• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRITA INDAH PRATIWI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRITA INDAH PRATIWI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN PENATAAN LANSKAP KAWASAN

WISATA DAN PENYUSUNAN ALTERNATIF

PROGRAM WISATA DI GRAMA TIRTA JATILUHUR,

KABUPATEN PURWAKARTA, PROVINSI JAWA BARAT

PRITA INDAH PRATIWI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata dan Penyusunan Alternatif Program Wisata di Grama Tirta Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2010

Prita Indah Pratiwi

(3)

RINGKASAN

PRITA INDAH PRATIWI. Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata dan Alternatif Penyusunan Program Wisata di Grama Tirta Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh BAMBANG SULISTYANTARA.

Kabupaten Purwakarta merupakan salah satu wilayah dengan potensi alam berupa perbukitan dan objek wisata yang cukup terkenal yaitu Waduk Ir. H. Djuanda dimana kawasan sebelah Timur waduk telah dikembangkan menjadi Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur. Grama Tirta Jatiluhur (GTJ) memiliki sumberdaya lanskap dan potensi wisata dengan keragaman objek dan atraksi wisata, topografi yang bervariasi, vegetasi, dan akses yang mudah.

Saat ini GTJ telah digunakan sebagai kawasan wisata dengan kegiatan wisata air di Waduk Ir. H. Djuanda. Banyaknya jumlah wisatawan yang berkunjung ke areal wisata tipe ini bila tidak disertai dengan perencanaan fisik lanskap yang baik serta pengelolaan yang tepat dapat mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari volume tangkapan air waduk yang meningkat diakibatkan oleh degradasi lingkungan di daerah hulu, sedimentasi yang masuk ke dalam waduk, dan kegiatan wisata yang melebihi daya dukung di area sempadan waduk sehingga mengakibatkan tanah menjadi rusak. Kondisi fisik sumberdaya lahan di sempadan waduk yang menurun diperlukan tindakan yang dapat mendukung upaya konservasi terhadap tanahnya yang selanjutnya dapat menjaga kelestarian kawasan wisata. Agar kelestarian alam kawasan wisata dapat terjaga dan berkelanjutan serta dampak negatif dapat diminimalisasi, maka diperlukan perencanaan penataan lanskap dan penyusunan program wisata.

Pada penelitian ini, potensi sumberdaya lanskap, potensi objek dan atraksi wisata (demand) serta persepsi pengunjung (supply) diidentifikasi dan dianalisis. Kesesuaian lahan dan nilai ekologis kawasan wisata dianalisis secara spasial dengan menggunakan metode GIS untuk merencanakan penataan lanskap kawasan wisata di GTJ. Untuk menghitung nilai ekologis digunakan perangkat lunak Arcview 3.2 dengan ekstensi CITYgreen 5.4. Karakteristik, persepsi, dan preferensi pengunjung dianalisis dari hasil kuesioner yang kemudian menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan lanskap. Selain itu, ditentukan pula

touring plan berdasarkan keberadaan objek dan atraksi yang terdapat di GTJ.

Berdasarkan analisis kesesuaian lahan sebagai kawasan wisata diperoleh hasil luas zona potensi tinggi adalah 176.06 ha (30.84%), zona potensi sedang seluas 206.89 ha (36.24%), dan zona potensi rendah seluas 187.9 ha (32.92%). Selanjutnya, zonasi tersebut dikembangkan ke dalam rencana blok yang digunakan sebagai dasar dalam perencanaan penataan lanskap kawasan wisata. Hasil analisis nilai ekologis pada kawasan eksisting menunjukkan total penghematan tahunan sebesar Rp 825.030.000,-, sedangkan pada kawasan perencanaan sebesar 3.141.144.000,-. Dengan pencitraan manfaat ekologis tersebut, kawasan hijau di GTJ perlu dipertahankan dan dijaga kelestariannya, yaitu dengan tidak melakukan pengembangan area terbangun melebihi 10.10 Ha (1.77% dari luas keseluruhan). Kawasan wisata alam yang dikembangkan di GTJ yaitu wisata alam yang terintegrasi dengan wisata penunjangnya didasarkan pada potensi sumberdaya lanskap serta objek dan atraksi wisata yang potensial untuk

(4)

menjaga kelestarian sumberdaya lanskap dan keberlanjutan kawasan wisata. Pembagian ruang dibagi menjadi lima ruang utama, yaitu (1) ruang penerimaan, (2) ruang pelayanan dan penunjang wisata, (3) ruang wisata inti, (4) ruang wisata penunjang, (5) ruang penyangga, dan (6) ruang konservasi. Aktivitas wisata pada ruang dibedakan menjadi tiga, yaitu aktivitas wisata dengan tingkat tantangan tinggi (wisata alam), aktivitas wisata dengan tingkat tantangan sedang (wisata air dan teknologi), dan aktivitas wisata dengan tingkat tantangan rendah (agrowisata). Sarana dan fasilitas utama yang direncanakan di GTJ ini sebagai kawasan wisata alam, meliputi (1) sarana akomodasi, (2) fasilitas pelayanan umum dan kantor, (3) sarana rumah makan, (4) sarana wisata tirta, (5) sarana wisata alam, (6) sarana wisata pertanian. (7) sarana wisata teknologi, (8) sarana angkutan wisata, dan (9) sarana kios cinderamata. Selain itu, direncanakan pula dalam pengembangan fasilitas pelengkap wisata seperti papan interpretasi, bangku dan meja piknik, tempat ibadah, toilet, wartel, pasar tradisional pelelangan ikan, kantor pos,

children playground, arena olahraga, kolam renang, dan fasilitas lainnya. Adapun rencana program penyelenggaraan wisata dibagi menjadi dua, yaitu program rutin dan insidental dimana pengembangan objek dan atraksi wisata yang telah ada dan penambahan objek bertujuan menarik minat wisatawan untuk mengekplorasi jenis kegiatan wisata tanpa mengurangi kualitas lingkungan.

(5)

©Hak Cipta Milik Prita Indah Pratiwi, Tahun 2010 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya

(6)

PERENCANAAN PENATAAN LANSKAP KAWASAN

WISATA DAN PENYUSUNAN ALTERNATIF

PROGRAM WISATA DI GRAMA TIRTA JATILUHUR,

KABUPATEN PURWAKARTA, PROVINSI JAWA BARAT

PRITA INDAH PRATIWI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(7)

i  

 

 

Judul : Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata dan Penyusunan Alternatif Program Wisata di Grama Tirta Jatiluhur, Kabupaten

Purwakarta, Provinsi Jawa Barat

Nama : Prita Indah Pratiwi

NRP : A44060754

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M. Agr. NIP. 19601022 198601 1 001

Diketahui

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA. NIP. 19480912 197412 2 001

(8)

ii  

 

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tulisan skripsi yang berjudul “Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata dan Penyusunan Alternatif Program Wisata di Grama Tirta Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat”. Skripsi tersebut disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian IPB.

Keberhasilan studi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak dan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M. Agr. sebagai pembimbing skripsi atas bimbingannya selama kuliah dan selama penyusunan skripsi.

2. Dr. Ir. Setia Hadi, MS. sebagai pembimbing akademik selama kuliah. 3. Dr. Ir. Aris Munandar, MS. dan Dr. Ir. Alinda FM Zain, MSi. yang telah

bersedia menjadi dosen penguji.

4. Dosen-dosen Departemen Arsitektur Lanskap lainnya yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

5. Ir. Eddy Soliyadi, Ir. Keni Kenranikanti, dan Miladio Rizky Prabowo yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan kasih sayang yang tidak tergantikan kepada penulis.

6. Pihak pengelola Grama Tirta Jatiluhur dan Perum Jasa Tirta II.

7. Noril Milantara, S. Hut. dan Ariev Budiman, SP. yang telah memberi banyak masukan, bantuan, dan semangat dalam penyusunan tulisan ini. 8. Teman-teman angkatan 43 yang telah menjadi teman baik penulis serta

kakak dan adik angkatan 40, 41, 42, 44, 45, dan 46.

Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini berguna bagi berbagai pihak yang memerlukan. Dan semoga kita selalu dalam limpahan rahmat Allah SWT.

Bogor, September 2010

(9)

iii  

 

 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 6 Oktober 1989, merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Sejak sekolah di Taman Kanak-Kanak Purnama pada tahun 1995, penulis tinggal di Kabupaten Purwakarta. Penulis sudah mulai mengikuti perlombaan seni, mulai dari lomba mewarnai dan melukis tingkat kabupaten dan nasional dan alhamdulillah hasilnya memuaskan. Pendidikan dasar diselesaikan di SDN Jenderal Sudirman 1 Kabupaten Purwakarta pada tahun 2001. Pada tingkat SD, penulis masih aktif mengikuti perlombaan seni dan kompetisi cerdas cermat di tingkat Kabupaten dan Provinsi Jawa Barat. Pendidikan menengah diselesaikan di SLTP Negeri 1 Kabupaten Purwakarta pada tahun 2004 dan SMAN 1 Purwakarta pada tahun 2006. Sejak masuk SLTP, penulis mulai mengikuti organisasi, yaitu OSIS sebagai Ketua Divisi Kesenian. Penulis termasuk siswa Kelas Akselerasi di SMAN 1 Purwakarta. Penulis juga aktif mengikuti perlombaan seni lukis, olimpiade Matematika, olimpiade IPS, cerdas cermat dan alhamdulillah mendapatkan hasil yang memuaskan.

Penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2006. Setelah melalui Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian pada tahun 2007. Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam Klub Dekorasi dan Tanaman Hias yang berada di bawah Divisi INTEL dalam Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (Himaskap). Penulis juga aktif dalam organisasi dalam acara-acara yang diselenggarakan oleh angkatan 43. Selain itu, penulis tergabung dalam organisasi mahasiswa Purwakarta Student Community (Puscom). Pada tahun 2009-2010 penulis mengikuti sayembara Planning and Design Taman Penjaringan Jakarta Utara, Bangka Belitung Eco-Park, dan Gedung Merdeka Museum Konferensi Asia Afrika.

Di bidang akademik penulis pernah menjadi asisten untuk Mata Kuliah Teknik Studio pada Tahun Ajaran 2010-2011. Penulis juga tergabung dalam kepanitiaan acara Simposium Ilmiah Nasional Ikatan Arsitek Lansekap Indonesia tahun 2010.

(10)

iv       DAFTAR ISI Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Kerangka Pikir Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Wisata dan Pariwisata ... 5

Pariwisata Berkelanjutan ... 5

Kawasan Wisata ... 6

Sumberdaya untuk Kegiatan Wisata ... 7

Konservasi Sumberdaya untuk Kegiatan Wisata ... 8

Daya Dukung untuk Kegiatan Wisata ... 8

Dampak Kegiatan Wisata ... 10

Lanskap ... 11

Perencanaan Penataan Lanskap ... 12

Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata ... 12

Sistem Informasi Geografis... 13

Penggunaan SIG sebagai Alat dalam Perencanaan ... 14

METODOLOGI ... 16

Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Bahan dan Alat ... 18

(11)

v  

 

 

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 22

Aspek Biofisik ... 22

Lokasi dan Aksesibilitas ... 22

Topografi ... 25

Geologi dan Tanah ... 28

Iklim ... 31

Hidrologi ... 33

Vegetasi dan Satwa ... 36

Aspek Wisata ... 44

Potensi Pariwisata ... 44

Objek dan Daya Tarik Wisata ... 45

Fasilitas Pelayanan Wisata ... 50

Aktivitas Wisata ... 54

Hubungan dengan Objek Wisata Lain ... 55

Organisasi dan Kelembagaan ... 56

Aspek Sosial ... 58

Sejarah dan Tujuan Pendirian Kawasan Wisata ... 58

Kependudukan Kawasan Sekitar ... 59

Wisatawan ... 59

Aspek Teknis ... 60

Rencana Penggunaan Lahan ... 60

Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang ... 61

Rencana Pariwisata di Kecamatan Jatiluhur ... 67

Pengembangan Pariwisata ... 68

Penyusunan Program Pariwisata ... 70

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 72

Analisis Penilaian Potensi Aspek Biofisik ... 72

(12)

vi  

 

 

Aksesibilitas dan Sirkulasi ... 72

Topografi dan Drainase ... 73

Iklim ... 73

Geologi dan Tanah ... 79

Hidrologi ... 80

Vegetasi dan Satwa ... 81

Kualitas Visual ... 83

Analisis Kesesuaian Lahan ... 86

Penilaian Potensi Sumberdaya Lanskap ... 86

Penilaian Kelayakan Objek dan Atraksi Wisata ... 88

Zona Potensial Pengembangan Kawasan Wisata ... 91

Analisis Nilai Ekologis ... 97

Hasil Analisis ... 97

Pembahasan ... 103

Analisis Karakteristik, Persepsi, dan Preferensi Wisatawan ... 106

Konsep Perencanaan Lanskap ... 107

Konsep Dasar Perencanaan Lanskap ... 107

Konsep Ruang Fungsional ... 109

Konsep Tata Hijau ... 111

Konsep Sirkulasi ... 112

Konsep Aktivitas Wisata dan Pengembangannya ... 113

Konsep Fasilitas Wisata dan Pengembangannya ... 113

Daya Dukung Kawasan ... 113

Perencanaan Lanskap ... 115

Rencana Ruang (Lanskap) ... 115

Rencana Tata Hijau ... 118

Rencana Akses dan Sirkulasi ... 119

(13)

vii       Rencana Fasilitas ... 121 Rencana Lanskap ... 123

Rencana Penyelenggaraan Program Wisata ... 139

Rencana Perjalanan Wisata ... 139

KESIMPULAN DAN SARAN ... 145

Kesimpulan ... 145

Saran ... 145

DAFTAR PUSTAKA ... 146

LAMPIRAN ... 150

(14)

viii       DAFTAR TABEL Halaman

1. Jenis data dan metode pengumpulannya ... 21

2. Karakteristik Iklim Kawasan Wisata GTJ Tahun 2005-2009 ... 32

3. Lokasi pengamatan suhu dan kelembaban secara langsung ... 32

4. Rata-rata volume dan ketinggian air Waduk Ir. H.Djuanda Tahun 2005-2009 ... 34

5. Jumlah wisatawan Grama Tirta Jatiluhur Tahun 2005-2009 ... 60

6. Jumlah kamar hotel dan bungalow yang terjual Tahun 2005-2009 ... 60

7. Penilaian potensi kemiringan lahan ... 86

8. Penilaian potensi tanah ... 86

9. Penilaian potensi vegetasi ... 87

10. Penilaian potensi penutupan lahan ... 87

11. Penilaian potensi tata guna lahan ... 88

12. Penilaian kelayakan objek dan atraksi wisata eksisting ... 89

13. Tingkat kelayakan objek dan atraksi wisata………...90

14. Daya dukung kawasan ... 114

15. Rencana ruang, aktivitas, dan fasilitas ... 122

16. Rencana penyelenggaraan objek dan atraksi ... 139

17. Rencana perjalanan wisata berdasarkan lama wisata ... 140

(15)

ix       DAFTAR GAMBAR Halaman

1. Kerangka pikir penelitian ... 4

2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur ... 16

3. Master Plan Grama Tirta Jatiluhur ... 17

4. Proses perencanaan ... 18

5. Peta orientasi kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ... 24

6. Peta topografi kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ... 26

7. Peta kemiringan lahan kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ... 27

8. Peta geologi kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ... 29

9. Peta tanah kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ... 30

10. Grafik karakteristik iklim di Grama Tirta Jatiluhur ... 33

11. Peta hidrologi kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ... 35

12. Lokasi transect 1 ... 37

13. Lokasi transect 2 ... 38

14. Lokasi transect 3 ... 39

15. Peta transect vegetasi 1 kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ... 40

16. Peta transect vegetasi 2 kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ... 41

17. Peta transect vegetasi 3 kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ... 42

18. Peta vegetasi kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ... 43

19. Bendungan utama ... 46

20. Objek wisata air... 46

21. Objek wisata darat ... 47

22. Jatiluhur Water World ... 47

23. Pemancingan ... 48

24. Pelelangan ikan ... 48

25. Budidaya ikan jaring terapung ... 49

(16)

x  

 

 

27. Fasilitas penunjang wisata yang ada di Grama Tirta Jatiluhur ... 50

28. Pompa air yang ada di Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur ... 51

29. Reservoir yang ada di Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur ... 52

30. Skematik jaringan perpipaan dan instalasi pompa air ... 53

31. Aktivitas wisata ... 54

32. Struktur organisasi Unit Kepariwisataan ... 57

33. Peta rencana penggunaan lahan kawasan Jatiluhur ... 64

34. Peta tata guna lahan kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ... 65

35. Peta penutupan lahan kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ... 66

36. Cara vegetasi mengontrol radiasi matahari ... 75

37. Cara vegetasi mengontrol kelembaban udara ... 77

38. Cara vegetasi mengontrol pengikisan tanah oleh air hujan ... 77

39. Cara vegetasi mengontrol angin ... 78

40. Peta kualitas visual kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ... 85

41. Teknik tumpang susun (overlay) peta tematik ... 91

42. Peta zona pengembangan kawasan wisata berdasarkan potensi objek dan atraksi wisata ... 94

43. Peta kesesuaian lahan kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ... 95

44. Rencana blok ... 96

45. Peta RTH kawasan eksisting Tahun 2007 hasil analisis GIS ... 99

46. Peta RTH kawasan perencanaan Tahun 2007 hasil analisis GIS ... 102

47. Diagram konsep pembagian ruang ... 111

48. Diagram konsep sirkulasi ... 112

49. Rencana lanskap Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur ... 124

50. Detail 1 rencana lanskap (nursery) ... 125

51. Detail 2 rencana lanskap (museum teknologi) ... 126

52. Detail 3 rencana lanskap (dermaga apung) ... 127

(17)

xi  

 

 

54. Detail 5 rencana lanskap (sawah dan perkebunan) ... 129

55. Detail 6 rencana lanskap (flying fox dan bungeejumping area) ... 130

56. Detail 7 rencana lanskap (hiking trails) ... 131

57. Detail 8 rencana lanskap (picnic lawn dan camping ground ) ... 132

58. Gambar potongan 1 (potongan A-A’) ... 133

59. Gambar potongan 2 (potongan B-B’) ... 134

60. Perspektif nursery ... 135

61. Perspektif museum ... 135

62. Perspektif dermaga apung ... 136

63. Perspektif dermaga budidaya ikan jaring terapung ... 136

64. Perspektif farm guest center ... 137

65. Perspektif flying fox area ... 137

66. Perspektif bungee jumping area ... 138

(18)

xii       DAFTAR LAMPIRAN Halaman

1. Jadwal pelaksanaan penelitian ... 150 2. Report asli analisis CITYgreen 5.4 pada Kawasan Eksisting Grama

Tirta Jatiluhur ... 151 3. Report asli analisis CITYgreen 5.4 pada Kawasan Perencanaan Grama

Tirta Jatiluhur ... 154 4. Kuesioner penelitian ... 157 4. Hasil pengambilan kuesioner di Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur mengenai persepsi dan keinginan terhadap lanskap ... 160

(19)

1

 

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kabupaten Purwakarta merupakan salah satu wilayah dengan potensi alam berupa perbukitan dan objek wisata yang cukup terkenal yaitu Waduk Ir. H. Djuanda dimana kawasan sebelah Timur waduk telah dikembangkan menjadi Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur. Grama Tirta Jatiluhur (GTJ) memiliki sumberdaya lanskap dan potensi wisata dengan keragaman objek dan atraksi wisata, topografi yang bervariasi, vegetasi, dan akses yang mudah. Menurut Gold (1980) sumberdaya untuk kegiatan wisata adalah tempat tujuan bagi orang yang melakukan wisata yang merupakan suatu kesatuan ruang tertentu dan dapat menarik keinginan untuk berwisata. Keberadaan sumberdaya lanskap yang memiliki keunikan dan keragaman objek dan atraksi di dalamnya menjadi komponen utama bagi wisatawan dalam menentukan daerah tujuan wisata dikarenakan berkembangnya trend wisata di Indonesia telah mengakibatkan semakin bertambah dan berkembangnya lokasi-lokasi wisata.

Sebuah kawasan wisata, khususnya Grama Tirta Jatiluhur tidak terlepas dari dampak-dampak akibat dari pembangunan kawasan termasuk komponen wisata yang ada di dalamnya. Adapun dampak yang menyertai pembangunan kawasan wisata tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu dampak ekonomi, budaya, dan ekologi. Apabila ditinjau dari sisi ekonomi, GTJ memberikan pemasukan pendapatan bagi Kabupaten Purwakarta dan memperluas lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Keberadaan kawasan wisata dapat melestarikan kebudayaan setempat dengan menyajikan suatu bentuk atraksi yang bersifat tradisional. Namun, pembangunan kawasan wisata dapat pula menimbulkan perubahan pada ekosistem seperti penurunan kualitas air, tanah, udara, bahkan biota yang hidup di dalamnya. Hal ini dikarenakan penggunaan terhadap sumberdaya fisik dan alam yang melebihi daya dukung di tempat tujuan wisata yang sedang berkembang (Holden, 2000).

(20)

2

 

Saat ini GTJ telah digunakan sebagai kawasan wisata dengan kegiatan wisata air di Waduk Ir. H. Djuanda. Banyaknya jumlah wisatawan yang berkunjung ke areal wisata tipe ini bila tidak disertai dengan perencanaan fisik lanskap yang baik serta pengelolaan yang tepat dapat mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari volume tangkapan air waduk yang meningkat diakibatkan oleh degradasi lingkungan di daerah hulu, sedimentasi yang masuk kedalam waduk, dan kegiatan wisata yang melebihi daya dukung di area sempadan waduk sehingga mengakibatkan tanah menjadi rusak. Kondisi fisik sumberdaya lahan di sempadan waduk yang menurun diperlukan tindakan yang dapat mendukung upaya konservasi terhadap tanahnya yang selanjutnya dapat menjaga kelestarian kawasan wisata.

Agar kelestarian alam kawasan wisata dapat terjaga dan berkelanjutan serta dampak negatif dapat diminimalisasi, maka diperlukan perencanaan penataan lanskap dan penyusunan program wisata. Knudson (1980) menjelaskan bahwa program wisata, khususnya wisata alam dibuat untuk menciptakan lingkungan fisik luar atau bentang alam yang dapat mendukung tindakan dan aktivitas rekreasi manusia yang menunjang keinginan, kepuasan dan kenyamanannya, dimana proses perencanaan dimulai dari pemahaman sifat dan karakter serta kebijakan manusianya dalam menggunakan tapak untuk kawasan wisata. Perencanaan lanskap yang baik akan menghasilkan pengembangan kawasan disertai dengan program yang dapat menjadikan kawasan wisata yang berkelanjutan. Hal itulah yang mendasari dilakukan penelitian mengenai perencanaan penataan lanskap kawasan wisata dan program wisata ini.

(21)

3

 

Tujuan Penelitian

Penulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis sumberdaya lanskap (demand) dan persepsi pengunjung (supply), menganalisis kesesuaian lahan dan nilai ekologis kawasan wisata, menentukan touring plan

wisata alam berdasarkan keberadaan objek dan atraksi yang terdapat di GTJ, dan merencanakan penataan lanskap kawasan wisata di GTJ.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta dalam pengembangan wisata di Kabupaten Purwakarta, khususnya bagi pengelola GTJ maupun kawasan wisata lainnya. Selain itu, rencana lanskap yang dihasilkan diharapkan dapat mendukung kegiatan konservasi water catchment area di sekitar waduk Ir. H. Djuanda.

Kerangka Pikir Penelitian

Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur memiliki potensi sumberdaya fisik-biofisik, objek dan atraksi, dan wisatawan yang mengunjungi kawasan. Keberadaan ketiga aspek tersebut perlu dijaga dan dipertahankan agar kualitas lingkungan di kawasan tidak menurun. Untuk menjaga keberadaannya dan meminimalisasi dampak-dampak lingkungan yang dapat terjadi, perencanaan penataan lanskap yang baik diperlukan dalam mewujudkan wisata yang berkelanjutan, seperti yang terdapat pada Gambar 1.

(22)

4

 

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian

Biofisik Sosial Aspek Teknis Analisis Kesesuaian Lahan Analisis Nilai Ekologis Zonasi Kawasan

Konsep Wisata Alam

Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur

Perencanaan Penataan Lanskap Grama Tirta Jatiluhur sebagai Kawasan Wisata Alam Analisis

Penilaian Potensi

Analisis Potensi Objek dan Atraksi Wisata

Wisata Analisis Karakteristik, Persepsi, dan Preferensi Wisatawan

(23)

5

 

TINJAUAN PUSTAKA

Wisata dan Pariwisata

Menurut UU No. 10 Tahun 2009, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, dan Pemerintah Daerah. Wisata merupakan pergerakan sementara dari manusia dengan jarak lebih dari 50-100 mil dari tempat tinggal atau pekerjaan rutinnya menuju suatu tempat tertentu, dimana aktivitas tersebut dilakukan pada saat mereka berada di tempat yang dituju dan ada fasilitas yang disediakan untuk mengakomodasi keinginan mereka (Gunn, 1994). Wisata tidak sekedar mengadakan perjalanan, tetapi juga berinteraksi dengan lingkungan dengan menggunakan sumberdaya yang ada (Holden, 2000).

Bruun (1995) mengkategorikan wisata menjadi 3 jenis yaitu

1. ecotourism, green tourism, atau alternative tourism, merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan industri kepariwisataan dan perlindungan terhadap wisata alam atau lingkungan, 2. wisata budaya, merupakan kegiatan pariwisata dengan kekayaan budaya

sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan,

3. wisata alam, aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya.

Pariwisata Berkelanjutan

Menurut Damanik dan Weber (2006), pariwisata berkelanjutan adalah pembangunan sumberdaya pariwisata yang bertujuan untuk memberikan keuntungan optimal bagi pemangku kepentingan dan nilai kepuasan optimal bagi wisatawan dalam jangka panjang dengan mempertimbangkan daya dukung fisik dan budaya setempat. Perkembangan pariwisata berkelanjutan berkembang sejak tahun 1990, dimana wisatawan peduli dan merespon lingkungan. Pariwisata berkelanjutan dapat terwujud apabila adanya dukungan baik dari pemerintah,

National Government Organization, pihak swasta, maupun akademik. Hal ini tidak hanya berhubungan dengan preservasi ataupun konservasi lingkungan fisik,

(24)

6

 

tetapi juga budaya, ekonomi, dan dimensi politik. Menurut Holden (2000), prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan, yaitu

1. lingkungan memiliki nilai instrinsik sebagai aset wisata,

2. wisata sebagai faktor positif yang memberikan keuntungan kepada komunitas lokal, pengelola, dan wisatawan,

3. hubungan antara wisata dan lingkungan harus dikelola sehingga tercapai lingkungan yang berkelanjutan dalam jangka panjang,

4. aktivitas wisata dan pembangunan harus merespon skala, alam, dan karakter tapak,

5. keharmonisan antara kebutuhan pengunjung, tempat, dan masyarakat setempat, dan

6. dalam industri wisata, kebijakan lokal dan lembaga lingkungan bekerja sama dalam mewujudkan wisata berkelanjutan.

Kawasan Wisata

Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), kawasan wisata merupakan suatu areal atau jalur pergerakan wisata yang memiliki obyek dan daya tarik wisata tentunya dapat dikunjungi, disaksikan, dan dinikmati wisatawan. Kawasan ini memiliki lanskap alam yang indah, budaya yang dipadukan dengan perubahan kondisi sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar.

Holden (2000) menyatakan bahwa kawasan wisata berkaitan erat dengan karakteristik lanskap setempat, yaitu keindahan, kondisi lingkungan yang sehat dan bersih, iklim yang sesuai, memberi kenyamanan dan ketenangan, estetis, dan lingkungan sekitarnya mencirikan karakter yang kuat terhadap kawasan.

Kawasan wisata alam (KWA) merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan, dengan mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistem. Kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai KWA ini (Tim Penyusun, 1976), yaitu: (1) mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa, atau ekosistem gejala alam serta formasi geologi yang menarik, (2) mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian fungsi potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam, dan (3) kondisi lingkungan di

(25)

7

 

sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam. Prinsip-prinsip dalam pengembangan KWA, yaitu; (1) karakter kepariwisataan, (2) pemerintah sebagai fasilitator sekaligus regulator, (3) swasta sebagai operator, dan (4) masyarakat sebagai subyek pembangunan.

Sumberdaya untuk Kegiatan Wisata

Sumberdaya untuk kegiatan wisata adalah tempat tujuan bagi orang yang melakukan wisata, yang merupakan suatu kesatuan ruang tertentu dan dapat menarik keinginan untuk berwisata. Menurut Gold (1980), ketersediaan sumberdaya untuk aktivitas wisata dapat dilihat dari jumlah dan kualitas dari sumberdaya yang tersedia serta dapat digunakan pada waktu tertentu. Untuk mengetahui sumberdaya yang tersedia dapat dilakukan identifikasi dan inventarisasi, kemudian dianalisis potensi dan kendalanya. Klasifikasi sumberdaya menurut tujuannya dibagi tiga, yaitu tujuan komersil untuk kepuasan pengunjung dan direncanakan bagi kenyamanan pengunjung, untuk pelestarian sumberdaya, dan tujuan pertengahan untuk memenuhi kebutuhan pengunjung yang seimbang dengan pengelolaan sumberdaya (Knudson, 1980).

Suatu kawasan wisata memiliki dua macam sumberdaya utama yang dapat dijadikan potensi dari suatu kawasan wisata (Widada, 2008), yaitu

1. sumberdaya non-hayati, yaitu air dimana sangat berperan penting bagi kehidupan baik di dalam kawasan maupun kehidupan masyarakat di sekitar kawasan, dan

2. sumberdaya hayati, yaitu flora dan fauna yang terdapat di kawasan. Masalah mengenai penyebaran tanaman eksotis yang sangat tinggi dan keberadaan satwa endemik diperlukan pengendalian agar keberadaannya tetap terjamin.

Menurut Simonds (1983), sebagai sebuah sumberdaya, badan air memiliki potensi penggunaan rekreasi baik di wilayah perairannya sendiri maupun di sepanjang tepiannya. Badan air memiliki nilai keindahan, dimana pemandangan dan suara air membangkitkan perasaan yang menyenangkan. Hasil studi mengenai kegiatan rekreasi di ruang terbuka menunjukkan bahwa elemen air merupakan daya tarik yang paling besar bagi pengunjung. Salah satu tempat rekreasi dengan elemen air adalah danau atau waduk dan sekitarnya. Waduk merupakan suatu

(26)

8

 

bentuk kolam buatan akibat adanya pembendungan aliran air sehingga memungkinkan terkumpulnya massa air dalam volume tertentu. Tujuan dari pembendungan ini didasarkan pada kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh masyarakat sekitarnya. Ada yang bertujuan untuk penyimpanan dan penyediaan air untuk umum sebagai alasan utama, pencegahan terhadap banjir, pengairan untuk pertanian, pemanfaatan rekreasi, dan dapat juga untuk kombinasi dari tujuan-tujuan di atas (Turner, 1986).

Konservasi Sumberdaya untuk Kegiatan Wisata

Menurut Marsono (2004), konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Aspek-aspek konservasi meliputi: (1) kawasan penyangga kehidupan yang perlu dilindungi agar terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (2) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan suaka alam, dan (3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, seperti pemanfaatan untuk kepentingan pariwisata alam, ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan dan budaya, dan (4) biaya pelestarian suaka adalah sangat tinggi.

Tindakan konservasi memastikan sumberdaya alam hayati tersedia untuk dimanfaatkan baik oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang. Terdapat dua pendekatan dasar untuk mengkonservasi menurut Melchias (2001), yaitu

1. konservasi insitu, menjaga dan melestarikan tumbuhan dan hewan dalam habitat aslinya, dan

2. konservasi ex-situ, menjaga dan melestarikan tumbuhan dan hewan di luar habitat asli, seperti di kebun raya dan kebun binatang.

Daya Dukung untuk Kegiatan Wisata

Daya dukung rekreasi merupakan kemampuan suatu area rekreasi secara alami, fisik, dan sosial dapat mendukung penggunaan aktivitas rekreasi dan dapat

(27)

9

 

memberikan kualitas pengalaman rekreasi yang diinginkan (Gold, 1980). Daya dukung optimal suatu aktivitas rekreasi merupakan jumlah aktivitas rekreasi yang dapat ditampung oleh suatu area selama jangka waktu tertentu serta dapat memberikan perlindungan terhadap sumberdaya dan kepuasan terhadap pengunjung. Soemarwoto (1991) menjelaskan daya dukung lingkungan rekreasi dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu tujuan wisatawan dan faktor biofisik kawasan rekreasi. Daya dukung lingkungan berkaitan dengan faktor psikologis tujuan rekreasi begitu pula dengan faktor lingkungan biofisik yang mempengaruhi kuat atau rapuhnya suatu ekosistem. Sedangkan, menurut Knudson (1980), daya dukung merupakan penggunaan secara lestari dan produktif dari suatu sumberdaya yang dapat diperbarui (renewable resources).

Pendekatan yang dapat dilakukan dalam menduga daya dukung, menurut Tivy (1972) pendekatan yang dilakukan terhadap: (1) faktor pembatas dan evaluasi dampak (limiting factors and the evaluation impacts), (2) keawetan dan kerusakan areal (site deterioration and durability), dan (3) kepuasan pemakai (user satisfaction). Pendekatan (1) dan (2) merupakan pendekatan yang berorientasi terhadap potensi tapak atau ekosentris, sedangkan pendekatan (3) berorientasi terhadap manusia yang menggunakan tapak atau antroposentris.

Menurut Bengen (2002), daya dukung adalah tingkat pemanfaatan sumberdaya alam atau ekosistem secara berkesinambungan tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya dan lingkungan. Daya dukung ekologis adalah tingkat maksimum (baik jumlah maupun volume) pemanfaatan suatu sumberdaya atau ekosistem yang dapat diakomodasikan oleh suatu kawasan atau zona sebelum terjadi penurunan kualitas lingkungan ekologis. Daya dukung fisik adalah jumlah maksimum pemanfaatan suatu sumberdaya atau ekosistem yang dapat diadopsi oleh suatu kawasan atau zona tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas fisik. Daya dukung sosial adalah tingkat kenyamanan apresiasi pengguna suatu sumberdaya atau ekosistem terhadap suatu kawasan atau zona akibat adanya penggunaan lain dalam waktu bersamaan. Sedangkan daya dukung ekonomi adalah tingkat skala usaha dalam pemanfaatan suatu sumberdaya yang memberikan keuntungan ekonomi maksimum secara berkesinambungan.

(28)

10

 

Dampak Kegiatan Wisata

Dampak adalah tingkat perusakan terhadap tata guna tanah lainnya yang ditimbulkan oleh suatu pemanfaatan lingkungan tertentu (Schreiber & Kias, 1988). Pembangunan kepariwisataan memiliki dampak-dampak terhadap lingkungan. Kondisi lingkungan merupakan atraksi utama bagi wisatawan. Maka, semakin luas wilayah yang digunakan, semakin banyak pula dampak yang ditimbulkan. Marpaung (2002) menyatakan bahwa jumlah wisayawan yang melebihi daya dukung akan menyebabkan lingkungan mengalami penurunan kegunaan, yaitu menurunnya nilai pada hutan lindung, nilai pada daerah wisata, serta nilai sejarah dan budaya.

Menurut Marpaung (2002), dampak-dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan pariwisata, yaitu

1. dampak ekonomi, dampak ini memberikan pendapatan bagi daerah setempat. Kepariwisataan dapat mengubah struktur perekonomian daerah tersebut. Perubahan besar terjadi ketika pariwisata berkembang akan menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal,

2. dampak sosial dan budaya, dampak ini dapat dilihat dari perubahan kondisi moral masyarakat setempat, timbulnya kriminalitas, dan perubahan sosial budaya, dan

3. dampak lingkungan, dampak ini dapat dilihat dari terjadinya masalah pencemaran tanah, pencemaran air, dan pencemaran udara.

Perkembangan pariwisata juga dapat menyebabkan terdegradasinya tradisi-tradisi budaya lokal dan terjadinya eksploitasi masyarakat lokal tanpa mendapat manfaat ekonomi yang signifikan. Kesadaran akan dampak negatif dari perkembangan wisata tersebut membangkitkan kesadaran berbagai pihak (LSM, PT, dan pemerintah) akan sangat pentingnya membangun kawasan wisata yang berwawasan lingkungan (Widada, 2008).

(29)

11

 

Lanskap

Lanskap adalah bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang beberapa unsurnya dapat digolongkan menjadi unsur utama atau unsur mayor dan unsur penunjang atau unsur minor. Unsur mayor adalah unsur yang relatif sulit untuk diubah, sedangkan unsur minor adalah unsur yang realtif mudah untuk diubah. Lanskap atau wajah bumi apabila dipandang dari setiap tempat ternyata mempunyai karakter-karakter lanskap tertentu yang terbentuk secara alami. Karakter ini terbentuk karena adanya kesan harmoni dan kesatuan dari elemen yang ada di alam, seperti bentukan lahan, formasi batuan, vegetasi, dan fauna. Karakter lanskap yang unik pada suatu kawasan wisata alam dapat menjadi unsur pendukung dalam pengembangan kawasan wisata alam (Simonds, 1983).

Keragaman lanskap dapat dibentuk oleh perbedaan dua komunitas. Daerah ekoton adalah suatu zona peralihan atau pertemuan antara dua komunitas yang berbeda dan menunjukkan sifat yang khas. Daerah transisi antara komunitas rumput dan hutan atau daerah peralihan antara dua komunitas besar seperti komunitas akuatik dan komunitas terestrial merupakan contoh ekoton. Jadi, ekoton merupakan pagar komunitas (batas komunitas) yang biasanya berubah secara perlahan-lahan. Komunitas dapat berubah secara tiba-tiba sebagai akibat lingkungan yang tiba-tiba terputus atau karena interaksi tanaman, terutama kompetisi. Komunitas ekoton umumnya mempunyai banyak organisme dari dua komunitas yang saling bertautan dengan memperlihatkan ciri-ciri yang khas dan batas yang jelas antara ekoton dan tetangganya. Maka, ekoton memiliki spesies yang lebih banyak dan kepadatan populasi yang lebih besar daripada komunitas disampingnya. Kecenderungan meningkatnya variasi dan kepadatan pada komunitas peralihan dikenal sebagai efek pinggir tepi (edge effect). Organisme yang paling banyak atau paling lama dalam zone peralihan disebut jenis pinggir (edge species). Daerah ekoton ini perlu dipertahankan dan dilestarikan keberadaannya karena sedikit gangguan pada daerah ini dapat mematikan beberapa jenis biota di dalamnya.

(30)

12

 

Perencanaan Penataan Lanskap

Perencanaan adalah mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi masalah dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut (Knudson,1980). Gold (1980) menyatakan bahwa proses perencanaan terdiri atas tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan. Sebagai suatu alat yang sistematis, yang digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan cara terbaik untuk pencapaian keadaan tersebut, perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain:

1. pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas rekreasi dan wisata berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya,

2. pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan yang dapat disediakan pada masa yang akan datang,

3. pendekatan ekonomi, yaitu penentuan tipe, jumlah dan lokasi kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi, dan

4. pendekatan perilaku, yaitu penentuan kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan perilaku manusia.

Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata

Menurut Booth dan Hiss (2004), lanskap yang mengelilingi suatu kawasan merupakan lingkungan yang paling penting. Lanskap ini menyediakan berbagai kebutuhan, estetika, dan kegunaan fungsi psikologi bagi yang pengunjung, pengelola, dan orang-orang yang melintasinya.

Tim Penyusun (1980) menjelaskan bahwa kawasan wisata dicirikan dengan adanya bangunan hotel, restoran, convention hall, arena rekreasi keluarga, arena bermain anak-anak, kolam renang, maupun fasilitas lainnya yang bersifat perkerasan. Merencanakan penataan lanskap untuk kawasan wisata adalah upaya untuk menata dan mengembangkan suatu areal dan jalur pergerakan pendukung kegiatan wisata sehingga kerusakan lingkungan akibat pembangunannya dapat

(31)

13

 

diminimumkan, tetapi pada saat yang bersamaan kepuasan wisatawan dapat terwujudkan. Hal ini terutama untuk menjaga keindahan alami dan keunikan yang dimiliki oleh lanskap atau bentang alam tersebut serta melindungi kelestarian ekosistemnya, terutama apabila direncanakan pada areal dengan ekosistem yang peka, langka atau unik (Nurisjah & Pramukanto, 2009).

Perencanaan lanskap kawasan wisata, terutama wisata alam adalah merencanakan suatu bentuk penyesuaian program rekreasi dengan suatu lanskap untuk menjaga kelestariannya. Program wisata alam dibuat untuk menciptakan lingkungan fisik luar atau bentang alam yang dapat mendukung tindakan dan aktivitas rekreasi manusia yang menunjang keinginan, kepuasan dan kenyamanannya, dimana proses perencanaan dimulai dari pemahaman sifat dan karakter serta kebijakan manusianya dalam menggunakan tapak untuk kawasan wisata (Knudson, 1980). Adapun pendekatan perencanaan kawasan wisata di sekitar penggunaan area river-basin adalah dengan menghindari dan mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan air seperti rapid runoff, erosi, pengendapan air, banjir, kekeringan, dan pencemaran, serta memastikan bahwa kemungkinan-kemungkinan pengembangan area preservasi, konservasi, restorasi, dan lainnya dapat dilakukan. Seluruh area daratan yang berorientasi air harus direncanakan dalam suatu cara untuk mendapatkan keuntungan maksimum dari keistimewaan air dengan tetap mempertahankan integritas atau keutuhannya (Simonds, 1983).

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis merupakan suatu perangkat alat untuk mengumpulkan, menyimpan, menggali kembali, mentransformasi, dan menyajikan data spasial dari aspek-aspek permukaam bumi (Burrough 1986, diacu dalam Barus & Wiradisastra, 2008). Sedangkan Prasetyo (2003) mendefinisikan sistem informasi geografis (SIG) sebagai suatu sistem yang men-capture, mengecek mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa dan menampilkan data yang secara spasial (keruangan) mereferensikan kepada kondisi bumi. SIG merupakan manajemen data spasial dan non-spasial yang berbasis

(32)

14

 

komputer dengan tiga karakteristik dasar, yaitu: (1) mempunyai fenomena aktual (variabel data non lokasi) yang berhubungan dengan topik permasalahan di lokasi bersangkutan, (2) merupakan suatu kejadian di suatu lokasi dan (3) mempunyai dimensi waktu. Teknologi SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum database, seperti query dan analisis statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisa yang dimiliki oleh pemetaan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan sistem informasi lainnya yang membuatnya menjadi berguna untuk berbagai kalangan untuk menjelaskan kejadian, merencanakan strategi dan memprediksi apa yang akan terjadi.

Komponen utama sistem informasi geografis dibagi ke dalam 4 komponen utama, yaitu perangkat keras, perangkat lunak, organisasi (manajemen), dan pemakai. Komponen perangkat keras berfungsi sebagai pemasukan data, sedangkan komponen perangkat lunak berfungsi sebagai penyimpanan dan penggalian data, analisis data, dan pembuatan produk SIG. Komponen organisasi pengelola dan pemakai saling berkaitan. Susunan keahlian dan kemampuan pengelola SIG menentukan berjalannya fungsi SIG dengan baik (Barus & Wiradisastra, 2008).

Penggunaan SIG sebagai Alat dalam Perencanaan

Kemampuan SIG dalam memanipulasi data spasial dan mengaitkannya dengan informasi atribut dan mengintegrasikannya dengan berbagai tipe data dalam suatu analisis juga dapat menganalisis secara spasial dan kompleks. Dalam SIG tidak hanya data yang berbeda dapat diintegrasikan, prosedur yang berbeda pun dapat dipadukan (Barus & Wiradisastra, 2008). Prosedur penanganan data seperti pengumpulan data, verifikasi data, dan pembaharuan data dapat diintegrasikan seperti pemisahan operasi menjadi berbagai tahap. Misalnya dalam kasus registrasi lahan maka dapat langsung melakukan pemantauan perubahan penggunaan lahan, yang dalam hal ini keduanya dilakukan secara bersamaan dalam SIG. Dalam hal ini SIG dipakai untuk mengecek keakuratan perubahan zona mana yang terkena dampak dan pada saat yang bersamaan memperbaiki peta dan data tabel yang relevan. Melalui cara ini lebih mudah mendapatkan lebih

(33)

15

 

banyak informasi terbaru dan memanipulasinya sesuai spesifikasi yang dibutuhkan.

Terdapat dua keistimewaan analisis SIG menurut Rahmat (2003) yaitu: 1. analisis proximity suatu geografi yang berbasis pada jarak antar layer.

Analisa proximity SIG menggunakan proses buffering yaitu membangun lapisan pendukung sekitar layer dalam jarak tertentu untuk menentukan dekatnya hubungan antara sifat bagian yang ada, dan

2. analisis overlay, yaitu proses integrasi data dari lapisan-lapisan layer yang berbeda yang disebut dengan . Secara analisis dibutuhkan lebih dari satu layer yang akan ditumpang susun secara fisik agar bisa dianalisis secara visual.

Dengan demikian SIG diharapkan mampu memberikan kemudahan-kemudahan yang diinginkan yaitu: (1) penanganan data geospasial menjadi lebih baik dalam format baku, (2) revisi dan pemutakhiran data menjadi lebih mudah, (3) data geospasial informasi menjadi lebih mudah dicari, dianalisis dan direpresentasikan, (4) menjadi produk yang mempunyai nilai tambah, (5) kemampuan menukar data geospasial, (6) penghematan waktu dan biaya dan (7) keputusan yang diambil menjadi lebih baik. Pada penelitian ini perangkat lunak SIG yang digunakan adalah ArcView 3.2 dimana perangkat lunak ini biasa digunakan untuk menganalis data spasial maupun non spasial dan pemetaan. Khusus untuk kebutuhan RTH diperlukan ekstensi CITYgreen 5.4 yang menganalisis kualitas udara, kemampuan menyimpan karbon, mengontrol aliran permukaan dan mengkonservasi energi. Kegunaan CITYgreen 5.4 dalam penelitian ini adalah mempertimbangkan bagaimana hasil analisis akan digunakan dalam perencanaan penataan lanskap kawasan wisata. Prinsip mendasar dari analisis CITYgreen 5.4 adalah pohon yang menjadi komponen RTH memberikan pelayanan ekosistem yang dapat diukur (American Forest, 2002).

(34)

16

 

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat (Gambar 2 dan 3). Penelitian berlangsung dari bulan Maret hingga Juni 2010.

Gambar 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur

Peta Jawa Barat

Peta Purwakarta

(35)

17

(36)

18

 

Gambar 3. Master Plan Grama Tirta Jatiluhur

Bahan dan Alat

Bahan dan Alat yang digunakan terdiri atas 1. citra satelit Google Earth Plus Tahun 2007,

2. software ArcView 3.2, AutoCAD 2006, Photoshop CS4, Google Sketchup 6 Pro,

3. extension CITYgreen 5.4, Xtool, Image Analyst, Spatial Analyst, 4. laptop Compaq Presario V3500, dan

5. Global Positioning System (GPS).

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan sistematis sebagaimana yang dikemukakan oleh Gold (1980). Metode terdiri atas tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan. Penelitian dilakukan sampai tahap-tahap perencanaan:

Gambar 4. Proses perencanaan (Gold, 1980)

Persiapan Inventarisasi Analisis Sintesis Konsep

Perencanaan Tapak Fisik-Biofisik Program Pengembangan Potensi Hambatan dan Kesempatan Sosial Alternatif

(37)

19

 

1. Persiapan

Tahap ini meliputi penetapan tujuan perencanaan, pencarian informasi umum tentang kondisi eksisting, dan pengurusan perizinan untuk melakukan penelitian di GTJ.

2. Inventarisasi

Pengambilan data meliputi aspek biofisik, sumberdaya wisata, sosial, dan teknis. Cara pengumpulan data meliputi survei lapang, penyebaran kuesioner, wawancara dengan pengunjung maupun pengelola, dan studi pustaka. Khusus untuk inventarisasi vegetasi, dilakukan dengan transect vegetasi sebanyak 3 area, yaitu di bagian Utara, tengah dan Selatan area rekreasi yang berbatasan dengan waduk. Studi pustaka diperoleh dari buku-buku acuan, laporan, serta pustaka lain yang berhubungan dengan studi perencanaan. Studi pustaka diperoleh dari buku-buku acuan, laporan, serta pustaka lain yang berhubungan dengan studi perencanaan.

Survei dilakukan di lapang melalui perekaman, penyebaran kuesioner, dan wawancara. Perekaman terhadap aspek biofisik, objek dan atraksi wisata dengan pengamatan dan pemotretan. Penyebaran kuesioner dilakukan terhadap wisatawan domestik yang mengunjungi kawasan. Wawancara dilakukan terhadap pihak Pemerintah Daerah dan pengelola kawasan.

3. Analisis

Data aspek biofisik, sumberdaya wisata, sosial, dan teknis yang telah didapatkan kemudian dilakukan pengolahan dan penyusunan data. Analisis yang dilakukan yaitu:

a. Analisis penilaian potensi aspek biofisik. Potensi merupakan sesuatu yang bersifat menunjang dan dapat dikembangkan sesuai dengan tujuan perencanaan. Selain itu, hambatan dalam tapak juga diidentifikasi yang dinilai sebagai kendala perencanaan.

b. Analisis kesesuaian lahan. Peubah yang dianalisis yaitu kemiringan lahan, tanah, vegetasi, tata guna lahan, dan penutupan lahan, selanjutnya kelima

(38)

20

 

peubah ini diberi scoring dan dianalisis secara spasial dengan metode GIS menggunakan teknik overlay berdasarkan standar menurut USDA (1968), Hardjowigeno dan Widiatmaka (1968), dan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dalam Mulyati (2007).

c. Analisis nilai ekologis. Analisis yang dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi penutupan lahan, melihat karakter RTH kawasan secara spasial, mengetahui manfaat ekologis RTH (carbon storage, air pollution removal, stormwater control), dan mempertimbangkannya ke dalam perencanaan penataan lanskap dengan pengolahan GIS.

d. Analisis penilaian potensi objek dan atraksi wisata. Objek dan atraksi wisata diberi scoring dan dianalisis secara spasial dengan metode GIS berdasarkan standar menurut Inskeep (1991).

e. Analisis karakteristik, persepsi pengunjung, dan preferensi pengunjung. Analisis dilakukan terhadap data hasil kuesioner yang disebarkan kepada wisatawan dimana dari hasil analisis didapatkan supply kawasan wisata sehingga dapat dirumuskan mengenai pengembangan wisata sesuai dengan tujuan perencanaan.

4. Sintesis

Hasil dari tahap ini yaitu zonasi tapak atau berdasarkan kesuaian lahan untuk kawasan wisata. Pembagian ruang ini berbentuk rencana blok atau block plan sesuai dengan konsep wisata alam.

5. Perencanaan.

Pada tahap ini dihasilkan rencana lanskap kawasan wisata alam yang mempertimbangkan konsep yang telah ditetapkan dan. Rencana lanskap ini termasuk di dalamnya rencana ruang, rencana tata hijau, rencana perjalanan wisata (touring plan), rencana aktivitas, dan rencana fasilitas.

(39)

21

 

Berikut ini adalah penjelasan serta rincian data-data yang diinventarisasi dalam bentuk tabel jenis, bentuk, sumber, dan interpretasi data.

Tabel 1. Jenis data dan metode pengumpulannya.

No. Jenis Data Satuan Data

Bentuk Data

Sumber Data

Metode Analisis Manfaat 1. Aspek Biofisik

a. Lokasi Tapak (letak, luas, dan batas tapak) Luas (m2) Primer dan sekunder Observasi lapang, data pengelola Deskriptif b.Aksesibilitas (jaringan jalan dan transportasi)

Primer Observasi

lapang

Deskriptif

c. Geologi dan Tanah Sekunder Data pengelola Deskriptif dan spasial d. Topografi dan Kemiringan Lahan Sekunder Data pengelola Deskriptif dan spasial

e. Iklim Primer dan

Sekunder Observasi lapang dan data pengelola Deskriptif Zonasi Wisata f. Hidrologi dan Drainase Primer dan Sekunder Observasi lapang dan data pengelola Deskriptif g. Vegetasi dan Satwa

Pohon Primer dan Sekunder Observasi lapang dan data pengelola Deskriptif dan spasial h. Kualitas visual

i. Tata Guna Lahan

Primer dan Sekunder Primer dan Sekunder Observasi lapang dan data pengelola Observasi lapang dan data pengelola Deskriptif dan spasial Deskriptif dan spasial 2. Aspek Wisata a. Atraksi (Jenis dan Jumlah Atraksi) b. Penunjang (Fasilitas Pelayanan) Satuan angka Jumlah dan jenis Primer dan Sekunder Primer dan Sekunder Observasi lapang dan data pengelola Observasi lapang dan data pengelola Deskriptif dan spasial Deskriptif Zonasi Wisata 3. Aspek Sosial a. Sejarah dan Tujuan Pendirian Kawasan Wisata Primer dan Sekunder Wawancara dan Studi pustaka Deskriptif Zonasi Wisata b.Karakteristik, Persepsi, dan Preferensi Wisatawan Primer Observasi lapang Deskriptif c.Kependudukan Masyarakat Sekitar

Sekunder Studi Pustaka Deskriptif 4. Aspek Teknis

a. Kebijakan Pemerintah

Sekunder Studi Pustaka Deskriptif dan spasial

Zonasi Wisata

(40)

22

 

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Aspek Biofisik Lokasi dan Aksesibilitas

Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur (GTJ) terletak di sebelah Barat Kabupaten Purwakarta, dimana terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Batas-batas tapak GTJ adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Desa Kutamanah dan Desa Cikao Bandung. 2. Sebelah Selatan : Waduk Ir. H. Djuanda.

3. Sebelah Timur : Desa Jatimekar, Desa Jatiluhur, Desa Cilegong, dan Desa Kembang Kuning.

4. Sebelah Barat : Waduk Ir. H. Djuanda.

Kawasan Wisata GTJ berjarak 125 km dari Jakarta yang dapat diakses melalui jalan tol Jakarta - Cikampek dan 67 km dari Bandung melalui tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang). Kawasan ini berada di lereng bukit danau wisata Jatiluhur seluas 83 km2 yang berpadu dengan barisan pegunungan di sekelilingnya. Adapun pengembangan jaringan jalan untuk mengembangkan kegiatan pariwisata di sekitar Waduk Ir. H. Djuanda yaitu:

1. Pembangunan jalan penghubung Desa Cigelam, Kecamatan Purwakarta ke Desa Cikao Bandung, Kecamatan Jatiluhur. Untuk menghubungkan pusat kegiatan pariwisata dengan jalan tol Cipularang.

2. Pembangunan jalan penghubung Desa Kutamanah, Kecamatan Jatiluhur ke rencana jalan tol Cipularang – Pangkalan.

3. Pembangunan jalan penghubung ke Desa Kutamanah ke Desa Gombong di Kabupaten Karawang, yang dimaksudkan pula untuk mengembangkan wilayah terisolasi di bagian Barat dan Barat Laut Kabupaten Purwakarta. 4. Perbaikan jalan penghubung Desa Cikao Bandung, Kecamatan Jatiluhur ke

Desa Kembang Kuning, Kecamatan Jatiluhur, untuk meningkatkan aksesibilitas antar pusat kegiatan pariwisata.

(41)

23

 

5. Pembangunan jalan penghubung Desa Cibinong, Kecamatan Jatiluhur ke Desa Kembang Kuning Kecamatan Jatiluhur untuk menghubungkan kawasan pariwisata dengan zona industri.

6. Pembangunan jalan penghubung Desa Cibinong ke Jalan Tol Cipularang. 7. Pembangunan jalan penghubung Desa Cikao Bandung ke Desa Kutamanah

dan Kertamanah, dimaksudkan pula untuk mendorong perkembangan wilayah yang tertinggal di Desa Kutamanah dan Kertamanah.

(42)

24

(43)

25

 

Topografi

Kawasan Wisata GTJ merupakan daerah bergelombang dengan kemiringan lahan 3-70%. Elevasi tertinggi (271 m) berada di sebelah Selatan tapak yang berbatasan dengan Desa Cilegong. Elevasi terendah (100 m) berada di sebelah Barat Daya hingga Utara tapak yang berbatasan langsung dengan Waduk Ir. H . Djuanda. Daerah datar hingga sedang (0-15%) berada di sebagian kecil kawasan terletak di sebelah Tenggara kawasan yang berbatasan dengan Desa Cilegong. Daerah sedang hingga agak curam (8-25%) hampir meliputi sebagian besar kawasan sebelah Barat yang berbatasan langsung dengan Waduk Ir. H. Djuanda. Daerah sedang hingga curam (8-45%) berada di sebelah Utara kawasan. Daerah agak curam hingga curam (15-45%) berada di Selatan Kawasan yang berbatasan dengan Desa Kembang Kuning. Daerah curam (25-45%) mendominasi di pusat dan Utara kawasan. Daerah sangat curam (lebih dari 45%) berada di sebagian kecil kawasan terletak di Timur kawasan yang berbatasan dengan Desa Jatimekar.

(44)

26

(45)

27

(46)

28

 

Geologi dan Tanah

Daerah Jatiluhur memiliki geologi yang kompleks, baik dilihat dari umur, formasi, susunan batuan, maupun penyebarannya. Berdasarkan Peta Geologi lembar Cianjur, yang diterbitkan oleh Direktorat Geologi 1972 (Departemen Pekerjaan Umum, 1993), struktur batuan daerah Jatiluhur dijelaskan sebagai berikut:

1. Batu berumur Miosin, yang terdiri dari formasi Jatiluhur yang tersusun dari anggota batu pasir kuarsa dan anggota batuan kapur yang cukup tebal dengan inti yang sangat keras (kedalaman 20 m), kemudian napal (marl), dan batuan kapur abu-abu gelap dengan tebal 2-3 m.

2. Batu terobosan (intrinsip), yaitu anggota shoosonit seperti plagioklas, augit ortokhlas dan kuarsa seperti yang terdapat di Bukit Jatiluhur dan Bukit Tegal Buah.

3. Batuan vulkanis tua, terdiri dari batu pasir, tuff, maupun konglomerat dengan ketebalan mencapai 60 m.

4. Batu terobosan yang lain tersusun dari andesit, horn blende, porfodiorit, basal, dan gabro eseksit yang sering muncul dalam bentuk tengkuk mencuat dan menyebar secara terpencar pada perbukitan di sekeliling kawasan.

5. Di antara terobosan-terobosan tersebut terdapat formasi batuan zaman Kuarter, yaitu formasi Citalang yang terdiri dari Konglomerat, batu pasir, breksi (pliosin), dan formasi Catayan serta Jatiluhur yang terdiri dari lempung napal, batu pasir, batu gamping, serpih breksi, dan batu pasir kuarsa.

6. Batuan yang terjadi pada jaman Kuarter, antara lain breksi, lahan lava, batu pasir, tufa, konglomerat, hornblende dan eluvium tua, dan yang berupa aluvium dari gunung api tua.

Daerah tujuan wisata di Jatiluhur tersusun atas beragam jenis tanah sesuai dengan jenis batuan induknya yang kompleks, yaitu: (1) asosiasi grumosol kelabu kekuningan, regosol kelabu, dan mediteran kuning, (2) aluvial kelabu, dan (3) asosiasi latosol merah kekuningan dan litosol.

(47)

29

(48)

30

(49)

31

 

Iklim

Grama Tirta Jatiluhur terletak di daerah pegunungan, sehingga penurunan temperatur setiap kenaikan permukaan bumi setinggi 100 m berkisar 0.5o C-0.65oC. Kawasan ini mempunyai ketinggian rata-rata 265 m di atas permukaan air laut dengan temperatur rata-rata tahunan sebesar 26,3oC. Suhu terendah terdapat pada bulan Februari sebesar 25,9 oC dan suhu tertinggi terdapat pada bulan Juni sebesar 26.7oC. Kelembaban udara rata-rata sebesar 89.5%. Kelembaban tertinggi pada bulan Februari (90.1%) dan terendah pada bulan Juni (88.4%). Curah hujan rata-rata sebesar 20.2 mm/hari, dengan curah hujan tertinggi yaitu pada bulan November (24.17 mm/hari) dan terendah pada bulan Juli (14.35 mm). Kecepatan angin rata-rata pada siang hari sebesar 4.47 km/jam. Kecepatan angin rata-rata pada siang hari tertinggi yaitu pada bulan Januari (5.81 km/jam) dan terendah pada bulan Mei (3.02 km/jam). Kecepatan angin rata-rata pada malam hari sebesar 1.37 km/jam. Kecepatan angin rata-rata pada malam hari tertinggi yaitu pada bulan November (2.06 km/jam) dan terendah pada bulan April (0.72 km/jam). Tabel 2 adalah karakteristik iklim di Grama Tirta Jatiluhur tahun 2005 sampai dengan 2009.

Selain data dari Subdivisi Bendungan Perum Jasa Tirta II, juga terdapat hasil pengukuran langsung di lapang. Unsur iklim yang diukur hanya suhu udara dan kelembaban. Pengukuran dilakukan selama tiga kali dalam sehari, yaitu pagi, siang, dan sore, dengan mengambil percontoh di sembilan titik yang menyebar dalam GTJ. Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa suhu rata-rata kawasan di pagi, siang, dan sore hari masing-masing sebesar 32.8 oC, 33oC, dan 27.6 oC. Sehingga didapat suhu rata-rata sebesar 31.3 oC. Data kelembaban rata-rata pada pagi, siang, dan sore hari dari hasil pengamatan langsung, masing-masing sebesar 55%, 55,9%, dan 76%. Sehingga didapatkan data kelembaban rata-rata sebesar 62.3% (Tabel 3).

(50)

32

 

Tabel 2. Karakteristik iklim Kawasan Wisata GTJ tahun 2005-2009

Bulan Suhu (oC) Kelembaban Relatif (%) Curah Hujan (mm/hari) Kecepatan Angin (km/jam) Siang Malam Januari 26.2 89.9 23.89 5.81 1.63 Februari 25.9 90.1 20.49 5.20 1,38 Maret 26.1 89.7 24.05 4.57 1.39 April 26.3 89.5 20.39 3.16 0.72 Mei 26.5 89.1 20.39 3.02 0.91 Juni 26.7 88.4 15.89 3.21 0.93 Juli 26.6 89.1 14.35 4.05 0.94 Agustus 26.4 89.3 12.87 4.51 1.27 September 26.5 89.3 21.97 5.30 1.44 Oktober 26.4 89.8 22.55 5.37 1.94 November 26.5 89.9 24.17 4.75 2.06 Desember 26.1 89.6 21.46 4.72 1.86 Rata-rata 26.4 89.5 20.2 4.5 1.4

Sumber: Subdivisi Bendungan Perum Jasa Tirta II, Tahun 2005-2009

Tabel 3. Lokasi pengamatan suhu dan kelembaban secara langsung

Lokasi Pagi (Pukul 10.00) Siang (Pukul 13.00) Sore (Pukul 10.00) Suhu RH Suhu RH Suhu RH

(C) (%) (C) (%) (C) (%) Pintu Gerbang 31.8 57 33 54 27.9 69

Bungalow dan Hotel Pesanggrahan

32.5 57 32.1 64 27.1 81

Hotel dan Restoran Istora 33.8 54 35.3 50 27.6 79

Bendungan Utama 1(jarak 50 m dari tepi waduk)

33.2 56 34.2 53 27.4 80

Bendungan Utama 2(jarak 100 m dari tepi waduk)

33.7 51 33.9 56 27.3 79

JWW dan Panggung Terbuka 33.4 55 34.5 53 27.8 77

Dermaga Apung 1 (jarak 50 m dari tepi waduk)

32.1 54 34 54 27.7 77

Dermaga Apung 2 (jarak 100 m dari tepi waduk)

32.3 56 32.9 56 27.7 77

Dermaga Kampung Air 1 (jarak 50 m dari tepi waduk)

32.2 56 32 58 27.6 73

Dermaga Kampung Air 2 (jarak 50 m dari tepi waduk)

32.6 55 31.8 59 27.8 72

Dermaga Kampung Air 3 (jarak 50 m dari tepi waduk)

33.1 54 31.5 59 27.8 72

Pemancingan darat 31.5 59 30.7 55 28.3 73 Pelelangan Ikan 33.7 51 3.9 56 27.3 79

(51)

33   a b c d

Gambar 10. Grafik karakteristik iklim di GTJ (2005-2009): (a) suhu udara; (b) kelembaban relatif; (c) curah hujan; (d) kecepatan angin

Hidrologi

Kawasan Wisata GTJ terletak pada Wilayah Aliran Sungai Citarum dan Cikao. Kebutuhan air untuk kawasan wisata diperoleh dari Sungai Citarum yang kemudian dipompa menuju pompa Biki Baru untuk dijernihkan melalui tahapan penyaringan, pemberian kaporit, dan pengendapan, setelah itu dipompa ke Biki Lama. Dari Biki Lama, air dipompakan ke Reservoir Cimumput yang selanjutnya dialirkan menuju Jatiluhur Water World (JWW) dan konsumen. Selain itu, air dari Biki Lama dipompakan menuju Pos Gereja, kemudian dipompakan ke Reservoir Blok I ditujukan kepada konsumen dan Reservoir Blok K ditujukan untuk kawasan wisata.

Sistem DAS Citarum dan Cikao terdiri dari aliran anak-anak sungai yang berpotensi untuk jaringan primer sistem pengeringan air hujan daerah perkotaan dan juga berpotensi untuk kegiatan irigasi pertanian. Kapasitas sistem Sungai

(52)

34

 

Citarum dengan beberapa sungai di sekitarnya adalah 12,3 M m3/tahun. Kapasitas tersebut dapat dicapai dengan pengembangan sumberdaya airnya seperti pembangunan waduk dan bendungan. Sungai Citarum dengan Tiga Bendungannya, yaitu Saguling, Cirata, dan Jatiluhur, dapat berfungsi sebagai regulator debit yang dapat membebaskan wilayah tersebut dari bahaya banjir. Pemanfaatan air Sungai Citarum selain untuk PLTA, juga untuk kepentingan pertanian di wilayah hilirnya, seperti Kabupaten Purwakarta, Karawang, Subang, Bekasi, Indramayu dan DKI untuk air baku pelayanan air bersih. Potensi air tanah kawasan wisata tergolong pada akuifer produktif sedang dengan penyebaran luas. Kedudukan muka air tanah antara 9 – 20 meter dibawah permukaan tanah dengan debit kurang dari 5 liter/detik.

Kawasan wisata ini menggunakan Waduk Ir.H. Djuanda sebagai objek wisata utamanya. Waduk ini memiliki volume rata-rata sebesar 1.825.400.000 m3. Volume waduk tertinggi dicapai pada bulan Mei (2.243.910.000 m3) dan terendah pada bulan November (1.459.430.000 m3). Ketinggian air waduk rata-rata sebesar 98,66 m. Ketinggian air tertinggi dicapai pada bulan Mei(104,35 m) dan terendah pada bulan November (93,55 m).

Tabel 4. Rata-rata volume dan ketinggian air Waduk Ir. H.Djuanda Tahun 2005-2009

Bulan Volume Waduk (m3) Ketinggian Air Waduk (m dpl)

Januari 1.577.790.000 95,09 Februari 1.694.930.000 96,63 Maret 1.975.960.000 100,64 April 2.173.390.000 103,34 Mei 2.243.910.000 104,35 Juni 2.163.990.000 103,32 Juli 2.031.790.000 100,96 Agustus 1.848.610.000 99,48 September 1.694.400.000 97,21 Oktober 1.495.650.000 94,42 November 1.459.430.000 93,55 Desember 1.544.923.000 94,91 Rata-rata 1.825.400.000 98.66

(53)

35

 

(54)

36

 

Vegetasi dan Satwa

Vegetasi yang terdapat di kawasan tumbuh secara alami maupun dibudidayakan oleh penduduk setempat. Pengelompokan jenis vegetasi, adalah sebagai berikut:

1. Vegetasi hutan, berupa hutan campuran, hutan produksi, dan hutan lindung. Jenis vegetasi pada umumnya terdiri dari Tectonia grandis, Bambusa vulgaris, Pinus merkusii, Paraserianthes falcataria, Swietenia mahogani,dan Manglietia glauca.

2. Vegetasi semak belukar, pada umumnya terdapat di antara zona antar lahan yang digarap, sela-sela padang rumput, tanah ladang di hutan, tanah penggembalaan dan tegalan yang ditinggalkan. Jenis vegetasi pada umumnya terdiri dari Melastoma malabatrim, Tetrocea sp, Lantana camara

L.

3. Vegetasi talun, kebun campuran, dan pekarangan. Talun adalah sebidang lahan milik penduduk dengan berbagai ukuran luas yang ditanami berbagai jenis tanaman keras, sedangkan kebun campuran ditanami kombinasi antara tanaman keras dan tanaman berumur pendek. Jenis vegetasi pada umumnya terdiri dari Albizzia falcataria backer, Albizzia procera bent, Sandoricum kutjape merr, Durio zibethinus merr, Lancium domesticum merr, Artocarpus integra merr, dan Nephelium lappaceum lour.

4. Vegetasi perladangan. Di belakang rumah penduduk dijumpai vegetasi ladang atau kebun. Berbagai jenis vegetasi yang dijumpai di sini antara lain, berbagai jenis bambu, Arenga pinnata, Sacharum edule, Psidium guajava, Manglietia glauca, Litsea cubeca, Capsicum frutescens, Solanum melongena, Etlingera elatior, Amomum ardamomum)

5. Vegetasi daerah ekoton. Ekoton adalah daerah peralihan antara perairan dan daratan yang memiliki keanekaragaman biota dan sangat peka terhadap gangguan atau perubahan dari luar. Berdasarkan pengamatan dengan mengambil transect di 3 lokasi, jenis vegetasi daerah ekoton di lokasi

transect 1 terdiri atas Alstonia scholaris, Acacia auriculiformis, Muntingia calabura, Swietenia mahogani, Lagerstromia speciosa, dan Dalbergia latifolia (Gambar 12). Jenis vegetasi daerah ekoton di lokasi transect 2

(55)

37

 

terdiri atas Lagerstromia speciosa, Muntingia calabura, Filicium decipiens,

Pithecellobium dulce, Mimusoph elengi, dan Pinus merkusii (Gambar13) .

Sedangkan jenis vegetasi daerah ekoton di lokasi transect 3 terdiri atas Syngonium sp, Bambusa vulgaris, Averrhoa bilimbi, Hibiscius tiliaceus, Dalbergia latifolia, Musa sp, Cocos nucifera, dan Swietenia mahogani

(Gambar 14). Di daerah transect ini, biota yang ditemukan selain vegetasi yaitu kucing, serangga, ternak (kambing dan ayam) ular, dan kadal.

a

b c d

e f g

Gambar 12. Lokasi transect 1: (a) area rekreasi; (b) Alstonia scholaris; (c) Acacia auriculiformis; (d) Muntingia calabura; (e) Swietenia mahogani; (f) Lagerstromia speciosa; (g) Dalbergia latifolia

(56)

38

 

a

b c d

e f g

Gambar 13. Lokasi transect 2: (a) area rekreasi; (b) Lagerstromia speciosa; (c) Muntingia calabura; (d) Filicium decipiens;

(57)

39   a b c d e f g h i

Gambar 14. Lokasi transect 3: (a) jalan setapak; (b) Syngonium sp;(c) Bambusa vulgaris; (d) Averrhoa bilimbi; (e) Hibiscus tiliaceus; (f) Dalbergia latifolia; (g) Musa sp; (h) Cocos nucifera; (i) Swietenia mahogani

(58)

40

 

(59)

41

(60)

42

(61)

43

Gambar

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian
Gambar 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur Peta Jawa Barat
Gambar 3. Master Plan Grama Tirta Jatiluhur
Tabel 1.  Jenis data dan metode pengumpulannya.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gethuk yang sudah dikembangkan oleh penerus Mbah

Permukaan bumi yang tidak ditumbuhi tanaman akibat penggundulan dan pembakaran hutan menyebabkan air hujan tidak dapat meresap ke dalam tanah.. Akibatnya, aliran air cenderung

Penggunaan ultrasonografi yang merupakan standar modalitas diagnostik untuk penderita apendisitis akut skor Alvarado 5-6 mempunyai beberapa kendala apabila diterapkan di

Salah satunya adalah penyerahan laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa di wilayah Kecamatan Mori Atas pada setiap akhir tahun melewati batas waktu

Penilaian kinerja di Sekretariat Dewan Provinsi Gorontalo selain menggunaan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3), juga lebih memfokuskan pada unsur-unsur

Surat kabar berbeda dengan media elektronik dalam hal kecepatan penyampaian informasi ke masyarakat, informasi lewat media elektronik seperti radio dan televisi lebih bisa

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam 2 siklus dengan menerapkan Metode Smart Games dalam pembelajaran Matematika pada siswa Kelas IX B

Kualitas tidur yang tidak baik akan memudahkan lansia mengalami kekambuhan penyakit hipertensi, hal tersebut dikarenakan kualitas tidur yang buruk akan berdampak