• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pembelajaran Anak Usia Dini Berbasis Karakter di Paud Nurul Wathon Semarang T2 942012073 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pembelajaran Anak Usia Dini Berbasis Karakter di Paud Nurul Wathon Semarang T2 942012073 BAB II"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1

Pendidikan Anak Usia Dini

2.1.1 Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini

Menurut Christy Merrick (2013:32), „Early childhood is a critically important time in human development, when biological paths are set that affect lifelong learning and habits’. Carie Green (2013:8) Early childhood is a significant time when children begin to develop their place identity. As they discover their environment, young children claim special places in which to construct their own experiences. Menurut Ulfiani Rahman (2009:48) Pendidikan Anak Usia Dini adalah pendidikan yang ditujukan untuk anak usia 3 s/d 6 tahun (PP No. 27/1990 Pasal 6). Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam pasal 4 menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari ke-kerasan dan diskriminasi.

(2)

(kodrat) dan nurture (pengasuhan), maksudnya pendi-dikan Taman Kanak-kanak harus didesain sesuai dengan kodrat anak-anak dan perlahan membimbing anak menuju adab. Menurut Listari Basuki (2012:712) pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah upaya orang dewasa untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak dan dilaksanak-anakan pada saat anak-anak masih berada pada fase usia prasekolah (0-6 tahun).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan per-kembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

2.1.2 Pembelajaran Anak Usia Dini

(3)

Konsep pembelajaran menurut Corey (Sagala, 2003) adalah suatu proses dimana lingkungan sese-orang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Sedangkan menurut Dimyati

dan Mudjiono ”pembelajaran adalah kegiatan guru

secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan

pada penyediaan sumber belajar” (Sagala, 2003).

Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1

dinyata-kan bahwa, ”pembelajaran adalah proses interaksi

peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar

pada suatu lingkungan belajar”. Pembelajaran menu -rut Sudjana (2000) adalah upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Surya (2004) menyatakan bahwa, pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkung-annya. Definisi tersebut menunjukkan bahwa pem-belajaran sebagai usaha memperoleh perubahan peri-laku dalam diri individunya.

(4)

(1) varibel pertanda (presage variables) berupa pendidik; (2) variabel konteks (context variables) berupa peserta didik, sekolah, dan masyarakat; (3) variabel proses (process variables) berupa interaksi peserta didik dengan pendidik; dan (4) variabel produk (product variables) berupa perkembangan peserta didik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik jika pendidik mempunyai dua kompetensi utama yaitu kompetensi substansi materi pembelajaran dan kompetensi metodologi pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran di Taman Kanak-kanak didesain untuk memungkinkan anak belajar. Setiap kegiatan harus mencerminkan jiwa bermain, yaitu senang, merdeka, volunter, dan demokratis. Setiap permainan yang diberikan harus diberi muatan pen-didikan sehingga anak dapat belajar. Untuk itu guru di Taman Kanak-kanak harus kreatif melihat potensi lingkungan dan mendesain kegiatan pembelajaran yang menyenangkan anak.

Adapun pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran bagi anak usia dini menurut Direktorat PADU (2002: 5) adalah sebagai berikut:

1) Berorientasi pada kebutuhan anak. Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak untuk mendapatkan layanan pendidikan, kesehatan dan gizi yang dilaksanakan secara integratif dan holistik;

(5)

mengguna-kan strategi, metode, materi/bahan, dan media yang menarik agar mudah diikuti oleh anak. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplo-rasi (penjajagan), menemukan, dan meman-faatkan benda-benda di sekitarnya;

3) Kreatif dan inovatif. Proses kreatif dan inovatif dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan menarik, membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru;

4) Lingkungan yang kondusif. Lingkungan harus diciptakan sedemikian menarik dan menye-nangkan, dengan memperhatikan keamanan dan kenyamanan anak dalam bermain;

5) Menggunakan pembelajaran terpadu. Model pembelajaran terpadu yang beranjak dari tema yang menarik anak (center of interest) dimak-sudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi anak;

6) Mengembangkan keterampilan hidup. Me-ngembangkan keterampilan hidup melalui pembiasaan-pembiasaan agar mampu menlong diri sendiri (mandiri), disiplin, mampu berso-sialisasi, dan memperoleh bekal keterampilan dasar yang berguna untuk kelangsungan hidupnya;

7) Menggunakan berbagai media dan sumber belajar. Media dan sumber belajar dapat ber-asal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan;

(6)

teman sebayanya; (d) Minat anak dan keingin-tahuannya memotivasi belajarnya; (e) Perkem-bangan dan belajar anak harus memperhati-kan perbedaan individual; (f) Anak belajar dengan cara dari sederhana ke rumit, dari konkrit ke abstrak, dari gerakan ke verbal, dan dari keakuan ke rasa sosial.

9) Stimulasi terpadu. Pada saat anak melakukan suatu kegiatan, anak dapat mengembangkan beberapa aspek pengembangan sekaligus. Contoh: ketika anak melakukan kegiatan makan, kemampuan yang dikembangkan anta-ra lain bahasa (mengenal kosa kata tentang jenis sayuran dan peralatan makan), motorik halus (memegang sendok dan menyuap ma-kanan ke mulut), daya pikir (membandingkan makan sedikit dengan banyak), sosial-emosi-onal (duduk rapi dan menolong diri sendiri), dan moral (berdoa sebelum dan sesudah makan).

2.1.3 Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini

(7)

pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

Berdasarkan pada ketentuan yang dimuat pada pasal 28 (2), penyelenggaraan PAUD tidak hanya diselenggarakan pada jalur formal, tetapi melalui jalur informal dan non formal seperti kelompok bermain. Pertanyaan yang sering diajukan adalah bagaimana bentuk pelayanannya. Permasalahan yang lebih kritis adalah jika orang tua harus dilibatkan secara langsung dalam penyelenggaraan PAUD. Permasalah-an berkenaPermasalah-an dengPermasalah-an pemahamPermasalah-an orPermasalah-ang tua terhadap kondisi psikologis dan perkembangan fisik anak menjadi salah satu hambatan. Di lain pihak, karena kemampuan ekonomi yang berbeda-beda, maka keluarga yang kurang mampu secara ekonomis, cende-rung diikuti dengan kurangnya perhatian terhadap penyediaan sarana dan prasarana pendukung penye-lenggaraan PAUD di rumah (Unesco dalam Indiarto 2004:4).

(8)

operasi-onal yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.

2.1.4 Pendidikan Anak Usia Dini Berkarakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Sistem pendidikan nasional sebagaimana diga-riskan dalam Pasal 31 UUD 1945 beserta peraturan perundangan turunannya, merupakan instrumen untuk mewujudkan pembentukan karakter bangsa Indonesia, termasuk karakter seorang guru Indonesia. Untuk itu, diperlukan suatu pendidikan guru berbasis pada pembangunan karakter bangsa. Tujuan utama pendidikan karakter adalah untuk menumbuhkan karakter warga Negara, baik karakter privat, seperti tanggung jawab moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu; maupun karakter publik, misalnya kepedu-lian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi (Winataputra dan Budimansyah,2007:192).

Peningkatan kualitas pendidikan diharapkan akan mampu mendongkrak kualitas pendidikan di negeri ini. Namun, kebijakan ini malah justru

dika-burkan oleh pandangan sempit bahwa “sertifikasi guru

merupakan upaya meningkatkan kesejahteraan guru”.

(9)

idealisme. Pandangan idealisme dipojokkan pada sebuah kenyataan yang tidak sesuai dengan zaman, padahal kelompok idealime ini merupakan agen pem-baharu di lingkungan komunitas guru.

Gagasan character building sebagai upaya men-ciptakan guru-guru ideal patut mendapat dukungan semua pihak. Apabila idealisme telah melekat pada pribadi guru, maka ia akan mampu memperbaiki fenomena masyarakat kita yang telah mulai mening-galkan karakter bangsa Indonesia sebagaimana yang dicita-citakan pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Konsep Pendidikan Budi Pekerti yang menjadi pemikiran ideal seorang guru ketika ia merasa resah dengan fenomena masyarakat saat ini merupakan landasan bagi pengembangan character building.

(10)

bagi murid dan masyarakat dalam bertindak dan berkata jujur serta berahlak mulia.

2. Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembang-kan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan memba-ngun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkat-kan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaul-an dunia. Pendidikpergaul-an karakter dilakukpergaul-an melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pen-didikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, peme-rintah, dunia usaha, dan media massa.

DIKTI (2010) menyatakan bahwa secara khusus pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama, yaitu:

1. Pembentukan dan Pengembangan Potensi

Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.

2. Perbaikan dan Penguatan

(11)

3. Penyaring

Pendidikan karakter bangsa berfungsi memilah nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan menya-ring nilai-nilai budaya bangsa lain yang positif untuk menjadi karakter manusia dan warga negara Indonesia agar menjadi bangsa yang bermartabat.

Nilai-nilai pendidikan adalah suatu makna dan ukuran yang tepat dan akurat yang mempengaruhi adanya pendidikan itu sendiri. Di antara nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa, ada 18 unsur dan nilai yang mana di antaranya adalah: (1) Religius; (2) Jujur; (3) Toleransi; (4) Disiplin; (5) Kerja Keras; (6) Kreatif; (7) Mandiri; (8) Demokratis; (9) Rasa Ingin Tahu; (10) Semangat Kebangsaan; (11) Cinta Tanah Air; (12) Menghargai Prestasi; (13) Bersahabat atau Komuniktif; (14) Cinta Damai; (15) Gemar Membaca; (16) Peduli Lingkungan; (17) Peduli Sosial, dan (18) Tanggung Jawab.

Sedangkan menurut Menurut UU No 20 tahun 2003 pasal 3 menyebutkan pendidikan nasional ber-fungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter bangsa yang bermartabat. Ada 9 pilar pendidikan berkarakter, di antaranya adalah:

1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaannya

2. Tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian 3. Kejujuran/amanah dan kearifan

4. Hormat dan santun

5. Dermawan, suka menolong dan gotong royong/ kerjasama

(12)

8. Baik dan rendah hati

9. Toleransi kedamaian dan kesatuan

2.2

Manajemen Pembelajaran

2.2.1 Pengertian Manajemen

Follet yang dikutip oleh Wijayanti (2008: 1) mengartikan manajemen sebagai seni dalam menye-lesaikan pekerjaan melalui orang lain. Menurut Stoner yang dikutip oleh Wijayanti (2008: 1) manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, penga-rahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya manusia organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Gulick dalam Wijayanti (2008: 1) mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.

(13)

mengukur efektivitas dari usaha-usaha yang telah dilakukan.

Dari beberapa definisi yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan usaha yang dilakukan secara bersama-sama untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling). Manajemen merupakan sebuah kegiatan; pelaksanaannya disebut

managing dan orang yang melakukannya disebut

manager.

2.2.2 Manajemen Pembelajaran

Pembelajaran menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendi-dikan Nasional Tahun 2007 adalah suatu proses belajar mengajar dan proses interaksi komunikasi aktif antara siswa dengan guru dalam kegiatan pendidikan. Kegiatan belajar mengajar adalah kegiatan yang dila-kukan siswa dan ada kegiatan yang diladila-kukan guru yang terjadi secara sinergis.

(14)

proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Mana-jemen pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran yaitu strategi pengelolaan pembelajaran, (Diknas, 2004:6).

Menurut Terry (2010: 9), fungsi manajemen dapat dibagi menjadi empat bagian, yakni planning

(perencanaan), organizing (pengorganisasian),

actuating (pelaksanaan), dan controlling (pengawasan). Secara umum, ada empat fungsi manajemen yang sering orang menyebutnya “POAC”, yaitu Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling. Dua fungsi yang pertama dikategorikan sebagai kegiatan mental sedangkan dua berikutnya dikategorikan sebagai ke-giatan fisik. Suatu manajemen bisa dikatakan berhasil jika keempat fungsi di atas bisa dijalankan dengan baik. Kelemahan pada salah satu fungsi manajemen akan mempengaruhi manajemen secara keseluruhan dan mengakibatkan tidak tercapainya proses yang efektif dan efisien.

1. Perencanaan (Planning)

Perencanaan tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Sedangkan Handoko (2005) mengemukakan bahwa:

(15)

dibu-tuhkan untuk mencapai tujuan. Pembuatan kepu-tusan banyak terlibat dalam fungsi ini.

Arti penting perencanaan terutama adalah mem-berikan kejelasan arah bagi setiap kegiatan, sehingga setiap kegiatan dapat diusahakan dan dilaksanakan seefisien dan seefektif mungkin.

Robbin (2001: 3) menyatakan bahwa fungsi perencanaan meliputi menetapkan tujuan organisasi, menetapkan suatu strategi keseluruhan untuk men-capai tujuan dan mengembangkan suatu hirarki rencana yang menyeluruh untuk memadukan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan.

Secara lebih terinci, Suharsimi (2008:9) menge-mukakan penjelasan perencanaan dari masing-masing fungsi adalah sebagai berikut: Perencanaan adalah proses mempersiapkan serangkaian pengambilan ke-putusan untuk dilakukannya tindakan dalam menca-pai tujuan-tujuan organisasi dengan atau tanpa meng-gunakan sumber-sumber yang ada. Aspek-aspek perencanaan meliputi: (a) apa yang akan dilakukan, (b) siapa yang harus melakukan, (c) kapan dilakukan, (d) dimana dilakukan, (e) bagaimana melakukan, dan (f) apa saja yang perlu dilakukan agar tercapai tujuan-nya secara maksimal.

2. Pengorganisasian (Organizing)

(16)

dibuat dengan susunan organisasi pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengorgani-sasian adalah bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan, dan apa target-nya.

Suharsimi (2008: 10) menyatakan bahwa peng-organisasian adalah usaha untuk mewujudkan kerja-sama antar manusia yang terlibat kerjakerja-sama. Suatu keseluruhan proses pengelompokan orang, alat-alat, tugas, tanggung jawab atau wewenang sehingga ter-cipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai satu kesatuan dalam rangka mencapai tujuan. Pada pokoknya pengorganisasian adalah proses pembagian kerja, sistem kerja sama, sistem hubungan antar personal yang terlibat dalam suatu organisasi.

Menurut Suharsimi (2008:11) pengorganisasian adalah pembagian tugas atau pekerjaan, pembidang-an, pengunitpembidang-an, yaitu: macam dan jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan, banyaknya orang yang terli-bat dalam organisasi, dan kemampuan, minat, bakat yang berbeda terhadap pekerjaan.

3. Pelaksanaan (actuating)

(17)

Menurut Terry (2011: 20), actuating adalah usaha untuk menggerakkan anggota-anggota kelom-pok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Dalam suatu lembaga, kalau hanya ada perencanaan atau organisasi saja tidak cukup. Untuk itu dibutuhkan tindakan atau actuating yang konkrit yang dapat menimbulkan action.

4. Pengawasan (Controlling)

Pengawasan (controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan. Sementara itu, Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh Handoko (2005: 25) mengemukakan definisi penga-wasan yang di dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan, bahwa:

“Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksana-an dengpelaksana-an tujupelaksana-an–tujuan perencanaan, meran-cang sistem informasi umpan balik, membanding-kan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengu-kur penyimpangan-penyimpangan, serta mengam-bil tindakan koreksi yang diperlukan untuk men-jamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan

(18)

2.3

Penelitian yang Relevan

Nirmala, Dwiputri (2012) dengan penelitian berjudul “Pelaksanaan Pendidikan Karakter pada Anak Usia Dini di Lembaga PAUD Yayasan Taman Asuh

Anak Terpadu (TAAT) Qurrota A‟yun Malan)”. Berda-sarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:

(1) Tujuan dari pendidikan karakter di lembaga

PAUD Yayasan TAAT Qurrota A‟yun yaitu mena -namkan nilai religious sejak dini sebagai fondasi terbentuknya nilai-nilai karakter yang lain. Meng-gali bakat dan minat peserta didik, menumbuhkan wawasan yang luas melalui eksplorasi ilmu penge-tahuan dan teknologi, namun tetap dibarengi dengan IMTAQ; (2) Metode yang digunakan cukup beragam namun yang paling dominan yaitu meto-de keteladanan, mendongeng, bernyanyi, bermain dan metode demonstrasi; (3) Media yang diguna-kan telah memenuhi kriteria media pembelajaran untuk anak usia dini; (4) Materi pendidikan karak-ter mengandung nilai-nilai karakkarak-ter yang menjadi prioritas utama dalam pengembangan nilai karak-ter karak-terhadap anak; (5) Peran pendidik telah sesuai dengan kriteia pendidikan anak usia dini dan tergolong sangat baik; (6) Lingkungan belajar yang menjadi perhatian bukan hanya lingkungan yang bersifat fisik namun lingkungan belajar yang bersifat non fisik; (7) Evaluasi pendidikan karakter meliputi, indikator karakter yang dikembangkan dan tingkat efektivitas proses pembelajaran yang dialami oleh anak; (8) Hambatan yang dialami oleh

lembaga PAUD Yayasan TAAT Qurrota A‟yun yaitu

masalah sarana dan prasarana serta kualitas sumber daya manusia, sehingga diperlukan solusi yang tepat dan efektif untuk mengatasi hambatan tersebut.

(19)

Islam sebagai kehidupan dasar manusia. Metode analisis yang digunakan adalah studi literatur di-sandingkan dengan fenomena aktual yang terjadi pada masyarakat. Analisis dan pembahasan menunjukkan bahwa pendidikan karakter sangat penting untuk kurikulum pendidikan nasional yang dilaksanakan.

Parker, Neuharth-Pritchett (2006), dengan judul

Developmentally Appropriate Practices in Kindergarten: Factors Shaping Teacher Beliefs and Practice, meneliti masalah tentang penentuan jenis pengajaran anak usia dini yang tepat (pembelajaran berpusat guru dan pembelajaran berpusat siswa) dan pengaruh ketentuan DAP (Developmentally Appropriate Practices) pada prestasi anak usia dini. Tujuan penelitian ini adalah agar memberikan kejelasan kepada guru apakah akan menggunakan DAP pembelajaran berpusat siswa atau pembelajaran berpusat guru. Hasil penelitian menya-takan bahwa ada hubungan antara DAP dengan tingkat prestasi, motivasi dan tekanan dalam pembela-jaran. Keterlibatan program DAP berhubungan positif dengan prestasi siswa nantinya. Keterlibatan program DAP memberi harapan yang lebih tinggi pada kesuk-sesan anak di sekolah. Tekanan untuk menyiapkan siswa untuk tingkat selanjutnya meningkat seperti guru-guru berpindah spektrum dari pembelajaran berpusat guru ke pembelajaran berpusat siswa.

(20)

bagaimana pun jenis praktik pembelajaran yang di-gunakan di kelas, mereka merasa bahwa siswa-siswa-nya berhasil dengan menerapkan pembelajaran berpu-sat siswa.

Logue (2007), Early Childhood Learning Standart: Tools for Promoting Social and Academic Succes in Kindergarten, meneliti tentang pedoman standar pen-didikan anak usia dini. Yang dihasilkan dalam pene-litian ini antara lain adalah bahwa standart pendidik-an pendidik-anak usia dini dirpendidik-ancpendidik-ang untuk bersatu dpendidik-an membangun menuju standar untuk pendidikan K-12 (yang diidentifikasi sebagai pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk menyiapkan anak usia dini sekolah dan memberi mereka sarana yang diperlukan untuk kesuksesan sosial, emosional, fisik dan intele-gensi) merupakan sumber-sumber yang belum diman-faatkan untuk pekerja sekolah sosial dan personel Taman Kanak-kanak. Standar pendidikan anak usia dini, dengan memadukan sekolah dan cita-cita pem-belajaran akademik, menyediakan guru-guru dan pekerja sosial yang bertujuan mempromosikan kola-borasi pra TK dan TK. Standar pendidikan anak usia dini dapat meningkatkan mutu pengalaman anak-anak pra TK untuk anak-anak

2.4

Kerangka Pikir Peneliti

(21)

seperti pendidikan orang dewasa, namun juga ber-fungsi untuk mengoptimalkan perkembangan kecer-dasannya, sikap moral, sosial dan emosionalnya. Dalam pendidikan anak usia dini, nilai-nilai karakter yang dipandang sangat penting dikenalkan dan di-internalisasikan ke dalam perilaku mereka mencakup: kecintaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kejujuran, disiplin, toleransi dan cinta damai, percaya diri, mandiri, tolong menolong, kerjasama, dan gotong-royong, hormat dan sopan santun, tanggung jawab, kerja keras, kepemimpinan dan keadilan, kreatif, rendah hati, peduli lingkungan, cinta bangsa dan Tanah Air.

(22)

Pelaksanaan

Manajemen Pembelajaran PAUD berbasis Karakter

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pemain yang menang menang adalah pemain adalah pemain yang habis duluan atau pemain yang. yang habis duluan atau

Tempat : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Bengkulu Selatan Jl.. Affan

Tujuan Pendidikan Nasional adalah “Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas, terampil, dan bertaqwa kepada Tuhan

[r]

• Membentuk sikap dan tingkah laku yang baik thp persoalan kesehatan. • Membentuk kebiasaan hidup sehat

b) Pada tataran operasional, Peningkatan Mutu Pendidikan Nasional diarahkan untuk memberikan penjamin mutu pendidikan kepada masyarakat. Pada Satuan Pendidikan Dasar sesuai

• Raising Health Consciousness • Giving Clients Health Knowledge • Improving Clients Self-awareness • Facilitating Clients Attitude Change • Helping Clients to Make Decisions