• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum Kabupaten Pati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum Kabupaten Pati"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kabupaten Pati Letak Geografis dan Luas Wilayah

Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah bagian timur, terletak diantara 1100, 50’ – 1110, 15’ bujur timur dan 60, 25’ – 70, 00’ lintang selatan, dengan batasan-batasan wilayahnya sebagai berikut:

 Sebelah utara : dibatasi wilayah Kab. Jepara dan Laut Jawa  Sebelah barat : dibatasi wilayah Kab. Kudus dan Kab. Jepara  Sebelah selatan : dibatasi wilayah Kab. Grobogan dan Kab. Blora  Sebelah timur : dibatasi wilayah Kab. Rembang dan Laut Jawa

Kabupaten Pati terletak di daerah pantai utara pulau jawa dan di bagian timur dari Propinsi Jawa Tengah. Secara administratif Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150.368 ha yang terdiri dari 58.448 ha lahan sawah dan 91.920 ha lahan bukan sawah. Kabupaten Pati terdiri dari 21 kecamatan, 401 desa, 5 kelurahan, 1.106 dukuh serta 1.474 RW dari 7.524 RT. Jumlah desa dan luas wilayah pada kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Desa dan Luas Wilayah Tiap Kecamatan di Kabupaten Pati Tahun 2009 No Kecamatan Jumlah Desa/ Kelurahan Lahan sawah (ha) Lahan bukan sawah (ha) Jumlah (ha) Persentase (%) 1 Sukolilo 16 7.253 8.621 15.874 10,56 2 Kayen 17 4.937 4.666 9.603 6,39 3 Tambakromo 18 2.947 4.300 7.247 4,82 4 Winong 30 4.202 5.792 9.994 6,65 5 Pucakwangi 20 5.023 7.260 12.283 8,17 6 Jaken 21 3.595 3.257 6.852 4,56 7 Batangan 18 2.082 2.879 4.961 3,30 8 Juwana 29 1.556 4.120 5.676 3,77 9 Jakenan 23 3.926 1.378 5.304 3,53 10 Pati 24/5 2.558 1.691 4.249 2,83

(2)

11 Gabus 24 4.075 1.476 5.551 3,69 12 Margorejo 18 2.708 3.473 6.181 4,11 13 Gembong 11 823 5.907 6.730 4,48 14 Tlogowungu 15 1.829 7.617 9.446 6,28 15 Wedarijaksa 18 2.178 1.907 4.085 2,72 16 Trangkil 16 1.040 3.244 4.284 2,85 17 Margoryoso 22 1.210 4.815 6.025 4,01 18 Gunungwungkal 15 1.627 4.553 6.180 4,11 19 Cluwak 13 1.344 5.587 6.931 4,61 20 Tayu 21 2.138 2.621 4.759 3,16 21 Dukuhsati 12 2.063 6.096 8.159 5,43 Total 401/5 59.114 91.260 150.368 100

Sumber: BPS Kabupaten Pati 2010

Karakteristik Tanah dan Sistem Penggunaan Lahan

Kabupaten Pati terdiri atas berbagai macam jenis tanah, bagian utara terdiri dari tanah Red Yellow, Latosol, Aluvial, Hidromer, dan Regosol. Sedangkan bagian selatan terdiri dari tanah Aluvial, Hidromer, dan Gromosol. Rincian menurut kecamatan sebagai berikut:

 Batangan, Sukolilo, Gabus, dan Jakenan merupakan tanah Aluvial.  Cluwak, Gunungwungkal, dan Gembong merupakan tanah Latosol.

 Juwana dan Margoyoso merupakan tanah Aluvial dan Red Yellow mediteran.  Pati dan Margorejo merupakan tanah Red Yellow mediteran, Latosol, Aluvial,

dan Hidromer.

 Kayen dan Tambakromo merupakan tanah Aluvial dan Hidromer.  Pucakwangi dan Winong merupakan tanah Gromosol dan Hidromer.

 Wedarijaksa merupakan tanah Red Yellow mediteran, Latosol, dan Regosol.  Tayu merupakan tanah Auvial, Red Yellow, dan Regosol.

 Tlogowungu merupakan tanah Latosol dan Red Yellow mediteran.

Berdasarkan topografi, Kabupaten Pati terletak pada ketinggian 1-380 meter di atas permukaan laut.

Kabupaten Pati mempunyai potensi utamanya pada sektor pertanian berdasarkan penggunaan lahannya. Potensi pertanian cukup besar meliputi pertanian

(3)

tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Hal ini juga ditunjang dengan iklim di daerah ini, dimana rata-rata curah hujan di kabupaten Pati sebanyak 1.002 mm dengan 51 hari hujan, untuk keadaan hujan cukup, sedangkan untuk temperatur berkisar dari 230-390C. Luas dan persentase Penggunaan lahan di Kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas dan Persentase Penggunaan Lahan di Kabupaten Pati Tahun 2009 Penggunaan Tanah Luas (ha) Persentase (%)

1. Lahan Sawah 59.114 39,38

1.1. Pengairan Teknis 17.799 11,86

1.2. Pengairan 1/2 Teknis 9.374 6,24

1.3. Pengairan Sederhana 7.215 4,81

1.4. Pengairan Desa / Non P.U. 1.980 1,32

1.5. Tadah Hujan 22.725 15,14

1.6. Pasang Surut 0 0,00

1.7. Lainnya 21 0,01

2. Lahan Bukan Sawah 91.014 60,62

2.1. Rumah dan Pekarangan 27.077 18,04

2.2. Tegal 26.952 17,95 2.3. Padang Rumput 2 0,00 2.4. Hutan Rakyat 1.592 1,06 2.5. Hutan Negara 17.766 11,83 2.6. Perkebunan 2.464 1,64 2.7. Rawa-rawa 19 0,01 2.8. Tambak 10.544 7,02 2.9. Kolam 314 0,21 2.10. Tanah Lainnya 4.284 2,85 Jumlah 150.128 100,00

Sumber: BPS Kabupaten Pati 2010

Penggunaan lahan di Kabupaten Pati sebagian besar dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Komoditas dari pertanian tanaman pangan berupa padi, jagung, ketela rambat, ketela pohon, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, tebu, buah-buahan

(4)

serta tanaman sayuran. Jenis tanaman perkebunan didominasi dengan tanaman kelapa, kopi, kapuk randu, dan cengkeh.

Potensi ternak sapi potong di Kabupaten Pati lebih besar dibanding sapi perah, kerbau, kambing, domba, dan babi. Mengenai produksi telur baik dari jenis ayam ras maupun buras, produksi ayam buras menempati urutan terbesar dibanding ayam ras yaitu 12.836.294 butir di tahun 2009. Pohon jati merupakan komoditas utama dari hasil kehutanan di Kabupaten Pati, yaitu salah satu produksi dari pohon jati menghasilkan kayu bulat.

Gambaran Umum Kecamatan Pati Letak Geografis dan Luas Wilayah

Kecamatan Pati merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Pati, dan merupakan kota kabupaten bagi Kabupaten Pati. Kecamatan Pati yang terletak di pusat Kabupaten Pati, dan menjadikan Kecamatan Pati sebagai pusat kegiatan dari Kabupaten Pati, sebab pusat pemerintahan Kabupaten Pati berada di Kecamatan Pati. Secara administratif, Kecamatan Pati berbatasan dengan:

 Sebelah utara : dibatasi Kec. Wedarijaksa

 Sebelah barat : dibatasi Kec. Margorejo dan Kec. Wedarijaksa  Sebelah selatan : dibatasi Kec. Gabus

 Sebelah timur : dibatasi Kec. Juwana dan Kec. Jakenan

Secara administratif, kecamatan Pati mempunyai luas wilayah 4.249 ha yang terdiri dari 2.558 ha lahan sawah dan 1.691 ha lahan bukan sawah. Kecamatan Pati terdiri dari 5 kelurahan dan 24 desa yg berada pada ketinggian antara 5-23 meter di atas permukaan laut.

Karakteristik Tanah dan Sistem Penggunaan Lahan

Kecamatan Pati terdiri dari berbagai macam jenis tanah, yaitu Yellow Red mediteran, Latosol, Aluvial, dan Hidromer. Kecamatan Pati mempunyai potensi pada sektor pertanian berdasarkan penggunaaan lahannya, hampir sebagian besar luas wilayahnya merupakan lahan sawah. Potensi pertanian cukup besar meliputi pertanian tanaman pangan, peternakan, dan perikanan. Hal ini juga ditunjang dengan iklim di daerah ini, dimana rata-rata curah hujan di Kecamatan Pati sebanyak 994 mm dengan 64 hari hujan, untuk keadaan hujan cukup, sedangkan untuk temperatur

(5)

berkisar dari 240-390C. Berdasarkan curah hujan di wilayah Kabupaten Pati, Kecamatan Pati memiliki tipe iklim (oldeman) D2. Luas dan persentase Penggunaan lahan di Kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Luas dan Persentase Penggunaan Lahan di Kecamatan Pati Tahun 2009 Penggunaan Tanah Luas (ha) Persentase (%)

1. Lahan Sawah 2.558 60,20

1.1. Pengairan Teknis 1.123 26,43

1.2. Pengairan 1/2 Teknis 773 18,19

1.3. Pengairan Sederhana 522 12,29

1.4. Pengairan Desa / Non P.U. 0 0,00

1.5. Tadah Hujan 140 3,29

1.6. Pasang Surut 0 0,00

1.7. Lainnya 0 0,00

2. Lahan Bukan Sawah 1.691 39,80

2.1. Rumah dan Pekarangan 1.421 33,44

2.2. Tegal 87 2,05 2.3. Padang Rumput 0 0,00 2.4. Hutan Rakyat 0 0,00 2.5. Hutan Negara 0 0,00 2.6. Perkebunan 0 0,00 2.7. Rawa-rawa 0 0,00 2.8. Tambak 0 0,00 2.9. Kolam 20 0,47 2.10. Tanah Lainnya 163 3,84 Jumlah 4.249 100,00

Sumber: BPS Kabupaten Pati 2010

Suatu wilayah akan mempergunakan lahan yang dimilikinya dengan sebaik-baiknya, agar setiap lahan yang ada pada wilayah tersebut dapat dimanfaatkan dengan optimal untuk kesejahteraan masyarakatnya. Penggunaan lahan yang sesuai kebutuhan akan memberikan manfaat dan tata ruang yang nyaman bagi masyarakat,

(6)

sebaliknya apabila penggunaan lahan tidak berimbang maka akan menjadi tata ruang yang tidak teratur.

Penggunaan lahan di Kecamatan Pati dibagi menjadi dua, yaitu lahan sawah dan lahan bukan sawah. Luas wilayah Kecamatan Pati secara keseluruhan adalah seluas 4.249 ha. Lahan sawah di Kecamatan Pati seluas 2.558 ha atau 60,20 % dari total luas wilayah, sedangkan sisanya adalah lahan bukan sawah seluas 1.691 ha atau 39,80 % dari total luas wilayah Kecamatan Pati. Lahan sawah di Kecamatan Pati lebih luas daripada lahan bukan sawah, hal ini dikarenakan pertanian merupakan penggunaan lahan yang utama di Kecamatan Pati. Luas pemukiman di Kecamatan Pati sangat mendominasi dalam penggunaan lahan yaitu seluas 1.421 ha atau 33,44 % dari total luas Kecamatan Pati, diikuti oleh penggunaan lahan untuk sawah pengairan teknis, sawah pengairan 1/2 teknis, dan sawah pengairan sederhana, dengan luas masing-masing yaitu 1.123 ha (26,43 %), 773 ha (18,19 %), dan 522 ha (12,29 %).

Lahan sawah di Kecamatan Pati sangat luas, yaitu digunakan sebagai lahan pertanian. Komoditas dari pertanian tanaman pangan di Kecamatan Pati berupa padi, jagung, ketela pohon, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, tebu, buah-buahan serta tanaman sayuran. Produksi komoditas pertanian tanaman pangan di Kecamatan Pati dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Luas Tanam, Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Pangan di Kecamatan Pati Tahun 2009

Komoditas Luas Tanam (ha) Luas Panen (ha) Produktivitas (kw/ha) Produksi (ton) Padi Sawah 4.437 4.628 55,61 25.736 Jagung 44 46 39,12 450 Ketela Pohon 20 29 0 0 Kacang Tanah 33 34 14,52 53 Kedelai 486 476 13,78 656 Kacang Hijau 549 535 10,08 645

Sumber: BPS Kabupaten Pati 2010

Penduduk Kecamatan Pati selain berusahatani tanaman pangan, sebagai usaha sampingan adalah beternak. Jenis ternak yang dipelihara di Kecamatan Pati, yaitu sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba, babi, ayam ras, dan ayam buras.

(7)

Adapun populasi masing-masing ternak tersebut yang diusahakan di Kecamatan Pati dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Populasi Ternak di Kecamatan Pati Tahun 2009

Jenis Ternak Jumlah (ekor)

Sapi Potong 1.724 Sapi Perah 33 Kerbau 3 Kambing 2.587 Domba 136 Babi 46 Ayam Ras 4.670 Ayam Buras 18.524

Sumber: BPS Kabupaten Pati 2010

Karakteristik SDM

Penduduk di Kecamatan Pati pada akhir tahun 2009 berjumlah 107.998 jiwa, terdiri atas laki-laki sebanyak 52.873 jiwa dan perempuan sebanyak 55.125 jiwa, dengan tingkat kepadadatan penduduknya 2.542 jiwa / km2 (BPS Kabupaten Pati, 2010). Berdasarkan produktifitasnya, populasi penduduk di Kecamatan Pati dibagi menjadi dua, yaitu penduduk usia produktif dan tidak produktif. Batasan penduduk usia tidak produktif adalah 0-14 tahun dan 65 tahun keatas, sedangkan penduduk usia produktif berkisar antara 15-64 tahun, meskipun pada kenyataannya orang yang telah berusia 65 tahun atau lebih masih banyak yang mampu bekerja termasuk juga anak-anak yang berumur kurang dari 15 tahun, banyak yang sudah mencari nafkah.

Penduduk usia Produktif (15-64 tahun) di Kecamatan Pati mencapai 75.871 jiwa atau 70,25 % dari total penduduk, sedangkan penduduk usia tidak produktif mencapai 32.127 jiwa (29,75 %), dimana penduduk yang berusia 0-14 tahun sekitar 25.647 jiwa (23,75 %) dan penduduk yang berusia 65 tahun keatas mencapai 6.480 jiwa (6 %) dari total penduduk di Kecamatan Pati.

(8)

Gambar 3. Persentase Penduduk Usia Produktif dan Tidak Produktif di Kecamatan Pati Tahun 2009

Identitas Responden

Identitas responden peternak sapi potong meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan formal, pengalaman usaha sapi potong, dan jumlah ternak yang dimiliki.

Umur Responden

Komposisi peternak berdasarkan umur diperlukan untuk mengetahui besarnya peternak yang produktif dan tidak produktif

.

Gambar 4. Umur Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010

Berdasarkan gambar 4 dapat dijelaskan bahwa peternak sapi potong di kecamatan Pati yang masih usia produktif (15-64 tahun) sekitar 93,33% dan peternak yang usia tidak produktif (>64 tahun) sekitar 6,67%. Hal ini menunjukkan kemampuan peternak untuk mengembangkan usaha ternak sapi potong sangat besar, dalam arti tenaga yang tersedia masih cukup kuat untuk bekerja.

Jenis Kelamin Responden

Komposisi peternak menurut jenis kelamin dapat digunakan untuk mengetahui jumlah peternak serta besarnya sex ratio di suatu daerah, yaitu angka yang menunjukkan perbandingan jumlah peternak laki-laki dan perempuan.

(9)

Gambar 5. Jenis Kelamin Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Berdasarkan gambar 5 dapat dijelaskan bahwa jumlah peternak laki-laki lebih banyak daripada peternak perempuan, yaitu 93,33% (56 laki-laki) dan 6,67% (4 perempuan). Besarnya angka sex ratio untuk peternak sapi potong di Kecamatan Pati adalah 14, hal ini berarti bahwa setiap 14 peternak laki-laki di Kecamatan Pati terdapat 1 peternak perempuan. Fakta ini menunjukkan bahwa usaha sapi potong didominasi oleh peternak laki-laki, hal ini disebabkan karena beternak sapi potong termasuk dalam pekerjaan berat, seperti mencari rumput. Namun demikian kaum ibu juga turut memberikan andil dalam usaha pemeliharaan sapi, misalnya membersihkan kandang sapi.

Tingkat Pendidikan Formal Responden

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam pembangunan suatu wilayah. Apabila penduduk di suatu wilayah memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka akan memiliki kemampuan dalam pengembangan pembangunan di wilayahnya. Pendidikan di suatu wilayah dipengaruhi antara lain oleh kesadaran akan pentingnya pendidikan, keadaan sosial ekonomi, dan sarana pendidikan yang ada.

Gambar 6. Tingkat Pendidikan Formal Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010

(10)

Gambar 6 menjelaskan bahwa tingkat pendidikan formal para peternak sebagian besar adalah lulusan sekolah dasar (SD) 48,3%, kemudian lulusan SMA, SMP, dan tidak sekolah dengan masing-masing sebesar 20%, 16,7%, dan 15% sedangkan untuk lulusan perguruan tinggi tidak ada. Dilihat dari data diatas, tingkat pendidikan peternak di Kecamatan Pati tergolong masih rendah. Hal ini merupakan salah satu kelemahan dalam pengembangan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pati. Oleh sebab itu kedepan harus ditingkatkan pendidikan maupun keterampilan peternak karena tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap laju penyerapan inovasi, perubahan pola pikir, dan kepekaan terhadap perubahan sosial lainnya.

Jenis Pekerjaan Utama Responden

Jenis pekerjaan penduduk suatu daerah dipengaruhi sumberdaya yang tersedia dan kondisi sosial ekonomi, seperti keterampilan yang dimilki, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan, dan modal yang tersedia.

Gambar 7. Jenis Pekerjaan Utama Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010

Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa pekerjaan utama peternak di kecamatan Pati mayoritas bekerja sebagai petani sebesar 46,67%, kemudian 46,67% lagi peternak bekerja sebagai tukang becak, kuli bangunan, kuli angkut, sopir, loper koran, dan buruh tani. Selain itu, pekerjaan utama peternak adalah PNS, pensiunan, dan pedagang yang masing-masing sebesar 3,33%, 1,67%, dan 1, 67%.

Dari data diatas menunjukkan bahwa beternak bukan merupakan pekerjaan utama peternak. Beternak biasanya dijadikan sebuah pekerjaan sampingan dan merupakan usaha rumah tangga dalam peternakan rakyat. Cara pemeliharaannya masih menggunakan teknologi sederhana dan tradisional, sehingga produktivitasnya

(11)

rendah dan mutu produknya tidak seragam. Peternak menjadikan beternak sapi potong sebagai tabungan keluarga, dimana ternak tersebut akan dijual ketika dibutuhkan dana untuk keperluan tertentu yang sifatnya mendesak dalam keluarga. Kebanyakan ternak akan dijual ketika mencapai umur tertentu. Hal ini menjadi salah satu kelemahan dalam pengembangan peternakan rakyat khususnya ternak sapi potong di Kecamatan Pati.

Pengalaman Usaha Ternak Sapi Potong

Pengalaman beternak mempengaruhi pengolahan dalam usaha ternak sapi potong dimana peternak yang berpengalaman memiliki banyak pengalaman dan kapasitas pengolahan usaha yang lebih matang, sehingga dapat menunjang dalam pengembangan usaha ternak sapi potong.

Gambar 8. Rataan Pengalaman Peternak di Kecamatan Pati dalam Usaha Ternak Sapi Potong Tahun 2010

Pada gambar diatas dapat dijelaskan bahwa 58,33% dari peternak sapi potong di Kecamatan Pati mempunyai pengalaman dalam usaha ternak lebih dari 10 tahun. Hal ini menjadi modal penting dalam pengembangan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pati. Pengalaman beternak yang lama itu menandakan bahwa peternak sudah memiliki kemampuan dan pengalaman yang cukup baik untuk mengelola ternak sapi potong dengan baik, seperti pemanfaatan pakan yang baik untuk ternak, penanaman hijauan, dan kesehatan ternak.

Kepemilikan Ternak

Usaha ternak sapi potong dalam peternakan rakyat masih merupakan usaha sampingan bagi peternak, dimana skala usahanya masih dalam skala usaha kecil. Disamping jumlah ternak yang dipelihara relatif kecil, peternakan rakyat melibatkan anggota keluarga diluar pekerjaan utamanya dalam pemeliharaan. Dari gambar 9

(12)

dapat dijelaskan bahwa 85% peternak sapi potong di Kecamatan Pati memiliki ternak sekitar 1-3 ekor, 10% peternak memiliki ternak 4-6 ekor, dan 5% peternak memiliki ternak diatas 6 ekor, dengan rata-rata tiap peternak sapi potong di Kecamatan Pati memiliki ternak sekitar 3 ekor. Dari data itu menandakan bahwa usaha sapi potong yang dijalankan oleh peternak masih termasuk dalam usaha skala kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya keterbatasan modal usaha, jenis usahanya masih merupakan usaha sampingan, tenaga kerja masih melibatkan anggota keluarga diluar pekerjaan utamanya, dan cara pemeliharaannya masih bersifat tradisional.

Gambar 9. Rataan Jumlah Ternak yang Dimiliki oleh Peternak di Kecamatan Pati Tahun 2010

Pola Penyediaan Pakan Ternak Sapi Potong

Bahan pakan adalah sesuatu yang dapat dimakan oleh ternak, dicerna, dan diserap baik sebagian maupun seluruhnya tanpa menimbulkan keracunan pada ternak yang bersangkutan. Bahan pakan dapat berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun dari hewan. Ternak ruminansia lebih memerlukan bahan pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, sedangkan ternak non-ruminansia memerlukan bahan pakan baik dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan (Sukria dan Rantan, 2009).

Bahan pakan ternak sapi pada pokoknya bisa digolongkan menjadi 3 (tiga), yaitu pakan hijauan, pakan penguat (konsentrat), dan pakan tambahan. Menurut Sugeng (1999), pakan hijauan adalah bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting, dan bunga.

(13)

Hijauan

Hijauan sebagai bahan makanan ternak bisa diberikan dalam dua macam bentuk, yakni hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar ialah makanan yang berasal dari hijauan yang diberikan dalam bentuk segar. Termasuk hijauan segar adalah rumput segar, leguminosa segar dan silase. Hijauan kering ialah makanan yang berasal dari hijauan yang sengaja dikeringkan (hay) ataupun jerami kering. Sebagai makanan ternak, hijauan memegang peranan sangat penting, sebab hijauan mengandung hampir semua zat yang diperlukan ternak. Di Indonesia bahan makanan hijauan memegang peranan istimewa, karena bahan tersebut diberikan dalam jumlah yang besar. Lahan pengembalaan merupakan sumber penyediaan hijauan yang lebih ekonomis dan murah. Lahan pengembalaan merupakan tanaman hijauan yang secara langsung bisa dimakan oleh ternak. Lahan pengembalaan tersebut bisa terdiri dari rumput seluruhnya atau luguminosa saja, ataupun campuran, tetapi suatu lahan rumput yang baik dan ekonomis ialah yang terdiri atas campuran dari rumput dan leguminosa (AAK, 1983).

Hijauan yang biasa digunakan sebagai pakan pada usaha peternakan rakyat di pedesaan adalah rumput lapang dan limbah pertanian, seperti jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, jerami sorghum, daun ubi jalar, daun ubi kayu, dan pucuk tebu. Demikiaan juga dengan pakan penguat yang biasa digunakan antara lain jagung, dedak halus, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa, dan lain-lain (Wahju, 1997).

Hijauan yang digunakan sebagai pakan ternak sapi potong oleh peternak berdasarkan responden di Kecamatan Pati adalah rumput lapang, rumput gajah, jerami padi, daun tebu, rumput setaria, jerami kacang hijau, kulit ketela pohon, bonggol jagung, dan bonggol pisang.

(14)

Gambar 10. Frekuensi Penggunaan Jenis Hijauan di Kecamatan Pati oleh Peternak (Responden) Tahun 2010

Rumput lapang dan rumput gajah adalah jenis hijauan yang paling sering digunakan oleh peternak, yang mencapai 68,33% dari total responden. Kedua jenis hijauan ini tersedia sepanjang tahun, sehingga peternak sering menggunakan sebagai pakan ternak sapi potong. Rumput lapang dan rumput gajah di Kecamatan Pati sangat mudah didapat, baik dari lahan sawah, tegalan, lapangan, maupun budidaya sendiri. Rumput lapang biasanya terdapat pada lapangan terbuka yang ada di masing-masing desa, sedangkan rumput gajah peternak banyak yang membudidayakan sendiri di lahan miliknya sendiri maupun lahan sewa, selain itu rumput gajah juga bisa didapat dari lahan-lahan tegalan di sawah, maupun lahan lainnya yang ditumbuhi rumput biasanya peternak menggunakan lahan yang sudah tidak produktif untuk tanaman pangan, baik itu lahan miliknya sendiri maupun sewa dari orang lain.

Hijauan pakan yang diberikan pada ternak sapi potong di Kecamatan Pati umumnya berupa hijauan segar yang ketersediannya tergantung dari musim dan pola tanam. Persediaan pakan berfluktuasi dengan kualitas beragam, produksi melimpah pada musim hujan dan ketersediaan menipis pada musim kemarau. Pada musim kemarau, peternak di Kecamatan Pati biasanya menggunakan jerami padi untuk menutupi produksi hijauan segar yang menipis. Peternak mendapatkan jerami padi biasanya waktu panen padi. Jerami padi biasanya dikeringkan dengan penambahan garam waktu proses pengawetan, untuk meningkatkan palatabilitas. Jerami padi digunakan oleh 53,33% peternak (responden) di Kecamatan Pati, dan biasanya

(15)

digunakan ketika hijauan segar sulit didapat oleh peternak. Daun tebu (16,67%), kulit ketela pohon (8,33%), rumput setaria (1,67%), jerami kacang hijau (1,67%), bonggol jagung (1,67%), dan bonggol pisang (1,67%), biasanya juga digunakan sebagai hijauan pakan oleh peternak ketika sulit mendapatkan hijauan segar. Peternak mengarit rumput biasanya setelah urusan di sawah selesai semua sekitar siang atau sore hari. Jumlah rumput yang diarit biasanya disesuaikan dengan kecukupan untuk pakan waktu sore hari dan pagi hari pada keesokan harinya sebelum berangkat ke sawah.

Gambar 11. Persentase Kombinasi Pemberian Jenis Hijauan Pada Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010

Pemeliharaan ternak sapi potong baik skala kecil maupun besar, selalu menuntut pasokan hijauan pakan ternak yang cukup jumlah dan mutunya secara rutin setiap hari. Ketersediaan hijauan sangat bergantung pada musim, pada musim hujan ketersediaan melimpah dan mutu nutriennya sangat tinggi, seperti protein kasar dan air, sedangkan pada musim kemarau ketersediaan hijauan sangat kurang yang diikuti dengan penurunan mutu nutrien hijauan, kandungan protein dan air cenderung akan turun sedangkan serat kasar akan meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan ternak akan hijauan yang tidak terpenuhi dengan satu jenis hijauan, biasanya peternak melakukan kombinasi dalam pemberian hijauan. Kombinasi ini akan cenderung sangat bervariasi ketika ketersedian hijauan segar rendah, yaitu pada musim kemarau. Penggunaan limbah-limbah dari hasil pertanian, seperti jerami merupakan yang sering dikombinasikan untuk menutupi kekurangan akan hijauan segar sebagai pakan ternak sapi potong.

(16)

Berdasarkan Gambar 11, peternak di Kecamatan Pati sebagian besar menggunakan kombinasi dua jenis hijauan untuk pakan ternak sapi potong, yaitu sebesar 51,67%, kemudian disusul dengan kombinasi tiga jenis hijauan (23,33%), kombinasi satu jenis hijauan (16,67%), dan kombinasi empat jenis hijauan (8,33%). Peternak di daerah ini yang menggunakan satu jenis hijauan saja adalah peternak yang baru memulai usaha ternak sapi potong dan jumlah ternak sapi yang dipelihara sedikit, sehingga masih bergantung pada satu jenis hijauan yang umun digunakan oleh peternak lain, seperti rumput gajah atau rumput lapang. Alasan lain peternak menggunakan satu jenis hijauan adalah adanya kebun rumput gajah yang dibudidaya sendiri atau tersedianya lahan yang luas untuk rumput lapang di daerahnya, sehingga peternak enggan memberikan jenis hijauan lain dikarenakan kebutuhan pakan sapi potong sudah terpenuhi dari satu jenis hijauan tersebut.

Peternak yang menggunakan kombinasi dua jenis hijauan maupun lebih, biasanya mempunyai ternak sapi potong lebih dari dua ekor, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pakannya peternak menggunakan sumber hijauan lain selain rumput. Kombinasi ini biasanya sangat bervariasi ketika ketersediaan hijauan segar rendah, yaitu pada musim kemarau. Penggunaan limbah pertanian sangat dibutuhkan oleh peternak pada musim kemarau, walaupun mutunya lebih rendah dari rumput. Hijauan yang digunakan peternak di Kecamatan Pati ketika ketersedian rumput rendah adalah jerami padi, daun tebu, kulit ketela pohon, jerami kacang hijau, bonggol jagung, dan bonggol pisang.

Gambar 12. Rataan Transportasi yang digunakan Peternak di Kecamatan Pati untuk mencari Hijauan Makanan Ternak Tahun 2010

(17)

Pakan Penguat (Konsentrat)

Pakan penguat atau konsentrat adalah suatu bahan pakan dengan nilai gizi tinggi yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan. Konsentrat sapi potong tidak selalu berbentuk konsentrat buatan pabrik atau yang dijual di pasaran (konsentrat komersial), namun dapat berupa bahan pakan tunggal atau campuran beberapa bahan pakan.

Konsentrat dapat berasal dari bahan pangan atau dari tanaman seperti serelia (misalnya jagung, padi atau gandum), kacang-kacangan (misalnya kacang hijau, kacang tanah dan kacang kedelai), umbi-umbian (misalnya ubi kayu dan ubi jalar), buah-buahan (misalnya kelapa kopra dan kelapa sawit). Konsentrat dapat juga berasal dari hewan seperti tepung daging, tepung tulang dan tepung ikan. Disamping itu, konsentrat dapat juga berasal dari industri kimia seperti protein sel tunggal, limbah atau dari hasil ikutan dari pangan seperti dedak padi dan pollard, hasil proses ekstraksi seperti bungkil kelapa dan bungkil kedelai, limbah pemotongan hewan seperti tepung darah dan tepung bulu, serta limbah dari proses fermentasi seperti ampas bir (Sofyan, 2000).

Konsentrat yang digunakan sebagai pakan ternak sapi potong oleh peternak berdasarkan responden di Kecamatan Pati adalah dedak , ampas ketela pohon (onggok basah), dan ampas tahu.

Gambar 13. Frekuensi Penggunaan Jenis Konsentrat di Kecamatan Pati oleh Peternak (Responden) Tahun 2010

Dedak padi merupakan jenis konsentrat yang paling sering digunakan oleh peternak, yang mencapai 51,67% dari total responden. Dedak padi adalah hasil sampingan dari

(18)

penggilingan padi, dimana tiap desa di Kecamatan Pati tersedia tempat penggilingan padi sehingga peternak tidak kesulitan untuk memperoleh dedak padi sebagai pakan ternaknya. Ketersedian dedak padi di Kecamatan Pati tergantung pada musim panen tanaman padi, ketika musim panen padi tiba ketersedian dedak padi melimpah. Walaupun ketersediannya tergantung pada musim panen, dedak padi selalu tersedia sepanjang tahun dikarenakan para petani tidak menggiling semua hasil gabahnya ketika musim panen tetapi bertahap tergantung kebutuhan akan beras.

Ampas ketela pohon (onggok basah) digunakan sebagai pakan ternak sapi potong oleh 26,67% peternak (responden). Onggok merupakan hasil sampingan industri tapioka yang dihasilkan melalui proses pemerasan dan penyaringan ketela pohon, yaitu berupa bahan padat yang terdiri dari serat-serat, pati dan air serta mengandung bahan pencemar yang cukup berbahaya bila dibuang ke perairan (Ciptadi, 1980). Pabrik tapioka di Kecamatan Pati sangat jarang ditemukan di tiap desa, hal ini berbeda dengan penggilingan padi dimana hampir semua desa di Kecamatan Pati tersedia. Kondisi ini yang menyebabkan rendahnya minat peternak untuk menggunakan onggok basah sebagai pakan ternak sapi potong, walaupun harganya lebih murah dibanding dedak padi dan ampas tahu.

Ampas tahu merupakan hasil sampingan dari pembuatan tahu kedelai. Ampas tahu mengandung protein yang tinggi tetapi mengandung bahan kering yang rendah. Peternak biasanya menggunakan ampas tahu sebagai bahan pakan sumber protein untuk meningkatkan produksi ternaknya yaitu sapi potong. Meskipun kualitas proteinnya lebih bagus dibanding dedak padi dan ampas ketela pohon, ampas tahu hanya digunakan oleh sebagian peternak di Kecamatan Pati yaitu 6,67% dari total responden. Hal ini disebabkan karena pabrik pembuatan tahu di Kecamatan Pati sedikit sehingga peternak mengalami kesulitan untuk memperolehnya. Peternak di Kecamatan Pati yang menggunakan ampas tahu, lokasinya dekat dengan pabrik pembuatan tahu sehingga akses untuk memperoleh ampas tahu sangat mudah. Disamping itu, pemilik dari pabrik pembuatan tahu ini bekerja sampingan sebagai peternak sapi potong sehingga ampas tahu merupakan pakan konsentrat yang selalu tersedia setiap hari.

(19)

Pakan Tambahan

Pakan tambahan adalah bahan-bahan pakan tertentu yang ditambahkan dalam ransum atau bisa diberikan dalam bentuk tunggal tanpa dicampur dalam ransum, biasanya diberikan pada ternak dalam jumlah sedikit. Pakan tambahan yang umum diberikan pada ternak berupa mineral, vitamin, obat-obatan, probiotik, dan antibiotik. Menurut Murtidjo (1990), pakan tambahan dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif yang hidupnya berada dalam kandang secara terus-menerus, pakan tambahan tersebut antara lain vitamin A dan D, mineral terutama Ca dan P, dan urea. Jenis pakan tambahan yang biasa dipakai oleh peternak sapi potong di Kecamatan Pati dapat dilihat pada gambar 13 berikut ini.

Gambar 14. Frekuensi Penggunaan Jenis Pakan Tambahan di Kecamatan Pati oleh Peternak (Responden) Tahun 2010

Gambar diatas menjelaskan bahwa pakan tambahan yang banyak digunakan oleh peternak sapi potong di kecamatan Pati adalah garam, yaitu 36,67% dari peternak menggunakannya. Kemudian disusul dengan air kedelai sebesar 3,33%, serta vitamin B kompleks dan antibiotik yang masing-masing sebesar 1,67% dari peternak sapi potong di Kecamatan Pati. Pemberian pakan tambahan pada ternak sapi potong bertujuan untuk memenuhi asupan sumber mineral dan vitamin dalam tubuh ternak yang tidak tersedia atau kurang dalam ransum. Disamping itu pemberian pakan tambahan bertujuan untuk menambah palatabilitas dan menjaga kesehatan ternak.

Pemberian garam dalam ransum ternak sapi potong di Kecamatan Pati bertujuan untuk menambah palatabilitas dari pakan, biasanya garam ini ditambahkan

(20)

pada jerami padi dalam proses pembuatan hay. Garam selalu tersedia di setiap daerah dan ketersediaannya selalu ada setiap saat, disamping sebagai pakan tambahan sumber mineral pada ternak, garam juga sebagai salah satu bumbu masak sehingga peternak tidak mengalami kesulitan untuk memperolehnya.

Penggunaaan air kedelai sebagai pakan tambahan pada ternak sapi potong oleh sebagian peternak di Kecamatan Pati adalah sebagai penambah nafsu makan ternak sapi potong. Air kedelai bisa diperoleh dari air rebusan kacang kedelai sebelum dilakukan proses penggilingan untuk pembuatan tahu. Ketersediaanya sangat jarang karena pabrik pengolahan tahu di Kecamatan Pati sangat jarang sehingga peternak sangat sulit untuk mendapatkannya. Air kedelai biasanya diberikan sebagai air minum setelah ternak makan tetapi pemberiannya tidak setiap hari, disamping ketersediannya sangat sulit untuk didapat, air kedelai juga mudah menimbulkan bau ketika disimpan lebih dari sehari.

Vitamin B kompleks dan antibiotik digunakan oleh peternak sapi potong di Kecamatan Pati untuk menjaga kesehatan ternak dan sebagai obat ketika ternaknya sakit. Peternak biasa mendapatkan vitamin B kompleks dan antibiotik ini dari mantri hewan di setiap desa. Vitamin B kompleks fungsinya hampir sama dengan air kedelai, yaitu untuk menambah nafsu makan pada ternak. Antibiotik biasa dipakai oleh peternak ketika ternaknya terserang penyakit seperti diare.

(21)

Faktor-Faktor Internal Usaha Ternak Sapi Potong Modal

Skala usaha peternak sapi potong di Kecamatan Pati masih merupakan skala kecil, dimana jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak berkisar antara 1-3 ekor. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan modal peternak untuk pengembangan usahanya. Adapun sumber modal bagi peternak sapi potong di Kecamatan Pati tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9. Sumber Modal Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010

Desa Sumber Modal

Sendiri Orang Lain Koperasi Sumber Lain

Ngepungrojo 15 0 0 0 Sidokerto 15 0 0 0 Panjunan 13 0 0 2 Kutoharjo 12 3 0 0 Jumlah 55 3 0 2 Persentase 91,67 5,00 0,00 3,33

Berdasarkan data diatas dapat dijelaskan bahwa sekitar 91,67% peternak di Kecamatan Pati dalam usaha ternak sapi potong menggunakan modal sendiri. Kemudian 5% dari peternak menggunakan modal dari orang lain atau yang bisa disebut dengan sistem gaduh, dimana mengandung unsur kerjasama bagi hasil. Selain itu, peternak juga mendapat modal dari sumber lain yaitu pinjaman bank dan bantuan pemerintah melalui Program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) sekitar 3,33%, serta modal dari koperasi adalah 0%, hal ini menandakan bahwa peran koperasi dalam pengembangan sapi potong di kecamatan Pati sangatlah kurang, sehingga kasus ini menjadi salah satu kelemahan dalam usaha pengembangan ternak sapi potong di Kecamatan Pati.

Usaha ternak sapi potong dengan modal sendiri sangat dominan di Kecamatan Pati, peternak menggunakan modal sendiri dengan tujuan ternak sapi yang dipelihara sebagai tabungan yang sewaktu-waktu bisa dijual jika ada keperluan yang bersifat mendadak. Meskipun demikian, peternak di wilayah ini banyak

(22)

meminati sistem gaduh yang modalnya dari orang lain. Sistem gaduh disamping mengandung unsur kerjasama bagi hasil, lebih dari itu adalah merupakan salah satu upaya dalam mengatasi kekurangan modal bagi penggaduh (peternak).

Usaha gaduhan merupakan salah satu usaha kerjasama yang sering dilakukan di masyarakat. Usaha kerja sama ini untuk memenuhi atau menyambung keinginan sebagian masyarakat untuk beternak sapi. Hal ini biasanya terjadi bila seseorang yang memiliki modal cukup dan ingin beternak sapi, tetapi tidak ada tempat dan kurangnya pengetahuan mengenai ternak sapi. Selain itu, pemilik modal juga tidak mau repot belajar ternak sapi, oleh karena itu, pemilik modal menyerahkan sapinya untuk dipelihara pada orang yang dipercaya mampu memelihara ternak (penggaduh) hingga ada hasilnya. Pembagian keuntungan antara pemilik modal dan penggaduh tergantung kesepakatan, bisa 50% : 50% atau 60% : 40%. Bila gaduhan sampai sapi beranak, maka anak sapi yang pertama untuk penggaduh dan anak sapi kedua untuk pemilik modal (Yulianto dan Cahyo, 2010)

Teknologi Bibit

Bibit ternak, dari segi usaha peternakan sapi potong mempunyai arti penting dalam mendukung keberhasilan usaha (Murtidjo,1990). Untuk mendapatkan bibit sapi yang baik, peternak harus memiliki pengalaman dan kecakapan dalam memilih. Cara memilih bibit yang baik dapat dilihat dari sifat genetis, bentuk bagian luar, kesehatan dan ukuran tubuh sapi tersebut (Bandini, 1999). Setiap peternak yang akan memelihara dan membesarkan atau menggemukkan bibit sapi harus terlebih dahulu mempelajari sifat genetisnya, sifat adaptasi terhadap lingkungan, ataupun kemampuan produksinya. Cara memilih bibit sapi yang baik dapat juga dengan menilik bentuk bagian luarnya, yaitu bagian kepala, leher, serta badan bagian depan, tengah, dan belakang. Berikut merupakan pengetahuan peternak sapi potong di kecamatan Pati tentang tentang bibit sapi yang baik dapat dilihat pada Tabel 10 dibawah ini.

(23)

Tabel 10. Jumlah Peternak yang Mengetahui Bibit Sapi yang Baik di Kecamatan Pati Tahun 2010

Desa

Bibit Sapi (Bangsa, Sifat Genetis, Bentuk Luar, dan Kesehatan)

Tahu Tidak Tahu

Ngepungrojo 13 2 Sidokerto 13 2 Panjunan 15 0 Kutoharjo 15 0 Jumlah 56 4 Persentase 93,33 6,67

Data diatas menunjukkan bahwa 93,33% dari peternak sapi potong di Kecamatan Pati mengetahui bibit-bibit sapi yang baik. Pengetahuan ini didapat dari pengalaman peternak selama memelihara sapi, dimana sebagian besar dari peternak di daerah ini sudah memelihara sapi lebih dari sepuluh tahun. Pengalaman ini menjadi modal yang sangat penting bagi peternak ketika memilih bibit sapi yang akan dibeli. Peternak yang tidak tahu tentang bibit sapi yang baik, biasanya meminta tolong kepada peternak yang sudah berpengalaman untuk mencari atau membeli bibit sapi. Rata-rata peternak di daerah ini yang tidak tahu tentang bibit yang baik adalah peternak-peternak perempuan atau peternak yang baru mulai usaha atau memelihara sapi.

Bibit sapi yang banyak digunakan oleh peternak sapi potong di Kecamatan Pati adalah sapi lokal yaitu Sapi Pegon (persilangan antara Sapi PO dengan Sapi Limousin maupun Sapi Simmental) dan Sapi PO (Peranakan Ongole) yang biasa disebut dengan Sapi Jawa atau Sapi Putih. Peternak banyak yang memelihara jenis bibit sapi ini disamping mudah dalam perawatannya, sapi lokal ini sangat mudah dijual kembali ke pasar. Selain itu, peternak di daerah ini ada yang memelihara Sapi Limousin dan Sapi Simmental. Sapi ini sangat cocok untuk program penggemukan bagi peternak karena perkembangan tubuhnya sangat cepat. Berikut gambar-gambar sapi yang di pelihara oleh peternak di kecamatan Pati.

(24)

(a) Sapi PO (Peranakan Ongole) (b) Sapi Pegon

(c) Sapi Simmental (d) Sapi Limousin

Gambar 15. Jenis Sapi yang Dipelihara oleh Peternak di Kecamatan Pati Tahun 2010

Pemeliharaan

Pemeliharaan dan perawatan merupakan salah satu penunjang kesuksesan dalam usaha ternak, jika pemeliharaan dan perawatannya dilakukan dengan baik maka kesehatan dan pertumbuhan ternak juga akan baik. Oleh karena itu harus dilakukan penanganan manajemen yang baik dalam pemeliharaan ternak, terutama usaha ternak sapi potong. Pemeliharaan ternak sapi meliputi pemberian pakan, pembersihan kandang, memandikan sapi, dan ketepatan dalam mengawinkan sapi. Berikut tabel frekuensi pemberian pakan oleh peternak sapi potong di Kecamatan Pati.

(25)

Tabel 11. Frekuensi Pemberian Pakan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010

Desa Frekuensi Pemberian Pakan

satu kali dua kali ad libitum

Ngepungrojo 0 8 7 Sidokerto 0 11 4 Panjunan 0 12 3 Kutoharjo 0 6 9 Jumlah 0 37 23 Persentase 0,00 61,67 38,33

Sistem pemeliharaan yang digunakan peternak sapi potong di Kecamatan pati adalah sistem pemeliharaan secara intensif (keraman), hal ini disebabkan karena tidak adanya lahan pengembalaan. Tabel diatas menjelaskan bahwa 61,67% dari peternak sapi di daerah ini memberikan pakan ternaknya sebanyak dua kali sehari, tiap pagi dan sore hari. Hijauan seperti rumput-rumputan paling banyak digunakan peternak sebagai pakan sapi potong daripada konsentrat. Hijauan merupakan pakan pokok yang harus tersedia tiap hari. Pemberian konsentrat oleh peternak biasanya masih bergantung pada ketersediaan dan harga konsentrat tersebut. Disamping itu, sekitar 38,33% dari peternak di daerah ini ada yang memberikan pakan ternak sapi potongnya dengan ad libitum (selalu tersedia). Peternak beranggapan bahwa semakin banyak pakan yang dikonsumsi oleh ternak, maka pertumbuhannya semakin cepat, hal itu yang menjadi alasan peternak di daerah ini memberikan pakan pada ternaknya dengan ad libitum.

Pemberian pakan ad libitum ini hanya sebatas pada pemberian hijauan, hal ini menandakan bahwa kurangnya pengetahuan peternak tentang kebutuhan konsumsi pada sapi dan manajemen pemberian pakan, sehingga terjadi pemborosan pada penggunaan hijauan karena konsumsi yang berlebih. Di samping itu, kasus ini menandakan bahwa hijauan di daerah ini ketersediaannya sangat melimpah dan hijauan merupakan pakan pokok ternak sapi yang harus tersedia setiap hari dibandingkan dengan pakan konsentrat. Peternak di daerah ini memberikan konsentrat pada sapi sebelum pemberian hijauan. Konsentrat biasanya diencerkan

(26)

dengan air sebelum diberikan pada sapi, agar mudah dalam pencernaan dan supaya tidak ada konsentrat yang terbuang (terkonsumsi semua).

Tabel 12. Ketepatan Waktu Pembersihan Kandang Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010

Desa Waktu Pembersihan Kandang

tiap hari kadang-kadang tidak pernah

Ngepungrojo 13 2 0 Sidokerto 11 4 0 Panjunan 12 3 0 Kutoharjo 6 9 0 Jumlah 42 18 0 Persentase 70,00 30,00 0,00

Menurut Sugeng (1999), kandang harus dibersihkan setiap hari dari kotoran. Kotoran umumnya terdiri dari sisa bahan pakan yang bercampur dengan kotoran sapi itu sendiri. Kotoran hendaknya dibawa dan ditempatkan di tempat khusus bak penampungan kotoran, yang nantinya bisa dimanfaatkan sebagai pupuk.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70% dari peternak di Kecamatan Pati melakukan pembersihan kandang setiap hari, hal ini menunjukkan kesadaran peternak akan kebersihan kandang. Peternak di daerah ini membersihkan kandang minimal tiap dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari sebelum pemberian pakan. Pembersihan kandang biasanya dilakukan oleh istri dari peternak tersebut. Namun, ada sekitar 30% dari peternak di daerah ini yang tidak membersihkan kandang tiap hari atau kadang-kadang. Waktu pembersihan kandang tidak menentu, biasanya peternak menunggu hingga kotorannya penuh di kandang.

Peternak di daerah ini membuang kotoran pada tempat pembuangan yang telah disediakan di sekitar kandang. Kotoran ini biasanya ditumpuk hingga waktu tertentu sebelum digunakan sebagai pupuk di sawah. Dalam proses penumpukan kotoran ini sering menimbulkan polusi udara. Selain itu, ada juga peternak yang tidak memanfaatkan kotoran sapi ini sebagai pupuk dengan membiarkan menumpuk di sekitar kandang. Hal ini menjadi kelemahan dalam usaha pengembangan ternak

(27)

sapi potong di daerah ini, karena belum adanya teknologi dalam pengolahan kotoran sapi sehingga sering menimbulkan polusi udara akibat dari limbah kotoran ternak ini. Tabel 13. Ketepatan Waktu Memandikan Sapi Oleh Peternak di Kecamatan Pati

Tahun 2010

Desa Waktu Memandikan Sapi

tiap hari kadang-kadang tidak pernah

Ngepungrojo 4 11 0 Sidokerto 2 13 0 Panjunan 4 11 0 Kutoharjo 3 12 0 Jumlah 13 47 0 Persentase 21,67 78,33 0,00

Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa sebagian besar peternak sapi potong di daerah ini tidak memandikan ternaknya setiap hari (kadang-kadang), yaitu sekitar 78,33% dari jumlah peternak. Hasil ini berbanding terbalik dengan pembersihan kandang, peternak justru lebih cenderung membersihkan kandang setiap hari dibandingkan memandikan sapi, hal ini dikarenakan kandang yang digunakan masih bersifat tradisional, dimana masih menyatu dengan rumah peternak dan alasnya masih berupa tanah sehingga akan menyebabkan becek dan kotor pada kandang ketika sapi dimandikan. Peternak memandikan ternaknya ketika kondisinya benar-benar kotor atau ketika hendak dijual, biasanya ternak dimandikan diluar kandang. Alasan lain peternak tidak memandikan ternaknya setiap hari adalah tidak adanya waktu untuk melakukannya, karena peternak telah lelah bekerja seharian sehingga malas untuk memandikan ternak tersebut.

Namun, sekitar 21,67% peternak sapi potong di daerah ini memandikan ternaknya setiap hari, hal ini dilakukan agar kebersihan ternak tetap terjaga sehingga ternaknya akan lebih sehat dibandingkan dengan ternak yang kotor. Peternak yang memandikan ternaknya setiap hari, alas kandangnya sudah terbuat dengan pasir dan semen yang tidak akan menimbulkan kotor dan becek ketika ternaknya dimandikan. Peternak di daerah ini biasanya memandikan sapi ketika sebelum ternak diberikan pakan, yaitu pada pagi dan sore hari.

(28)

Menurut Sugeng (1999), sapi betina yang baik biasanya dipelihara terus untuk diambil keturunannya. Keturunan itu bisa dipakai sebagai calon pengganti penggemukan berupa sapi bakalan (feeder catle). Dengan demikian sapi tersebut harus dikawinkan untuk memperoleh keturunan. Sapi tersebut dapat dikawinkan setelah mengalami dewasa kelamin dan dewasa tubuh. Berikut merupakan tabel pengetahuan peternak tentang ketepatan dalam mengawinkan sapi di Kecamatan Pati.

Tabel 14. Ketepatan dalam Mengawinkan Sapi oleh Peternak di Kecamatan Pati Tahun 2010

Desa Ketepatan dalam Mengawinkan Sapi

Tahu Tidak Tahu

Ngepungrojo 15 0 Sidokerto 15 0 Panjunan 15 0 Kutoharjo 15 0 Jumlah 60 0 Persentase 100,00 0,00

Berdasarkan tabel diatas, semua peternak di kecamatan ini sudah mempunyai pengetahuan dalam hal ketepatan mengawinkan sapi. Hal ini didukung dengan pengetahuan peternak tentang ciri-ciri birahi pada ternak sapi (Tabel 15). Peternak biasanya langsung mengawinkan ternaknya ketika ternaknya menunjukkan tanda-tanda birahi seperti, gelisah, merah dan keluar lendir pada alat kelaminnya. Pada sapi betina yang belum dewasa tubuh, peternak tidak mengawinkannya walaupun ternak tersebut memperlihatkan tanda-tanda birahi. Peternak biasanya mengawinkan ternaknya ketika mencapai dewasa tubuh yaitu sekitar 1,5-2 tahun.

(29)

Tabel 15. Rataan Pengetahuan Ciri-Ciri Sapi Birahi oleh Peternak di Kecamatan Pati Tahun 2010

Desa Ciri-Ciri Sapi Birahi

Tahu Tidak Tahu

Ngepungrojo 15 0 Sidokerto 15 0 Panjunan 15 0 Kutoharjo 15 0 Jumlah 60 0 Persentase 100,00 0,00

Sistem perkawinan sapi di kecamatan ini semua peternaknya menggunakan inseminasi buatan, yang lebih dikenal dengan istilah kawin suntik oleh masyarakat sekitar (Tabel 16). Inseminasi buatan dirasa lebih mudah dilaksanakan oleh peternak dibandingkan perkawinan secara alami, dengan melihat tanda-tanda birahi pada ternaknya. Peternak di daerah ini langsung menghubungi mantri hewan dari dinas peternakan kabupaten yang bertugas di masing-masing kecamatan, ketika terlihat tanda-tanda birahi pada ternaknya. Disamping itu, inseminasi buatan mempunyai keunggulan yaitu persentase kebuntingan yang tinggi dibanding dengan kawin alam. Perkawinan secara alamiah di daerah ini sudah jarang dilakukan karena ketersediaan pejantan unggul sangat jarang ditemukan dikarenakan kebanyakan peternak menjual sapi pejantan ketika mecapai dewasa.

Tabel 16. Sistem Perkawinan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010

Desa Sistem Perkawinan

Alam IB (Kawin Suntik)

Ngepungrojo 0 15 Sidokerto 0 15 Panjunan 0 15 Kutoharjo 0 15 Jumlah 0 60 Persentase 0,00 100,00

(30)

Kesehatan Hewan

Keberhasilan peternakan sapi potong tidak hanya terletak pada usaha pengembangan jumlah ternak yang dipelihara, namun juga pada perawatan dan pengawasan sehingga kesehatan ternak sapi tetap terjaga. Perawatan dan pengobatan pada ternak sapi memerlukan pertimbangan dari berbagai segi, baik dari segi penyakit (ringan, tidak menular, atau menular) maupun dari segi ekonomis (Murtidjo, 1990).

Menurut Sugeng (1999), penyakit menular merupakan ancaman bagi peternak, walaupun penyakit menular tidak langsung mematikan, akan tetapi bisa merusak kesehatan ternak sapi secara berkepanjangan, mengurangi pertumbuhan, dan bahkan menghentikan pertumbuhan sama sekali. Berikut tabel jenis-jenis penyakit yang biasa dialami ternak sapi potong di Kecamatan Pati.

Tabel 17. Jenis Penyakit Pada Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010

Desa

Jenis Penyakit

Mencret Kembung Kutil Lumpuh Demam Tidak Nafsu Makan Ngepungrojo 8 3 0 0 0 4 Sidokerto 4 3 3 0 3 2 Panjunan 7 2 0 2 0 4 Kutoharjo 9 3 0 1 0 2 Jumlah 28 11 3 3 3 12 Persentase 46,67 18,33 5,00 5,00 5,00 20,00

Berdasarkan tabel di atas, penyakit yang sering menyerang ternak sapi potong di daerah ini adalah mencret, kembung, kutil, lumpuh, demam, dan tidak nafsu makan. Mencret pada sapi di daerah ini paling sering dialami oleh sekitar 46,67% dari petenak, tidak nafsu makan dan kembung juga sering dialami oleh peternak yaitu sekitar 20% dan 18,33%. Sedangkan penyakit kutil, lumpuh, dan demam sering dialami oleh 5% dari peternak sapi di daerah ini. Pada dasarnya pengetahuan peternak tentang jenis penyakit yang menyerang ternak sapi secara teori tidak diketahui oleh peternak. Untuk menjaga agar ternak sapi yang dimiliki tetap sehat maka peternak harus mempunyai pengetahuan tentang penyakit yang memadai.

(31)

Walaupun pengetahuan tentang penyakit secara teori kurang, peternak di daerah ini hampir semuanya tahu tentang pengendalian atau pengobatan terhadap ternak sapi yang terserang penyakit tersebut (tabel 18). Pada umumnya pengobatan yang dilakukan oleh peternak berupa pengobatan tradisional. Pengetahuan ini berdasarkan pengalaman peternak, baik itu pengalaman pribadi maupun pengalaman peternak lain.

Tabel 18. Pengetahuan Peternak Tentang Pengendalian Penyakit Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010

Desa Cara Pengendalian

Tahu Tidak Tahu

Ngepungrojo 15 0 Sidokerto 15 0 Panjunan 15 0 Kutoharjo 15 0 Jumlah 60 0 Persentase 100 0

Pengobatan tradisional yang biasa dilakukan oleh peternak di daerah ini misalnya racikan dari berbagai macam bumbu dapur, seperti kunyit, kencur, jeruk nipis, dan gula merah. Racikan tersebut biasa digunakan ketika ternaknya mengalami demam. Jika penyakitnya tidak kunjung sembuh, biasanya peternak langsung menghubungi mantri hewan dari dinas peternakan setempat. Petugas dari dinas peternakan setempat biasanya terlebih dahulu melihat kondisi ternaknya sebelum melakukan pengobatan, setelah itu memberikan obat atau vaksinasi pada ternak sesuai dengan penyakit yang diderita melalui penyuntikan pada ternak tersebut.

Hal semacam ini lah yang rutin dilaksanakan oleh peternak di daerah ini jika ternaknya terserang penyakit. Jika penyakitnya tidak kunjung sembuh juga, peternak biasanya langsung memotong ternaknya atau dengan menjual ternaknya kepada tukang jagal dengan harga yang cukup murah, untuk dijual kembali dalam bentuk daging di pasar. Modal pengetahuan ini lah yang membuat peternak tidak terlalu panik ketika ternaknya terserang penyakit.

(32)

Perkandangan

Kandang merupakan tempat tinggal ternak yang sepanjang waktu harus diperhatikan oleh peternak tentang kondisinya. Bangunan kandang merupakan faktor utama untuk melindungi ternak terhadap gangguan dari luar yang merugikan, baik terhadap sengatan terik matahari, kedinginan, kehujanan, dan tiupan angin yang kencang. Konstruksi kandang yang baik akan berpengaruh pada kesehatan dan perkembangan ternak. Menurut Abidin (2002), kandang harus dibuat dengan memperhatikan beberapa syarat teknis, antara lain dibuat dari bahan yang berkualiatas, luas kandang harus sesuai dengan jumlah sapi, konstruksi lantai kandang harus dibuat dengan memperhatikan kemudahan dalam melakukan pembersihan, memandikan, dan tidak licin, sinar matahari harus bisa masuk secara langsung ke dalam kandang, sistem ventilasi udara harus memungkinkan sirkulasi udara tidak terhambat, memperhatikan arah angin yang dominan, dekat dengan sumber air, dan atap kandang sedapat mungkin dibuat dari bahan-bahan yang ringan. Berikut tabel pengetahuan peternak tentang syarat-syarat kandang yang baik di Kecamatan Pati.

Tabel 19. Pengetahuan Peternak Tentang Syarat Kandang yang Baik di Kecamatan Pati Tahun 2010

Desa Syarat Kandang

Tahu Tidak Tahu

Ngepungrojo 5 10 Sidokerto 4 11 Panjunan 6 9 Kutoharjo 3 12 Jumlah 18 42 Persentase 30,00 70,00

Berdasarkan tabel di atas, peternak di daerah ini sebagian besar tidak mengetahui syarat-syarat kandang yang baik yaitu sekitar 70% dari total responden. Kandang di daerah ini masih bersifat tradisional dan tempatnya masih menyatu dengan rumah peternak tersebut, karena keterbatasan dana dan lahan untuk membangun kandang. Kandang yang sempit terkadang memberikan kesulitan bagi

(33)

peternak dalam membersihkan kandang dan kapasitas kandang terkadang tidak sesuai dengan jumlah sapi yang dimiliki sehingga menyebabkan sapi tidak leluasa melakukan aktifitas sehari-hari seperti rebahan setelah mengkonsumsi pakan. Sebagian besar kandang di daerah ini sirkulasi udaranya tertutup sehingga menimbulkan rasa pengap karena sirkulasi udara di dalam kandang kurang.

Peternak di daerah ini yang tahu tentang syarat-syarat kandang yang baik hanya sedikit yaitu sekitar 30%. Peternak mendapatakan informasi tentang syarat-syarat kandang yang baik dari tayangan televisi dan penyuluhan dari dinas peternakan setempat. Walaupun kandangnya masih terbuat dari bahan yang sederhana berbahan dasar bambu, tetapi sudah memenuhi syarat-syarat kandang yang baik berdasarkan luasan dan sirkulasi udara dalam ruangan. Bagi peternak yang mempunyai modal lebih untuk pembangunan kandang, biasanya kandangnya sudah baik yang bahan baku dasarnya terbuat dari batu bata dan semen.

Gambar 16. Konstruksi Kandang Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010

Tempat penampungan kotoran merupakan salah satu dari konstruksi kandang yang harus diperhatikan, karena jika limbah kotoran ternak sapi potong tidak ditangani secara benar akan menyebabkan polusi bagi lingkungan di sekitarnya.

(34)

Kotoran sapi potong umumnya dimanfaatkan sebagai pupuk dan biogas. Dalam skala peternakan rakyat, sebagian besar peternak memanfaatkan kotoran sapi potong sebagai pupuk dibandingkan sebagai biogas. Hal ini dikarenakan dalam pembuatan biogas membutuhkan biaya yang sangat besar jika dibandingkan dengan pembuatan pupuk. Pembuatan biogas ini sebagian besar dilakukan oleh peternakan yang sudah dalam skala industri. Selain lebih murah dalam hal biaya, pembuatan pupuk juga lebih mudah dibandingkan dengan pembuatan biogas. Peternak biasanya menampung kotoran sapi dalam bak penampungan di sekitar kandang, setelah kotoran kering biasanya peternak langsung membawanya ke sawah atau ladang mereka untuk dijadikan pupuk organik. Berikut tabel pengetahuan peternak tentang pengolahan kotoran ternak sapi potong di Kecamatan Pati.

Tabel 20. Pengetahuan Peternak Tentang Pengolahan Kotoran Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010

Desa Pengolahan Kotoran

Ya Tidak Ngepungrojo 14 1 Sidokerto 10 5 Panjunan 4 11 Kutoharjo 13 2 Jumlah 41 19 Persentase 68,33 31,67

Berdasarkan data di atas, peternak di daerah ini sebagian besar sudah mengetahui tentang pengolahan kotoran sapi yaitu sekitar 68,33% dari total responden. Peternak di daerah ini cenderung memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk organik dibandingkan dimanfaatkan sebagai biogas. Selain tidak memerlukan biaya yang besar, pembuatan pupuk sangat mudah dalam penanganannya. Sekitar kandang biasanya tersedia tempat penampungan kotoran untuk proses pengeringan sebelum digunakan sebagai pupuk di sawah atau ladang mereka.

Pupuk organik dari kotoran sapi ini biasanya dijadikan sebagai pupuk alternatif atau pupuk tambahan dalam bercocok tanam disamping pupuk anorganik. Walaupun pengolahannya belum optimal, pupuk dari kotoran sapi ini cukup

(35)

meringankan beban dari peternak, dimana sebagian besar pekerjaan utama peternak di daerah ini sebagai petani. Peternak sapi potong di kecamatan ini ada juga yang tidak mengetahui tentang pengolahan atau pemanfaatan dari kotoran sapi, yaitu sekitar 31,67% dari total responden. Kotoran sapi biasanya dibiarkan begitu saja di sekitar kandang hingga menumpuk atau ada juga peternak yang mengalirkan kotoran dari sapi ini langsung menuju sungai di sekitar kandang mereka. Hal ini lah yang sering menjadi kendala dalam pengembangan ternak sapi potong, dimana dari kotoran tersebut dapat menyebabkan berbagai macam polusi yang berdampak merugikan bagi masyarakat sekitar maupun peternak itu sendiri.

Konstruksi kandang sapi potong dari keseluruhan kandang peternak di daerah ini masih berupa kandang tradisional dimana bahan bambu sebagai bahan utamanya dalam pembangunan kandang. Walaupun sebagian peternak tahu tentang syarat kandang yang baik, tetapi bangunan kandangnya masih tetap berbahan bambu dan bahan seadanya yang masih layak dipakai, serta letaknya menyatu dengan rumah mereka. Hal ini dikarenakan keterbatasan dana dan lahan dalam pembangunan kandang. Saluran drainase (selokan) untuk pembuangan kotoran ke tempat penampungan, hampir semua kandang di daerah ini tidak ada sehingga memberikan kesulitan kepada peternak dalam pembersihan kandang. Terkadang akan menyebabkan kandang becek akibat campuran feses dan urin sehingga mengganggu kenyamanan ternak pada saat rebahan, serta akan menimbulkan penyakit jika kandang dan ternak dalam keadaan kotor.

Pemasaran

Pemasaran adalah merupakan kegiatan untuk memindahkan barang atau jasa dari produsen ke konsumen, dimana fungsi pemasaran yang dilakukan meliputi, pembelian, penjualan, pengangkutan, pergudangan, pembiayaan, penanggungan resiko, dan standarisasi serta informasi pasar (Suarda, 2009). Menurut Downey dan Erickson (1992), bahwa penyaluran barang dari produsen ke konsumen akhir sering dinamakan sebagai saluran pemasaran, serta jenis dan kerumitannya tergantung pada jenis komoditinya. Dalam pemasaran barang atau jasa harus ada keterlibatan dari beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara, dan konsumen. Karena jarak antara produsen yang menghasilkan barang atau jasa sering berjauhan dengan konsumen, maka fungsi badan perantara sangat diharapkan kehadirannya

(36)

untuk menggerakkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut dari titik produksi ke titik konsumsi (Limbong dan Sitorus, 1987).

Tabel 21. Sistem Pemasaran Ternak oleh Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010

Desa Pemasaran Ternak

Pasar Tengkulak Lainnya

Ngepungrojo 0 15 0 Sidokerto 0 15 0 Panjunan 0 15 0 Kutoharjo 0 15 0 Jumlah 0 60 0 Persentase 0,00 100,00 0,00

Hasil penelitian ini berdasarkan tabel 21 di atas, menunjukkan bahwa sistem pemasaran sapi potong yang dilakukan oleh peternak di daerah ini melalui tengkulak (pedagang pengumpul). Hal ini dilakukan karena sistem pemasaran seperti ini lebih efisien dalam berbagai hal, seperti biaya transportasi dalam pengangkutan ke pasar. Tengkulak di daerah ini membeli sapi menggunakan dua cara yaitu, pembelian ternak berdasarkan harga per kg bobot hidup sapi dan berdasarkan harga taksiran berdasarkan besarnya sapi. Dari kedua sistem pembelian tersebut, pembelian berdasarkan harga taksiran dinilai lebih menguntungkan baik bagi tengkulak maupun peternak.

Peternak di daerah ini jarang melakukan pemasaran ternaknya langsung ke pasar hewan. Karena tidak adanya transportasi pengangkutan serta dibutuhkan tambahan biaya dalam proses transportasi tersebut dibandingkan dengan dijual lewat tengkulak yang datang langsung ke tempat peternak. Disamping itu alasan lain dari peternak tidak menjual ternaknya ke pasar sapi terhambat mengenai hal waktu, peternak tidak mempunyai banyak waktu untuk memasarkan ternaknya di pasar karena kesibukan mereka dalam pekerjaan utamanya yang sebagian besar sebagai petani. Proses penjualan ternak lewat tengkulak ini lah dirasa paling efektif bagi peternak baik dari segi biaya, waktu maupun kecepatan dalam mendapatkan dana penjualan. Dari segi keuntungan mungkin peternak tidak mendapatkan keuntungan

(37)

yang besar dari proses penjualan ini. Bagi peternak berapa pun hasil yang diperoleh dari hasil penjualan ternak sapi ini tidak terlalu berpengaruh terhadap sistem pemasaran yang selama ini tetap dilaksanakan karena tetap menguntungkan bagi peternak. Hal terpenting bagi peternak adalah keinginan untuk memperoleh dana secara cepat dapat terpenuhi untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak. Berikut saluran pemasaran ternak sapi potong secara sistematis di Kecamatan Pati.

Keterangan:

Pemasaran langsung Penggunaan jasa

Gambar 17. Saluran Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Berdasarkan gambar di atas, tengkulak (pedagang pengumpul) mengambil peranan yang sangat penting sebagai salah satu badan perantara dalam menyalurkan sapi hingga ke konsumen dalam bentuk daging yang siap di konsumsi. Tengkulak di daerah ini biasanya menjual sapi yang telah di beli dari peternak ke dalam tiga badan perantara yaitu, pedagang besar, pasar hewan, dan rumah potong hewan (RPH). Pedagang besar di daerah ini dalam saluran pemasaran berfungsi sebagai penyalur bagi daerah-daerah lain di luar Kabupaten Pati dalam skala yang besar seperti daerah cirebon, cianjur, dan kudus. Mereka mendapat suplai ternak sapi potong ini dari para tengkulak yang sudah lama bekerja sama. Sapi yang disuplai dari tengkulak ini biasanya tidak langsung dikirim keluar daerah, tapi ditampung terlebih dahulu hingga

Peternak Pedagang Luar Daerah Pasar Konsumen Pedagang Besar Tengkulak/ Pedagang Pengumpul Rumah Potong Hewan (RPH) Pasar Hewan

(38)

bobotnya sesuai dengan permintaan pedagang di luar daerah. Terkadang sapi itu ada yang langsung disuplai keluar daerah ketika adanya permintaan. Pedagang besar di daerah ini telah lama menjalin kerjasama dengan para pedagang besar di daerah lain sehingga tidak terlalu kesulitan dalam memasarkan sapinya.

Pasar hewan juga merupakan saluran pemasaran bagi para tengkulak untuk menjual sapi yang sudah di beli dari peternak. Tengkulak biasanya menampung sapi yang dibeli dari peternak sekitar 1-2 hari dirumahnya hingga kapasitasnya memenuhi untuk dibawa ke pasar. Sistem pemasaran di pasar hewan ini bersifat dinamis dibandingkan dua badan perantara yang disalurkan oleh tengkulak. Karena di pasar hewan ini lah terjadi proses jual beli yang tidak hanya dilakukan antara dua orang saja, tetapi semua orang berkumpul dalam tawar-menawar sapi. Tengkulak lebih bebas dalam memasarkan ternaknya di pasar hewan ini, karena mereka berhadapan langsung dengan pembeli yang sangat beragam. Pasar hewan di daerah ini tidak tersedia, jadi tengkulak biasanya memasarkan ternaknya ke pasar hewan yang berada di luar Kecamatan Pati, dimana pasar sapi ini beroperasi pada hari tertentu saja. Semua tengkulak berkumpul di pasar ini menawarkan sapinya kepada pembeli. Peminat sapi dari tengkulak ini biasanya pedagang-pedagang pengecer, dimana membeli sapi yang sudah siap potong untuk dijual berupa daging. Para pedagang pengecer ini sangat berperan penting dalam perputaran modal para tengkulak. Setelah mendapatkan sapi yang diminati, biasanya mereka langsung memotong sapi tersebut baik dipotong sendiri maupun menggunakan jasa dari RPH daerah setempat. Pedagang pengecer di daerah ini sekaligus beroperasi sebagai tukang jagal, sehingga sebagian besar sapinya dipotong sendiri yang diperoleh dari pasar dibandingkan menggunakan jasa dari RPH yang mengeluarkan biaya dalam proses pemotongan.

Rumah potong hewan (RPH) di daerah ini terkadang mendapat suplai sapi dari sebagian tengkulak dan jumlahnya pun sedikit. Tengkulak sangat jarang menjual sapinya ke RPH karena keuntungan yang mereka dapat hanya sedikit atau bisa juga jadi rugi dari hasil penjualannya tersebut. RPH biasanya membeli sapi berdasarkan harga per Kg bobot hidup sapi, hal ini berbeda dengan sistem pembelian tengkulak dari para peternak, dimana menggunakan taksiran harga berdasarkan besarnya sapi. Hal ini lah yang membuat tengkulak terkadang enggan untuk memasarkan sapinya ke RPH setempat dikarenakan keuntungan yang tidak menentu. Hasil dari pemotongan

(39)

sapi baik yang dilakukan oleh RPH maupun dilakukan sendiri oleh pedagang pengecer, biasanya langsung dijual ke pasar-pasar tradisional setempat. Pasar tradisional ini merupakan badan perantara terakhir dalam saluran pemasaran ternak sapi potong hingga bisa dikonsumsi oleh konsumen dalam bentuk daging.

Faktor-Faktor Eksternal Usaha Ternak Sapi Potong Iklim

Berdasarkan data sekunder, keadaan iklim di Kecamatan Pati termasuk ke dalam tipe iklim (oldeman) D2, dimana rata-rata curah hujan per tahun sebanyak 994 mm dengan 64 hari hujan dan temperaturnya berkisar 240-390C. Menurut Abidin (2002), sapi potong pada umumnya dapat tumbuh optimal di daerah dengan kisaran suhu 10-27o C, dengan curah hujan 800-1500 mm/tahun, dan kelembapan udara 60-80 %. Dalam hal ini, keadaan iklim di Kecamatan Pati mendekati dengan keadaan iklim ideal pengembangan usaha ternak sapi. Sapi termasuk hewan yang peka terhadap perubahan suhu lingkungan terutama perubahan yang drastis. Suhu tinggi bisa menyebabkan konsumsi pakan menurun dan berakibat pada menurunnya laju pertumbuhan ternak, selain itu juga berpengaruh terhadap kemampuan reproduksi (Abidin, 2002). Curah hujan yang sangat tinggi juga bisa mengakibatkan gangguan kesehatan pada sapi potong. Curah hujan yang tinggi berkolerasi dengan ketersediaan pakan yang berupa hijauan. Hijauan melimpah pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau ketersediaannya terbatas. Tingkat kelembapan yang tinggi (basah) cenderung berhubungan dengan tingginya peluang bagi tumbuh dan berkembangnya parasit dan jamur. Sebaliknya, kelembapan rendah (kering) menyebabkan udara berdebu dan merupakan pembawa penyakit menular.

Menurut Sudarmono dan Bambang (2008), suhu yang tinggi dan musim panas yang panjang mempengaruhi pertumbuhan. Salah satu penghalang bagi produksi daging di daerah tropis adalah suhu tinggi dan musim panas yang panjang. Karena suhu udara yang tinggi akan memperlambat proses metabolisme (pertukaran zat) di dalam tubuh sehingga mengganggu pertambahan berat atau pertumbuhan. Apalagi bila terjadi musim panas yang panjang, baik volume dan nilai pakan hijauan akan berada di bawah nilai kebutuhan pokok. Akibatnya pertumbuhan sapi menjadi lebih lambat dan pada sapi dewasa akan kehilangan berat badan sehingga rencana pemotongan sapi tertunda.

Gambar

Tabel 4. Jumlah Desa dan Luas  Wilayah  Tiap Kecamatan di Kabupaten Pati Tahun  2009  No  Kecamatan  Jumlah Desa/  Kelurahan  Lahan sawah (ha)  Lahan bukan  sawah  (ha)  Jumlah (ha)  Persentase (%)  1  Sukolilo  16  7.253  8.621  15.874  10,56  2  Kayen  17  4.937  4.666  9.603  6,39  3  Tambakromo  18  2.947  4.300  7.247  4,82  4  Winong  30  4.202  5.792  9.994  6,65  5  Pucakwangi  20  5.023  7.260  12.283  8,17  6  Jaken  21  3.595  3.257  6.852  4,56  7  Batangan  18  2.082  2.879  4.961  3,30  8  Juwana  29  1.556  4.120  5.676  3,77  9  Jakenan  23  3.926  1.378  5.304  3,53  10  Pati  24/5  2.558  1.691  4.249  2,83
Tabel 5. Luas dan Persentase Penggunaan Lahan di Kabupaten Pati Tahun 2009  Penggunaan Tanah  Luas (ha)  Persentase (%)
Tabel 6. Luas dan Persentase Penggunaan Lahan di Kecamatan Pati Tahun 2009  Penggunaan Tanah  Luas (ha)  Persentase (%)
Tabel  7.  Luas  Tanam,  Panen,  Produktivitas,  dan  Produksi  Tanaman  Pangan  di  Kecamatan Pati Tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kaitan dengan upaya yang sedang dilakukan, para informan mengungkapkan bahwa hal yang paling penting adalah memahami komunikasi interpersonal, menempatkan baik orang tua

"4.. Imunisasi pada dasarnya ,oleh dilakukan se,a*ai suatu ,entuk  usaha atau ikhtiar untuk mewu'udkan keke,alan tu,uh manusia dan men?e*ah ter'adinya suatu

MajIis Majlis Mesyuarat Kerajaan dibahagikan kepada dua, Majlis Negeri.. yang mempunyai kuasa perundangan dan Jemaah Menteri yang mempunyai kuasa pe1aksanaan. MB Majlis

Pola distribusi zakat profesi yang dilakukan oleh Kantor Kementerian Agama Kabupaten Demak melalui Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kantor Kementerian Agama Kabupaten Demak

Hal ini terungkap jelas dalam salah satu diktum pertimbangannya, yaitu bahwa dalam rangka pencapaian tujuan nasional pada umumnya dan mencerdaskan kehidupan bangsa pada

Dengan menggunakan metode ini memungkinkan untuk dilakukan suatu simulasi dari Dengan menggunakan metode ini memungkinkan untuk dilakukan suatu simulasi dari beberapa

Kondisi faktor lingkungan sosial seperti tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan dan kuantil indeks kepemilikan merupakan determinan variabel yang dapat dimodifikasi

Modul Pembelajaran Analisis Desain Berbasis Objek Dengan Menggunakan Flash.. Berbasis Web