• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek dan daya analgesik jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7%:9,3% pada mencit betina - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efek dan daya analgesik jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7%:9,3% pada mencit betina - USD Repository"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

ii   

PADA MENCIT BETINA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Esti Nugraheni

NIM : 068114124

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

v   

Kekhawatiran menghimpit ku...

Pencobaan menghadang langkahku...

Tetapi Tuhan Yesus berkata kepadaku:

” Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah

bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan

akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan

kanan-Ku yang membawa kemenangan.”

Yesaya 41:10

”Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi

nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa

dan permohonan dengan ucapan syukur”

Filipi 4:6

Kupersembahkan karya ini untuk :

Yesus Kristus, seorang Bapa dan sahabatku bagiku,

Bapak dan ibu tercinta,

Adikku Hery dan Toni tersayang,

Sahabat dan almamaterku yang kubanggakan

(5)

vi 

(6)

vii   

setiaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi

ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di

Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta; sekaligus sebagai

upaya untuk memperdalam wawasan berpikir serta menambah wacana di dunia

farmasi pada umumnya.

Pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai

pihak, untuk itu pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih

kepada :

1. Ibu Rita Suhadi, M. Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Bapak Ipang Djunarko, S. Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing atas

bimbingan, pengarahan, dan dukungan selama penelitian sampai

penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M. Si., selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Mulyono, Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan

saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu yang tercinta atas seluruh kasih sayang, dukungan, nasihat,

(7)

viii   

bantuannya selama ini.

8. Keluarga besarku : Mbah Kakung, Mbah Putri, Pakdhe dan Budhe Yanto

serta anggota keluarga yang lain, terimakasih atas kasih sayang dan

dukungannya selama ini.

9. Teman-teman seperjuangan Helen Tanujaya dan Fidela Antonisca Nitasari

atas dukungan, keceriaan dan kerjasama yang telah kita jalani bersama.

10. Teman-teman FKK B 2006 : Dewi, Tanti, Anna, Oline, Ricky dan Yustin,

untuk semangat dan bantuannya selama ini. Senang bekerjasama dengan

kalian selama ini, banyak moment yang dikenang bersama kalian.

11. Teman-teman kos : Mba Aster, mba Putri, Ana, Aga, Jeanet, Titik, Lulu,

Novi, Tere untuk semangat, dukungan, keceriaan dan penghiburannya

selama ini. Senang bersama kalian. Keceriaan kalian membuatku

semangat.

12. Teman-teman KOMPA GKJ Cawas: Mba Wuri, Siwi, Naomi, mba Mita,

Ratih, Apri, Nanang, Pras dan David atas doa dan dukungannya selama

ini.

13. Mas Lilik atas bantuan dan dukungannya dalam mengerjakan skripsi ini.

14. Pak Heru, Mas Parjiman, Mas Wagiran, Mas Sigit dan Mas Yuwono yang

(8)

ix   

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

jauh dari sempurna, oleh karena itu, penulis menharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat

bagi pembaca dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Januari 2010

(9)
(10)

xi   

peringkat dosis memiliki persen penghambatan di bawah 50%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% memiliki efek dan daya analgesik serta mengetahui berapa efek dan dayanya.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Pengujian daya analgesik menggunakan metode rangsang kimia. Hewan uji dibagi menjadi lima kelompok. Kelompok I (aquadest sebagai kontrol negatif), kelompok II (asetosal sebagai kontrol positif), kelompok III-V yaitu perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar dosis 1.365; 2.730; 5.460 mg/kg BB. Asam asetat (25 mg/kg BB) diinjeksikan secara intraperitoneal setelah 30 menit pemberian senyawa uji. Respon geliat diamati tiap 5 menit selama 60 menit. Jumlah kumulatif geliat diubah ke dalam bentuk % penghambatan terhadap geliat dengan persamaan Handersot dan Forsaith.

Data yang diperoleh dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov dilanjutkan dengan ANOVA satu arah dan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamu ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% memiliki efek analgesik yaitu pada dosis 5460 mg/Kg BB sebesar 59,78% (Anonim, 1991) dan memiliki daya analgesik pada ketiga peringkat dosis masing-masing sebesar 40,58%; 47,46% dan 59,78%.

(11)

xii   

composition 20,7% : 9,3% have the analgesic effect and analgesic capacity and also to find out how much their analgesic effect and analgesic capacity.

This is a pure experimental research with one-way pattern, random, complete research design. The method used for the test of analgesic capacity is chemistry stimulant method. The experimented animals are divided into five groups. Group I (aqueduct as negative control), group II ( asetosal as positive control), groups III-V are the conduction of fresh blend sour turmeric tonic at the dosages of 1.365; 2.730; 5.460 mg/Kg BB. Acetate acid (25 g/kg BB) was injected interperitonially after the test material was given 30 minutes earlier. The behavior responses of the experimented animals were being observed in every five minutes for 60 minutes. The total of behavior cumulative then was changed into the form of barrier percentage toward the behavior with the equation of Handersot and Forsaith.

Then, the data obtained was analyzed with Kolmogorov-Smirnov and continued with one-way ANOVA and Scheffe test which might be trusted up to 95%.

The research result reveals that the fresh blend sour turmeric tonic composition 20,7% : 9,3% has the analgesic effect 59,78% at the dosage of 5460 mg/Kg BB (Anonim, 1991) and has the analgesic capacity each 40,58%; 47,46% and 59,78% at the three dose-levels.

     

Key words: sour turmeric, fresh, chemistry stimulant method, analgesic effect, analgesic capacity

(12)

xiii   

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... ix

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... ... x

INTISARI... ... xi

ABSTRACT... ... xii

DAFTAR ISI... ... xiii

DAFTAR TABEL... ... xvii

DAFTAR GAMBAR... ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN... ... xx

BAB I. PENGANTAR... ... 1

A.Latar Belakang... ... 1

1. Permasalahan ... 3

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat yang diharapkan ... 5

B. Tujuan penelitian ... 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 6

A. Obat tradisional ... 6

(13)

xiv   

4. Kurkumin ... 8

C. Asam Jawa ... 11

1. Keterangan botani ... 11

2. Kandungan kimia ... 11

3. Khasiat dan kegunaan ... 11

D. Komposisi Optimum Ekstrak Rimpang Kunyit dan Ekstrak Daging Buah Asam Jawa 20,7% : 9,3% ... 12

E. Nyeri ... 15

F. Analgetika ... 22

1. Analgesik narkotik ... 22

2. Analgesik non narkotik ... 23

G. Asetosal ... 26

H. Metode-metode Pengujian Daya Analgesik ... 27

1. Golongan analgesik narkotik... 27

2. Golongan analgesik non narkotik... 30

I. Landasan Teori ... 32

J. Hipotesis ... 33

BAB III. METODE PENELITIAN ... 34

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 34

(14)

xv   

C. Bahan Penelitian ... 36

D. Alat Penelitian ... 36

E. Jalan Penelitian ... 37

1. Pembuatan larutan CMC Na 1% ... 37

2. Pembuatan larutan asam asetat 1% ... 37

3. Pembuatan suspensi asetosal dalam CMC Na 1% ... 37

4. Penetapan dosis asetosal ... 37

5. Penetapan dosis asam asetat ... 38

6. Penetapan kriteria geliat ... 39

7. Penetapan selangwaktu pemberian rangsang ... 39

8. Seleksi hewan uji ... 40

9. Penetapan dosis jamu kunyit asam ramuan segar ... 40

10. Perhitungan kebutuhan bahan jamu kunyit asam ramuan segar .... 41

11. Pembuatan jamu kunyit asam ramuan segar ... 42

11. Uji daya analgesik ... 42

F. Analisis Hasil ... 43

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Identifikasi Rimpang Kunyit dan Buah Asam Jawa ... 44

B. Efek Analgesik Jamu Kunyit Asam Ramuan Segar ... 44

(15)

xvi   

DAFTAR PUSTAKA ... 60

LAMPIRAN ... 64

(16)

xvii   

Tabel I Komposisi ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah

asam jawa 20,7% : 9,3% ... 12

Tabel II Data % penghambatan pada percobaan dan SLD ... 13

Tabel III Rata-rata jumlah kumulatif geliat dan rata-rata %

penghambatan geliat terhadap kontrol negatif ... 48

Tabel IV Rata-rata jumlah kumulatif geliat dan rata-rata % perubahan

daya analgesik terhadap kontrol positif... 50

Tabel V Ringkasan analisis variansi satu arah % penghambatan geliat

terhadap kontrol negatif pada kelompok perlakuan ... 52

Tabel V Hasil análisis uji Scheffe % penghambatan geliat terhadap

kontrol negatif pada kelompok perlakuan ... 53

Tabel VI Jumlah geliat hewan uji setelah pemberian asam asetat pada

kelompok perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar komposisi

20,7% : 9,3% ... 71

Tabel VII Data % penghambatan terhadap kontrol negatif dan hasil

statistiknya pada perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar

komposisi 20,7% : 9,3% ... 77

Tabel VIII Data % perubahan daya analgesik terhadap kontrol positif dan

hasil statistiknya pada perlakuan jamu kunyit asam ramuan

(17)

xviii   

Gambar 1 Rimpang kunyit ... 7

Gambar 2 Struktur kurkumin ... 8

Gambar 3 Struktur demetoksikurkumin ... 9

Gambar 4 Struktur bisdemetoksikurkumin ... 9

Gambar 5 Struktur senyawa kurkumin ... 10

Gambar 6 Buah asam jawa ... 11

Gambar 7 Grafik hubungan komposisi campuran ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa vs daya penghambatan ... 14

Gambar 8 Proses pembentukan eicosanoid dari asam arakhidonat melalui jalur siklooksigenase dan lipoksigenase... 17

Gambar 9 Transmisi dan transformasi nyeri ... 19

Gambar 10 Terjadinya nyeri, penghantaran impuls, lokalisasi dan rasa nyeri serta inhibisi nyeri endogen 21 Gambar 11 Penghambatan sintesis eicosanoid oleh analgetika ... 25

Gambar 12 Struktur asetosal ... 26

Gambar 13 Diagram batang rata-rata % penghambatan geliat terhadap kontrol negatif pada kelompok perlakuan ... 49

Gambar 14 Diagram batang rata-rata % penghambatan geliat terhadap kontrol positif pada kelompok perlakuan ... 51

(18)
(19)

xx   

Lampiran 1 Hasil determinasi rimpang kunyit ... 64

Lampiran 2. Hasil determinasi asam jawa ... 65

Lampiran 3. Gambar larutan jamu kunyit asam ramuan segar, mencit tidak

menggeliat dan geliat mencit yang diamati ... 66

Lampiran 4. Tata cara analisis hasil dengan SPSS ... 67

Lampiran 5. Data jumlah geliat dan hasil analisis statistik pada kontrol negatif,

kontrol positif, perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar

komposisi 20,7% : 9,3% ... 71

Lampiran 6. Data % penghambatan geliat terhadap kontrol negatif dan hasil

analisis statistiknya pada perlakuan jamu kunyit asam ramuan

segar komposisi 20,7% : 9,3% ... 77

Lampiran 7. Data % perubahan daya analgesik terhadap kontrol positif dan

hasil analisis statistiknya pada perlakuan jamu kunyit asam

(20)

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan dan berkaitan dengan kerusakan jaringan (Roach, 2004). Nyeri merupakan suatu gejala yang umum dan sering terjadi mengikuti satu atau lebih penyakit. Timbulnya rasa nyeri tersebut membuat seseorang berusaha untuk mencari pengobatan agar rasa nyeri tersebut dapat berkurang.

Usaha untuk mengurangi rasa nyeri tersebut salah satunya yaitu dengan pengobatan. Konsep “back to nature” yang ada sekarang ini membuat masyarakat lebih memilih obat tradisional dalam pengobatan. Obat tradisional sering digunakan sebagai preventif, promotif dan rehabilitatif karena masyarakat percaya bahwa penggunaan obat tradisional lebih aman dibandingkan obat sintesis (Oemijati, 1992).

Salah satu macam pengobatan tradisional yaitu dengan ramuan berbahan dasar tumbuh-tumbuhan. Jamu ramuan segar merupakan jamu yang diolah dengan cara sederhana dan tradisional yaitu dengan memeras sari yang terkandung dalam jamu kemudian dicampur dengan air matang (Suharmiati dan Handayani, 2001).

(21)

stabil pada suasana asam, sehingga buah asam jawa juga digunakan karena mengandung asam tartrat, asam malat dan asam sitrat untuk menstabilkan senyawa tersebut (Soedibyo, 1998).

Metode yang digunakan untuk menguji efek dan daya analgesik dalam penelitian ini adalah metode rangsang kimia, karena dengan metode rangsang kimia, baik analgesik pusat maupun analgesik perifer dapat terdeteksi, sehingga metode ini direkomendasikan sebagai metode untuk skrining efek dan daya analgesik suatu senyawa uji (Vogel, 2002).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2009) bahwa jamu ramuan segar komposisi 20% : 10% memiliki daya analgesik yaitu pada dosis 1365 mg/Kg BB sebesar 37,00%; 2730 mg/Kg BB sebesar 46,43%; dan dosis 5460mg/Kg BB sebesar 49,57%. Berdasarkan penelitian lain yaitu Fadeli (2008) menyatakan bahwa komposisi optimum campuran ekstrak kunyit dan ekstrak buah asam jawa dengan metode Simplex Lattice Design adalah 20,7% : 9,3% karena dapat menghasilkan % penghambatan sebesar 65,91579 % jika diminum pada dosis 2730 mg/Kg BB. Kemudian disarankan penelitian lebih lanjut lagi tentang perbandingan jamu kunyit asam segar dengan komposisi 20,7% : 9,3%.

(22)

1. Permasalahan

a. Apakah jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% memiliki efek analgesik dan berapakah efeknya?

b. Apakah jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% memiliki daya analgesik dan berapakah dayanya?

2. Keaslian penelitian

Penelitian mengenai Efek dan Daya Analgesik Jamu Kunyit Asam Ramuan Segar Komposisi 20,7% : 9,3% pada Mencit Betina sejauh penelusuran penulis belum pernah dilakukan. Penelitian yang pernah dilakukan yaitu antara lain:

a. Uji Daya Analgesik Jamu Kunyit Asam Instan dan Jamu Kunyit Asam Ramuan Segar pada Mencit Putih Betina (Rahmawati, 2009) dan dapat disimpulkan bahwa jamu kunyit asam instan memiliki daya analgesik yaitu pada dosis 4.550 mg/Kg BB sebesar 46,25 %; dosis 9.100 mg/Kg BB sebesar 45,90 %; dan 18.200 mg/Kg BBsebesar 70,68 %. Jamu ramuan segar komposisi 20% : 10% memiliki daya analgesik yaitu pada dosis 1365 mg/Kg BB sebesar 37,00%; 2730 mg/Kg BB sebesar 46,43%; dan dosis 5460 mg/Kg BB sebesar 49,57%, serta disimpulkan bahwa jamu kunyit asam instan dan ramuan segar tidak memiliki perbedaan daya analgesik.

(23)

rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa dengan komposisi 20 % : 10 % adalah 2730 mg/Kg BB. Komposisi optimum campuran ekstrak kunyit dan ekstrak buah asam jawa dengan metode Simplex Lattice Design

adalah 20,7% : 9,3% karena dapat menghasilkan % penghambatan sebesar 65,91579% jika diminum pada dosis 2730 mg/Kg BB.

c. Validasi Penetapan Kadar Parasetamol Tercampur Kunyit Asam dalam Plasma dengan Metode Kolorimetri Menggunakan Senyawa Pengkopling Vanili (Vidiani, 2006) dan disimpulkan bahwa penetapan kadar parasetamol tercampur kunyit asam dalam plasma dengan metode kolorimetri menggunakan senyawa pengkopling vanilin mempunyai spesifisitas, akurasi dan presisi yang baik.

a. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kunyit (Curcuma domestica Val.) Pada Tikus Putih Jantan Jalur Wistar (Rustam, 2007) dan dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol kunyit dengan berbagai dosis memperlihatkan efek antiinflamasi dan pada dosis tinggi (1000 mg/Kg) dapat menekan udem sebesar 78,37%.

(24)

3. Manfaat yang diharapkan a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan informasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kefarmasian yaitu mengenai penggunaan obat tradisional yang berkhasiat sebagai analgesik, salah satunya yaitu jamu kunyit asam ramuan segar.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang penggunaan jamu kunyit asam ramuan segar yaitu mengenai dosis efektif dalam praktek kefarmasian yang dapat memberikan efek dan daya analgesik.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk menambah informasi mengenai khasiat jamu kunyit asam ramuan segar yang dapat digunakan sebagai analgesik.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui apakah jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% memiliki efek analgesik dan mengetahui berapa efeknya. b. Untuk mengetahui apakah jamu kunyit asam ramuan segar komposisi

(25)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Obat Tradisional

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan menyebutkan bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim, 1992). Obat tradisional telah diterima secara luas di negara-negara yang tingkat ekonominya rendah sampai sedang. Bahkan di beberapa negara berkembang obat tradisional telah dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan terutama dalam pelayanan kesehatan strata pertama. Sementara itu di banyak negara maju penggunaan obat tradisional makin populer (Anonim, 2007).

Obat tradisional atau lebih dikenal dengan nama jamu atau obat asli Indonesia (OAIN) sudah dikenal sejak zaman nenek moyang kita dan tumbuh berkembang sejalan dengan perkembangan yang terjadi di negara kita. Oleh karena itu, jamu merupakan warisan nenek moyang yang perlu dikembangkan utamanya untuk menunjang upaya meningkatkan kesehatan masyarakat baik digunakan untuk tujuan pencegahan (preventif), peningkatan (promotif), maupun pengobatan (kuratif) (Soegiharjo, 2002).

(26)

yang terkandung dalam jamu kemudian dicampur dengan air matang (Suharmiati, 2001). Sedangkan menurut Wisely (2008) menyatakan bahwa jamu ramuan segar menurut responden adalah jamu yang dibuat sendiri dengan cara direbus atau diremas dan dibuat dari bahan-bahan alami, jamu gendong, jamu berbentuk cair yang dapat langsung diminum tanpa perlu diolah lagi, jamu yang bukan buatan pabrik dan tidak dikemas.

B. Kunyit

Gambar 1. Rimpang kunyit (Sunarto, 2009).

1. Keterangan botani

(27)

2. Morfologi tanaman

Kunyit merupakan tanaman semak, mempunyai batang semu dan basah, tingginya sekitar 1 m dan bunganya muncul dari pucuk batang semu dengan panjang sekitar 10-15 cm dan berwarna putih. Daunnya mirip dengan tumbuh-tumbuhan jenis pisang-pisangan, berbentuk lanset memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar 8-12,5 cm, pertulangan menyirip, warna hijau pucat. Rimpangnya memiliki banyak cabang dengan kulit luarnya berwarna jingga kecoklatan. Buah daging rimpang kunyit berwarna merah jingga kekuning-kuningan (Soedibyo, 1998).

3. Kandungan kimia

Kunyit mengandung kurkumin, demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin, minyak atsiri (turmeron, zingiberon, seskuiterpen alkohol), pati, tanin, damar, zat pahit, dan minyak lemak ( Anonim, 1977; Soedibyo, 1998).

4. Kurkumin

O O

HO

H3CO

OH

OCH3

Gambar 2. Struktur Kurkumin (Majeed, 1995)

(28)

kunyit adalah kurkumin, desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksikurkumin. Ketiganya memberikan warna kuning pada Curcuma domestica, terutama pada rhizomanya (Majeed, 1995).

HO

O OH

OMe

OH   Gambar 3. Struktur Desmetoksikurkumin (Cashman, 2008).  

HO

O OH

OH  Gambar 4. Struktur Bidesmetoksikurkumin (Cashman, 2008).

(29)

Dalam rimpang kunyit terdapat kurkumin yang mempunyai kemampuan menghambat produksi prostaglandin dan leukotrien sebagai mediator nyeri (Bone, 2000). Kurkumin memiliki aktivitas penghambat siklooksigenase (COX) sebesar 79% (Van der Goot, 1997), dan diduga bersifat COX-2 selektif, berdasarkan sifat tidak toksik pada gastrointestinal meskipun pada dosis tinggi (Kawamori, 1999).

Kurkumin praktis tidak larut dalam air pada pH netral dan pH asam, tetapi larut dalam pH basa. Komponen kurkumin relatif stabil pada suasana asam (Stankovic, 2004). Gugus-gugus hidroksi pada kurkumin sangat penting peranannya dalam aktivitas antiinflamasi (Majeed, 1995).

Gambar 5. Struktur senyawa kurkumin (Majeed, 1995)

Keterangan gambar:

1. Gugus-gugus para hidroksil 2. Gugus keto

(30)

C. Asam Jawa

Gambar 6. Buah Asam Jawa (Putri, 2009).

1. Keterangan Botani

Asam jawa (Tamarindus indica Linn) termasuk dalam famili Leguminose, ekstrak daging buah asam jawa dikenal dengan Tamarindus Pulpa Extractum. Di Indonesia tanaman ini dikenal dengan nama asam jawa, sedangkan di Jawa dikenal dengan asem, di Sunda dikenal dengan celangi dan tangkal asem. Nama umum / Inggrisnya adalah tamarind (Hutapea, 1994).

2. Kandungan kimia

Daging buah asam jawa antara lain mengandung asam tartrat, asam malat, asam sitrat, asam suksinat, asam asetat, pektin, dan gula invert (Soedibyo, 1998).

3. Khasiat dan kegunaan

(31)

D. Komposisi Optimum Ekstrak Rimpang Kunyit dan Ekstrak Daging Buah Asam Jawa 20,7% : 9,3%

Tabel I. Komposisi ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa untuk tiap formula

Komposisi

Dalam metode SLD 2 komponen, setelah didapatkan hasil pengukuran terhadap respon analgesik maka terlebih dahulu dihitung persamaan SLD dari respon tersebut. Berdasarkan perhitungan metode SLD maka persamaan yang diperoleh adalah :

Y = 59,69 (A) + 34,73 (B) + 65,28 (A) (B)

Keterangan :

Y : % penghambatan geliat

A : komposisi ekstrak rimpang kunyit

B : komposisi ekstrak daging buah asam Jawa

(32)

Dengan persamaan yang diperoleh maka didapat dua data yaitu data percobaan dan data teoritis.

Tabel II. Data % penghambatan pada percobaan dan SLD

Komp.1 Komp.2 Komp.3 Komp.4 Komp.5 Perc. 59,69  71,90 63,53 41,19  34,73

SLD 59,69  65,69 63,53 53,21  34,73 Keterangan :

Komp. : komposisi

Percobaan : % penghambatan yang diperoleh dari hasil percobaan dengan metode

rangsang kimia

SLD : % penghambatan yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan persamaan Simplex Lattice Design

(Fadeli, 2008).

(33)

Gambar 7. Grafik hubungan komposisi campuran ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa vs daya penghambatan (Fadeli, 2008).

Berdasarkan gambar 13 kita dapat melihat bagaimana profil efek analgesik ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa. Profil efek analgesik ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa membuka ke bawah (cembung) dapat dikatakan bahwa semakin rendah komposisi kunyit dalam campuran maka daya penghambatan (% penghambatan) akan semakin kecil. Bentuk kurva cembung mengindikasikan bahwa campuran ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa membawa efek yang meningkatkan daya penghambatan (Fadeli, 2008).

Berdasarkan perhitungan dengan metode Fhitung didapatkan hasil bahwa

persamaan SLD untuk % penghambatan geliat dari campuran ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa regresi. Fhitung yang diperoleh adalah

sebesar 3,9549, sedangkan F tabel yang diperoleh adalah 3,222, sehingga Fhitung

(34)

komposisi campuran ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa yang mempunyai daya analgesik (Fadeli, 2008).

E. Nyeri

Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan dan berkaitan dengan kerusakan jaringan. Nyeri bersifat individual dan ambang nyeri pada setiap orang berbeda-beda (Roach, 2004). Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level) dimana nyeri dirasakan untuk pertama kali. Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia, atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri). Adanya kerusakan jaringan akan mengakibatkan pembebasan mediator nyeri yang menyebabkan perangsangan reseptor nyeri (Mutschler, 1999).

Menurut tempat terjadinya, nyeri terbagi atas nyeri somatik dan nyeri dalam (viseral). Dikatakan nyeri somatik apabila rasa nyeri berasal dari kulit, otot, persendian, tulang, atau dari jaringan ikat. Nyeri somatik dibagi atas dua kualitas yaitu nyeri permukaan dan nyeri dalam. Disebut nyeri permukaan apabila rangsang bertempat di dalam kulit, sedangkan disebut nyeri dalam apabila rangsang berasal dari otot, persendian tulang dan jaringan ikat. Nyeri dalam (viseral) atau nyeri perut terjadi antara lain pada tegangan organ perut, kejang otot polos, aliran darah kurang dan penyakit yang disertai radang (Mutschler, 1999).

(35)

cepat membaik bila diberi obat pengurang rasa nyeri (analgetika). Bila diberikan stimulus nyeri, maka rasa nyeri akan timbul dalam waktu kira-kira 0,1 detik. Rasa sakit akut juga digambarkan dengan banyak nama pengganti, seperti rasa sakit tajam, rasa tertusuk, rasa sakit cepat, rasa sakit elektrik, dan sebagainya (Anonim, 1991; Guyton dan Hall, 1996).

Nyeri yang kronik umumnya berhubungan dengan terjadinya lesi jaringan yang bersifat permanen, atau dapat sebagai kelanjutan dari nyeri akut yang tidak ditangani dengan baik. Nyeri yang kronik umumnya berhubungan dengan terjadinya lesi jaringan yang bersifat permanen, atau dapat sebagai kelanjutan dari nyeri akut yang tidak ditangani dengan baik. Nyeri kronik ini biasanya berlangsung lama, atau biasanya terjadi selama lebih dari 6 bulan. Rasa sakit kronik timbul setelah satu detik atau lebih dan kemudian rasa sakit ini secara perlahan bertambah untuk selama beberapa detik dan kadang kala sampai beberapa menit. Rasa sakit kronik diberi banyak nama tambahan seperti rasa sakit terbakar, rasa sakit pegal, rasa sakit berdenyut-denyut, rasa sakit mual, dan rasa sakit lambat (Anonim, 1991; Guyton, 1993).

Eicosanoid merupakan produk metabolit dari asam arakhidonat. Eicosanoid

(36)

Gambar 8. Proses pembentukan eicosanoid dari asam arakhidonat melalui jalur siklooksigenase dan lipooksigenase (Rang dkk, 2003).

Fosfolipid

Tromboksan A2 (trombotik, vasokonstriktor) PGI2 (vasodilator, hiperalgesik,

menghambat agregasi platelet

(37)

Asam arakhidonat dimetabolisme melalui beberapa jalur yaitu:

1. melalui asam siklooksigenase (COX) yang terdiri dari dua bentuk yaitu COX-1 dan COX-2. Enzim ini yang memulai biosintesis asam arakhidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan.

2. melalui berbagai macam lipoksigenase yang memulai sintesis leukotrien dan lipoksi dan senyawa lain.

(Rang dkk, 2003). Efek dari PGE2 tergantung pada tiga reseptor mana yang diduduki oleh prostanoid. Istilah “prostanoid” meliputi prostaglandin (PG) dan tromboksan (TX). PGE2 sangat menonjol pada respon inflamasi dan dia adalah mediator timbulnya demam. Efek utama dari 3 reseptor PGE2 :

a. Reseptor EP1 : kontraksi otot polos pada bronkial dan GIT

b. Reseptor EP2 : relaksasi pada otot polos bronkial, vaskular dan GIT

c. Reseptor EP3 : menghambat sekresi asam lambung, meningkatkan sekresi

mukus lambung, kontraksi otot polos GIT dan uterus, menghambat lipolisis dan pelepasan neurotransmitter autonomik.

(38)

Gambar 9. Transmisi dan Transformasi Nyeri (Mutschler dan Derrendorf, 1995).

Yang termasuk zat nyeri dengan potensi kecil adalah ion hydrogen. Pada penurunan nilai pH di bawah 6 selalu terjadi rasa nyeri yang meningkat pada kenaikan konsentrasi ion H+ lebih lanjut. Kerja lemah yang mirip dipunyai juga oleh ion kalium yang keluar dari ruang intrasel setelah terjadi kerusakan jaringan dan dalam interstitium pada konsentrasi >20 mmol/liter menimbulkan rasa nyeri. Demikian pula berbagai neurotransmitter dapat bekerja sebagai zat nyeri pada kerusakan jaringan. Histamin pada konsentrasi reltif tinggi (10-8 g/l) terbukti sebagai zat nyeri (Mutschler dan Derrendorf, 1995).

Rangsang nyeri diterima oleh reseptor khusus yang disebut reseptor nyeri (nosiseptor). Reseptor nyeri berupa saraf khusus dengan ujungnya yang bebas sehingga dapat menerima rangsang sensasi lain. Secara fungsional, reseptor nyeri

(39)

dibedakan menjadi dua jenis reseptor yang dapat menyusun dua sistem serabut yang berbeda yaitu:

a. Mekanoreseptor, yang meneruskan nyeri permukaan melalui serabut A-delta bermielin

b. Termoreseptor, yang meneruskan nyeri kedua melalui serabut-serabut C yang tidak bermielin (Mutschler dan Derrendorf, 1995).

Serabut A-delta merupakan saraf unimodal dan memiliki myelin pada aferan. Kecepatan penghantaran listriknya 2-30 m/s. Reseptor ini merespon rangsang mekanik dan termal serta memproduksi nyeri yang terlokalisasi. Serabut C merupakan saraf polimodal yang tidak bermyelin sehingga daya hantar listriknya lebih lambat menjadi sekitar 0,5-2 m/s. Reseptor ini merespon stimulus mekanik, termal, dan secara khusus kimiawi (Anonim, 2001).

Proses penghantaran nyeri adalah sebagai berikut: potensial aksi (impuls nosiseptif) yang terbentuk pada reseptor nyeri diteruskan melalui serabut saraf aferen ke dalam akar dorsal sumsum tulang belakang. Di tempat ini juga terjadi reflex somatic dan vegetaif awal melalui interneuron serta penghambatan nyeri menurun pada serabut aferen. Serabut-serabut yang berakhir dalam daerah

(40)

Proses terjadinya nyeri adalah sebagai berikut:

Keterangan:

: impuls penghantaran nyeri yang meningkat : reaksi nyeri

: inhibisi nyeri endogen

Gambar 10. Terjadinya nyeri, penghantaran impuls, lokalisasi dan rasa nyeri serta inhibisi nyeri endogen (Mutschler, 1999).

Lokalisasi nyeri

Korteks

Thalamus opticus

Formatio reticularis

Sumsum tulang

Reseptor nyeri

Pembebasan mediator

Otak kecil 

Rangsang nyeri Sistem limbik

Rasa nyeri

Reaksi vegetatif

(41)

F. Analgetika

Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapetik meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum (Mutschler, 1986). Efek ini dapat dicapai dengan berbagai cara, seperti menekan kepekaan reseptor terhadap rangsang nyeri mekanik, termik listrik, atau kimiawi di pusat atau dengan cara menghambat pembentukan prostaglandin sebagai mediator sensasi nyeri (Anonim, 1991).

Metode-metode pengujian aktivitas analgetika dilakukan dengan menilai kemampuan zat uji untuk menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi pada hewan percobaan (mencit, tikus, marmot), yang meliputi induksi secara mekanik, termik, elektrik dan secara kimia. Pada umumnya daya kerja analgetika dinilai pada hewan dengan mengukur besarnya peningkatan stimulus nyeri yang harus diberikan sampai ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap stimulus nyeri atau juga peranan frekuensi respon nyeri (Anonim, 1991).

Analgesik dibagi menjadi dua golongan yaitu analgesik narkotik dan analgesik non narkotik (Turner, 1965).

1. Analgesik narkotik

(42)

kerja yang identik dan menstimulasi reseptor opioat, menyebabkan profil kerja analgesik golongan ini sangat mirip (Mutschler dan Derrendorf, 1995).

Analgesik narkotik terdiri dari beberapa kelompok antara lain :

a. Analgetik narkotik opioid alamiah, yaitu obat yang diperoleh dari baha-bahan alamiah, misal: morfin, kodein dan tebain.

b. Analgetik narkotik opioid semi sintetik, merupakan derivat dari morfin, misal: heroin, dihidromorfin, hidrokodon.

c. Analgetik narkotik opioid sintetik, obat ini secara kimia tidak berhubungan dengan morfin, tetapi efek farmakologiknya sama.

d. Kelompok antagonis opioid, merupakan obat pilihan pada keracunan akut opioid, bekerja dengan cara menggeser obat agonis dari reseptor opioid (Sutedjo, 2008).

2. Analgesik non narkotik

(43)

Ada beberapa kelompok analgetik antipiretik antara lain :

a. Kelompok salisilat dan garam-garamnya (asam salisilat, Na Salisilat, Salisilamid, methyl salisilad).

b. Kelompok parasetamol / para aminofenol dan derivatnya (fenacetin, asetaminofen, hidroksi asetanilid)

c. Kelompok pirazolon (antipirin, aminopirin, fenilbutason, dipiron / metampiron, piramidon, amidopirin)

d. Derivat asam propionat (fenbufen, fenoprofen, ibuprofen, ketoprofen, naproksen)

(44)

Gambar 11. Penghambatan sintesis eicosanoid oleh analgetika (Rang dkk,

Tromboksan A2 (trombotik, vasokonstriktor)

PGI2 (vasodilator, hiperalgesik, menghambat agregasi platelet

(45)

G. Asetosal COOH

OCOCH3

Gambar 12. Struktur Asetosal (Anonim, 1995).

Asetosal memiliki pemerian hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau berbau lemah. Asetosal stabil di udara kering, di dalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat. Asetosal sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam kloroform dan eter, agak sukar larut dalam eter mutlak (Anonim, 1995).

Asam salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgetika antipiretika dan anti-inflamasi yang sangat luas banyak digunakan dan digolongkan dalam obat bebas (Wilmana, 1995). Aspirin merupakan senyawa standar yang digunakan dalam menilai efek obat sejenis (Dipalma, 1990). Aspirin merupakan salah satu obat yang paling sering digunakan untuk meredakan nyeri ringan sampai sedang (Katzung, 2001).

Asetosal merupakan analgetika yang efektif, dengan durasi kira-kira 4 jam (Neal, 1997). Asetosal akan diabsorbsi selama 5-30 menit setelah pemberian oral dan pada dosis tunggal akan mencapai kadar plasma puncak 19 setelah 1-3 jam. Dosis yang biasa digunakan antara 325-650 mg (McEvoy, 2005).

(46)

siklooksigenase merupakan katalisator pada tahap pertama pembentukan prostaglandin dan tromboksan dari asam arakhidonat. Enzim siklooksigenase terdiri dari isoenzim yaitu siklooksigenase I dan siklooksigenase II. Asetosal relatif lebih selektif terhadap enzim siklooksigenase tipe I. Pada enzim siklooksigenase tipe I, asetosal bekerja dengan mengasetilasi gugus hidroksil serin pada posisi 529 dari rantai polipeptida sehingga dapat menghambat masuknya substrat dari sisi enzim akibat rintangan sterik sehingga menyebabkan hilangnya aktivitas enzim secara irreversibel. Dengan hilangnya aktivitas enzim siklooksigenase maka pembentukan mediator nyeri dapat dihambat sehingga nyeri yang dirasakan dapat berkurang. Asetosal juga dapat menghambat aktivitas enzim siklooksigenase tipe II dengan cara berbeda yaitu dengan cara mengubah produk asam arakhidonat yang seharusnya prostaglandin G1 menjadi asam 15 hidroksieisosatetraenoik (Dollery, 1999).

H. Metode-metode Pengujian Daya Analgetik

Pengujian daya analgesik dapat menggunakan berbagai metode. Berdasarkan jenis analgetika, metode pengujian efek analgesik dibagi menjadi 2 (Turner, 1965), yaitu:

1. Golongan analgesik narkotika

a. Metode jepitan ekor

(47)

tidaknya usaha dari hewan uji untuk melepaskan diri dari jepitan tersebut. tersebut, namun pada hewan yang tidak diberi analgesik akan berusaha untuk melepaskan diri dari jepitan tersebut (Turner, 1965).

b. Metode rangsang panas

Metode ini dilakukan dengan cara meletakkan mencit yang telah diberi senyawa uji di atas pelat panas (hot plate) yang bersuhu 550 -55,50 C. Respon yang diamati yaitu ketika hewan uji mengangkat, menjilat telapak kakinya dan kemudian melompat dari lempeng panas (Turner, 1965). c. Metode pengukuran tekanan

(48)

d. Metode potensi petidin

Metode ini memerlukan hewan uji dalam jumlah banyak. Tiap kelompok hewan uji terdiri dari 20 ekor, setengah kelompok dibagi menjadi tiga bagian yang diberi petidin dengan peringkat dosis yaitu 2, 4, dan 8 mg/kg. Setengah kelompok yang lain petidin, yang lain, petidin dan senyawa uji dengan dosis 25% dari LD50. Persen daya analgesik dapat dihitung dengan bantuan metode rangsang panas (Turner, 1965).

e. Metode antagonis nalorfin

Metode ini digunakan untuk mengetahui aksi dari obat-obat seperti morfin. Hewan uji yang dapat digunakan pada metode ini yaitu tikus, mencit, dan anjing. Hewan uji diberi obat dengan dosis toksik lalu diikuti pemberian nalorfin (0,5 – 10,0 mg/Kg BB) secara intravena (Turner, 1965).

f. Metode kejang oksitosin

Oksitosin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitori posterior, yang dapat menyebabkan kontraksi uterin sehingga menimbulkan kejang pada tikus. Respon berupa kejang tersebut meliputi kontraksi abdominal, sehingga dapat menarik pinggang dan kaki hewan uji ke belakang. Penurunan jumlah kejang dapat diamati dan nilai ED50 dapat

diperkirakan (Turner, 1965). g. Metode pencelupan pada air panas

(49)

terlihat pada hentakan ekornya untuk menghindari air panas (Turner, 1965).

2. Golongan analgesik non narkotika

a. Metode rektodolorimetri

Pada metode ini hewan uji tikus diletakkan dalam sebuah kandang yang dibuat khusus dengan menggunakan alas tembaga yang kemudian dihubungkan dengan sebuah gulungan yang berfungsi sebagai penginduksi. Ujung lain dari gulungan tersebut dihubungkan dengan silinder elektroda tembaga. Pada gulungan bagian atas terdapat konduktor yang dihubungkan dengan sebuah volmeter yang sensitif untuk dapat mengubah 0,1 volt. Teriakan mencit dapat timbul dengan pemberian tegangan sebesar 1 sampai 2 volt (Turner, 1965).

b. Metode podolorimetri

Pengujian daya analgesik menggunakan metode ini dengan memberikan aliran listrik pada kandang yang ditempati hewan uji. Hewan uji diletakkan dalam kandang yang alasnya terbuat dari kepingan metal, sehingga bisa mengalirkan listrik. Respon yang timbul yaitu teriakan dari hewan uji tersebut. Pengukuran dilakukan dengan selang waktu 10 menit selama 1 jam (Turner, 1965).

c. Metode rangsang kimia

(50)

untuk menimbulkan rasa nyeri yaitu fenilkuinon. Respon mencit terhadap rangsang nyeri ini berupa geliat yaitu kontraksi perut disertai tarikan kedua kaki ke belakang dan perut menempel pada lantai. Metode ini peka untuk pengujian senyawa-senyawa analgesik non narkotik. Selain itu, metode ini cukup sederhana, mudah dilakukan, dan cukup peka untuk pengujian senyawa-senyawa yang memiliki daya analgesik lemah. Daya analgesik dihitung dengan persamaan menurut Handershot dan Forsaith (1959) sebagai berikut:

% penghambatan terhadap geliat = 100 – (P/K x 100%) Keterangan:

P : jumlah geliat mencit pada kelompok perlakuan K : rata-rata jumlah geliat mencit pada kelompok kontrol

(51)

I. Landasan Teori

Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan dan berkaitan dengan kerusakan jaringan (Roach, 2004).  Menurut Mutschler (1999) nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia, atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri). 

Metode rangsang kimia dengan cara memberikan rangsang kimia berupa asam asetat yang diberikan secara intraperitoneal pada mencit yang sudah diberi jamu kunyit asam ramuan segar secara oral pada selang waktu tertentu. Respon mencit terhadap rangsang nyeri ini berupa geliat yaitu kontraksi perut disertai tarikan kedua kaki ke belakang dan perut menempel pada lantai. Metode rangsang kimia dapat mendeteksi analgesik pusat maupun analgesik perifer, sehingga metode ini direkomendasikan sebagai metode untuk skrining efek dan daya analgesik suatu senyawa uji (Vogel, 2002).

Jamu kunyit asam ramuan segar diperoleh dari rimpang kunyit dan daging buah asam jawa. Kunyit memiliki kandungan senyawa kurkumin yang mempunyai aktifitas sebagai antiinflamasi. Kurkumin mempunyai kemampuan menghambat produksi prostaglandin dan leukotrien sebagai mediator nyeri (Bone, 2000). Kurkumin stabil dalam suasana asam. Asam jawa mengandung asam tartrat, asam malat dan asam sitrat yang dapat menstabilkan kurkuminoid dalam kunyit.

(52)

yang terkandung dalam jamu kemudian dicampur dengan air matang (Suharmiati, 2001).

Aspirin menghambat sintesis prostaglandin melalui asetilasi. Asetosal menghambat enzim siklooksigenase dengan mengasetilasi gugus aktif serin dari enzim ini sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan akan terganggu, sehingga rasa nyeri dapat berkurang (Dollery, 1999).

Komposisi 20,7% : 9,3% merupakan komposisi ekstrak rimpang kunyit : ekstrak daging buah asam jawa yang memberikan efek analgesik optimum (Fadeli, 2008).

J. Hipotesis

(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

Variabel utama pada penelitian ini terdiri dari: a. variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis jamu kunyit asam ramuan segar.

b. variabel tergantung

(54)

2. Variabel pengacau

Variabel pengacau pada penelitian ini terdiri dari: a. variabel pengacau terkendali

Pada penelitian ini terdapat variabel pengacau yang harus dikendalikan yaitu: hewan uji mencit putih betina galur Swiss, umur 1,5-3 bulan, berat badan 20-30 gram, dan jalur pemberian secara oral.

b. variable pengacau tak terkendali

Pada penelitian ini variabel pengacau yang tidak dapat dikendalikan yaitu kondisi patologis mencit.

3. Definisi operasional

a. Dosis jamu kunyit asam ramuan segar yaitu sejumlah miligram rimpang kunyit dan buah asam per kilogram berat badan dengan komposisi 20,7% ; 9,% yang dilarutkan dalam aquadest dan diberikan secara oral (1365, 2730, dan 5460 mg/Kg BB).

b. Daya analgesik adalah kemampuan suatu zat tertentu dalam menghambat geliat dibandingkan kontrol positif.

c. Efek analgesik adalah kemampuan suatu zat tertentu dalam menghambat geliat dibandingkan kontrol negatif.

(55)

C. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Rimpang kunyit dan buah asam jawa yang diperoleh dari Banjarejo, Kedungampel, Cawas, Klaten untuk membuat jamu kunyit asam ramuan segar.

2. Asetosal murni (Brataco, Chemica) sebagai kontrol positif 3. Asam asetat sebagai zat penginduksi nyeri

4. Aquadest

5. Mencit putih betina galur Swiss (umur 1,5-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram) diperoleh dari LPPT, Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi : 1. Neraca analitik (Mettler Toledo)

2. Spuit peroral dan injeksi intraperitoneal 1 ml (Terumo) 3. Stopwatch

4. Kotak kaca

5. Kompor listrik (Thermolyne) 6. Alat-alat gelas

(56)

E. Jalan Penelitian 1. Pembuatan larutan CMC Na 1 %

Larutan CMC Na 1 % dibuat dengan cara menimbang secara seksama 1 gram CMC Na dan ditaburkan sedikit demi sedikit diatas air panas sambil diaduk hingga mengembang. Lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan ditambah air hingga 100 ml.

2. Pembuatan larutan asam asetat 1%

Larutan asam asetat dibuat dari asam asetat glacial (100%) dengan cara pengenceran menggunakan rumus V1 C1 = V2 C2. Sebanyak 0,25 ml asam asetat 100% diencerkan dengan aquadest hingga volume 25,0 mL menggunakan labu ukur 25 ml.

3. Pembuatan suspensi asetosal dalam CMC Na 1%

Asetosal yang akan digunakan sebagai kontrol positif dibuat dengan menimbang secara seksama sejumlah asetosal dan disuspensikan dalam CMC Na 1 % sesuai dengan volume yang akan dibuat.

4. Penetapan dosis asetosal

Asetosal digunakan sebagai kontrol positif dalam penelitian ini adalah asetosal murni. Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa dosis asetosal untuk orang dewasa (50 kg) adalah 0,5 gram. Supaya dosis tersebut dapat dikonversikan ke mencit, maka terlebih dahulu dihitung dosis untuk manusia 70 kg sebagai berikut:

(57)

Jika dosis tersebut dikonversikan ke mencit 20 g dengan angka konversi 0,0026 maka diperoleh sebagai berikut:

Dosis untuk mencit 20 g = 0,0026 x 0,7 g = 1,82 x 10-3 g

maka dosis asetosal = 1000 g/20 g x 1,82 x 10-3 = 0,091 g/kg BB

= 91 mg/Kg BB

Untuk menetapkan dosis asetosal digunakan 3 peringkat dosis. Dosis hasil perhitungan digunakan sebagai dosis tengah, 2 dosis lainnya diperoleh dengan cara menentukan kelipatannya. Angka kelipatan yang digunakan yaitu kelipatan 2 sehingga diperoleh dosis 250, 500, dan 1000 mg. Setelah dikonversikan ke mencit diperoleh dosis 45,5; 91; 182 mg/Kg BB. Dosis asetosal yang dipilih yaitu 91 mg/Kg BB dengan % penghambatan geliat sebesar 44,51%. Dosis tersebut digunakan dalam penelitian ini karena merupakan dosis yang lazim digunakan manusia (Rahmawati, 2009).

5. Penetapan dosis asam asetat

Menurut Williamson (1996) asam asetat kadar 1-3 % digunakan sebagai iritant

(58)

diamati setiap 5 menit selama 60 menit. Dosis yang dipilih adalah dosis yang memberikan geliat tidak terlalu banyak, sehingga tidak kesulitan dalam pengamatan, tetapi juga tidak terlalu sedikit sehingga bila sebelumnya diberi perlakuan analgetika masih memberikan geliat sampai kurang lebih 1 jam. Dosis efektif asam asetat yang dipilih untuk memberikan rangsang nyeri pada uji selanjutnya yaitu 25 mg/Kg BB. Dosis asam asetat 25 mg/Kg BB dipilih karena pada dosis tersebut sudah mampu menimbulkan respon geliat yang memudahkan pengamatan. Selain itu, pada dosis 25 mg/Kg BB ini memiliki jumlah geliat yang lebih banyak dibandingkan dosis 50 mg/Kg BB dan 100 mg/Kg BB (Rahmawati, 2009).

6. Penetapan kriteria geliat

Kriteria geliat ditetapkan untuk mendapatkan geliat yang sama sehingga pada saat penelitian, geliat yang diamati tidak berbeda-beda dan akan diperoleh hasil yang valid. Gerakan mencit yang dianggap sebagai geliat adalah kedua kakinya ditarik ke belakang dan tubuhnya memanjang serta pada bagian perutnya menempel pada alas tempat berpijak (Rahmawati, 2009).

7. Penetapan selang waktu pemberian rangsang

(59)

Rentang waktu yang diujikan adalah 5, 10, 15 dan 30 menit. Sebanyak 12 ekor hewan uji, yang telah dipuasakan ± 18-22 jam dibagi ke dalam 4 kelompok. Hewan uji diberikan asetosal dengan dosis 91 mg/Kg BB secara per oral kemudian setelah selang waktu tiap kelompok (5, 10, 15, dan 30 menit) diinjeksi dengan asam asetat 1% secara intraperitoneal menggunakan dosis efektif asam asetat yang diperoleh dari penetapan dosis asam asetat.

Dalam penelitian ini selang waktu pemberian rangsang yang dipilih yaitu 30 menit, karena pada selang waktu 30 menit, respon geliat yang diperoleh cukup sedikit dan juga menurut McEvoy (2005), 30 menit merupakan waktu yang diperlukan untuk absorbsi asetosal (Rahmawati, 2009).

8. Seleksi hewan uji

Hewan uji yang digunakan yaitu mencit putih betina galur Swiss, berumur 1,5-3 bulan, dengan berat badan 20-30 gram. Semua hewan uji dipelihara dengan kondisi dan perlakuan yang sama meliputi pakan, minum, dan kandang. Sebelum diberi perlakuan, semua hewan uji diadaptasikan terlebih dahulu dengan kondisi yang sama dan dipuasakan terlebih dahulu selama 18-22 jam tanpa diberi makan, hanya diberi minum saja. Hal ini bertujuan untuk mengurangi variasi akibat adanya makanan.

9. Penetapan dosis jamu kunyit asam ramuan segar

Dalam penelitian ini, jamu kunyit asam ramuan segar dibuat dengan komposisi 20,7% : 9,3%.

(60)

Sehingga dosis untuk manusia dewasa (50 kg) adalah 7,5 g/50 kg BB. Supaya dosis tersebut dapat dikonversikan ke mencit, maka dihitung dosis untuk manusia 70 kg sebagai berikut:

Dosis untuk manusia 70 kg = 70 kg/50 kg x 7,5 g = 10,5 g

Jika dosis tersebut dikonversikan ke mencit 20 g dengan angka konversi 0,0026 maka diperoleh sebagai berikut:

Dosis mencit 20 g : 10,5 g/70 kg BB x 0,0026 : 0,0273 g/20g BB

: 27,3 mg/20g BB : 1365 mg/Kg BB

Dosis 1365 mg/Kg BB merupakan dosis terapi. Dalam penelitian ini ditetapkan 3 peringkat dosis, dengan cara menentukan kelipatannya. Angka kelipatan yang digunakan sebesar 2 kalinya, sehingga diperoleh 3 peringkat dosis yaitu 1365mg/Kg BB (1 x 1365 mg/Kg BB); 2730 mg/Kg BB (2 x 1365 mg/Kg BB); dan 5460 mg/Kg BB (2 x 2730 mg/Kg BB).

10. Perhitungan kebutuhan bahan jamu kunyit asam ramuan segar

Konsentrasi larutan jamu kunyit asam ramuan segar yaitu: V x C = D x BB

0,5 ml x C = 5460mg/Kg x 20 g

 

(61)

Larutan jamu ramuan segar kunyit asam dibuat dalam 100 ml sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 21,84 g/100 ml.

Komposisi kunyit : asam = yang digunakan yaitu 20,7% : 9,3% . Kunyit : 20,7/30 x 21,84 g = 15,07 g

Asam : 9,3/30 x 21,84 g = 6,77 g

11. Pembuatan jamu kunyit asam ramuan segar

Rimpang kunyit (bagian empu) dipisahkan dari bagian kunyit yang lain kemudian dikupas dan dicuci. Pencucian dilakukan sebentar saja. Setelah itu, kunyit diparut kemudian ditimbang sebanyak 15,07 g, sedangkan asam jawa dikeluarkan dari kulitnya dan dipisahkan dari bijinya lalu ditimbang sebanyak 6,77 g. Kemudian mendidihkan aquadest. Setelah mendidih, parutan kunyit dan daging buah asam jawa dimasukkan ke dalam aquadest yang telah mendidih. Kemudian direbus selama 10 menit sambil diaduk-aduk. Setelah itu, dipisahkan antara larutan dan ampasnya dengan disaring.

12. Uji daya analgesik

(62)

penghambatan terhadap rasa nyeri dari masing-masing perlakuan dihitung dengan persamaan Handersot dan Forsaith yaitu :

% penghambatan terhadap rasa nyeri = 100 – [(P/K) x 100] Keterangan :

P = jumlah kumulatif geliat hewan uji setelah perlakuan K = jumlah rata-rata geliat hewan uji kontrol negatif

Perubahan persen penghambatan geliat terhadap asetosal dosis 91 mg/Kg BB sebagai kontrol positif pada tiap kelompok perlakuan dihitung dengan rumus:

Keterangan:

P = % penghambatan terhadap geliat pada setiap kelompok perlakuan

Kp = rata-rata % penghambatan terhadap geliat pada kelompok kontrol positif

F. Analisis Hasil

Data yang diperoleh dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data. Jika data terdistribusi normal dan variansi homogen maka dilanjutkan dengan ANOVA satu arah kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95% untuk melihat perbedaan antar kelompok tersebut bermakna (p<0,05) atau tidak bermakna (p > 0,05).

(63)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Rimpang Kunyit dan Buah Asam Jawa

Pada penelitian ini digunakan rimpang kunyit dan daging buah asam jawa sebagai bahan untuk membuat jamu kunyit asam ramuan segar. Rimpang kunyit dan buah asam jawa tersebut harus diidentifikasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa bahan yang digunakan benar-benar rimpang kunyit dan buah asam jawa.

Identifikasi rimpang kunyit dan buah asam jawa dilakukan di bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Berdasarkan hasil identifikasi, diperoleh bahwa bahan yang digunakan dalam pembuatan jamu kunyit asam ramuan segar adalah rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) dan buah asam jawa (Tamarindus indica L.)

B. Efek Analgesik Jamu Kunyit Asam Ramuan Segar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% memiliki efek analgesik dan berapakah efeknya serta untuk mengetahui apakah jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% memiliki daya analgesik dan berapakah dayanya.

(64)

efek dan daya analgesik suatu senyawa uji. Selain itu metode ini cukup sederhana, mudah dilakukan, dan cukup peka untuk pengujian senyawa-senyawa yang memiliki daya analgesik lemah (Turner, 1965).

Subjek uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mencit betina, karena mencit betina lebih sensitif merasakan nyeri (ambang nyeri lebih rendah), selain itu jamu kunyit asam biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri selama haid. Asam asetat diinjeksikan pada mencit betina sebagai zat kimia pemberi rangsang nyeri. Asam asetat dapat menyebabkan nyeri karena menurunkan pH jaringan akibat adanya pembebasan H+. Adanya penurunan pH tersebut mengakibatkan terjadinya iritasi pada jaringan lokal. Rasa nyeri yang terjadi dapat ditunjukkan dengan adanya respon mencit berupa geliat. Pemberian senyawa yang memiliki efek analgesik dapat menekan atau mengurangi rasa nyeri yang muncul sehingga respon geliat semakin sedikit. Respon geliat diamati tiap lima menit selama 60 menit setelah pemberian asam asetat.

(65)

Pada pengujian efek dan daya analgesik ini, jamu ramuan segar yang digunakan dibuat dari rimpang kunyit dan daging buah asam jawa. Bagian kunyit yang dipilih untuk membuat jamu kunyit asam ramuan segar ini adalah bagian utama (empu) karena bagian ini lebih kuning dari bagian yang lain (cabangnya) sehingga diperkirakan mengandung lebih banyak kurkumin. Setelah dipisahkan dari bagian kunyit yang lain, empu kunyit ini dikupas kemudian dicuci. Pencuciannya sebentar saja karena warna kuning dari kunyit dapat ikut terbawa air dan diperkirakan akan mempengaruhi kadar kurkumin di dalam kunyit. Setelah dicuci, kunyit lalu diparut kemudian ditimbang. Demikian juga dengan asam jawa dikupas lalu diambil dagingnya kemudian ditimbang. Setelah itu, parutan kunyit direbus bersama daging buah asam jawa dalam air yang mendidih selama 10 menit sambil diaduk-aduk. Waktu perebusan 10 menit dianggap waktu yang optimum karena jika direbus terlalu lama, panas dapat merusak senyawa aktif kurkumin. Pengadukan di sini berfungsi agar sari kunyit dan asam dapat keluar. Selanjutnya, jamu didinginkan kemudian disaring untuk memisahkan jamu kunyit asam dengan ampas kunyit dan asam. Jadi, jamu kunyit asam ramuan segar adalah jamu kunyit asam yang dibuat dengan cara sederhana dan selalu dibuat baru.

(66)

digunakan sebagai kontrol positif dengan dosis 91 mg/Kg BB. Digunakan asetosal karena asetosal merupakan obat analgesik-antiinflamasi yang sering digunakan. Selain itu asetosal mempunyai mekanisme penghambatan yang hampir sama dengan kurkumin yaitu menghambat enzim siklooksigenase (COX), sedangkan kurkumin menghambat enzim siklooksigenase (COX) dan enzim lipoksigenase. Kontrol negatif yang digunakan yaitu aquadest karena digunakan sebagai pelarut jamu kunyit asam ramuan segar. Peringkat dosis jamu ramuan segar yaitu 1365; 2730; 5460 mg/Kg BB.

Dalam pengujian daya analgesik jamu kunyit asam ramuan segar, hewan uji dibagi dalam lima kelompok terdiri dari kelompok I yaitu kontrol negatif berupa aquadest; kelompok II yaitu kontrol positif berupa asetosal dosis 91 mg/Kg BB; kelompok III-V yaitu kelompok perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar dosis 1365, 2730, dan 5460 mg/Kg BB.

(67)

Tabel III. Rata-rata jumlah kumulatif geliat dan rata-rata % penghambatan geliat terhadap kontrol negatif

Kelompok IV : jamu kunyit asam ramuan segar 2730 mg/Kg BB V : jamu kunyit asam ramuan segar 5460mg/Kg BB

(68)

asetosal dan jamu kunyit asam ramuan segar mampu menghambat respon geliat mencit.

Rata-rata % penghambatan geliat terhadap kontrol negatif pada kelompok perlakuan dapat pula digambarkan sebagai diagram batang (gambar 13) yang menggambarkan bahwa jamu kunyit asam ramuan segar dalam berbagai peringkat dosis mempunyai persen penghambatan.

Gambar 13. Diagram batang rata-rata % penghambatan geliat terhadap kontrol negatif pada kelompok perlakuan

Keterangan :

I : kontrol negatif (Aquadest 25 g/Kg BB) II : kontrol positif (Asetosal 91 mg/Kg BB)

(69)

C. Daya Analgesik Jamu Kunyit Asam Ramuan Segar

Dari hasil perhitungan % penghambatan terhadap geliat juga dapat dihitung % perubahan daya analgesik jamu kunyit asam ramuan segar terhadap kontrol positif yaitu asetosal 91 mg/Kg BB. Data % perubahan daya analgesik dapat dilihat pada tabel IV.

Tabel IV. Rata-rata jumlah kumulatif geliat dan rata-rata % perubahan daya analgesik terhadap terhadap kontrol positif

Kelompok perlakuan Rata-rata jumlah kumulatif geliat

(X ± SE)

Rata-rata % perubahan daya analgesik terhadap kontrol IV : jamu kunyit asam ramuan segar 2730 mg/Kg BB V : jamu kunyit asam ramuan segar 5460mg/Kg BB

(70)

Gambar 14. Diagram batang rata-rata % perubahan daya analgesik pada kelompok perlakuan

Keterangan :

I : kontrol negatif (Aquadest 25 g/kg BB) II : kontrol positif (Asetosal 91 mg/Kg BB)

III : jamu kunyit asam ramuan segar 1365 mg/Kg BB IV : jamu kunyit asam ramuan segar 2730 mg/Kg BB V : jamu kunyit asam ramuan segar 5460mg/Kg BB

(71)

Data % penghambatan terhadap geliat kemudian dianalisis menggunakan ANOVA satu arah dan uji Scheffe untuk mengetahui ada perbedaan atau tidak.

Tabel V. Ringkasan analisis variansi satu arah % penghambatan geliat terhadap kontrol negatif pada kelompok perlakuan

Sumber variansi Jumlah kuadrat

Antar perlakuan 26957.898 4 6739.474

12.002 .000

Total 40995.647 29

(72)

Tabel VI. Hasil analisis uji Scheffe % penghambatan geliat terhadap kontrol negatif pada kelompok perlakuan

Kelompok V : jamu kunyit asam ramuan segar 5460mg/Kg BB

Dari hasil uji Scheffe tabel VI dapat diketahui bahwa kontrol negatif memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kontrol positif. Kontrol negatif juga memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kelompok perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar dosis 2730 mg/Kg BB dan dosis 5460 mg/Kg BB. Dari kedua pernyataan di atas berarti bahwa dengan pemberian asetosal dan dua peringkat dosis jamu kunyit asam ramuan segar tersebut mampu menghambat geliat mencit akibat induksi asam asetat. Menurut Vogel (2002) dikatakan bahwa jamu kunyit asam ramuan segar dosis 1365 mg/Kg BB, 2730 mg/Kg BB dan dosis 5460 mg/Kg BB memiliki efek analgesik tetapi efeknya lemah, tetapi dapat dikatakan pula bahwa hanya dosis 5460 mg/Kg BB yang memiliki efek analgesik (Anonim,1991).

(73)

asam ramuan segar. Jadi pada jamu kunyit asam ramuan segar dosis 1365 mg/Kg BB, 2730 mg/Kg BB dan 5460 mg/Kg BB memiliki daya analgesik. Untuk dosis 2730 mg/Kg BB dan 5460 mg/Kg BB dapat dikatakan memiliki daya analgesik yang setara dengan asetosal dosis 91 mg/Kg BB, tetapi untuk dosis1365 mg/Kg BB tidak dapat dikatakan memiliki daya analgesik setara dengan asetosal dosis 91 mg/Kg BB. Hal tersebut dikarenakan ada kejanggalan yaitu pada dosis 1365 mg/Kg BB berbeda tidak bermakna dengan kontrol negatif dan kontrol positif. Sehingga dapat dikatakan pada dosis 1365 mg/Kg BB mempunyai efek analgesik yang sama dengan kontrol negatif dan mempunyai daya analgesik yang sama dengan kontrol positif. Jadi kemampuan dalam menghambat nyeri tidak lebih baik daripada kontrol negatif dan tidak sebaik kontrol positif. Sehingga dapat dikatakan bahwa efek analgesik jamu kunyit asam ramuan segar dosis 1365 mg/Kg BB diantara efek analgesik kontrol negatif dan tidak sebaik daya kontrol positif.

(74)

dosis 1365 mg/Kg BB dan 2730 mg/Kg BB tidak memiliki efek analgesik karena % penghambatannya kurang dari 50%. Sedangkan menurut Vogel (2002), pada dosis 1365 mg/Kg BB, 2730 mg/Kg BB dan 5460mg/Kg BB memiliki efek analgesik lemah karena efek analgesiknya kurang dari 70%.

Jamu kunyit asam ramuan segar dosis 1365 mg/Kg BB dan 2730 mg/Kg BB tidak memiliki efek analgesik karena karena % penghambatannya kurang dari 50% (Anonim, 1991). Sedangkan menurut Vogel (2002), pada dosis tersebut memiliki efek analgesik lemah karena efek analgesiknya kurang dari 70%.

Berikut ini adalah bagan persen penghambatan yang memiliki efek analgesik maupun yang tidak memiliki efek analgesik:

% penghambatan

Keterangan :

: memiliki efek analgesik lemah karena persen penghambatan kurang dari 70% (Vogel, 2002).

: memiliki efek analgesik lemah karena persen penghambatan lebih dari 70% (Vogel, 2002).

: tidak memiliki efek analgesik karena persen penghambatan kurang dari 50% (Anonim, 1991).

: memiliki efek analgesik karena persen penghambatan lebih dari 50% (Anonim, 1991).

Gambar 15. Kriteria efek analgesik

Pada semua kelompok perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar yaitu dosis 1365 mg/Kg BB, 2730 mg/Kg BB dan 5460 mg/Kg BB menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna dengan asetosal sehingga dapat dikatakan pada ketiga peringkat dosis tersebut memiliki daya analgesik, hanya saja untuk dosis

(75)

1365 mg/Kg BB memiliki daya analgesik yang besarnya tidak sama seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Menurut hasil penelitian (uji Scheffe), ketiga peringkat dosis yaitu dosis 1365 mg/Kg BB, 2730 mg/Kg BB dan 5460 mg/Kg BB menunjukkan hubungan berbeda tidak bermakna. Namun dari ketiga dosis tersebut hanya dosis 5460 mg/Kg BB yang memiliki efek analgesik karena mempunyai persen penghambatan lebih dari 50% yaitu 59,78% (Anonim, 1991). Untuk itu dalam penelitian ini, dosis yang disarankan untuk dikonsumsi agar memberikan efek analgesik adalah dosis ketiga yaitu dosis 5460 mg/Kg BB.

Dalam penelitian Rahmawati (2009), jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20% : 10% pada ketiga peringkat dosis tidak memiliki efek analgesik menurut Anonim (1991) karena persen penghambatannya kurang dari 50%. Menurut Vogel (2002), jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20% : 10% pada ketiga peringkat dosis memiliki efek analgesik lemah karena persen penghambatannya kurang dari 70%. Sedangkan dalam penelitian ini, jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% pada peringkat dosis ketiga dapat dikatakan memiliki efek analgesik menurut Anonim (1991) karena memiliki persen penghambatan lebih dari 50%.

(76)

tidak hanya memiliki efek analgesik tetapi juga memiliki efek antihistamin, parasimpatomimetik, atau simpatomimetik. Oleh karena itu, untuk membuktikan adanya efek analgesik dari senyawa uji, perlu dilakukan uji analgesik dengan metode lain yang lebih spesifik, seperti rektodolorimetri dan podolorimetri.

(77)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan acuan Anonim (1991), jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% memiliki efek analgesik pada dosis 5460 mg/Kg BB sebesar 59,78%. Sedangkan menurut acuan Vogel (2002), jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% pada semua peringkat dosis memiliki efek analgesik tetapi lemah karena memiliki persen penghambatan kurang dari 70%.

2. Jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% memiliki daya analgesik pada dosis 1365 mg/Kg BB, 2730 mg/Kg BB dan 5460 mg/Kg BB masing-masing sebesar 40,58%; 47,46% dan 59,78%.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka untuk penelitian selanjutnya disarankan:

1. Optimasi proses pembuatan jamu kunyit asam ramuan segar.

2. Penghitungan volume akhir jamu karena dapat mempengaruhi konsentrasi jamu kunyit asam ramuan segar.

(78)

4. Penetapan kadar senyawa kurkumin pada jamu kunyit asam ramuan segar. 5. Penelitian mengenai efek dan daya analgesik jamu kunyit asam ramuan segar

(79)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid I, 47, 51, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 1991, Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Uji Klinik Kelompok Kerja Ilmiah Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyt Medica, Jakarta

Anonim, 1992, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1995, Materia Medika, jilid VI, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia IV, 31, Departemen Kesehatan Indonesia, Jakarta

Anonim, 2001, Daftar Obat Alam (DOA), edisi II, 120, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia Badan Pimpinan Daerah Jawa Tengah Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia Dewan Pimpinan Daerah Jawa Tengah, Semarang

Anonim, 2007, Keputusan Menteri kesehatan republik Indonesia No. 381/menes/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional, Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Bengmark, S., 2006, The Effect of Curcumin (Active Substance of Turmeric) on the Acetic-Acid Induced Visceral Nociception in Rats, Pakistan Journal of Biological Science, 314

Bone, K. dan Mills, S., 2000, Principles and Practice of Phytotherapy, 569, 571, Churchill Livingstone, New York

Chasman, 2008, BMC Neuroscience, http://biomedcentral.com/content/figures,

diakses tanggal tanggal 21 Desember 2009

Dipalma J. R. dan Digregorio G. J., 1990, Basic Pharmacology in Medicine, 3rd ed, 309, McGraw-Hill International Editions, Singapura

Dollery, C., 1999, Therapeutic Drugs, 2nd ed, 216-217, Churchill Livingstone, New York

Fadeli Y., 2008, Daya Analgesik dari Campuran Ekstrak Rimpang Kunyit dan Ekstrak Daging Buah Asam Jawa dengan Metode Simplex Lattice Design,

(80)

Guyton, A. C., 1993, Textbook of Medical Physiology, diterjemahkan oleh Tengadi, K. A., 307-313, EGC, Jakarta

Guyton, A. C., and Hall, 1996, Textbook of Medical Phisiology, diterjemahkan oleh Tengadi, L., Setiawan, I., Santosa, A., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, Bagian II, 76, 761-762, 443, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Hite, G.J., 1995, Analgesik, dalam W.O. Foye, Principles of Medicinal Chemistry, diterjemahkan oleh Rasyid, R., Firma, K., Haryanto, Suwarno, T., dan Mursadad, A,. Edisi II, 483-487, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Hutapea, J.R., 1994, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, jilid III, 287-289,

Depkes RI, Jakarta

Katzung, B. G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, diterjemahkan oleh Sjabana D., 545, Salemba Medika, Jakarta

Kawamori, T., Lubet, R., Steele, V.E., Kellof, G.J., Kakey, R.B., Rao., C.V., and Reddy, B.S., 1999, Chemopreventive Effect of Curcumin, a Naturally Occuring Anti-Infalammatory Prevent, during the Promotion/Progession Stages of Colon Cancer, Cancer Res., 59, 567- 601.

Lestari, C.M., 2006, Efek Analgetika Infusa Daun Asam Jawa (Tamarindus indica, Linn) pada Mencit Betina, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Jogjakarta

Majeed, 1995, Curcuminoids: Antioxidant Phytonutrients, 9, 24, 33-63, 67, Nutrisciecs Publisher Inc, New Jersey.

McEvoy, G. K., 2005, AHFS Drug Information, 1951, Authority of the Board of The American Society of Health-System Pharmacists, USA

Mutschler, E, 1986, Arzneimitteewirkungen, diterjemahkan oleh Widianto, M.B. dan Ranti, A.S., dalam Dinamika Obat, edisi IV, 177-183, 193-197, Penerbit ITB, Bandung.

Mutschler, E., dan Derrendorf, H., 1995, Drug Action, 149-165, CRC Press, Stuttgart

Gambar

Gambar 1. Rimpang kunyit (Sunarto, 2009).
Gambar 2. Struktur Kurkumin (Majeed, 1995)
Gambar 3. Struktur Desmetoksikurkumin (Cashman, 2008).
Gambar 5. Struktur senyawa kurkumin (Majeed, 1995)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Kriteria inklusi dari subyek penelitian yang digunakan sebagai partisipan adalah orang yang bersedia dijadikan partisipan, dapat berintertaksi dan berkomunikasi

Dengan berlakunya Peraturan Bupati ini maka Peraturan Bupati Badung Nomor 49 Tahun 2005 tentang Bantuan Biaya Pendidikan bagi Pegawai Negeri Sipil

Dengan demikian, untuk hipotesis nul (H 0 ) yang menyatakan tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah IPA antara kelompok peserta didik yang belajar dengan

Akan tetapi ketika pada saat itu saksi sedang berada dirumah tepatnya pada Hari Kamistanggal 11 Oktober Tahun 2012 sekira pukul 15.00 WIB mendapatkan laporan dari

Secara umum manfaat media pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih afektif dan efisien.

Namun, persepsi nilai etika dan persepsi nilai spiritual tidak memberikan pengaruh terhadap keberadaan BMT, BMT yang juga sebagai jasa keuangan syariah justru sebagian

Hasil penelitian Anwar (2014) yang dilakukan di Sekolah Menengah Atas di Kota Bandung menyatakan bahwa guru yang telah berpengalaman dalam mengajar (guru senior)