• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGAKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI KALOR DENGAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DI KELAS VII B SMP NEGERI 1 BERBAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN AJARAN 20102011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "UPAYA MENINGAKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI KALOR DENGAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DI KELAS VII B SMP NEGERI 1 BERBAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN AJARAN 20102011"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGAKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI

BELAJAR SISWA PADA MATERI KALOR DENGAN

METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

DI KELAS VII B SMP NEGERI 1 BERBAH

KABUPATEN SLEMAN

TAHUN AJARAN 2010/2011

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun oleh : Teguh Setiyanto NIM. 041424040

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

2011

(2)
(3)
(4)

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Kesabaran dan selalu berusaha adalah kunci dari keberhasilan hidup. Janganlah kau jadi orang yang selalu bersedih meratapi kehidupan, karena kehidupan tidak akan pernah berhenti ketika kamu bersedih. Langkahkanlah kakimu dengan penuh semangat untuk meniti kehidupan ini.

Janganlah kamu berhenti ketika mendapatkan kesulitan, karena dibalik kesulitan itu terselip berbagai kemudahan untukmu.

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

1. Kedua orang tuaku yang selalu mendukung dan mendoakanku setiap waktu.

2. Saudaraku dan kekasih yang selalu mendorong untuk menyelesaikan skripsi.

(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Setiyanto, Teguh (2011). Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Kalor dengan Metode Pembelajaran Kooperatif dengan Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Di Kelas VII B SMP Negeri 1 Berbah Kabupaten Sleman Tahun Ajaran 2010/2011. Program Studi Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran kooperatif dalam meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa di kelas VII B SMP Negeri 1 Berbah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Penelitian dilakukan terhadap 36 siswa kelas VII B SPM Negeri 1 Berbah pada semester II tahun ajaran 2010/2011. Tindakan dilakukan dalam 2 siklus setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Setiap siklus dilaksanakn dalam 2 pertemuan. Pengambilan data dilaksanakan dengan mengumpulkan data kualitaif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dalam pelajaran fisika di kelas VII B SMP Negeri 1 Berbah dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas belajar. Belajar secara berkelompok lebih efektif dari pada belajar dengan cara perorangan, disamping memberikan hasil yang lebih bagus juga lebih cepat dan lebih baik. Penerapan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam materi kalor. Pemberian penghargaan dalam pembelajaran kooperatif memacu siswa untuk saling bekerjasama, semua anggota kelompok mempunyai andil yang sama dalam menentukan redikat kelompok yang diraih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi belajar siswa. Pada tes awal nilai rata-rata siswa 61,2 sedangkan pada akhir siklus I terjadi peningkatan menjadi 62,7, pada akhir siklus II terjadi peningkatan lagi menjadi 78,08. Persentase siswa yang mendapatkan nilai diatas 65 juga mengalami peningkatan dari 58,33% pada akhr siklus I menjadi 86,11% pada akhir pembelajaran kooperatif tipe STAD di siklus II.

Kata kunci : Aktifitas siswa, prestasi belajar, materi kalor, koopertaif tipe STAD.

(8)

ABSTRACT

Setiyanto, Teguh (2011) Effort for Increasing Activities and Student Achievement on Heat Theory with Cooperative Study Method with Student Teams Achievement Division (STAD) in Class VII B of 1 Junior High School of Brebah Kabupaten Sleman in the Academic Year of 2010/2011. Mathematical and Natural Sciences Education Study Program, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University of Yogyakarta.

This class action research is aimed at knowing the affectivity of Cooperative Study for increasing the activity and student achievement in class VII B of 1 Junior High School of Brebah Kabupaten Sleman with cooperative study STAD type achievement.

The research is conducted towards 36 students class VII B of 1 Junior High School of Brebah Kabupaten Sleman in the academic year of 2010/2011. The action is done in two cycles and every cycle is based on planning step, realization step, measuring step and reflection. Every cycle is conducted in 2 meetings. Data collection is conducted by collecting the quantitative data and qualitative data.

The result of the study shows that cooperative study in physic class in class of VII B 1 Brebah Junior High School can increase study quality and the quantity. Group learning will be more effective than individual learning, it is instead giving better and faster result. The application of cooperative study can increase the achievement of the students in the theory of heat. Appreciation giving in cooperative study can support the student to be helpful to each other. Every member of the group has their own duty. The result of the study shows that there is increasing in student achievement. In the first test, the average of students’ point is just 61,2, instead in the end of cycle 1, there is increasing point, it is 62,7. At the end of cycle 2, there is also increasing point. It becomes 78,08. The percentage of the student got the point above 65 are also increasing from 58,33% at the end of cycle 1 and it becomes 86,11% at the end of cooperative study STAD type in cycle 2.

Key words: Student activity, study achievement, heat theory, cooperative STAD type.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat, hidayah serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak memperoleh bantuan, dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Drs. Rohandi, M.Ed., Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan fasilitas selama kuliah dan memberikan surat ijin penelitian.

2. Bapak Drs. A. Atmadi, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika sekaligus sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan bagi penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Domi Severinus, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan ilmunya untuk memberikan pengarahan, bimbingan dan saran dengan penuh kesabaran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Ibu Dra. Maslichah Asy’ari, M.Pd selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan bagi penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Siti Aisyah selaku Kepala SMP Negeri 1 Berbah Kabupaten Sleman, yang telah memberikan izin penelitian di sekolah yang dipimpinnya dan memberikan surat bukti telah melakukan penelitian

6. Bapak Ch. Mardi U, S. Pd selaku Guru Mata Pelajaran Fisika di SMP Negeri 1 Berbah Kabupaten Sleman, yang telah membantu dan memberikan dalam pelaksanaan penelitian

7. Bapak, ibu dan adik tercinta serta saudara – saudara yang telah memberikan dorongan dan Doa, penulis ucapkan terimakasih.

(10)

x   

8. Kekasihku yang selalu membantu, memberi semangat dan dorongan tanpa

menyerah sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, penulis ucapkan

terimakasih.

9. Teman – teman seperjuangan atas dorongan dan kerjasamanya

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan do’a dan dukungannya dengan ikhlas pada penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam

penulisan skripsi ini. Kritik dan saran dari semua pihak akan penulis terima

dengan senang hati. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat

bagi pembaca khususnya guru fisika.

Yogyakarta, 25 November 2011

Penulis,

(11)

xi   

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Masalah ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Belajar ... 8

B. Aktifitas Belajar ... 11

C. Prestasi Belajar ... 15

D. Hakekat Sains Fisika ... 19

E. Pembelajaran Kooperatif ... 22

(12)

xii   

2. Prinsip Dasar Pembelajaran Kooperatif ... 26

3. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif ... 27

4. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif ... 28

5. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 30

6. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif ... 31

7. Kelemahan dan Kelebihan Pembelajaran Kooperatif ... 33

F. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 38

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 38

2. Tahap-tahap Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 39

3. Langkah-langkah penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 41

4. Langkah-langkah Pemberi Penghargaan Kelompok ... 42

5. Kunci keberhasilan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 44

6. Materi-materi dalam Pembelajaran Kooperatif ... 45

G. Hipotesis Tindakan ... 45

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 46

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 46

C. Faktor yang Diteliti ... 47

D. Rencana Tindakan Penelitian ... 47

E. Metode Pengumpulan Data ... 52

F. Instrumen Penelitian ... 52

1. Lembar Observasi ... 52

2. Pedoman Wawancara ... 53

3. Dokumentasi ... 54

4. Angket ... 54

5. Tes Hasil Belajar ... 54

G. Metode Analisis Data ... 55

(13)

xiii   

2. Data Kualitatif ... 56

H. Kriteria Keberhasilan ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pra Penelitian Tindakan Kelas ... 60

B. Hasil Penelitian ... 62

1. Deskripsi Siklus 1 ... 62

a. Tahap Persiapan ... 62

b. Tahap Pelaksanaan ... 63

c. Tahap Observasi dan Evaluasi ... 68

d. Refleksi ... 69

2. Deskripsi Siklus II ... 70

a. Tahap Persiapan ... 70

b. Tahap Pelaksanaan ... 71

c. Tahap Observasi dan Evaluasi ... 75

d. Refleksi ... 75

3. Data pengamatan keaktifan belajar fisika siswa, hasil angket siswa, dan hasil wawancara ... 76

a. Hasil lembar observasi keaktifan siswa ... 76

b. Hasil angket siswa ... 78

c. Hasil wawancara ... 79

C. Pembahasan ... 79

1. Siklus 1 ... 79

2. Siklus II ... 82

3. Keaktifan belajar fisika siswa, hasil angket siswa, dan hasil wawancara ... 85

4. Uji Statistik T-Test ... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98

(14)

xiv   

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Gambar tahapan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ... 48

Gambar 4.1 Grafik hasil observasi keaktifan belajar fisika ... 77

(15)

xv   

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Langkah Pembelajaran Kooperatif ... 32

Tabel 2.2 Kriteria Nilai Peningkatan Hasil Belajar Dalam Pembelajaran Kooperatif ... 43 

Tabel 3.1 Indikator Keaktifan Siswa Dalam Proses Pembelajaran ... 53 

Tabel 3.2 Penskoran Aspek Lembar Observasi Keaktifan Belajar Siswa ... 53 

Tabel 3.3 Kualifikasi Persentase Skor Hasil Observasi Keaktifan Belajar Siswa ... 56

Tabel 3.4 Kualifikasi Persentase Skor Hasil Angket Keaktifan Belajar Siswa ... 57

Tabel 4.1 Hasil Pretes ... 61

Tabel 4.2 Jadwal Pelajaran Fisika Kelas VII B SMP Negeri 1 Berbah ... 62

Tabel 4.3 Data Hasil Observasi Keaktifan Belajar Siswa ... 77

Tabel 4.4 Data Hasil Angket Keaktifan Belajar Siswa ... 78

Tabel 4.5 Prestasi Belajar Siswa Dalam Tes Awal Siklus I ... 80

Tabel 4.6 Hasil Tes Individu pada Siklus I ... 80

Tabel 4.7 Hasil Tes Berdasarkan Kelompok pada Siklus I ... 81

Tabel 4.8 Hasil Tes Individu pada Siklus II ... 84

Tabel 4.9 Hasil Tes Berdasarkan Kelompok pada Siklus II ... 85

(16)

xvi   

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II

Lampiran 3 Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lampiran 4 Soal Pretes

Lampiran 5 Kriteria Skoring Pretes

Lampiran 6 Soal Postes

Lampiran 7 Kriteria Skoring Postes

Lampiran 8 Soal Kuis

Lampiran 9 Daftar Nilai Pembagian Kelompok

Lampiran 10 Daftar Pembagian Kelompok

Lampiran 11 Hasil Observasi Keaktifan Belajar Siswa

Lampiran 12 Angket Keaktifan Belajar Siswa Dengan Menggunakan Metode

Kooperatif

Lampiran 13 Kisi-Kisi Angket Keaktifan Belajar Fisika Siswa

Lampiran 14 Hasil Angket Keaktifan Belajar Siswa pada Siklus I

Lampiran 15 Hasil Angket Keaktifan Belajar Siswa pada Siklus II

Lampiran 16 Hasil Tes Diagnostik Siklus I

Lampiran 17 Hasil Tes Diagnostik Siklus II

Lampiran 18 Surat Izin Riset dan Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 19 Surat Keterangan Penelitian dari BAPEDA

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia. Pendidikan tidak diperoleh begitu saja dalam waktu yang singkat, namun memerlukan suatu proses pembelajaran sehingga menimbulkan hasil atau efek yang sesuai dengan proses yang telah dilalui. Sumber daya manusia yang berpendidikan akan mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Usaha pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia salah satunya adalah dengan menetapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan No. 22, 23, dan 24 tahun 2005.

(18)

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru fisika kelas VII, Bapak Ch. Mardi U. S. Pd menyatakan bahwa banyak siswa memiliki tingkat keaktifan yang rendah. Hasil ini dapat dilihat dari setiap kali guru menerangkan selama pembelajaran berlangsung siswa yang aktif hanya 45%. Sedangkan siswa yang lainnya hanya diam sebagai pendengar dan mencatat. Adapun nilai yang diperoleh siswa sebagian besar masih dibawah standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di sekolah tersebut.

(19)

Dalam Pembelajaran kooperatif terjadi pembelajaran tutor sebaya dalam kelompok-kelompok diskusi, selain memberikan kesempatan siswa untuk memahami permasalahan lebih luas dan siswa juga akan lebih berani, siswa dituntut untuk terus berinteraksi satu sama lain. Hal semacam ini tidak bisa ditemui dalam pembelajaran konvensional yang selama ini diterapkan. (Arief Kurniawan dalam digilib.umm.ac.id diakses tanggal 08 Februari 2010).

Selama proses pembelajaran siswa seharusnya ikut terlibat secara langsung agar siswa memperoleh pengalaman dari proses pembelajaran. Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Carl Sagan dalam Koes (2003:5) mendefinisikan Sains lebih sebagai sebuah cara berpikir daripada satu kumpulan pengetahuan.

(20)

konvensional masih mendominasi dalam proses pembelajaran fisika. Metode ceramah hanya mengutamakan produk atau hasilnya saja. Padahal dalam pembelajaran fisika, proses dan produk sama pentingnya serta tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, penggunaan metode dan pendekatan pembelajaran yang tepat dan bervariasi diharapkan akan meningkatkan aktivitas belajar siswa, dan dengan meningkatnya aktivitas selama pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Dari uraian yang telah disampaikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Kalor Dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Di

Kelas VII B SMP Negeri 1 Berbah Kabupaten Sleman Tahun Ajaran

2010/2011”.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian yang telah disampaikan dalam latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :

1. Banyak siswa beranggapan bahwa fisika merupakan mata pelajaran yang sulit.

2. Prestasi belajar fisika siswa masih belum sesuai dengan yang diharapkan. 3. Keaktifan siswa di dalam proses pembelajaran masih kurang.

(21)

C. Batasan Masalah

Agar permasalahan yang dibahas dala penelitian ini tidak meluas maka perlu adanya batasan masalah. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan aktivitas dan prestasi belajar siswa dengan pendekatan pembelajaran kooperatif. Penelitian hanya dilakukan terhadap proses pembelajaran siswa kelas VII B semester II SMP Negeri 1 Berbah tahun ajaran 2010/2011 pada pokok bahasan “kalor”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu :

1. Bagaimana aktivitas belajar awal siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Berbah Kabupaten Sleman tahun ajaran 2010/2011 pada materi kalor?

2. Bagaimana prestasi belajar awal siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Berbah Kabupaten Sleman tahun ajaran 2010/2011 pada materi kalor?

3. Bagaimana aktivitas belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan metode pendekatan pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Berbah Kabupaten Sleman tahun ajaran 2010/2011?

(22)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran melalui pendekatan kooperatif sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Berbah Kabupaten Sleman tahun ajaran 2010/2011.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Sekolah

Sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa.

2. Bagi Guru

Guru selaku pendidik sebagai strategi pembelajaran bervariasi yang dapat memperbaiki dan meningkatkan system pembelajaran di kelas, serta membantu guru menciptakan kegiatan belajar yang menarik.

3. Bagi Siswa

a. Meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

b. Meningkatkan minat siswa pada pembelajaran khususnya pelajaran fisika.

(23)

4. Bagi Peneliti

(24)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Belajar

a. Pengertian Belajar

Menurut pandangan awam belajar adalah kegiatan yang tampak dalam bentuk duduk didalam kelas, mendengarkan guru yang sedang menerangkan, menghafal sesuatu atau mengajarkan kembali apa yang telah diperoleh disekolah. Tetapi pendapat para ahli pendidikan lebih luas lagi.

Menurut Sayuti, H (2000 : 5) belajar adalah proses pertumbuhan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan. Ini berarti bahwa tujuan suatu kegiatan belajar adalah upaya mencapai perubahan tingkah laku baik menyangkut pengetahuan, ketrampilan, maupun aspek sikap atau kepribadiannya.

Belajar dalam arti luas adalah perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam penguasaan, penggunaan, dan nilai-nilai pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam bidang studi atau lebih luas lagi berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasikan.

Menurut Oemar Hamalik (1980 :28) belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seorang yang dinyataka dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.

(25)

Menurut Morgan dan kawan-kawan (1986) belajar dapat didefinisikan sebagai tiap perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Definisi ini mencakup tiga unsur yaitu :

1) Belajar adalah perubahan tingkah laku.

2) Perubahan tersebut terjadi karena latihan atau pengalaman. Perubahan yang terjadi pada tingkah laku karena unsur kedewasaan bukan belajar. 3) Sebelum dikatakan belajar, perubahan tersebut harus relatif permanen

dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama.

Menurut Slameto (2003: 2), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sehubungan dengan pengertian itu perlu diutarakan sekali lagi bahwa perubahan tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan, keadaan gila, mabuk, lelah, dan jenuh tidak dapat dipandang sebagai proses belajar (Muhibbin Syah,1995 : 92).

(26)

b. Tujuan Belajar

Menurut Oemar Hamalik (2007 : 73), tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar yang pada umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa.

c. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar

Telah dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku atau kecakapan. Sampai dimanakah perubahan itu dapat dicapai atau dengan kata lain, berhasil atau tidaknya belajar itu tergantung pada bermacam-macam faktor. Adapun faktor-faktor itu kita bedakan menjadi dua golongan :

1) Faktor yang ada pada organisme itu sendiri yang kita sebut faktor individual. Yang termasuk dalam faktor individual antara lain:

- Kematangan atau pertumbuhan - Kecerdasan

- Latihan - Motivasi, dan - Faktor pribadi

2) Faktor yang ada diluar individu yang disebut faktor sosial. Yang termasuk faktor sosial antara lain :

- Keluarga atau keadaan rumah tangga - Guru dan cara mengajarnya

(27)

- Lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial. (Ngalim Purwanto 2007 :102). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa untuk memperlancar proses belajar mengajar, perlu diperhatikan beberapa faktor yaitu baik yang terdapat dalam diri siswa (faktor individual) maupun yang terdapat di luar siswa itu sendiri (faktor sosial).

B. Aktivitas Belajar

Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar. Sebagai rasionalitasnya, hal ini juga mendapatkan pengakuan dari berbagai ahli pendidikan.

Frobel dalam Sardiman (2001:38) mengatakan bahwa “manusia sebagai pencipta“. Dalam ajaran agama pun diakui bahwa manusia adalah sebagai pencipta yang kedua (setelah Tuhan). Secara alami peserta didik memang ada dorongan untuk menciptakan. Peserta didik adalah suatu organisme yang berkembang dari dalam. Prinsip utama yang dikemukakan Frobel bahwa peserta didik harus bekerja sendiri. Untuk memberikan motivasi, maka dipopulerkan suatu semboyan “berpikir dan berbuat”. Begitu juga dalam belajar sudah tentu tidak mungkin meninggalkan dua kegiatan berpikir dan berbuat.

(28)

didiknya. Pernyataan Montessori ini memberikan petunjuk bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas didalam pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedangkan pendidikan memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik.

Dalam hal kegiatan belajar ini, Rousseou memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan belajar sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Oleh sebab itu, orang yang belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktivitas, maka proses belajar tidak mungkin terjadi. Guru bertugas menyedikan bahan pelajaran, tetapi yang mengolah dan menentukan adalah siswa sesuai dengan bakat, kemampuan, dan latar belakang masing-masing. Belajar adalah berbuat dan sekaligus merupakan proses yang membuat anak didik aktif dan mendominasi aktivitas adalah siswa. Agar anak didik berpikir sendiri, maka harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri.

Sehubungan dengan ini, maka Piaget menerangkan bahwa seorang anak itu berpikir sepanjang ia berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak berpikir. Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, sehingga terjadi interaksi yang efektif antara guru dan siswa. Dalam pengajaran dapat dikatakan efektif apabila pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri.

(29)

tradisional. Paul B. Diedrich dalam Sardiman (2001:76) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut :

1. visual activities meliputi membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

2. Oral activities, meliputi menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi

saran, mengemukakan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. 3. Listening activities, meliputi uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. 4. Writing activities, meliputi menulis cerita, karangan, laporan, angket,

menyalin.

5. Drawing activities, meliputi menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

6. Motor activities, meliputi melakukan percobaan, membuat konstruksi,

model, mereparasi, bermain, berkebun, berternak.

7. Mental activities, meliputi menangggap, mengingat, memecahkan soal,

menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.

8. Emotional activities, meliputi menaruh minat, merasa bosan, gembira,

semangat, bergairah, tenang, dan gugup.

(30)

laporan. Sedangkan penilaian afektif (sikap) meliputi bekerjasama dalam kelompok, kejujuran, ketekunan belajar, dan tangungjawab.

Menurut Hamalik (2005:175-176), adapun nilai-nilai aktivitas dalam pengajaran bagi siswa sebagai berikut :

1. Para siswa mancari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri. 2. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara

integral.

3. Memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan siswa. 4. Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri.

5. Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis.

6. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua dengan guru.

7. Pengajaran diselenggarakan secara realitis dan konkret sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan verbalitis.

8. Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di masyarakat.

C. Prestasi Belajar

(31)

sikap dan keterampilan. Menurut Bloom dalam Suharsimi Arikunto (1990: 110) bahwa hasil belajar dibedakan menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

Muray dalam Beck (1990:290) mendefinisikan prestasi sebagai berikut: “To overcome obstacle, to exercise power, to strive to do something difficult as well

and as quickly as possible”. “Kebutuhan untuk prestasi adalah mengatasi

hambatan, melatih kekuatan, berusaha melakukan sesuatu yang sulit dengan baik dan secepat mungkin”.

Menurut Arifin (1991:3), prestasi berarti hasil usaha. Dalam hubungannya dengan usaha belajar, prestasi berarti hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar pada kurun waktu tertentu. Prestasi belajar siswa mampu memperlihatkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan pengalaman dalam bidang ketrampilan, nilai dan sikap.

Prestasi adalah hasil usaha yang dicapai seseorang berdasarkan kemampuan, keterampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu hal dengan bidang dan kemampuan masing masing (Zainal, 1991:3).

Prestasi merupakan kecakapan atau hasil kongkrit yang dapat dicapai pada saat atau periode tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut, prestasi dalam penelitian ini adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam proses pembelajaran fisika pada materi kalor.

(32)

atau instrumen yang relevan. Jadi prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Prestasi belajar merupakan hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes yang relevan.

Benjamin S. Bloom (1956:1-10) mengklasifikasikan hasil belajar dalam tiga ranah yaitu : ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Ranah kognitif terdiri dari enam kategori yaitu : pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri lima aspek yaitu : penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.

Arif Gunarso (1993:77) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Sedangkan menurut Winkel (1996:226) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.

(33)

digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Tes prestasi belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk mengungkap performasi maksimal subyek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan formal tes prestasi belajar dapat berbentuk ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan ebtanas dan ujian-ujian masuk perguruan tinggi.

Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa. Prestasi belajar dapat dilihat secara nyata berupa skor atau nilai setelah mengerjakan suatu tes. Tes yang digunakan untuk mencapai prestasi belajar merupakan suatu alat untuk mengukur aspek – aspek tertentu dari siswa misalnya pengetahuan, pemahaman atau aplikasi suatu konsep. (Doantara Yasa dalam potes.wordpress.com: 8-2-2010).

Prestasi belajar adalah hasil belajar yang telah dicapai menurut kemampuan yang tidak dimiliki dan ditandai dengan perkembangan serta perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang diperlukan dari belajar dengan waktu tertentu, prestasi belajar ini dapat dinyatakan dalam bentuk nilai dan hasil tes atau ujian. (Abu Muhammad Ibnu Abdullah dalam sobatbaru.blogspot.com: diakses

8-2-2010)

(34)

dimasukkan ke dalam suatu istilah yang lebih umum yaitu kemampuan (ability) konsep. (Doantara Yasa dalam potes.wordpress.com: 8-2-2010)

Pada umumnya, untuk menilai hasil belajar siswa, guru dapat menggunakan bermacam-macam ”achievement test”, seperti ”oral test”, ”essay test”, dan ”objective test” atau ” short-answer test”. Sedangkan untuk nilai proses belajar dan hasil belajar yang bersifat keterampilan (skill), tidak dapat dipergunakan hanya dengan tes tertulis atau lisan tetapi harus dengan ”performance test” yang bersifat praktik. Hasil nyata yang dapat diukur dalam setiap proses belajar disebut prestasi belajar seseorang. (Abu Muhammad Ibnu Abdullah dalam sobatbaru. blogspot.com: 8-2-2010)

Prestasi belajar yang diidentifikasikan dalam penelitian tindakan kelas ini mengacu pada ranah kognitif pada aspek pengetahuan dan pemahaman. Tes yang digunakan dalam menilai prestasi belajar siswa berbentuk soal isian singkat atau ” short-answer test”. Ranah afektif juga mendapatkan perhatian karena berkenaan dengan sikap siswa selama melaksanakan pembelajaran kooperatif. Penilaian pada ranah afektif lebih ditujukan pada peran serta dan sikap siswa dalam pembelajaran kooperatif yang dinilai dengan menggunakan lembar observasi.

D. Hakekat Sains-Fisika

(35)

Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga Sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

Pendidikan Sains di sekolah menengah pertama diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Oleh karena itu, pendidikan Sains diterapkan dalam menyajikan pembelajaran.

Sains adalah memadukan antara pengalaman proses Sains dan pemahaman produk Sains dalam bentuk pengalaman langsung. Hal ini juga sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa SMP yang masih berada pada fase transisi dari konkrit ke formal, akan sangat memudahkan siswa jika pembelajaran Sains mengajak anak untuk belajar merumuskan konsep secara induktif berdasar fakta-fakta empiris di lapangan.

Hakikat fisika sama halnya dengan hakikat Sains karena fisika merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Sains. Sagan dalam Koes (2003:5) mengatakan tentang Sains :

(36)

subnuklir yang mungkin membawa komponen utama semua materi, ke makhluk hidup, komunitas sosial manusia, dan kemudian kosmos secara keseluruhan. Persepsi kita mungkin mengalami distorsi oleh latihan dan praduga atau bahkan karena keterbatasan indera kita yang tentu saja menerima secara langsung tetapi hanya sebagian kecil dari gejala alam….Sains didasarkan atas eksperimen, pada kemauan untuk menantang dogma lama, pada keterbukaan untuk melihat alam semesta seperti apa yang sesungguhnya. Serta merta Sains kadang-kadang membutuhkan keberanian…paling tidak keberanian untuk mempertanyakan kebijaksanaan konvensional.

Secara umum, hakikat Sains menurut model kontemporer adalah sebagai berikut.

1. Sains adalah organisasi pengetahuan kita untuk membantu kita mempelajari alam.

2. Sains adalah bagian dari kemajuan dan kreativitas manusia (Sains itu berkembang).

3. Sains adalah sebuah pencarian untuk temuan-temuan (Sains adalah sebuah proses).

4. Sains terdiri dari berbagai disiplin dan proses. 5. a. Sains adalah upaya-upaya kompetitif.

b. Popularitas pengetahuan ilmiah berkait secara langsung dengan prestise orang yang menemukan pengetahuan itu.

(37)

penelitian dll) dengan paradigma pengetahuan yung satu dengan yang lainnya.

E. Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah konsep pendidikan yang menyatakan bahwa kelas seharusnya cermin masyarakat yang lebih besar dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pedagoginya mengharuskan guru menciptakan di dalam lingkungan belajarnya suatu sistem sosial yang dicirikan dengan prosedur demokrasi dan proses ilmiah. (Muhammad Faiq Dzaki KumpulBlogger.com diakses: tanggal 8-2-2010)

(38)

Model Pembelajaran cooperative learning (MPCL) beranjak dari dasar pemikiran "getting better together", yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif kepada siswa untuk memperoleh, dan mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan-keterampilan sosial yang bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat. Melalui MPCL, siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam PBM, melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain. Proses pembelajaran dengan MPCL ini mampu merangsang dan menggugah potensi siswa secara optimal dalam suasana belajar pada kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 6 orang siswa (Stahl, 1994). Pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam dimensi kesejawatan, karena pada saat itu akan terjadi proses belajar kolaboratif dalam hubungan pribadi yang saling membutuhkan. Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya (peer group) dan belajar secara bekerjasama (cooperative). (Wahyu Widyaningsih dalam tpcommunity05.blogspot. com diakses: 8-2-2010)

(39)

Roger dan David Johnson dalam Lie (2002:30) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Kelima unsur tersebut yaitu : 1) saling ketergantungan positif, 2) tanggung jawab perseorangan, 3) tatap muka, 4) komunikasi antar anggota, 5) evaluasi proses kelompok.

(40)

Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian bahwa sikap siswa atau perilaku bersama kadang-kadang harus diperhatikan oleh guru atau membantu di antara sesama, dalam struktur kerja sama yang teratur di dalam kelompoknya yang terdiri dan dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dan setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning itu juga dapat diartikan sebagai struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok, disamping itu cooperative learning juga sering diartikan sebagai suatu motif kerja sama, dimana setiap individu dihadapkan pada preposisi dan piihan yang harus diikuti apakah memilih bekerja bersama-sama, berkompetesi, atau individualistis. Penggunaan model cooperative learning adalah suatu proses yang membutuhkan partisipasi dan kerjasama dalam kelompok. Pembelajaran cooperative learning dapat meningkatkan belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong- menolong dalam beberapa perilaku sosial. (ads.masbuchin.com diakses 8-2-2010)

2. Prinsip Dasar Pembelajaran Kooperatif

Menurut Nur (2000) dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif siswa didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah :

(41)

b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama

c. Setiap anggota kelompok (siwa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama dia ntara anggota kelompoknya

d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi

e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya

f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

3. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif

a. Menurut Stahl dalam Ismail (2002:12) bahwa ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah :

1) Belajar dengan teman 2) Tatap muka antar teman

3) Mendengarkan diantara anggota

4) Belajar dari teman sendiri dalam kelompok 5) Belajar dalam kelompok kecil

6) Produktif berbicara atau mengemukakan pendapat 7) Siswa membuat keputusan

(42)

b. Sedangkan menurut Johnson dalam Ismail (2002:12) belajar dengan kooperatif mempunyai ciri :

1) Saling ketergantungan yang positif

2) Dapat dipertanggungjawabkan secara individu 3) Heterogen

4) Berbagi kepemimpinan 5) Berbagi tanggung jawab

6) Ditekankan pada tugas dan kebersamaan

7) Mempunyai ketrampilan dalam berhubungan sosial 8) Guru mengamati

9) Efektifitas tergantung kepada kelompok.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a) Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan pendapat dan membuat keputusan secara bersama.

b) Kelompok siswa yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin, dan kemampuan belajar.

c) Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok. 4. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

a. Menurut Ibrahim (2000:6) unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

(43)

2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.

3) Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

4) Siswa haruslah berbagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.

5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama dalam proses belajarnya.

7) Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

b. Reger dan David Johnson dalam Lie (2002:30) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Kelima unsur tersebut yaitu :

1) Saling ketergantungan positif; 2) Tanggung jawab perseorangan; 3) Tatap muka;

4) Komunikasi antar anggota; 5) Evaluasi proses kelompok.

(44)

harus mempunyai niat untuk bekerja sama dengan yang lainnya dalam kegiatan belajar kelompok yang akan saling menguntungkan. Selain niat, peserta didik juga harus menguasai kiat-kiat berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain. Salah satu cara untuk mengembangkan niat dan kerja sama antar peserta didik dalam model pembelajaran kooperatif adalah melalui pengelolaan kelas. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif, yakni pengelompokan semangat kerja sama dan penataan ruang kelas. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda (tinggi, sedang dan rendah) model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

5. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

(45)

berkelompok yang membuat manusia memiliki ciri-ciri norma-norma hidup serta bersama-sama memiliki nilai-nilai, tujuan, perasaan dan banyak membedakan kita dengan orang lain seperti perasaan dan perilaku seseorang dipengaruhi oleh keunggulan kelompok, apakah ia menjadi manusia yang bersifat manusiawi dan melalui pengalaman berkelompok kita menghayati baik atau pengecut”. (ads.masbuchin.com diakses: 8-2-2010)

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif mempunyai tiga tujuan yang hendak dicapai :

a. Hasil Belajar Akademik

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli yang berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit.

b. Pengakuan Adanya Keragaman

Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik dan tingkat sosial.

c. Pengembangan Keterampilan Sosial

(46)

orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja sama dalam kelompok.

6. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif dilaksanakan dengan langkah-langkah seperti yang terdapat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.1

Langkah Pembelajaran Kooperatif

Langkah Indikator Tingkah Laku Guru

Langkah 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Menyampaikan tujuan pembelajaran dan

mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa

Langkah 2 Menyajikan informasi

Guru menyampaikan informasi kepada siswa

Langkah 4 Membimbing kelompok belajar

Guru memotivasi serta

memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok – kelompok belajar

Langkah 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan

Langkah 6 Memberikan penghargaan

(47)

Sewaktu belajar kelompok guru harus berusaha menanamkan sikap demokrasi untuk siswanya, maksudnya suasana sekolah kelas harus diekspresikan sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan kepribadian siswa demokratis dan dapat diharapkan suasana yang terbuka dengan kebiasaan-kebiasaan kerja sama, terutama dalam memecahkan kesulitan-kesulitan. Seseorang siswa haruslah dapat menerima pendapat dan siswa yang lain, seperti siswa satu mengemukakan pendapatnya lalu siswa yang lainnya mendengarkan dimana letak kesalahan, kekurangan atau kelebihan. Kalau ada kekurangannya maka perlu ditambah, dan penambahan ini harus setuju oleh semua anggota yang satu dengan yang lainnya harus saling menghormati pendapat yang lain.

7. Kelemahan dan Kelebihan Pembelajaran Kooperatif

a. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

(48)

yang diperlukan cukup dua kali tatap muka ditambah dengan kegiatan – kegiatan di luar jam pelajaran.

Sebenarnya semua model, metode, strategi pengajaran dan pembelajaran itu baik, dan semuanya itu tergantung bagaimana guru mampu mengelola proses pelaksanaannya. Dan masing-masing itu juga memilih kelebihan dan kekurangannya, akan tetapi semua itu sangat tergantung kepada pemahaman dan keterampilan guru dalam pelaksanaannya.

Kekurangan model pembelajaran cooperative learning bersumber pada dua faktor yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern).

Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut:

1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikran dan waktu.

2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.

3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

4) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

(49)

6) Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain. Siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam grup mereka, sedangkan siswa yang kurang mampu merasa minder ditempatkan dalam satu grup dengan siswa yang lebih pandai. Siswa yang tekun merasa temannya yang kurang mampu hanya menumpang pada hasil jerih payahnya.

7) Perasaan was-was pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus menyesuaikan diri dengan kelompok.

8) Banyak siswa takut bahwa pekerjaan tidak akan terbagi rata atau secara adil, bahwa satu orang harus mengerjakan seluruh pekerjaan tersebut. (Wahyu Widyaningsih dalam tpcommunity05. blogspot.com. diakses: 8-2-2010).

Faktor dari luar erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah yaitu pelaksanaan tes yang terpusat seperti UN/UNAS sehingga kegiatan belajar mengajar di kelas cenderung dipersiapkan untuk keberhasilan perolehan UN/UNAS. (ads.masbuchin.com diakses: 8-2-2010)

b. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif

(50)

proses dan hasil belajar yang dapat memacu peningkatan potensi siswa secara maksimal.

Kelebihan cooperative learning yaitu: 1) Meningkatkan harga diri tiap individu

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu yang lebih besar. 3) Konflik antar pribadi berkurang

4) Sikap apatis berkurang

5) Pemahaman yang lebih mendalam sehingga hasil belajar lebih tinggi 6) Motivasi lebih besar

7) Retensi atau penyimpanan lebih lama

8) Meningkatkan kebaikan budi,kepekaan dan toleransi.

9) Cooperative learning dapat mencegah keagresifan dalam sistem kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif.

Kelebihan pembelajaran kooperatif dilihat dari aspek siswa, adalah memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu pandangan, pengalaman, yang diperoleh siswa belajar secara bekerja sama dalam merumuskan ke arah satu pandangan kelompok (Cilibert-Macmilan, 1993).

(51)

skill) seperti keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima

saran dan masukan dari orang lain, bekerjasama, rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku yang menyimpang dalam kehidupan kelas (Stahl, 1994). Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran namun bisa juga berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya.

Selanjutnya menurut Sharan (1990), siswa yang belajar dengan mengunakan metode pembelajaran koperatif akan memiliki motivasi yang tinggi karena didorong dan didukung dari rekan sebaya. Cooperative learning juga menghasilkan peningkatan kemampuan

akademik, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, membentuk hubungan persahabatan, menimba berbagai informasi, belajar menggunakan sopan-santun, rneningkatkan motivasi siswa memperbaiki sikap terhadap sekolah dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik, serta membantu siswa dalam menghargai pokok pikiran orang lain (Johnson, 1993).

Stahl et.al (1994), mengemukakan bahwa melalui model cooperative learning siswa dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan

(52)

menimbulkan persahabatan yang akrab, yang terbentuk dikalangan siswa. ternyara sangat berpengaruh pada tingkah laku atau kegiatan masing-masing secara individual. (ads.masbuchin.com diakses: 8-2-2010)

F. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Penelitian tindakan kelas ini menitik beratkan pada penerapan pembelajaran kooperatif dengan menggunakan tipe STAD. Alasan dipilih pembelajaran kooperatif tipe STAD karena pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran kooperatif paling sederhana. Selain itu, dapat digunakan untuk memberikan pemahaman konsep materi yang sulit kepada siswa dimana materi tersebut telah dipersiapkan oleh guru melalui lembar kerja atau perangkat pembelajaran yang lain.

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

(53)

akan diterapkan dalam pembelajaran fisika. (www.docstoc.com diakses: tanggal 8-2-2010)

2. Tahap-tahap Pelaksanaan Pembelajaran Model STAD

Sutrisni Andayani dalam www.docstoc.com diakses tanggal 8-2-2010 menguraikan tahap – tahap pelaksanaan pembelajaran model STAD sebagai berikut:

a. Persiapan materi dalam penerapan siswa dalam kelompok

Sebelum menyajikan materi guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar jawaban yang akan dipelajari siswa dalam kelompok – kelompok kooperatif. Kemudian menetapkan siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah 4-6 orang, aturan heterogenitas dalam kelompok dapat berdasarkan kepada :

1) Kemampuan akademik (pandai, sedang, dan rendah) yang didapat dari hasil akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu diingat pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap kelompok terdiri dari siswa dengan tingkat prestasi yang seimbang.

2) Jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat (pendiam, aktif) dll.

b. Penyajian materi pelajaran ditekankan pada hal – hal berikut : 1) Pendahuluan

(54)

memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep – konsep yang akan mereka pelajari

2) Pengembangan

Pada tahap pengembangan dilakukan pengembangan materi yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. Di sini siswa belajar untuk memahami makna bukan hafalan. Pertanyaan-pertanyaan diberikan penjelasan tentang benar atau salah. Jika siswa telah memahami konsep maka dapat beralih ke konsep lain

3) Praktek terkendali

Praktek terkendali dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara menyuruh siswa mengerjakan soal, memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan masalah agar siswa selalu siap. c. Kegiatan kelompok

Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Isi dari LKS selain materi pelajaran juga digunakan untuk melatih kooperatif. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan. d. Evaluasi

(55)

e. Penghargaan kelompok

Dari hasil nilai perkembangan, maka penghargaan pada prestasi kelompok diberikan dalam tingkatan penghargaan seperti kelompok baik, hebat dan super.

3. Langkah – langkah Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD :

a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.

b. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal.

c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda – beda ( tinggi, sedang dan rendah (Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serat kesetaraan jender).

d. Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi (Slavin, 1995). e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan

memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. f. Guru memberikan tes /kuis kepada setiap siswa secara individual.

(56)

4. Langkah – langkah Memberi Penghargaan Kelompok

Menurut Slavin (1995) guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke nilai kuis/tes setelah siswa bekerja dalam kelompok.

Langkah-langkah memberi penghargaan kelompok:

a. Menentukan nilai dasar (awal) masing – masing siswa. Nilai dasar (awal) dapat berupa nilai tes/kuis awal atau nilai ulangan sebelumnya.

b. Menentukan nilai tes/kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja dalam kelompok, misal nilai kuis I, nilai kuis II, atau rata-rata nilai kuis I dan II kepada setiap siswa, yang kita sebut dengan nilai kuis terkini. c. Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan

berdasarkan selisih nilai kuis terkini dan nilai dasar (awal) masing-masing siswa dengan menggunakan kriteria berikut ini.

Tabel. 2.2

Kriteria nilai peningkatan hasil belajar dalam pembelajaran kooperatif

Kriteria Nilai Peningkatan Nilai kuis turun lebih dari 10 poin di bawah nilai awal 5

Nilai kuis turun 1 sampai dengan 10 poin di bawah nilai

awal 10

Nilai kuis sama dengan nilai awal sampai dengan 10 di

atas nilai awal 20

(57)

Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan predikat cukup, baik, sangat baik dan sempurna.

Kriteria untuk status kelompok (Muslimin dkk, 2000):

a. Cukup, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok kurang dari 15. b. Baik, bila rata- rata peningkatan kelompok antara 15 sampai 20.

c. Sangat baik, bila rata- rata nilai peningkatan kelompok antara 20 dan 25. d. Sempurna , bila rata- rata nilai peningaktan kelompok lebih atau sama

dengan 25.

5. Kunci keberhasilan di dalam penggunaan pembelajaran kooperatif tipe

STAD ini adalah persiapan guru dalam:

a. Memilih materi yang ada pada Standar Isi dengan melihat pengetahuan prasyarat siswa.

b. Memilih materi yang ada pada Standar Isi dengan melihat minat siswa. c. Memilih materi yang ada pada Standar Isi yang memungkinkan untuk

dilakukannya kuis yang dapat diujikan dan di-skor dengan cepat.

d. Menyusun tugas untuk anggota masing-masing kelompok sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugas masing-masing dengan bertanggung jawab untuk kelompok masing-masing. Selain itu juga, para anggota masing-masing kelompok harus saling mendengarkan dan mengungkapkan pendapat masing-masing kelompok secara ikhlas. e. Membimbing agar siswa dapat berkomunikasi dengan kelompok lain

(58)

dapat dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa dapat saling berbagi kemampuan, belajar berpikir kritis, menyampaikan pendapat, memberi kesempatan, menyalurkan kemampuan, membantu belajar, serta menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain anggota kelompok.

6. Materi-materi dalam Pembelajaran Kooperatif

Materi dalam Standar Isi yang diharapkan akan berhasil secara optimal dalam kegiatan pembelajaran jika digunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah:

a. Materi-materi untuk memahami konsep-konsep fisika yang sulit serta membutuhkan kemampuan bekerjasama, berpikir kritis, dan mengembangkan sikap sosial siswa.

b. Materi-materi yang berkaitan dengan pemecahan masalah (problem solving).

G. Hipotesis Tindakan

(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Berbah Kabupaten Sleman Tahun Ajaran 2010/2011.

2. Waktu Penelitian

Sedangkan waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah pada semester II tahun ajaran 2010/2011.

B. Subyek dan Obyek Penelitian

1. Subyek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Berbah Kabupaten Sleman tahun ajaran 2010/2011, yang berjumlah siswa 36, 17 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan.

2. Obyek Penelitian

(60)

C. Faktor yang Diteliti

Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah faktor siswa berupa aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan pendekatan kooperatif dan prestasi belajar siswa yang dicapai.

D. Rencana Tindakan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Ada dua siklus yang direncanakan dalam penelitian ini. Tiap siklus

terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Penelitian tindakan kelas dilakukan berdasarkan rancangan pelaksanaan tindakan. Menurut Kemmis dan Taggart komponen tindakan (acting) dengan pengamatan (observing) menjadi satu kesatuan karena pada kenyataannya kedua komponen

tersebut merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan karena kedua kegiatan haruslah dilakukan dalam satu kesatuan waktu. Begitu berlangsungnya suatu kegiatan, kegiatan observasi haruslah dilakukan sesegera mungkin.

(61)

Gambar 3.1. Tahapan pelaksanaan penelitian tindakan kelas

Adapun rincian pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas tersebut adalah : Rencana Tindakan

a) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tentang materi yang akan diajarkan sesuai dengan pembelajaran fisika. RPP ini berguna sebagai pedoman guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. RPP disusun sesuai dengan standar kompetensi yang ada dalam silabus dan dikembangkan dengan mengacu pada langkah- langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD.

b) Menyusun dan mempersiapkan lembar observasi mengenai partisipasi siswa. Selain lembar observasi juga dipersiapkan catatan lapangan yang dipakai untuk memperoleh data secara objektif yang tidak dapat terekam melalui lembar observasi, seperti aktivitas siswa selama pemberian tindakan

Perencanaan

Pengamatan

SIKLUS I

SIKLUS II

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi Pelaksanaan

Refleksi Pelaksanaan

(62)

berlangsung, reaksi mereka, atau petunjuk-petunjuk lain yang dapat dipakai sebagai bahan analisis dan untuk keperluan refleksi.

c) Menyusun pedoman wawancara dan lembar angket untuk siswa. Lembar angket dan pedoman wawancara itu bertujuan untuk mengetahui bagaimana respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran.

d) Mempersiapkan sarana dan media pembelajaran yang akan digunakan dalam setiap pembelajaran yaitu lembar kerja siswa (LKS).

e) Membuat kelompok kerja dalam kelas yang disusun berdasarkan keragaman individu.

f) Mempersiapkan soal tes untuk siswa yaitu tes yang akan diberikan pada akhir pembelajaran dan tes yang diberikan pada akhir siklus. Tes hasil belajar berbentuk isian singkat untuk mengukur hasil belajar siswa pada materi kalor secara individu.

a. Siklus I

1) Persiapan Tindakan

a. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) b. Mempersiapkan lembar observasi

c. Mempersiapkan sarana dan media pembelajaran. d. Mempersiapkan soal tes

2) Pelaksanaan Tindakan

(63)

perubahan-perubahan selama proses pembelajaran berlangsung. Peneliti mengajar siswa dengan menggunakan RPP yang telah dibuat. 3) Observasi

Observasi adalah suatu cara untuk mengadakan pencatatan secara sistematis melalui tingkah kalu secara langsung kepada individu atau kelompok. Observasi di laksanakan oleh peneliti dan mitra peneliti selama proses pembelajaran di kelas berlangsung dengan menggunakan lembar observasi keaktifan siswa yang telah dibuat. Observasi dilakukan untuk melihat secara langsung bagaimana partisipasi siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung.

4) Refleksi

Pada tahap ini peneliti melakukan pengolahan data dan melakukan diskusi dengan guru untuk mempertimbangkan baik atau buruknya tindakan yang telah dilakukan. Hasil yang telah diperoleh dalam tahap observasi dikumpulkan dan dianalisis. Berdasarkan data tersebut, dilakukan refleksi, apakah kegiatan yang dilakukan dapat meningkatkan prestasi belajar. Jika kegiatan yang dilakukan belum meningkatkan kemampuan atau sudah meningkatkan tetapi belum maksimal, maka dapat melanjutkan ke siklus II.

b. Siklus II

1) Persiapan Tindakan

(64)

Persiapan pada siklus II meliputi :

a) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) b) Mempersiapkan lembar observasi

c) Mempersiapkan sarana dan media pembelajaran. d) Mempersiapkan soal tes.

2) Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan Tindakan pada siklus II pada intinya sama seperti pada siklus I yaitu peneliti mengajar siswa dengan menggunakan RPP yang telah dibuat. Pada siklus II anggota pada setiap kelompok masih sama seperti pada siklus I.

3) Observasi

Observasi dilakukan oleh peneliti dengan pedoman observasi. Lembar observasi yang digunakan sama seperti lembar observasi pada siklus I. 4) Refleksi

(65)

E. Metode Pengumpulan Data

1. Sumber data : hasil ulangan fisika pokok bahasan kalor siswa kelas VIIB tahun pelajaran 2010/2011.

2. Jenis data:

¾ data kuantitatif yang diperoleh dari tes hasil belajar

¾ data kualitatif yang diperoleh melalui lembar observasi keaktifan siswa, angket dan wawancara.

3. Teknik pengumpulan data:

1. Data situasi pelaksanaan pembelajaran fisika melalui penerapan pendekatan kooperatif diambil dengan menggunakan lembar observasi keaktifan siswa, angket dan handycam.

2. Data tentang hasil belajar fisika siswa diambil dengan menggunakan tes hasil belajar.

F. Intrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Lembar observasi

(66)

Tabel 3.1

Indikator Keaktifan Siswa Dalam Proses Pembelajaran

No. Aspek yang diamati 0 1 2 3 4 5 1 Mencatat materi/soal/hasil pembahasan 2 Mengajukan pendapat kepada guru atau

kepada siswa lain

3 Merespon pertanyaan/instruksi guru 4 Berdiskusi/berpartisipasi dalam

kelompok

5 Mengerjakan LKS

6 Mengerjakan soal di papan tulis

7 Menyimpulkan materi pelajaran di akhir pertemuan

8 Mempresentasikan hasil kerja kelompok

9 Memanfaatkan sumber belajar yang ada

Setiap indikator diberikan nilai sesuai dengan pengamatan observer terhadap siswa dalam satu kelompok dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel. 3.2

Penskoran Aspek Lembar Observasi Keaktifan Belajar Siswa

Nilai Nilai Keterangan 0 tidak ada siswa yang melakukan

(67)

2. Pedoman wawancara

Disusun untuk menanyakan hal-hal yang tidak dapat atau kurang jelas pada saat observasi. Selain itu juga untuk mempermudah peneliti dalam melakukan tanya jawab tentang bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang dilaksanakan.

3. Dokumentasi

Instrument dokumentasi digunakan untuk memberikan gambaran secara konkret mengenai partisipasi siswa pada saat proses pembelajaran dan untuk memperkuat data yang diperoleh. Dokumen-dokumen tersebut berupa foto dan rekaman video yang memberikan gambaran secara konkret mengenai kegiatan siswa. Foto dan rekaman video berfungsi untuk merekam berbagai kegiatan penting dalam kelas dan menggambarkan partisipasi siswa ketika proses belajar mengajar berlangsung.

4. Angket

Angket digunakan untuk memperkuat data yang telah diperoleh berdasarkan lembar observasi dan hasil wawancara terutama mengenai respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang baru saja berlangsung.

5. Tes Hasil Belajar

Terdapat tiga tes yang diberikan kepada siswa:

(68)

b) Tes yang diberikan pada akhir pertemuan digunakan untuk menunjukan daya serap dan pemahaman siswa terhadap bahan ajar siswa yang disampaikan.

c) Tes yang diberikan pada akhir siklus digunakan untuk menunjukan prestasi belajar yang dicapai pada tiap siklus.

Untuk mengetahui apakah ada peningkatan prestasi belajar atau tidak setelah menggunakan metode pendekatan pembelajaran kooperatif, maka perlu menggunakan uji – t (Suparno, 2002: 59):

treal = ( 1) N = jumlah pasangan skor

Df = N – 1

Setelah diperoleh nilai treal, kemudian treal dibandingkan dengan │ tcritical dalam tabel korelasi dengan level significant 0,05. jika

│ treal> tcriticalmaka significant, artinya ada perubahan yang significant, jika

(69)

G. Metode Analisis Data

Analisis data kuantitatif diperoleh dari hasil test setelah tindakan dilakukan baik pada siklus I maupun pada siklus II sedang analisis data kualitatif diperoleh dari kegiatan pengamatan, wawancara, dan angket. Tehnik analisis data yang digunakan adalah tehnik deskriptif analitik, dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Data kuantitatif yang diperoleh dari hasil tes diolah dengan mengunakan deskripsi persentase. Nilai yang diperoleh siswa dirata-rata untuk menemukan tingkat pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran.

2. Data kualitatif yang diperoleh dari observasi, dokumentasi, wawancara dan angket diklasifikasikan berdasarkan aspek-aspek yang dijadikan fokus analisis.

a. Analisis Data Hasil Observasi

Data hasil observasi aktivitas belajar siswa dianalisis dengan langkah langkah sebagai berikut:

a) Berdasar pedoman penskoran yang telah dibuat, dihitung jumlah skor keseluruhan untuk kelas VII B sesuai masing-masing observer.

b) Skor keseluruhan untuk setiap observer dikomulatifkan kemudian dicari rata-ratanya.

(70)

Tabel 3.3

Kualifikasi Persentase Skor Hasil Observasi Keaktifan Belajar Siswa

Rentang Skor Kualifikasi 80,01 – 100% Sangat Tinggi

60,01 – 80% Tinggi

40,01 – 60% Sedang

20,01 – 40% Rendah

0 - 20% Sangat Rendah

b. Analisis Data Angket

Data hasil angket aktivitas belajar siswa dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Berdasarkan pedoman penskoran yang telah dibuat, dihitung jumlah skor tiap – tiap butir pernyataan untuk masing-masing siswa.

b) Skor masing-masing siswa dikomulatifkan dan dicari rata-ratanya. c) Skor rata-rata hasil angket keaktifan belajar siswa dipersentase dan

Gambar

Gambar 4.2  Perbandingan  nilai rata-rata kelas  .................................................
Tabel  2.1 Langkah Pembelajaran Kooperatif
Tabel. 2.2
Gambar 3.1. Tahapan pelaksanaan penelitian tindakan kelas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk siklus ini, kegiatan belajar mengajar dengan metode Jigsaw sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana, meski peran guru masih cukup dominan untuk memberikan

Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat tidak hadir dalam peersidangan, maka kepada Penggugat dan Tergugat tidak dapat dilakukan proses mediasi sebagaimana dimaksud

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pengaruh hubungan sosial antar siswa dengan hasil belajar mata pelajaran IPS siswa kelas IV SD Negeri Gajahan

Sedangkan, Mulyasa (2013:193) menyatakan bahwa “Lingkungan kerja yang kondusif, sedikitnya harus memperhatikan dua hal, yakni guru itu sendiri serta hubungan baik antara

(4) Dalam hal hasil verifikasi tidak lengkap atau tidak sesuai persyaratan, pejabat yang secara fungsional membidangi urusan kepegawaian di Unit Kerja Pembina

Menurut Depag indikator adalah wujud dari kompetensi dasar yang lebih spesifik. Sedangkan menurut E Mulyasa indikator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar

Konsult ansi Pekerjaan Pengawasan Renovasi Gedung Kant ordan Perluasan Ruang Kerja. Pengadilan Neger i Bat uraja Tahun Anggaran 2016, pada Program Peningkat

Pada variabel kinerja organisasi dilihat dari data statistik80% responden memberi tanggapan kesetujuanya ( setuju dan sangat setuju ) sedangkan sisanya 20% responden