• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KUALITAS HIDUP PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI BALAI KESEHATAN KERJA MASYARAKAT PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KUALITAS HIDUP PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI BALAI KESEHATAN KERJA MASYARAKAT PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

58

PARU DI BALAI KESEHATAN KERJA MASYARAKAT PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

Ina Dwi Hastuti, Ridwan Setiawan, Jahidul Fikri ABSTRAK

Dukungan sosial adalah adanya bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orang lain dalam k ehidupannya sehingga individu tersebut merasa bahwa orang lain memperhatikan, menghargai, dan mencintainya. Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai posisi individu dalam hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan perhatian seseorang.

Kualitas hidup pada penderita tuberkulosis paru sangat penting untuk diperhatikan karena penyakit infeksi ini bersifat kronis dan progresif sehingga berdampak luas pada segala aspek kehidupan baik fisik, p sikologis, sosial maupun spiritual. Masalah psikososial khususnya kurangnya dukungan terkadang lebih berat d ihadapi oleh penderita sehingga dapat menurunkan kualitas hidupnya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pada penderita tuberkulosis paru di Balai Kesehatan Kerja Masyarakat Provinsi Jawa Barat Tahun 2014.

Jenis penelitian menggunakan rancangan studi potong lintang dengan populasi 46 orang, sampel berjumlah 32 orang dengan teknik purposive sampling. Tehnik pengumpulan data dengan kuesioner. Analisa yang digunakan univariat dengan tabel distribusi frekuensi dan bivariat dengan uji Chi-Square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden atau 24 responden (75,0 %) mempunyai kualitas hidup rendah dan sebagian kecil responden atau 8 responden ( 25.0% ) mempunyai kualitas hidup tinggi. Dukungan sosial penderita tuberkulosis dilihat dari lima indikator yaitu emosional, penghargaan, fasilitas, informasi dan jaringan sosial. Pada analisis korelasi didapatkan adanya hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup (P-value = 0,000 dan α 0,05). Berdasarkan hasil penelitian perlu dilakukan intervensi untuk memberdayakan keluarga agar senantiasa memberikan dukungan pada penderita tuberkulosis paru agar dapat memperbaiki kualitas hidupnya.

(2)

PENDAHULUAN

Penyakit tuberkulosis paru merupakan p enyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dan salah satu penyebab kematian sehingga perlu dilaksanakan program penanggulangan TB secara berkesinambungan (Depkes RI, 2009). Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan global dan merupakan penyebab kematian kedua setelah HIV. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2011 ada 8,7 juta kasus baru tuberkulosis (13% merupakan koinfeksi dengan HIV) dan 1,4 juta orang meninggal karena tuberkulosis (WHO, 2012).

Di Indonesia setiap tahunnya kasus t uberkulosis paru bertambah seperempat juta kasus baru dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya. Indonesia termasuk 10 negara tertinggi penderita kasus tuberkulosis paru di dunia. Menurut WHO (2012) dalam laporan Global Report 2011 bahwa prevalensi tuberkulosis diperkirakan sebesar 289 kasus per 100.000 penduduk, insidensi tuberkulosis sebesar 189 kasus per 100.000 penduduk, dan angka kematian sebesar 27 kasus per 100.000 penduduk.

Penderita tuberkulosis paru yang tertinggi berada pada kelompok usia produktif (15-50 tahun) yaitu berkisar 75%. Seorang penderita tuberkul osis dewasa diperkirakan akan kehilangan rata-rata w aktu kerjanya 3-4 bulan sehingga berakibat pada kehilangan pendapatan rumah tangganya yaitu sekitar 20-30%. Jika seseorang meninggal akibat tuberkulosis, maka dia akan kehilangan pendapa-tannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, tuberkulosis juga memberikan dampak buruk lainnya, yaitu dikucilkan oleh masyarakat (stigma) (WHO, 2012).

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Kebutuhan fisik (sandang, pangan, papan), kebutuhan s osial ( pergaulan, pengakuan dan kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan r eligiusitas), tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika orang t ersebut sedang m enghadapi masalah baik ringan maupun berat. Pada saat itu seseorang akan mencari dukungan

sosial dari orang-orang sekitarnya, sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai (Jurnal Tuberkulosis Indonesia Vol.8, 2012).

Demikian halnya dengan penderita penyakit kronis seperti TB paru perlu mendapat d ukungan sosial lebih, karena dengan dukungan dari orang-orang tersebut secara tidak langsung dapat menurunkan beban psikologis sehubungan dengan penyakit yang dideritanya yang pada akhirnya meningkatkan ketahanan tubuh sehingga kondisi fisik tidak akan semakin menurun. Dukungan sosial penting untuk penderita penyakit kronik sebab dukungan sosial dapat mempengaruhi tingkah laku individu, seperti penurunan rasa cemas, tidak berdaya dan putus asa, yang pada akhirnya dapat meningkatkan status kesehatan. Meningkatnya status kesehatan berarti akan meningkatkan kualitas hidup penderita (Koentjoro W, 2002).

Kualitas hidup merupakan salah satu kriteria utama untuk mengetahui intervensi pelayanan k esehatan seperti morbiditas, mortalitas, f ertilitas, dan kecacatan. Di negara berkembang pada beberapa dekade terakhir ini insidensi penyakit kronis mulai menggantikan dominasi penyakit infeksi di masyarakat. Sejumlah orang dapat hidup l ebih lama, namun dengan membawa beban penyakit menahun atau kecacatan, sehingga k ualitas hidup menjadi perhatian pelayanan kesehatan. Fenomena di masyarakat sekarang ini adalah masih ada anggota keluarga yang takut apalagi berdekatan dengan seseorang yang disangka menderita TB paru, sehingga muncul sikap berhati-hati secara b erlebihan, m isalnya m engasingkan penderita, enggan mengajak berbicara, kalau dekat dengan penderita akan segera menutup hidung dan sebagainya. Hal tersebut akan sangat m enyinggung perasaan penderita. Penderita akan tertekan dan merasa dikucilkan, sehingga dapat berdampak pada kondisi psikologisnya dan akhirnya akan m empengaruhi keberhasilan pengobatan. Hal ini berarti dukungan sosial yang sangat dibutuhkan tidak didapatkannya secara optimal.

Dalam hasil sebuah penelitian yang dilakukan oleh Nita Yunianti Ratnasari di BP4 Yogyakarta

(3)

Unit Minggiran menyatakan bahwa 68% penderita TB mempunyai kualitas hidup baik, 30% p enderita mempunyai kualitas hidup sedang dan 2% penderita TB mempunyai kualitas hidup jelek ( Jurnal Tuberkulosis Indonesia Vol.8 , 2012). P enelitian sebelumnya tentang dukungan sosial 84% total skor penderita TB paru mendapat dukungan sedang. Selain itu 51% berdasarkan subjek yang memberikan dukungan soial yang sedang didapat pada p enderita TB paru diperoleh dari keluarga, medis, dan teman (Herry E, 2011).

Berdasarkan kondisi diatas peneliti merasa t ertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan dukungan sosial dan kualitas hidup pada penderita TB Paru di Balai Kesehatan Kerja Masyarakat Provinsi Jawa Barat Tahun 2014.

METODE

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi menggunakan pendekatan cross sectional

Populasi yang dimaksud berjumlah 46 orang sedangkan besar sampel dalam penelitian 32 orang.

Pengumpulan data melalui data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari penderita TB Paru tentang dukungan sosial dan kualitas hidup diperoleh dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Data sekunder diperoleh dari jumlah penderita TB Paru di Balai Kesehatan Kerja Masyarakat Provinsi Jawa Barat dan gambaran umum Balai Kesehatan Kerja Masyarakat

Uji validitas dilakukan pada 20 orang pasien tuberkulosis di Puskesmas Bojongsoang. Hasil dari uji validitas dari 18 pertanyaan tentang dukungan sosial mempunyai nilai rata-rata 0,51 yang lebih dari 0,3. Uji reliabilitas dilakukan pada 20 pasien TB di Puskesmas Bojongsoang dengan hasil 0.8629 yang lebih dari 0,7.

HASIL PENELITIAN Tabel 1

Distribusi Dukungan Sosial Penderita Tuberkulosis Paru di Balai Kesehatan Kerja Masyarakat Provinsi Jawa Barat

Tahun 2014

Dukungan Sosial Distribusi Frekuensi

F %

Non-Supportif 22 68.8

Supportif 10 31.2

Jumlah 32 100

Tabel 2

Distribusi Kualitas Hidup Penderita Tuberkulosis Paru di Balai Kesehatan Kerja Masyarakat Provinsi Jawa

Barat Tahun 2014

Kualitas Hidup Frekuensi Prosentase

Rendah 24 75

Tinggi 8 25

Jumlah 32 100

Tabel 3

Hubungan Dukungan Sosial Dengan Tingkat Kualitas Hidup Pada Penderita Tuberkulosis Paru yang berobat di

Balai Kesehatan Kerja Masyarakat Provinsi Jawa Barat Tahun 2014 Dukun-gan so-sial Kualitas Hidup Total p-va lue a CC Rendah Ting-gi F % F % F % N o n S u p -portif 22 100 0 0 22 100 0 0.05 0.65 S u p -portif 2 20 8 80 10 100 Total 24 75 8 25 32 100 PEMBAHASAN

1. Dukungan sosial pada penderita

Hal ini menunjukkan penderita Tuberkulosis Paru di Balai Kesehatan Kerja Masyarakat Provinsi Jawa Barat masih banyak yang kurang mendapatkan dukungan dari keluarga. Hal ini disebabkan oleh tinggi stigma yang terkait dengan penyakit Tuberkulosis Paru sehingga anggota keluarga yang menderita penyakit ini seringkali dianggap sebagai penyakit kutukan sehingga seringkali dikucilkan atau ditelantarkan bahkan di isolasi dari lingkungan sosial (Sarafino EP, 2004).

(4)

Secara konsep, keluarga merupakan unit sosial terkecil yang berhubungan paling dekat dengan penderita. Keluarga menjadi unsur penting dalam kehidupan seseorang karena keluarga merupakan sistem yang didalamnya terdapat angota- anggota keluarga yang saling berhubungan dan saling ketergantungan dalam memberikan dukungan, kasih sayang, rasa aman, dan perhatian yang secara harmonis menjalankan perannya masing-masing untuk mencapai tujuan bersama (Friedman MM, Bowden O, & Jones M, 2003). Oleh karena itu, dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh penderita Tuberkulosis Paru sebagai support system atau sistem pendukung utama sehingga ia bisa mengembangkan respon atau koping yang efektif untuk beradaptasi dengan baik dalam menangani stressor yang ia hadapi terkait penyakitnya baik fisik, psikologis, maupun sosial (Wangmuba, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian di BKKM Provinsi Jawa Barat dukungan sosial yang paling supportif yaitu terdapat pada indikator informasi dan jaringan sosial yaitu sebanyak 20 responden atau 62.5 % penderita dan penderita yang non- supportif paling banyak terdapat pada indikator penghargaan yaitu sebanyak 18 responden atau 56.3%. Pada indikator dukungan informasi meliputi dukungan berupa saran, nasehat dan pemberian informasi penting yang dibutuhkan pasien dalam upaya meningkatkan status kesehatannya (Putra B.S., 2011). S edangkan pada indikator dukungan jaringan sosial merupakan bentuk fungsi sosialisasi dalam keluarga yang bertujuan untuk mengembangkan dan tempat melatih anggota keluarga untuk berkehidupan sosial ( Friedman, Bowden, & Jones, 2003).

Sebaliknya, indikator dukungan sosial yang paling n on- s upportif yaitu terdapat pada indikator penghagaan. Dukungan ini dapat berupa umpan balik dan peghargaan kepada anggota keluarga dengan mennjukkan respon positif, yaitu dorongan t erhadap gagasan atau perasaan. Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan, penghargaan atau penilaian yang positif untuk individu, dorongan maju dan semangat, dan perbandingan positif atas individu dan penerimaan individu apa adanya.

Bentuk dukungan ini membentuk perasaan dalam diri individu bahwa ia berharga, mampu, dan berarti (Putra, B.S, 2011).

Dengan dukungan yang supportif dari keluarga terhadap penderita Tuberculosis Paru yang berobat di Balai Kesehatan Kerja Masyarakat Provinsi Jawa Barat, akan membantu terhadap proses penyembuhan pasien sehingga dengan demikian angka kejadian atau angka kesakita tuberculososis paru akan semakin berkurang.

2. Kualitas hidup penderita

Rendahnya kualitas hidup pada responden dikarenakan karena adanya gangguan kesehatan fisik yang menyebabkan terganggunya aspek- aspek kehidupan yang lainnya. Dengan terganggunya kesehatan fisik dan pengobatan yang cukup lama pada penderita Tuberkulosis Paru sangat mempengaruhi pada kesehatan psikologis, keleluasaan aktivitas (pekerjaan), hubungan sosial dan lingkungan.

Menurut WHOQOL (2004), kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai posisi individu dalam hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu hidup dan h ubungannya dengan tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan perhatian seseorang. Dalam definisi ini, WHO juga mempertimbangkan adanya konteks sosial dan konteks lingkungan dalam mengukur kualitas hidup.

Secara umum terdapat 6 domain yang dipakai untuk mengukur kualitas hidup berdasarkan kuesioner yang dikembangkan oleh WHO (World Health Organization), bidang tersebut adalah kesehatan fisik, kesehatan psikologik, keleluasaan aktivitas, hubungan sosial dan lingkungan, sedangkan secara rinci domain-domain yang termasuk kualitas hidup adalah : Kesehatan fisik (physical health): Kesehatan umum, nyeri, energi dan vitalitas, aktivitas seksual, tidur dan i stirahat; Kesehatan psikologis (psychological health): Cara berpikir, belajar, memori dan konsentrasi; Tingkat aktivitas (level of independence): mobilitas, aktivitas sehari-hari, komunikasi, k emampuan kerja; Hubungan sosial (social relationship): hubungan sosial, dukungan sosial; Lingkungan ( environment):

(5)

keamanan,lingkungan rumah, kepuasan kerja; Kepercayaan rohani atau religius (spirituality/ r eligion beliefs).

3. Hubungan dukungan sosial dengan tingkat kual-itas hidup

Peneliti berpendapat bila dukungan sosialnya positif/supportif, maka responden akan memiliki kualitas hidup yang tinggi/baik pula. Hal ini disebabkan karena adanya dukungan dari keluarga berupa dukungan emosional, dukungan p enghargaan, dukungan informasi, dukungan i nstrumental, dan dukungan jaringan sosial bagi penderita Tuberkulosis Paru selama menjalani pengobatan. Begitupun sebaliknya, bila dukungan sosialnya negatif/non-supportif maka responden akan memiliki kualitas hidup yang rendah sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Balai Kesehatan Kerja Masyarakat Provinsi Jawa Barat.

Dukungan sosial adalah adanya bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orang lain dalam kehidupannya sehingga individu tersebut merasa bahwa orang lain memperhatikan, menghargai, dan mencintainya. Bentuk dukungan sosial menurut House (2000, dalam Smet, 2004) ada lima jenis dukungan dalam keluarga yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dukungan instrumental, dan dukungan jaringan sosial.

Menurut WHOQOL, 2004), kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai posisi individu dalam hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan perhatian seseorang. Dalam definisi ini, WHO juga mempertimbangkan adanya konteks sosial dan konteks lingkungan dalam mengukur kualitas hidup.

Dalam hasil sebuah penelitian yang dilakukan oleh Nita Ratnasari di BP4 Yogyakarta Unit Minggiran menyatakan bahwa 68% penderita TB Paru mem-puyai kualitas hidup baik, 30% penderita mempun-yai kualitas hidup sedang dan 2% penderita TB mem-punyai kualitas hidup jelek. (J urnal Tuberkulosis Indonesia, 2012). Penelitian sebelumnya tentang

dukungan sosial 84% total skor penderita TB Paru mendapat dukungan sosial sedang. Selain itu, 51% berdasarkan subjek yang memberikan dukungan sosial yang sedang didapat pada penderita TB paru diperoleh dari keluarga,

SIMPULAN

Terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan sosial dengan tingkat kualitas hidup pada penderita Tuberkulosis Paru.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi V. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Crofton, John dan David Simpson. (2002). Tembakau Ancaman Global. Jakarta:: PT. Elex Media Komputindo.

Depkes RI. (2002). Pedoman Program Penanggulangan Tuberculosis. Jakarta:, Depkes RI.

Depkes RI. (2008). Pedoman Program Penanggulangan Tuberculosis. Edisi 2, Cetakan kedua. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI. (2009). Pedoman Nasional P enanggulangan Tuberkulosis 2009. . hppt:// www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN 2007.pdf 2009.

Hastono, S.P. (2007). Analisis Data Kesehatan: Basic Data Analysis For Health Research Training. FKM UI.

Herry, E. (2011). Tingkat Kecemasan, Dukungan Sosial, Dan Mekanisme Koping Terhadap Kelentingan Keluarga Pada Keluarga Dengan TB Paru Di Kecamatan Ciomas Bogor.Skripsi, Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Friedman, M. M., Bowden, O., & Jones, M. (2003).

Family Nursing: Theory and Practice. Ed. 3rd. Philadelphia: Appleton & Lange.

Hidayat, A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika.

Jurnal Tuberkulosis Indonesia.Vol 8. (2012). http://

(6)

ppti.info/ArsipPPTI/PPTI-Jurnal-Ma-ret-2012.pdf, diakses tanggal 12 Oktober 2013 Koentjoro, W. (2002). Pendekatan Dukungan Sosial

Keluarga. Diakses pada tanggal 24 September 2013 dari www.e-psikologi.com.

Lahey, B.B (2007). Psychology : An.Introduction, Ninth Edition. New York : The McGraw-Hill Companies.

Nita, Y.R (2003). Hubungan Dukungan Sosial Dengan Kualitas Hidup Pada Penderita Tuberkulosis Paru (TB Paru) Di Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4) Yogyakarta Unit Minggiran.

Notoatmadjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman S kripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Perry & Potter . (2005). Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC

Putra, B.S (2011). Hubungan Antara Dukungan S osial Dengan Motivasi Untuk Sembuh pada Pengguna Napza di Rehabilitasi Madani Mental Health Care. Tesis, Program Pasca Sarjana UIN Jakarta.

Sarafino, E. P. (2004). Health Psychology: B iopsychosocial Interaction. (2nd Ed). New York: John Willey & Sons Inc.

Smet, K. G. (2004). Social Support Survey. Journal of Social Science & Medicine: 32 (705-706). STIKes Bhakti Kencana Bandung. (2013). Buku

Panduan Penulisan dan Penyusunan dan Penulisan Skripsi.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: : Alfabeta. Wangmuba. (2009). Sumber Dukungan Sosial, http :

//wangmuba.com, diperoleh tanggal 13 Okto-ber 2013.

WHO. (2012). ‘’Tuberculosis Control’.New Delhi, WHO Regional For South East Asia.

World Health Organization Quality Of Life-BREFF. (2004). http://www.who.int/substance_abuse/ research_tools/en/indonesian_whoqol.pdf di-akses pada 24 September 2013

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “ Penerapan Model Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, mempunyai atau

Dapat menambah dan memperluas wawasan, khususnya bagi peneliti, serta dapat mengetahui gambaran yang jelas mengenai keterampilan menulis dan jenis kesalahan hasil

Keaksaraan ( Literacy) secara sederhana diartikan, menulis, dan berhitung. Program pendidikan keaksaraan merupakan bentuk layanan Pendidikan Non Formal untuk

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur dengan tujuan memperoleh data tentang sejauh mana kinerja Komite Sekolah dalam

Apabila dilihat dari jumlah PTS di wilayah Jawa Barat yang termasuk dalam daftar pelaksana SPMI-PT yang baik menurut Dirjen Dikti Depdiknas RI di atas, dapat

Dengan ini kami mengundang perusahaan saudara untuk megikuti Klarifikasi Penawaran Paket Pekerjaan. Penataan Pasar Selasa Oluhuta yang Insya Allah akan diadakan

Tahapan penelitian pada Gambar 2, dapat dijelaskan sebagai berikut, Tahap Identifikasi Masalah : Pada tahapan ini dilakukan analisis terhadap permasalahan yang ada,