• Tidak ada hasil yang ditemukan

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK IKAN LEMURU (SARDINELLA LONGICEPS)

TERHADAP KUALITAS FISIK TELUR AYAM LOHMAN BROWN

Oleh

:

Amiluddin Indi 1) dan Deki Zulkarnain 1)

ABSTRACT

This research aim to identify the effect of lemuru cod feeding in ration, as an effort to increase the Omega-3 content and produce good quality eggs. Research conducted in Balebat farm, Sukorejo Village, Kendal Regency. The materials used are 120 horn chickens, with age of 22 weeks and average early weight of 1.745,2 + 8,26 g. The ration used is arranged based on isoprotein. The experiment using complete random program (rancangan acak lengkap RAL) with 5 treatments consists of R0: ration without lemuru cod adding; R1: 1,5% of ration and lemuru cod; R2: 3% of ration and lemuru cod; R3: 4,5% of ration and lemuru cod; R4: 6% of ration and lemuru cod. Every treatment has repeated 4 times, and every repetition has filled by 6 layer period chickens. Data has processed statistically by variety analysis. If there are any treatment effect, it will be continued with Duncan doubled distance test.

Key words: chickens, Omega-3, quality eggs, lemuru cod

PENDAHULUAN

Ayam niaga petelur merupakan salah satu komoditas ternak yang dapat dijadikan sarana pemenuhan kebutuhan gizi. Telur merupakan salah satu bahan pangan hasil hewani yang banyak digemari oleh konsumen karena mudah didapat dan murah harganya. Telur merupakan bahan makanan yang banyak memegang peranan penting di dalam membantu mencukupi kebutuhan gizi dimana protein telur termasuk jenis protein hewani berkualitas tinggi dengan kandungan protein yaitu 12% dan lemak 11% (Amrullah, 2003). Namun dilain pihak budidaya ayam petelur juga mempunyai kendala lain yaitu adanya anggapan bagi masyarakat kelas menengah keatas bahwa telur merupakan bahan pangan yang dapat menimbulkan penyakit aterosklerosis karena adanya kandungan lemak dan kolesterol yang tinggi dalam telur. Oleh karena itu untuk memberikan rasa aman pada konsumen telur, dilakukan berbagai terobosan untuk mencari alternative, disamping dibutuhkan produksi yang tinggi juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas telur yaitu yang mempunyai kandungan omega-3 dan kolesterol yang rendah. Kandungan nutrisi telur sangat tergantung pada ransum yang diberikan.

Walaupun kandungan nutrisi dalam telur sudah lengkap, tetapi kandungan kolesterol telur cukup tinggi yaitu sebesar 200-250 mgbutir-1 dan kandungan omega-3 nya relatif rendah Orang dewasa rata-rata membutuhkan 1,1g kolesterol maksimum untuk memelihara dinding sel dan fungsi lain, dimana 25-40% (200-300 mg) berasal dari makanan dan selebihnya dari endogen (biosintesis), sedangkan 1 butir telur pada ayam umur 68 minggu kadar kolesterol telur mencapai ± 313 mgbutir-1, sehingga hal ini menyebabkan salah satu factor pembatas dalam mengkonsumsi telur.

Bahan penyusun ransum ayam pada umumnya terdiri dari 70% bahan sumber energy dan 25% nya adalah sumber protein serta 5% sisanya adalah vitamin dan mineral. Kebutuhan untuk energy pakan yang efektif adalah dengan menggunakan minyak sebagai bahan penyusun ransum karena selain mengandung energy yang tinggi disbanding bahan pakan lain, juga pada minyak tertentu mengandung asam-asam lemak esensial yang sangat diperlukan tubuh.

Minyak ikan lemuru (Sardinella Longiceps) merupakan limbah hasil pengolahan Ikan lemuru dari proses pengalengan dan proses pembuatan tepung ikan, dimana penggunaannya kurang berkompetisi dengan manusia. Setiap 1 1

(2)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128

kg ikan lemuru akan diperoleh 0,2 kg minyak

ikan. Perairan Muncar Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah penangkapan utama ikan lemuru, pada tahun 1994 mempunyai produksi ikan lemuru rata-rata per tahun mencapai ± 30.750 ton dan 93 % dari seluruh tangkapan ikan merupakan ikan lemuru dengan jumlah perkiraan pasokan minyak lemuru pertahun rata-rata sebesar ± 6.150 ton (Permadi, 2003; Suhermiyati, 2004).

Minyak ikan lemuru merupakan sumber asam lemak rantai panjang dan mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah tinggi. Asam lemak tidak jenuh tersebut adalah linoleat, linolenat dan arachidonat yang merupakan asam lemak yang diperlukan oleh tubuh ayam. Ada dua macam lemak omega-3 yang dominan terdapat dalam minyak ikan, keduanya adalah EPA dan DHA. Kedua jenis asam lemak inilah yang banyak peranannya dalam kesehatan Stanby (1969) Prabowo (2004).

Menurut Sudibya dan Wasito (2002) suplementasi ekstrak asam lemak tak jenuh hingga 4% mampu menurunkan kadar kolesterol telur ayam ras, meningkatkan kadar asam lemak omega-3, dan asam lemak omega-6. Pernyataan tersebut didukung oleh Supadmo (2005) bahwa minyak ikan lemuru dalam ransum ayam, baik pada ayam petelur maupun broiler dengan

penggunaan minyak ikan lemuru 3-6% memberikan pengaruh yang baik terhadap penampilan lemak, kolesterol, serta omega-3 dan omega-6, juga memberikan pengaruh yang baik pada produksi telur. Hal tersebut didukung oleh beberapa peneliti diantaranya Leskanich dan Nobel, (1997); Ikrawan, (2002) menyatakan, omega-3 dalam minyak dapat merangsang produksi hormone-hormon yang berfungsi sebagai anti agregator, yaitu anti penggumpalan darah pada arteri (Ikrawan, 2002) disamping itu hormon-hormon tersebut diperlukan bagi perkembangan folikel.

Menurut Sidadolog (2001) dan Yuwanta (2004), interval waktu untuk membentuk sebutir telur dibutuhkan waktu 24-27 jam. Semakin panjang interval antar oviposisi maka semakin rendah intensitas produksinya.

USDA (1972) yang disitasi oleh Acker (1983) mengklasifikasikan telur berdasarkan bobot telur menjadi enam kelas yaitu jumbo, ekstra besar, besar, medium, kecil dan peewee. Berdasarkan interior dan eksteriornya telur digolongkan menjadi tiga kelas yaitu kualitas AA, A dan B. Adapun komposisi telur menurut United States Department of Agriculture (USDA, 1972) yang disitasi oleh Acker (1983).

Tabel 1. Komposisi Kimia Telur

Persentase Persen %

Bahan Protein Lemak Abu

Total telur 100 34,5 11,8 11,0 11,7

Putih telur 58 12 11,0 0,2 0,8

Kuning telur 31 52 17,5 32,5 2,0

Sumber : USDA, (1972)

Kualitas telur meliputi tekstur kerabang dan bentuknya, bobot dan warna kuning telur dipengaruhi oleh satu atau lebih faktor genetik dan lingkungan (Acker, 1983). Stadelman dan Contterill (1977) juga menyatakan bahwa komposisi dan kualitas telur dipengaruhi oleh ransum. Semua nutrien dalam ransum diperlukan untuk produksi telur tetapi terdapat beberapa nutrien yang diperlukan lebih dari yang lain

seperti kalsium dan vitamin D untuk pembentukan kerabang, pigmen xanthophyll maupun karoten untuk pembentukan warna kuning telur dan lain-lain (Acker, 1983).

Bobot telur disamping dipengaruhi oleh faktor genetik, tingkat dewasa kelamin, umur ayam, obat-obatan dan kandungan gizi pakan (Scott et al. 1982), juga dipengaruhi oleh lemak dalam ransumnya (Wahju, 1992). Sell et al.

(3)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128

(1987) menyatakan bahwa penambahan lemak

dalam ransum akan meningkatkan bobot telur pada minggu ke 30 sampai 34 dengan penambahan lemak nabati dan hewani 3 sampai 6%. Reid dan Weber (1975) dalam penelitiannya menggunakan penambahan lemak 15% dapat meningkatkan bobot telur dari 58,6 sampai 60,7 g. March dan MacMillar (1990) menyatakan konsentrasi asam lemak linoleat (Omega-6) meningkatkan bobot telur, sedangkan Farrell (2000) menyatakan bahwa asam lemak linolenat (Omega-3) akan meningkatkan egg mass dan produksi telur.

Kualitas dan warna kuning telur dipengaruhi kadar karoten (Scott et al. 1982).Nesheim et al. (1979) menyatakan kenaikan kadar pigmen dalam ransum akan menaikkan konsumsi pigmen dan mempengaruhi proses pigmentasi. Tyczkowski dan Hamilton (1991) menyatakan bahwa Oxycarotenoid sebagai pigmen warna tidak dapat sintesis oleh unggas tetapi harus tersedia dalam pakan. Faktor lain yang berpengaruh terhadap kualitas kuning telur adalah kadar lemak (Sell et al. 1987). Penurunan bobot kuning telur dan warna kuning telur dipengaruhi oleh kadar asam lemak linolenat (Omega-3) dalam ransumnya (Caston dan Leeson, 1990; Elswyk, 1997).

Penetuan mutu putih telur sebagian besar bergantung pada derajat kekentalan dan struktur gel putih telur. Protein telur dalam putih telur yang dihubungkan dengan struktur telur gel adalah ovomusin. Scott et al. (1982) menyatakan fraksi protein dalam telur ini adalah heterogen terdiri dari dua atau lebih fraksi yang bervariasi dalam komposisi karbohidrat. Ada korelasi positif antara haugh unit dengan kandungan ovomusin. Telur dengan putih telur kental yang mempunyai nilai haugh unit tinggi mempunyai kualitas ovomusin yang lebih tinggi. Sell et al. (1987)menyatakan bahwa penambahan lemak dalam ransum akan meningkatkan kualitas putih telur, hal ini mungkin disebabkan oleh penurunan kecepatan aliran ingesta dalam saluran pencernaan sehingga nutrien yang diperlukan untuk pembentukan putih telur lebih tersedia.

Acker (1983) menyatakan kualitas telur juga meliputi flavornya. Flavor telur sangat

dipengaruhi oleh pakan, musim, kondisi serta penanganan selama penyimpanan (Stadelman dan Cotterill, 1977). Ransum unggas pada umumnya menggunakan tepung ikan atau minyak ikan. Fishy flavors yang terjadi pada telur menurut Stansby (1990) tidak berhubungan dengan minyak ikan. Farrell (2000) menyatakan bahwa minyak ikan tidak berpengaruh terhadap flavor, cita rasa, tekstur dan warna kuning telur. Weiss (1983) menyatakan bahwa fishy flavors timbul bila terjadi oksidasi yang cepat dari asam lemak dalam minyak ikan. Disamping faktor lemak, pemasakan juga berpengaruh terhadap bau, flavor dan tekstur telur (Woodward, 1988).

METODE PENELITIAN

Penelitian tentang kualitas fisik telur ayam strain Lohman Brown akibat pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella Longiceps), dilaksanakan bulan Juni sampai Oktober 2005, di Balebat Farm Desa Sukorejo Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal.

Materi penelitian yang digunakan adalah ayam petelur strain Lohman Brown periode layer umur 22 minggu sebanyak 120 ekor dengan bobot badan awal rata-rata 1.745,2 ± 8,26 g yang dipelihara sampai umur 36 minggu. Bahan penyusun ransum terdiri dari bungkil kedele, jagung, dedak padi, kulit kerang, “meat bone meal”, “poultry meat meal”, dan premix diperoleh dari PT Kappo Semarang, sedangkan untuk minyak ikan lemuru diperoleh dari PT Pacific Harverst, Muncar, Banyuwangi Jawa Timur. Ransum yang digunakan selama penelitian adalah iso protein dengan energi yang berbeda (protein kasar dengan kisaran 21,09% - 21,40%) dan energi yang bervariasi dari 2.723 kkalkg-1 sampai 3.362 kkalkg-1).

Ransum yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari R0 (Ransum dasar tanpa penambahan minyak ikan lemuru), R1 (Ransum dasar + minyak ikan lemuru 1,5%), R2 (Ransum dasar + minyak ikan lemuru 3%), R3 (Ransum dasar + minyak ikan lemuru 4,5%) dan R4 (Ransum dasar + minyak ikan lemuru 6%). Pemberian ransum maupun air minum dilakukan ad libitum. Penambahan pasir dalam komposisi ransum penelitian bertujuan sebagai bahan

(4)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128

pengisi untuk melengkapi jumlah 100% pada

masing-masing ransum perlakuan.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan yang masing-masing 4 ulangan. Setiap unit percobaan terdiri dari 6 ekor ayam petelur periode layer. Sebagai perlakuan adalah taraf penggunaan minyak ikan lemuru yaitu 0%; 1,5%; 3%; 4,5%; 6% minyak ikan lemuru, masing-masing diberi notasi : R0, R1, R2, R3, R4.

Hipotesis statistik yang diuji adalah sebagai berikut :Ho = τ1= …= τ5 = 0(perlakuan pemberian minyak ikan lemuru dalam ransum tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati).H1 : τ1 ≠... ≠ τ5 = 0 (paling sedikit ada satu perlakuan dimana τ1 ≠ 0, artinya ada pengaruh pemberian minyak ikan lemuru dalam ransum terhadap respon yang diamati).

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam dengan uji F pada taraf

signifikansi 5 persen apabila terdapat pengaruh yang nyata, kemudian dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. (Steel dan Torrie, 1993). Data diolah menggunakan program komputer aplikasi SAS (Statistical Analysis System).

Kriteria pengujian berdasarkan prosedur analisis ragam uji F dengan taraf signifikansi 5 persen apabila Fhitung< Ftabel, maka H0 diterima atau H1 ditolak, dan apabila Fhitung ≥ Ftabel maka H0 ditolak atau H1 diterima.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Haugh unit, indeks telur, indeks kuning telur. Pada (Tabel 2), yang diperjelas dengan Tabel 3, 4, 5, sebagai hasil analisis ragam. Warna kuning telur menandakan adanya vitamin A dalam kuning telur, Vitamin A di dalam telur ditentukan oleh tersedianya provitamin A di dalam ransum (Card, 1972).

Tabel 2. Rerata skor warna kuning telur, tebal kerabang telur, Haugh unit, indeks telur dan indeks kuning telur ayam penelitian

Perlakuan Parameter

R0 R1 R2 R3 R4

Haugh Unit 87,673 d 92,375 c 94,825 bc 96,190 ab 98,688 a

Indeks Telur 79,165 a 75,680 b 74,210 bc 73,493 bc 72,020 c Indeks Kuning Telur 0,435 d 0,559c 0,632 bc 0,702 b 0,805 a abc

Superskrip dengan huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Skor Haugh Unit ayam lohman brown

Nilai haugh unit diperoleh dengan cara mengukur bobot telur dan tinggi putih telur kental dengan menggunakan depth micrometer, kemudian dihitung berdasarkan persamaan dari Cure dan Nesheim (1973):

HU = 100 log (H + 7,57 – 1,7 W0, 37) H = Tinggi Putih telur kental (mm) W = Bobot telur utuh (g)

Nilai haugh unit yang didapat dipergunakan dihitung rerata bobot kuning telur masing-masing replikasi dari enam kali pengukuran pada dua periode pengukuran.

”Haugh Unit” adalah ukuran kualitas telur

bagian dalam yang didapat dari hubungan antara tinggi albumen dengan bobot telur yang diperjelas dengan Tabel 2, dari rataan nilai haugh unit berdasarkan perlakuan nilai terendah terdapat pada perlakuan R1, R2 dengan pemberian minyak ikan lemuru 1,5, 3% yaitu sebesar 92,375; 94,825 dan diikuti perlakuan R3, R4 dengan pemberian minyak ikan lemuru 4,5%; 6% yaitu 96,190; 98.688 dan pemberian minyak ikan lemuru 0% (R0) yaitu sebesar 87,673%. Dalam penelitian ini didapat nilai haugh unit untuk R0, R1, R2, R3 dan R4 mempunyai rata-rata yaitu sebesar 87,673; 92,375; 94,825; 96,190; 98,688 (Tabel 3). Seperti dinyatakan oleh Harm

(5)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128

dan Douglas (1960) bahwa untuk mendapatkan

efektivitas produksi perlu diperhatikan keseimbangan asam-asam amino dan pemenuhan protein. Anggorodi (1985) bahwa ketidak

seimbangan asam amino dan kelebihan protein menyebabkan pengurangan penyimpanan lemak, penurunan pertumbuhan dan stres.

Tabel 3. Hasil analisis Haught Unit ayam lohman brown

Ulangan Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 1 83.89 93.27 90.95 97.88 97.07 2 90.96 90.24 95.32 93.70 99.06 3 85.49 95.06 97.09 96.79 99.63 4 90.35 90.93 95.94 96.39 98.99 Jumlah 350.69 369.50 379.30 384.73 394.75 Rata-rata 87.673 92.375 94.825 96.190 98.688

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tingkat pemberian minyak ikan lemuru berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap haugh unit telur ayam lohmann brown periode layer, dimana pemberian minyak ikan lemuru tertinggi (6%) pada R4 kemudian diikuti oleh R3, R2,R1 dan R0 (Tabel 3) R4 berbeda nyata (P<0,05) dengan R0, R1 tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan R2, R3. Hal ini kemungkinan disebabkan pada R2, R3 salah satunya mempunyai konsumsi ransum yang sangat rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sesuai dengan pendapat Card (1972)dan standar USDA (1972) bahwa untuk nilai ”Haugh Unit” sebesar 73 sampai 100 tergolong dalam klas AA.

Skor indeks telur utuh ayam lohman brown Pengukuran indeks telur dilakukan dengan cara mengukur lebar telur dan panjang telur utuh kemudian dihitung rerata indeks telur masing-masing replikasi dari enam kali pengukuran pada dua periode pengukuran menurut Romannof dan Romannof (1963).

c= Lebar telur d= Panjang telur

Pengaruh pemberian minyak ikan lemuru 1.5%, 3%, 4,5% dan 6% dalam ransum berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai indeks telur ayam penelitian, hasil pengukuran indeks telur pada penelitian ini dari R1 sampai R4 hal ini dimungkinkan saat digunakan ransum penelitian sudah tercapai tingkat dewasa kelamin dari ayam tersebut. Diketahui bahwa indeks telur sangat dipengaruhi oleh oviduct atau saluran telur. Dalam penelitian ini nilai indeks telur utuh ayam lohman brown untuk R0, R1, R2, R3 dan R4 mempunyai rata-rata yaitu sebesar 79,165; 75,680; 74,210; 73,493; 72,020 (Tabel 2), yang diperjelas dengan (Tabel 4) Seperti dinyatakan oleh Soekardi et al, (1986) bahwa bentuk telur sangat dipengaruhi oleh bentuk dan besar kecilnya oviduct. Ayam yang mempunyai oviduct yang relatif sama akan menghasilkan telur yang mempunyai indeks telur yang relatif sama pula.

%

100

d

c

IT

(6)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128

Tabel 4. Hasil analisis indeks telur utuh ayam lohman brown

Ulangan Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 1 78.99 78.34 74.15 74.70 72.24 2 77.73 73.41 73.07 74.95 70.21 3 79.20 74.91 75.01 74.31 71.61 4 80.74 76.06 74.61 70.01 74.02 Jumlah 316.66 302.72 296.84 293.97 288.08 Rata-rata 79.165 75.680 74.210 73.493 72.020

Pengaruh pemberian minyak ikan lemuru 1.5%, 3%, 4,5% dan 6% dalam ransum berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai indeks telur ayam lohman brown, hasil pengukuran indeks telur pada penelitian ini dari R1 sampai R4 hal ini dimungkinkan saat digunakan ransum penelitian sudah tercapai tingkat dewasa kelamin dari ayam tersebut. Skor nilai indeks kuning telur ayam lohman brown

Indeks kuning telur (IKT) menurut (Stansby, M.E. 1990) di dalam buku Romannof dan Romannof, 1963). Adalah diperoleh dengan cara tinggi kuning telur dibagi dengan lebar kuning telur.

IKT = Indeks kuning telur

a = Tinggi kuning telur (mm) b = Rata-rata lebar kuning telur (mm)

Nilai indeks kuning telur barvariasi antara 0,30 sampai 0,50 dan 0,34 sampai 0,45

mm.Mengukur indeks kuning telur secara tidak langsung juga mengukur kekuatan membran dan bundarnya kuning telur, makin bundar kuning telur dan kekuatannya makin besar. Menurut Card et al.(1972) apabila indeks kuning telur sama atau lebih rendah dari 0,25 maka membran kuning telurnya lemah, sehingga dalam pengukuran sulit juga dijaga agar tidak pecah. Nilai indeks kuning telur pada penelitian untuk R0, R1, R2, R3 dan R4 mempunyai rata-rata yaitu sebesar 0,435; 0,559; 0,632; 0,702; 0,805 (Tabel 2), yang diperjelas dengan (Tabel 5). Nilai rataan indeks kuning telur terendah terjadi pada pemberian minyak ikan lemuru 1,5% yaitu sebesar 0,559 kemudian diikuti pemberian 3% yaitu sebesar 0,632 indeks kuning telur tertinggi pada pemberian minyak ikan lemuru 4,5% sebesar 0,702 dan 6% sebesar 0,805 untuk pemberian minyak ikan lemuru 0% indeks kuning telurnya yaitu 0,435. Romannof dan Romannof (1963) mengutip pendapat (Stansby, M.E. 1990)melaporkan bahwa nilai indeks kuning telur dapat diperoleh dari hasil bagi antara tinggi dan diameter kuning.

Tabel 5. Hasil analisis indeks kuning telur ayam lohman brown

Ulangan Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 1 0.434 0.568 0.643 0.760 0.819 2 0.434 0.544 0.650 0.757 0.755 3 0.433 0.533 0.566 0.637 0.749 4 0.442 0.592 0.668 0.655 0.897 Jumlah 1.743 2.237 2.527 2.809 3.220 Rataan 0.435 0.559 0.632 0.702 0.805

b

a

IKT

(7)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128

Hasil analisis ragam menunjukkan

bahwa tingkat pemberian minyak ikan lemuru berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap indeks kuning telur ayam lohmann brown periode layer, dimana pemberian minyak ikan lemuru tertinggi (6%) pada R4 kemudian diikuti oleh R3, R2,R1 dan R0 (Tabel 5) R4 berbeda nyata (P<0,05) dengan R0, R1 tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan R2, R3. Hal ini kemungkinan disebabkan pada R2, R3 salah satunya. Hal ini jelas dikarenakan pembentukkan kuning telur sangat dipengaruhi besar kecilnya asam lemak yang terkonsumsi, semakin banyak asam lemak terkonsumsi maka semakin besar kuning telur yang terbentuk. Indeks kuning telur dipengaruhi oleh musim, pada musim dingin indeks kuning telur tinggi dibanding panas. Telur-telur dari ayam muda atau dewasa menjadi lebih rendah indeks kuning telurnya pada saat terjadi perubahan musim semi dan sampai musim pertengahan musim panas (Hunter et al., 1936 di dalam Romannof, 1963).

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada kepala Desa Sukorejo Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal, ibu Ir.Hj.R. Erna, M.Si. atas fasilitas penelitian yang diberikan.

KESIMPULAN

Pemberian minyak ikan lemuru dalam ransum ayam petelur strain lohman brown pada periode layer umur 22 minggu, diberikan sampai dengan 6% dapat meningkatkan Haugh Unit, indeks telur utuh, indeks kuning telur ayam lohman brown, meningkatkan kandungan Omega-3 dalam telur.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2003. Meningkatkan Produktifitas Ayam Ras Petelur. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Acker, D. 1983. Animal Science and Industry. 3rd Ed. Prentice-Hall, Inc., Englewood, New Jersey.

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Amrullah, I.K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Lembaga satu Gunung budi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Umum. Edisi Kedua. PT Gramedia. Jakarta.

Card, L.E. and N.C. Malden, 1972. Poultry Production, Lea Febiger. Philadelpia. Caston, L. dan S. Leeson. 1990. Dietary flax

and egg composition. J. Poultry. Sci. 69:1617-1620.

DeBusk, R. 2002. Omega-3 Fatty Acids. Integrative Medicine, Boston.

Elswyk, M.E.V. 1997. Nutritional and physiologycal effects of flax seed in diets for laying fowl. World’s Poultry. Sci. J. 53 :253-264.

Farrell, D. J. 2000. Not all omega-3 enriched eggs are the same: Egg Nutrition and Biotechnology (J.S. Sim, S. Nakai dan W. Guenter, editor). CABI Publishing, London, hal. 151-161

Hammad, S.M., H.S. Siegel and H.L. Marks, 1996. Dietary Cholesterol Effect on Plasma and Yolk Cholesterol Fractions in Selected Lines of Japanese Quail. Poultry Sci 75 :933-942.

Hardini, Dini, Zuprizal, C. T. Noviandi, Indratiningsih, T. Yuwanta dan S. Harimurti. 2002. The effect of palm and sardines oils inclusion on the feed and salting process to the fatty acids composition of the duck’s egg. 3rd International Seminar on Tropical Animal Production, Yogyakarta.

(8)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128

Harm, R.H. and C.R. Douglas, 1960. Relation

Ship of Rate of Egg Production as Effected by Feed to Haugh Unit of Eggs. Poultry Sci. 39 : 75 – 80.

Herimurti, S. 1987. Pengaruh Tingkat Lemak Hewani (Tallow) dalam Ransum terhadap Performans Produksi, Kualitas Telur, dan Kadar Kolesterol Telur pada Dua Umur Ayam Petelur. Tesis: Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Heuser, G.F., G.O. Halls and J.H. Brickes, 1952. Poultry managemen. J.B. Lippincott Co. Chicago.

Ikrawan. 2002. Minyak Ikan dan Omega-3. Pikiran Rakyat Cyber Media, Edisi 2003-2004 .

Jull, M.A., 1951. Poultry Breeding. Third Ed. Jhon Wiley and Sons, Inc. New York. March, B.E. dan C. MacMillar. 1990. Linoleic

acid as a mediator of egg size. J. Poultry. Sci. 69 :634-639.

Minvielle, F., J. L. Monvoisin, Costa, J., dan Y. Maeda. 2000. Long term egg production and heterosis in quail lines after within-line or reciprocal recurrent selection for high early egg production. Br. Poult. Sci. 41: 150-157.

Muchtadi, T. R. 2000. Asam Lemak Omega-9 dan Manfaatnya Bagi Kesehatan. Media Indonesia, Jakarta.

Permadi, A. 2003. Analisis Pengembangan Industri Pengolahan Mikroenkapsulasi Minyak Ikan. http://rudyct. Tripod. Com/sem1-023/aef-permadi. htm.

Prabowo, 2004. Suplementasi Minyak Ikan Lemuru Pada Ransum Dasar Terhadap Kadar Kolesterol Telur, Titer Kekebalan ND dan Produksi Telur Ayam Petelur. Tesis Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto Rammanof, A.L. and A.J. Rammanof, 1963. The

Avian Egg. Jhon Willey and Sons. New York.

Reid, B.L.dan C.W. Weber. 1975. Supplemental dietary fat and laying hen performance. J. Poultry. Sci. 54 :422-428.

Scott, M.L., M.C. Nesheim dan R.J. Young. 1982. Nutrition of The Chicken. 3rd Ed. M.L. Scott dan Associates Ithaca, New York.

Sell, J.L., C.R. Angel dan F. Escribano. 1987. Influence of supplemental fat on weights of eggs and yolks during early egg production. J. poult. Sci. 66 :1807-1812. Shim K. F. 2002. The Nutrition and Management

of Japanese (Coturnix) Quail in The Tropics. Department of Animal Nutrition and Biochemistry, Singapore University. Sidadolog, J. P. 2001. Manajemen Ternak

Unggas. Laboratorium Ternak Unggas, Jurusan Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sim, J. S. 2000. Designer egg concept: perfecting egg though diet enrichment with omega-3 PUFA and cholesterol stability: Egg Nutrition and Biotechnology (J.S. Sim, S. Nakai dan W. Guenter, editor). CABI Publishing, London, hal. 135-150. Soekardi dan M. Mufti, 1986. Penampilan

prestasi Ayam Buras di Kabupaten Banyumas dan pengembangannya. Proceeding Seminar Nasional Tentang Unggas Lokal. Semarang.

Stadelman, W.J. and O.J. Cotterill, 1973. Egg Scienceand tehnologi. The avian publishing. Inc., Wesport.

Stadelman, W.J. dan O.J. Cottrill. 1977. Egg Science and Technology. 2nd Ed. Avi Publishing Company, Inc., westport, Connecticut.

Stansby, M.E. 1990. Fish Oils in Nutrition. An Avi Book Publishing by van Nostrand Reinhold, New York.

(9)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128

Sudibya dan S Wasito. 2002. Penggunaan Kepala

Udang Terhidrolisis dan Minyak Ikan Lemuru Terhadap Asam Lemak Omega-3, Omega-6 dan Kadar Kolesterol Daging Itik Tegal Periode Starter. Journal Animal Production Edisi Khusus Februari 2002 Seminar Nasional Pengembangan Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Hal 81-88. Suhermiyati. 2004. Penggunaan Minyak Hewani

dan Nabati dalam Ransum Ayam Kampung Terhadap Profil Metabolisme Asam Lemak. Laporan Penelitian Proyek Semi-Que. Program Study Nutrisi dan Makanan Ternak Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Supadmo. 2005. Utilization of the Lemuru Fish Oil in Ration as Omega-3 Fatty Acid Resources to improve fat Quality of Meat and Egg. From the Deparment of Animal Nutrien and Feed Science, Animal Husbandry Faculty. Gadjah Mada University. Yogyakarta. Indonesia

Tri Yuwanta, 2003. Peranan Kerabang Telur Bagi Unggas dan Manusia. Pidato Kuliah Perdana. Fak. Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Tyczkowski, J.K. dan P.B. Hamilton. 1991. Altered metabolism of carotenoids during pale-bird syndrome in chickens infected with Eimeria acervulina. J. Poultry. Sci 70:2074-2081.

USDA, 1972. Egg Granding Manual Agriculture. Hand Book no. 75.

Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi unggas. Cetakan ke-3. Gadjah Mada Universitas press, Yogyakarta.

Weiss, T.J. 1983. Food oils and Their Uses. 2nd Ed. Avi Publishing Company, Inc. westport, Connecticut.

Woodward, S.A. 1988. Texture of cooked yolk as influenced by physical manipulation of raw egg yolk and salt brining of shell eggs. J. poultry. Sci. 67:1264-1268. Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas.

Cetakan ke-3. Penerbit Kanisius, Yogyakarta

Gambar

Tabel  1.  Komposisi Kimia Telur
Tabel 2. Rerata skor warna kuning telur, tebal kerabang telur, Haugh unit, indeks telur dan indeks kuning  telur ayam penelitian
Tabel 3. Hasil analisis Haught Unit ayam lohman brown
Tabel 5. Hasil analisis indeks kuning telur ayam lohman brown

Referensi

Dokumen terkait

    Asmadi Alsa, Wahyu Widhiarso dan Yuli Fajar Susetyo   Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada      Abstrak  

Qui audet adipiscitur. “Siapa berani, menang.” Tampaknya, sebagai seorang yang ahli bahasa Latin, Mark Zuckerberg hidup dengan motto ini setiap hari. Visi Mark Zuckenberg yang

Rata-rata temperatur permukaan jengger, bulu dan shank yang lebih tinggi pada lokasi penelitian dengan THI = 89 dibandingkan dengan suhu permukaan jengger, bulu dan shank

- Irkçılık bu mu? Olabilir. Daha derin olmasından korkarım. Öteki görünmez, insan sadece kendine, kendisi gibi olan insana bakar. Ama ''bakış&#34; demek düşünce, zihin,

Penghargaan Adiwiyata Tingkat Provinsi, Yang dilaksanakan di Auditorium Gubernuran pada hari Rabu, 30 Oktober 2019. Belanja Modal tersebut merupakan Belanja Modal Peralatan

Direktorat Usaha memiliki fungsi penyelenggaraan usaha jasa angkutan laut yang meliputi kegiatan pemasaran, pengembangan usaha, penyiapan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan

a. Komunikator : meliputi jaringan, stasiun lokal, direktur, staf teknis yang berkaitan dengan sebuah acara televisi. Jadi komunikator adalah gabungan dari berbagai individu

Segala kemulian dan hormat bagi Tuhan atas anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “ Strategi Bauran Pemasaran Jasa Pada Sekolah : Studi Kasus