• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No.4 Oktober 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No.4 Oktober 2018"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No.4 Oktober 2018

71

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATERI POKOK PECAHAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERETIF TIPE NUMBERED HEADS

TOGETHER PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 132406 TANJUNGBALAI

TAHUN PELAJARAN 2016/2017

AZIZAH

Guru Kelas SD Negeri 132406 Tanjungbalai

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil dan aktivitas belajar matematika siswa pada materi pecahan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads

Together pada siswa kelas VI SD Negeri 132406 Tanjungbalai tahun pelajaran 2016/2017.

Penelitian tindakan kelas ini berlangsung dalam dua siklus. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2017 sampai dengan bulan Mei 2017. Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VI SD Negeri 132406 Tanjungbalai tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 35 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; 1) pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan ketuntasan pembelajaran siswa, terbukti dari hasil tes siswa ketuntasan pembelajaran naik sebesar 23%. Pada Siklus I rata-rata nilai tes 73 dengan ketuntasan pembelajaran sebesar 66% dan pada Siklus II rata-rata nilai tes 82 dengan ketuntasan pembelajaran naik menjadi 89%, dan berhasil memberikan ketuntasan hasil belajar secara klasikal; 2) pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa terbukti pada Siklus I aktivitas menulis dan membaca 34%, mengerjakan LKS 38%, bertanya sesama teman 18%, bertanya kepada guru 7%, dan yang tidak relevan dengan kegiatan belajar mengajar 3%. Sedangkan pada Siklus II aktivitas menulis dan membaca 33%, mengerjakan LKS 40%, bertanya sesama teman 18%, bertanya kepada guru 8%, dan yang tidak relevan dengan kegiatan belajar mengajar 1%.

Kata Kunci : Hasil Belajar, Numbered Heads Together

PENDAHULUAN

Sebagai pengetahuan, matematika mempunyai ciri-ciri khusus antara lain abstrak, deduktif, konsisten, hierarkis, dan logis. Menurut Soedjadi (Gatot Muh Setyo dkk, 2010: 12) menyatakan bahwa keabstrakan matematika karena obyek dasarnya abstrak, yaitu fakta, konsep, operasi dan prinsip. Ciri keabstrakan matematika beserta ciri lainnya yang tidak sederhana menyebabkan matematika tidak mudah untuk dipelajari dan akhirnya banyak siswa yang kurang tertarik terhadap matematika.

Dalam pembelajaran matematika penguasaan konsep operasi hitung bilangan merupakan dasar bagi pengembangan kemampuan anak dalam berhitung, karena konsep-konsep dalam matematika saling berhubungan, sehingga suatu konsep-konsep disusun berdasarkan konsep-konsep sebelumnya dan akan menjadi dasar bagi konsep-konsep selanjutnya. J. Tombokan Runtukahu (1996: 28) menyatakan pengetahuan dasar setiap operasi bilangan merupakan dasar dari semua kegiatan operasi bilangan. Berbagai model fisik akan membantu anak mengembangkan konsep operasi yang lebih luas. Gabungan fakta dasar dan pemahaman tentang nilai tempat dan sifat-sifat matematika lainnya dapat membantu anak mengadakan operasi-operasi bilangan.

(2)

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No.4 Oktober 2018

72

jenjang ini materi pembelajaran matematika yang diberikan memuat konsep-konsep yang mendasar dan penting serta tidak dapat dikesampingkan. Kecermatan dalam penyajian konsep-konsep tersebut sangat diperlukan supaya siswa mampu memahaminya dengan benar dan tepat, karena kesan dan pandangan yang diterima siswa terhadap suatu konsep di sekolah dasar akan selalu terbawa hingga pada tingkat selanjutnya. Namun, hingga saat ini matematika masih menjadi momok yang menakutkan bagi siswa, karena matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit, sehingga hasil belajar matematika cenderung lebih rendah daripada mata pelajaran lain. Sujana (2002: 39) bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar siswa yakni faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu (internal) dan faktor yang berasal dari luar diri siswa (eksternal atau faktor lingkungan). Faktor yang datang dari diri siswa terutama yaitu kemampuan yang dimilikinya dan faktor kemampuan siswa itu besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai.

Fakta di lapangan menunjukkan adanya hasil belajar matematika yang masih rendah, yaitu pada kelas VI SD Negeri 132406 Tanjungbalai. Salah satu yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa kelas VI di SD Negeri 132406 Tanjungbalai pada mata pelajaran matematika adalah pembelajaran yang telah diterapkan guru selama ini kurang bervariasi. Dalam kegiatan pembelajaran, peneliti sebagai guru menyadari masih menggunakan metode ceramah, sehingga berakibat pada kurang termotivasinya siswa dalam proses belajar mengajar, kurang mendapatkan kesempatan dalam keaktifannya untuk berfikir, berkreasi dan menyampaikan pendapatnya, serta menjadikan siswa merasa jenuh dan membosankan. Sering ditemui pula beberapa siswa cenderung pasif, beberapa siswa lebih senang bermain sendiri atau dengan temannya daripada mengikuti pembelajaran, pembelajaran berlangsung secara driil, konvensional, bahkan ceramah dan itu hanya menekankan pada tuntutan pencapaian kurikulum dan mengesampingkan upaya untuk mengembangkan kemampuan belajar siswa.

Berdasarkan pengalaman mengajar di SD Negeri 132406 Tanjungbalai pada mata pelajaran matematika khususnya di kelas VI ditemui berbagai masalah, seperti; keterlibatan siswa di dalam proses belajar mengajar matematika masih kurang, siswa cenderung pasif dan bermain sendiri atau bermain dengan temannya daripada memperhatikan pelajaran matematika, metode pembelajaran matematika yang diterapkan kurang bervariasi, dan masalah yang begitu mendasar yaitu hasil belajar matematika siswa rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata UAS I (Ujian Akhir semester I) pada mata pelajaran matematika yaitu 65. Hasil tersebut belum dinyatakan telah mencapai KKM kelas (Kriteria Ketuntasan Minimal) pada mata pelajaran matematika yaitu 70.

Saat ini inovasi-inovasi dalam proses pembelajaran bermunculan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Perubahan proses pembelajaran dari teacher

centered menjadi student centered, dari informative menjadi konstruktif diharapkan dapat

meningkatkan aktifitas siswa selama proses pembelajaran sehingga tidak hanya diam mendengarkan ceramah dari guru, penggunaan model-model, metode, pendekatan, dan media pembelajaran yang variatif diharapkan dapat meningkatkan sikap aktif siswa sehingga proses pembelajaran menjadi lebih baik. Salah satunya adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif.

Ibrahim (2007:7-9) mengemukakan bahwa peran aktif siswa sangat diperlukan melalui kerja sama yang kompleks dalam suatu kelompok belajar, dimana dari aktifitas tersebut terdapat tiga tujuan dalam pembelajaran kooperatif yaitu : 1). Berkaitan dengan hasil belajar akademik pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kenerja siswa dalam akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa pendekatan pembelajaran kooperatif unggul dalam

(3)

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No.4 Oktober 2018

73

membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit, termasuk konsep-konsep matematika, 2). Penerimaan terhadap keragaman dimana penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan maupun ketidak mampuan ; dan 3). Pengembangan keterampilan sosial yaitu untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi.

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang banyak digunakan dalam penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, namun terdapat beberapa tipe dari model tersebut. Tujuan dibentuknya pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan-kegiatan belajar. Sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah. Salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif yang dianggap peneliti dapat memotivasi siswa dalam peran aktif dalam proses belajar mengajar adalah model pembelajaran kooperatif tipe numbered heads together (NHT.)

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik, meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang, dan untuk mengembangkan keterampilan siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagai tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya

Nurhadi dalam Awaliyah (2008:12-14) mengemukakan bahwa langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai pengganti pertanyaan seluruh kelas. langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan menjadi enam langkah-langkah sesuai dengan kebutuhan penelitian ini, enam langkah tersebut adalah; 1) persiapan, 2) pembentukan kelompok, 3) diskusi masalah, 4) memanggil nomor anggota, 5) memberi kesimpulan, dan 6) memberikan penghargaan. Melalui langkah-langkah ini diharapkan siswa dapat terbantu dalam meningkatkan hasil belajarnya.

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 132406 Tanjungbalai dan pelaksanaannya selama 4 bulan mulai dari bulan Februari sampai dengan Mei 2017. Pengambilan data dilakukan pada bulan April 2017, berlangsung selama dua siklus dengan dua KBM setiap siklusnya.

B. Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VI SD Negeri 132406 Tanjungbalai tahun pelajaran 2016/2017, dengan jumlah siswa yang terikut dalam penelitian sebanyak 35 siswa.

C. Alat Pengumpul Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Lembar observasi aktivitas siswa, untuk mengamati aktivitas siswa selama proses pembelajaran secara berkelompok terdiri dari lima aspek pengamatan yaitu: menulis dan membaca, mengerjakan LKS, bertanya pada teman, bertanya pada guru, dan aktivitas yang tidak relevan dengan KBM.

(4)

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No.4 Oktober 2018

74

2. Tes formatif, untuk menilai hasil belajar siswa terdiri dari sepuluh soal objektif untuk setiap akhir siklus.

D. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau disekolah dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses pembelajaran. Menurut Lewin dalam Aqib (2006 : 21) menyatakan bahwa dalam satu Siklus terdiri atas empat langkah, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting).

E. Teknik Analisis Data

Data hasil tes dianalisis menggunakan krteria ketuntasan minimal (KKM) untuk memperoleh persentase siswa tuntas. Persentase siswa tuntas dibandingkan dengan indikator keberhasilan penelitian.

F. Indikator Keberhasilan

Keberhasilan penelitian ini tercapai apabila nilai siswa secara individu mencapai KKM matematika yang ditetapkan sekolah sebesar 70 dan secara klasikal ≥ 85% siswa mencapai KKM tersebut.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Masing-masing siklus dilaksanakan dua kali pertemuan, pertemuan digunakan untuk pembahasan materi dengan alokasi waktu 2 x 35 menit, dan sebagian pertemuan akhir siklus digunakan untuk evaluasi dengan alokasi waktu 20 menit. Hal ini disesuaikan dengan jadwal pelajaran matematika di kelas VI.

Sebelum dilaksanakan Siklus I dilakukan uji awal untuk menjajaki kemampuan awal siswa dalam materi pecahan. Diperoleh hasil dengan rata-rata 20 dan nilai terendah 0 dan tertinggi 30 dan ketuntasan klasikal 0%.

1. Kegiatan pada Siklus I

Siklus I dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan. Dua kali pertemuan untuk pembelajaran, siswa diberi Lembar Kerja Siswa (LKS) selanjutnya dikerjakan siswa secara bersama dalam satu kelompok, tiap anggota memiliki masing-masing soal yang berbeda sesuai dengan nomor yang telah ditentukan. Pada akhir pelajaran siswa mengerjakan soal tes. Tindakan yang dilaksanakan pada Siklus I adalah sebagai berikut:

A. Tahap Perencanaan

Siklus pertama diawali dengan perencanaan meliputi pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pembuatan LKS, pembuatan lembar observasi, pembuatan angket, pembuatan LKS dan soal formatif. Seperangkat instrumen-instrumen tersebut kemudian didiskusikan bersama teman sejawat.

B. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran

Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 4 April 2017 dengan diikuti 35 siswa. Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 11 April 2017 dengan diikuti 35 siswa. Dalam pembelajaran peneliti bertindak sebagai guru dibantu dua teman

(5)

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No.4 Oktober 2018

75

sejawat sebagai pengamat. Pembelajaran dilakukan sesuai RPP untuk model kooperatif tipe NHT.

Kegiatan awal pembelajaran, sebelum proses pembelajaran dilaksanakan, guru menyiapkan terlebih dahulu media pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, serta RPP, LKS, lembar observasi guru dan lembar siswa. Guru juga mengondisikan siswa terlebih dahulu supaya siswa siap dalam mengikuti proses pembelajaran.

Selanjutnya guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam sebelum siswa berdoa, dan dilanjutkan guru mempresensi siswa. Selanjutnya guru memberikan apersepsi: “ (guru sambil menunjukkan selembar kertas) Anak-anak, kalian tahu benda apakah ini? Kertas bu guru, iya benar sekali. Naah apabila kertas ini dilipat sama panjang dan lebarnya kemudian dipotong menjadi dua bagian yang sama ukurannya, apakah yang akan terjadi pada kertas ini? Kemudian anak-anak menjawab: “kertasnya menjadi setengah bu”. Oke.. Coba sekarang salah satu dari kalian tuliskan di papan tulis angka yang menunjukkan setengah dan setengah dalam matematika disebut juga dengan apa anak-anak? Baiklah selanjutnya, coba anak-anak sebutkan yang termasuk dalam bilangan pecahan, apa saja anak-anak?”

Kegiatan inti pembelajaran dengan guru melakukan tanya jawab dengan siswa dan menyampaikan materi yang berkaitan tentang mengalikan pecahan biasa dengan pecahan biasa dan mengalikan bilangan asli dengan pecahan biasa. Guru mencontohkan dengan memberikan soal yang dituliskan di papan tulis, secara perlahan dan jelas guru menerangkan cara mengalikan pecahan biasa dengan pecahan biasa kepada siswa.

Supaya siswa lebih paham, guru memberikan 4 soal tentang materi tersebut. Soal dikerjakan secara individu dan dibahas bersama, dengan cara guru menunjuk salah satu siswa untuk mengerjakan soal di papan tulis. Setelah soal selesai dibahas bersama, guru menyampaikan materi selanjutnya yaitu mengalikan bilangan asli dengan pecahan biasa. Guru menyampaikan materi dengan memberikan contoh cara mengalikan bilangan asli dengan pecahan biasa. guru memberikan 2 soal kepada siswa untuk latihan mengerjakan secara individu. Soal dibahas secara bersama-sama.

Guru menjelaskan strategi pembelajaran yang akan dipakai dalam proses pembelajaran, kemudian guru membagi siswa menjadi 7 kelompok. Supaya lebih menarik dan menyenangkan dalam pembagian kelompok, guru menyediakan tiga permen yang berbeda yaitu permen nano nano, tanggo, dan mentos sebanyak jumlah siswa kelas VI, setiap kelompok terdiri dari enam siswa. Kemudian setiap kelompok mewakilkan satu anggotanya untuk mengambil satu permen yang telah disediakan sebagai penentu nama sebuah kelompok nantinya.

Setiap anggota kelompok memiliki nomor yang berbeda namun memiliki nomor pasangan yang sama antar satu kelompok dengan kelompok lain. Nomor siswa berupa kartu

tanda pengenal bernomor yang dibagikan oleh guru untuk dipasang di pakaian siswa atau di saku pakaian siswa sampai pembelajaran selesai. Siswa duduk berkelompok sesuai kelompok masing-masing. Setiap kelompok diberi LKS yang harus dikerjakan secara bersama. Setiap siswa bertanggung jawab menyelesaikan soal sesuai dengan nomornya masing-masing. Setelah itu siswa berdiskusi tentang cara mengalikan pecahan biasa dengan pecahan biasa dan mengalikan bilangan asli dengan pecahan biasa bersama-sama dengan menggunakan media pembelajaran (kertas) dalam satu kelompok. Hal itu dilakukan supaya siswa aktif dan bisa menyelesaikan semua soal yang telah diterimanya. Guru membimbing siswa saat diskusi berlangsung.

(6)

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No.4 Oktober 2018

76

Selanjutnya guru memanggil secara acak salah satu nomor siswa. Yang pertama guru memanggil nomor 4 untuk mengerjakan nomor 1 . Maka siswa bernomor 4 setiap kelompok saling berlomba untuk mengerjakan soalnya, anggota kelompok lain boleh memberikan tanggapan apabila ada yang kurang tepat dan boleh memperbaikinya. Guru membimbing saat pembahasan soal. Setelah selesai membahas 1 soal, siswa yang ditunjuk selanjutnya menunjuk atau memanggil nomor lain yang berbeda untuk maju mengerjakan atau menyampaikan hasil pekerjaan kelompok di depan kelas. Begitu seterusnya sampai selesai.

Setelah selesai dibahas, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai materi yang belum jelas atau yang belum dipahaminya.

Kegiatan akhir Siklus I yaitu untuk memantapkan proses pembelajaran, siswa mengerjakan soal secara mandiri sebagai evaluasi akhir dari proses pembelajaran. Hasil pekerjaan siswa selanjutnya dibahas bersama dan memberikan penilaian. Setelah pekerjaan siswa selesai dibahas dan diberikan penilaian, guru melakukan tindak lanjut pembelajaran dengan menanyakan siswa apakah masih ada yang belum jelas tentang materi yang baru saja dibahas bersama atau tidak. Kemudian guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dibahas dalam pembelajaran serta guru menanyakan kesan dan pesan untuk proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Hal demikian dilakukan sebagai langkah guru bersama peneliti untuk evaluasi apakah pembelajaran yang diterapkan sudah baik atau belum. Setelah selesai pembelajaran kartu tanda pengenal bernomor dikumpulkan kembali dan disimpan kedalam laci meja guru untuk digunakan pada pertemuan selanjutnya.

Dari hasil diskusi kelompok dan soal evaluasi pada pertemuan pertama Siklus I ini yang telah dikoreksi, sebagian siswa mendapat nilai maksimal yaitu 100, namun banyak juga yang mendapatkan hasil rendah. Selain itu hasil dari pekerjaan siswa seperti LKS dan tes evaluasi dapat dipajang ditempat pemajangan kelas VI, yang juga bisa dijadikan kebanggaan dan motivasi tersendiri bagi masing-masing siswa untuk lebih gigih lagi dalam belajar agar dapat meraih prestasi yang lebih baik lagi.

C. Tahap Observasi

1) Data Observasi Aktivitas Siswa

Penilaian aktivitas diperoleh dari lembar observasi aktivitas dilakukan pada saat siswa bekerja dalam kelompok diskusi. Pengamatan dilakukan oleh dua pengamat selama 20 menit kerja kelompok dalam setiap kegiatan belajar mengajar (KBM).

Tabel 1. Skor Aktivitas Belajar Siswa Siklus I No Aktivitas Proporsi

1 Menulis dan membaca 34% 2 Mengerjakan LKS 38% 3 Bertanya pada teman 18% 4 Bertanya pada guru 7% 5 Yang tidak relevan 3%

Jumlah 100%

2) Data Hasil Belajar Siswa

(7)

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No.4 Oktober 2018

77

Tabel 2. Deskripsi Data Hasil Formatif I Nilai Frekuensi Ketuntasan Rata-rata

100 3 9% 73 90 3 9% 80 10 28% 70 7 20% 60 11 - 50 2 - Jumlah 35 66% D. Tahap Refleksi I

Merujuk pada tabel 1, aktivitas mengerjakan LKS paling dominan dengan 38%, namun aktivitas menulis dan membaca maih cukup besar 34%, disusul bertanya kepada teman 18%, kemudian bertanya pada guru 7%. Muncul pula aktivitas tidak relevan sebesar 3%.

Sementara data hasil belajar siswa merujuk pada tabel 2, menunjukkan nilai terendah sebesar 50 untuk dua siswa, tertinggi 100 untuk tiga siswa. Dengan KKM sebesar 70 untuk matematika maka siswa dikatakan tuntas sebanyak 23 dari 35 siswa atau ketuntasan klasikal 66%. Karena berada dibawah 85% maka Siklus I gagal memberi ketuntasan belajar klasikal. Sementara nilai rata-rata 73 juga belum mencapai ketuntasan.

Uraian tersebut menjadi pemikiran bagi guru untuk mengevaluasi proses pembelajaran dan menganalisa kelemahan-kelemahan yang ada dalam pembelajaran menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT. Berdasarkan beberapa hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan hasil dari refleksi Siklus I antara lain:

 Siswa belum dapat menyimpulkan sendiri hasil dari pembelajaran yang telah dilakukan. Oleh karena itu, guru akan membantu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pancingan.

 Alokasi waktu yang direncanakan belum dapat terlaksana sesuai dengan yang dialokasikan. Guru akan memantau lebih jauh lagi saat siswa melakukan kegiatan pembelajaran di dalam kelas.

 Materi yang disampaikan belum sepenuhnya dipahami oleh siswa sehingga pada siklus selanjutnya guru akan lebih menekankan materi yang belum dipahami dengan model atau contoh yang lain.

Untuk itulah pada Siklus II penampilan mengajar guru akan ditingkatkan secara lebih baik dengan mengacu pada kelemahan-kelemahan aspek penampilan mengajar pada Siklus I. tindakan perbaikan yang akan dilakukan antara lain :

1) Siswa belum dapat menyimpulkan sendiri hasil dari pembelajaran yang telah dilakukan. Untuk menyiasati masalah ini, guru akan memberikan pertanyaan pancingan kepada siswa dengan menunjuk beberapa siswa untuk menjawab. Keseluruhan dari pernyataan siswa tersebut kemudian disaring dan diberi penjelasan oleh guru jika masih ada yang belum paham. Selanjutnya akan ditarik kesimpulan bersama sehingga siswa bisa lebih mengerti apa yang telah mereka kerjakan dalam kelompok masing-masing.

2) Alokasi waktu yang direncanakan belum dapat terlaksana sesuai dengan yang dialokasikan akan diperbaiki dengan guru memantau dan memotivasi siswa untuk melakukan diskusi. Selain itu guru juga berkeliling kelas untuk melakukan pendampingan jika terdapat kesulitan saat pengisian LKS dalam kelompok kerja.

(8)

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No.4 Oktober 2018

78

3) Materi yang dipelajari belum sepenuhnya dipahami oleh siswa sehingga pada Siklus II guru akan mengulas beberapa materi yang memang siswa belum jelas. Selain itu, guru juga akan menunjuk siswa-siswa yang memang lemah dalam belajar untuk ikut menyampaikan pendapatnya.

2. Kegiatan pada Siklus II

Siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Dalam dua kali pertemuan untuk pembelajaran, siswa diberikan LKS. Pada akhir siklus siswa mengerjakan soal tes. Tindakan yang dilaksanakan pada Siklus II adalah sebagai berikut:

A. Tahap Perencanaan

Siklus kedua ini semua kegiatan tetap sama seperti pada Siklus I, hanya saja materi yang disampaikan berbeda dan dilakukan perbaikan kelemahan kelemahan pada Siklus I. Kegiatan diawali dengan perencanaan meliputi menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), LKS, lembar observasi, dan soal tes. Seperangkat instrumen-instrumen tersebut disusun dalam diskusi peneliti bersama pembimbing dan pendamping penelitian beserta guru sejawat sebelum pelaksanaan pembelajaran berlangsung.

B. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran

Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 18 April 2017 dengan diikuti 35 siswa. Pertemuan keempat dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 25 April 2017 dengan diikuti 35 siswa. Dalam pembelajaran peneliti bertindak sebagai guru dibantu dua teman sejawat sebagai pengamat. Pembelajaran dilakukan sesuai RPP untuk model NHT.

Kegiatan awal pembelajaran, sebelum proses pembelajaran dilaksanakan, guru menyiapkan terlebih dahulu media pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, serta RPP, LKS, lembar observasi guru dan lembar siswa. Guru juga mengondisikan siswa terlebih dahulu supaya siswa siap dalam mengikuti proses pembelajaran. Selanjutnya guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam sebelum siswa berdoa, dan dilanjutkan guru mempresensi siswa. Selanjutnya guru memberikan apersepsi : “(guru sambil menunjukkan selembar kertas) Anak-anak, kalian tahu benda apakah ini? Kertas bu guru, iya benar sekali. Naah apabila kertas ini dilipat sama panjang dan lebarnya kemudian dipotong menjadi dua bagian yang sama ukurannya, apakah yang akan terjadi pada kertas ini? Kemudian anak-anak menjawab: “kertasnya menjadi setengah bu”. Oke.. Coba sekarang salah satu dari kalian tuliskan di papan tulis angka yang menunjukkan setengah dan setengah dalam matematika disebut juga dengan apa anak-anak? Baiklah selanjutnya, coba anak-anak sebutkan yang termasuk dalam bilangan pecahan, apa saja anak-anak?”

Kegiatan inti pembelajaran dengan guru melakukan tanya jawab dengan siswa dan menyampaikan materi yang berkaitan tentang mengalikan pecahan biasa dengan pecahan biasa dan mengalikan bilangan asli dengan pecahan biasa. Guru mencontohkan dengan memberikan soal yang dituliskan di papan tulis, secara perlahan dan jelas guru menerangkan cara mengalikan pecahan biasa dengan pecahan biasa kepada siswa.

Supaya siswa lebih paham, guru memberikan 4 soal tentang materi tersebut. Soal dikerjakan secara individu dan dibahas bersama, dengan cara guru menunjuk salah satu siswa untuk mengerjakan soal di papan tulis. Setelah soal selesai dibahas bersama, guru menyampaikan materi selanjutnya yaitu mengalikan bilangan asli dengan pecahan campuran. Guru menyampaikan materi dengan memberikan contoh cara mengalikan bilangan asli dengan pecahan biasa. guru memberikan 3 soal kepada siswa untuk latihan mengerjakan secara individu. Soal dibahas secara bersama-sama.

(9)

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No.4 Oktober 2018

79

Guru menjelaskan strategi pembelajaran yang akan dipakai dalam proses pembelajaran, kemudian guru membagi siswa menjadi 7 kelompok. Supaya lebih menarik dan menyenangkan dalam pembagian kelompok, guru menyediakan lima permen yang berbeda yaitu permen kopiko, relaxa, nano nano, tanggo, dan mentos sebanyak jumlah siswa kelas VI, kemudian siswa dipersilahkan untuk mengambil satu permen. Setelah semua siswa mengambil permen, selanjutnya guru mengelompokkan siswa sesuai dengan nama permen yang didapat oleh masing- masing siswa. Hal ini dilakukan kembali seperti halnya pada siklus I supaya terbentuk kelompok baru yang terdiri dari 5 anak berbeda serta dengan kemampuan yang berbeda pula.

Setiap anggota kelompok memiliki nomor yang berbeda namun memiliki nomor pasangan yang sama antar satu kelompok dengan kelompok lain. Nomor siswa berupa kartu

tanda pengenal bernomor yang dibagikan oleh guru untuk dipasang di pakaian siswa atau di saku pakaian siswa sampai pembelajaran selesai. Siswa duduk berkelompok sesuai kelompok masing-masing. Setiap kelompok diberi LKS yang harus dikerjakan secara bersama. Setiap siswa bertanggung jawab menyelesaikan soal sesuai dengan nomornya masing-masing. Setelah itu siswa berdiskusi tentang cara mengalikan pecahan biasa dengan pecahan biasa dan mengalikan bilangan asli dengan pecahan biasa bersama-sama dengan menggunakan media pembelajaran (kertas) dalam satu kelompok. Hal itu dilakukan supaya siswa aktif dan bisa menyelesaikan semua soal yang telah diterimanya. Guru membimbing siswa saat diskusi berlangsung.

Selanjutnya guru memanggil secara acak salah satu nomor siswa. Yang pertama guru memanggil nomor 5 untuk mengerjakan nomor 1 . Maka siswa bernomor 4 setiap kelompok saling berlomba untuk mengerjakan soalnya, anggota kelompok lain boleh memberikan tanggapan apabila ada yang kurang tepat dan boleh memperbaikinya. Guru membimbing saat pembahasan soal. Selanjutnya siswa yang ditunjuk tadi menunjuk nomor lain dari kelompok yang berbeda untuk maju mengerjakan atau menyampaikan hasil pekerjaan kelompok di depan kelas. Begitu seterusnya sampai selesai. Setelah selesai dibahas, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai materi yang belum jelas atau yang belum dipahaminya.

Kegiatan akhir Siklus II yaitu untuk memantapkan proses pembelajaran, siswa mengerjakan soal secara mandiri sebagai evaluasi akhir dari proses pembelajaran. Hasil pekerjaan siswa selanjutnya dibahas bersama dan memberikan penilaian. Setelah pekerjaan siswa selesai dibahas dan diberikan penilaian, guru melakukan tindak lanjut pembelajaran dengan menanyakan siswa apakah masih ada yag belum jelas tentang materi yang baru saja dibahas bersama atau tidak. Kemudian guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dibahas dalam pembelajaran serta guru menanyakan kesan dan pesan untuk proses pembelajaran yang telah dilaksanakan bersama. Hal demikian dilakukan sebagai langkah guru bersama peneliti untuk evaluasi apakah pembelajaran yang diterapkan sudah baik atau belum. Setelah selesai pembelajaran kartu tanda pengenal bernomor dikumpulkan kembali, untuk sementara dibawa dan disimpan dulu oleh peneliti.

Dari hasil diskusi kelompok dan soal evaluasi pada Siklus II ini yang telah dikoreksi, sebagian besar siswa mendapat nilai maksimal yaitu 100 dan nilai terendah 60, namun sudah terjadi peningkatan dari empat siswa tersebut yang sebelumnya masing-masing mendapatkan nilai kurang dari 60. sehingga proses pembelajaran pada pertemuan kedua siklus II ini dapat dikatakan telah berhasil. Selain itu hasil dari pekerjaan siswa seperti LKS dan tes evaluasi dapat dipajang ditempat pemajangan kelas VI, yang juga bisa dijadikan kebanggaan dan motivasi tersendiri bagi masing-masing siswa untuk lebih gigih lagi dalam belajar agar dapat meraih prestasi yang lebih baik.

(10)

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No.4 Oktober 2018

80

C. Tahap Observasi

1) Data Hasil Observasi

Data hasil observasi Siklus II ditunjukkan dalam tabel 3. merujuk pada tabel tersebut, terjadi perubahan aktivitas belajar siswa dibandingkan Siklus I karena perubahan yang terjadi cukup signifikan. Kegiatan menulis mengerjakan LKS masih mendominasi dengan 40%, disusul kegiatan menulis dan membaca 33%, kemudian bertanya pada teman 18%, dan bertanya pada guru 8%. Kegiatan tidak relevan masih muncul dengan persentase 1%.

Tabel 3. Skor Aktivitas Belajar Siswa Siklus II No Aktivitas Proporsi

1 Menulis dan membaca 33% 2 Mengerjakan LKS 40% 3 Bertanya pada teman 18% 4 Bertanya pada guru 8% 5 Yang tidak relevan 1%

JUMLAH 100%

2) Data Hasil Tes

Data hasil belajar siswa Siklus II merujuk pada tabel 4. menunjukkan nilai terendah sebesar 60 untuk empat siswa, tertinggi 100 untuk delapan siswa. Dengan KKM sebesar 70 untuk matematika maka siswa dikatakan tuntas sebanyak 31 dari 35 siswa atau ketuntasan klasikal sebesar 89%. Karena lebih besar dari 85% maka Siklus II berhasil memberi ketuntasan belajar secara klasikal meski masih meninggalkan 4 siswa tidak tuntas. Nilai rata-rata siswa sebesar 82 juga sudah diatas KKM. Data Formatif II disajikan dalam tabel 4.

Tabel 4. Deskripsi Hasil Formatif II Nilai Frekuensi Ketuntasan Rata-rata

100 8 23% 82 90 6 17% 80 9 26% 70 8 23% 60 4 - Jumlah 35 89% D. Tahap Refleksi II

Sampai akhir Siklus II telah terlihat perubahan interaksi antara guru dan siswa yang lebih baik dibandingkan Siklus I. Hal ini terlihat dari peningkatan aktivitas siswa maupun pada peningkatan perolehan nilai formatif Siklus selama pembelajaran yang signifikan. Meski materi pada Siklus II ini lebih rumit dibandingkan dengan materi pada Siklus I. Aktivitas menulis dan membaca hanya turun sedikit dari 34% menjadi 33%. Aktivitas mengerjakan LKS naik sedikit dari 38% menjadi 40% dan menjadi aktivitas dominan. Sementara aktivitas bertanya pada teman tidak mengalami peubahan dari 18%. Bertanya pada guru justru naik sedikit dari 7% menjadi 8%. Dan aktivitas tidak relevan berkurang dari 3% menjadi 1%. Perubahan aktivitas Siklus I dan II disajikan dalam gambar 1.

(11)

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No.4 Oktober 2018

81 Keterangan: 1. Menulis dan membaca

2. Mengerjakan LKS 3. Bertanya pada teman 4. Bertanya pada guru 5. Yang tidak relevan

Gambar 1. Grafik aktivitas siswa Siklus I dan Siklus II

Merujuk pada gambar 2, peningkatan hasil belajar siswa dari Formatif I dan II menunukkan rata-rata dari 73 menjadi 82. Dengan nilai terendah Formatif I 50 dan tetap pada Formatif II 60. Dengan ketuntasan klasikal pada Siklus I sebesar 66% dan pada Siklus II sebesar 89%, selain terjadi peningkatan pada Siklus II menunjukkan kualitas tuntas secara klasikal karena mencapai 85% atau dengan kata lain pembelajaran pada kedua Siklus berhasil meningkatkan kualitas hail belajar dan Siklus II mampu atau berhasil mencapai kualitas yang diharapkan. Grafik perubahan hasil belajar siswa dari Siklus I samapi Siklus II ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 2. Grafik Perubahan Hasil Belajar Siswa Tiap Siklus

B. Pembahasan

Pembelajaran pertemuan pertama pada Siklus I diawali dengan pengelompokkan siswa menjadi 7 kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 5 orang siswa. Kemudian dari masing-masing kelompok tersebut diberi nomor 1-5, setiap siswa memperoleh nomor dan

34% 38% 18% 7% 3% 33% 40% 18% 8% 1% Siklus 1 Siklus 2

30

0

20

0

100

50

73

66

100

60

82

89

0

20

40

60

80

100

120

Nilai

Tertinggi

Nilai

terendah

Rata-rata

nilai tes

Ketuntasan

klasikal (%)

Ujiawal Siklus 1 siklus 2

(12)

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No.4 Oktober 2018

82

ditempelkan pada dada sebelah kiri. Saat pembelajaran berlangsung masih terlihat siswa belum bias menangkap alur dan konsep yang diberikan guru saat pembelajaran. Hal ini terlihat dari selama proses pembelajaran sebagian siswa hanya sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing meskipun guru sudah menegur mereka. Saat presentasi kelompok, masih banyak siswa yang salah dalam pengisian LKS. Masih terdapat beberapa siswa yang belum memahami tentang pecahan. Sehingga saat ada penjelasan siswa yang belum bisa menjadi mengerti dan paham apa yang dimaksud dengan relasi dan funggsi.

Pertemuan kedua pada Siklus I, kegiatan pembelajaran dilaksanakan sama seperti pada pertemuan pertama. Mulai dari pengelompokkan, pemberian nomor dan pemasangan nomor pada dada masing-masing siswa. Pertemuan kedua ini siswa sudah mulai beradaptasi dan aktif saat pembelajaran berlangsung. Guru juga ikut memberikan masukkan dalam kerja kelompok jika terdapat perselisihan atau perbedaan pendapat saat diskusi kelompok berlangsung. Kerja sama antar kelompok sudah mulai terlihat. Presentasi kelompok juga berlangsung dengan baik. Namun demikian perolehan nilai rata-rata kelas 73 dengan ketuntasan kelas hanya mencapai 66%. Berdasarkan kegagalan Siklus I dapat disimpulkan hasil dari refleksi Siklus I antara lain:

 Siswa belum dapat menyimpulkan sendiri hasil dari pembelajaran yang telah dilakukan. Oleh karena itu, guru akan membantu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pancingan.

 Alokasi waktu yang direncanakan belum dapat terlaksana sesuai dengan yang dialokasikan. Guru akan memantau lebih jauh lagi saat siswa melakukan kegiatan pembelajaran di dalam kelas.

 Materi yang disampaikan belum sepenuhnya dipahami oleh siswa sehingga pada siklus selanjutnya guru akan lebih menekankan materi yang belum dipahami dengan model atau contoh yang lain.

Untuk itulah pada Siklus II penampilan mengajar guru akan ditingkatkan secara lebih baik dengan mengacu pada kelemahan-kelemahan aspek penampilan mengajar pada Siklus I. tindakan perbaikan yang akan dilakukan antara lain :

a. Siswa belum dapat menyimpulkan sendiri hasil dari pembelajaran yang telah dilakukan. Untuk menyiasati masalah ini, guru akan memberikan pertanyaan pancingan kepada siswa dengan menunjuk beberapa siswa untuk menjawab. Keseluruhan dari pernyataan siswa tersebut kemudian disaring dan diberi penjelasan oleh guru jika masih ada yang belum paham. Selanjutnya akan ditarik kesimpulan bersama sehingga siswa bisa lebih mengerti apa yang telah mereka kerjakan dalam kelompok masing-masing.

b. Alokasi waktu yang direncanakan belum dapat terlaksana sesuai dengan yang dialokasikan akan diperbaiki dengan guru memantau dan memotivasi siswa untuk melakukan diskusi. Selain itu guru juga berkeliling kelas untuk melakukan pendampingan jika terdapat kesulitan saat pengisian LKS dalam kelompok kerja. c. Materi yang dipelajari belum sepenuhnya dipahami oleh siswa sehingga pada Siklus II

guru akan mengulas beberapa materi yang memang siswa belum jelas. Selain itu, guru juga akan menunjuk siswa-siswa yang memang lemah dalam belajar untuk ikut menyampaikan pendapatnya.

Sehingga pada penelitian ini masih dilanjutkan pada Siklus II untuk mencapai ketuntasan kelas minimal 85%. Pembelajaran pertemuan pertama pada Siklus II dikondisikan sama seperti pada Siklus I, namun ada beberapa perbaikan pada kelemahan-kelemahan yang terjadi saat pembelajaran pada Siklus I. Kegiatan awali dengan pengelompokkan dan

(13)

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No.4 Oktober 2018

83

penomoran pada masing-masing siswa. Guru lebih memantau semua kegiatan siswa dan melakukan pendampingan dengan berkeliling kelas. Guru juga lebih berperan aktif untuk menegur siswa yang bercanda dan memberi masukkan kepada siswa jika dalam bertukar pendapat siswa mengalami perselisihan. Namun kegiatan pembelajaran siswa masih belum dapat berjalan secara mandiri. Hanya beberapa siswa aktif dalam berdiskusi, bertukar pikiran, bertanya sesama teman 18%, dan saling memberi masukkan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain dengan aktivitas mengerjakan 40%. Sementara siswa lain masih banyak terlihat menulis-nulis dan membaca buku 33%, sehingga tidak terlihat situasi belajar kooperatifnya. Hal ini membuat manajemen waktu tidak terkondisikan dengan baik. Aktivitas tidak relevan masih muncul dengan 1%.

Perolehan nilai pada Siklus II menunjukkan perolehan nilai rata-rata kelas sebesar 82. Ketuntasan kelas pada Siklus II juga meningkat menjadi 89%. Terjadi peningkatan baik nilai rata-rata maupun ketuntasan klasikal, meski baik pada Siklus I belum diperoleh hasil yang diharapkan pada Siklus II baru peningkatan sesuai yang diharapkan.

Dengan demikian secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT meski dapat meningkatkan ketuntasan pembelajaran siswa pada pembelajaran matematika kelas VI SD Negeri 132406 Tanjungbalai tahun pelajaran 2016/2017 dan berhasil memberi ketuntasan klasikal sampai pada akhir Siklus II. Keadaan tersebut dapat dijadikan sebagai kajian bahwa dengan Siklus yang berulang dan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT memungkinkan meningkatkan ketuntasan pembelajaran matematika siswa. Namun demikian penelitian hanya dilaksankan sampai pada dua Siklus karena keterbatasan dana dan waktu. Keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini, diantaranya:

1. Karena waktu yang dilakukan peneliti untuk melakukan penelitian hanya terbatas pada siswa Kelas VI SD Negeri 132406 Tanjungbalai tahun pelajaran 2016/2017.

2. Keterbatasan tenaga dan biaya yang dimiliki peneliti membuat penelitian hanya dilakukan pada satu kelas saja.

3. Kurangnya soal-soal LKS yang diberikan, sehingga siswa tidak mempunyai pengalaman menyelesaikan berbagai variasi soal.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka dari implementasi model pembelajaran kooperatif tipe NHT di Kelas VI SD Negeri 132406 Tanjungbalai tahun pelajaran 2016/2017 disimpulkan bahwa :

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan ketuntasan pembelajaran siswa, terbukti dari hasil tes siswa ketuntasan pembelajaran naik sebesar 23%. Pada Siklus I rata-rata nilai tes 73 dengan ketuntasan pembelajaran sebesar 66% dan pada Siklus II rata-rata nilai tes 82 dengan ketuntasan pembelajaran naik menjadi 89%, dan berhasil memberikan ketuntasan hasil belajar secara klasikal.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa terbukti pada Siklus I aktivitas menulis dan membaca 34%, mengerjakan LKS 38%, bertanya sesama teman 18%, bertanya kepada guru 7%, dan yang tidak relevan dengan kegiatan belajar mengajar 3%. Sedangkan pada Siklus II aktivitas menulis dan membaca 33%, mengerjakan LKS 40%, bertanya sesama teman 18%, bertanya kepada guru 8%, dan yang tidak relevan dengan kegiatan belajar mengajar 1%.

(14)

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No.4 Oktober 2018

84

B. Saran

Sebagai upaya meningkatkan penelitian lebih lanjut, terdapat beberapa saran sebagai berikut:

1. Guru

Guru diharapkan dapat membuat perencanaan pembelajaran Matematika dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan sehingga ketuntasan siswa dapat ditingkatkan.

2. Sekolah

Sekolah sebaiknya mendorong dan memfasilitasi kegiatan para guru dalam mengembangkan pembelajaran kooperatif tipe NHT khususnya pembelajaran matematika karena terbukti dapat meningkatkan ketuntasan pembelajaran matematika.

3. Siswa

Sebaiknya siswa lebih aktif, percaya diri dan berusaha untuk menggali pemikiran dalam mencari informasi pada kegiatan pembelajaran sehingga termotivasi dan menyukai suatu mata pelajaran khususnya matematika sehingga dapat mencapai ketuntasan belajar maksimal.

4. Peneliti Lain

Sebaiknya penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk mengadakan suatu tindakan penelitian dalam melakukan inovasi pembelajaran kooperatif tipe NHT pada pembelajaran matematika dengan materi yang lain agar siswa lebih tertarik, senang, dan aktif dalam belajar matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Z. 2007. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru. Yrama Widya. Bandung.

Gatot Muhsetyo, dkk. 2010. Pembelajaran Matematika SD. Universitas Terbuka. Jakarta. J. Tombokan Runtukahu. 1996. Pengajaran Matematika Bagi Anak Berkesulitan Belajar.

Depdiknas. Jakarta.

Awaliyah, H. 2008. Efektivitas Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head

Together (NHT) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Kendari Pada Pokok Bahasan Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV). Universitas Haluoleo. Kendari.

Ibrahim, M. 2007. Pembelajaran kooperatif. Universitas Negeri Surabaya. Surabaya. Sujana. 2002. Pedoman Praktek Mengajar. Depdikbud. Bandung.

Gambar

Tabel 1. Skor Aktivitas Belajar Siswa Siklus I
Tabel 2. Deskripsi Data Hasil Formatif I  Nilai  Frekuensi  Ketuntasan  Rata-rata
Tabel 4. Deskripsi Hasil Formatif II  Nilai  Frekuensi  Ketuntasan  Rata-rata
Gambar 2. Grafik Perubahan Hasil Belajar Siswa Tiap Siklus

Referensi

Dokumen terkait

Ini menunjukkan bahwa untuk pekerjaan yang bersifat rutin pada usaha sapi potong kontribusi wanita adalah seimbang dengan pria pada skala usaha menengah.. Pria

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis bermaksud melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Kinerja Komite Audit Terhadap Manajemen Laba

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Pelelangan Panitia Lelang Pengadaan Barang / Jasa Dilingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Kuantan Singingi Tahun Anggaran 2011 Nomor

Pada Gambar 4(a) dapat dilihat bahwa sebaran partikel mengikuti fungsi inisial u ( x 0 , ) yang diskontinu berupa fungsi tangga dan untuk hasil solusi numerik dengan FPM di

Faktor yang mempengaruh lokasi pengelolaan sampah rumah tangga, antara lain: a. Lokasi shaft sampah berada di sisi kanan dan kiri bangunan seperti pada gambar 3.8, Renkonbang

Rostin Banggoi dalam penelitiannya pada tahun 2009 yang berjudul “meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mengubah pecahan biasa menjadi pecahan desimal melalui

Menciptakan pelanggan supaya loyal terhadap suatu produk, produk itu harus memiliki nilai yang jernih dan juga dapat lebih mudah dikomunikasikan, serta produk

Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total (≥240mg/dl), kenaikan Low Density Lipoprotein (LDL) (≥160mg/dl), kenaikan kadar trigliserida