JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
48
ANALISIS PRODUKSI INDUSTRI KAYU
DI KECAMATAN SIAK HULU KABUPATEN KAMPAR Toti Indrawati
Jurusan Ilmu Ekonomi Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Riau
Kampus Bina Widya Km12,5 Simpang Baru - Pekanbaru ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Siak Hulu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui skala hasil produksi (Return to Scale) serta efisiensi penggunaan modal dan tenaga kerja. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh industri kayu di Kecamatan Siak Hulu yang berjumlah 34 unit usaha,. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah metode sensus, yaitu teknik penentuan sampel bila semua populasi dijadikan sampel. Sehingga yang menjadi sampel adalah semua pengusaha industri kayu yang ada di Kecamatan Siak Hulu sebanyak 34 unit usaha.
Hasil dari penelitian ini skala hasil produksi industri kayu menunjukkan decreasing return to scale karena b1 + b2 < 1. Apabila terjadi penambahan faktor produksi sebesar 1 persen, maka produksi akan bertambah sebesar 0,058yang lebih kecil dari penambahan input.disebabkan oleh teknologi yang digunakan para pengusaha belum maksimal, alat-alat yang digunakan masih sederhana. Nilai efisiensi harga dari input modal sebesar 2,685lebih dari 1 yang artinya penggunaan input produksi tidak efisien dan perlu menambahkan kuantitas penggunaan modal untuk mencapai tingkat efisiensi. Nilai efisiensi harga dari input tenaga kerja 0,658atau kurang dari 1 yang artinya penggunaan tenaga kerja belum efisien sehingga untuk mencapai tingkat efisien maka kuantitas tenaga kerja yang digunakan perlu ditingkatkan.
Kata Kunci : Produksi, Modal, Tenaga Kerja PENDAHULUAN
Pembangunan industri di negara berkembang merupakan unsur penting dalam mencapai sasaran pembangunan dan juga dalam rangka menciptakan struktur perekonomian yang seimbang. Seperti halnya di Indonesia, pembangunan industri juga sangat penting artinya dalam menopang peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diarahkan untuk tercapainya landasan yang kuat untuk tumbuh dan berkembang atas kemampuan sendiri, karena tujuan ekonomi akan mengarah pada industrialisasi.
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
49
Industri merupakan kumpulan dari perusahaan yang memproduksi barang serupa atau memakai proses produksi yang sama atau memakai bahan mentah yang sama, yang akan diolah untuk menghasilkan berbagai jenis barang. (Sadli, 2000 : 39). Keunggulan-keunggulan sektor Industri diantaranya memberikan kontribusi bagi penyerapan tenaga kerja dan mampu menciptakan nilai tambah (value added) yang lebih tinggi pada berbagai komoditas yang dihasilkan. (Sukirno, 2002:56). Industri kayu merupakan industri yang terbesar memberikan kontribusi pada usaha, tenaga kerja, dan investasi Kabupaten Kampar tahun 2012 yaitu unit usaha sebanyak 310, tenaga kerja sebanyak 14.125 orang dan investasi sebesar Rp.6.379.260.000 dibandingkan dengan kelompok Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan (IHPK) lainnya. (BPS Kabupaten Kampar 2013)
Tabel 1 : Jumlah Industri Kayu dan Tenaga Kerja MenurutKecamatan di Kabupaten Kampar Tahun 2012
Sumber : BPS Kabupaten Kampar Tahun 2013
Dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Kampar terdapat 1 kecamatan yang memiliki industri kayu terbanyak dari kecamatan lain yaitu Kecamatan Siak Hulu sebanyak 34 unit usaha dan tenaga kerja sebesar 2.574 orang.
No Kecamatan Industri Kayu Tenaga Kerja
1 Kampar Kiri 20 1.396
2 Kampar Kiri Hulu 26 1.460
3 Kampar Kiri Hilir 8 338
4 Kampar Kiri Tengah 11 465
5 Gunung Sahilan 9 282
6 XIII Koto Kampar 13 297
7 Koto Kampar Hulu 6 90
8 Kuok 9 150 9 Salo 18 365 10 Tapung 25 975 11 Tapung Hulu 14 140 12 Tapung Hilir 16 864 13 Bangkinang 31 2.465 14 Bangkinang Seberang 17 630 15 Kampar 9 354 16 Kampar Timur 7 310 17 Rumbio Jaya 7 260 18 Kampar Utara 8 139 19 Tambang 17 535 20 Siak Hulu 34 2.574 21 Perhentian Raja 5 36 Jumlah 310 14.125
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
50
Produksi merupakan kegiatan mengolah input menjadi output. (Sugiarto et all, 2005 : 202). Dalam usaha industri kayu terdapat beberapa faktor input yang mempengaruhi produksi (output) yaitu bahan baku, modal, dan tenaga kerja. Sedangkan output yang dihasilkan antara lain kusen, pintu, dan jendela. Untuk melihat hubungan antara faktor produksi dengan jumlah produksi yang dihasilkan atau sejauh mana output berubah akibat perubahan tertentu dalam kualitas semua input yang dipakai dalam produksi maka bisa dilihat dari tingkat skala hasil produksinya (return to scale). (Joerson, 2002 : 105). Optimalisasi penggunaan faktor produksi pada prinsipnya adalah bagaimana faktor produksi tersebut digunakan seefisien mungkin. Setiap usaha pasti menginginkan kondisi efisien dimana penggunaan faktor produksi yang sedikit namun bisa menghasilkan produksi yang maksimal. (Soekartawi, 2001:49-51). Dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan, yaitu bagaimana kondisi skala produksi (return to scale) dan bagaimana tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi (input) pada industri kayu di Kecamatan Siak Hulu ?
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat mengetahui bagaimana kondisi skala produksi (return to scale) dan mengetahui tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi (input) pada industri kayu di Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Siak Hulu, karena Kecamatan Siak Hulu memiliki industri kayu terbanyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya yakni sebanyak 34 unit usaha. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh industri kayu di Kecamatan Siak Hulu yang berjumlah 34 unit usaha. Penelitian dilakukan dengan cara sensus, yaitu teknik penentuan sampel bila semua populasi dijadikan sampel. (Sugiyono,2009:122). Sehingga semua industri kayu yang ada di Kecamatan Siak Hulu sebanyak 34 unit usaha diteliti.
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pengusaha industri kayu dengan menggunakan daftar pertanyaan tentang tingkat pendidikan, status kepemilikan usaha, bentuk badan usah, jumlah tenaga kerja, jenis produk, modal usaha, cara memperoleh bahan baku, pendapatan rata-rata, dan cara memasarkan produksi. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari lembaga/instansi terkait, antara lain BPS Kabupaten Kampar yaitu data PDRB Kabupaten Kampar tahun 2013, investasi,jumlah perusahaan industri menurut subsektor industri tahun 2013, jumlah kelompok Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan (IHPK) tahun 2013, jumlah tenaga kerja, danjumlah industri kayu per kecamatan tahun 2013
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
51 Analisis Data
Dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif.
1. Untuk mengetahui bagaimana kondisi skala hasil produksi (return to scale) industri kayu di Kecamatan Siak Hulu digunakan fungsi produksi Cobb-Douglas (Soekartawi, 2006 : 94)
Q = A Kα Lβ
Ln Q = Ln A + α Ln K + β Ln L + e
Y = aX1b1X2b2
Log Y = log a + b1log X1 + b2logX2 + e
Jika (b1+b2)<1, maka Decreasing return to scale
Jika (b1+b2) =1, maka Constant return to scale
Jika b1+b2) >1, maka Increasing return to scale.
2. Untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi industri kayu di Kecamatan Siak Hulu digunakan kriteria : (Soekartawi, 2001 : 51)
b1 Y PY> 1 ; artinya bahwa penggunaan faktor produksi X tidak efisien.
X1Px1
b1 Y PY=1 ; artinya bahwa penggunaan faktor produksi X mencapai tingkat
efisien. X1Px1
b1 Y PY< 1; artinya bahwa penggunaan faktor produksi X belum efisien
X1Px1
Keterangan : b1 = elastisitas faktor produksi X1
X1 = faktor produksi (input) X1yang digunakan
Y = output (hasil produksi) PY = harga output
PX1 = harga faktor produksi X1
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Responden dan Usaha Responden Identitas Pengusaha Kayu
Struktur Umur
Untuk mengetahui struktur umur pengusaha industri kayu di Kecamatan Siak Hulu dapat dilihat di bawah ini :
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
52
Tabel 2 : Tingkat Umur Pengusaha Industri Kayu di Kecamatan Siak Hulu Tahun 2014
Sumber : Data Olahan Tahun 2014
Pada umur 28 – 31 tahun terdapat 3 orang pengusaha dengan persentase sebesar 8,82%. Kemudian pada umur 32 – 35 tahun terdapat 2 orang pengusaha dengan persentase sebesar 5,88%. Pada umur 36 – 39 terdapat 11 orang pengusaha dengan persentase sebesar 32,36%. Umur 40 – 43 sebanyak 6 orang pengusaha dengan persentase sebesar 17,65%. Umur 44 – 47 sebanyak 10 orang pengusaha atau sebesar 29,41%. Umur 48 – 51 terdapat 2 orang pengusaha dengan persentase sebanyak 5,88%. Ini artinya bahwa seluruh pengusaha industri kayu di Kecamatan Siak Hulu masih berada pada usia produktif.
Tingkat Pendidikan
Ukuran pendidikan yang akan dipakai dalam identitas responden ini adalah pendidikan formal. Pengusaha yang menempuh tingkat pendidikan sekolah dasar (SD)/sederajat sebanyak 8 orang dengan persentase sebesar 23,53%. Pengusaha yang menempuh pendidikan sekolah menengah pertama (SMP)/sederajat sebanyak 16 orang dengan persentase sebesar 47,06%. Pengusaha yang menempuh tingkat pendidikan sekolah menengah keatas (SMA) sebanyak 1 orang pengusaha atau sekitar 2,94%. Bahkan ada yang telah menempuh pendidikan perguruan tinggi sebanyak 9 orang pengusaha dengan persentase sebesar 26,47%.
Jenis Produk
Industri kayu di Kecamatan Siak Hulu menghasilkan berbagai jenis produk kayu yang digunakan oleh masyarakat. Sebanyak 4 orang pengusaha atau sekitar 11,76% yang hanya memproduksi kusen. Kemudian terdapat 6 orang pengusaha atau sekitar 17,65% yang memproduksi kusen dan pintu. Sebanyak 3 orang pengusaha atau sekitar 8,82% memproduksi kusen dan jendela. Sebanyak 21 orang pengusaha atau sekitar 61,77% memproduksi kusen, pintu, dan jendela. Ini artinya bahwa sebagian besar sebanyak 21 orang pengusaha industri kayu di Kecamatan Siak Hulu atau sekitar 61,77% memproduksi kusen, pintu, dan jendela.
No Tingkat Umur (Tahun) Jumlah Pengusaha
(Orang) Persentase (%) 1 28 – 31 3 8,82 2 32 – 35 2 5,88 3 36 – 39 11 32,36 4 40 – 43 6 17,65 5 44 – 47 10 29,41 6 48 – 51 2 5,88 Jumlah 34 100,00
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
53 Status Kepemilikan
Sebanyak 24 orang pengusaha atau sekitar 70,59% status kepemilikan usahanya adalah milik sendiri. Kemudian sebanyak 8 orang pengusaha atau sekitar 23,53% status kepemilikan usahanya adalah milik keluarga. Sedangkan 2 orang pengusaha atau sekitar 5,88% status kepemilikan usahanya adalah milik bersama denganorang lain. Ini artinya bahwa mayoritas pengusaha industri kayu di Kecamatan Siak Hulu status kepemilikan usahanya adalah milik sendiri.
Lama Berdirinya Usaha
Untuk melihat berapa lama berdirinya industri kayu dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3 : Lama Berdirinya Usaha Industri Kayu di Kecamatan Siak Hulu Tahun 2014
Sumber : Data Olahan Tahun 2014
Lama berdirinya usaha industri kayu. Selama 1 – 4 tahun ada 7 usaha atau sekitar 20,59%, kemudian lama berusaha 5 – 8 dan 9 – 12 tahun masing-masing terdapat 8 orang pengusaha atau sekitar 23,53%. Pengalaman berusaha selama 13 – 16 tahun terdapat 6 orang pengusaha atau sebesar 17,65 %. Pengalaman berusaha selama 17 – 20 tahun sebanyak 4 orang pengusaha atau sebesar 11,77%.Sedangkan pengalaman berusaha 21 – 24 tahun hanya terdapat 1 orang pengusaha dengan persentase sebesar 2,94%.Ini artinya bahwa usaha industri kayu di Kecamatan Siak Hulu paling lama berdirinya yaitu selama 5 – 12 tahun.
Bentuk Usaha Industri Kayu
Sebanyak 31 orang pengusaha atau sekitar 91,18% usaha industri kayu berbentuk usaha perorangan. Sedangkan 3 orang pengusaha atau sekitar 8,82% berbentuk CV.
Faktor-Faktor Produksi
Proses produksi pada umumnya membutuhkan berbagai macam jenis faktor produksi. Faktor-faktor produksi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi faktor produksi tenaga kerja, modal, dan bahan mentah. Dalam setiap proses produksi ketiga faktor produksi tersebut dikombinasikan dalam jumlah dan kuantitas tertentu. (Sudarman, 2004 : 104). No Pengalaman Berusaha (Tahun) Jumlah Pengusaha (Orang) Persentase (%) 1 1 – 4 7 20,59 2 5 – 8 8 23,53 3 9 – 12 8 23,53 4 13 – 16 6 17,65 5 17 – 20 4 11,77 6 21 – 24 1 2,94 Jumlah 34 100,00
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
54 Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah orang yang melaksanakan dan menggerakkan segala kegiatan, menggunakan peralatan dengan teknologi dalam menghasilkan barang dan jasa yang bernilai ekonomi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja yang dibutuhkan. Biasanya perusahaan kecil akan membutuhkan jumlah tenaga kerja yang sedikit, dan sebaliknya perusahaan besar lebih banyak membutuhkan tenaga kerja. (Suparmoko, 2001:53).
Gambaran penggunaan tenaga kerja oleh pengusaha industri kayu dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4 : Jumlah Tenaga Kerja yang Digunakan Industri Kayu di Kecamatan Siak Hulu Tahun 2014
Sumber : Data Olahan Tahun 2014
Sebanyak 13 unit usaha atau sebesar 38,24% merupakan industri kerajinan dengan jumlah tenaga kerja 1 – 4 orang. Kemudian sebanyak 20 unit usaha atau sebesar 58,82% merupakan industri kecil dengan jumlah tenaga kerja 5 – 19 orang. Sedangkan 1 unit usaha atau sebesar 2,94% merupakan industri sedang dengan jumlah tenaga kerja 20 – 99 orang. Ini artinya sebanyak 20 industri kayu atau sebesar 58,82% industri kayu di Kecamatan Siak Hulu merupakan industri kecil dengan tenaga kerja 5 – 19 orang.
Bahan Baku
Secara umum bahan baku merupakan bahan mentah yang menjadi dasar pembuatan suatu produk yang diolah melalui proses tertentu untuk dijadikan produk tertentu agar memiliki nilai tambah yang lebih tinggi. (Prawirosentono, 2000:61). Bahan baku yang dipergunakan dalam industri ini adalah kayu hasil hutan seperti kayu kulim, kayu rengas, kayu mahoni,kayu meranti, kayu jati, kayu kuras, dan jenis kayu lainnya yang merupakan faktor utama dalam melakukan proses produksi karena tanpa adanya kayu maka proses produksi tidak dapat dilanjutkan. Ada 2 hal yang harus diketahui terkait dengan bahan baku ini yaitu : Cara Memperoleh Bahan Baku
Pengusaha industri kayu lebih banyak melakukan pembelian bahan baku secara tidak langsung dalam hal ini yaitu melalui komunikasi via telepon dan transaksi terjadi jika kayu telah sampai ke lokasi usaha.
No Tenaga Kerja
(Orang) Unit Usaha
Persentase (%) 1 1 – 4 13 38,24 2 5 – 19 20 58,82 3 20 – 99 1 2,94 Jumlah 34 100,00
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
55
Hal ini terjadi karena kekhawatiran pengusaha terhadap razia illegal logging jika mereka membawa sendiri kayu yang telah dibelinya dari penjual. Sedangkan pembelian dengan cara membeli langsung ke tempat pengumpul hanya dilakukan oleh 11 pengusaha saja, hal ini terjadi karena pengusaha bisa memilih kayu mana yang akan dibeli dengan melihat langsung kondisi dan jenis kayu serta bisa melakukan tawar menawar harga dengan penjual. Berbeda jika pembelian melalui transaksi komunikasi via telepon pengusaha harus dikenakan biaya ongkos kirim kayu ke lokasi usaha.
Sumber Bahan Baku
Sebesar 61,77% pengusaha menjadikan Kabupaten Rokan Hulu sebagai tempat utama dalam pasokan bahan baku kayu. Ini karena Rokan Hulu merupakan kabupaten yang memiliki lahan hutan yang paling luas dari kabupaten lain di Provinsi Riau, sehingga pasokan kayu dengan berbagai jenis kayu ada di kabupaten ini. Kemudian sebanyak 11,76% dari pengusaha mendapatkan bahan baku yang berasal dari Kabupaten Kuantan Singingi dengan alasan lokasinya yang berbatasan dengan Kabupaten Kampar. Sedangkan 26,47% pengusaha yang bahan bakunya berasal dari dalam daerah.
Modal
Menurut Sukirno, investasi diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. (Sukirno, 2004 : 107). Modal merupakan faktor terpenting untuk memulai suatu usaha. Modal sebagai dana yang dibutuhkan dalam biaya produksi dan proses produksi. Dalam penelitian ini modal dilihat dari dua sisi, yaitu :
Jumlah Modal Awal
Untuk mengetahui besaran modal awal yang digunakan oleh pengusaha industri kayu dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5 : Penggunaan Modal Awal oleh Pengusaha Industri Kayu di Kecamatan Siak Hulu Tahun 2014
Sumber : Data Olahan Tahun 2014
No Modal Awal
(Juta Rupiah) Unit Usaha Persentase (%)
1 40 – 50 13 38,24
2 60 – 80 9 26,46
3 100 – 120 6 17,65
4 150 – 200 6 17,65
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
56
Penggunaan modal 40 – 50 juta rupiah terdapat 13 unit usaha atau sekitar 38,24%. Kemudian pada penggunaan modal sebesar 60 – 80 juta rupiah terdapat 9 unit usaha atau sekitar 26,46%. Penggunaan modal sebanyak 100 – 120 dan 150 – 200 juta rupiah masing-masing terdapat 6 unit usaha atau sekitar 17,65%.
Sumber Modal
Sumber modal para pengusaha industri kayu ini, di mana mayoritas pengusaha industri ini memiliki modal sendiri untuk mendirikan usahanya yaitu sebanyak 29 unit usaha dengan persentase sebesar 85,30%. Sedangkan yang mendapatkan bantuan dari pemerintah terdapat 5 unit usaha atau sekitar 14,70%.
Produksi
Produksi merupakan kegiatan mengolah input menjadi output. (Sugarto et all, 2005 : 202). Untuk melihat jumlah produksi yang dihasilkan per bulan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6 : Jumlah Produksi Industri Kayu di Kecamatan Siak Hulu Tahun 2014
Sumber : Data Olahan Tahun 2014
Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa produksi per m3 dari setiap pengusaha dalam pembuatan produk kayu. Produksi paling besar sebanyak 8 unit usaha 2 – 3 dan 6 – 7m3 atau sekitar 23,53%. Produksi berjumlah 4 – 5 m3terdapat 7 unit usaha atau sekitar 20,59%. Produksi berjumlah 10 – 11m3terdapat 5 unit usaha atau sekitar 14,71%. Produksi berjumlah 12 – 13 m3 terdapat 4 unit usaha atau sekitar 11,76%. Produksi 8 – 9 m3 terdapat 2 unit usaha atau sekitar 5,88%.
Pendapatan
Untuk melihat pendapatan rata-rata perbulan pengusaha industri kayu dapat dilihat sebagai berikut :
No Jumlah Produksi
(Per m3) Unit Usaha Persentase (%)
1 2 – 3 8 23,53 2 4 – 5 7 20,59 3 6 – 7 8 23,53 4 8 – 9 2 5,88 5 10 – 11 5 14,71 6 12 – 13 4 11,76 Jumlah 34 100,00
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
57
Tabel 7 : Jumlah Pendapatan Rata-Rata Perbulan Pengusaha Industri Kayu di Kecamatan Siak Tahun 2014
Sumber : Data Olahan Tahun 2014
Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat bahwa sebanyak 11 unit usaha atau sekitar 32,35% memperoleh pendapatan sebesar 15 – 25 juta rupiah perbulan. Kemudian 16 unit usaha atau sekitar 47,06% meperoleh pendapatan sebesar 35 – 45 juta rupiah. Sebanyak 3 unit usaha atau sekitar 8,82% memperoleh pendapatan sebesar 55 – 65 juta rupiah. Pada pendapatan 75 – 90 terdapat 4 unit usaha atau sekitar 11,77%. Sebanyak 11 unit usaha atau sekitar 32,35% memperoleh pendapatan sebesar 15 – 25 juta rupiah perbulan. Kemudian 16 unit usaha atau sekitar 47,06% meperoleh pendapatan sebesar 35 – 45 juta rupiah. Sebanyak 3 unit usaha atau sekitar 8,82% memperoleh pendapatan sebesar 55 – 65 juta rupiah. Pada pendapatan 75 – 90 terdapat 4 unit usaha atau sekitar 11,77%.
Pembeli (Konsumen)
Pembeli (costumer) yaitu pemakai manfaat dari produksi yang dihasilkan atau yang menjadi objek persaingan. Pembeli akan selalu berusaha mendapatkan produk dengan kualitas yang baik dan harga murah. (Leosukmawijaya, 2010:23) Sebanyak 19 unit usaha atau sekitar 55,88% pesanan datang dari dalam daerah. Kemudian 5 unit usaha atau sekitar 14,71% pesanan datang dari luar daerah. Sedangkan sebanyak 10 unit usaha atau sekitar 29,41% pesanan datang dari dalam dan luar daerah.
Penjualan/Pemasaran Hasil Produksi
Sebanyak 20 unit usaha atau sekitar 58,82% melakukan pemasaran secara langsung yaitu pembeli (konsumen) datang langsung ke lokasi usaha. Kemudian sebanyak 7 unit usaha atau sekitar 20,59% melakukan pemasaran secara tidak langsung atau melalui perantara/agen dan membeli secara langsung serta melalui agen.
No Jumlah Pendapatan
(Juta Rupiah) Unit Usaha Persentase (%)
1 15 – 25 11 32,35
2 35 – 45 16 47,06
3 55 – 65 3 8,82
4 75 – 90 4 11,77
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
58
Analisis Skala Hasil Produksi dan Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi pada Industri Kayu di Kecamatan Siak Hulu
A. Skala Hasil (Return to Scale)
Tabel 8 : Skala Hasil (Return to Scale) pada Industri Kayu di Kecamatan Siak Hulu Tahun 2014
Koefisien Elastisitas
Jumlah Skala Hasil
Modal (X1) Tenaga Kerja (X2)
0,048 0,010 0,058 Decreasing Return
to Scale Sumber : Data Olahan Tahun 2014
Dari hasil regresi maka diperoleh fungsi produksi industri kayu dalam bentuk logaritma natural sebagai berikut :
Ln Q = 8,290 + 0,048 Ln K + 0,010 Ln L + e
Apabila model persamaan linear berganda di atas dikembalikan kedalam bentuk fungsi Cobb-Douglas maka :
Y = 194984460K 0,048 L 0,010
Dari analisis fungsi Cobb Douglas di atas dapat menunjukkan tingkat besaran skala produksi, yang diketahui dari koefisien regresi.Jadi, dapat disimpulkan bahwa usaha industri kayu di Kecamatan Siak Hulu mengikuti kaidah decreasing return to scale karena b1 + b2 < 1. Artinya apabila terjadi penambahan faktor
produksi sebesar 1 persen, maka produksi akan bertambah sebesar 0,058 yang lebih kecil dari penambahan input.
B. Optimalisasi Penggunaan Faktor Produksi
Analisis efisiensi harga/pemanfaatan faktor produksi (input) dilakukan terhadap semua variabel bebas yaitu modal dan tenaga kerja. Sebelum membahas satu persatu pada tabel berikut akan disajikan data untuk perhitungan efisiensi yang dimaksud :
Berdasarkan landasan teori analisis efisiensi pemanfaatan faktor input menggunakan rumus :
b Q P Q untuk mencari efisiensi modal
K P K
b Q P Q untuk mencari efisiensi tenaga
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
59
Tabel 9 : Data untuk Perhitungan Efisiensi Harga Variabel Bebas
Sumber : Data Olahan Tahun 2014
1. Efisiensi Pemanfaatan Input Modal
Elastisitas modal terhadap produksi industri kayu sebesar 0,048, rata-rata modal yang digunakan sebagai faktor produksi oleh pengusaha selama 1x produksi 5,2212, rata-rata produksi industri kayu selama 1x produksi 8,1134, harga modal Rp200.000.000, nilai produksi/m3 Rp7.200.000.000. Dari data tersebut, maka efisiensi harga input modal adalah :
b Q P Q = 0,048 x 8,1134 x 7.200.000.000
K P K 5,2212 200.000.000
= 2,685
Nilai efisiensi harga dari input modal sebesar 2,685 lebih dari 1 yang artinya penggunaan input produksi tidak efisien. Tidak efisiennya input produksi ini disebabkan oleh teknologi yang digunakan para pengusaha belum maksimal, alat-alat yang digunakan masih sederhana, dan setting mesin yang tidak rapi sehingga pada saat penggunaan mesin sisa-sisa bahan baku berserakan.
2. Efisiensi Pemanfaatan Input Tenaga Kerja
Elastisitas tenaga kerja terhadap produksi industri kayu sebesar 0,010, rata-rata tenaga kerja yang digunakan sebagai faktor produksi oleh pengusaha selama 1x produksi 8,88 jam, rata-rata produksi industri kayu selama 1x produksi 8,1134, upah tenaga kerja Rp100.000, dan nilai produksi/m3 Rp7.200.000.000.
Dari data tersebut, maka efisiensi harga input tenaga kerja adalah : b Q P Q = 0,010 x 8,1134 x 7.200.000.000
Lw 8,88 100.000 = 0,658
Nilai efisiensi harga dari input tenaga kerja 0,658 atau kurang dari 1 yang artinya penggunaan tenaga kerja belum efisien sehingga untuk mencapai tingkat efisien maka kuantitas tenaga kerja yang digunakan perlu ditingkatkan. Belum efisiennya penggunaan tenaga kerja disebabkan oleh tenaga kerja yang digunakan sedikit, untuk lebih efisien sebaiknya menambah jumlah tenaga kerja agar meningkatkan jumlah produksi. Var. Bebas Koef. X Rata-Rata Input Hrg/m3 Input (Rp) Rata-Rata Produksi Nilai Produksi/m3 (Rp) Modal 0,048 5,2212 200.000.000 8,1134 7.200.000.000 Tenaga Kerja 0,010 8,88 100.000 8,1134 7.200.000.000
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
60
Tabel 10 : Efisiensi Modal dan TenagKerja pada Industri Kayu di Kecamatan Siak Hulu Tahun 2014
Sumber : Data Olahan Tahun 2014 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya dengan model analisis yang digunakan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Skala hasil produksi (Return to Scale) industri kayu menunjukkan Decreasing Return to Scale karena b1 + b2 < 1. Hal ini berarti bahwa proporsi penambahan
faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi dengan proporsi yang lebih kecil dari penambahan input. Apabila terjadi penambahan faktor produksi sebesar 1 persen, maka produksi akan bertambah sebesar 0,058yang lebih kecil dari penambahan input.
2. Optimalisasi Penggunaan Faktor Produksi
a. Nilai efisiensi harga dari input modal sebesar 2,685 lebih dari 1 yang artinya penggunaan input produksi tidak efisien. Tidak efisiennya input produksi ini disebabkan oleh teknologi yang digunakan para pengusaha belum maksimal, alat-alat yang digunakan masih sederhana, dan setting mesin yang tidak rapi sehingga pada saat penggunaan mesin sisa-sisa bahan baku berserakan.
b. Nilai efisiensi harga dari input tenaga kerja 0,658 atau kurang dari 1 yang artinya penggunaan tenaga kerja belum efisien sehingga untuk mencapai tingkat efisien maka kuantitas tenaga kerja yang digunakan perlu ditingkatkan. Belum efisiennya penggunaan tenaga kerja disebabkan oleh tenaga kerja yang digunakan sedikit, untuk lebih efisien sebaiknya menambah jumlah tenaga kerja agar meningkatkan jumlah produksi.
Saran
Dari kesimpulan di atas dapat diberikan saran agar pengelolaan usaha industri kayu lebih optimal, yaitu sebagai berikut :
1. Pengusaha agar mengupayakan produksi industri kayu yang lebih optimal dengan memperhatikan variabel yang paling berpengaruh terhadap perkembangan sektor industri.
Faktor Produksi Nilai Efisiensi Harga Efisiensi
Modal 2,685 Tidak Efisien
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
61
2. Penggunaan faktor-faktor produksi olehpengusaha industri kayu hendaknya memperhatikan efisiensi terhadapproduksi yang dihasilkan
.
.3. Bagi pemerintah daerah hendaknya lebih memperhatikan kegiatan produksi industri kayu baik dalam kebutuhan modal seperti kemudahan dalam pemberian kredit dan pinjaman, dan memberikan kemudahan dalam proses perijinan mendirikan usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2013. Kampar Dalam Angka. Pekanbaru : Badan Pusat Statistik.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Perusahaan Industri Menurut Subsektor Industri di Kabupaten Kampar 2013. Bangkinang.
Joerson, T.S. dan Fahroizi, 2002. Teori Ekonomi Mikro. Bandung : Salemba Empat.
Leosukmawijaya, 2010. Analisis Persaingan dengan Menggunakan Model Lima Kekuatan Persaingan dari M. Porter pada PT. Kimia Farma. Jurnal Ilmu Ekonomi. Vol. 14, No. 4.
Prawirosentono, Sujadi. 2000. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta : Rajawali Pres.
Sadli, M. 2000. Ekonomi Industri. Yogyakarta : BPFE.
Soekartawi, 2001. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta : PT. Raja Gravindo Persada.
…………., 2006. Teori Ekonomi Produksi. Jakarta : PT. Raja Gravindo Persada Sudarman, Ari. 2004. Teori Ekonomi Mikro. Yogyakrta : BPFE.
Sugiarto, Tedy Herlambang, Brastoro, Rahmat Sujana, Said Kelan. 2005. Ekonomi Mikro. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta : PT. Raja Gravindo Persada.
……….., 2004. Makro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta : PT. Raja Gravindo Persada.