• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan sebutan corporate social responsibility (CSR) di Indonesia kini tengah memasuki babak baru, dimana corporate social responsibility bukan lagi menjadi sebuah tren atau formalitas event sesaat. Lebih dari itu, corporate social responsibility merupakan komitmen perusahaan yang menekankan bahwa perusahaan harus mengembangkan etika bisnis dan praktik bisnis yang berkesinambungan (sustainable) secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Adanya kesadaran perusahaan akan dampak lingkungan yang ditinggalkan dan orientasi pada keuntungan, menyebabkan perusahaan dan para pelaku bisnis dituntut untuk lebih bertanggung jawab dan terlibat dalam penanggulangan masalah kerusakan lingkungan hidup dan masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Kondisi tersebut mempengaruhi kesadaran suatu perusahaan dan para pelaku bisnis akan pentingnya melaksanakan corporate social responsibility.

Dengan dikukuhkannya UU no. 40 tahun 2007, kedudukan corporate social responsibility sebagai salah satu kewajiban perusahaan semakin kuat. Meskipun tahun 2007 adalah tahun dimana corporate social responsibility baru mendapat kedudukan atas dasar hukum, namun kegiatan dan aktivitas corporate social responsibility telah lama dilakukan oleh sebagian perusahaan di Indonesia. Saidi dan Abidin dalam Edi Suharto (2009) menujukkan bahwa terdapat 279 kegiatan corporate social responsibility dengan jumlah dana Rp 115,3 M selama tahun 2004. Informasi tersebut dalam dilihat pada tabel 1.1. Dengan adanya legalitas kegiatan corporate social responsibility bagi perusahaan di Indonesia, maka terjadi kemungkinan adanya peningkatan kegiatan corporate social responsibility bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.

(2)

2

Tabel 1. 1 Kegiatan Corporate Social Responsibility Berdasarkan Jumlah Kegiatan dan Dana

No Model Jumlah Kegiatan Jumlah Dana (Rupiah) 1 Langsung 113 (40.5%) 14.2 M 2 Yayasan Perusahaan 20 (7.2%) 20.7 M

3 Bermitra dengan Lembaga Sosial

114 (51.6%) 79 M

4 Konsorsium 2 (0.7%) 1.5 M

Jumlah Total 279 115.3 M

Sumber: Saidi dan Abidin dalam (Edi Suharto, 2009)

Ketetapan Undang-Undang tersebut kemudian mendorong banyak perusahaan untuk menunjukkan eksistensinya melalui corporate social responsibility. Salah satu industri yang menerapkan corporate social responsibility adalah industri asuransi. Industri asuransi menempatkan corporate social responsibility sebagai sesuatu yang penting untuk diperhatikan. Hal ini dikarenakan industri asuransi harus mempertimbangkan dampak kehadirannya di masyarakat, yakni industri asuransi jiwa dalam beberapa tahun belakang menunjukkan potensi yang positif dengan rata-rata pertumbuhan 20-30% dalam lima tahun terakhir (Intana, 2013). Dengan masih sangat kecil presentase penduduk Indonesia yang berasuransi, sehingga Indonesia memiliki pangsa pasar yang luas untuk digarap (Meryana, 2013). Keadaan politik dan ekonomi yang masih belum stabil di Indonesia, menimbulkan kebutuhan rasa aman di masyarakat. Asuransi juga memiliki peran yang besar dalam perekonomian di tiap negara, karena menyediakan lapangan pekerjaan, adanya perlindungan bagi orang-orang dari kerugian ekonomi, dan memberikan kesempatan untuk menabung dan investasi uang. Di sisi lain, industri asuransi merupakan industri yang tidak dapat dilepaskan dari kepercayaan dan pelayanan kepada pelanggan. Oleh karena itu, hubungan perusahaan dan masyarakat pada akhirnya tidak berorientasi pada keuntungan finansial semata, tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat juga menjadi fokus perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Dengan adanya corporate social responsibility, diharapkan dapat menjembatani perusahaan untuk bersentuhan dan berkomunikasi langsung dengan stakeholders yang berdekatan dengan bisnis perusahaan demi menjaga relasi yang baik.

(3)

3

Dalam membangun dan memelihara relasi sosial dengan stakeholders, para pelaku corporate social responsibility tidak hanya bergantung pada media komunikasi konvensional, melainkan juga pada berbagai saluran komunikasi yang baru. Perkembangan informasi pada masyarakat ditemukan adanya kecenderungan konvergen bahwa internet akan menjadi transportasi komunikasi utama pada abad ke-21, karena memiliki potensi untuk menyediakan interaktifitas, menyediakan atau bahkan menyesuaikan transportasi komunikasi dan untuk menawarkan sebuah platform untuk dialog permanen sebagai pintu gerbang ke perusahaan (Ihlen, L. Barlett, & May, 2011).

Dengan terjangkaunya internet dan semakin tingginya mobilitas, media baru menjadi channel yang diminati untuk berkomunikasi, hal ini dibuktikan dengan data statistik yang mengungkapkan bahwa penetrasi internet yang meningkat dari tahun ke tahun. Menurut survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang dilakukan, penetrasi internet di Indonesia berangsur naik dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 hanya 42 juta, lalu meningkat pada tahun 2011 menjadi 55 juta, hingga mencapai 63 juta pada tahun 2012 atau penetrasinya 24,23 persen dari populasi Indonesia. Media baru berkembang dari sekedar sarana informasi menjadi sarana interaksi. Seperti yang dikemukakan oleh Capriotti, bahwa penetrasi internet yang berkembang sangat pesat memiliki dampak yang besar dalam setiap aspek kehidupan dan telah merevolusi cara manusia maupun suatu organisasi dalam berkomunikasi (Capriotti, 2009; Springston 2001).

Kehadiran media baru memberikan banyak manfaat kepada perusahaan, yaitu dengan jangkauannya yang global, kecepatannya dalam mengirim pesan, tingginya tingkat interaktivitas, dan biaya yang terjangkau. Bagi pelaku bisnis, perkembangan teknologi informasi dan internet membuka peluang bisnis yang sangat besar. Media baru dengan kekuatannya melahirkan alternatif baru bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan aktifitas perusahaan secara lebih terbuka. Media baru telah digunakan oleh beberapa perusahaan dan stakeholders sebagai platform yang sangat penting untuk menyediakan atau untuk mengakses informasi

(4)

4

dalam hal kinerja lingkungan, aktifitas sosial dan strategi ekonomi atau isu-isu yang terkait dengan corporate social responsibility (Jonker, 2006).

Salah satu perusahaan yang memanfaatkan media baru dalam program corporate social responsibility adalah PT. Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia). Pada bulan Oktober 2012, Prudential Indonesia secara resmi meluncurkan Cha-Ching Money Smart Kids, yang merupakan suatu inisiatif sosial yang dikemas dalam bentuk financial literacy (edukasi finansial) dasar bagi anak-anak. Cha-Ching Money Smart Kids melalui medium animasi musikal, merupakan inisiatif pertama di Indonesia bahkan di Asia yang mengajarkan pentingnya pengaturan keuangan bagi anak-anak usia 7 – 12 tahun. Pendekatan edutainment yang digunakan dalam Cha-Ching Money Smart Kids juga untuk membangun pemahaman anak-anak akan empat pilar fundamental pengaturan keuangan, yaitu memperoleh (earn), menyimpan (save), membelanjakan (spend) dan menyumbangkan (donate).

Program corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids didasarkan oleh adanya kebutuhan yang semakin tinggi akan pengetahuan pengelolaan keuangan sejak dini bagi anak-anak, seiring dengan tingginya tingkat persaingan baik di sekolah ataupun di dunia kerja. Kondisi ini menuntut agar anak-anak Indonesia semakin terampil dalam hal-hal mendasar seperti pengetahuan pengaturan keuangan yang baik. Kebutuhan akan adanya financial literacy bagi anak-anak didukung oleh survei yang dilakukan oleh Prudential di tujuh negara di Asia termasuk Indonesia tahun 2012, yaitu 61% dari orang tua di Indonesia menyatakan bahwa mereka memiliki keahlian yang baik terhadap pengelolaan keuangan, 92% seluruh orang tua di Indonesia menginginkan anaknya untuk memiliki pengetahuan dalam mengatur keuangan yang baik. Sayangnya, hanya 8% dari orang tua yang beranggapan bahwa anaknya memiliki pengetahuan dalam mengatur keuangan. Angka tersebut lebih kecil jika dibandingkan rata-rata negara di Asia, yaitu sebesar 13%.

Mayoritas orang tua di Indonesia, menyatakan bahwa mereka ingin terlibat lebih jauh dalam mendidik anak dalam mengatur keuangan mereka, karena mereka merasa hal ini menjadi tanggung jawab orang tua. Memberikan edukasi

(5)

5

finansial kepada anak-anak tidaklah mudah, maka dibutuhkan sarana yang mampu menarik anak-anak agar mereka tertarik memelajarinya. Salah satu media yang dapat menarik perhatian anak-anak adalah media baru. Sarana edukasi dalam media baru juga didukung oleh para orang tua. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Prudential Indonesia, hampir seluruh orang tua, yaitu sebanyak 95% mendukung adanya program edukasi mengenai pengaturan keuangan dan lebih memilih televisi dan internet sebagai medium penyampaiannya (Sumohandoyo, 2012). Dalam prakteknya, Prudential Indonesia memanfaatkan media baru dalam program corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids sebagai sarana financial literacy, yang meliputi website, dan social media, yaitu: YouTube, Facebook Fans Page, dan Twitter.

Penelitian ini menarik karena program corporate social responsibility yang dilakukan oleh Prudential Indonesia memanfaatkan media baru sebagai sarana financial literacy dengan teknik yang berbeda. Sementara perusahaan lainnya merasa puas dengan memanfaatkan media baru untuk menjalin komunikasi dengan stakeholders, sebagai sarana komunikasi kegiatan perusahaan maupun sebagai ajang promosi perusahaan. Prudential melakukan langkah lebih jauh dengan menyusun sebuah kampanye online yang terintegrasi untuk memanfaatkan media baru dalam program corporate social responsibility yang telah dilakukannya. Oleh karena itu, penting bagi peneliti untuk mengidentifikasi pemanfaatan media baru dalam program corporate social responsibility sebagai sarana financial literacy.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: “Bagaimana Prudential Indonesia memanfaatkan media baru dalam program corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids sebagai sarana financial literacy?”

(6)

6 C. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan media baru dalam program corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids Prudential Indonesia sebagai sarana financial literacy.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis

a. Dapat dijadikan bahan referensi bagi pihak-pihak terkait dengan topik penelitian

b. Memperkaya kajian di bidang Ilmu Komunikasi khususnya komunikasi strategis, serta dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian yang berkenaan dengan topik media baru dan corporate social responsibility.

2. Manfaat Non Akademis

a. Dapat menjadi acuan bagi pihak-pihak terkait untuk semakin memerbaiki setiap kegiatan corporate social responsibility yang dijalankan

b. Dapat memberikan cara-cara yang menarik dalam pemanfaatan media baru dalam program corporate social responsibility

E. Kerangka Pemikiran

Bahasan ini merupakan kerangka berpikir peneliti mengenai pemanfaatan media baru dalam program corporate social responsibility sebagai sarana financial literacy. Dalam penelitian ini terdapat beberapa kata kunci yang menjadi poin-poin penting dalam kerangka pemikiran, diantaranya: corporate social responsibility, media baru dan media baru sebagai sarana komunikasi program corporate social responsibility, yang akan dijabarkan sebagai berikut:

1. Corporate Social Responsibility

Konsep mengenai corporate social responsibility telah menjadi topik pembicaraan sejak tahun 1950-an. Pada awalnya, konsep ini muncul di negara-negara yang memiliki banyak perusahaan besar untuk menggulingkan kapitalis

(7)

7

kolonialisme yang pada saat itu mendominasi. Para aktivis sosial beranggapan bahwa produksi masal yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar perlahan akan mendominasi standar kinerja bisnis dengan cara yang menyimpang. dan berimbas kepada masyarakat. Ketika itu aktivitas corporate social responsibility lebih banyak bergerak dalam konteks mengeruk keuntungan bagi perusahaan semata, dan lebih banyak lagi diwajibkan untuk melakukan recovery terhadap lingkungan. Sehingga tanggung jawab sosial yang diberikan oleh perusahaan terhadap komunitas yang ada di sekitarnya lebih banyak bersifat charity (Solihin, 2008).

Pada era tahun 1970-an dan 1980-an, aktivitas corporate social responsibility oleh perusahaan tidak fokus pada sebagian besar komunitas yang berada di wilayah perusahaan, terutama komunitas lokal yang pola hidupnya jauh berbeda dengan komunitas perusahaan (Solihin, 2008). Komunitas yang berada di sekitar perusahaan tidak terlalu diperhatikan, terutama aspek yang hanya menguntungkan perusahaan. Sedangkan segala hal yang berkenaan dengan kerugian perusahaan, baik dalam segi kehilangan barang maupun kriminalitas di daerah pemukiman karyawan, banyak ditimpakan ke komunitas lokal. Perkembangan selanjutnya yaitu pada era 1990-an, corporate social responsibility sampai dengan sekarang menunjukkan adanya kepedulian terhadap komunitas sekitarnya. Hal ini banyak disebabkan oleh adanya tekanan komunitas sekitar perusahaan yang turut serta dalam proses kebijakan perusahaan. Perusahaan diwajibkan untuk turut mengikuti perkembangan sosial komunitas sosial.

Konsep corporate social responsibility pada masa sekarang telah mengalami perubahan secara signifikan. Hal ini ditandai dengan adanya pandangan yang beranggapan bahwa salah satu keberhasilan perusahaan ditentukan oleh adanya perhatian perusahaan terhadap lingkungan. Dengan kata lain, keberhasilan suatu perusahaan dapat dilihat dari bagaimana perusahaan mengelola corporate social responsibility terhadap komunitas di sekitar daerah operasional dan publik pada umumnya, tidak semata-mata dari segi meraih keuntungan. Hal ini didukung oleh pandangan Kotler dan Nancy

(8)

8

Lee, yaitu semula corporate social responsibility dilaksanakan dalam rangka pendekatan tradisional, yaitu dimana implementasi corporate social responsibility dianggap sebagai beban belaka, kini sudah timbul kesadaran di mana pelaksanaan corporate social responsibility merupakan bagian yang menyatu dalam strategi bisnis suatu korporasi (Kotler & Lee, 2005).

Pendekatan perusahaan mengenai corporate social responsibility kemudian bergeser menjadi bagian filantropi perusahaan. Hal ini dikemukakan oleh Kotler dan Lee (2005), yaitu adanya pergeseran tersebut adalah untuk membuat komitmen jangka panjang untuk masalah-masalah sosial tertentu dan inisiatif menyediakan lebih dari kontribusi tunai, sumber dana dari bisnis unir serta anggaran filantropis, membentuk aliasi startegis, dan melakukan semua ini dengan cara yang bertujuan untuk kemajuan bisnis. Kotler dan Lee kemudian membagi pergeseran pendekatan corporate social responsibility menjadi dua, yaitu:

a. The Traditional Approach: Fulfilling an Obligation

Fulfilling an Obligation merupakan pendekatan tradisional dimana perusahaan akan menyalurkan dana sebanyak mungkin, semata-mata untuk mencerminkan persepsi bahwa perusahaan telah memuaskan kelompok-kelompok marjinal. Tujuanya adalah untuk membuat publik percaya bahwa sesuatu yang baik telah terjadi.

b. The New Approach: Supporting Corporate Objectives as Well

Supporting Corporate Objectives as Well fokus pada berbuat baik dan berbuat baik, yakni perusahaan mengembangkan dan melaksanakan program corporate social responsibility untuk melakukan hal yang terbaik bagi kepentingan masyarakat. Ditambah lagi bagi para manajer untuk membuat komitmen jangka panjang, seperti dukungan teknologi, akses pelayanan, dan sumbangan peralatan pensiun. Perusahaan juga perlu memperhatikan beberapa hal yang mendukung perusahaan, diantaranya komunikasi perusahaan, sumber daya manusia dan hubungan masyarakat.

Pernyataan tersebut kemudian membuktikan bahwa pembangunan masyarakat yang telah terjadi bertahun-tahun merupakan aktivitas filantropis

(9)

9

bagi perusahaan. Artinya, aktivitas tersebut jauh dari tujuan bisnis, bukan merupakan aspek fundamental dalam perusahaan. Kemudian pandangan tersebut beralih bahwa minat konsumen kini bergeser pada kepedulian sosial dan lingkungan. Minat konsumen ini kemudian menjadi bagian dari strategi bisnis perusahaan. Pernyataan Carly Fiorina menambah bukti mengenai pergeseran minat konsumen yang beralih kepada program corporate social responsibility. Dengan demikian, aktivitas corporate social responsibility menjadi bagian penting dalam perusahaan.

Pada umumnya sistem pelaksanaan program corporate social responsibility dapat berbeda tiap jenisnya antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain, tergantung nilai-nilai yang mendorong mereka untuk melakukan kegiatan tersebut. Dalam penelitian ini peneliti akan melihat jenis-jenis program corporate social responsibility yang dipetakan oleh Siegel dan Wright (dalam McWilliams, S, & Wright, 2006), yaitu persuasif dan informatif. Komunikasi persuasif merupakan upaya corporate social responsibility untuk secara positif memengaruhi audiens terhadap program corporate social responsibility yang diselenggarakan. Sedangkan informatif merupakan perusahaan hanya memberikan informasi mengenai corporate social responsibility perusahaan. Jenis-jenis program corporate social responsibility tersebut kemudian dapat menentukan media komunikasi yang digunakan perusahaan untuk mengkomunikasikan program corporate social responsibility yang akan dilakukan.

Komitmen dan program corporate social responsibility pada perusahaan umumnya berusaha untuk menyesuaikan beberapa bagian dari perilaku perusahaan, dalam kasus ini Prudential Indonesia merupakan industri yang bergerak dalam bidang financial, maka salah satu program corporate social responsibility bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang melek akan pengelolaan keuangan (financial literacy). Berikut sekilas mengenai pembelajaran financial literacy:

(10)

10 a. Pengertian Financial Literacy

Ilmu mengenai keuangan merupakan sebuah ilmu yang dinamis dan praktiknya melekat kuat dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, ilmu ini mutlak diperlukan setiap orang agar dapat secara optimal menggunakan instrumen-instrumen serta produk-produk finansial yang ada serta dapat membuat keputusan keuangan yang tepat, dengan kata lain setiap orang harus memiliki financial literacy yang memadai.

Menurut Lusardi (2008), financial literacy adalah knowledge of basic financial concepts, such as the working of interest compounding, the difference between nominal and real values and the basic of the risk diversivication.

U.S Financial Literacy and Education Commision (2007), mendefinisikan financial literacy adalah “...the ability to use knowledge and skills to manage financial resources effectively for a lifetime of financial well-being”.

Dari definisi tersebut, dengan kata lain financial literacy adalah pengetahuan mengenai konsep-konsep dasar keuangan, termasuk diantaranya pengetahuan mengenai bunga majemuk, perbedaan nilai nominal dan nilai riil, pengetahuan dasar mengenai diversifikasi risiko, nilai waktu dari uang dan lain-lain untuk membuat keputusan yang efektif mengenai keuangan demi kesejahteraan finansial.

b. Aspek dalam Financial Literacy

Financial literacy menurut Mandell dan Klein (2007) mencakup beberapa aspek dalam keuangan, yaitu pengetahuan dasar mengenai keuangan pribadi (basic personal finance), manajemen uang (money management), manajemen kredit dan utan (credit and debt management), tabungan dan investasi (saving and investment), serta manajemen risiko (risk management).

1. Pengetahuan dasar mengenai keuangan pribadi (basic personal finance) Pengetahuan dasar mengenai keuangan pribadi mencakup pemahaman terhadap beberapa hal-hal yang paling dasar dalam sistem keuangan, seperti perhitungan tingkat bunga sederhana, bunga majemuk, pengaruh inflasi, oportunity cost, dan lain-lain.

(11)

11 2. Manajemen uang

Aspek ini mencakup bagaimana seseorang mengelola uang yang dimilikinya serta kemampuan menganalisis sumber pendapatan pribadinya. Manajemen uang juga terkait dengan bagaimana seseorang membuat prioritas penggunaan dasar serta membuat anggaran.

3. Manajemen Kredit dan Utang

Ada kalanya seseorang mengalami kekurangan dana sehingga harus memanfaatkan kredit maupun utang. Semakin tingginya kebutuhan dan tuntutan hidup mengakibatkan tidak semua pengeluaran dapat lagi dibiayai dengan pencapatan, seperti rumah, kendaraan dan biaya pendidikan. Menggunakan kredit maupun utang dapat menjadi pertimbangan untuk mengatasi hal tersebut. Dengan sumber pendanaan berupa kredit maupun utang, individu dapat mengkonsumsi barang dan jasa pada saat ini, dan membayarnya di masa yang akan datang.

Pengetahuan yang cukup yang mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi kelayakan kredit, pertimbangan dalam melakukan pinjaman, jangka waktu pinjaman, sumber hutang ataupun kredit dan lain-lain sangat dibutuhkan agar dapat menggunakan kredit dan hutang secara bijaksana. 4. Tabungan dan investasi

Tabungan (saving) adalah bagian pendapatan masyarakat yang tidak digunakan untuk konsumsi. Masyarakat yang memiliki penghasilan lebih besar dari kebutuhan konsumsi akan memiliki kesempatan untuk menabung. Investasi (investment) adalah bagian dari tabungan yang digunakan untuk kegiatan menghasilkan kembali barang dan jasa (produksi). Dalam pemilihan tabungan, ada enam faktor yang perlu dipertimbangan (Kapoor, et.al., 2001:147) yaitu: 1. Tingkat pengembalian (persentase kenaikan tabungan), 2. Inflasi (perlu dipertimbangkan dengan tingkat pengembalian karena dapat mengurangi daya beli), 3. Pertimbangan-pertimbangan pajak, 4. Likuiditas (kemudahan dalam menarik dana jangka pendek tanpa kerugian atau dibebani fee), 5. Keamanan (ada tidaknya proteksi terhadap kehilangan uang jika bank mengalami kesulitan keuangan, dan 6.

(12)

12

Pembatasan-pembatasan dan fee (penundaan atas pembayaran bunga yang dimasukkan dalam rekening dan pembebanan fee suatu transaksi tertentu untuk penarikan deposito).

Dalam berinvestasi, terdapat banyak instrumen investasi yang dapat dipilih individu, baik pada aset riil seperti tanah, properti, emas, maupun aset keuangan seperti saham, sertifikat deposito, dan reksadana. Dalam berinvestasi, ada lima faktor yang mempengaruhi pilihan investasi (Kapoor, et.al., 2001:414), yaitu: 1. Keamanan dan risiko, 2. Komponen faktor risiko, 3. Pendapatan investasi, 4. Pertumbuhan investasi, 5. Likuiditas. Individu diharapkan memahami hal-hal tersebut agar dapat menabung secara efektif ataupun agar mampu berinvestasi baik di aset riil maupun di aset keuangan. 5. Manajemen risiko

Menurut Miller (1983) risiko dapat didefinisikan sebagai ketidakpastian atau kemungkinan adanya kerugian finansial. Respon tiap individu berbeda-beda terhadap risiko, tergantung pengalaman masa lalu serta motivasi psikologis. Kebanyakan individu cenderung menghindari situasi yang menimbulkan rasa tidak aman ataupun tidak berkecukupan. Oleh karena itu, penting untuk dapat menghadapi risiko dengan cara yang logis dan terkendali. Cakupan risiko yang dihadapi individu meliputi:

1. Risiko personal, yang meliputi risiko akibat kematian, kecelakaan, ataupun penyakit

2. Risiko kewajiban, yaitu tanggung jawab terhadap kerugian ekonomi orang lain akibat kelalaian kita

3. Risiko aset, yaitu risiko atau rusak atau hilangnya aset yang kita miliki. Cara kita menangani risiko akan berpengaruh terhadap keamanan finansial di masa yang akan datang. Salah satu cara menanggulangi risiko tersebut adalah dengan cara mengasuransikan aset ataupun hal-hal beresiko. Dibutuhkan pengetahuan atau literasi yang memadai untuk dapat mengelola risiko-risiko tersebut dan terhindar dari risiko tambahan akibat kurangnya pengetahuan.

(13)

13 2. Media Baru

Dalam penelitian ini, media baru dijadikan kajian utama. Peneliti menjabarkan apa saja yang menjadi karakteristik umum dari media baru, yang memiliki sejumlah perbedaan dengan media konvensional. Kerangka berpikir akan dituangkan dalam sejumlah poin, yaitu: karakteristik media baru dan pola komunikasi dalam media baru

a. Karakteristik Media Baru

Perkembangan informasi dan teknologi telah melahirkan media baru (new media) yang merujuk pada perubahan dalam proses produksi, distribusi dan pengguunaan media. Definisi media baru menurut McQuail (2005) adalah: New media are currently new to the extent that they combine (1) computing (which allows processing of content , such as retrieval through associations of words or other indices, and structuring of communications, such as conversational t hreads in new groups), (2) telecommunication networks (which allow access and connectibility to diverse and otherwise distant other people and content), and (3) digitalization of content (which allows transference across distribution networks, reprocessibility and the content as data, and integration and presentation of multiple modes such as text, audio and video.

Media baru tidak hanya dapat dipahami sebagai media lama yang mampu mentransformasikan ke dalam bentuk digital dan memiliki kemampuan multimedia. Namun, media baru juga merupakan fenomena perubahan komunikasi manusia yang berada dalam lingkungan sosial.

Lievrouw dan Livingstone (2009) menyatakan: Information and communication technologies and their associated social context, incorporating the artifacts or devices that enable and extend we engage to communicate; the communication activities or practices we engage in to develop and use these devices; and social arrangements or organizations that form around the devices and practices.

(14)

14

Selain definisi mengenai media baru, McLuhan mengungkapkan beberapa kata kunci dalam memahami media baru. Pertama digitality, dimana seluruh proses produksi media diubah ke dalam bentuk digital. Kedua, interactivity yang merujuk pada adanya kesempatan dimana teks dalam media baru mampu memberikan kesempatan bagi pengguna untuk “write back into text”, yakni dapat diartikan dengan komunikasi dapat berjalan dua arah (two ways communications). ketiga, highly individuated, yaitu merujuk pada adanya desentralisasi proses produksi dan distribusi pesan yang menumbuhkan keaktifan individu (McLuhan, 1999).

Rogers mengemukakan bahwa terdapat tiga perbedaan karakter dalam proses komunikasi dikarenakan adanya media baru:

1. Interactivity, terdapat dua pengertian, yaitu pertama, adanya kemampuan dalam sistem media baru untuk “talk back” kepada pengguna, seperti adanya partisipasi seseorang individu dalam sebuah percakapan. Dapat dikatakan bahwa media baru berkemampuan untuk memberi respon terhadap penggunanya (interaktivitas antara manusia dengan mesin). Kedua, interaktivitas antar pengguna dengan pengguna lainnya.

2. De-Massified, yakni kontrol terhadap sistem komunikasi terletak pada pengguna, bukan pada produser media tersebut. Dengan kata lain, pengguna memiliki kebebasan secara penuh akan informasi yang ingin diterima.

3. Asynchronous, media baru memiliki kemampuan untuk menyesuaikan waktu dengan pengguna. Berbeda dengan media konvensional, dimana pengguna harus menyesuaikan waktu dengan produsen informasi agar dapat mendapatkan konten informasi yang diinginkan. Dapat dikatakan pengguna tidak harus menyesuaikan waktu dengan produsen informasi, karena pengguna memiliki kendali yang penuh untuk dapat bebas kapan saja dalam mencari informasi yang diinginkan. Termasuk dalam pertukaran pesan, pada media baru adanya jeda waktu antara pengiriman

(15)

15

dan penerimaan pesan. Hal ini menjadikan media baru lebih fleksibel dalam dimensi waktu (Rogers, 1986).

b. Pola komunikasi dalam media baru

Menurut Bordewijk dan Kaam (dalam McQuail, 2010) terdapat empat pola komunikasi yang terjadi dalam media baru.

1. Allocution, merupakan pola komunikasi one-way communication, seperti dalam media konvensional, dimana penyebaran informasi berasal dari satu sumber yang kemudian diterima oleh banyak orang.

2. Consultation, merupakan seleksi informasi dari sumber tertentu.

3. Registration, biasanya pemerintah atau organisasi menjadi sumber utama yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi dari publik mengenai berbagai hal, misalnya: polling, referenda, atau reservasi.

4. Conservation, yakni pola komunikasi dua arah, dimana terjadi pertukaran informasi yang interaktif antara komunikator dan komunikan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1. 2 Pola Komunikasi dalam Media Baru

Control of Information Base Control of time and items

selected

Central Distributed

Central Allocution Registration

Distributed Consultation Conversation

Sumber: Bordewijk dan Kaam (dalam McQuail, 2005)

Dalam media baru terdapat beberapa bentuk dan pola komunikasi yang terjadi, yang diklasifikasikan dengan melihat struktur komunikasi berdasarkan pola dan tempo aliran komunikasi yang terjadi. Berdasarkan pola komunikasi, dikenal dengan adanya one to one communication, dimana seseorang berkomunikasi secara privat dengan seorang lainnya; one to many communication, memungkinkan satu orang mengirim pesan kepada banyak orang; dan many to many communictaion dimana memungkinkan banyak orang mengirimkan pesan ke banyak orang juga. Sedangkan berdasarkan tempo aliran komunikasi, maka dibedakan menjadi dua, yakni synchronous yang menuntut kesamaan waktu antar partisipan komunikasi, misalnya chat

(16)

16

room; dan asynchronous yang memungkinkan adanya jeda waktu antara pengiriman antar pengiriman dan penerimaan pesan, sehingga partisipan komunikasi tidak perlu ada dalam waktu yang bersamaan.

Tabel 1. 3 Bentuk dan Pola Komunikasi dalam Media Baru

Synchronous Asynchronous

One to One Internet mesenger e-mail

One to Many Internet radio Web page

Many to Many IRC Message board

Sumber: Peter Dahlgren (dalam Lindawati, 2009)

Dari penjelasan diatas, dapat ditarik benang merah bahwa media baru berbeda dengan media konvensional. Perbedaan tersebut berasal langsung dari perbedaan mendasar, seperti interaktivitas, asynchronicity dan de-massification dari media baru. Media baru memiliki aksesbilitas dan jangkauan yang luas bagi penggunanya sebagai saluran alternatif dimana informasi dapat dikirim dan diproses dibandingkan dengan media konvensional (Rogers, 1986). Hal tersebut berimbas pada perubahan tampilan informasi, dimana media baru lebih berisi informasi, tidak hanya hiburan, mengingat media baru bukanlah media satu arah.

Media baru hadir dalam beragam tipe teknologi komunikasi, yang masing-masing menawarkan pendekatan dan fungsi komunikasi yang berbeda. McQuail (2010) kemudian membagi tipe teknologi tersebut menjadi lima tipe terkait dengan keberadaan media, yaitu:

1. Media komunikasi interpersonal (interpersonal communication media) Pesan dalam jenis teknologi ini bersifat privat dan mudah hilang. Selain itu, hubungan yang terbangun oleh jenis teknologi ini lebih utama dibandingkan dengan informasi yang disampaikan. Misalnya, telepon, handphone dan e-mail.

2. Media bermain interaktif (interactive play media)

Interaktivitas dan dominasi dari kepuasan dalam proses yang diciptakan oleh jenis teknologi ini bersifat lebih utama dibandingkan dengan penggunaannya. Dengan kata lain, semakin interaktif proses komunikasi, semakin menarik pula permainannya. Misalnya, permainan berbasis

(17)

17

komputer, video games, permainan yang terdapat pada internet, dan perangkat realitas virtual.

3. Media pencari informasi (information search media)

Teknologi ini meliputi kategori yang luas dan dapat diakses dengan mudah. Interaktivitas dalam pencarian informasi juga merupakan aspek yang diperkuat oleh teknologi ini. Informasi memiliki keterkaitan satu sama lain dan setiap pengguna dapat membagikan dan memperbaiki informasi yang telah tersedia. Misalnya: internet, world wide web (WWW), portal/search engine, teleteks siaran (broadcast teletext), pelayanan data melalui radio (radio data services).

4. Media Partisipasi Kolektif (collective participatory media)

Jenis teknologi ini tidak hanya berbagi dan mempertukarkan informasi, melainkan ide, pengalaman serta pengembangan hubungan personal aktif yang dimediasi oleh komputer. Tujuan dari penggunaan teknologi ini, yaitu mulai dari tujuan yang instrumental sampai emosional. Misalnya, penggunaan internet untuk berbagi dan pertukaran informasi, pendapat dan pengalaman.

5. Teknologi Substitusi Media Penyiaran

Teknologi ini memungkinkan media baru untuk menerima dan mengunduh konten yang sebelumnya didistribusikan oleh media penyiaran konvensional. Dengan metode yang serupa, media baru juga menawarkan kegiatan menonton film, acara televisi, ataupun mendengarkan musik dan radio. Teknologi ini sering kita sebut dengan online streaming TV atau onlinestreaming radio.

3. Media Baru dan Anak-Anak

Anak-anak dengan ciri khasnya, yaitu memiliki energi yang besar, rasa ingin tahu, dan keinginan belajar yang terus menerus. Mereka tumbuh dengan diberi kesempatan untuk menjadi apa yang mereka inginkan, termasuk menjadi pemimpin masa depan. Namun, pada saat yang sama, anak-anak juga dapat menjadi salah satu warga global yang rentan dan terpinggirkan. Adalah penting

(18)

18

bagi aktor global untuk sama-sama bergandengan tangan melindungi anak-anak dengan agar mereka mampu bertahan hidup dan berkembang.

Kini muncul fenomena baru yakni, perusahaan mulai memberi perhatiannya pada anak-anak, dengan berusaha berinteraksi dengan anak-anak setiap hari. Di banyak bagian negara, anak-anak semakin diakui menjadi kelompok konsumen sendiri. Mereka dinilai memiliki kekuatan yang patut diperhitungkan sebagai konsumen, tetapi retap saja mereka membutuhkan perlindungan yang pantas dari produk maupun layanan yang tidak aman dan pantas mereka dapatkan.

Bisnis memiliki kekuatan uuang besar untuk melindungi anak-anak dari bahaya dan dapat meningkatkan kehidupan mereka, di mana mereka difasilitasi oleh suatu perusahaan yang memayungi mereka. Di sisi lain, bisnis juga dapat memiliki kekuatan untuk mengabaikan atau bahkan membahayakan kepentingan anak-anak, sehingga dapat menimbulkan kerusakan atau bahkan mengancam perkembangan dan kelangsungan hidup mereka. Secara global, menjadikan anak-anak sebagai fokus dalam bisnis dalam sebuah perusahaan dapat tercermin pada banyak perusahaan yang menegaskan posisi yang kuat pada CSR (corporate social responsibility) yang mereka jalankan. Seperti kebanyakan aktor bisnis, mereka akan memperkenalkan produk, layanan bahkan corporate social responsibility mereka di mana target mereka ada. Oleh karena itu, pada masa sekarang media baru-lah yang kemudian menjadi media yang mereka sasar untuk berkomunikasi dengan targetnya, terutama pada anak-anak.

Media baru dipilih oleh aktor bisnis sebagai media untuk menargetkan anak-anak adalah sebagai berikut:

a. Internet merupakan bagian dari budaya anak-anak

b. Orang tua kurang mengerti sejauh mana anak-anak ternyata sedang menjadi target bisnis secara online

c. Anak-anak online tanpa pengawasan orang tua

d. Tidak seperti media konvensional, pada media baru tidak terdapat adanya pengaturan mengenai iklan

(19)

19

e. Dapat dikemas lebih menarik, interaktif berbasis pada produk dan brand sehingga perusahaan dapat dengan mudah membangun loyalitas daripada anak-anak.

Media baru merupakan media yang sedang digandrungi dan populer di kalangan anak-anak dan menawarkan banyak kesempatan untum bersosialisasi, belajar, hiburan dan menjadi kreatif dengan cara yang baru melalui integrasi fungsi yang berbeda, seperti berbagi foto, menulis pada blog, bermain permainan dan berkirim pesan.

Perusahaan yang menggunakan media baru sebagai media penyampaian program corporate social responsibility atau dalam memperkenalkan produk dan layanannya, caranya yaitu:

a. Mengemas official website mereka menjadi website yang interaktif, seperti menyediakan aplikasi permainan yang dipenuhi dengan multimedia yang canggih

b. Membangun relationship building – membangun hubungan pribadi antara anak-anak dan perusahaan, melalui social media seperti Facebook, Twitter maupun Youtube.

c. Viral Ads, “iklan” yang dirancang untuk diteruskan kepada teman-teman pengguna sosial media

d. Perilaku penargetan, di mana “iklan” akan dikirimkan pada pengguna berdasarkan informasi pribadi yang telah diposting atau dikumpulkan.

4. Media Baru Sebagai Sarana Komunikasi Program Corporate Social Responsibility

Dewasa ini teknologi dan informasi sangatlah berkembang, hal ini ditandai dengan hadirnya media baru. Media baru merupakan salah satu media yang sedang digandrungi oleh masyarakat, dan telah menjadi gaya hidup sebagian masyarakat, termasuk masyarakat Indonesia.Yang termasuk pada media baru adalah blog, website, Youtube, Flickr, Facebook, Twitter, dan lain-lain. Media baru kemudian memungkinkan masyarakat untuk berinteraksi dengan tidak mengindahkan jarak, ruang dan waktu. Hal ini kemudian berdampak pula pada

(20)

20

cara orang berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Kekuatan yang dimiliki oleh media baru yaitu kecepatan dan interaktivitas kemudian dapat diadopsi dalam berbagai bentuk kegiatan dalam perusahaan, termasuk pada pengimplementasian program corporate social responsibility pada perusahaan. Media baru kemudian muncul untuk turut memberi andil dalam perkembangan dinamika dalam praktik aktivitas program corporate social responsibility. Kini, pendekatan corporate social responsibility bergerak dari praktik corporate social responsibility tradisional ke dalam pendekatan online, misalnya mensingkronisasikan website perusahaan dengan adanya report mengenai program corporate social responsibility, brosur, leaflet, slide presentasi, dan video klip, daripada hanya memuat tulisan dan materi audiovisual.

Program corporate social responsibility dalam dunia maya memberikan manfaat dengan memudahkan perusahaan berinteraksi dengan stakeholders. Dengan adanya tools interaksi secara langsung dan bersifat any-to-any communication sehingga tercipta proses komunikasi yang interaktif antara perusahaan dan stakeholders. Springston (dalam Ihlen, L. Barlett, & May, 2011) mengungkapkan dengan lahirnya media baru perusahaan tidak lagi sebagai pihak utama yang menyediakan informasi, tetapi memiliki peran dalam mengubah stakeholders menjadi partisipan aktif dalam proses komunikasi dan secara aktif mencari informasi serta membentuk dan mendistribusi informasi mengenai program corporate social responsibility. Hal tersebut dikarenakan media baru bersifat real time, sehingga informasi yang diterima oleh stakeholders tidak dikontrol oleh perusahaan yang menjalankan aktivitas corporate social responsibility, namun informasi juga dapat diperoleh dari website maupun media sosial yang diunggah oleh stakeholders lain.

Disisi lain, kegiatan corporate social responsibility yang dilakukan oleh perusahaan, hendaknya dikomunikasikan untuk membuktikan adanya aktivitas corporate social responsibility yang dijalankan, menumbuhkan awareness stakeholders dan mencegah sikap sketpik yang ditimbulkan stakeholders atas aktivitas corporate social responsibility. Setiap perusahaan berhak memilih

(21)

21

medium komunikasi untuk menginformasikan dan berinteraksi dengan stakeholders dalam aktivitas corporate social responsibility mereka. Namun, dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, medium tersebut lebih baik menggunakan two-way communication untuk berinteraksi dengan stakeholders. Sehubungan dengan pengungkapan aktivitas corporate social responsibility, media baru merupakan media yang memiliki kesempatan sebagai salah satu media komunikasi corporate social responsibility (Kent & Taylor, 1998). Ketika media konvensional tidak dapat menjangkau kepuasan, media baru menjanjikan sebagai media yang dapat meningkatkan awareness stakeholders dan dapat dengan aktif mempromosikan usaha corporate social responsibility serta mampu mengurangi sikap skeptis stakeholders dengan cara berdialog dan interaksi yang bersifat personal.

F. Kerangka Konsep

Penelitian ini fokus pada pemanfaatan media baru pada program corporate social responsibility. Pada umumnya sistem pelaksanaan program corporate social responsibility dapat berbeda tiap jenisnya antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain, tergantung nilai-nilai yang mendorong mereka untuk melakukan kegiatan tersebut. Dalam penelitian ini peneliti akan melihat jenis-jenis program corporate social responsibility yang dipetakan oleh Siegel dan Wright (1999), yaitu persuasif dan informatif. Jenis-jenis program corporate social responsibility tersebut kemudian digunakan untuk meneropong penggunaan media oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan program corporate social responsibility yang akan dilakukan.

Adanya perkembangan teknologi dan infomasi yang semakin pesat dalam turut memberi andil dalam perkembangan dinamika praktik aktivitas program corporate social responsibility. Kecenderungan peningkatan penetrasi internet di Indonesia juga merupakan salah satu fase konsep corporate social responsibility mengintegrasikan masuk ke dalam ranah online, yakni dengan memanfaatkan media baru. Salah satu praktik baru dalam aktivitas corporate social responsibility adalah kombinasi antara corporate social responsibility dengan media baru.

(22)

22

Dalam kasus ini, Prudential Indonesia menggunakan beragam media baru dala, corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids. Media baru tersebut meliputi website, Youtube, Facebook Fans Page dan Twitter. Dalam konteks penelitian ini, telah dijelaskan bahwa salah satu konsep kuncinya akan dibedah menurut pengelompokan media baru oleh McQuail (2010), yakni dengan membaginya menjadi lima ketegori menurut fungsinya, yaitu: media komunikasi interpersonal (interpersonal communication media), media bermain interaktif (interactive play media), media pencari informasi (information search media), media partisipasi kolektif (collective participatory media) dan teknologi subsitusi media penyiaran. Berdasarkan kategori teknologi media baru oleh McQuail (2010), salah satu konsep yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah ragam jenis media baru yang digunakan dan kaitannya dengan pemanfaatan ragam media baru tersebut dalam program corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids.

Setelah diketahui adanya pemanfaatan dari ragam media baru yang digunakan untuk mengkomunikasikan program corporate social responsibility, akan dianalisis bagaimana pemanfaatan ragam media baru tersebut sebagai sarana financial literacy. Untuk mengetahuinya, peneliti menggunakan lima aspek financial literacy yang dikemukakan oleh Mandell dan Klein (2007), yaitu mengenai keuangan pribadi (basic personal finance), manajemen uang (money management), manajemen kredit dan hutang (credit and debt management), tabungan dan investasi (saving and investment), serta manajemen risiko (risk management).

Teknologi komunikasi baru juga membawa perubahan terhadap perusahaan dan SDM yang bekerja di dalamnya. Perubahan tersebut dapat berupa efisiensi dan produktivitas yang merupakan pengaruh yang diharapkan dari pemanfaatan media baru yang tidak hanya diasumsikan berdasarkan manfaat teknis teknologi komunikasi baru semata, melainkan juga mempertimbangkan penggunaan terhadap hal tersebut dalam proses dan praktik komunikasi dalam perusahaan. Berdasarkan pernyataan ini, konsep yang ingin diteliti adalah manfaat dan kendala

(23)

23

yang dialami oleh Prudential Indonesia dalam pemanfaatan media baru pada program corporate social responsibility yang dilakukannya.

(24)

24 Skema Riset:

Jenis Program Corporate Social Responsibility menurut Siegel dan Wright:

Informatif Persuasif

Pengelompokan media baru menurut McQuail: a. Media komunikasi

interpersonal b. Media bermain

interaktif

c. Media pencari informasi d. Media partisipasi

kolektif

e. Teknologi subsitusi media penyiaran

Lima aspek financial literacy: a. Pengetahuan dasar

mengenai keuangan pribadi (basic personal finance)

b. Manajemen Uang c. Manajemen Kredit dan

Hutang

d. Tabungan dan investasi e. Manajemen risiko

(25)

25 G. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Menurut Nasution dalam Rianto (Rianto, 2008) berdasarkan kriteria tujuan, jenis penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Penelitian eksploratif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggali data dan informasi tentang suatu topik/isu yang belum atau baru dikenal, biasanya untuk kepentingan pendalaman/penelitian yang lebih sistematis. b. Penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memaparkan

gambaran keadaan dan sifat situasi/fenomena sosial secara detail, sistematis dan akurat.

c. Penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab dan akibat (kausal) antar variabel dengan menguji hipotesis guna memberikan penjelasan mengapa sesuatu terjadi.

Dalam penelitian ini akan digunakan jenis penelitian deskriptif, dimana bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu, serta memaparkan situasi dan peristiwa secara faktual dan cermat (Rakhmat, 2009). Penelitian deskriptif bertujuan untuk mengadakan deskripsi guna memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai situasi-situasi sosial (Rianto, 2008). Berdasarkan tujuan tersebut, studi deskriptif dinilai sebagai jenis penelitian yang memiliki kapasitas untuk menjawab rumusan masalah penelitian ini. Dimana penelitian ini akan mendeskripsikan bagaimana PT. Prudential Indonesia memanfaatkan media baru dalam Program corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids PT. Prudential Indonesia sebagai financial literacy secara rinci dan jelas. Sifat penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, karena dianggap relevan dalam mendeskripsikan sebuah fenomena secara utuh dan menyeluruh. Pendekatan kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi sebuah situasi.

(26)

26 2. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode studi kasus. Metode studi kasus dipilih karena studi kasus merupakan strategi yang cocok jika pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “how” atau “why" (Yin, 2005). Pada dasarnya penelitian ini mencari jawaban terhadap bagaimana Prudential Indonesia memanfaatkan media baru dalam Program corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids Prudential Indonesia sebagai sarana financial literacy.

Studi kasus juga dilakukan ketika peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam kontes kehidupan nyata (Yin, 2002). Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini, dimana program corporate social responsibility dibangun oleh institusi yang terkait. Selain itu, pemanfaatan media baru merupakan fenomena kajian terkini yang dilakukan oleh perusahaan dalam program corporate social responsibility.

Sebagai suatu upaya penelitian, studi kasus dapat memberi nilai tambah pada pengetahuan secara unik mengenai fenomena individual, organisasi, sosial dan politik (Yin, 2002). Dalam hal ini, pemanfaatan media baru yang dilakukan oleh PT. Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) menggunakan teknik yang berbeda dibandingkan dengan perusahaan lainnya yang mayoritas menggunakan media baru untuk berkomunikasi dengan stakeholders. PT. Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) melakukan hal yang selangkah lebih maju dengan memanfaatkan media baru dalam program corporate social responsibility.

3. Objek Penelitian Lokus:

Institusi, dimana objeknya adalah sebuah perusahaan asuransi yang melaksanakan program corporate social responsibility berbasis media baru. Menarik karena perusahaan asuransi ini menjadi perusahaan asuransi yang

(27)

27

melakukan langkah lebih jauh dengan menyusun sebuah program corporate social responsibility online yang terintegrasi untuk memanfaatkan media baru.

Fokus:

Mengetahui pemanfaatan media baru dalam program corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids Prudential Indonesia sebagai sarana financial literacy. Kemudian akan dilihat jenis program corporate social responsibility yang diterapkan, apakah menerapkan jenis program corporate social responsibility informatif ataukah persuasif. Selanjutnya, media baru yang digunakan dalam program corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids akan dikelompokkan berdasarkan fungsinya. Jenis program corporate social responsibility dan keterkaitannya atas ragam media baru yang digunakan tersebut kemudian menghantarkan peneliti untuk meneliti apakah ragam media baru yang digunakan bermanfaat sebagai sarana financial literacy. Untuk meneropongnya, peneliti akan mengklasifikasikan ragam media baru tersebut dengan aspek financial literacy.

4. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti akan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data untuk memeroleh informasi yang dibutuhkan guna memenuhi tujuan penelitian, yaitu:

a. Wawancara

Salah satu sumber informasi studi kasus yang sangat penting ialah wawancara. Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan format tanya jawab secara terencana. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan berbagai informasi menyangkut masalah yang diajukan dalam penelitian. Peneliti akan melakukan wawancara dengan pihak pelaku kegiatan secara langsung maupun tidak langsung melalui media komunikasi, seperti e-mail dan telepon, dengan pihak yang berkaitan dan memahami objek penelitian.

(28)

28

Terdapat dua jenis tipe wawancara dalam studi kasus, yaitu pertanyaan terbuka (open-ended) dan pertanyaan tertutup (close-ended). Pertanyaan terbuka menggambarkan pilihan bagi orang yang diwawancarai untuk merespons, dengan kata lain peneliti dapat bertanya kepada informan mengenai fakta-fakta suatu peristiwa di samping opini mereka mengenai peristiwa yang ada (Yin, 2002). Sebaliknya, pertanyaan tertutup membatasi repons terhadap orang yang diwawancarai. Dalam penelitian ini, menggunakan tipe pertanyan terbuka, karena penelitian kualitatif menggunakan pendekatan pertanyaan yang fleksibel, dimana peneliti tidak perlu mengikuti serangkaian pertanyaan yang telah dijadikan panduan dalam wawancara. Peneliti menggunakan pedoman wawancara, yang digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan.

Informan dalam penelitian ini adalah:

1. Kukuh Kristianto : Corporate social responsibility Manager 2. Wolga Setyanto : Corporate Communication bagian Digital 3. Resha Adhi Pradipta : Corporate Communication bagian Executive

Digital

Wawancara langsung dilakukan dalam dua kali, yaitu:

1. Wawancara langsung dengan Kukuh Kristianto pada 2 Juni 2013 di Kidzania, Pasific Place Jakarta

2. Wawancara langsung dengan Resha Adhi Pradipta dan Wolga Setyanto pada 11 Agustus 2013 di Prudential Tower, Kav. 79 Jakarta Wawancara melalui telefon dilakukan satu kali, yaitu:

1. Wawancara melalui telefon dengan Resha Adhi Pradipta pada 19 September 2013

(29)

29 b. Observasi

Penelitian ini menggunakan observasi lapangan yang dilakukan dengan mengikuti salah satu kegiatan offline aktivitas program corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids, saat pembukaan wahana Prudential Vault Security and Depository Service di Kidzania Jakarta pada tanggal 2 Juni 2013. Penelitian ini juga menggunakan pengamatan media baru sebagai proses data sekunder. Peneliti akan mengamati media baru yang digunakan dalam program corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids Prudential Indonesia sebagai saluran komunikasi utama.

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan penggunaan dokumen sebagai salah satu sumber data berupa data tertulis yang dapat menunjang dalam pembahasan penelitian. Dapat dikatakan dokumen memainkan peranan penting dalam pengumpulan data studi kasus karena fungsi utama pengumpulan data melalui studi dokumentasi adalah untuk menguatkan dan menambahkan bukti dari sumber data (Yin, 2002). Dokumen ini meliputi surat-surat, notulensi rapat, laporan, proposal, press release, dan artikel yang dapat menunjang pembahasan masalah penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis teks-teks tertulis yang berkaitan dengan penyebaran informasi mengenai program corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids. Studi dokumentasi digunakan untuk memperkuat dan menambahkan bukti akan analisis peneliti terhadap penggunaan media baru oleh Prudential dalam program corporate social responsibility Cha-Ching Money Smart Kids.

5. Teknik Analisis Data

Terdapat tiga analisis data dalam metode studi kasus, yaitu perjodohan pola, pembuatan penjelasan dan analisis deret waktu (Yin, 2002) Teknik penjodohan pola, yaitu membandingkan pola yang didasar atas kenyataan dengan pola yang diprediksikan. Jika terdapat kesamaan dengan pola yang diprediksikan. Jika

(30)

30

terdapat kesamaan dalam kedua pola, akan menguatkan validitas internal studi kasus. Teknik pembuatan penjelasan, yaitu dengan membuat penjabaran mengenai kasus yang bersangkutan. Sedangkan teknis analisis deret waktu, yaitu dengan menganalisis deret waktu secara langsung dan analog dengan analisis deret waktu yang diselenggarakan dengan eksperikmen dan kuasi eksperimen. Semakin rumit dan tepatnya pola yang ditemukan, maka makin tertumpu analisis deret waktu dan menjadikan landasan yang kokoh untuk penarikan konklusi studi kasus.

Dalam kaitannya dengan kasus Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia), peneliti menggunakan analisa teknik perjodohan pola, yaitu teknik yang membandingkan pola berdasarkan kenyataan pola dengan pola yang diprediksikan. Jika kedua pola terdapat kesamaan, maka hasil tersebut dapat membantu sebuah studi kasus dalam memperkuat validitas internalnya. Hasil penemuan pola diantara data temuan dengan proposisi proporsi teoritis yang dibangun dalam bentuk analisis dominan perjodohan pola atau pattern matching yang kemudian dipaparkan secara naratif (Yin, 2002).

Setelah peneliti merasa cukup dengan data yang diperoleh kemudian peneliti kembali mengolah data yang di dapat. Proses terakhir peneliti akan memaparkan data yang diperoleh dan melakukan analisis data dengan menganalisis hasil penelitian dan teori yang digunakan sebagai landasan peneliti untuk melakukan penelitian dalam bentuk narasi. Kemudian peneliti akan menguji keabsahan yang diperoleh dalam proses penelitian, hal ini bertujuan untuk memastikan temuan pada penelitian dapat dipercaya atau dapat dipertimbangkan. Adapun uji validitas yang peneliti gunakan adalah teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang diperoleh (Moleong, 2006). Moleong (2006) menyatakan, dalam teknik triangulasi terdapat empat macam, yaitu teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.

Gambar

Tabel 1. 1 Kegiatan Corporate Social Responsibility Berdasarkan Jumlah  Kegiatan dan Dana
Tabel 1. 3 Bentuk dan Pola Komunikasi dalam Media Baru  Synchronous  Asynchronous

Referensi

Dokumen terkait

Kasim maupun Ketua Muhammadiyah pada waktu itu, dimutasi paksa oleh Pemerintah Belanda ke Makassar (1934). Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa struktur politik yang

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Taufiq dan Hidayahnya sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini dengan judul: “Strategi

Pengkajian dilaksanakan bersamaan dengan kegi- atan pembinaan kemampuan pengelolaan perpustakaan yang meliputi penataan koleksi, penataan ruang per- pustakaan, pengaturan

Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dalam

Laporan keuangan konsolidasian menggabungkan aset dan kewajiban pada tanggal neraca dan hasil usaha untuk tahun yang berakhir pada tanggal- tanggal tersebut dari Perusahaan dan

selalu dan 20 responden (24%) menyatakan sering membuat kisi-kisi tes, sebagian lagi jarang dan tidak pernah; 2) sebanyak 11 responden (13%) menyatakan selalu dan 20

Hasil penelitian yang diperoleh adalah kasus spondilitis tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 44 pasien.. Penyakit ini dapat menyerang segala jenis kelamin dan

(1) Kepala Kantor mempunyai tugas membantu Bupati dalam melaksanakan kewenangan daerah di bidang pelayanan serta tugas pembantuan yang diberikan olah Pemerintah dan