• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Jasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Jasa"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Pemasaran

Menurut Kotler (2001) Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok untuk memperoleh apa yang dibutuhkan dan diinginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas menukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Pemasaran adalah suatu proses perencanaan dan pelaksanaan keputusan sebuah konsep, menetapkan harga, melakukan promosi, dan mendistribusikan ide-ide, barang-barang, dan jasa-jasa untuk menciptakan pertukaran yang dapat memuaskan tujuan individu atau tujuan organisasi.

Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial (perencanaan dan pelaksanaan) dalam konsep, menetapkan harga, melakukan promosi, dan mendistribusikan ide, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan setiap komponen yang terkait dalam kegiatan bisnis perusahaan (baik individu maupun kelompok), agar tujuan akhir perusahaan tercapai.

2.2 Jasa

Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan. Produksi jasa dapat terikat atau tidak terikat pada suatu produk fisik (Kotler dan Keller, 2007). Selanjutnya menurut Stanton (2004), Jasa dapat diidentifikasikan sebagai aktifitas yang tidak berwujud dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari pelanggan.

Berdasarkan definisi di atas maka jasa pada dasarnya adalah sesuatu yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Suatu yang tidak berwujud, tetapi dapat memenuhi kebutuhan konsumen

2. Proses produksi jasa dapat menggunakan atau tidak menggunakan bantuan suatu produk fisik

(2)

2.2.1. Karakteristik Jasa

Menurut Tjiptono (2008), Karakteristik jasa memiliki empat ciri utama yang sangat mempengaruhi rancangan program pemasaran, yaitu:

1. Tidak berwujud (Intangibility)

Hal ini menyebabkan konsumen tidak dapat melihat, mencium, meraba, mendengar, dan merasakan hasilnya sebelum mereka membelinya. Untuk mengurangi ketidakpastian, konsumen akan mencari informasi tentang jasa tersebut, seperti lokasi perusahaan, para penyedia dan penyalur jasa, peralatan dan alat komunikasi yang digunakan serta harga produk jasa tersebut.

2. Tidak terpisahkan (Inseperability)

Berbeda dengan barang yang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Keduanya mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa tersebut.

3. Bervariasi (Variability)

Jasa bersifat sangat beragam karena merupakan nonstandardized output, artinya banyak variasi bentuk, mutu, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Jasa yang diberikan sering kali berubah-ubah tergantung siapa yang menyajikannya, kapan, dan dimana penyajian jasa tersebut dilakukan. Ini mengakibatkan sulitnya menjaga kualitas jasa berdasarkan suatu standar.

4. Mudah musnah (Perishability)

Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Keadaan mudah musnah ini bukanlah suatu masalah jika permintaannya stabil, karena mudah untuk melakukan persiapan pelayanan sebelumnya. Jika permintaan fluktuatif, maka perusahaan akan menghadapi permasalahan yang sulit dalam melakukan persiapan pelayananannya. Untuk itu perlu dilakukan perencanaan produk, penetapan harga, serta

(3)

program promosi yang tepat untuk mengantisipasi ketidaksesuaian antara permintaan dan penawaran jasa.

2.2.2. Kualitas Jasa

Kualitas yang dihasilkan oleh barang atau jasa sangat erat kaitannya dengan kepuasan konsumen. Kualitas dapat memberikan dorongan kepada konsumen untuk menjalin hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang hubungan yang terjalin dapat memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan konsumen serta kebutuhan mereka.

Perusahaan dapat meningkatkan kepuasan konsumen dengan cara memaksimumkan pelayanannya. Sebab harus disadari bahwa kualitas serta harga yang murah sekalipun jika tidak diikuti dengan pelayanan yang baik, akan menyebabkan konsumen berpaling pada produk atau jasa yang sejenis yang kira-kira dapat memberikan kepuasan sama yang ditawarkan oleh pesaing.

Kualitas jasa menurut Tjiptono (2008) adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas adalah keseluruhan ciri dari atribut produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat (Kotler, 2001).

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perusahaan tidak dapat mengklaim telah memberikan kualitas terbaik lewat produk atau jasa kepada konsumen, sebab yang dapat mengambil kesimpulan baik dan tidaknya kinerja sebuah produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan hanyalah konsumen. Tidak berlebihan jika sering dikatakan bahwa konsumen adalah raja. Selain itu kesimpulan yang juga dapat diambil, bahwa perusahaan harus dapat mengendalikan kinerja pelayanannya agar sesuai dengan ekspektasi konsumen. Apabila jasa yang diterima atau yang dirasakan sesuai dengan yang diharapkan maka dapat dipastikan cenderung untuk mendekati kepuasan yang diharapkan oleh konsumen. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih

(4)

rendah dari yang diharapkan, maka secara otomatis telah memberikan nilai yang buruk dalam persepsi konsumen. Baik dan tidaknya kualitas jasa atau produk yang ditawarkan tergantung pada kemampuan pihak penyedia dalam memenuhi harapan konsumen.

2.2.3. Faktor-Faktor yang Menentukan Kualitas Jasa

Sebuah perusahaan jasa sebisa mungkin dapat memberikan jasa yang berkualitas tinggi secara konsisten dan kontinyu dibandingkan dengan pesaing dalam rangka memenuhi harapan dan kepuasan konsumen. Usaha jasa terbilang cukup rumit dan sangat kompleks dari pada produk yang mempunyai wujud konkrit, sehingga menyulitkan seseorang untuk mengidentifikasinya dalam waktu yang singkat.

Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Bery dalam Tjiptono (2008), bahwa untuk dapat menentukan standar kualitas jasa dapat dilihat dari dimensi atau kriteria berikut :

1. Tangibles (berwujud): yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan media komunikasi.

2. Reliability (keandalan): yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya sejak awal.

3. Responsiveness (kesigapan): yaitu kemampuan untuk membantu dan melayani pelanggan dalam memberikan jasa dengan cepat dan tanggap. 4. Assurance (keyakinan atau jaminan): yaitu pengetahuan dan kesopanan

karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.

5. Emphaty (empati): yaitu sikap peduli dan memberikan perhatian pribadi kepada konsumen.

2.3. Perilaku Konsumen

Ada beberapa konsep pemasaran yang dapat dianut oleh perusahaan dalam melakukan pengembangan strategi untuk mencapai tujuan pemasaran. Salah satu konsepnya yang paling kontemporer adalah konsep yang berorientasi konsumen.

(5)

Perusahaan yang menganut konsep ini berusaha menghasilkan apa yang diinginkan oleh konsumennya. Tugas utamanya adalah:

1. Menentukan keinginan, kebutuhan, dan harapan konsumen yang menjadi

target marketnya.

2. Menentukan bentuk perusahaan sehingga barang dan jasa dapat tersalurkan hingga ke tangan konsumen dengan lebih efektif dan lebih efesien dibanding dengan perusahaan pesaing.

Pemahaman tentang perilaku konsumen dalam pemasaran merupakan suatu hal yang penting. Menurut Mowen (1995), manfaat yang bisa diperoleh dalam memahami perilaku konsumen sebagai berikut:

1. Membantu para manajer dalam mengambil keputusannya.

2. Memberikan pengetahuan kepada peneliti pemasaran dengan dasar

pengetahuan analisis konsumen.

3. Membantu legislator dan regulator dalam menciptakan hukum dan peraturan yang berkaitan dengan pembelian dan penjualan barang dan jasa.

4. Membantu konsumen dalam pembuatan keputusan pembelian yang lebih baik.

2.3.1 Pengertian Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen menyangkut masalah keputusan yang diambil seseorang untuk mendapatkan dan mempergunakan barang dan jasa. Kebanyakan perusahaan meneliti keputusan pembelian konsumen secara rinci untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang dibeli konsumen, dimana mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa mereka membeli. Akan tetapi mempelajari mengenai alasan tingkah laku konsumen bukanlah hal yang mudah, karena jawabannya seringkali tersembunyi jauh didalam benak konsumen.

Perilaku konsumen menurut Mowen (1995) adalah Studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman serta ide-ide. Swastha dan Handoko (2000) mengatakan bahwa Perilaku konsumen (consumer behavior) dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara

(6)

langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan menentukan kegiatan-kegiatan tertentu.

Dari pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan dan hubungan sosial yang dilakukan oleh konsumen perorangan, kelompok, maupun organisasi untuk menilai, memperoleh, dan menggunakan barang dan jasa melalui proses pertukaran atau pembelian yang diawali dengan proses pengambilan keputusan yang menentukan tindakan-tindakan tersebut.

2.3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Proses keputusan pembelian konsumen pasti dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Kotler dan Amstrong (2001), perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan faktor psikologis seperti terlihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, menurut Kotler dan Amstrong (2001), yaitu :

Budaya  Budaya  Sub-budaya  Kelas sosial Pembelian Psikologi Motivasi Persepsi Pembelajaran  Kepercayaan dan Sikap Pribadi  Siklus Hidup  Pekerjaan  Situasi Ekonomi  Gaya Hidup  Kepribadian dan Konsep diri Sosial  Kelompok Acuan  Keluarga  Peran dan Status

(7)

1. Faktor Budaya

Setiap kelompok masyarakat pasti memiliki budaya, dimana budaya tersebut bisa digunakan sebagai aturan, kebiasaan dan ciri khas dari suatu kelompok masyarakat. Faktor dari budaya terdiri dari :

a. Budaya

Budaya adalah susunan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari dari anggota suatu masyarakat, keluarga dan institusi lainnya.. Setiap kebudayaan secara berangsur-angsur menghasilkan acuan-acuan perilaku sosial yang unik. Kebudayaan sangat kompleks, mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan mencakup semua yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan merupakan faktor penentu yang sangat dasar dari perilaku konsumen.

b. Sub-budaya

Sub-budaya adalah setiap kebudayaan yang mengandung sub-kebudayaan yang lebih kecil atau sekelompok orang-orang yang mempunyai sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang sama. Sub-budaya meliputi kewarganegaraan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Sub-budaya dapat diartikan sebagai sistem nilai yang fungsinya mendorong dan membimbing masyarakatnya menjawab tantangan yang mereka hadapi sepanjang masa. Sistem nilai tersebut merupakan ciri identitas sebuah kelompok masyarakat budaya.

c. Kelas sosial

Kelas sosial adalah bagian-bagian masyarakat yang relatif permanen dan tersusun rapi yang anggotanya memiliki nilai, kepentingan, dan perilaku yang serupa. Ukuran atau kriteria biasanya dipakai untuk

(8)

menggolongkan anggota masyarakat ke dalam kelas-kelas tertentu seperti berdasarkan kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan ilmu pengetahuan. Menurut Mangkunegara (2002) kelas sosial dapat dikategorikan sebagai berikut:

1) Kelas sosial golongan atas yang memiliki kecenderungan

membeli barang-barang mahal, membeli pada toko yang berkualitas dan lengkap, konservatif dalam membeli, dan barang-barang yang dibeli cenderung untuk dapat dijadikan warisan bagi keluarganya.

2) Kelas sosial golongan menengah yang cenderung membeli

barang untuk menampakkan kekayaannya, membeli barang dengan jumlah yang banyak dengan kualitas cukup memadai, dan cenderung membeli barang yang mahal dengan sistem kredit.

3) Kelas sosial golongan rendah yang cenderung membeli barang dengan mementingkan kuantitas daripada kualitas. Pada umumnya membeli barang untuk kebutuhan sehari-hari, memanfaatkan penjualan barang-barang yang diobral atau penjualan dengan harga promosi.

2. Faktor Sosial

Perilaku konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor sosial antara lain :

a. Kelompok Acuan

Perilaku seorang konsumen umumnya di pengaruhi oleh individu yang lain, individu yang mempengaruhi tersebut dapat dimasukan sebagai kelompok primer yang terdiri atas kelompok terdekat dari individu tersebut seperti keluarga, teman, dan tetangga. Sedangkan kelompok kedua adalah kelompok sekunder yang mempunyai interaksi yang lebih formal dan memiliki sedikit interaksi. Kelompok sekunder meliputi kelompok keagamaan, serikat buruh, dan asosiasi profesional. Kelompok acuan berfungsi sebagai titik banding atau referensi

(9)

langsung maupun tidak langsung yang membentuk sikap maupun perilaku seseorang. Kelompok acuan mempengaruhi seseorang dalam tiga hal, yaitu pada perilaku dan gaya hidup baru, perilaku dan konsep pribadi seseorang, dan menciptakan tekanan untuk mematuhi apa yang mungkin mempengaruhi pilihan produk dan merek aktual seseorang.

b. Keluarga

Menurut Mangkunegara (2002), keluarga dapat didefinisikan sebagai suatu unit masyarakat terkecil yang perilakunya sangat mempengaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan pembelian. Anggota keluarga sangat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan pembelian terhadap individu. Peranan setiap anggota keluarga dalam membeli suatu barang berbeda-beda menurut jenis barang yang dibelinya karena setiap anggota keluarga memiliki selera dan keinginan yang berbeda. Keluarga akan membentuk sebuah referensi yang sangat berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Peran suami dan istri dalam penelitian sangat bervariasi sesuai kategori produk atau jasa yang dibeli. Dalam mengalisis perilaku konsumen, faktor keluarga dapat berperan sebagai berikut :

1) Pengambil inisiatif, yaitu siapa yang mempunyai inisiatif membeli, tetapi tidak melakukan proses pembelian.

2) Pemberi pengaruh, yaitu siapa yang mempengaruhi keputusan membeli.

3) Pengambil keputusan, yaitu siapa yang menentukan keputusan barang apa yang dibeli, bagaimana cara membelinya, kapan dan dimana tempat membeli.

4) Pelaku pembelian, yaitu siapa di antara keluarga yang akan melakukan proses pembelian.

5) Pemakai, yaitu siapa yang akan menggunakan produk yang dibeli.

(10)

c. Peran dan Status

Dalam kehidupan bermasyarakat, peran dan status selalu melekat pada setiap individu. Peran dan status seorang individu dalam kelompok tertentu sangat mempengaruhi individu tersebut dalam perilaku pembelian. Peran dan status, ini akan menentukan posisi seseorang dalam suatu kelompok. Setiap peranan membawa status yang mencerminkan harga diri menurut masyarakat sekitarnya. Disamping itu orang cenderung memilih produk yang mengkomunikasikan peran dalam masyarakat.

3. Faktor Pribadi

Dalam perilaku konsumen, faktor karakteristik pribadi juga

mempengaruhi seorang individu dalam melakukan pembelian.

Karakteristik tersebut terdiri dari :

a. Usia dan Tahap Siklus Hidup

Dalam kehidupan, bertambahnya usia tidak dapat dihindarkan. Dengan bertambahnya usia maka akan terjadi perubahan pola konsumsi. Usia dan tahapan dalam siklus hidup ini juga akan menentukan selera seseorang terhadap produk dan jasa.

b. Pekerjaan

Pekerjaan dapat mempengaruhi seorang individu dalam perilaku konsumsinya, misalnya seorang pekerja kasar maka cenderung akan membeli pakaian untuk pekerjaan kasar, sedangkan pekerja kantoran akan cenderung untuk membeli setelan kemeja atau jas.

c. Situasi Ekonomi

Perilaku pembelian sedikit banyak juga dipengaruhi oleh situasi ekonomi, dengan berubahnya situasi ekonomi, maka akan merubah perilaku konsumen dalam melakukan pembelian. Keadaan ekonomi terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkatnya, stabilitasnya, dan polanya), tabungan, harta, dan kemampuan untuk meminjam.

(11)

d. Gaya Hidup

Individu dengan latar belakang gaya hidup yang berbeda, memiliki kecenderungan yang berbeda pula dalam perilaku pembeliannya. Gaya hidup dapat dipengaruhi oleh keluarga, situasi, pekerjaan, hobi, dan masih banyak lagi lainnya. Gaya hidup adalah pola kehidupan seseorang seperti yang diperlihatkannya dalam kegiatan, minat, dan pendapatnya. Gaya hidup menggambarkan seseorang secara keseluruhan yang berinteraksi dengan lingkungan, disamping itu juga dapat mencerminkan sesuatu dibalik kelas sosial seseorang. Riset gaya hidup mengukur perbuatan orang dalam hubungannya dengan kegiatan, minat, pendapat mereka, dan ciri demografis dasar tertentu.

e. Kepribadian dan Konsep Diri

Kepribadian juga dapat mempengaruhi perilaku pembelian.

Kepribadiaan adalah karateristik psikologis unik seseorang yang menghasilkan tanggapan-tanggapan yang relatif konsisten dan menetap terhadap lingkungannya. Kepribadian biasanya dijelaskan dengan menggunakan ciri-ciri seperti kepercayaan diri, dominasi, ketaatan, kemampuan bersosialisasi, daya tahan, dan kemampuan beradaptasi.

4. Faktor Psikologis

Pilihan-pilihan seseorang dalam melakukan pembelian dipengaruhi juga oleh faktor psikologis yang terdiri dari :

a. Motivasi

Motivasi adalah suatu kebutuhan yang secara cukup dirangsang untuk

membuat seseorang mencari keputusan dan tindakan atas

kebutuhannya. Motivasi merupakan faktor yang penting dalam memulai dan mengatur kegiatan individu. Seorang individu dalam kehidupan bermasyarakat memerlukan motivasi untuk menjalani hidupnya, motivasi juga dapat mempengaruhi seorang individu dalam

(12)

melakukan pembelian karena motivasi dapat membangun seseorang untuk melakukan perilaku pembelian.

Gambar 3. Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow (Kotler, 2001) b. Persepsi

Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterprestasikan informasi untuk membentuk suatu gambaran yang berarti mengenai dunia. Orang yang sudah mempunyai motivasi untuk bertindak akan dipengaruhi persepsinya pada situasi dan kondisi yang sedang dihadapi.

c. Pembelajaran

Pembelajaran adalah perubahan pada perilaku individu yang muncul dari pengalaman. Perubahan perilaku individu dalam pembelian juga dipengaruhi oleh pengalaman dan pembelajaran dari pembelian sebelumnya. Pembelajaran adalah proses penciptaan perubahan perilaku melalui pengalaman dan latihan.

d. Keyakinan dan Sikap

Kepercayaan atau keyakinan akan membentuk citra produk dan merek, serta orang akan bertindak berdasarkan citra tersebut. Sedangkan sikap akan mengarahkan seseorang untuk berperilaku yang relatif konsisten terhadap objek yang sama. Keyakinan (belief) adalah pemikiran

Aktualisasi diri Status Kebutuhan sosial Kebutuhan akan rasa aman

(13)

deskriptif seseorang mengenai sesuatu. Sedangkan sikap (attitude) adalah evaluasi, perasaan, dan kecenderungan seseorang terhadap suatu obyek atau gagasan. Seorang pemasar biasanya memperhatikan keyakinan konsumen akan produknya, seringkali seorang pemasar harus merubah iklannya untuk membentuk keyakinan seorang individu dalam pemilihan suatu produk.

Dalam hubungannya dengan perilaku konsumen, keyakinan dan sikap sangat berpengaruh dalam menentukan suatu produk, merek, dan pelayanan. Keyakinan dan sikap konsumen terhadap suatu produk atau merek dapat diubah melalui komunikasi yang persuasif dan pemberian informasi yang efektif kepada konsumen. Dengan demikian konsumen dapat membeli produk atau merek baru, atau produk yang ada pada perusahaan tersebut.

2.4. Pengambilan Keputusan Konsumen

Terdapat beberapa tahapan sebelum konsumen melakukan tindakan pembelian. Menurut Kotler dan Keller (2007), tahap-tahap yang dilewati pembeli untuk mencapai keputusan membeli melewati lima tahap, seperti pada Gambar 5 :

Gambar 4. Proses Pengambilan Keputusan Konsumen

1. Pengenalan Kebutuhan

Proses membeli dimulai dengan pengenalan kebutuhan dimana pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan sebenarnya dan keadaan yang diinginkan.

2. Pencarian Informasi

Seorang konsumen akan mencari banyak informasi sebelum melakukan pembelian. Pencarian informasi adalah suatu kegiatan termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan konsumen dan pengumpulan informasi dari pasar. Bila dorongan konsumen kuat dan produk Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Perilaku Pasca Pembelian

(14)

yang dapat memuaskan ada dalam jangkauan, konsumen kemungkinan akan membelinya. Bila tidak, konsumen dapat menyimpan kebutuhan dalam ingatan atau melakukan pencarian informasi yang berhubungan dengan kebutuhan tersebut.

Pengaruh relatif dari sumber informasi ini bervariasi menurut produk dan pembeli. Pada umumnya, konsumen menerima sebagian besar informasi mengenai suatu produk dari sumber komersial yang dikendalikan oleh pemasar. Akan tetapi, sumber paling efektif cenderung sumber pribadi. Sumber komersial biasanya memberitahu pembeli, tetapi sumber pribadi membenarkan atau mengevaluasi produk bagi pembeli.

3. Evaluasi Alternatif

Tahap ketiga dari proses keputusan membeli adalah evaluasi alternatif yaitu ketika konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek alternatif dalam perangkat pilihan. Bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli tergantung pada masing-masing individu dan situasi membeli spesifik. Dalam beberapa keadaan, konsumen menggunakan perhitungan dengan cermat dan pemikiran logis. Pada waktu lain, konsumen yang sama hanya sedikit mengevaluasi atau tidak sama sekali, mereka membeli berdasarkan dorongan sesaat atau tergantung pada intuisi. Kadang-kadang konsumen mengambil keputusan membeli sendiri, kadang-kadang mereka bertanya pada teman, melihat petunjuk bagi konsumen, atau bertanya kepada wiraniaga untuk memberi saran pembelian.

4. Keputusan Pembelian

Jika konsumen telah memutuskan alternatif yang akan dipilih, maka ia akan melakukan pembelian. Pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana cara pembayarannya. Niat pembelian konsumen biasanya dapat digolongkan menjadi dua kategori, yang pertama produk maupun merek dan kedua adalah kelas produk. Niat pembelian kategori pertama umumnya disebut sebagai pembelian yang terencana penuh dimana pembelian yang terjadi merupakan

(15)

hasil dari keteribatan tinggi dan pemecahan masalah yang diperluas. Kategori kedua disebut juga sebagai pembelian yang terencana jika pilihan merek dibuat di tempat pembelian.

Selain niat pembelian, pengaruh lingkungan dan perbedaan individu juga mempengaruhi proses pembelian seseorang. Sumberdaya seperti waktu, uang, dan perhatian (penerimaan informasi dan kemampuan pengolahan) yang dimiliki konsumen juga berperan penting dalam keputusan pembelian.

5. Perilaku Pasca Pembelian

Tahap selanjutnya dari proses keputusan pembelian yaitu konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas atau tidak. Yang menentukan pembeli merasa puas atau tidak dengan suatu pembelian terletak pada hubungan antara harapan konsumen dengan prestasi yang diterima dari produk.

Konsumen mendasarkan harapan mereka pada informasi yang mereka terima dari penjual, teman dan sumber-sumber yang lain. Bila penjual melebih-lebihkan prestasi produknya, harapan konsumen tidak akan terpenuhi dan hasilnya adalah ketidakpuasan. Semakin besar antara kesenjangan antara harapan dan prestasi, maka semakin besar ketidakpuasan kosumen. Hal ini menunjukkan bahwa penjual harus membuat pernyataan yang jujur mengenai prestasi produknya sehingga pembeli akan puas.

2.5. Preferensi Konsumen

Sudibyo (2002), mengatakan bahwa preferensi konsumen merupakan nilai-nilai yang dianut konsumen dalam menghadapi berbagai bentuk konflik dalam lingkungannya. Konflik ini tidak harus konflik dalam bentuk fisik, namun pengertian konflik yang dimaksudkan meliputi konflik dalam arti perbedaan antara harapan dengan realisasi yang dirasakan dari permasalahan yang dihadapi.

Menurut Kotler (2001), preferensi konsumen merupakan pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap produk yang dikonsumsi. Nicholson (2001), juga mengatakan bahwa preferensi konsumen sangat dipengaruhi oleh tingkat kepuasan yang akan diterima karena keputusan yang mereka buat. Konsep

(16)

preferensi menyatakan bahwa jika seseorang mengatakan dia lebih menyukai A daripada B, ini berarti segala kondisi dibawah A tersebut disukai daripada kondisi dibawah pilihan B. Hubungan preferensi konsumen biasanya diasumsikan memiliki tiga sifat dasar (properti), yaitu:

1. Kelengkapan (Completeness)

Jika A dan B merupakan dua kondisi, maka tiap orang harus selalu harus bisa menspesifikan apakah:

a. A lebih disukai daripada B b. B lebih disukai daripada A

c. A dan B sama-sama disukai

2. Transitivitas (Transitivity)

Jika seseorang mengatakan ia lebih menyukai A daripada B, dan B lebih disukai daripada C, maka ia harus lebih menyukai A daripada C. Dengan demikian seseorang tidak bisa mengartikulasikan preferensinya yang saling bertentangan. Properti diatas mengasumsikan bahwa konsumen selalu dapat membuat peringkat atas semua situasi dan kondisi mulai dari hal yang paling disukai hingga hal yang paling tidak disukai.

3. Kesinambungan (Continuity)

Jika seseorang menyukai A, maka akan terus menyukai A.

Preferensi konsumen juga dipengaruhi oleh karakteristik konsumen. Karakteristik konsumen adalah sifat-sifat yang membedakan konsumen yang satu dengan konsumen yang lainnya. Menurut Irawan dan Wijaya dalam Rahayu (2006), perbedaan tersebut meliputi:

1. Object (Apa yang Dibeli)

Berdasarkan Produk atau barang apa yang dibeli dapat digabungkan ke dalam barang konsumsi dan barang industri.

2. Objective (Mengapa Membeli)

Tujuan Konsumen membeli produk dipengaruhi oleh faktor-faktor diantaranya faktor sosial, ekonomi, dan psikologis.

(17)

3. Occupant (Siapa Konsumen)

Konsumen dapat dibedakan berdasarkan umur, pendapatan, tingkat pendidikan, mobilitas, selera, dan sebagainya. Perbedaan masing-masing konsumen perlu dipelajari guna mengembangkan produk agar sesuai dengan kebutuhan konsumen.

4. Occasion (Kapan Membeli)

Strategi pemasaran harus menyesuaikan dengan perbedaan tingkat pemakaian meliputi pemakaian sering, ringan, atau jarang. Tingkat pemakaian akan berbeda pada masing-masing konsumen.

5. Operation (Bagaimana Membeli)

Pembelian bukan hanya satu tindakan saja bagi konsumen, melainkan terdiri dari beberapa tindakan yang meliputi keputusan tentang jenis produk, merek, jumlah penjual, waktu, dan cara pembayaran. Hal ini banyak dipengaruhi oleh kebiasaan konsumen.

6. Organization (Siapa yang Terlibat Dalam Pembelian)

Pemasar perlu mengetahui berbagai peran yang dimainkan orang dalam keputusan pembelian, yang mencakup pengambil inisiatif (inisiator), pemberi nasehat (influencer), pengambil keputusan pembelian (decider), pelaku pembelian (buyer), dan pengguna produk (user).

Menurut Brunelle (2009) saluran preferensi konsumen dijelaskan oleh karakteristik berikut, yaitu kepercayaan diri konsumen, risiko yang dirasakan, sikap konsumen, pengalaman konsumen, motif konsumen, kompleksitas produk yang dirasakan, produk intangible yang dirasakan, dan keterlibatan konsumen terhadap produk.

2.6. Restoran

Restoran merupakan salah satu jenis industri jasa boga yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan permanen yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, dan penjualan makanan dan minuman bagi umum ditempat usahanya (Depkes, 2003). Menurut Soekresno (2001), restoran adalah suatu usaha komersil yang menyediakan jasa pelayanan

(18)

makanan dan minuman bagi masyarakat umum dan dikelola secara professional. Berdasarkan dari pengelolaan dan system penyajian, restoran diklasifikasikan menjadi tiga yaitu (Soekresno,2006) :

a. Formal Restaurant (Restoran Formal)

Restoran formal adalah industri jasa pelayanan makanan dan minuman yang dikelola secara komersial dan profesional dengan pelayanan yang eksklusif. Contoh: Members Restaurant, Gourmet, Main Dining Room, Grilled Restaurant, dan Executive Restaurant.

b. Informal Restaurant (Restoran Informal)

Restoran Informal adalah industri jasa pelayanan makanan dan minuman yang dikelola secara komersil dan profesional dengan lebih mengutamakan kecepatan pelayanan, kepraktisan, dan harga yang ditawarkan lebih murah. Contoh: Cafetaria, Fast Food Restaurant, dan Family Restaurant.

c. Specialties Restaurant (Restoran spesial)

Restoran spesial adalah industri jasa pelayanan makanan dan minuman yang dikelola secara komersil dan profesional dengan menyediakan makanan khas dan diikuti dengan sistem penyajian yang khas dari suatu negara tertentu. Contoh: Indonesian Food Restaurant, Japanese Food Restaurant, Korean Food Restaurant, dan Thai Food Restaurant.

2.7. Analisis Faktor

Analisis faktor merupakan suatu alat uji banyak variabel untuk mengamati dan menganalisis suatu fenomena yang dapat dibuat suatu pola. Variabel-variabel yang banyak dan tidak terobservasi disebut sebagai faktor. Pada dasarnya model faktor ini adalah pendorong bagi pembentukan suatu argumentasi. Variabel-variabel yang terdapat dalam model itu akan di kelompokkan berdasarkan hubungan antar variabel tersebut.

Analisis faktor merupakan salah satu teknik interdependen metrik dalam analisis multivariat. Teknik yang mencoba untuk membagi suatu variabel menjadi beberapa kelompok atau untuk memberi arti pada kelompok variabel. Analisis

(19)

multivariat didefinisikan sebagai metode aplikasi yang berhubungan dengan sejumlah besar hasil pengukuran atas sebuah objek dalam satu atau lebih sampel yang simultan (Wibisono, 2000). Analisis faktor pada prinsipnya digunakan untuk mereduksi data, yaitu proses untuk meringkas sejumlah variabel menjadi lebih sedikit dan menamakannya sebagai faktor (Santoso dan Tjiptono 2004).

Menurut Wibisono (2000), analisis faktor menganalisis sejumlah variabel dari suatu pengukuran atau pengamatan yang dititikberatkan pada teori dan kenyataan yang sebenarnya dan menganalisis interkolasi (hubungan) antar variabel tersebut untuk menetapkan apakah variasi-variasi yang tampak dalam variabel tersebut berasal atau berdasarkan sejumlah faktor dasar yang jumlahnya lebih sedikit dari jumlah variasi yang ada pada variabel. Analisis faktor juga dapat menyederhanakan hubungan yang beragam dan kompleks pada set data atau variabel amatan dengan menyatukan faktor atau dimensi yang saling berhubungan atau mempunyai korelasi pada suatu struktur data yang baru yang mempunyai set faktor yang lebih kecil.

Menurut Maholtra dalam Afiana (2006), kegunaan analisis faktor adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi dimensi-dimensi atau faktor-faktor yang mendasari yang menerangkan korelasi diantara satu set variabel.

2. Mengidentifikasi suatu variabel atau faktor baru yang lebih kecil, menetapkan variabel-variabel yang semula berkorelasi dengan Analisis Multivarian atau Analisis Regresi atau Diskriminan.

3. Mengidentifikasi tidak tepat kecil variabel penting dari tidak tepat besar variabel untuk digunakan dalam Analisis Multivarian selanjutnya.

2.8. Penelitian Terdahulu

Rahayu (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Proses Pengambilan Keputusan dan Preferensi Konsumen Terhadap Wana Wisata Curug Nangka (WWCN), KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Tujuan dari penelitian tersebut adalah 1) Mengetahui karaktersitik konsumen yang mengunjungi WWCN, 2) Menganalisis proses pengambilan keputusan pembelian

(20)

terhadap jasa wisata WWCN, 3) Menganalisis preferensi konsumen terhadap atribut WWCN dan merumuskan upaya-upaya apa saja yang sebaiknya dilakukan oleh pengelola WWCN dalam meningkatkan pelayanan dan pengembangan objek wisata yang dimilikinya. Alat analisis yang digunakan adalah Analisis Deskriptif, Analisis Faktor, dan Regresi Logistik Ordinal. Hasil dari Analisis Faktor terbentuk lima faktor preferensi konsumen terhadap WWCN, yaitu 1) Faktor fasilitas alam, 2) Faktor pengelolaan dan pelayanan, 3) Faktor aksessabilitas, 4) Faktor motivasi wisata, 5) Faktor daya tarik wisata. Untuk variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen dengan model Regresi Logistik Ordinal terdiri dari faktor aksessabilitas, faktor motivasi wisata, dan asal kedatangan.

Brunelle (2009) dalam penelitiannya yang berjudul The Moderating Role of Cognitive Fit In Consumer Channel Preference. Hipotesis dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa saluran preferensi konsumen dijelaskan oleh karakteristik berikut, yaitu kepercayaan diri konsumen, risiko yang dirasakan, sikap konsumen, pengalaman konsumen, motif konsumen, kompleksitas produk yang dirasakan, produk intangible yang dirasakan, dan keterlibatan konsumen terhadap produk. Studi tersebut menyajikan hasil dari eksperimen yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan tentang saluran preferensi konsumen dengan menguji kecocokan teori kognitif dalam konteks komersial. Data dari dua sampel yang berbeda (749 siswa mengenai proses pembelian komputer dari pengecer barang elektronik yang terkenal dan 290 anggota serikat yang membeli tiket pesawat dari agen perjalanan terkenal). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat kognitif cocok dan sesuai antara bagaimana informasi yang disajikan kepada konsumen dan sifat masalah yang akan dipecahkan, kemudian menunjukkan adanya hubungan moderat antara karakteristik individu dan karakteristik produk yang diidentifikasi dalam studi masa lalu dan saluran preferensi konsumen. Temuan penelitian tersebut mendukung kecocokan teori kognitif dalam konteks komersial dan membuka cara baru untuk menjelaskan saluran preferensi konsumen.

(21)

Fitriyana (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Proses Pengambilan Keputusan dan Preferensi Konsumen Terhadap Objek Wisata Pemancingan Fishing valley Bogor. Tujuan dari penelitian tersebut adalah 1) Mengetahui karakteristik konsumen yang mengunjungi objek wisata pemancingan Fishing Valley. 2) Menganalisis proses pengambilan keputusan konsumen yang berkunjung ke objek wisata pemancingan Fishing Valley. 3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen untuk berkunjung ke objek wisata pemancingan Fishing Valley. Alat analisis yang digunakan adalah Analisis Deskriptif dan Analisis Faktor. Dari hasil analisis faktor terhadap kelima dimensi jasa wisata Fishing Valley diperoleh faktor yang paling dipentingkan adalah faktor berwujud (tangible) sebesar (0,655), kesigapan (responsiveness) sebesar (0,649), keandalan (reliability) sebesar (0,514), keyakinan atau jaminan (assurance) sebesar (0,414), dan perhatian (empathy) sebesar (0,125). Sedangkan berdasarkan identifikasi terhadap maasing-masing faktor diperoleh faktor yang paling dipentingkan pada faktor keandalan (reliability) adalah konsep wisata yang sesuai dengan visi dan misi (0,727). Faktor kesigapan (responsiveness) adalah kecepatan karyawan melayani konsumen dan kemampuan karyawan dalam mengatasi keluhan atau permasalahan yang dialami konsumen memiliki nilai kepentingan yang sama (0,738). Faktor keyakinan atau jaminan (assurance) adalah keramahan dan kesopanan karyawan dalam melayani konsumen (0,734). Faktor berwujud (tangible) adalah kebersihan dan kerapihan lingkungan (0,660) dan faktor perhatian (empathy) adalah keberadaan dan manfaat kotak saran (0,771).

Referensi

Dokumen terkait

Dalam realisasinya terlebih dahulu dibentuk model LP yang terdiri dari fungsi tujuan yang diperoleh dari hasil perhitungan perkembanngan keuntungan penjulan susu pasteurisasi

Dimana apabila menunjukan status tersedia dari sebuah sarana pada suatu tanggal tertentu itu artinya sarana tersebut masih bisa untuk dilakukan pemesanan karena

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui jenis dan komposisi substrat di ekosistem mangrove kampung nipah, rata-rata persentase jenis

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Ayu Sari dan Rina Harimurti dengan judul Sistem Pakar untuk Menganalisis Tingkat Stres Belajar pada Siswa

Merujuk pada studi Elmeskov, InterCAFE (International Center for Applied Finance and Economics) tahun 2008 melakukan studi tentang persistensi pengangguran yang terjadi di

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis akan meneliti pengaruh dari penerapan PSAK 24 khususnya mengenai imbalan pascakerja terhadap risiko perusahaan dan

Upacara Uleak dalam bahasa Suku Bangsa Rejang disebut juga dengan alek atau umbung (yang berarti pekerjaan atau kegiatan yang diaturr selama pesta

Namun pada neonatus dengan gejala klinis TB dan didukung oleh satu atau lebih pemeriksaan penunjang (foto toraks, patologi anatomi plasenta dan mikrobiologis darah v.umbilikalis)