: bathok). Satuan gula merah ini dinyatakan dalam kilogram.

2. Gula semut merupakan gula dari nira kelapa yang diproses sampai tahap pengkristalan sehingga hasil akhirnya berupa gula dalam bentuk serbuk. Satuan gula semut ini dinyatakan dalam kilogram.

3. Analisis usaha pembuatan gula kelapa adalah analisis usaha pembuatan gula merah dan gula semut yang meliputi biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas serta efisiensi usaha.

4. Responden adalah pihak yang memberikan informasi mengenai data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu produsen gula

(13)

commit to user

merah dan produsen gula semut di Desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo.

5. Harga gula merah adalah nilai atau jumlah uang yang diterima oleh produsen terhadap produk gula merah, dan harga gula semut adalah nilai atau jumlah uang yang diterima oleh produsen terhadap produk gula semut. Harga gula merah dan gula semut ini dinyatakan dalam satuan rupiah.

6. Penerimaan usaha pembuatan gula merah adalah nilai hasil perkalian antara jumlah produk gula merah yang dihasilkan pada bulan September 2012 dengan harga gula merah yang berlaku pada waktu tersebut, sedangkan penerimaan pada usaha gula semut adalah perkalian antara jumlah produk gula semut yang dihasilkan pada bulan September 2012 dengan harga gula semut yang berlaku. Baik penerimaan pada usaha gula merah dan usaha gula semut dinyatakan dalam satuan rupiah.

7. Biaya tetap adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Biaya tetap pada penelitian ini terdiri dari biaya penyusutan peralatan dan biaya bunga modal investasi dan dinyatakan dalam satuan rupiah. 8. Biaya variabel adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi

yang besarnya berubah-ubah sesuai dengan jumlah produk yang dihasilkan. Biaya variabel dalam penelitian ini terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya bahan bakar, biaya pengemasan, biaya transportasi, dan biaya tenaga kerja. Semua biaya variabel dinyatakan dalam satuan rupiah.

9. Biaya bahan baku dalam penelitian ini adalah biaya yang dikeluarkan oleh produsen gula merah untuk memperoleh bahan baku berupa nira kelapa dan biaya yang dikeluarkan oleh produsen gula semut untuk memperoleh nira kelapa dan atau gula merah, dinyatakan dalam satuan rupiah.

(14)

commit to user

10. Biaya bahan penolong dalam pelitian ini adalah biaya yang dikeluarkan oleh produsen gula merah dan gula semut untuk mendapatkan laru dan ipah sebagai bahan penolong dalam pembuatan gula merah dan gula semut, dinyatakan dalam satuan rupiah.

11. Biaya bahan bakar dalam penelitian ini adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh kayu bakar dan gas yang digunakan sebagai bahan bakar dalam proses pembuatan gula merah dan gula semut, dinyatakan dalam satuan rupiah.

12. Biaya pengemasan dalam penelitian ini adalah biaya yang dikeluarkan oleh produsen gula merah untuk mendapatkan klaras dan dikeluarkan oleh produsen gula semut untuk mendapatkan plastik, dinyatakan dalam satuan rupiah.

13. Biaya transportasi dalam penelitian ini adalah biaya yang dikeluarkan oleh produsen gula merah dan gula semut untuk memasarkan dan atau pengadaan bahan bakar dan atau pengadaan kemasan, dinyatakan dalam satuan rupiah.

14. Biaya tenaga kerja merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan tenaga dalam proses pengadaan bahan baku nira kelapa (penyadapan) dan proses pengolahan sampai pemasaran, dinyatakan dalam satuan rupiah.

15. Total biaya usaha merupakan nilai penjumlahan total biaya tetap dengan total biaya variabel yang dinyatakan dalam satuan rupiah. 16. Keuntungan usaha gula merah dan gula semut adalah nilai selisih

antara total penerimaan usaha gula merah dan gula semut dengan total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi gula merah dan gula semut. Keuntungan usaha pembuatan gula merah dan gula semut dinyatakan dalam rupiah.

17. Profitabilitas usaha gula merah dan gula semut adalah perbandingan antara keuntungan usaha gula merah dan gula semut dengan total biaya yang dikeluarkan,dinyatakan dalam persen, dikatakan

(15)

commit to user

profitable/menguntungkan jika nilai yang diperoleh lebih besar dari nol. Profitabilitas dinyatakan dalam satuan persen (%).

18. Efisiensi usaha gula merah dan gula semut adalah perbandingan antara penerimaan usaha gula merah dan gula semut dengan biaya yang dikeluarkan, R/C ratio dikatakan efisien jika R/C > 1.

G. Hipotesis

1. Ada perbedaan antara keuntungan usaha pembuatan gula merah dan usaha pembuatan gula semut di Kabupaten Kulon Progo.

2. Ada perbedaan antara keuntungan per kelompok pada usaha pembuatan gula merah dan gula semut di Kabupaten Kulon Progo.

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir  Pendekatan Masalah

Referensi

Dokumen terkait

Judul Penelitian : Pengaruh Perbedaan Lama Pemberian Diet Kolesterol Terhadap Perlemakan Hati ( Fatty Liver ) Pada Tikus Putih ( Rattus norvegicus )1. Menyatakan

Jual beli Tanah adalah suatu perjanjian dimana pihak yang mempunyai tanah yang disebut “Penjual”, berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah yang

Penelitian ini dilaksanakan dengan fokus pada proses pendeskripsian strategi yang ditempuh PT PAL Indonesia (Persero) untuk mencapaian kesiapan yang dibutuhkan dalam membangun

Penelitian ini diperlukan untuk mengetahui eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan oleh masyarakat, mengestimasi nilai kerugian ekonomi yang harus ditanggung oleh

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Mengetahui pelajar yang positif narkoba atau negatif siswa kelas X SMA, SMK, MA Negeridan Swasta di wilayah

[r]

Dengan melihat nilai tambah yang dihasilkan untuk per kilogram bahan baku kedelai dan tempe yang digunakan dalam agroindustri keripik tempe, jika pengusaha ingin

Berdasarkan simpulan tersebut, maka dapat disarankan kepada (1) para guru untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT berbasis penilaian kinerja dalam