• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN DIFUSIVITAS KLORIDA MORTAR BATU APUNG, PASIR SUNGAI DAN PASIR PANTAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN DIFUSIVITAS KLORIDA MORTAR BATU APUNG, PASIR SUNGAI DAN PASIR PANTAI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN DIFUSIVITAS KLORIDA MORTAR

BATU APUNG, PASIR SUNGAI DAN PASIR PANTAI

Ardian Putra, Ari Edo Putra

Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas, Kampus Unand Limau Manis, 25163, Padang

Email: ardhee@fmipa.unand.ac.id

Abstrak. Salah satu parameter yang digunakan untuk mengurangi kerusakan bangunan yang berada di pinggir pantai adalah dengan membuat bahan bangunan yang memiliki difusivitas klorida yang lebih kecil. Pada penelitian ini dilakukan pengujian difusivitas klorida dari adukan semen (mortar) yang masing-masing dicampur dengan batu apung, pasir sungai dan pasir pantai. Masing-masing mortar dibuat berdasarkan perbandingan volume 1:2, 1:3 dan 1:4. Dari ketiga variasi campuran tersebut, campuran 1:2 menghasilkan nilai difusivitas yang paling kecil. Jika dibandingkan dengan tiga mortar yang berbeda, mortar batu apung

memiliki difusivitas klorida yang paling kecil, yaitu 2,09 x 10-7 m2/s. Mortar batu apung

memiliki struktur yang lebih baik dibandingkan mortar pasir sungai dan pasir pantai dalam mengurangi laju difusi ion klorida.

Kata kunci: batu apung, difusivitas klorida, mortar, pasir sungai, pasir pantai

PENDAHULUAN

Wilayah Indonesia yang terbentang dari ujung Sumatera sampai Papua merupakan daerah kepulauan. Sebagian besar daerah berbatasan dengan laut, sehingga pengaruh dari laut perlu diperhatikan untuk berbagai permasalahan di negara ini. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah pengaruh laut terhadap bangunan di sekitarnya. Bangunan yang berdiri di daerah pantai seperti jembatan, rumah, mercusuar dan bangunan lainnya, ternyata dipengaruhi oleh kondisi sekitarnya seperti air laut. Beberapa hal yang dapat disaksikan pada bangunan lepas pantai adalah terjadinya kerusakan pada mortar bangunan. Hal ini merupakan pengaruh dari unsur yang terdapat pada air laut yang mengakibatkan terjadinya korosi pada tulangan mortar bangunan tersebut.

Mortar merupakan suatu material yang bersifat basa yang dapat melindungi tulangan besi atau baja dari bahaya korosi. Beberapa hal yang dapat menyebabkan tulangan mengalami korosi, antara lain karbonasi dan penetrasi ion klorida.

Karbonasi disebabkan karena menurunnya pH mortar di sekitar tulangan, sedangkan ion klorida apabila telah mencapai konsentrasi kritisnya pada daerah tulangan, juga akan menyebabkan korosi. Penetrasi ion klorida dapat terjadi jika mortar telah mengalami micro crack. Penyebab terjadinya micro crack pada mortar adalah asam sulfat yang terkandung dalam air laut. Reaksi metal sulfat (MSO4) dengan kalsium

hidroksida (Ca(OH)2) dan air menghasilkan

gypsum dan reaksi gypsum dengan C3AH6

dan C4AFH12 akan menghasilkan ettringite

dan kalsium sulfat. Reaksi ini akan membuat volume mortar mengembang sehingga menyebabkan terjadinya micro crack pada mortar.Dengan terjadinya micro crack pada mortar maka air laut (mengandung ion klorida) dapat dengan cepat masuk ke dalam mortar dan mengkorosi tulangan. Ion klorida adalah unsur yang menyebabkan korosi pada tulangan (Baraja, 2003).

Apabila mortar bertulang digunakan untuk membangun struktur di lepas pantai dan mendapatkan pengaruh dari air laut, maka ion klorida secara perlahan-lahan

(2)

masuk ke dalam mortar. Ion klorida masuk melalui pori-pori mortar dan sampai pada tulangan. Pada saat ion klorida mencapai konsentrasi yang cukup tinggi untuk menghancurkan lapisan pelindung pada baja atau besi tulangan, maka korosi pada tulangan mulai terjadi.

Korosi pada tulangan mortar diakibatkan oleh difusi ion klorida melalui struktur mikro mortar. Korosi yang terjadi pada tulangan ini mengakibatkan pengeroposan besi atau baja dan akan merusak struktur dan mempengaruhi kekuatan dari mortar, sehingga hal ini sangat penting sekali karena menyangkut kekuatan dari bangunan yang dipakai. Unsur kimia yang terlibat pada proses difusivitas ini adalah klorida (Cl) dan natrium(Na). Unsur ini merupakan zat yang banyak terdapat pada air laut, sehingga menjadi faktor utama terjadinya korosi pada mortar-mortar yang terdapat di sekitar daerah laut selain juga faktor dari material-material pembuat mortar itu sendiri seperti semen, pasir atau bahan lain sebagai campuran utama pembuatan mortar.

Faktor yang menjadi kajian untuk menanggulangi masalah ini adalah bagaimana menjadikan struktur mikro dari mortar menjadi tahan terhadap difusi ion klorida yang merusak struktur dari mortar. Maka dilakukan uji coba pembuatan mortar dari beberapa jenis material yaitunya batu apung, pasir sungai dan pasir pantai (yang mengandung biji besi). Penelitian dilakukan dengan mengukur laju difusivitas ion klorida dari tiga sampel tersebut.

Batu apung merupakan contoh sumber daya yang sangat banyak jumlahnya, sehingga sangat potensial sekali untuk dilakukan penelitian untuk pengolahan material ini. Penelitian tentang pemanfaatan batu apung juga telah dikembangkan, yaitu tentang karakteristik batu apung dalam mengatasi masalah akibat korosi pada tulangan mortar yang terdapat di daerah yang banyak mengandung garam seperti

tepi laut. Pasir sungai merupakan hal yang sudah biasa digunakan sebagai material campuran semen dalam pembuatan mortar. Material yang banyak terdapat di dasar sungai ini sudah lama digunakan orang dalam pembuatan mortar. Material campuran yang ketiga adalah pasir pantai, secara fisik pasir ini bewarna kehitaman karena mengandung biji besi. Perbedaan struktur penyusun dari pasir ini akan memberikan karakteristik yang berbeda pula pada mortar atau mortar yang akan dihasilkan, khususnya pada sifat rembesan ion klorida untuk mortar tersebut.

Pengukuran tentang penetrasi ion klorida ini menggunakan standar NordTest (NTBuild 492 – non-stedy state chloride migration test). Pengukuran difusivitas klorida dilakukan dengan meletakkan sampel mortar di dalam larutan NaCl yang dipercepat dengan menggunakan arus listrik DC (NordTest 492).

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah seberapa besar perbandingan difusivitas ion klorida yang dilakukan dengan jenis material campuran mortar yang berbeda, sebagai sampel pengukuran laboratorium dengan percepatan dengan arus DC. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan perbandingan nilai difusivitas dari ion klorida pada mortar yang dibuat dengan campuran yang berbeda yaitu batu apung, pasir sungai dan pasir pantai.

Mortar yang berada di bawah permukaan air laut akan selalu kontak dengan air yang berarti permukaan mortar selalu basah dan air masuk mengisi pori-pori mortar yang tidak tertutup oleh campuran mortar (mortar). Air laut masuk ke dalam mortar secara perlahan dan akibat penetrasi air laut ke dalam mortar dapat meningkatkan kepadatan (density) dari mortar, hal ini berarti dapat menghilangkan penyusutan (shrinkage) yang biasanya terjadi pada mortar di daerah yang kering akibat

(3)

penguapan dari air di dalam mortar (Gerwick, 1974).

Uap ion klorida di permukaan laut mengakibatkan kerusakan pada struktur mortar bangunan sejauh ± 20 m dari batas permukaan ke atas. Karat yang terjadi akibat korosi tulangan tersebut mempunyai volume 2,5 % lebih besar yang menyebabkan mortar pecah (Sulistio, 2004). Semakin tinggi faktor air semen, maka mortar menjadi semakin berpori karena semakin banyak alur-alur yang menjadi jalan keluar air ke permukaan mortar sehingga ion-ion klorida akan mudah masuk ke dalam mortar. Penggunaan agregat halus yang banyak dapat meningkatkan difusivitas ion-ion klorida karena luas area yang melingkupi agregat halus lebih luas jika dibandingkan dengan agregat kasar. Kadar semen yang lebih tinggi dapat menurunkan difusivitas ion klorida karena semen dapat mengikat ion-ion klorida dalam bentuk garam klorida (Megawati, 2006).

Penggunaan material lain dalam pembuatan mortar memberikan nilai yang berbeda pada difusitas ion-ion klorida mortar tersebut. Penelitian tentang difusivitas klorida dari campuran mortar dari batu apung (pumice) dengan semen, dengan variasi pengerasan (curing) sampai 1 tahun dan variasi campuran batu apung. Mortar yang dihasilkan dari campuran semen dengan batu apung ini memiliki sifat yang signifikan dalam mengurangi difusivitas klorida. Komposisi batu apung sebanyak 40 % menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam mengurangi difusivitas ion klorida (Hossain, 2005).

Ion-ion Klorida (Cl) yang terdapat pada air laut berbentuk molekul garam atau natrium klorida (NaCl). Ion ini berdifusi pada struktur mortar dan mengakibatkan terjadinya korosi. Koofisien difusi klorida dirumuskan oleh Persamaan (1).

t x x zFE RT Dd  d (1) dengan L U E 2 (2)          0 1 2( ) 1 2 c c erf zFE RT d  (3)

dengan D adalah koefisien difusi ion klorida (m2/s), z adalah nilai ion valensi, untuk klorida z = 1, F adalah konstanta Faraday (9,648 ×104 J/V·mol), U adalah nilai tegangan mutlak yang diberikan (V), R adalah konstanta gas ((8.314 J/K·mol), T adalah nilai temperatur rata-rata (K), L adalah ketebalan spesimen (m), xd adalah

nilai rata-rata kedalaman penetrasi ion klorida (m), t adalahdurasi pengukuran (s), erf–1 adalah invers fungsi error, cd adalah

konsentrasi klorida pada perubahan warna (cd ≈ 0.07 N untuk mortar OPC), c0adalah

konsentrasi klorida dalam larutan katolit (c0

≈ 2 N). Karena 1,28 2 ) 07 , 0 ( 2 1 1        erf , dengan

mengsubstitusi Persamaan (2) dan (3) ke Persamaan (1), dihasilkan Persamaan (4).

            2 0238 , 0 ) 2 ( 0239 , 0 U TLx x t U TL D d d (4) METODE PENELITIAN

Pengukuran dari penetrasi ion klorida pada sampel mortar digunakan metoda migration test. Metoda migration test ini dilakukan dengan menggunakan arus listrik untuk mempercepat penetrasi klorida ke dalam mortar. Arus yang diberikan untuk penelitian ini adalah arus DC dengan besarnya 0,03 – 0,06 Ampere. Hal ini termasuk pada acuan pengukuran NordTest

(4)

429 dimana menentukan koofisien difusi klorida sebagai fungsi dari besarnya tegangan, temperatur dan dalamnya rembesan klorida ke dalam mortar. Untuk penelitian ini akan digunakan NordTest 429 sebagai pedoman pengukuran.

Pengujian difusivitas ion klorida dilakukan berdasarkan NordTest 429. Sampel dibuat berbentuk silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 25 cm, kemudian dicuring dengan variasi 7 hari 14 hari dan 28 hari. Sampel mortar tersebut dipotong menjadi 5 bagian, bagian atas dan bawah dibuang untuk mendapatkan sampel yang lebih baik. Sampel kemudian dibungkus dengan karet pembungkus (rubber-slave) lalu dikunci dengan clamp agar tidak terjadi kebocoran. Sampel yang akan diuji diletakkan dalam container box yang kosong di atas plastic support dengan kemiringan sampel 32° seperti yang terlihat pada Gambar 1. Larutan NaOH dan NaCl kemudian dimasukkan ke dalam container box. Arus listrik dialirkan selama 24 jam disesuaikan dengan ketentuan durasi tes pada NordTest 429. Anoda dihubungkan dengan kutub positif sedangkan katoda dihubungkan dengan kutub negatif dari power supply. Power supply distel pada tegangan 30±0,2 Volt dan dicatat arus yang dialirkan dengan multimeter.

Gambar 1. Penampang pengujian difusivitas ion klorida sampel (sumber: NordTest 429)

HASIL

Difusivitas klorida dengan komposisi 1:2 antara semen dengan batu apung diperoleh sebesar 2,09 x 10-7 m2/s, untuk komposisi 1:3 sebesar 3,49 x 10-7 m2/s dan pada komposisi 1:4 difusivitas klorida sebesar 4,22 x 10-7 m2/s. Gambar 2 memperlihatkan bahwa besarnya komposisi batu apung dan semen mempengaruhi nilai difusivitas klorida. Pada perbandingan 1:2 dari komposisi semen dengan batu apung menghasilkan nilai difusivitas yang paling kecil. Semakin besar komposisi batu apung pada campuran pembuatan mortar akan meningkatkan difusivitas klorida mortar. Perbandingan komposisi 1:4 menunjukkan nilai yang paling besar dari ketiga variasi komposisi mortar. Bentuk grafik hubungan komposisi dengan difusivitas klorida adalah naik dengan meningkatnya komposisi campuran.

Difusivitas merupakan koefisien yang menggambarkan kecepatan ion klorida masuk kedalam penampang mortar, hal ini memperlihatkan bahwa komposisi semen yang lebih dominan pada campuran memberikan difusivitas klorida yang lebih kecil jika dibandingkan dengan komposisi semen yang lebih kecil. Semen merupakan material utama yang dibutuhkan dalam proses pembuatan mortar. Semen berperan sebagai material pengikat yang akan menyatukan semua material.

Gambar 2. Grafik hubungan difusivitas klorida

mortar batu apung dengan

komposisi material Dif u sivi tas K lorid a (m 2/s)

(5)

Batu apung yang menjadi campuran dalam pembutan mortar ini mempengaruhi nilai difusivitas korida. Komposisi antara semen dengan batu apung akan mempengaruhi struktur dari mortar, pengaruh ini secara fisis dapat dilihat. Pada komposisi 1:2 struktur mortar yang terbentuk lebih kuat atau padat sedangkan mortar dengan komposisi 1:3 lebih rapuh terlebih lagi pada komposisi 1:4 kerapuhan mortar sangat terlihat, ketika mortar ditekan dengan tangan maka permukaan mortar akan rusak. Hubungan antara struktur fisis mortar berbanding lurus dengan difusivitas klorida. Semakin padat struktur mortar, difusivitas klorida akan lebih kecil dibandingkan dengan struktur mortar yang rapuh. Ikatan antara material batu apung yang diberikan semen akan mempengaruhi struktur mortar. Struktur mortar akan mempengaruhi masuknya ion klorida ke dalam mortar.

Gambar 3 memperlihatkan bahwa difusivitas klorida pada komposisi 1:2 diperoleh 2,85 x 10-7 m2/s, untuk komposisi 1:3 sebesar 3,83 x 10-7 m2/s dan pada komposisi 1:4 difusivitas klorida sebesar 5,30 x 10-7 m2/s.

Difusivitas klorida dari mortar pasir sungai menunjukkan kecepatan ion klorida masuk kedalam mortar. Hal ini dipengaruhi oleh struktur dari mortar sendiri. Secara fisis struktur mortar dipengaruhi oleh komposisi campuran.

Gambar 3. Grafik hubungan difusivitas klorida

mortar pasir sungai dengan

komposisi material.

Pada komposisi campuran 1:2, mortar yang diperoleh adalah mortar dengan struktur yang padat dan tidak rapuh. Kondisi ini berbeda dengan campuran 1:3 dan 1:4, mortar yang diperoleh ternyata memiliki struktur yang rapuh. Struktur yang padat dapat menjadikan mortar menjadi kedap terhadap larutan NaCl, sedangkan pada struktur yang rapuh larutan NaCl sangat mudah masuk ke dalam mortar.

Dari hasil perhitungan dilihat bahwa perbandingan 1:2 dari komposisi semen dengan pasir sungai menghasilkan difusivitas yang paling kecil. Semakin besar komposisi pasir sungai pada campuran pembuatan mortar akan meningkatkan difusivitas klorida mortar. Komposisi 1:4 menunjukkan nilai yang paling besar dari ketiga variasi komposisi mortar. Bentuk grafik yang naik sesuai dengan bertambah besarnya komposisi antara pasir sungai dengan semen.

Pada komposisi 1:4 ini kedalaman resapan ion klorida pada mortar telah mencapai 5 cm atau sama dengan ketebalan mortar, dan dari hasil pengamatan mengindikasikan adanya resapan ion klorida yang lebih tinggi. Nilai difusivitas klorida untuk mortar ini juga berkemungkinan akan lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil komposisi semen atau semakin besar komposisi pasir sungai yang digunakan dalam campuran pembuatan mortar maka akan meningkatkan nilai difusivitas klorida pada mortar.

Material lain yang menjadi objek penelitian difusivitas klorida adalah mortar dengan material pasir pantai. Difusivitas klorida dengan komposisi 1:2 didapat 3,97 x 10-7 m2/s, untuk komposisi 1:3 sebesar 5,30 x 10-7 m2/s dan pada komposisi 1:4 difusivitas klorida sebesar 5,30 x 10-7 m2/s. Nilai ini menunjukkan perbandingan yang linier antara pertambahan komposisi pasir pantai dengan peningkatan nilai difusivitas klorida. Grafik hubungan difusivitas klorida mortar pasir pantai terhadap perbandingan

Dif u sivi tas K lorid a (m 2 /s)

(6)

komposisi semen dan pasir pantai dapat dilihat pada Gambar 4.

Pada mortar pasir pantai komposisi 1:2 juga merupakan komposisi yang memperoleh difusivitas klorida terkecil dibandingkan dua variasi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi semen pada campuran mortar sangat menentukan laju difusivitas klorida dari mortar. Difusivitas klorida pada perbandingan 1:3 dan 1:4 lebih besar dari komposisi 1:2. Dari grafik menunjukkan bahwa semakin besar komposisi pasir pantai pada campuran akan meningkatkan difusivitas klorida.

Indikator kedalaman resapan ion klorida pada sampel mortar pasir pantai ini juga dapat dilihat pada struktur masing-masing mortar. Dari ketiga sampel, mortar dengan komposisi 1:2 memiliki struktur penampang yang lebih padat dan kuat dibandingkan dengan struktur mortar dengan komposisi 1:3 dan 1:4. Pada komposisi 1:2 struktur mortar lebih kedap sehingga ion-ion NaCl tidak mudah masuk ke dalam mortar. Sedangkan pada mortar 1:3 dan 1:4 memiliki struktur yang tidak padat, hal ini terjadi karena ikatan oleh semen tidak terlalu kuat, Sehingga ion-ion klorida dapat dengan mudah masuk ke dalam pori-pori mortar.

Pada pengujian waktu yang diberikan selama enam jam dengan tegangan masukan sebesar 10 volt. Dengan waktu dan tegangan yang sama untuk semua mortar, ternyata kedalaman resapan ion klorida pada komposisi 1:3 dan 1:4 diperoleh sama yaitu mencapai 5 cm atau telah meresap setebal sampel.

Gambar 4. Grafik hubungan difusivitas klorida

mortar pasir pantai dengan

komposisi material mortar

Kemungkinan koefisien klorida lebih besar dari yang diperoleh pada komposisi tersebut. Hal ini dikarenakan nilai resapan bisa lebih tinggi dari 5 cm. Jadi untuk material pasir pantai dengan komposisi 1:3 ternyata sudah memiliki resapan klorida setinggi 5 cm lebih dan akan naik sesuai dengan peningkatan komposisi pasir pantai dan akan meningkatkan difusivitas klorida.

Melihat hasil pengukuran resapan ion klorida pada mortar 1:3 dan 1:4 yang berkemungkinan lebih dari 5 cm sehingga difusivitas klorida yang diperoleh juga berkemungkinan lebih. Data yang diperoleh tidak bisa menjadi acuan untuk hasil pengukuran pada komposisi ini. Untuk mortar pasir pantai data yang bisa dipakai hanya satu saja yaitu data untuk mortar dengan komposisi 1:2.

Difusivitas klorida yang diperoleh pada pengukuran sampel mortar juga berbeda berdasarkan jenis material yang digunakan. Tidak hanya dari perbedaan komposisi campuran, tapi perbedaan jenis material yang digunakan juga memberikan difusivitas klorida yang berbeda. Perbandingan antara ketiga material tersebut berdasarkan difusivitas klorida dari masing-masing mortar dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Perbandingan difusivitas klorida masing-masing material mortar dengan variasi komposisi material

Dif u sivi tas K lorid a

Semen : Pasir Besi

D ifusi vi tas K lo ri d a ( m 2/s)

Semen : Material campuran

Batu apung Pasir Sungai Pasir Besi

(7)

Batu apung, pasir sungai dan pasir pantai masing-masing memiliki karakteristiknya sendiri, sehingga difusivitas klorida masing-masing mortar tidak sama antara ketiga material tersebut, walaupun perbandingan volume pembuatan mortar sama. Pada komposisi 1:2 difusivitas klorida dari mortar batu apung sebesar 2,09 x 10-7 m2/s sedangkan mortar pasir sungai difusivitas kloridanya 2,85 x 10-7 m2/s dan untuk mortar pasir pantai 3,97 x 10-7 m2/s. Mortar batu apung memiliki struktur yang lebih baik dibandingkan dengan mortar pasir sungai maupun mortar pasir pantai dalam mengurangi difusivitas ion klorida.

Sama halnya dengan komposisi 1:2, pada komposisi 1:3 mortar batu apung menghasilkan difusivitas klorida 3,49 x 10-7 m2/s, mortar pasir sungai 3,83 x 10-7 m2/s dan untuk mortar pasir pantai sebesar 5,30 x 10-7 m2/s. Pada komposisi ini terjadi peningkatan difusivitas klorida pada ketiga sampel. Hal ini terjadi karena komposisi semen yang diperkecil. Dari difusivitas klorida pada komposisi ini juga dapat dilihat bahwa mortar dengan material batu apung masih memiliki laju yang paling kecil, walaupun naik dari komposisi 1:2.

Pada komposisi 1:4 difusivitas klorida mortar batu apung naik dari komposisi sebelumnya menjadi 4,22 x 10-7 m2/s untuk mortar pasir sungai menjadi 5,30 x 10-7 m2/s dan mortar pasir pantai 5,30 x 10-7 m2/s. Mortar batu apung merupakan mortar dengan difusivitas klorida terendah dari ketiga jenis mortar ini. Pada komposisi ini berkemungkinan difusivitas klorida dari pasir sungai dan pasir pantai bisa melebihi dari nilai yang ada karena kedalaman resapan ion klorida pada kedua mortar ini telah sama dengan ketebalan sampel yaitunya 5 cm sehingga ada kemungkinan lebih tinggi dari sampel.

Mortar pasir sungai dengan komposisi 1:4 dan mortar pasir pantai pada komposisi 1:3 dan 1:4 memiliki difusivitas klorida dengan ketinggian resapan ion klorida sama

dengan ketinggian mortar. Ketinggian resapan ini tidak dapat menjadi nilai yang sebenarnya karena memiliki kemungkinan untuk menjadi lebih besar lagi. Sehingga data yang didapatkan tidak menggambarkan difusivitas klorida yang sebenarnya.

Kenaikkan difusivitas klorida sebanding dengan penambahan komposisi material

campuran semen pada mortar.

Kecenderungan ini berlaku untuk mortar batu apung, pasir sungai maupun pasir pantai. Komposisi semen sangat mempengaruhi difusivitas klorida mortar. Semakin besar komposisi semen yang terkandung pada mortar akan menjadikan mortar lebih kedap dari larutan NaCl, sehingga akan mencegah masuknya ion klorida ke dalam mortar (Baraja, 2003).

Data hasil pengukuran difusivitas klorida menunjukkan bahwa dari ketiga material yang digunakan dalam pembuatan mortar, batu apung merupakan material yang memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengurangi difusivitas klorida pada mortar. Hal ini berlaku untuk semua komposisi pembuatan mortar. Dengan komposisi 1:2 merupakan komposisi yang memberikan nilai yang paling kecil.

Karena difusivitas klorida merupakan nilai yang menunjukkan kecepatan masuknya ion klorida ke dalam mortar atau pada bahan bangunan, semakin tinggi difusivitas klorida mengindikasikan tingginya kerusakan pada tulangan besi atau baja mortar, yang biasanya disebut korosivitas. Hubungan tersebut memberikan kesimpulan bahwa laju korosi dapat dikurangi dengan menjadikan batu apung sebagai material tambahan dalam pembuatan mortar tulangan, namun tetap memperhatikan karakteristiknya dalam hal kekuatan mortar. Selain itu mortar batu apung juga dapat digunakan sebagai pelapis bagian luar dari mortar, fungsinya tetap sebagai penangkal masuknya ion klorida pada mortar.

(8)

KESIMPULAN

Batu apung merupakan material yang memiliki laju difusivitas klorida yang paling kecil dibandingkan dengan pasir sungai maupun pasir pantai. Pada komposisi 1:2 mortar batu apung memiliki laju difusivitas klorida sebesar 2.09 x 10-7 m2/s, sedangkan untuk mortar pasir sungai 2,85 x 10-7 m2/s dan pasir pantai 3.97 x 10

-7

m2/s. Untuk sampel dengan tebal 5 cm pengujian pada tegangan 10 volt selama 6 jam, resapan ion klorida ke dalam sampel dengan komposisi 1:4 untuk mortar pasir sungai dan komposisi 1:3 serta komposisi 1:4 pada mortar pasir pantai telah melebihi tebal sampel.

DAFTAR PUSTAKA

Baraja, H. 2003. Pemilihan Jenis Semen untuk Proyek Jembatan Suramadu. Dipresentasikan pada seminar jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

Gerwick, B.C. Jr., Edited by Fintel, M.M. 1974. Marine Structures: Handbook of Concrete Engineering.Hossain K. M. A. 2005. Correlations between porosity, chloride diffusivity and electrical resistivity in volcanic pumice-based blended cement pastes. Advances in Cement Research, 17, No. 1. 29-37. Megawati, V. 2006. Studi Penetrasi Ion

Klorida pada Beton Menggunakan Metoda Percepatan dengan meninjau Faktor Air Semen dan Umur Beton. Universitas Kristen PETRA.

NT BUILD 492. 1999. Concrete, Mortar and Cement-Based Repair Materials: Chloride Migration Coefficient from Non-Steady-State Migration Experiments. 2nd ed. Approved 1999–11. Sulistio, G. 2004. Efektivitas Corrosion

Inhibitor Ferrogard 903 pada Beton Bertulangdi Lingkungan Agresif. Jurusan Teknik Sipil. Universitas Kristen Petra Surabaya

Gambar

Gambar  2.  Grafik  hubungan  difusivitas  klorida  mortar  batu  apung  dengan  komposisi material Difusivitas Klorida (m2/s)
Gambar  3  memperlihatkan  bahwa  difusivitas  klorida  pada  komposisi  1:2  diperoleh 2,85 x 10 -7  m 2 /s, untuk komposisi  1:3  sebesar    3,83  x  10 -7  m 2 /s  dan  pada  komposisi  1:4  difusivitas  klorida  sebesar  5,30 x 10 -7   m 2 /s

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional terhadap tingkat pemahaman akuntansi mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Ponorogo dengan kepercayaan diri sebagai

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh positif dan signifikan secara parsial dan simultan variabel tunjangan kinerja dan quality of work life terhadap

Perusahaan raksasa dibidang perangkat lunak basisdata seperti Oracle sendiri juga telah mengembangkan ekstensi untuk menagani data spasial SIG yang dikenal sebagai Oracle

Surat Pemberitahuan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTRD, adalah surat yang oleh wajib retribusi digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau

Untuk mensikronkan pengaturan lalu-lintas, pengatur master mengirim data sinkronisasi ke pengatur lokal secara nirkabel, dan pengatur lokal dapat mengubah waktu siklus dengan

Dari hasil penelitian tersebut nampak bahwa dari segi produk sudah mendukung pelaksanaan kegiatan Ekapaysma Instructor Academy dalam rangka pengembangan diri dan

Berikut ini adalah Peta Navigasi (bentuk detail dari struktur navigasi) dan storyboard (rancangan umum dari setiap gambar, layar dan teks), mengenai Aplikasi Multimedia Peta

17,1 juta (Dalam metode full cost , seluruh biaya diakui sebagai aset meskipun. belum tentuseluruh aktifitas eksplorasi dan evaluasi yang dilaporkan